Jurnal Ilmiah Kesehatan
ARTIKEL PENELITIAN
Vol. 14 No. 3 Tahun 2015
Promosi Kesehatan dan Motivasi Kerja terhadap Pencegahan Penyakit HIV/AIDS pada Bidan di Puskesmas se-kota Serang
Lies Fitri Haryati1, Sobar Darmaja2 1 Puskesmas Walantaka Serang, Jl. Raya Ciruas Petir Km 5, Desa Walantaka Kecamatan Walantaka Kota Serang, Banten, 2Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju, Jl. Harapan Nomor 50 Lenteng Agung, Jakarta Selatan Email:
[email protected],
[email protected]
Abstrak
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang mudah menular dan mematikan. Virus tersebut merusak system kekebalan tubuh manusia, saat ini semakin tinggi angka kejadianya, khususnya terjadi pada ibu hamil sehingga perlu upaya dalam pencegahanya, dan perilaku bidan mencegah penyakit tersebut, menjadi alternatif pilihan mengingat bidan adalah tenaga kesehatan di garda terdepan yang kontak langsung dengan ibu hamil maupun melahirkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahu pengaruh promosi kesehatan, motivasi kerja terhadap perilaku mencegah penyakit HIV/AIDS pada bidan di Puskesmas seKota Serang dan Masing-masing variabel diukur dengan 3 indikator.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional, yaitu arah melintang dengan menggunakan sampel 60 responden. Dan alat pengumpulan data adalah instrumen kuisioner dengan model pertanyaan tertutup. Sedang teknik analisis menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis menggunakan Structural Equation Modelling (SEM) dengan aplikasi sotware smart PLS dan Special Package for Statistis Science (SPSS).Hasil penelitian menunjukan promosi kesehatan, motivasi kerja berpengaruh terhadap perilaku mencegah penyakit HIV/AIDS pada bidan dengan nilai pengaruh langsung sebesar 65,3% dan 35,023% untuk pengaruh tidak langsung serta nilai Q Square sebagai model analisis dapat menjelaskan 67,41% keragaman data, dan mampu mengkaji fenomena yang dipakai dalam penelitian, sedangkan 32,59% adalah komponen lain yang tidak ada dalam penelitian. Sehingga di sarankan agar pihak terkait melaksanakan strategi promosi kesehatan kepada bidan dalam mencegah penyakit HIV/AIDS.
Kata kunci
Promosi Kesehatan, Motivasi, Perilaku
Abstract
AIDS is a collection of symptoms of a disease caused by the HIV virus that easily transmissible and lethal. his virus damages the human immune system, which is currently the higher the number kejadianya, especially in pregnant women that need efort in pencegahanya, and behaviors that prevent disease midwives, midwives be given the alternative choice are the frontline health workers in direct contact with the mother pregnant and gave birth. he aim of this study determines the efect of health promotion, behavioral motivation to work towards preventing HIV / AIDS in the city as a midwife at the health center and the Attack Each variable was measured by three indicators. he method used in this study is cross-sectional, ie the transverse direction by using a sample of 60 respondents. And data collection tool was a questionnaire instrument model closed questions. Moderate analysis technique using a quantitative approach to the analysis using Structural Equation Modeling (SEM) with Smart PLS sotware applications and statistical Special Package for Science (SPSS). he results showed the promotion of health, work motivation inluence the behavior of preventing HIV /AIDS at the midwife with the value of the direct efect of 65.3% and 35.023% for the indirect efect as well as the value of Q Square analysis model can explain 67.41% of data variability, and were able to examine the phenomenon used in the study, while 32.59% are another component that does not exist in the study. So in order to suggest relevant parties to implement health promotion strategies to the midwife in preventing HIV /AIDS.
Key Words
Health Promotion, Motivation, Behavior
1
Jurnal Ilmiah Kesehatan,, Vol 14 No. 3 Tahun 2015 Pendahuluan Dalam mencapai Visi Indonesia Sehat 2015 sasaran pembangunan MDGs (Millennium Development Goals) yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Visi Indonesia Sehat 2010, sasaran MDGs ada indikatornya serta kapan harus dicapai. Sasaran MDGs ini bisa dijadikan slogan “Indonesia Sehat di tahun 2015” sebagai pengganti slogan sebelumnya. Dalam visi ini Indonesia mempunyai delapan sasaran MDGs salah satunya yaitu mengurangi angka kematian bayi dan ibu pada saat persalinan. Maksud dari visi tersebut yaitu kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman serta bayi yang akan dilahirkan hidup sehat, dengan misinya menurunkan kesakitan dan kematian maternal dan neonatal melalui pemantapan sistem kesehatan di dalam menghadapi persalinan yang aman.1 Sasaran MDGs yang lain yaitu menurunkan angka kelaparan (kurang gizi) menjadi setengahnya (50 persen) di tahun 2015 dibanding tahun 1996. Kemudian menurunkan angka kematian bayi dan balita, juga menjadi setengahnya dibanding tahun 1996. Lalu menurunkan angka kematian ibu sebanyak 75 persen, mengendalikan penularan penyakit menular, khususnya TBC dan HIV, sehingga pada tahun 2015 nanti diharapkan jumlahnya tidak meningkat lagi tetapi justru menurun.1 Angka Kematian Ibu (AKI) Provinsi Banten diurutkan pada posisi keempat sebagai penyumbang AKI di Indonesia dengan angka total 5.767 kematian atau 50% dari 11.767 kematian ibu di Indonesia tahun 2010, dimana urutannya adalah Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Banten, dan Jawa Timur. Ini menjadi permasalahan besar, karena dampak dari tingginya angka kematian tersebut berpengaruh pada penurunan angka kematian secara nasional. Pada tahun 2011, Provinsi Banten memiliki angka kematian bayi sebesar 17/1000 KH dan angka kematianibu sebesar 158,6/100.000 KH2. HIV (Human Immunodeiciency Virus) adalah virus yang menyerang sel CD4 dan menjadikan tempat berkembang biak, yang kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sebagaimana kita ketahui bahwa sel darah putih sangat diperlukan untuk system kekebalan tubuh, tanpa kekebalan tubuh maka ketika tubuh kita diserang penyakit, tubuh kita lemah dan tidak berupaya melawan jangkitan penyakit dan akibatnya kita dapat meninggal dunia meski terkena inluenza atau pilek biasa. Berdasarkan hal ini, manusia yang terkena virus HIV, tidak langsung menderita AIDS, melainkan diperlukan waktu yang cukup lama bahkan bertahun-tahun bagi virus HIV untuk menyebabkan AIDS atau HIV positif yang
2
