Jurnal Ilmiah Kesehatan
ARTIKEL PENELITIAN
Vol. 14 No. 2 Tahun 2015
Alternatif Kebijakan Operasional Perkawinan Remaja Di Kecamatan Bekasi Utara
Dewi Fajar Wati1, HM Haizurrachman2 1
Prodi D III Kebidanan Universitas MH. hamrin, 2 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju 1 Jln. Raya Pondok Gede No. 23-25 Kramat Jati Jakarta Timur 13550. Email :
[email protected]
Abstrak
Kata kunci
Perkawinan remaja masih sering dijumpai pada masyarakat, Indonesia termasuk negara dengan presentase perkawinan remaja tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja.1 Riskesdas tahun 2012 jumlah perempuan muda yang perkawinan pertama di bawah usia 20 tahun (4,8% pada usia 10-14 tahun, 41,9% pada usia 15-19 tahun). Dampak yang ditimbulkan diantaranya perceraian, pertambahan penduduk meningkat dengan cepat, meningkatkan kematian ibu dan bayi. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam hal ini BKKBN dengan program Generasi Berencana (GenRe) dan Pusat Informasi dan Komunikasi Remaja (PIK-R).3 Studi ini bertujuan memberikan alternatif kebijakan operasional perkawinan remaja di Kecamatan Bekasi Utara Tahun 2014. Alternatif kebijakan operasional didapatkan dengan menggunakan analysis of dan analysis for. Jenis penelitian kualitatif, pengolahan data dengan triangulasi dari wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen dan sumber beberapa pakar. Informan dalam penelitian ini adalah remaja dan orang tua sebanyak 8 orang serta informan kunci sebanyak 3 orang. Pemilihan informan dengan purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan orang tua dan remaja rendah, kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, pergaulan bebas dan pengaruh teman sebaya serta pengaruh lingkungan/budaya masyarakat. Evaluasi terhadap kebijakan operasional perkawinan remaja yaitu belum terbentuknya PIK Remaja (PIK-R) dan sosialisasi penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja (PKBR), belum adanya SOP pembentukan PIK-R dan sosialisasi PKBR. Berdasarkan hasil penelitian diatas rekomendasi alternatif kebijakan operasional perkawinan remaja adalah Pembuatan SOP pembentukan PIK-R dan sosialisasi program PKBR. Perkawinan remaja, program GenRe
Abstract
Teen marriages are still common in Middle societies, Indonesia is the country with the second highest percentage of teen marriage in ASEAN ater Cambodia.1 Riskesdas 2012 the number of young women under the age of irst marriage of 20 years (4.8% at age 10-14 years, 41.9% at age 15-19 years). he impact of which divorce, population growth is increasing rapidly, improving maternal and infant mortality. Eforts made by the government in this case is BKKBN with program Generasi Berencana (GenRe) and Pusat Informasi dan Komunikasi remaja (PIK-R).3 his study aims to provide an alternative operational policies teen marriage in North Jakarta District 2014. Qualitative research, data processing by triangulation from in-depth interviews, observation, document review and the source of some experts. Informants in this study were young and older people as much as 8 people and key informants were 3 people. Selection of informants with purposive sampling.hese results indicate that the education of parents and adolescents is low, the lack of knowledge about reproductive health, free association and peer inluences and the inluence of the environment / culture. Evaluation of operational policies adolescent marriage is not the formation of the PIK-R and socialization preparation of PKBR, lack of PIK-R SOP formation and socialization PKBR. Based on the result of operational policy alternatives on adolescent marriage is Making SOP formation of PIK-R and socialization PKBR program.
