ISSN 2302-0172 pp. 65- 75
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
11 Pages
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGELUARAN KONSUMSI KESEHATAN RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BIREUEN 1)
Etavianti1, Mohd Nur Syechalad2, Sofyan Syahnur3 Magister Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universyitas Syiah Kuala Banda Aceh 2,3) Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Email :
[email protected] Telp. 085261346192
Abstract: This study aims to identify and analyze the factors that affect the health of the consumption expenditure of the poor households in Bireuen District. Aspects that are analyzed include the consumption expenditure variable health, income, age, family size and education level. The analytical method used is multiple regression with Method of Ordinary Least Square (OLS). Estimation results indicate that income, age and education level, have a significant positive effect on the health of household consumption expenditure of the poor. From the results of this study, Bireuen District Government expected to continue to pursue high economic growth by moving the productive sectors, expand employment and create a business climate that could increase incomes, which in turn will increase consumption, especially the consumption of health, other than that the government should keep the program running JKA as an effort to reduce the growing health consumption expenditure to be borne by the poor households as a result of lower revenues received. Keywords : Consumption Expenditure of Health, Poor Households. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi kesehatan rumah tangga masyarakat miskin di Kabupaten Bireuen. Aspek yang dianalisis mencakup variabel pengeluaran konsumsi kesehatan, pendapatan, umur, ukuran keluarga dan tingkat pendidikan. Metode analisis yang digunakan adalah regresi berganda dengan metode kuadrat terkecil (Method of Ordinary Least Square) OLS. Hasil Estimasi menunjukkan bahwa pendapatan, umur dan tingkat pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengeluaran konsumsi kesehatan rumah tangga masyarakat miskin. Dari hasil penelitian ini diharapkan kepada Pemerintah Kabupaten Bireuen untuk terus mengusahakan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dengan menggerakkan sektor-sektor produktif, memperluas lapangan kerja dan menciptakan iklim berusaha yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan konsumsi masyarakat terutama konsumsi kesehatan, selain itu hendaknya pemerintah tetap menjalankan program JKA sebagai salah satu upaya mengurangi semakin besarnya pengeluaran konsumsi kesehatan yang harus dipikul oleh rumah tangga masyarakat miskin sebagai akibat dari rendahnya pendapatan yang diterima.
Kata Kunci : Pengeluaran Konsumsi Kesehatan, Rumah Tangga Masyarakat Miskin
seseorang dikatakan sehat atau sakit. Kesehatan
PENDAHULUAN
Secara global kesehatan diakui sebagai instrumen
strategis
untuk
mengurangi
kemiskinan yang harus dicapai pada tahun 2015, seperti
dinyatakan
dalam
Millenium
Development Goals (MDGs). Kesehatan manusia bergerak maju atau mundur dalam kontinuitas tertentu, dimana jarak ini menentukan apakah 65 -
Volume 2, No. 4, November 2014
tidak pernah konstan, namun dengan kesehatan diharapkan
mampu
meningkatkan
derajat
menjadi
upaya
kesehatan
untuk
masyarakat
melalui upaya dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat secara optimal menolong dirinya sendiri
dengan mencegah
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala timbulnya masalah dan gangguan kesehatan,
peluang untuk pengeluaran Publik di masa depan
memelihara
derajat
(Kajian pengeluaran publik Indonesia untuk
kesehatannya, dan mampu berperilaku mengatasi
sektor kesehatan) menyatakan bahwa meskipun
apabila
sudah
hanya berdampak pada sebagian kecil dari
terlanjur datang, serta mengembangkan kegiatan
masyarakat dan semakin berkurang, lonjakan
yang bersumber daya masyarakat sesuai sosial
pengeluaran
budaya setempat dan didukung oleh kebijakan
mengakibatkan orang jatuh miskin. Hampir
publik
dan
setengah dari seluruh rakyat Indonesia hidup
melaksanakan
dalam tingkat penghasilan yang sangat rentan
dan
masalah
yang
bertanggung
meningkatkan
kesehatan
tersebut
berwawasan jawab
kesehatan
untuk
pelayanan kesehatan. Manusia
di
bidang
kesehatan
masih
jatuh miskin. Sebagai akibatnya, pengeluaran dalam
kehidupannya
kesehatan
yang
tidak
diperkirakan
adalah
mempunyai berbagai kebutuhan, dan dengan
penyebab utama orang-orang hampir miskin jatuh
adanya
ke
kebutuhan
inilah
yang
mendorong
kemiskinan,
dan
juga
menyebabkan
manusia untuk melakukan pengeluaran konsumsi.