mematikan.3 Pada tanggal 19 Desember 1992, CDC (Centers for Disease Contro and Prevention) telah menerbitkan suatu system klasiikasi untuk infeksi HIV dan mengembangkan deinisi AIDS dikalangan remaja dan dewasa di Amerika Serikat. Mengikuti standar klinis untuk pemantauan secara immunologis pada pasien yang terinfeksi dengan HIV, system klasiikasi tersebut meliputi pengukuran limfosit T DC4+ dalam kategorisasi kondisi klinis yang berhubungan dengan HIV dan ini telah menggantikan system klasiikasi yang di terbitkan pada tahun 1986. Semua pengidap AIDS mempunyai limfosit T CD4+Ul kurang dari 200 atau kurang 14% limfosit T CD4+ dari jumlah limfosit atau yang didiagnosa dengan tuberculosis pulmoner, kanker servikal invasive, atau pneumonia rekuren. Objektif dari pengembangan deinisi AIDS ini adalah untuk menunjukan jumlah morbidity pengidap AIDS dan pasien yang imuosupresi, dan juga untuk memudahkan proses pelaporan kasus. Bermula dari tahun 1993 deinisi AIDS ini telah digunakan oleh semua Negara untuk pelapiran kasus AIDS.1 AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang mudah menular dan mematikan. Virus tersebut merusak system kekebalan tubuh manusia, dengan akibat turunnya/hilangnya daya tahan tubuhnya sehingga mudah terjangkit dan meninggal karena penyakit infeksi, kanker lainnya. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin pencegahnya atau obat untuk penyembuhannya. Menurut perhitungan WHO tidak kurang dari 3 orang di seluruh dunia terkena infeksi virus AIDS setiap menitnya. Dan yang mengerikan adalah jumlah penderita 70% adalah kalangan pemuda, usia produktif.1 Pada umumnya bidan memiliki pengetahuan yang memadai tentang pengertian mencegah penyakit HIV/AIDS. Pengetahuan tentang berbagai faktor yang menyebabkan penyakit HIV/AIDS misalnya, termasuk pada umumnya juga mengetahui secara rinci pencegahan dan pengobatannya sehingga selayaknya sebagai salah satu tenaga kesehatan bidan dapat menjaga perilaku yang menyebabkan terjadinya HIV/AIDS termasuk dengan menghindari perilaku yang menyimpang.4 Masalah HIV dan AIDS adalah masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius, ini terlihat dari apabila dilihat jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap tahunnya sangat meningkat secara signiikan, dan yang lebih memprihatinkan penyebaran kasus HIV/AIDS tidak hanya terjadi pada warga beriko, namun kaum ibu hamil menjadi sasaran empuk penyakit mematikan ini. Prevalensi HIV pada wanita hamil tingkat setinggi 0,3%. Berdasarkan pada laporan triwulan direktorat jendral penanggulangan penyakit menular
Pencegahan Penyakit HIV/AIDS pada Bidan di Puskesmas dan penyehatan lingkungan Kemenkes Kesehatan RI, jumlah kasus bulan Juni 2011 menunjukkan jumlah kasus Acquired Immunodeiciency Syndrome (AIDS) dengan faktor risiko transmisi perinatal (dari ibu dengan HIV ke bayinya) sebanyak 742 kasus.2 Angka ini menunjukkan peningkatan dua kali lebih tinggi dibandingkan tiga tahun sebelumnya yang hanya 351 kasus.3 Kenaikan kasus HIV pada bayi ini terjadi seiring dengan kenaikan kasus AIDS pada perempuan, yakni dari 20% pada tahun 2007, 25% pada tahun 2008, menjadi 27% pada tahun 2011.2,3 Meningkatnya proporsi kasus AIDS pada perempuan ini menunjukkan epidemi AIDS di Indonesia makin meningkat dan dipastikan akan meningkatkan jumlah bayi terinfeksi HIV di masyarakat yang ditularkan melalui ibu.6 Di Papua epidemic HIV sudah masuk ke dalam masyarakat (generalized epidemic) dengan prevalensi HIV dipopulasi dewasa sebesar 2,4%. Sedangkan dibanyak tempat lainnya dalam ketegori terkonsentrasi, dengan prevalensi HIV > 5% pada populasi kunci. Namun saat ini sudah diwaspadai telah terjadi penularan HIV yang meningkat melalui jalur parental (ibu kepada anaknya), terutama di beberapa ibu kota Provinsi.7 Sekitar 75-90 % pasien AIDS mengalami patologi otak dengan berbagai sindrome neuropsikiatri, pada 10 % pasien dengan infeksi HIV, komplikasi neuropsikiatri merupakan gejala utama. Pada pasien dengan infeksi HIV dan AIDS dapat ditemukan kelainan-kelainan psikiatri klasik seperti depresi, ansietas, psikosis dan lain-lain. Selain itu juga terdapat dampak psikososial yang dapat ditemukan pada pasien HIV/AIDS.7 Terjangkitnya penyakit HIV/AIDS seseorang dapat menimbulkan kematian dan saat ini penyebab terjangkitnya penyakit HIV/AIDS memperburuk kondisi kesehatan. Apalagi angka kematian ibu dan bayi secara nasional masih tinggi sehingga perlu adanya tenaga kesehatan yang bersih dan sehat sesuai ukuran sehat WHO. Sampai saat ini penyebab kematian ibu yang melahirkan tersebut masih banyak dikarenakan komplikasi, penyakit yang disebabkan pendarahan, ekslamsia (keracunan kehamilan ) seperti kejangkejang, namun bukan berarti penyebab penularan HIV/AIDS dari tenaga kesehatan yang menanganinya harus di abaikan, mengingat hal tersebut bukanlah hal mustahil. Bahkan, Depkes RI sejak 1996 juga menyebutkan, Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) atau Infeksi Menular Seksual (IMS) sebagai salah satu penyebab kematian tersebut.3 Infeksi di alat senggama biasanya terjadi karena adanya pertumbuhan kuman berlebih di seputar organ reproduksi perempuan yang biasa dikenal dengan Keputihan. Selain itu, ISR juga dapat berupa infeksi menular seksual karena sifatnya yang dapat ditularkan
melalui hubungan seksual. Adapun IMS yang banyak terjadi di Indonesia antara lain Gonore (kencing nanah), siilis (raja singa) ulkus mole (jengger ayam), herpes dan HIV/AIDS. Kejadian ISR/IMS khususnya pada HIV/AIDS belakangan ternyata tidak hanya ditemukan pada pekerja seks komersial sepeperti asumsi kebanyakan masyarakat. Namun sudah banyak terdapat pada perempuan berisiko rendah/ibu rumah tangga. Jika tidak segera di diagnosis dan diobati, ISR ini dapat berdampak serius, seperti misalnya keguguran dan kesakitan bayi baru lahir, keganasan atau kanker pada organ reproduksi, peningkatan risiko penularan HIV hingga kematian Janin.5 Tingginya angka kematian akibat kehamilan menyedot perhatian berbagai kalangan. Salah satu solusi untuk menekan angka kematian tersebut adalah pengembangan model paket pelayanan kesehatan reproduksi esensial (PKRE). Apalagi di dasari pada kondisi meningkatnya kasus HIV/AIDS yang terjadi di Banten hingga Maret tahun 2010 sebanyak 1.299 kasus HIV dan 349 kasus AIDS dan 86 orang penderita diantaranya meninggal dunia sejak 1998. Banten meningkat cepat sehingga mengancam populasi rawan dan umum. Bahkan, Banten saat ini menjadi peringkat tujuh besar penyebaran penularan penderita HIV/ AIDS secara nasional. Berdasarkan data yang ada kasus HIV/AIDS di wilayah Banten meningkat menjadi 1.629 kasus hingga Tahun 2009 dengan jumlah korban meninggal sebanyak 82 orang, dari