Jurnal Ilmiah Kesehatan
ARTIKEL PENELITIAN
Vol. 14 No. 1 Tahun 2015
Gaya Hidup dan Riwayat Ibu terhadap Status Kesehatan Reproduksi Wanita Usia Subur Hasnawati1, Hasnerita2 Abstrak
Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dari sel-sel serviks. dan merupakan urutan kedua penyebab kematian wanita dengan jumlah kematian 7,6 juta dari 12,4 juta penduduk dunia yang menderita kanker. Separuh penderita tsb ada di Negara berkembang termasuk Indonesia yang sebagian besar ditemukan dalam stadium lanjut. Mulai meningkat pada usia 20 tahun dan menetap sesudah usia 50 tahun dan karsinoma in situ memuncak pada usia 30-34 tahun dan dysplasia meningkat dengan puncak usia 2029 tahun Di Indonesia angka estimasi insidens rate seperti Jakarta 100/100.000 dan Bali 152/100.000 dan di Kabupaten Bekasi sendiri tercatat kasus berobat jalan dan rawat inap pada tahun 2010 berjumlah 101 yang sebagian kasus dalam stadium lanjut. Upaya sudah dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan dengan cara pemeriksaan IVA atau papsmear. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis factor perancu yang berhuhubungan dengan kanker serviks di RB Piasari kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi Tahun 2011. Sampel yang digunakan adalah menggunakan rumus Lameshow yang memunculkan 105 wanita usia subur yang yang berkunjung ke RB Piasari dengan rancangan penelitian metode survey dengan pendekatan Cross Sectional dan menggunakan data primer dengan melakukan pemeriksaan langsung IVA dan data sekunder dari medical record rumah bersalin Piasari. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara paritas, riwayat IMS dan perilaku berganti-ganti pasangan dengan kanker serviks. Untuk menurunkan angka wanita usia subur dengan kanker serviks disarankan kepada bidan di RB Piasari dan tenaga kesehatan lainnya sebagai pemberi asuhan untuk meningkatkan penyebarluasan informasi tentang perlunya melakukan deteksi dini dengan pemeriksaan IVA atau cara lain pada wanita usia subur dan peningkatan kualitas cara pemeriksaan IVA yang sederhana pada semua tenaga kesehatan terutama [ada bidan praktik swasta atau semua bidan puskesmas.
Kata kunci
Kanker Serviks
Abstract
Cervical cancer is cancer that grows from the cells of the cervix. and is the second leading cause of death of women by the number of deaths 7.6 million of 12.4 million people worldwide who suffer from cancer. Half the people there they will be in developing countries including Indonesia are mostly found in an advanced stage. Began to increase at age 20 and settled after the age of 50 years and carcinoma in situ peaked at age 30-34 years and dysplasia increased with the peak age of 20-29 years estimated incidence rate in Indonesia such as Jakarta 100/100.000 rate and Bali 152/100.000 and in its own carrying case Bekasi outpatient and inpatient care in 2010 totaled 101, most cases in an advanced stage. Efforts have been made by all health personnel by VIA or Pap smear examination. The purpose of this study was to analyze the confounding factor that berhuhubungan with cervical cancer in South Tambun RB Piasari Bekasi district in 2011. The sample used is to use a formula that gave rise Lameshow 105 women of childbearing age who visited the RB Piasari the survey method of research design with Cross Sectional approach and use of primary data by conducting a direct examination of the IVA and secondary data from the medical record Piasari maternity homes. The results showed that there was a significant association between parity, a history of sexually transmitted infections and behavior of multiple sexual partners with cervical cancer. To reduce the number of eligible women with cervical cancer are advised to midwives in RB Piasari and other health professionals as a caregiver to enhance the dissemination of information about the need for early detection with IVA inspection or other means in women of childbearing age and increasing the quality of IVA is a simple way of checking on all health workers, especially [the midwife of all midwives in private practice or health center.