Key Words
Teen marriage, GenRe Program
1
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 14 No. 2 Tahun 2015 Pendahuluan Perkawinan remaja di Indonesia masih sangat tinggi. Pada tahun 2010 Indonesia termasuk negara dengan presentase perkawinan remaja peringkat 37 di tingkat Dunia. Tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja 1. Berdasarkan SDKI 2010 menunjukan bahwa prevalensi umur perkawinan pertama antara 15-19 tahun sebanyak 41,9 % 2. Sedangkan Riskesdas tahun 2012 jumlah perempuan muda yang perkawinan pertama di bawah usia 20 tahun (4,8% pada usia 10-14 tahun, 41,9% pada usia 15-19 tahun). Umur pertama menikah pada usia sangat muda (10-14 tahun) cenderung lebih tinggi di pedesaan (6,2%), kelompok perempuan yang tidak sekolah (9,5%), kelompok petani/ nelayan/buruh (6,3%), serta status ekonomi terendah (6,0%). Hasil penelitian BKKBN tahun 2012 terhadap 4 provinsi tertinggi perkawinan remaja adalah Kalimantan Tengah 52,1%, Jawa Barat 50,2%, Kalimantan Selatan 48,4%, Bangka Belitung 47,9% dan Sulawesi Tengah 46,3%. Faktor yang mempengaruhi perkawinan remaja antara lain faktor kebutuhan ekonomi, pendidikan rendah, budaya nikah muda, pernikahan yang diatur, seks bebas, dari aspek sosial ekonomi yaitu respon kebijakan publik (aspek kebijakan), budaya, kebiasaan dan prakteknya (aspek budaya), aksesibilitas kesejahteraan dan keterbukaan/kesetaraan (aspek kesempatan).1 Berdasarkan hasil studi pendahuluan dilakukan wawancara pada tiga remaja di Kecamatan Bekasi Utara yang menyebabkan mereka melakukan perkawinan remaja yaitu, hamil sebelum menikah, tidak melanjutkan sekolah dan tidak bekerja, orang tua yang menginginkan anaknya untuk segera menikah. Remaja juga tidak mengetahui mengenai batasan usia menurut Undang-undang perkawinan. Dampak yang ditimbulkan dari perkawinan remaja lebih banyak dampak negatif diantaranya perceraian, pertambahan penduduk meningkat dengan cepat, meningkatkan kematian ibu dan bayi. Hal ini dikarenakan resiko komplikasi kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir. Hal ini juga menyebabkan sulit terwujudnya keluarga berkualitas karena kematangan psikologis belum tercapai. Mengurangi kebebasan mengembangkan diri remaja dan konlik keluarga.3 Perkawinan remaja dapat meningkatkan kematian ibu dan bayi karena komplikasi kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir. Kehamilan remaja < 20 tahun ikut menentukan prognosa kehamilan yang berimplikasi terhadap kesehatan ibu dan anak serta mempunyai beban psikologis bagi pasangan.4
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan angka perkawinan remaja baik yang 2
dilakukan oleh Kementrian Kesehatan melalui Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja (PKRR). Maupun yang dilakukan oleh BKKBN melalui program Pendewasaan Usia Perkawinan dan Kesehatan Reproduksi Remaja, yang dalam pelaksanaannya diintegrasikan melalui program Generasi Berencana (GenRe) dan dan Pusat Informasi dan Komunikasi Remaja (PIK-R).3 Perilaku perkawinan remaja di wilayah Kecamatan Bekasi Utara dalam tiga tahun terakhir cenderung meningkat. Hal ini tidak sesuai dengan harapan BKKBN BP3AKB Kotamadya Bekasi. Dimana upaya untuk menurunkan perkawinan remaja telah dilaksanakan tahun 2010 melalui kedua program tersebut. Dalam hal ini divisi yang melaksanakan program sosialisasi program GenRe dan PIK-R adalah BP3AKB.3 Program GenRe mulai gencar disosialisasikan kepada masyarakat sejak tahun 2010, bertujuan untuk memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang 8 Fungsi Keluarga, Pendewasaan Usia Perkawinan, TRIAD KRR, Life Skills, Gender, Advokasi dan KIE. Program GenRe, yang dikelola dari, oleh, dan untuk remaja atau mahasiswa. Dalam pelaksanaannya BKKBN bekerjasama dengan Kemendikbud melalui Sekolah-sekolah SMA di Indonesia.5 Program PIKR/M dilakukan melalui pembentukan PIK-R/M ditingkat provinsi/Kota sampai tingkat Kecamatan.
Program GenRe dan PIK-R yang telah dilaksanakan sejak tahun 2010 merupakan turunan dari kebijakan BKKBN yaitu Undang-Undang No 52 tahun 2009 dan terintegrasi dengan program Keluarga Berencana.6 Setelah dilaksanakan mulai tahun 2010
selanjutnya akan dilakukan evaluasi, apakah program yang dijalankan sudah baik dan perlu dipertahankan atau diperlukan alternatif kebijakan untuk perbaikan. Berdasarkan studi pendahuluan diwilayah Kecamatan Bekasi Utara didapatkan bahwa remaja tidak mengetahui tentang program PUP dan PIK-R. Melihat hal tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang alternatif kebijakan perkawinan remaja di Kecamatan Bekasi Utara Tahun 2014. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dan dianalisis dengan menggunakan matriks triangulasi dari wawancara mendalam, observasi, telaah dokumen dan sumber beberapa pakar. Informan dalam penelitian ini adalah remaja dan orang tua pelaku perkawinan remaja sebanyak 8 orang dan informan kunci sebanyak 3 orang. Cara pemilihan informan dan informan kuncinya dengan purposive sampling.