jumlah kasus sebanyak 1.444 sejak tahun 1998. Bahkan Sampai Maret Tahun 2010 meningkat menjadi 1.648 kasus dengan jumlah korban meninggal bertambah empat orang menjadi 86 orang.3 Kota Tangerang merupakan wilayah tertinggi pengidap HIV/AIDS di Provinsi Banten, yang sejak 1998 hingga Maret 2010 ditemukan 476 kasus HIV dan 78 kasus AIDS, 17 diantaranya meninggal dunia. Berdasarkan data pesatnya peningkatan kasus HIV/ AIDS di Kota Tangerang disebabkan tingginya populasi pengguna narkotika, psykotropika dan zat adiktif (Napza) dengan menggunakan jarum suntik, sehingga mempercepat proses penularan penyakit tersebut. Di Kabupaten Tangerang ditularkan melalui hubungan seksual (seksual transmisi), dengan jumlah kasus di Kabupaten Tangerang 328 HIV dan 113 AIDS dengan jumlah meninggal 10 orang. Daerah lainnya yang termasuk tinggi kasus temuan HIV/ AIDS di Banten adalah di Kota Serang dengan temuan kasus hingga Maret 2010 sebanyak 327 diantaranya kasus HIV dan 50 kasus AIDS dengan jumlah korban meninggal sebanyak 17 orang.3 Berdasarkan pada hasil wawancara terhadap beberapa beberapa bidan dilingkungan Puskesmas seKota Serang pada pra penelitian, di dapat gejala-
3
Jurnal Ilmiah Kesehatan,, Vol 14 No. 3 Tahun 2015 gejala di lapangan bahwa hampir semua bidan merasa cemas akan terjangkitnya virus tersebut,atau melakukan keselahan yang menyebabkan pasien terkena penyakit tersebut, mengingat sampai saat ini belum ada pengobatan yang mampu mengobati secara keseluruhan virus HIV tersebut. Karena ketakutan dan kekhawatiran tersebut, maka bidan selalu berhatihati dalam melakukan atau memberikan tindakan kepada pasien terutama dalam tindakan persalinan, transfuse darah, menggunakan APD, dan melukan tindakan pencegahan infeksi, namun banyak bidan baru dan muda yang baru bertugas, di tambah lagi kurangnya pengawasan dari bidan senior, seringkali menjadikan bidan sering lalai dalam upaya-upaya pencegahan tersebut. Disamping memiliki tugas dalam melakukan upaya pencegahan tersebut, bidan juga memiliki tanggung jawab untuk mengajak masyarakat melakukan hal yang sama. Mengingat di masyarakat perilaku yang menunjukan dapat mencegah terjadinya kasus tersebut, masih lemah, sehingga perlu adanya upaya strategis yang mampu memberikan respon agar masyarakat berperilaku dalam pencegahan terjadinya penyakit HIV/AIDS. Masih berdasarkan hasil observasi pra penelitian, pola hidup sehat para bidan sudah baik namun dikarenakan kesibukan mereka dengan beban tugas yang berat dan menyita waktu, bahkan berkejaran waktu dalam memberikan layanan kesehatan dan pertolongan persalinan, menjadilan mereka kadang lalai untuk menggunakan alat pelindung pada saat memberikan pertolongan persalinan, hal ini seringkali menjadi fatal karena dapat menjadi alur penularan yang strategis dari pasien kepada bidan tersebut. Sedangkan pada masyarakat pola hidup sehat masyarakat terutama ibu hamil dan ibu bersalin masih kurang baik dan kurang optimal, padahal pencegahan penyakit HIV/AIDS salah satunya adalah dengan dilakukan pola hidup sehat, seperti cukup nutrisi, cukup olahraga, tidak merokok, tidak meminum alkohol, dan penggunaan kontrasepsi kondom bila diperlukan saat melakukan hubungan pasutri. Hal tersebut juga merupakan konsep pembangunan berkelanjutan pada bidang kesehatan, mengingat pembangunan berkelanjutan telah menjadi konsep terdepan pada abad ke 21 (dua puluh satu). Pembangunan berkesinambungan memaparkan suatu pembangunan, yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan generasi saat ini tetapi tidak membahayakan kesempatan bagi generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Keterbatasan alam dalam mendukung kehidupan manusia sehingga perlu adanya upaya untuk menyadarkan dan membuat manusia peduli tidak hanya terhadap lingkungan hidup tapi juga pada lingkungan sosialnya (sustainability communication).6 Mendasari kondisi tersebut di atas, perilaku hidup
4
sehat dengan pola sehat pada bidan tidak menjamin terhindarnya tertular penyakit HIV/AIDS mengingat bidan adalah tenaga yang paling sering berkontak langsung dengan ibu bersalin, dan pada saat ini masih menjadi permasalahan masyarakat yang masih enggan dengan pola hidup sehat, terutama pada ibu hamil bahkan kurang nya nutrisi yang menyebabkan kejadian HIV/AIDS yang cukup memprihatinkan terutama pada ibu hamil maka pengendalian dan pencegahan terjadinya penyakit tersebut merupakan salah satu upaya yang strategis, dalam hal ini maka peranan bidan sebagai pemberi asuhan kebidanan kepada ibu hamil hingga bersalin sangatlah penting khususnya pada perilaku bidan dalam mencegah terjadinya kejadian tersebut pada ibu bersalin di mulai dari awal kehamilan, sehingga dapat segera di berikan tindakan ketika pada awal kehamilan terdapat indikasi penyakit dan virus tersebut agar tidak tertular pada janin atau pada bidan itu sendiri yang mengadakan kontak langsung, dalam hal ini selain pada ibu yang bersangkutan, bidan pun sangat mempengaruhi pada upaya tersebut. Perilaku bidan dalam pencegahan penyakit HIV/AIDS bila mendapatkan rangsangan yang baik, maka respon pun akan baik. Bidan dengan memperhatikan dan memberikan konseling kepada ibu hamil sebagai sebuah rangsangan agar di respon dengan perilaku yang baik akan menekan kejadian penyakit tersebut. Pengukuran perilaku pencegahan penyakit HIV/AIDS pada bidan ini adalah kedisiplinan, kebiasaan, dan keterampilan. Namun bidan di wilayah UPT Kota Serang melalui unit Puskesmas belum tampak upaya dalam membentuk perilaku yang baik dalam pencegahan penyakit yang di timbulkan oleh HIV tersebut, terutama dalam menggunakan alat pelindung diri tanpa ada faktor-faktor yang mendukung terjadi nya respon tersebut dengan alasan promosi kesehatan sangat lemah. Promosi kesehatan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadi nya perilaku tersebut. Promosi kesehatan adalah promosi kesehatan adalah proses sosial dan politis yang menyeluruh, yang tidak hanya menekankan pada kekuatan ketrampilan dan kemampuan individu, tetapi juga perubahan sosial, lingkungan dan kondisi ekonomi yang mempengaruhi kesehatan individu dan masyarakat. Jadi promosi kesehatan adalah proses untuk memungkinkan individu mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan dan mengembangkan kesehatan individu dan masyarakat.7 Sebagai sebuah kegiatan proses maka promosi kesehatan akan menjadi sebuah sarana yang strategis dalam membiasakan masyarakat berperilaku sehat, sehingga dapat mencapai derajat sehat. Berdasarkan pada SK Menkes RI No. 1193/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan. Visi, misi dan strategi