Key Words
Cervical Cancer
13
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 14 No. 1 Tahun 2015 Pendahuluan Wanita merupakan sumber kehidupan yang sangat mempengaruhi di semua tingkatan. Apabila sumber tersebut terkena masalah, akan banyak masalah yang akan mengikuti. Banyak wanita di sepanjang kehidupannya tidak seberuntung wanita lainnya, terjerat menjadi wanita panggilan karena alasan ekonomi, ada pula yang tidak bisa melepaskan diri dari penganiayaan dalam rumah tangganya sendiri begitu pula dengan masalah penyakit,seperti kanker serviks yang berdasarkan fakta baru bahwa semua perempuan mempunyai risiko terkena infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Kanker serviks merupakan masalah kesehatan masyarakat yang tersembunyi yang dilihat dari perkembangann jumlah penderita dan kematian yang disebabkan oleh kanker serviks diperkirakan sekitar 10 persen wanita di dunia sudah terinfeksi HPV1. (Emilia, 2010). Kanker serviks penyebab kematian sekitar 231.000 perempuan di dunia setiap tahunnya, dimana sekitar 80 persennya berasal dari negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia . Angka kejadian di Indonesia tinggi dan sebagian besar ditemukan pada stadium lanjut.Di negara berkembang, sampai 471.000 kasus baru ditemukan per tahun, lebih dari 50% ditemukan dalam stadium lanjut. Mulai meningkat pada usia 20 tahun dan menetap sesudah umur 50 tahun. Karsinoma in situ meningkat dengan puncak pada usia 30-34 tahun, displasia meningkat dengan puncak pada usia 20-29 tahun2.(WHO,2007) Pada tahun 2000 sekitar 80% penyakit kanker leher rahim ada di negara berkembang yaitu di Negara Afrika sekitar 69.000 kasus, di Amerika latin sekitar 77.000 kasus, dan di Asia sekitar 235.000 kasus. Penelitian oleh Vavuhala pada tahun 2004 menunjukan setiap tahunnya didunia tersapat sekitar 500.000 kasus baru kanker leher rahim dengan tingkat kematian sekitar 200.000 kasus3 (Rachmadahniar, 2005) Di Kabupaten Bekasi sendiri tercatat kasus kanker serviks yang berobat jalan dan rawat inap pada tahun 2010 berjumlah 101 wanita, sebagian kasus dalam stadium lanjut4 (Medrec RSUD Kab Bekasi,2010). Dalam rangka mendeteksi secara dini keadaan kanker serviks upaya sudah dilakukan baik untuk menurunkan insedens maupun untuk memperbaiki prognosis. Tetapi layaknya perempuan-perempuan dimanapun, ada rasa enggan dan malu untuk memperlihatkan dan memeriksakan daerah alat kelaminnya sehingga perempuan tersebut tidak segera memeriksakan sampai timbul gejala yang muncul, padahal menurut berbagai literatur 93% kasus kanker serviks tidak menampakan gejala pada stadiumstadium awal. Dalam upaya pencegahan kanker serviks yang terpenting adalah segera memeriksakan diri secara berkala pada kelompok berisiko baik dengan pemeriksaan pap smear atau yang paling
14
sederhana dengan pemeriksaan IVA, yang dapat dilakukan di puskesmas, rumah bersalin maupun bidan praktik swasta. Untuk pencegahan primer dapat diupayakan dengan vaksinasi HPV dengan tiga tahap penyuntikan. Metode IVA sangat sederhana dilakukan pada populasi sehat tanpa ada keluhan dan gejala, dapat dilakukan wanita secara teratur dalam tiga tahun dan bila merasa sudah aktif berhubungan seksual sejak umur dibawah 20 tahun5. (Depkes, 2007) Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gaya hidup, riwayat ibu terhadap status kesehatan reproduksi di Rumah Bersalin Piasari Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi tahun 2011. Metode Berdasarkan pemikiran peneliti, penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan rancangan cross sectional atau rancangan potong lintang yaitu penelitian yang mengukur eksposur dan outcome pada saat yang bersamaan dalam periode yang singkat6. (Agus Riyanto, 2011). Rancangan penelitian ini untuk mempelajari korelasi antara faktor-faktor risiko dan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. Dalam penelitian dilakukan prngambilan sampel melalui pemeriksaan IVA. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pengunjung wanita usia subur yang datang mencari pelayanan ke RB Piasari Kecamatan Tambun Selatan pada pertengahan Juli 2011 sampai dengan pertengahan Agustus 2011. Jadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 105 wanita usia subur yang berkunjung ke RB Piasari dan tehnik pengambilan sampel adalah dari total populasi yang diperiksa yang akan dijadikan sampel. Data yang dikumpulkan adalah adalah data primer dan sekunder, data primer didapatkan langsung dari subyek penelitian melalui observasi dan wawancara terhadap variabel umur. pendidikan, paritas, riwayat penyakit kanker dalam keluarga, riwayat IMS, usia pertama kali berhubungan seksual, perilaku bergantiganti pasangan, penggunaan pil KB dan merokok. Data sekunder didapat dari data RS kabupaten Bekasi tahun 2010 dan identitas pasien dari medical record kunjungan pasien RB Piasari 2010 – 2011. Analisa univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi dan frekuensi dari variabel dependen dan independen, data disajikan dalam bentuk table dan dinterpretasikan. Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen umur. pendidikan, paritas, riwayat penyakit kanker dalam keluarga, riwayat IMS, usia pertama kali berhubungan seksual, perilaku bergantiganti pasangan, penggunaan pil KB dan merokok dengan variabel dependen hasil pemeriksaan positif dan negative. Dalam analisis ini uji statistic yang digunakan adalah uji Chi Square (X2). Dalam
Gaya Hidup dan Riwayat Ibu terhadap Status Kesehatan Reproduksi Wanita Usia Subur