Alternatif Kebijakan Operasional Perkawinan Remaja Di Kecamatan Bekasi Utara Penelitian dilakukan diwilayah Kecamatan Bekasi Utara, pada bulan Februari 2014. Analisa of dan analisis for digunakan untuk mendapatkan alternative kebijakan perkawinan remaja. Kerangka berikir dalam penelitian kualitatif ini dibuat untuk melihat seluruh faktor yang mempengaruhi perkawinan remaja serta alternatif kebijakan sesuai dengan keadaan di masyarakat.7 Pada pene-
Tabel 1 Analisis Alternatif Kebijakan Perkawinan Remaja
litian ini, digunakan dengan analisis kebijakan dengan model klasik proses pemecahan masalah versi Patton & Savicky yaitu:
Hasil
Skema 1. Kerangka Pikir Penelitian Alternatif Kebijakan Perkawinan Remaja di Kecamatan Bekasi Utara Tahun 2014 Sumber : Riant Nugroho, 2003.
Analisis kebijakan perkawinan remaja dilakukan dengan menggunakan pendekatan Hill yang disajikan ke dalam format analysis of policy berupa empat komponen isi, implementasi, hasil dan lingkungan kebijakan. Formulasi analysis of policy ini selanjutnya dibuat suatu strategi sebagai jawaban atau pemikiran untuk mengatasi keadaan tentang kebijakan atau status of policy yang telah dianalisis kemudian untuk disajikan ke dalam format analysis for policy sebagai suatu usulan untuk kebijakan yang telah ada.4
Hasil penelitian melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada empat orang informan remaja dan orang tua, Kepala KUA Kecamatan Bekasi Utara, Ulama dan Kepala SubDit PenMot BP3AKB. Observasi dilakukan mengenai fenomena perkawinan remaja yang terjadi dimasyarakat Kecamatan Bekasi Utara. Serta telaah dokumen Telaah dokumen terkait kebijakan operasional perkawinan remaja yaitu UU Perkawinan No 1 Tahun 1974, PenMen Agama No.11 tahun 2007 tentang Pencatatan nikah, Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Daerah 2013-2018 terkait dengan Program GenRe, SOP Pembinaan PIK Remaja dan Sosialisasi PKBR dan SPM Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejatera di Kabupaten/ Kota. Hasil wawancara mendalam dan observasi mengenai identiikasi faktor yang mempengaruhi perkawinan remaja di Kecamatan Bekasi Utara yang paling dominan adalah pergaulan bebas/seks bebas, pendidikan yang rendah, pengaruh lingkungan dan teman sebaya. Menurut informan Ay: “ Saya pacaran sudah 5 tahun, karena sama-sama cinta akhirnya kita melakukan hubungan begituan terus saya hamil, akhirnya mau gak mau kita nikah, awalnya orang tua marah banget
3
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 14 No. 2 Tahun 2015 tapi terus nerima saya dan suami “.Banyak juga sih yang nikah muda sama kayak saya, teman dekat saya ada 8 yang menikah muda ada 5 orang. No
Informan
Usia
Pendidikan
Usia saat menikah 18 tahun 5 bulan
1
Ay
20 Tahun
SMP
2
Yt
49 Tahun
SMP
3
Mu
19 Tahun
SMP
4
Tu
60 Tahun
Tidak Sekolah
5
Ml
20 Tahun
SMA
6
Hn
50 Tahun
SD
7
Nc
22 Tahun
SD
8
Yn
47 Tahun
Tidak Sekolah
17 tahun 19 Tahun 17 Tahun
Faktor lainnya yang mempengaruhi perkawinan remaja antara lain pendidikan yang rendah baik orang tua maupun remaja, kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja dan motivasi diri. Faktor Kabijakan pemerintah dalam hal ini BP3AKB Kota Bekasi dalam menanggulagi perkawinan remaja yaitu adanya Program Pendewasaan Usia Perkawinan yang tertuang dalam Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Daerah 2013-2018, adanya Tupoksi KaSubDit PenMot remaja dan KB untuk pembentukan PIK Remaja, SOP pembinaan PIK-R dan Penyiapan Kehidupan Berkeluarga Remaja (PKBR) dan Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Implementasi kebijakan pencegahan perkawinan remaja yang dilakukan BP3AKB Kota Bekasi melalui SubDit Penerangan dan Motivasi Remaja dan Keluarga Berencana. Untuk Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP), PIK-R dan PKBR sejak tahun 19961997 yang kemudian terus diperbaharui baik program maupun materi yang diberikan. Pembahasan Faktor-faktor yang mempengaruhi perkawinan remaja di Kecamatan Bekasi Utara 1. Faktor Individu Faktor individu antara lain pendidikan yang rendah, kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja dan motivasi diri. Informan pada penelitian ini satu orang informan yang berpendidikan SD, dua orang berpendidikan SMP. Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada individu, kelompok atau masyarakat. Telah disadari pendidikan merupakan landasan untuk upaya meningkatkan kesejateraan, kemajuan dan kemakmuran. Karena melalui pendidikan, seseorang dapat berkomunikasi