Pencegahan Penyakit HIV/AIDS pada Bidan di Puskesmas tersebut sejalan dan bersama program kesehatan lainnya mengisi pembangunan kesehatan dalam kerangka Paradigma Sehat menuju visi Indonesia Sehat. Bilamana ditengok kembali hal ini sejalan dengan visi global. Namun sampai saat ini persepsi masyarakat terhadap promosi kesehatan belum mencakup pada bentuk usaha pembangunana dalam kerangka pradigma sehat tersebut seperti yang tercantum dalam kebijakan tersebut di atas, namun masih dalam keraguan akan peran promosi kesehatan dapat memberikan andil dalam upaya mencapai derajat sehat. Disamping adanya promosi kesehatan, dukungan sarana prasarana juga berperan dalam mempengaruhi perilaku bidan dalam mencegah terjadinya kasus HIV/AIDS. Karena suatu organisasi bila dipandang dari system adalah mengandung beberapa unsur yaitu masukan (input), proses, keluaran, umpan balik, dampak dan lingkungan. Sumber daya seperti halnya sarana dan prasana merupakan bagian atau elemen dari input, keberadaan sumberdaya dalam sebuah organisasi merupakan hal yang sangat pokok sekaligus sebagai modal fungsi bagi sebuah organisasi. Terlebih pada sarana prasarana kesehatan dalam layanan pencegahan penyakit menular seperti HIV/AIDS. Mendasari hal tersebut, maka dukungan pada kondisi sarana prasarana dalam hal ini kelengkapan peralatan dan tempat, kesesuaian pada standar operational yang telah di tetapkan serta mudah nya pada jangkauan pelayanan, akan mendukung pada terciptanya layanan kesehatan kepada masyarakat. Ilmuan berpendapat bahwa rendahnya kinerja seringkali di sebabkan oleh dukungan sarana prasarana di samping reaward yang di terima pegawai, sehingga dapat menghambat efektivitas pekerjaan maupun efektivitas waktu dalam memberikan layanan kepada klien.8 Motivasi merupakan faktor internal pada diri masyarakat yang mempengaruhi pada perilaku masyarakat. Dimana motivasi diartikan sebagai kekuatan dorongan yang menggerakkan kita untuk berperilaku tertentu. Oleh karena itu, dalam mempelajari motivasi kita akan berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan dan tujuan. Di dalam konsep motivasi kita juga akan mempelajari sekelompok fenomena yang mempengaruhi sifat, kekuatan dan ketetapan dari tingkah laku manusia.9 Dorongan untuk hidup sehat pada diri bidan akan mempengaruhi pada perilaku nya, mengingat dengan adanya dorongan sebagai pemenuhan kebutuhan pada diri seseorang, akan menjadi sebuah sinergi yang kuat dalam bergerak mencapai tujuan. Pengaruh motivasi sehat terhadap perilaku ini senada dengan hasil penelitian Sri Yuni Tursilowati dalam penelitian tesis nya di politeknik Yogyakarta dengan hasil terdapat pengaruh yang signiikan pada motivasi
sehat dengan perilaku pada nilai 32,56%. Sedangkan dalam penelitian ini peneliti melibatkan pada beberapa indikator sebagai pengukuran yaitu, insentif, kebutuhan aktualisasi diri, dan tanggung jawab. Terkait dengan kedua faktor tersebut, berdasarkan pada hasil observasi dan wawancara dengan beberapa orang bidan, tampak gejala-gejala seperti: (1) Promosi kesehatan saat ini di Dinkes Kota Serang belum mampu memberikan keyakinan kepada bidan sebagai sebuah strategi dalam proses kegiatan yang mampu mencapai derajat sehat secara khusus dalam pencegahan penyakit HV/AIDS. (2) motivasi kerja bidan masih rendah, hal ini di tandai dengan kurangnya dorongan untuk mencapai kinerja yang optimal yang menjadikan lalai dalam penggunaan alat pelindung diri. Banyak permasalahan yang kompleks pada kasus kesehatan masyarakat menjadi tanggung jawab bersama, sehingga bidan perlu berperan dalam mencapai status derajat sehat pada daerah, maka berdasarkan pada permasalahan tersebut mengingat derajat kesehatan menjadi tanggung jawab bersama, terlebih dalam menekan angka mortalitas dan mobilitas, hal ini pula di dasari pada hasil pra survey, menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh promosi kesehatan, dukungan sosial, dan motivasi bidan terhadap perilaku pencegahan penyakit HIV/AIDS pada bidan di Puskesmas seKota Serang Tahun 2013. Diantara dampak negatif dari kemudahan komunikasi di antara anggota masyarakat secara global ke dalam negara kita adalah muncul dan berkembangnya penyakit berbahaya antara lain HIV/AIDS. Untuk pertama kalinya penderita AIDS diketahui pada tahun 1981 di Amerika Serikat dan penyakit ini kemudian berkembang luas di benua Afrika dan negara barat seperti Eropa dan Amerika Latin hingga Indonesia (1987). Dan pada tahun 1996 diketahui penderita HIV/AIDS di Indonesia sebanyak 438 orang. Sampai saat ini penyakit HIV/AIDS menjadi penyakit yang menakutkan bukan hanya masyarakat di wilayah kerja Dinkes, namun hampir seluruh lapisan masyarakat di daerah maupun perkotaan. Virus mematikan yang menyerang sel darah putih, padahal kita ketahui sel darah putih merupakan sistem penjaga kekebalan tubuh kita. Sampai saat ini menjadi prioritas utama program kesehatan Puskesmas wilayah Kota Serang, mengingat Puskesmas ini berada pada daerah dengan angka yang cukup tinggi pada kasus kejadian HIV/AIDS dibanding daerah lain di Provinsi Banten. Kasus kejadian HIV/AIDS di kota Serang cukup dengan tinggi dengan posisi kedua setelah Kota Tangerang seProvinsi Banten dengan dengan temuan kasus hingga Maret 2010 sebanyak 327 diantaranya kasus HIV dan 50 kasus AIDS dengan jumlah korban
5
Jurnal Ilmiah Kesehatan,, Vol 14 No. 3 Tahun 2015 meninggal sebanyak 17 orang. Angka ini cukup tinggi dan membuat resah masyarakat. Berdasarkan hasil observasi pra penelitian di Puksesmas wilayah Dinas Kota Serang, pola hidup sehat masyarakat terutama ibu hamil masih kurang baik, hal ini menjadi tanggung jawab bidan agar dapat memberikan penyuluhan pentingnya pola hidup sehat tersebut. Mendasari hal ini merupakan salah satu perilaku bidan pencegahan penyakit HIV/ AIDS namun saat ini dilapangan tampak terdapat kelemahan-kelemahan perilaku bidan belum mampu mengarahkan masyarakat untuk menerapkan pola hidup sehat karena hal tersebut juga merupakan konsep pembangunan berkelanjutan pada bidang kesehatan, mengingat pembangunan berkelanjutan telah menjadi konsep terdepan pada abad ke 21 (dua puluh satu). Karena masyarakat yang terjangkit penyakit ini, dapat menularkan kepada siapapun tanpa pandang status bahkan profesi, sedikit kelalaian dari bidan seperti lalai dalam menggunakan alat pelindung diri pada saat memberikan pertolongan persalinan dapat menjadi penyebab tertularnya penyakit ini. Saat ini pembangunan berkesinambungan memaparkan suatu pembangunan, yang sesuai dengan kebutuhankebutuhan generasi saat