penelitian penelitian kesehatan uji signifikan dilakukan dengan menggunakan batas kemaknaan = 0,05 dan 95% confidence interval6. (Riyanto, 2010) Untuk mrngetahui factor risiko dari masing-masing variable independen yang diteliti terhadap variable dependen digunakan Prevalensi Odd Ratio (POR). Bila POR < 1 artinya factor protektif yaitu factor yang dapat mencegah terjadinya kanker serviks. Jika POR = 1 artinya faktor yang diteliti bukan merupakan .POR > 1 artinya faktor yang diteliti merupakan factor risiko7. (Sudarya K, 2006). Bertujuan melihat variabel independen mana yang paling dominan hubungannya dengan hasil IVA positif. Dalam penelitian ini variabel dependen dan independennya berskala kategorik, maka uji yang digunakan adalah sebagai berikut: Hasil Analisa Univariat Hasil analisa univariat ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dari masing-masing variabel dependen yaitu status kesehatan reproduksi dan variabel independen yaitu umur, pendidikan, paritas, usia pertama kali berhubungan seksual, riwayat penyakit kanker dalam keluarga, riwayat infeksi menular seksual ( IMS ), merokok, perilaku bergantiganti pasangan dan penggunaan pil KB. Tabel 1 Distribusi frekuensi responden menurut variabel dependen dan variabel independen di RB Piasari Kec. Tambun Selatan Kab. Bekasi Periode Juli s.d Agustus 2011 Variabel dependen
Jumlah Persentase N = 105 (%)
Status kesehatan reproduksi Positif (ada displasia) Negatif (tidak ada displasia)
3 102
2,9 % 97,1 %
Usia < 35 tahun 35 s.d 45 tahun
57 48
54,3 % 45,7 %
Pendidikan Rendah ( < SMA ) Tinggi ( > SMA )
70 35
66,7 % 33,3 %
Usia pertama kali berhubungan seksual <=20 tahun 60 >20 tahun 45
57,1% 42,9%
Riwayat keturunan kanker dalam keluarga Ya Tidak
0% 100%
Riwayat infeksi menular seksual Ya Tidak
0 105
2 103
1,9 98,1
Variabel dependen
Jumlah Persentase N = 105 (%)
Merokok Ya Tidak
4 101
3,8 96,2
Perilaku berganti-ganti pasangan Ya Tidak
2 103
1,9 98,1
Penggunaan pil KB Ya Tidak
34 71
32,4 67,6
Dari tabel 1 diatas, menunjukkan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) lebih sedikit yaitu 3 orang (2,9%) dibandingkan dengan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA negatif (tidak ada displasia) sebanyak 102 orang (97,1%). Dari segi faktor usia, jumlah terbesar adalah wanita yang berumur <35 tahun sebanyak 57 orang (54,3%). Berdasarkan faktor pendidikan, menunjukkan jumlah terbesar wanita usia subur yang memiliki pendidikan rendah (<SMA) yaitu 70 orang (66,7%). Pada faktor paritas, yang terbesar adalah paritas <=3 sebanyak 91 orang (86,7%). Faktor riwayat penyakit kanker dalam keluarga, menunjukkan tidak ada para wanita usia subur yang memiliki keturunan kanker dalam keluarga (0%). Berdasarkan faktor usia pertama kali berhubungan seksual didapatkan hasil yang terbesar yaitu usia <=20 tahun sebanyak 60 orang (57,1%). Dari segi faktor riwayat infeksi menular seksual (IMS) terdapat 103 orang (98,1%) wanita usia subur yang tidak memiliki riwayat infeksi menular seksual (IMS) dan hanya 2 orang (1,9%) yang memiliki riwayat infeksi menular seksual. Pada faktor merokok didapatkan jumlah wanita usia subur yang merokok lebih sedikit yaitu 4 orang (3,8 %) dibandingkan dengan yang tidak merokok sebanyak 101 orang (96,2%). Dari segi faktor perilaku berganti-ganti pasangan, didapatkan 2 orang (1,9%) yang melakukan perilaku tersebut dibandingkan dengan yang tidak melakukan yaitu sebanyak 103 orang (98,1%). Berdasarkan faktor penggunaan Pil KB, menunjukkan wanita usia subur yang menggunakan Pil KB lebih sedikit yaitu 34 orang (32,4%) dibandingkan dengan yang tidak menggunakan Pil KB yaitu 71 orang (67,6%). Analisa Bivariat Hubungan reproduksi
umur
dengan
status
kesehatan
Hasil analisa bivariat antar kelompok umur dengan status kesehatan reproduksi dengan test IVA positif (displasia) diperoleh kelompok umur 3545 tahun sebanyak 2 orang (4,2%) dan untuk umur <35 tahun hanya 1 orang (1,8%). Hasil uji statistic
15
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 14 No. 1 Tahun 2015 Tabel 2 Hubungan antara Variabel Independen dengan Status Kesehatan Reproduksi di RB Piasari Kec.Tambun Selatan Kabupaten Bekasi Periode Juli s.d Agustus 2011 Status Kesehatan Reproduksi
Variabel
Positif N
Total
Negatif
%
N
%
N
OR (CI 95%)
P value
%
Usia < 35 tahun 35 s.d 45 tahun
1 2
1,8 4,2
56 46
98,2 95,8
57 48
100 100
0,411 (0,036-4,674)
0,591
Pendidikan Rendah (< SMA) Tinggi (> SMA)
2 1
2,9 2,9
68 34
97,1 97,1
70 35
100 100
1,000 (0,088-11,422)
1,000
Paritas >= 3 <3
2 1
14,3 1,1
12 90
85,7 98,9
14 91
100 100
15,000 (1,263-178,203)
0,046
Usia pertama kali berhubungan seksual <= 20 tahun > 20 tahun
1 2
1,7 4,4
59 43
98,3 95,6
60 45
100 100
0,364 (0,032-4,149)
Riwayat penyakit kanker dlm keluarga Ya Tidak
0 3
0 2,9
0 102
0 97,1
0 105
0 100
Riwayat infeksi menular seksual Ya Tidak
2 1
100 1
0 102
0 99
2 103
100 100
Merokok Ya Tidak
1 2
25 2
3 99
75 98
4 101
100 100
16,500 (1,153-236,149)
0,111
Perilaku berganti-ganti pasangan Ya 2 Tidak 1
100 1
0 102
0 99
2 103
100 100
103,000 (14,648-724,264)
0,001
Penggunaan pil KB Ya Tidak
0 4,2
34 68
100 95,8
34 71
100 100
1,044 (0,994-1,096)
0,549
0 3
diperoleh nilai p = 0,591, yang berarti bahwa tidak ada perbedaan proporsi (hubungan signifikan) status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) antara kelompok umur 35-45 tahun ataupun dengan kelompok umur <35 tahun. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=0,411, artinya wanita dengan kelompok umur 35 s/d 45 tahun mempunyai peluang 0,4 kali lebih besar untuk mendapatkan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) dibanding dengan wanita dengan kelompok umur < 35 tahun. Hubungan antara pendidikan kesehatan reproduksi