penderitaan luar biasa diantara masyarakat
Dalam ilmu ekonomi, pengertian konsumsi tidak
miskin. Lebih dari 2,3 juta rumah tangga
hanya terbatas pada hal yang berkaitan dengan
Indonesia (1 persen) setiap tahun jatuh miskin
makanan dan minuman, tetapi semua hal yang
karena lonjakan pengeluaran, yaitu ketika rumah
berhubungan dengan barang dan jasa dalam
tangga mengeluarkan lebih dari 40 persen
upaya memenuhi kebutuhannya juga di sebut
penghasilan mereka untuk biaya yang terkait
dengan
dengan kesehatan. Walaupun warga Indonesia
pengeluaran
konsumsi
termasuk
pengeluaran konsumsi untuk kesehatan. Penduduk
biasanya
penghasilan mereka untuk pengeluaran kesehatan
mengeluarkan porsi yang lebih besar dari
(lebih rendah jika dibandingkan dengan 11
pengeluaran non makanannya untuk kesehatan
persen pengeluaran untuk tembakau) kelompok
dibandingkan
Di
yang terkena dampak lonjakan pengeluaran
samping itu, persentase pengeluaran rumah
masih mencakup 6 juta rumah tangga dalam
tangganya untuk makanan dari total pengeluaran
jumlah mutlak.
dengan
miskin
rata-rata menghabiskan kurang dari 3 persen
penduduk
kaya.
rumah tangga juga lebih besar daripada orang
Sebuah survei nasional oleh Program
kaya. Bahkan kadang-kadang mengeluarkan lebih
Pembangunan Kecamatan (PPK) menyatakan
dari 100 persen pengeluaran non makanan untuk
bahwa beban kesehatan yang buruk paling
kesehatan. Ini berarti, mereka meminjam uang
banyak menimpa orang-orang miskin, terutama
atau menjual barang untuk membiayai pelayanan
di Aceh. Hal ini menunjukkan bahwa, tidak
kesehatan keluarganya.
seperti banyak bagian lainnya di Indonesia di
Bappenas dan The World Bank Indonesia (2008)
mana keluarga kaya melaporkan insiden penyakit
dalam Kesehatan Indonesia: Tantangan dan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga
67 -
Volume 2, No. 4, November 2014
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala miskin. Situasinya berbeda di Aceh. Survei
bagi masyarakat telah menghasilkan dampak
Kemiskinan PPK menunjukkan bahwa 29 persen
buruk atas pemerataan dalam sektor kesehatan.
keluarga miskin melaporkan penyakit pada bulan
Sampai saat ini, pengeluaran publik untuk sektor
terakhir dibandingkan 19 persen pada keluarga
kesehatan secara umum lebih menguntungkan
kaya.
bahwa
kelompok berpenghasilan lebih tinggi daripada
kesehatan
masyarakat miskin melalui subsidi regresif bagi
cenderung sangat membebani keluarga-keluarga
layanan kesehatan sekunder. Hal ini sebagian
yang lebih miskin, khususnya di daerah-daerah
dapat
perdesaan. Masalah lainnya adalah biaya untuk
layanan rumah sakit yang sangat rendah di
mengakses layanan medis, bukan hanya untuk
kalangan masyarakat miskin.
Hal
ini
kurangnya
juga
menunjukkan
program-program
dijelaskan
oleh
tingkat
pemanfaatan
konsultasi, pengobatan dan perawatan, tetapi juga untuk transportasi ke fasilitas dari
daerah
terpencil. Hal ini menghalangi banyak orang untuk
menggunakan
layanan-layanan
KAJIAN PUSTAKA Pengeluaran Konsumsi Kesehatan.
ini,
Kesehatan
merupakan
khususnya mereka yang ada di daerah-daerah
pertama
perdesaan dan orang-orang miskin. Survei PPK
mempertahankan keberlangsungan hidup, oleh
lainnya melaporkan bahwa 34 persen dari
karena itu konsumsi kesehatan tidak terlepas dari
keluarga miskin tidak mampu menggunakan
upaya seseorang untuk melakukan pemenuhan
metode-metode
kebutuhan
medis
perawatan
kesehatan
modern karena halangan biaya.
seseorang
kebutuhan
untuk
manusia
akan
mampu
keberlangsungan
hidupnya dengan melakukan pengeluaran agar terwujudnya derajat kesehatan dan kemampuan
Walaupun terdapat upaya pemerintah menjamin penduduk miskin dan kurang mampu
untuk
hidup
sehat
sebagai
prasyarat
pembangunan yang berkelanjutan.
melalui program jaminan kesehatan masyarakat namun
program
ini
masih
terbatas
pada
Pendapatan
tangga
pada
sumber
terbesar
bagi
pelayanan fasilitas kesehatan publik. Selain itu,
akhirnya
terbatasnya
yang
pembiayaan kesehatan, akan tetapi pengeluaran
dijamin membuat penduduk miskin dan kurang
langsung ini terdiri dari sesuatu yang khusus
mampu masih belum sepenuhnya terbebas dari
yang seharusnya dipertimbangkan secara terpisah.
pengeluaran biaya.