ini tetapi tidak membahayakan kesempatan bagi generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Keterbatasan alam dalam mendukung kehidupan manusia sehingga perlu adanya upaya untuk menyadarkan dan membuat manusia peduli tidak hanya terhadap lingkungan hidup tapi juga pada lingkungan sosialnya (sustainability communication). Perlindungan secara menyeluruh dengan menerapkan pola hidup sehat, sehingga pencegahan terhadap penyakit ini menjadi sebuah strategi yang strategis, melalui pembentukan perilaku sehat ataupun membentuk pola hidup yang sehat. Seperti dengan jalan cukup nutrisi, cukup olahraga, tidak melakukan sek bebas, tidak meminum alkohol dan tidak merokok serta pola hidup sehat lainnya, juga harus didukung oleh jaminan kesehatan dari dinas terkait, serta lingkungan yang mendukung. Hal-hal semacam ini yang belum tampak di kehidupan masyarakat di wilayah Dinkes. Ketika ibu hamil diberitahukan bahwa hasil tes HIV-nya positif, mereka dikonfrontasikan pada kenyataan bahwa mereka berhadapan dengan suatu keadaan terminal. Kenyataan ini akan memunculkan perasaan shock, penyangkalan, tidak percaya, depresi, kesepian, rasa tak berpengharapan, duka, marah, dan takut. Hal ini dapat menimbulkan kecemasan dan depresi, dan seringkali bidan terbawa cemas yang menjadikan ia goboh dan lalai menggunakan alat perlindung diri saat melakukan kontak dengan penderita. Padahal seharusnya bidan dapat
6
memberikan perlindungan maupun bantuan spirit agar pada tahun awal di mana belum muncul gejala, stres akan berkurang. Tetapi, dengan berjalannya waktu di mana fungsi imun semakin menurun dan mulai ada tanda-tanda berhubungan dengan HIV seperti ruamruam kulit, penurunan berat badan, sesak napas, dan sebagainya, kecemasan serta depresi dapat timbul lagi. Mungkin disertai pula gagasan bunuh diri, gangguan tidur, dan sebagainya. Ini dampak dari terjangkitnya virus mematikan tersebut, bukan hanya isik, namun gangguan spikis juga akan terganggu, disini bidan perlu melakukan sesuatu agar ibu bisa tenang dan mau mengikuti prosedur pengobatan. Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka tujuan penelitian adalah mencari pengaruh langsung dan tidak langsung promosi kesehatan dan motivasi kerja bidan terhadap perilaku mencegah penyakit HIV/AIDS, sedangkan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah belum diketahui pengaruh promosi kesehatan, dan motivasi bidan terhadap perilaku mencegah penyakit HIV/AIDS di Puskesmas seKota Serang tahun 2013. Permasalahan akan menjadi kompleks bila masyarakat tidak segera berbenah diri dan menyadari hidup sehat merupakan salah satu pencegahan terhadap terjangkitnya penyakit HIV/ AIDS. Metode Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah study kasus dengan pendekatan kuantitatif menekankan pada analisa secara statistik deskriptif dengan type explanatory Researh yaitu untuk menjelaskan pengaruh promkes dan motivasi kerja terhadap perilaku mencegah infeksi HIV/AIDS. Desain penelitian menggunakan crosssectional (belah melintang) dimana pengukuran penelitian dijelaskan pada variable eksogen adalah promkes sedangkan variabel endogen adalah motivasi dan perilaku mencegah infeksi HIV/AIDS. Pemilihan lokasi ini secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan untuk dapat mempermudah dalam pengumpulan data mengingat lokasi tersebut tempat peneliti bekerja. Mengingat faktor kendala peneliti seperti keterbatasan waktu, biaya dan kemampuan peneliti. Populasi dalam penelitian ini adalah bidanbidanpelaksana yang bertugas di wilayah Puskesmas seKota Serang, dengan teknik pengambilan sampel dengan quota random sampling. Metoda pengukuran baik untuk variabel eksogen mupun endogen, yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan skala interval, sedangkan teknik pengukuranya menggunakan Semantic diferential, yang mempunyai skala 5 point. Pada skala ini sifat positif diberi nilai paling besar dan sifat negatif di beri nilai paling kecil tetap dipertahankan, demikian juga prinsip
Pencegahan Penyakit HIV/AIDS pada Bidan di Puskesmas
Gambar 2 Inner Model Awal Penelitian pada pengaruh langsung dan tidak langsung
menggabungkan positif -negatif dan negatif - positif. Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan Structural Equation Model (SEM) dengan Partial Least Square (PLS), adapun langkahlangkahnya pertama merangcang model structural atau menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada substansi teori, setelah itu merancang model pengukuran (outer model) atau model pengukuran yang mendifnisikan hubungan antara variabel. Metode pendugaan parameter (estimasi) di dalam PLS adalah metode kuadrat terkecil (last square methods), Proses perhitungan dilakukan dengan cara iterasi, dimana iterasi akan berhenti jika telah tercapai kondisi konveragen. Pendugaan parameter di dalam PLS meliputi 3 hal, yaitu : (1)Weight estimate yang digunakan untuk menghitung data variable laten, (2) Path estimate yang menghubungan antar variabel laten dan estimasi loading antara variable laten dengan indikatornya, (3) Mean dan parameter lokasi (nilai konstanta regresi, intersep) untuk indikator dan variabel laten, (4) Evaluasi Goodness of Fit. Goodness of Fit Model di ukur menggunakan R2 variabel laten dependen dengan interprestasi yang sama dengan regresi. Q2 predictif relevance untuk model structural mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan
oleh model dan juga estimasi parameternya, (5) Pengujian Hipotesis (β, α, dan λ) dilakukan dengan metode resampling, (Bootstrap). Statistik uji yang digunakan adalah statistic t atau uji t. Penerapan metode resampling, memungkinkan berlakunya data terdistribusi bebas (distribution free) tidak memerlukan asumsi distribusi normal, serta tidak memerlukan sampel yang besar (direkomendasikan sampel minimum 30)23. Hasil Penelitian menggunakan analisis pemodelan SEM dimana perhitungan di bantu dengan sotware smartPLS. Proses analisa di lakukan melalui 3 tahapan, yaitu pengujian univariat dengan mengelompokan karakteristik responden, dan dilanjutkan pada tahapan mengujian bivariat hingga pada tahapan akhir yaitu pengujian hipotesis dengan dua pengukuran, yaitu pengukuran outer model dan pengukuran inner model Berdasarkan pada hasil pengelompokan karakteristik responden pada kelompok usia responden rata-rata berusia pada kelompok 27 – 30 tahun dengan 29 orang atau 48,3%, sedangkan pada kelompok pendidikan rata-rata responden adalah DIV dengan jumlah 33 orang atau 55%, dan pada kelompok lama bekerja adalah 4 – 7 tahun dengan 22 orang atau 36,7%.