dengan
status
Hasil analisa bivariat hubungan antara pendidikan dengan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) diperoleh bahwa wanita yang berpendidikan rendah (<SMA)
16
103,000 (14,648-724,264)
0,575
0,001
sebanyak 2 orang (2,9%), sedangkan wanita yang berpendidikan tinggi (>=SMA) hanya 1 orang (2,9%). Hasil uji statistic diperoleh nilai p =1,000 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi ( hubungan signifikan ) status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) antara wanita yang berpendidikan rendah dengan wanita yang berpendidikan tinggi. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=1,000, artinya wanita yang berpendidikan rendah (<SMA) mempunyai peluang 1 kali lebih besar untuk mendapatkan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) dibanding dengan wanita yang berpendidikan tinggi (>=SMA). Hubungan antara paritas dengan status kesehatan reproduksi Hasil analisa bivariat hubungan antara paritas dengan status kesehatan reproduksi dengan hasil test
Gaya Hidup dan Riwayat Ibu terhadap Status Kesehatan Reproduksi Wanita Usia Subur
IVA positif (displasia) diperoleh bahwa wanita yang memiliki paritas >3 sebanyak 2 orang (14,3%) dan paritas <=3 hanya 1 orang (1,1%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,046, maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) antara paritas wanita >3 dan paritas wanita <=3 (ada hubungan signifikan antara paritas dengan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia)). Dari hasil analisis didapatkan pula nilai OR=15,000, yang artinya wanita yang paritasnya >3 mempunyai peluang 15 kali lebih banyak untuk mendapatkan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) dibandingkan dengan paritas <=3. Hubungan antar usia pertama kali berhubungan seksual dengan status kesehatan reproduksi Hasil analisa bivariat hubungan antara usia pertama kali berhubungan seksual dengan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) diperoleh bahwa untuk usia <=20 tahun hanya 1 orang (1,7%) dan untuk usia >20 tahun sebanyak 2 orang (4,4%). Hasil uji statistic diperoleh nilai p=0,575, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan proporsi (hubungan signifikan) status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) antara usia pertama kali berhubungan seksual <=20 tahun dengan usia pertama kali berhubungan seksual <20 tahun. Dari hasil analisis didapatkan pula nilai OR=0,364 yang artinya wanita yang berhubungan seksual pertama kali yang berusia <=20 tahun mempunyai peluang 0,4 kali untuk mendapatkan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) dibanding dengan wanita yang berhubungan seksual pertama kali yang berusia >20 tahun.
dan wanita yang tidak memiliki riwayat infeksi menular seksual hanya 1 orang (1%). Hasil uji statistic diperoleh p=0,001, maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) pada wanita yang memiliki riwayat infeksi menular seksual. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=103,000, yang artinya wanita yang memiliki riwayat infeksi menular seksual mempunyai peluang 103 kali lebih besar untuk mendapatkan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) dibanding dengan wanita yang tidak mempunyai riwayat infeksi menular seksual. Hubungan merokok dengan status kesehatan reproduksi Hasil analisa bivariat hubungan antara merokok dengan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) didapatkan bahwa wanita yang merokok hanya 1 orang (25%) dan wanita yang tidak merokok sebanyak 2 orang (2%). Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,111, maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) antara wanita yang merokok dengan wanita yang tidak merokok. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=16,500, yang artinya wanita yang merokok mempunyai peluang 16,5 kali lebih besar untuk mendapatkan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) dibanding dengan wanita yang tidak merokok. Hubungan perilaku berganti-ganti dengan status kesehatan reproduksi
pasangan
Hasil analisa bivariat hubungan antara riwayat keturunan kanker serviks dengan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) dan negatif (tidak ada displasia) diperoleh bahwa wanita yang memiliki riwayat penyakit kanker dalam keluarga tidak ada. Sedangkan riwayat penyakit kanker dalam keluarga dengan hasil test IVA positif diperoleh wanita yang tidak mempunyai riwayat penyakit kanker dalam keluarga sebanyak 3 orang (2,9%). Hasil uji statistic diperoleh nilai p value dan nilai OR adalah konstan.
Hasil analisa bivariat hubungan perilaku berganti-ganti pasangan dengan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) didapatkan bahwa wanita yang sering berganti-ganti pasangan sebanyak 2 orang (100%) dan wanita yang tidak berganti-ganti pasangan hanya 1 orang. Dari hasil uji statistic diperoleh nilai p=0,001, maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) antara wanita yang sering berganti-ganti pasangan dengan wanita yang tidak berganti-ganti pasangan. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=103,000 yang artinya wanita yang sering berganti-ganti pasangan mempunyai peluang 103 kali lebih besar untuk mendapatkan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) dibanding dengan wanita yang tidak berganti-ganti pasangan.