Yang tergolong dalam pengeluaran konsumsi
obat-obatan
dan
layanan
merupakan
rumah
kesehatan ini adalah setiap pembayaran yang Di samping itu, pengeluaran publik untuk sektor kesehatan saat ini untuk layanan kesehatan sekunder cenderung bersifat regresif. Penggunaan subsidi negara dan biaya pemakai untuk membiayai penyediaan layanan kesehatan
dilakukan oleh konsumen kepada penyedia pelayanan kesehatan seperti pembayaran atas jasa yang dikonsumsi, harga yang harus dibayarkan untuk penggunaan barang dan peralatan berupa biaya untuk mengakses layanan medis bukan Volume 2, No. 4, November 2014
- 68
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala hanya untuk konsultasi, pengobatan maupun
14%. Secara umum, rumah tangga menghabiskan
perawatan tetapi juga biaya untuk transportasi ke
antara 6 – 15% dan 20 – 71% dari pengeluaran
fasilitas kesehatan terutama bagi masyarakat
non makanannya, berturut-turut untuk biaya
yang tinggal di daerah terpencil.
rawat jalan dan biaya rawat inap. Beberapa
Tingkat pengeluaran rumah tangga yang
rumah tangga mengeluarkan lebih dari separuh
ada saat ini sebagian merupakan akibat dari pola
dari pengeluaran non makanannya untuk biaya
pelayanan kesehatan pemerintah yang ada, dan
rawat
adanya keterbatasan untuk dapat menggunakan
berlangsungnya proses pemiskinan jika ada
pelayanan kesehatan pemerintah yang gratis.
anggota rumah tangga yang sakit dan harus di
Masyarakat
yang
rawat di rumah sakit.
cenderung
menunda
berpendapatan penggunaan
rendah
inap.
pelayanan
Hal
ini
Bappenas
memperlihatkan
(2004)
dalam
studi
kesehatan sampai penyakitnya parah, sebagian
permintaan terhadap pelayanan kesehatan, biaya
dengan
berusaha
transportasi, di samping biaya pelayanan masih
tidak
menjadi kendala bagi keluarga miskin (gakin)
asumsi
menghindarkan
bahwa
mereka
pembayaran
yang
terjangkau atau pengeluaran yang lebih besar
untuk
yang tidak mampu mereka sediakan. Pengeluaran
Indonesia, biaya pelayanan rawat jalan di
untuk pelayanan
Puskesmas
kesehatan
terkadang juga
mengakses
layanan
mendapat
kesehatan.
subsidi
besar
Di
dari
menggeser pengeluaran masyarakat atas barang-
pemerintah. Di beberapa daerah, tarif puskesmas
barang esensial mereka (misalnya makanan)
berkisar antara Rp 1.000 sampai Rp 5.000. tarif
mengingat
tersebut relatif kecil bila dibandingkan dengan
adanya
keterbatasan
kemampuan
mereka untuk membayar keperluan rumah tangga.
biaya
transportasi.
Dari
hasil
wawancara
penelitian dengan pasien terungkap bahwa biaya transportasi rata-rata antara Rp 5.000 – Rp
Penelitian Sebelumnya Nadjib dan Pujiyanto (2002) meneliti
15.000 (untuk daerah Pandeglang), Rp 5.000 –
tentang pola pengeluaran rumah tangga untuk
Rp 30.000 (untuk daerah Kutai dan Balikpapan),
kesehatan pada kelompok marjinal dan rentan
dan Rp 10.000 – Rp 20.000 (untuk daerah
mengemukakan
Klungkung).
bahwa
pengeluaran
rumah
Dengan
demikian,
pemberian
tangga untuk kesehatan pada kelompok yang
pelayanan gratis di Puskesmas bagi penduduk
paling miskin di perkotaan mencapai Rp.
miskin belum menghilangkan seluruh hambatan
88.245,- atau 13% pengeluaran non makanan dan
finansial.
di perdesaan 12%. Sementara, pada kelompok
Wahyuni et al. (2009) dalam penelitian
sosio ekonomi paling tinggi (kaya), angkanya
Analisis ekonomi status kesehatan masyarakat
hanya 10% di perkotaan dan 14% di pedesaan.