7
Jurnal Ilmiah Kesehatan,, Vol 14 No. 3 Tahun 2015
Gambar 3 Inner Model Akhir Penelitian pada pengaruh langsung dan tidak langsung
Pada tahap pengujian kedua, yaitu pengujian bivariat, digunakan pengujian Chi Square dengan tingkat signiikansi α = 5% dan hasil nya pada setiap variabel menunjukan nilai Pvalue > 0,005. Hal ini menunjukan bahwa variabel penelitian tidak berhubungan dengan karakteristik responden. Setelah itu dilakukan tahap ketiga yaitu pengujian hipotesis dengan dua pengukuran, pengukuran outer model dan pengukuran inner model, dilakukan dengan bantuan sotware smartPLS. Hasil pengukuran pada outer model dengan indikator relektif yang dievaluasi dengan convergent dan discrimant validity dari indikatornya, dan composite reability untuk blok indikator. Sedangkan outer model dengan formatif indikator dievaluasi berdasarkan substantive contentnya, yaitu dengan membandingkan besarnya relative weight dan melihat signiikansi dari ukuran weight tersebut hasil pengukuran outer model dari penelitian ini adalah dapat dilihat pada gambar 1. Hasil pengujian outer model pada tiap variabel dengan indikatornya menghasilkan CFA dengan nilai alfa 0,54-0,94 dan nilai T 6,5-109,78. GOF measurement model memberikan hasil pada nilai AVE masing-masing variabel di atas akarnya, yaitu dengan nilai 0,863496 untuk variabel motivasi dan 0,789727 untuk variabel promkes, dan 0,805685 untuk variabel perilaku. Pada pengujian composite reabiliti dan alpha
cronbachs juga memiliki angka di atas r tabel sehingga seluruhnya di nyatakan reabel dan menunjukkan nilai GOF outer model memiliki lamda > 0,5 untuk semua indikator pada masing-masing variabel (0,77-1,00) Nilai validitas dan realibilitas juga tinggi (lebih besar dari yang disyaratkan) sehingga proses pembacaan dapat dilanjutkan untuk GOF inner modelnya pada gambar 2. Berdasarkan pada hasil di atas, ada dua jalur yang tidak memenuhi angka signiikan pada nilai α = 0,05 (1,96), yaitu jalur promkes terhadap perilaku mencegah penyakit HIV/AIDS dengan nilai 1,913 < 1,96. Walaupun masih bisa dipertahankan bila menggunakan parameter 85%, namun untuk persamaan parameter dilakukan pengulangan bootstrapping ulang, dan peneliti melakukan bootstrapping sebanyak sampai nilai 120 kali. Estimasi koeisien regresi akan dilakukan terhadap regresi pada 60 observasi dilakukan beberapa kali sehingga diperoleh koeisien regresi sebanyak 120 (jumlah sampel untuk bootstraspping) sehingga mendapatkan nilai seperti yang tertera dalam gambar model penelitian gambar 3. Berdasarkan pada hasil di atas, seluruh jalur telah memenuhi angka signiikan pada nilai α = 0,05 (1,96). Evaluasi dengan loadings Factor dilakukan untuk menilai signiikansi konstruk laten dengan konstruknya, yaitu dengan membandingkan nilai
Tabel 1 Nilai pengaruh langsung dan tidak Langsung ke Variabel perilaku kunjungan dengan T Statistik pada Hubungan Antara variabel pada Struktural Model
Variabel Promosi kesehatan Motivasi kerja bidan
8
LV Correlation 0,706264
Direct Rho 0,189
Indirect Rho 0,517
0,802087
0,652
-
Total
Indirect % 32,89
Total %
0,706
Direct % 13,34
0,652
52,29
-
52,29
1,358
65,63
32,89
98,52
46,23
Pencegahan Penyakit HIV/AIDS pada Bidan di Puskesmas r-statistik masing-masing konstruk laten dengan nilai α = 0,05 (1,96). Berdasarkan pada tabel tersebut diatas, menunjukan bahwa motivasi kerja bidan berpengaruh terhadap perilaku mencegah dengan nilai T sebesar 7,015159 dan signiikan pada 5% (T hit > 1,96), promosi kesehatan berpengaruh terhadap motivasi kerja bidan kerja dengan nilai T hit lebih besar dari nilai T tab (30,530614 > 1,96) sehingga hubungan antara dua variabel ini berkorelasi, sedangkan promosi kesehatan berpengaruh terhadap perilaku mencegah mengalami signiikan dengan hasil perhitungan 2,568 sehingga nilai ini jauh lebih besar dari T hit (2,077564 > 1,96). Dari hasil perhitungan ini hipotesis yang yang diajukan oleh peneliti dalam penelitian pengaruh antara Promosi kesehatan, Motivasi kerja bidan kerja Terhadap Perilaku mencegah penyakit HIV/AIDS di terima. Presentase besaran pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung dijelaskan pada tabel 1. Berdasarkan tabel 1, dapat ditarik kesimpulan bahwa total pengaruh langsung antara promosi kesehatan, motivasi kerja bidan kerja terhadap perilaku mencegah penyakit HIV/AIDS berjumlah 73,156%. Sedangkan besaran pengaruh masingmasing berdasarkan pengaruh langsung dan tidak langsung adalah 65,3% (untuk pengaruh langsung) dan 7,856% untuk pengaruh tidak langsung. Secara matematis, bentuk persamaan struktural maka dapat dibuat persamaan model matematiknya sebagai berikut: a. Promosi Kesehatan dan motivasi kerja terhadap perilaku mencegah penyakit η1 = γ1 * ξ 1 + γ3 * ξ2 η1 = 0,189 * ξ 1 + 0,652 * ξ2 b. promosi kesehatan terhadap perilaku mencegah perilaku η2= β1 * η2 + X1 η2= 0,793* η2 + X1 Selanjutnya dihitung nilai (Q²) adalah sebagai berikut: = 1 - (1 - R1) (1 - R2) = 1 – (1-(0,656572)) (1-(0,629187)) = 1- (0,343428*0,370813) = 1- (0,127348) = 0,872652 atau 87,26% Sehingga didapatkan Galat Model = 100% - 87,26%= 12,74% Berdasarkan nilai Q Square di atas, dapat ditarik benang merahnya bahwa, model analisis dapat menjelaskan 87,26% keragaman data, dan mampu mengkaji fenomena yang dipakai dalam penelitian, sedangkan 12,74% adalah komponen lain yang tidak ada dalam penelitian ini.