Hubungan riwayat infeksi menular seksual dengan status kesehatan reproduksi
Hubungan penggunaan Pil KB dengan status kesehatan reproduksi
Hasil analisa bivariat hubungan antara riwayat infeksi menular seksual dengan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) diperoleh bahwa wanita yang mempunyai riwayat infeksi menular seksual sebanyak 2 orang (100%)
Hasil analisa bivariat hubungan penggunaan Pil KB dengan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) didapatkan bahwa wanita yang menggunaan Pil KB tidak ada (0%) dan wanita yang tidak menggunakan Pil KB sebanyak 3 orang
Hubungan riwayat penyakit kanker dalam keluarga dengan status kesehatan reproduksi
17
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 14 No. 1 Tahun 2015 (4,2%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,549, maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) antara wanita yang menggunakan Pil KB dengan wanita yang tidak menggunakan Pil KB. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=1,044 yang artinya wanita yang menggunakan Pil KB mempunyai peluang 1 kali lebih besar untuk mendapatkan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) dibanding dengan wanita yang tidak menggunakan Pil KB. Analisa Multivariat Analisa multivariat bertujuan dengan mendapatkan model yang paling shahih, presisinya baik, serta menentukan test IVA positif pada wanita usia subur. Tahapan analisis multivariat adalah membuat model dengan semua variabel kandidat, seleksi variabel yang tidak signifikan dan yang bukan variabel confounding, evaluasi variabel interaksi dan permodelan akhir. (Hosmer and Lemeshow, 2000). Dalam analisis multivariat kita ingin melihat variabel yang paling berpengaruh dan membuat persamaan akhir dengan regresi logistik. Tahap pertama adalah dengan melakukan pemilihan model untuk uji multivariat. Variabel yang mempunyai nilai p > 0,25 tidak dapat dijadikan model dan dilakukan dengan uji multivariat. Pemilihan Variabel Kandidat Model Multivariat Dari sembilan variabel dibawah hanya variabel yang mempunyai nilai p > 0,25, yaitu usia, pendidikan dan usia pertama kali hubungan. Untuk variabel riwayat penyakit kanker dalam keluarga tidak dimasukkan dalam model karena hasil analisis konstans. Tabel 3 Analisa Bivariat antara semua Variabel Kandidat dengan Status Kesehatan Reproduksi pada Wanita Usia Subur Variabel
P value
Usia
0,465
Pendidikan
1,000
Paritas
0,006 *
Usia pertama kali hubungan
0,403
Riwayat penyakit IMS
0,000 *
Merokok
0,006 *
Perilaku berganti-ganti pasangan
0.000 *
Penggunaan Pil KB * = variabel sebagai kandidat multivariat
18
0,228 *
Penentuan variabel yang dominan Untuk mendapatkan faktor yang terbaik semua kandidat dipresentasikan secara bersamaan. Faktor yang terbaik akan dipertimbangkan dengan p value terbesar. Tabel 4 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Variabel Independen (Paritas, Riwayat penyakit IMS, Merokok, Perilaku berganti-ganti pasangan, Penggunaan Pil KB) dengan variabel Dependen (Status Kesehatan Reproduksi) Variabel
β
P value
Paritas
- 0,017
0,591 *
Merokok
- 0,010
0,847
1,004
0,000
Penggunaan Pil KB - 0,018 * = variabel yang akan dikeluarkan
0,408
Perilaku berganti-ganti pasangan
Pada tabel 4 terlihat ada beberapa variabel yang tidak berhubungan dengan status kesehatan reproduksi pada wanita usia subur. Pembahasan 1. Status kesehatan reproduksi pada wanita usia subur Kanker serviks (Cervical Cancer) adalah kanker primer dari serviks uterus (kanalis servikalis atau porsio), suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina). Pada hasil penelitian didapatkan status kesehatan reproduksi pada wanita usia subur dengan hasil test IVA positif (displasia) berjumlah 3 orang (2,9%), sedangkan hasil test IVA negatif berjumlah 102 orang (97,1%). Hal tersebut disebabkan karena kurangnya pengetahuan pada wanita usia subur tentang penyakit kanker serviks. 2. Hubungan usia reproduksi
dengan
status
kesehatan
Usia adalah variabel yang selalu diperhatikan didalam penelitian epidemiologi. Angka-angka morbiditas dan mortalitas hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan usia (Soekidjo, 2003). Hasil analisis bivariat diperoleh bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel usia dengan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) dengan nilai p = 0,591. Hal ini tidak didukung oleh beberapa penelitian, bahwa umur terbanyak ditemui pada hasil test IVA positif (displasia) yang mengarah pada
Gaya Hidup dan Riwayat Ibu terhadap Status Kesehatan Reproduksi Wanita Usia Subur