Indonesia dengan Model Panel data : Pengaruh
Secara rata-rata, pengeluaran rumah tangga untuk
pola
kesehatan di perkotaan dan perdesaan adalah
kesehatan menyatakan terdapat hubungan antara
69 -
Volume 2, No. 4, November 2014
konsumsi
dan
kebijakan
pelayanan
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala pendapatan, distribusi pendapatan, variabel sosio
yang menjadi sampel pada tahap pertama, yang
- ekonomi dan variabel perilaku sehat tidak sehat
kemudian diperoleh 31 desa.
yang diwakili oleh pola konsumsi dan kebijakan
Selanjutnya adalah pengambilan sampel
pelayanan kesehatan terhadap status kesehatan
rumah tangga untuk tingkat desa yang terpilih.
individu atau masyarakat. Untuk variabel sosio -
Penetapan pilihan terhadap rumah tangga sebagai
ekonomi yaitu pendidikan, rata-rata lamanya
responden yang akan di wawancarai dilakukan
menempuh pendidikan adalah 10 tahun atau bisa
secara random namun dengan pertimbangan
disetarakan lulus sekolah menengah pertama,
bahwa rumah tangga yang dipilih adalah rumah
rata-rata pendapatan perbulan sebesar 363 ribu
tangga miskin.
rupiah, sedangkan untuk variabel usia, rata-rata
Dari setiap desa ditetapkan 5 rumah
usia individu dalam sampel adalah 33,5 tahun.
tangga sampel dengan pembagian sesuai populasi
Untuk pola konsumsi masyarakat, ditemukan
keluarga miskin, sehingga di dapat seluruhnya
bahwa pengeluaran untuk kesehatan memiliki
155 rumah tangga sampel.
porsi paling sedikit dalam pengeluaran rumah
Analisis regresi yang digunakan adalah
tangga apabila dibandingkan dengan pengeluaran
regresi berganda dengan metode kuadrat terkecil
konsumsi makanan, pendidikan dan bahkan
(Method of Ordinary Least Square) OLS. Metode
dengan
ini
ini diyakini mempunyai sifat-sifat yang dapat
masyarakat
diunggulkan yaitu secara teknis sangat akurat,
konsumsi
menunjukkan
rokok,
bahwa
dimana
perhatian
hal
terhadap kesehatan masih sangat kurang.
mudah
dalam
menginterpretasikan
perhitungannya serta sebagai alat estimasi linier METODE PENELITIAN
dan unbiased terbaik (Gujarati, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah
Estimasi berbagai jenis pengeluaran
semua rumah tangga miskin yang menetap di
konsumsi kesehatan (PKK) pada penelitian yang
Kabupaten Bireuen (88.775 Kepala Keluarga).
akan dilakukan diadopsi dari persamaan linier
Pemilihan rumah tangga sampel untuk menjadi
dari fungsi Cob Douglas (Suhartati, 2003:11).
responden dari populasi yang ada di tentukan
Ln = a + Ln A + α Ln B + β Ln L + µ Dari
secara two stage cluster sampling, dengan jumlah
turunan fungsi pengeluaran konsumsi kesehatan
responden yang diteliti sebanyak 155 rumah
(PKK) sebagai dependen variabel dan variabel
tangga sampel.
independen ke dalam model, maka didapat model
Dari data sekunder diketahui terdapat
penelitian ini sebagai berikut :
609 desa di Kabupaten Bireuen. Pada tahap
Model :
pertama sample fraction yang diambil adalah 10
LnPKK
persen dari seluruh desa, sehingga diperoleh 61
+ Lna4 PDK + µ
desa yang terpilih secara acak. Pada tahap kedua
Dimana :
= Lna0 +
Lna1Y + Lna2 UM + Lna3 URT
diambil sampel sebanyak 50 persen dari 61 desa Volume 2, No. 4, November 2014
- 70
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala PKK
=
Pengeluaran
konsumsi
untuk
tinggi/perbukitan
kebutuhan kesehatan (diukur dalam satuan
disebelah selatan.
rupiah Y
dan
Kabupaten = Pendapatan rumah tangga (diukur
daerah
pegunungan
Bireuen
merupakan
Pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara yang
dalam satuan rupiah)
dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.48
UM
Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten
= Usia kepala keluarga (diukur dalam
satuan tahun)
Bireuen dan Kabupaten Simeulue. Kabupaten
URT
Bireuen terletak pada posisi yang sangat strategis
= Ukuran rumah tangga berupa jumlah
anggota rumah tangga (diukur dalam
satuan
pada jalur lalu lintas Banda Aceh – Medan.
orang) PDK
yaitu pada jalur perdagangan daerah yang berada
= Pendidikan kepala keluarga (diukur
berdasarkan
sekolah
formal
tertinggi
yang
Jumlah penduduk Kabupaten Bireuen pada tahun 2012 adalah 439.169 jiwa, yang
ditamatkan)
terdiri dari laki-laki 217.079 jiwa dan perempuan
a0
= Intersep (konstanta )
222.090 jiwa, dengan jumlah rumah tangga
a1 – a4
= Parameter regresi
sebanyak 88.775 Kepala Keluarga (KK).