Pembahasan Promosi kesehatan diukur melalui indikator pengembangan network di masyarakat, melakukan konseling, dan memberikan penyuluhan. Indicator ini disusun berdasarkan pada strategis promosi kesehatan. Sedangkan pada perilaku mencegah penyakit AIDS/ HIV diukur melalui tiga indicator pula yaitu, tansfusi darah, penggunaan APD dan mencegah infeksi. Katiga indicator tersebut, disusun berdasarkan pada perilaku sehat dalam kategori mencegah penyakit, berdasarkan pada indicator tersebut, peneliti menghubungkan antara promosi kesehatan dengan perilaku mencegah penyakit HIV/AIDS seperti yang telah di paparkan sebelum nya memiliki pengaruh di antara kedua nya.10 Hasil penelitian menunjukan, bahwa sebagaian besar responden menilai adanya promosi kesehatan melalui ketiga indikator tersebut adalah baik. Hal ini di tandai dengan seluruh nilai cross loading antara indikator dengan variabelnya dengan nilai baik. Demikian juga dengan indikator perilaku mencegah penyakit HIV/AIDS memiliki nilai positif terhadap variabelnya, sehingga kedua variable tersebut di hubungkan melalui kepengaruhan yang timbulkan. Berdasarkan hasi perhitungan, antara promosi kesehatan dengan perilaku mencegah penyakit HIV/AIDS berpengaruh secara signiikan dengan menggunakan parameter α =0,05% yaitu dengan nilai 1,96. Dan hasil t statistic yang dihasilkan antara promosi kesehatan terhadap perilaku adalah 2,078 (2,078 > 1,96). Nilai yang cukup tinggi yang menunjukan nilai signiikansi pengaruh, dan hasil pengaruh langsung pun di mendaparkan nilai sebesar 18,9%. Hasil analisis juga telah memperkirakan bahwa bila promosi kesehatan di tingkatkan dengan baik, seperti dengan melakukan konseling yang intensif kepada masyarakat, mengembangkan network di masyarakat serta dengan memberikan penyuluhan, akan meningkatkan perilaku kesehatan khususnya dalam mencegah penyakit HIV/AIDS pada bidan kepada masyarakat. Hasil penelitian ini juga cenderung dengan pendapat ahli yang disimpulkan bahwa promosi kesehatan merupakan determinan penting perilaku sehat dari masyarakat, keluarga, dan individu. Sedangkan perilaku mencegah penyakit HIV/AIDS pada bidan merupakan bagian dari perilaku sehat dari individu, bidan berperilaku mencegah penyakit HIV/AIDS tersebut pada masyarakat khususnya yang berkunjung di Puskesmas di wilayah Kota Serang. Secara kelembagaan, hasil penelitian ini menunjukan kesamaan dengan ketetapan Committee on Health Education and Promotion Terminology, hasil konfersi nasional ke 4 tentang promosi kesehatan yang dikutip Ketetapan Departemen Kesehatan RI, yang menjadikan Promosi kesehatan sebagai strategi yang
9
Jurnal Ilmiah Kesehatan,, Vol 14 No. 3 Tahun 2015 penting dalam determinan penting dari perilaku sehat, dalam hal ini adalah perilaku mencegah penyakit HIV/ AIDS sehingga menjadilan promosi kesehatan sebagai strategi dalam program meningkatkan perilaku sehat masyarakat.18 Berdasarkan pada penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa promosi kesehatan yang baik akan dapat membantu mendorong bidan berperilaku mencegah penyakit HIV/AIDS. Sehingga dengan pandangan tersebut, dapat dijelaskan melalui pendekatan perilaku mencegah HIV/AIDS dan promosi kesehatan pada bidan yang dikembangkan para ahli dapat diuraikan secara sederhana sebagai berikut: (1) Perilaku mencegah penyakit HIV/AIDS merupakan respon dari bidan terhadap stimulus tentang sakit, pelayanan kesehatan, dan lingkungan, perilaku mencegah ini meliputi tindakan pemeliharaan kesehatan dari terjangkitnya penyakit HIV/AIDS dan merebaknya penyakit tersebut di masyarakat.(2) Promosi kesehatan menciptakan dan memberikan ruang lingkup factor pemungkin, factor pemudah, dan factor penguat untuk merubah perilaku dari tidka sehat menjadi perilaku sehat. (3) Perilaku mencegah penyakit HIV/AIDS sebagai bagian dari perilaku hidup sehat dan bersih akan berkualitas, bila pelaksanaan promosi kesehatan terus tetap terpelihara dengan baik melalui pelaksanaan strategi promosi kesehatan yang berkesinambungan dan terus menerus. (4) Diperlukan dukungan diluar faktor promosi kesehatan untuk meningkatkan perilaku mencegah penyakit HIV/AIDS sebagai bagian dari perilaku sehat seperti kebijakan sector kesehatan, ekonomi. Motivasi kerja diukur melalui tiga indikator yaitu insentif, harapan, dan tanggung jawab. Sebagai mana kita ketahui bahwa motivasi pada dasarnya dalah dorongan daya penggerak seseorang dalam melakukan kegiatan mencapai tujuan yang diinginkan, sedangkan perilaku mencegah penyakit HIV/AIDS seperti yang di paparkan di atas, dan merupakan bagian dari perilaku sehat dalam ketgori mencegah rasa sakit. Sehingga bila dihubungkan antara motivasi kerja bidan dengan perilaku mencegah penyakit HIV/AIDS tersebut, merupakan sebuah factor dalam diri bidan dalam merespon stimulus agar berperilaku mencegah penyakit tersebut. Hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh antara motivasi kerja dengan perilaku mencegah penyakit HIV/AIDS dengan diperoleh nilai signiikansi sebesar 7,015. Nilai ini menggunakan para meter α = 0,05(1,96) sehingga nilai ini pula yang akhirnya membuktikan adanya pengaruh antara motivasi kerja bidan dengan perilaku mencegah penyakit HIV/AIDS. Pada masing-masing nilai cross loading indicator motivasi kerja pun sangat positif terhadap variabel nya, sehingga dengan adanya kontribusi sebesar 65,2%
10
dari motivasi kerja bidan terhadap perilaku mencegah penyakit HIV/AIDS dapat di nyatakan signiikan. Hasil analisis juga telah memperkirakan bahwa dengan memberikan rangsanan yang dapat menimbulkan motivasi pada bidan dapat meningkatkan perilaku bidan dalam mencegah HIV/ AIDS, mengingat motivasi adalah daya penggerak seseorang dalam melakukan kegiatan mencapai tujuan. Berdasarkan pada hal ini diungkapkan bahwa perilaku terjadi karena adanya motivasi atau dorongan (drive) yang mengarahkan bidan untuk bertindak sesuai dengan kepentingan atau tujuan yang ingin dicapai. Karena tanpa dorongan tadi tidak akan ada suatu kekuatan yang mengarahkan bidan pada suatu mekanisme timbulnya perilaku. Dorongan diaktikan oleh adanya kebutuhan (need), dalam arti kebutuhan membangkitkan dorongan, dan dorongan ini pada akhirnya mengaktikan atau memunculkan mekanisme perilaku.9 Lebih lanjut dijelaskan bahwa motivasi sebagai penyebab dari timbulnya perilaku menurut konsep Woodworth mempunyai 3 (tiga) karakteristik, yaitu : (a) intensitas; menyangkut lemah dan kuatnya dorongan sehingga menyebabkan individu berperilaku tertentu; (b) pemberi arah; mengarahkan individu dalam menghindari atau melakukan suatu perilaku tertentu; dan (c) persistensi atau kecenderungan untuk mengulang perilaku secara terus menerus. Pandangan lain yang menegaskan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh motivasi atau dorongan oleh kepentingan mengadakan pemenuhan atau pemuasan terhadap kebutuhan yang ada pada diri individu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa perilaku muncul tidak semata-mata karena dorongan yang bermula dari kebutuhan individu saja, tetapi juga karena adanya faktor belajar. Faktor dorongan ini dikonsepsikan sebagai kumpulan energi yang dapat mengaktikan tingkah laku atau sebagai motivasional faktor, dimana timbulnya perilaku menurut Hull adalah fungsi dari tiga hal yaitu : kekuatan dari dorongan yang ada pada individu; kebiasaan yang didapat dari hasil belajar; serta interaksi antara keduanya. Berdasarkan pada penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa motivasi kerja bidan yang baik akan dapat membantu mendorong bidan berperilaku mencegah penyakit HIV/AIDS. Sehingga dengan pandangan tersebut, dapat dijelaskan melalui pendekatan perilaku mencegah HIV/AIDS dan motivasi kerja pada bidan yang dikembangkan para ahli. Berdasarkan pada uraian di atas, maka asumsi peneliti motivasi kerja bidan adalah factor utama dan penting dalam menggerakkan kemampuan bidan dalam bekerja sehingga dapat menjalankan tugas dengan baik, dan kaitan dengan perilaku mencegah penyakit