kanker serviks pada rentang umur 25-40 tahun. Pada penelitian yang dilakukan oleh penulis, umur paling banyak terdeteksi pra kanker serviks melalui test IVA adalah umur 35-45 tahun, hal tersebut disebabkan semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker serviks. 3. Hubungan pendidikan dengan status kesehatan reproduksi Hasil analisis bivariat diperoleh bahwa tidak ada hubungan signifikan antara pendidikan dengan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) karena p = 1,000 (>0,05). Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian di Quito, Ekuador, antara tahun 1985 dan 1994. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan memiliki derajat yang cukup mempengaruhi kanker serviks ini. Artinya, wanita dengan pendidikan dasar atau kurang ditemukan hampir dua kali kejadian kanker serviks dari mereka yang berpendidikan menengah atau tinggi. Informasi kesehatan tentang pentingnya deteksi dini pada kanker serviks lewat pemeriksaan IVA dan pap smear yang dipromosikan Kementrian Kesehatan Indonesia sudah sering terlihat pada media massa, televisi, ataupun penyuluhanpenyuluhan di puskesmas, rumah sakit, ataupun seminar yang diselenggarakan oleh institusi kesehatan. Hal tersebut dilatar belakangi oleh angka kejadian kanker serviks yang menjadi peringkat kedua dari seluruh kanker yang menyebabkan kematian pada wanita Indonesia, khususnya wanita yang masih dalam usia reproduksi (15-49 tahun). Wanita yang berpendidikan cenderung mau menerima informasi dan memahami bahwa kebutuhan akan pencegahan dini kanker serviks ini penting untuk memperpanjang usia harapan hidupnya, sedangkan wanita yang berpendidikan rendah memerlukan upaya yang lebih berat untuk menerima informasi kesehatan karena kemampuan intelektual yang terbatas. 4. Hubungan paritas dengan status kesehatan reproduksi Hasil analisis bivariat diperoleh bahwa ada hubungan antara paritas dengan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) dilihat dari nilai p = 0,046. Hal ini didukung oleh pendapat yang menyatakan wanita yang banyak melahirkan akan semakin tinggi risiko terkena kanker serviks, dan jarak persalinan yang dekat juga dapat meningkatkan angka kematian pada ibu. Menurut Zulkifli. L, 2003, wanita yang mempunyai
paritas > 3 mempunyai risiko terhadap kanker serviks 4,6 kali lebih tinggi, sementara menurut penelitian di Poli Obsgyn RSUD Dr. Moewardi Surakarta, wanita yang mempunyai riwayat paritas tinggi > 3 kali yaitu sebanyak 57,9 %.enurut penelitian yang didapatkan tentang staus kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) pada wanita usia subur, jumlah paritas memang memiliki hubungan yang signifikan (OR = 15) terhadap meningkatnya risiko terjadinya kanker serviks, namun tidak menjadi faktor yang secara langsung mempengaruhi hasil test IVA, hal tersebut bisa disebabkan karena pada saat dilakukannya penelitian, jumlah wanita yang memeriksakan diri tidak terlalu banyak yang memiliki paritas > 3. 5. Hubungan antar usia pertama kali berhubungan seksual dengan status kesehatan reproduksi Dari hasil uji analisis bivariat menunjukkan p = 0,575, yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) antara usia pertama kali berhubungan seksual <=20 tahun dengan usia pertama kali berhubungan seksual < 20 tahun. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat yang mengemukakan pada usia dini faktor risiko untuk terjadinya kanker serviks berkaitan dengan kondisi perubahan pada sumbangan epitel skuamosa kolumner yang rentan pada usia muda yang memungkinkan terjadinya infeksi menular seksual. Di Indonesia masih banyak wanita yang memberlakukan budaya dan adat yang mengharuskan wanita untuk menikah pada usia muda. Namun, melihat perkembangan zaman yang sudah mengarah ke seks bebas pada saat pra nikah, hal tersebut bisa saja tidak dipertimbangkan dari status pernikahan. Promosi kesehatan mengenai deteksi dini yang disebarluaskan kepada wanita umumnya hanya menjangkau wanita yang sudah menikah atau memiliki anak, padahal bahaya kanker serviks ini sudah bisa dialami oleh para remaja yang belum mengerti apa itu kanker serviks. Upaya yang dilakukan untuk pencegahan primer melalui vaksinasi HPV sudah bisa dilakukan sejak usia remaja. Pada saat remaja, wanita sudah mengalami menstruasi dan bisa berhubungan seksual, namun organ reproduksi belum boleh terpapar oleh sesuatu yang bisa memicu timbulnya reaksi ataupun terpapar HPV yang bisa di tularkan melalui hubungan seksual. Pencegahan lewat media massa ataupun seminar tampaknya perlu dilakukan untuk menjangkau sasaran pada remaja putrid, mengingat pada usia tersebut memiliki peluang untuk terpapar
19
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 14 No. 1 Tahun 2015 HPV. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga organ-organ reproduksinya sejak dini akan memperkecil kemungkinan terjadinya kanker serviks. 6. Hubungan riwayat kanker serviks dengan status kesehatan reproduksi Dari hasil uji analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak diketahuinya hubungan antara riwayat kanker serviks dengan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia). Hasil analisa statistik menunjukkan proporsi wanita usia subur dengan status kesehatan reproduksi dengan pemeriksaan test IVA didapatkan bahwa semua wanita usia subur tidak mempunyai riwayat kanker serviks yaitu sebanyak 105 orang (100%) dengan hasil penghitungan statistik konstan. Hal ini didukung oleh pendapat Magnusson, Sparen and Gyllensten (1999) membandingkan munculnya dysplasia dan CIS pada keluarga perempuan yang menderita kanker serviks dan dalam control usia. Mereka menemukan adanya kluster yang signifikan dalam keluarga biologis, bukan adopsi. Pada ibu biologis dibandingkan dengan kasus control, RR=1,8 sementara pada ibu adopsi RR=1,1. Pada saudara perempuan, RR=1,9 dibanding saudara perempuan non biologis. Data tersebut memberikan bukti epidemiologi yang kuat mengenai kaitan antara timbulnya kanker leher rahim dan penyebab awalnya. 7. Hubungan riwayat infeksi menular seksual dengan status kesehatan reproduksi