µ
= Kesalahan penganggu (disturbance) KARAKTERISTIK KEPALA KELUARGA Karakteristik kepala keluarga yang
HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten Bireuen merupakan salah
menjadi sampel dalam penelitian ini antara lain
satu dari 23 kabupaten/kota yang ada dalam
jenis kelamin, usia, pekerjaan, tingkat pendidikan
wilayah kerja Pemerintah Aceh, dengan luas
formal,
wilayah 1.901.21 km2 yang terdiri dari 17
keluarga dengan batasan umur terbanyak adalah
kecamatan, 69 pemukiman dan 609 gampong,
pada kelompok umur 60 – 64 tahun yaitu
dengan jumlah penduduk 439.169 jiwa.
sebanyak 52 KK atau sebesar 33,5 persen.
jumlah
anggota
keluarga.
Kepala
Secara geografis Kabupaten Bireuen
Karakteristik pekerjaan kepala keluarga
terletak dibagian pantai timur sumatera dengan
yang diwawancarai terdapat beberapa jenis
letak koordinat pada garis 4º 54' – 5 º 21' lintang
pekerjaan utama yaitu petani, jualan dan nelayan.
utara (LU) dan 96º 20' – 97 º 21' bujur timur (BT).
Pekerjaan
Kabupaten ini berbatasan dengan selat malaka di
sebagai petani yaitu sebanyak 140 KK atau 90,3
sebelah utara, selatan dengan Kabupaten Bener
persen, jualan sebanyak 11 KK atau sebesar 7,1
Meriah, Timur dengan Kabupaten Aceh utara dan
persen dan nelayan sebanyak 4 KK atau sekitar
sebelah barat berbatasan dengan Pidie Jaya.
2,6 persen.
Keadaan topografi Kabupaten
Bireuen sangat
utama
Distribusi
kepala
keluarga
responden
rata-rata
berdasarkan
bervariasi, terdiri dari pantai dan dataran rendah
tingkat pendidikan bertujuan untuk mengetahui
di
salah satu aspek dari kualitas sumber daya
71 -
sebelah
utara
sedangkan
Volume 2, No. 4, November 2014
dataran
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala manusia pada KK miskin. Berdasarkan hasil
keterbelakangan
penelitian, tingkat pendidikan responden sangat
kesejahteraan masyarakat salah satunya adalah
rendah,
bidang kesehatan.
pendidikan
tertinggi
yang
pernah
dan
gagalnya
pencapaian
ditempuh oleh kepala keluarga sampel hanya
Kesehatan merupakan salah satu tujuan
berpendidikan SMP sebanyak 69 KK atau 44,5
pembangunan yang mendasar, terlepas dari hal-
persen. Untuk komposisi pendidikan kepala
hal yang lain kesehatan juga merupakan inti dari
keluarga
adalah
kesejahteraan untuk menggapai kehidupan yang
berpendidikan SD yaitu sebanyak 86 KK atau
lebih memuaskan dan berharga. Lebih jauh lagi,
sebesar 55,5 persen, keadaan ini menggambarkan
kesehatan
bahwa tingkat pendidikan kepala keluarga rumah
peningkatan produktivitas, tetapi ini masih
tangga miskin di Kabupaten Bireuen masih
kurang disadari oleh rumah tangga masyarakat
rendah.
miskin di Kabupaten Bireuen ini terbukti dengan
sampel
Konsekuensi
yang
terbesar
logis
dari
kewajiban
juga
merupakan
prasyarat
bagi
masih sangat rendahnya masyarakat dalam
kepala keluarga adalah pemenuhan kebutuhan,
melakukan
dimana
kesehatan, rata-rata hanya 4 persen dari total
pemenuhan
kebutuhan
keluarga
dipengaruhi oleh besarnya jumlah anggota keluarga tersebut. Semakin besar jumlah anggota keluarga
yang
menjadi
tanggungan
pengeluaran
untuk
konsumsi
pendapatan yang diperoleh. Untuk pengeluaran kesehatan, rumah
kepala
tangga masyarakat miskin mengeluarkan biaya
keluarga, semakin besar pula pengeluaran yang
rata-rata Rp. 300.000,- pertahun, dan jumlah ini
harus dikeluarkan. Jumlah anggota keluarga dari
sangat rendah jika dibandingkan dengan resiko
rumah tangga sampel dengan jumlah anggota
yang ditimbulkan ketika mereka sakit, dan ini
keluarga terkecil adalah 3 orang dan terbesar 9
menunjukkan bahwa perhatian rumah tangga
orang. Untuk rumah tangga yang mempunyai
masyarakat
jumlah anggota keluarga 6 orang merupakan
terhadap kesehatan masih sangat kurang.