Pencegahan Penyakit HIV/AIDS pada Bidan di Puskesmas HIV/AIDS adalah dengan adanya motivasi yang baik akan mendorong bidan berperilaku mencegah penyakit HIV/AIDS di karenakan mencegah penyakit tersebut merupakan bagian dari melaksanakan tugas dan kewajiban bidan di Puskesmas. Promosi kesehatan seperti yang telah di paparkan di atas, diukur berdasarkan pada tiga indikator yaitu pengembangan network di masyarakat, memberikan penyuluhan serta mengadakan konseling, sedangkan pada motivasi kerja di kembangkan dengan tiga indicator pula, yaitu insentif, harapan, dan tanggung jawab. Bila dihubungkan antara promosi kesehatan dengan motivasi kerja tersebut, tampak bahwa promosi kesehatan adalah upaya dengan meningkatkan pengetahuan. Mengingat promosi kesehatan merupakan faktor penungkin, faktor pendukung, dan factor penguat, sehingga jelas disini sebagai upaya menyelesaikan masalah. Dalam penelitian ini menghasilkan hasil pengaruh antara promosi kesehatan terhadap motivasi kerja bidan dengan di dapat nilai sebesar 30,531. Dengan menggunakan parameter α = 0,050 (1,96) telah membuktikan adanya pengaruh antara promosi kesehatan dengan motivasi kerja bidan, dengan nilai pengaruh sebesar 79,3%. Angka yang cukup tinggi dalam mengukur sebuah pengaruh antara variabel, sehingga dapat di jelaskan, perilaku mencegah penyakit akan sangat tinggi dilakukan bidan bila motivasi kerja yang baik yang timbul dari pelaksanaan promosi kesehatan terbentuk pada masing-masing bidan. Promosi kesehatan di tempat kerja, adalah upaya untuk memperdayakan bidan untuk memerlihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri dan masyarakat, sehingga akan menimbulkan motivasi kerja yang tinggi., selain untuk memberdayakan tenaga kesehatan, juga untuk mengenali masalah yang ditimbulkan dalam bekerja. Berdasarkan pada uraian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa Fungsi utama dari promosi kesehatan adalah bertujuan melakukan pemberdayaan sehingga orang mempunyai kontrol lebih besar terhadap aspek-aspek kehidupan mereka yang mempengaruhi kesehatan. Fungsi kontrol ini akan mempengaruhi masing-masing individu yang berdampak pada peningkatkan motivasi kerja bidan. Terutama untuk meningkatkan kinerja mengenai perilaku mencegah penyakit HIV/AIDS. Berdasarkan pada asumsi peneliti, bahwa motivasi kerja bidan dalam melaksanakan dan berperilaku mencegah penyakit HIV/AIDS sangat di perngaruhi oleh factor luar, mengingat bidan adalah mahluk sosial yang mengadakan interaksi dengan manusia lainnya, sehingga motivasi dalam dirinya berfungsi untuk mendorong dirinya melakukan tugas dengan baik, didukung oleh promosi kesehatan yang terus menerus dilakukan.
Berdasarkan hasil penelitian, menggunakan conindent interval sebesar 95% di temukan pengaruh langsung dan tidak langsung antara tentang pada pengaruh promosi kesehatan dan motivasi bidan terhadap perilaku mencegah penyakit HIV/AIDS pada bidan di Puskesmas seKota Serang tahun 2013 dan melalui analisa pendekatan kuantitatif serta penggunaan pemodelan SEM dan bantuan sotware smartPLS masing-masing hipotesis telah terbukti memiliki pengaruh, dan temuan di dapat jalur promosi kesehatan terhadap motivasi memiliki nilai tertinggi, sehingga di dapat disimpulkan jalur promosi kesehatan terhadap motivasi kerja bidan yang mengarahkan pada perilaku mencegah penyakit HIV/AIDS mendapat nilai tertinggi dan model analisis dapat menjelaskan 87,26% keragaman data, dan mampu mengkaji fenomena yang dipakai dalam penelitian, sedangkan 12,74% adalah komponen lain yang tidak ada dalam penelitian ini. Sehingga di sarankan pada pihak puskesmas memberikan arahan kepada bidan agar mampu memberikan konseling dalam bentuk penyuluhan kepada ibu hamil tentang pencegahan infeksi HIV/ AIDS serta kiat-kiat menghindari penyakit tersebut, dan memotivasi bidan agar mematuhi prosedur dalam mencegah penyakit HIV/AIDS salah satu nya adalah dengan menggunakan APD saat kontak langsung dengan ibu hamil pada saat pemeriksaan. Datar Pustaka 1. Badan Pusat Statistik, Survei Demograi dan Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta: kerjasama BKKBN, Depkes RI, ORC Macro USA,2007. 2. Depkes RI. Modul Asuhan Persalinan Normal, Jakarta:Depkes RI, 2004 3. Handayaningrat, S. Pengantar Suatu Ilmu Administrasi Dan Manajemen, Jakarta:Gunung Agung, 2002 4. Notoadmodjo S., Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta, 2003 5. Cholil, Abdullah, Penurunan Angka Kematian ibu, Jakarta: makalah Latihan Kepemimpinan Wanita (LPKW), 2003. 6. Ghozali Imam, Struktural Wquation Modelling metode alternatif dengan Partial Least Squaere (PLS), Semarang,badan penerbit Undip, 2008. 7. Saifudin, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: JNPKRR-POGI, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,m 2002. 8. Handoko, H.T. Manajemen, Yogyakarta: BPFE UGM, 2001. 9. Hersey, P. et.al. Management Of Organizational Behavior : Utilizing Human Resources, Prentice Hall International, Inc., New Jersey,1995. 10. Mc.Kenzie J.F., Pinger R.R., Kotecki J.E., Kesehatan Masyarakat Suatu Pengantar, Jakarta: EGC, 2007. 11. Notoadmodjo S., Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip-
11
Jurnal Ilmiah Kesehatan,, Vol 14 No. 3 Tahun 2015 Prinsip Dasar , Jakarta: Rineka Cipta, 2000. 12. Notoadmodjo S., Promosi Kesehatan ; Teori dan Aplikasi, Jakarta: Rineka Cipta, Jakarta,2005 13. Rahmawati, Titik. Dasar-dasar Kebidanan. Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya 2012. 14. Suryani, Evi Sri. Konsep Kebidanan. Yogyakarta:Nuha Madika 2011. 15. Stoner, J.A.F. Management, New York: Prentice-Hall International, 1996. 16. SKDI, Survei Demograi dan Kesehatan Indonesia 2007, Jakarta:BPS, 2007 17. Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP, 2005. 18. Sarwono S., Sosiologi Kesehatan:Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya, Jakarta:Gajah Mada University Pers, 2000. 19. Soeparto. Etika Dan Hukum Dibidang Kesehatan Edisi
12
20.
21. 22. 23.
Kedua. Surabaya: Airlanggapress, 2006 Winandari, Persalinan dan Faktor-faktor yang berhubungan di Kabupaten Bogor tahun 2002, Jakarta: hesis perpustakaan Universitas Indonesia,2002. Vincent Gaspersz, Teknik Penarikan Contoh untuk Penelitian Survei, Tarsito, Bandung:Tarsito, 2000. Tjiptono, Fandy. Prinsip – prinsip Total Quality Service (TQS). Yogyakarta: Penerbit ANDI,2000. Keleher, H., MacDougall, C., & Murphy, B. Understanding Health Promotion. Victoria, Australia : Oxford University Pr, 2007.