20
Hasil analisis bivariat diperoleh bahwa ada hubungan signifikan antara riwayat infeksi menular seksual dengan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia), p = 0,001. Hal ini didukung oleh pendapat Rasjidi, 2009, infeksi Trichomonas, Sifilis dan Gonococcus ditemukan berhubungan dengan kanker serviks, namun infeksi ini dipercaya muncul akibat hubungan seksual dengan multiple partner dan tidak dipertimbangkan sebagai faktor risiko kanker secara langsung. Pada penelitian ini ditemukan bahwa wanita yang memiliki riwayat infeksi menular seksual berisiko 103 kali lebih besar dibandingkan yang tidak pernah terkena infeksi menular seksual. Menurut peneliti, risiko mendapatkan kanker serviks pada wanita usia subur sangat erat hubungannya dengan riwayat infeksi menular seksual yang bisa terpapar pada saat usia reproduksi. Infeksi menular seksual bisa ditemukan pada wanita yang kemungkinan memiliki pasangan seksual lebih dari satu orang atau berganti-ganti pasangan. Pada wanita pekerja seksual akan lebih banyak kita temui infeksi menular seksual tersebut
dibandingkan wanita dengan satu pasangan seksual, tetapi pada jaman sekarang timbul fenomena baru yaitu fenomena bola pimpong, yaitu jika salah satu pasangan baik laki-laki atau perempuan menderita infeksi menular seksual, misalnya sifilis, seharusnya kedua-duanya harus diobati secara tuntas, jika tidak diobati sampai sembuh, maka virus tersebut masih akan merusak jaringan alat reproduksi mulai dari vagina, serviks sampai rahim pada wanita. 8. Hubungan merokok dengan status kesehatan reproduksi Dari hasil uji analisis bivariat menunjukkan p = 0,111, yang berarti tidak ada perbedaan proporsi status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) antara wanita yang merokok dengan wanita yang tidak merokok. Pada penelitian ini ditemukan bahwa wanita yang merokok mempunyai peluang 16,5 kali lebih besar untuk mendapatkan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) dibanding dengan wanita yang tidak merokok. Hal ini sejalan dengan pendapat Melva (2008), yang menyatakan bahwa merokok pada wanita selain mengakibatkan penyakit paru-paru dan jantung, kandungan nikotin dalam rokok mempermudah selaput untuk dilalui zat karsinogenik. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa semakin banyak konsumsi rokok sebanyak > 10 batang perhari dan lamanya merokok akan menyebabkan meningkatnya risiko terkena kanker serviks. Pada wanita yang merokok, harus diinformasikan agar mengurangi ataupun memberhentikan konsumsi rokok untuk menekan pertumbuhan sel kanker dan diimbangi dengan proses detoksifikasi dan pola hidup sehat. 9. Hubungan perilaku berganti-ganti pasangan dengan status kesehatan reproduksi Dari hasil uji analisis bivariat menunjukkan p = 0,001, artinya ada perbedaan proporsi status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) antara wanita yang sering berganti-ganti pasangan dengan wanita yang tidak berganti-ganti pasangan. Pada penelitian ini ditemukan bahwa wanita yang berganti-ganti pasangan mempunyai peluang 103 kali lebih besar untuk mendapatkan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) dibanding dengan wanita yang tidak berganti-ganti pasangan. Hal ini sejalan dengan Aziz (2000), yang menyatakan bahwa risiko terhadap kanker serviks meningkat lebih dari 10 kali bila bermitra seks 6 atau lebih. Risiko juga meningkat bila berhubungan seksual dengan berisiko tinggi, pria yang melakukan hubungan seks dengan multiple
Gaya Hidup dan Riwayat Ibu terhadap Status Kesehatan Reproduksi Wanita Usia Subur
mitra seks atau yang mengidap kandiloma akuminata. Dari hasil uji analisis multivariat, menunjukkan bahwa wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi dan sering berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak dan tidak terkendali sehingga menjadi kanker. Vaksin HPV sudah mulai dapat diperoleh di pasaran, meskipun vaksin tersebut belum masuk pada Program Immunisasi Nasional di Indonesia. Saat ini vaksin tersebut sudah dipakai oleh beberapa remaja dari keluarga kalangan menengah keatas, karena harga vaksin yang masih mahal maka untuk program imunisasi nasional diperlukan perhitungan “efektivitas biaya” (cost effectiveness) secara cermat. 10. Hubungan Penggunaan Pil KB dengan status kesehatan reproduksi Dari hasil uji analisis bivariat menunjukkan p = 0,549, artinya tidak ada perbedaan proporsi status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) antara wanita yang menggunakan Pil KB dengan wanita yang tidak menggunakan Pil KB. Pada penelitian ini ditemukan bahwa wanita yang menggunakan Pil KB mempunyai peluang 1 kali lebih besar untuk mendapatkan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) dibanding dengan wanita yang tidak menggunakan Pil KB. Hal ini sejalan dengan pendapat Khasbiyah (2004) yang melakukan penelitian dengan menggunakan studi kasus kontrol. Hasil studi menunjukkan tidak ditemukan adanya peningkatan risiko pada perempuan pengguna atau mantan pengguna kontrasepsi oral karena hasil penelitian tidak memperlihatkan adanya hubungan dengan nilai p>0,05. Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat meningkatkan risiko relatif 1,53 kali. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya didapatkan data sebagai berikut: 1. Status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif pada wanita usia subur yang melakukan deteksi dini kanker serviks dari jumlah responden yang diperiksa melalui pemeriksaan IVA 105 responden , sejumlah 3 responden (2,9%) 2. Wanita yang memiliki paritas >3 sebanyak 2 orang (14,3%) dan paritas <=3 hanya 1 orang (1,1%) dan nilai p=0,046. Yang berarti bahwa paritas merupakan faktor risiko kejadian kanker serviks