komposisi terbanyak yaitu sebanyak 35 KK atau sebesar 22,6 persen.
miskin
di
Kabupaten
Bireuen
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata pendapatan rumah tangga masyarakat miskin pertahun adalah Rp. 3.600.000,- atau
Pengeluaran Konsumsi Kesehatan Rumah Tangga Masyarakat Miskin di Kabupaten Bireuen
sebesar 16,1 persen yang sekaligus merupakan pendapatan terendah dari keseluruhan sampel, dan pendapatan tertinggi Rp.10.800.000,- atau
Kemiskinan
ditandai
oleh
keterbelakangan dan ketertinggalan, rendahnya produktivitas yang mengakibatkan rendahnya pendapatan yang diterima. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic need) sebagian masyarakat
dianggap
sebagai
dampak
sekitar 11 persen. Rumah tangga masyarakat miskin hanya melakukan
pengeluaran
konsumsi
untuk
kesehatan apabila mereka telah benar-benar sakit dan memerlukan pengobatan atau perawatan.
dari Volume 2, No. 4, November 2014
- 72
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Biaya yang dikeluarkan juga hanya untuk
terlepas dari pola pemikiran masyarakat yang
transportasi dan biaya hidup mereka selama
hanya bertumpu pada pemeliharaan kesehatan
mereka dirawat dirumah sakit. Ini mungkin bisa
berupa aspek kuratif (pengobatan penyakit) dan
dipahami karena adanya jaminan kesehatan yang
aspek rehabilitatif (pemulihan kesehatan setelah
dikeluarkan oleh pemerintah berupa program
sembuh dari penyakit) tanpa berupaya untuk
jaminan kesehatan Aceh (JKA) yang memberikan
melakukan peningkatan kesehatan berupa aspek
fasilitas kesehatan secara gratis. Disamping itu
preventif (pencegahan penyakit) dan aspek
masyarakat juga belum sepenuhnya mempunyai
promotif
pengetahuan
masyarakat
mengenai
akan
pentingnya
(upaya
peningkatan
kesehatan
itu
sendiri).
kesehatan untuk keberlangsungan hidup, ini tidak
Tabel 1 Hasil Uji Individual (Uji t) Unstandardized Coefficients Standar B Error Constant -5,23 1,38 Pendapatan (LX1) 1,04 0,05 Usia (LX2) 0,33 0,25 Ukuran Keluarga (LX3) 0,01 0,08 Pendidikan (LX4) 0,07 0,06 Dependent Variable : Pengeluaran Konsumsi Kesehatan R-Square 0,7219 Adjusted R Square 0,7145 Prob value Ftest 0,000 Model
T
Sig
-3,78 17,96 1,30 0,21 1,28
0,00 0,00* 0,19 0,82 0,26
Sumber : data olahan tahun 2013 *Keterangan Signifikansi pada level α : 10% Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Konsumsi Kesehatan Rumah Tangga Masyarakat Miskin di Kabupaten Bireuen. Pengkajian
mengenai
faktor-faktor
yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi kesehatan rumah tangga masyarakat miskin di Kabupaten Bireuen secara kuantitatif telah dilakukan dengan menggunakan pendekatan model persamaan regresi. Besaran koefisien pada
masing-masing
menunjukkan
besarnya
variabel
independen
pengaruh
masing-
masing variabel independen terhadap variabel dependen.