dengan besar risiko 4,6 kali pada ibu dengan paritas > 3 untuk terkena kanker serviks.(Zulkifli. L, 2003) 3. Riwayat infeksi menular seksual dengan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) diperoleh bahwa wanita yang mempunyai riwayat infeksi menular seksual sebanyak 2 orang (100%) dan wanita yang tidak memiliki riwayat infeksi menular seksual hanya 1 orang (1%), diperoleh p=0,001 4. Hubungan perilaku berganti-ganti pasangan dengan status kesehatan reproduksi dengan hasil test IVA positif (displasia) didapatkan bahwa wanita yang sering berganti-ganti pasangan sebanyak 2 orang (100%) dan wanita yang tidak berganti-ganti pasangan hanya 1 orang. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,001 Jadi dapat disimpulkan bahwa status kesehatan reproduksi seseorang dipengaruhi oleh pola hidup berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seksual. Saran 1. Menyebarluaskan tentang perlunya melakukan deteksi dini pemeriksaan serviks secara berkala pada kaum perempuan oleh petugas kesehatan sendiri atau kader kesehatan 2. Meningkatkan pengetahuan cara pemeriksaan IVA bagi petugas puskesmas dan BPS per wilayah puskesmas 3. Beri penyuluhan terus menerus tentang perlunya pemeriksaan dini kanker serviks 4. Teori tentang cara melakukan pemeriksaan IVA dimasukan dalam kurikulum akademi kebidanan Daftar Pustaka 1. WHO, 2002, Cervical cancer screening in developing coantries report of a WHO consultating . Geneva World Health Urganitatiom 2. Lameshow, S & David W.H.Jr, 1997 Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan (terjemahan), Gajahmada University Press, Yogyakarta 3. WHO, 2007, IARC Monografi on the Evaluation of Carsinoma Risk to Human Lyon Press dari www Lyon 4. Depkes RI, 2007. Panduan Pencegahan Kanker Leher Rahim dan Payudara untuk Fasilitas dengan Sumberdaya Terbatas. Direktorat {engendalian Penyakit Tidak Menu;ar, DitJen PP & PL, Jakarta 5. American Canser Society, 2006, Cancer Fact and Figure, American Inc Atlanta 6. Depkes RI, 2007. Pedoman Surveilance Epidemiologi Penyakit Kanker Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menu;ar, DitJen PP & PL, Jakarta 7. Azis M, F. 2000, ‘’Skrinning dan Deteksi Dini Kanker Serviks ,, dalam Deteksi Dini Kanker, Balai Pustaka FKUI, Jakarta 8. Josep HK & M.Nugroho S, 2011, Ginekologi dan Obstetri untuk keperawatan dan Kebidanan, Nuha Medika, Yogjakarta
21
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 14 No. 1 Tahun 2015 9. Manuaba, Gde Ida Bagus, 2001. Panduan Diskusi Obstetri & Ginekologi untuk Mahasiswa Kedokteran, Buku Kedokteran EGC, Jakarta 10. Oxcon, Harry. 1997, Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi persalinan, Yayasan Essential Medika , Jakarta 11. Riyanto, Agus. 2011, Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan, Nuha Medika, Bantul 12. Finem, Saroha, 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi, Trans Info Media, Jakarta. 13. Wulandari, Ayu Febri. 2011 Biologi Reproduksi, Salemba Medika, Jakarta 14. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta 15. Everett, Suzanne.2007. Buku Saku Kontrasepsi Kesehatan Seksual Reproduktif, Buku Kedokteran EGC 16. Emilia, 2010, Deteksi dini kanker serviksSinopsis Ostetri, Penerbit buku Kedokteran EGC 17. Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta 18. Soeparmanto, 1998. Pengantar Ilmu budaya Dasar, CV Pustaka Setia Bandung 19. Wiknyosastro Hanifa Gulardi dkk,2002 Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal 20. Saifuddin, AB, 2002 Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 21. Notoatmodjo, S, 2005 Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, PT. Rineka Cipta, Jakarta 22. Notoatmodjo, S, 2003 Metodologi Penelitian Kesehatan, PT. Rineka Cipta, Jakarta 23. Prawirohardjo, S. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP 24. Varney . 2004 Buku ajar asuhan kebidanan.Edisi IV 25. Harimanto, Winarno, 2008 Ilmu Sosial & Ilmu Budaya Dasar, Bumi Aksara Jakarta 26. Bandero, Mary, 2007. Klien Gangguan system Reproduksi dan Seksualitas, Buku Kedokteran EGC 27. Manuaba, Ida Bagus Gde. 2007. Kesehatan Reproduksi , Adilan Jakarta 28. Sulaiha, Uha.2007. Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan, Buku Kedokteran EGC 29. RSUD Kab Bekasi, 2011 Medical Record 30. Khasbiyah, 2004, Beberapa Faktor Risiko Kanker serviks di RS Dokter Karyadi SemarangJawa Tengah (Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Dipanegoro Semarang) diunduh dari www.fkmundip. ac.id 5 Juni 2011 31. Meilinda, 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan test IVA positif pada WUS di RS Kanker Darmais (Tesis, FKM Universitas Indonesia) 32. Emilia, Ova, tahun 2010. Deteksi Dini Kanker Serviks, Salemba Jakarta 33. RB Piasari, Medical Record 2011
22