Dari hasil analisi ragam (analysis of variance) regresi yang menjelaskan pengaruh dari
pendapatan,
ukuran
keluarga
dan
pendidikan terhadap pengeluaran kesehatan didapatkan
nilai
F-hitung sebesar
86,631
dengan P-Value sebesar 0.000. Karena nilai F hitung > F tabel (86,631 > 2,45) dapat diartikan bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini cukup baik untuk menerangkan variasi pengeluaran konsumsi kesehatan di Kabupaten Bireuen. Dengan kata lain, keempat variabel independen yang dimasukkan dalam model yang terdiri dari pendapatan, usia, ukuran keluarga dan pendidikan secara bersama-sama
73 -
Volume 2, No. 4, November 2014
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala dapat
menerangkan
pengeluaran
Slope positif LX4 sebesar 0,073888
konsumsi kesehatan sebagai variabel dependen.
bermakna bahwa setiap peningkatan jenjang
Berdasarkan estimasi fungsi regresi terhadap
pendidikan akan mempengaruhi peningkatan
pengeluaran konsumsi kesehatan sebagai fungsi
pengeluaran
dari pendapatan, usia, ukuran keluarga dan
0,073888 persen. Semua penjelasan diatas
pendidikan diketahui bahwa hasil analisis
dengan asumsi ceteris paribus, dan µ atau
regresi pengaruh pendapatan, usia, ukuran
disturbance/error
keluarga dan pendidikan merupakan bentuk
kemungkinan kesalahan yang timbul dalam
linier berganda dengan pendekatan kuadrat
proses analisis, atau merupakan komponen non
terkecil
Adapun
sistematis atau acak, yang ditentukan oleh
persamaan regresi yang hanya melibatkan
faktor-faktor yang tidak dimasukkan dalam
variabel
variabel penjelas (Gujarati, 2012: 182).
(ordinary
yang
terhadap
least
square).
berpengaruh
terhadap
pengeluaran konsumsi kesehatan diperoleh hasil
konsumsi
kesehatan
atau
sebesar
residu
berarti
Dilihat dari nilai koefisien determinasi 2
persamaan sebagai berikut :
(R adjusted), yaitu sebesar 0,7145. Hal ini
Ŷ = -5,2374 + 1,0465LX1 + 0,33036 LX2 +
menunjukkan bahwa variabel independen terdiri
0,073888LX4 + µ.
dari pendapatan, usia, ukuran keluarga dan
Persamaan tersebut dapat dijelaskan sebagai
pendidikan yang dimasukkan ke dalam model
berikut :
tersebut dapat menerangkan 71,45 persen yang Jika variabel LX1, LX2, LX3 dan
LX4
adalah
konstan,
cakupan
rumah tangga masyarakat miskin di Kabupaten
pengeluaran konsumsi kesehatan rumah tangga
Bireuen sebagai variabel dependen, dan sisanya
masyarakat miskin adalah minus 5,2374 persen.
28,55 persen lagi variasi pengeluaran konsumsi
Ini berarti rumah tangga masyarakat miskin
kesehatan diterangkan oleh variabel lain selain
akan meminjam uang, berhutang, menjual
keempat variabel independen tersebut. Dengan
barang atau meminta lebih banyak anggota
kata lain, sebesar 71,45 persen pengeluaran
keluarga untuk bekerja lebih lama dan mencari
konsumsi kesehatan rumah tangga masyarakat
pekerjaan
miskin di Kabupaten Bireuen dijelaskan oleh
tambahan
maka
terjadi pada pengeluaran konsumsi kesehatan
untuk
membiayai
pelayanan kesehatan anggota keluarganya.
keempat variabel independen yang meliputi
Slope positif LX1 sebesar 1,0465 berarti setiap
pendapatan
peningkatan pendapatan satu persen akan
keluarga (LX3) dan pendidikan (LX4). Sisanya
meningkatkan pengeluaran konsumsi kesehatan
sebesar
sebesar 1,0465 persen . Slope positif LX2
dipengaruhi oleh faktor lain diluar model ini.
sebesar 0,33036 berarti setiap penambahan usia
Faktor lain tersebut adalah faktor-faktor yang
akan
secara teoritis dapat mempengaruhi pengeluaran
meningkatkan
pengeluaran
kesehatan sebesar 0,33036 persen.
konsumsi
(LX1),
28,55
Usia
persen
(LX2),
(1–0.7145)
ukuran
lagi
konsumsi kesehatan. Volume 2, No. 4, November 2014
- 74
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Berdasarkan hasil estimasi model
mengusahakan pertumbuhan ekonomi yang
regresi pada tabel 1 diatas, diketahui bahwa
cukup tinggi dengan menggerakkan sektor-
koefisien regresi variabel pendapatan (LX1),
sektor produktif, memperluas lapangan kerja
usia (LX2) dan pendidikan (LX4) terhadap
dan menciptakan iklim berusaha yang dapat
pengeluaran konsumsi kesehatan bernilai positif.
meningkatkan pendapatan masyarakat.
Hal ini berarti bahwa semakin besar pendapatan,
Rumah tangga masyarakat miskin
bertambah usia dan semakin tinggi tingkat
masih
sangat
pendidikan maka semakin tinggi pula tingkat
pengeluaran konsumsi kesehatan diakibatkan
pengeluaran konsumsi kesehatan rumah tangga
karena rendahnya pendapatan yang diterima.
masyarakat miskin di Kabupaten Bireuen.
Terkait
dengan
rendah
hal
dalam
tersebut,
melakukan
hendaknya
Uji terhadap signifikansi pengaruh
pemerintah tetap menjalankan program JKA
pendapatan (LX1), usia (LX2) dan pendidikan
sebagai salah satu upaya mengurangi semakin
(LX4) menunjukkan nilai t-hitung > t-tabel dan
besarnya pengeluaran konsumsi kesehatan yang
nilai P-Value <0,10 sedangkan untuk variabel
harus dilakukan oleh rumah tangga masyarakat
ukuran keluarga (LX3) menunjukkan nilai t-
miskin.
hitung < t-tabel namun nilai P-Value <010. Hal ini berarti bahwa secara parsial, keempat variabel
independen
tersebut
DAFTAR PUSTAKA
dapat
menerangkan variasi pengeluaran konsumsi
Badan Pusat Statistik (2013) Bireuen Dalam Angka, BPS Kabupaten Bireun.
kesehatan rumah tangga masyarakat miskin di Kabupaten Bireuen pada level di atas 90 persen. Dengan kata lain, secara parsial perubahan pendapatan (LX1), perubahan usia (LX2), perubahan
ukuran
keluarga
perubahan
pendidikan
signifikan
terhadap
(LX4)
(LX3)
dan
berpengaruh
pengeluaran
konsumsi
kesehatan rumah tangga masyarakat miskin di Kabupaten Bireuen. Berdasarkan hasil pembahasan dan
Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan (2010), Indikator Kesejahteraan Masyarakat Provinsi Aceh 2010, BPS dan Bappeda Provinsi Aceh. Bappenas (2004) Perencanaan dan Pembiayaan Pelayanan Kesehatan bagi Penduduk Miskin : Info Kajian, Volume 1 nomor 2 Oktober 2004 hal 17 – 24. Dornbusch, R dan Fisher, S. (2008) Makroekonomi, Edisi Keenam, Alih bahasa Mulyadi, JA, Penerbit Erlangga, Jakarta.
kesimpulan terhadap penelitian ini maka saransaran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : Pendapatan masyarakat merupakan faktor yang menentukan
besarnya
pengeluaran
untuk
konsumsi kesehatan. Pemerintah perlu terus 75 -
Volume 2, No. 4, November 2014
Gujarati, D. (2011). Dasar-dasar Ekonometrika, Buku 1 Edisi Lima, Alih Bahasa Eugina Mardanugraha, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Guritno, M. (2001). Ekonomi Publik, BPFE UGM, Yogyakarta.
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Kuncoro, M. (2000). Metode Kuantitatif : Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis dan Ekonomi, Edisi Kedua, Penerbit AMP – YKPN, Yogyakarta. Mankiw, N. G. (2006). Teori Makroekonomi, Edisi Keenam, Erlangga, Jakarta
Whistler, Diana, Kenneth J., White, S., Donna W., dan D. Bates (2001), Shazam Econometrics Software User’s Reference Manual Version 9. Northwest Econometrics, Ltd., Vancouver, B.C., Canada. World
Mubarak, I. (2011). Sosiologi Keperawatan, Pengantar dan Salemba Medika, Jakarta.
Untuk Teori,
Bank. (2007). Ikhtisar Kajian Pengeluaran Publik Indonesia; Memaksimalkan Peluang baru, Kajian Pengeluaran Publik Indonesia. Februari
Nadjib, M dan Pujiyanto. (2002). pola Pengeluaran Rumah Tangga untuk Kesehatan pada Kelompok Marjinal dan Rentan, Makara Kesehatan, Volume 6 nomor 2 hal. 35-46. Palutturi, S. (2005). Ekonomi Kesehatan, Penerbit Bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM Universitas Hasanuddin. Santere, R. E., and Neun, S. P. (2000), Health Economics, Revised Edition USA : Harcourt College Publisher. Sukirno, S. (2008). Pengantar Teori Makroekonomi, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Tim
Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (2011), Indikator Kesejahteraan Penanggulangan Kemiskinan, TNP2K .
Todaro, M.P. (2000). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Ketujuh, Penerbit Erlangga, Jakarta. United Nations Development Programme (2010), Laporan Pembangunan Manusia Aceh, UNDP Indonesia. Widodo, A., Waridin dan Johanna, M. (2011). Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pendidikan dan Kesehatan terhadap Pengentasan Kemiskinan Melalui Peningkatan Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa tengah.
Volume 2, No. 4, November 2014
- 76