4
secara efektif serta dapat menangkap informasi yang diperlukan guna kelangsungan hidup.7 Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian di Bangladesh dan Nepal, yang menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan perkawinan remaja adalah pendidikan. Penelitian lain di Bengkulu dan JawaBarat juga menguatkan bahwa faktor yang melatarbelakangi perkawinan remaja adalah pendidikan.11 2. Faktor Lingkungan Pergaulan bebas adalah pergaulan bebas tanpa mengenal batas norma-norma yang ada dimasyarakat. Seks bebas juga diartikan bagaimana cara berpacaran, pengetahuan tentang alat kelamin dan cara memikat hati pria dan wanita. Seks bebas merupakan hubungan seksual secara bebas yang dilakukan atas dasar “suka sama suka”.12
Berdasarkan hasil wawancara mendalam empat informan remaja dan orang tua didapatkan bahwa dari tiga informan remaja yang melakukan perkawinan remaja disebabkan karena hamil diluar nikah. Hal ini juga diperkuat oleh orang tua yang menyatakan bahwa mereka tidak bisa mengawasi anaknya selama 24 jam. Bimbingan dan arahan juga telah diberikan orang tua, tetapi karena pengaruh dari luar rumah baik teman maupun lingkungan begitu besar sehingga anaknya terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Yang kemudian akhirnya hamil diluar nikah, maka solusi terbaik saat itu adalah menikahkan anaknya. Perkawinan remaja merupakan salah satu alternative untuk menghindari seks bebas, pergaulan bebas dan seks pranikah. Pada tahun 2002 penelitian yang dilakukan oleh BKKBN di enam kota di Jawa Barat menyebutkan 39,65% (artinya 4 dari 10) remaja pernah berhubungan seks sebelum nikah. Tahun 2004 di kota Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan, tentang perilaku seksual remaja (15 - 24 tahun) 44% responden mengaku mereka sudah pernah punya pengalaman seks di usia 16-18 tahun. Sementara 16% lainnya mengaku pengalaman seks itu sudah mereka dapat antara usia 13-15 tahun. Hal ini yang menjadi alasan seseorang untuk menikah di usia remaja, karena buah hasil dari perilaku seks bebas, di mana saat pasangan wanitanya hamil solusinya adalah meminta pertanggungajawaban dari pria yang akhirnya orang tua mereka dengan terpaksa mengawinkan mereka.1 Pengaruh teman sebaya adalah pengaruh langsung dan tidak langsung teman sebaya remaja. Dalam pergaulan sehari-hari seorang remaja dipengaruhi oleh teman sepergaulannya. Apabila banyak teman disekeliling mereka yang melakukan perkawinan usia muda, maka tidak menutup kemungkinan
Alternatif Kebijakan Operasional Perkawinan Remaja Di Kecamatan Bekasi Utara yang lain akan mengikuti perilaku tersebut.5 Hal yang sama dikemukakan oleh informan remaja, banyak diantara teman-teman mereka yang kawin pada usia muda. Dengan berbagai latarbelakang alasan kenapa kawin muda. Tapi memang kebanyakn hal tersebut dikarenakan hamil diluar nikah. Riwayat keluarga yang kawin muda pun melatarbelakangi perkawinan remaja saat ini tapi itu rationya sangat kecil yaitu sebesar 25%. Menurut informan Mu: “ Banyak sih, siapa saja ya : teman dekat saya ada 8 yang sudah menikah muda. 5 orang”. 3. Faktor Orang Tua Faktor orangtua terhadap kelangsungan pernikahan remaja tersebut pada dasarnya tidak terlepas dari tingkat pengetahuan orang tua dan tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan keluarga mempengaruhi pemahaman orang tua tentang kehidupan berkeluarga. Orang tua memandang bahwa kehidupan berkeluarga akan tercipta hubungan silaturrahmi yang lebih baik dalam tatanan keluarga sehingga perkawinan yang semakin cepat menjadi solusi utama bagi orang tua.16 Berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa orang tua remaja pelaku perkawinan remaja rata-rata tidak sekolah 75% (3 orangtua remaja pelaku perkawinan remaja), hanya satu orang berpendidikan SMP. Sehingga hal ini mempengaruhi orangtua dalam mendidik anak. Serta berpengaruh pada rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi Pendidikan orangtua juga berkaitan dengan perkawinan remaja, yakni pendidikan orangtua yang rendah berisiko 1,25 kali lebih besar menikah padausia < 20 tahun dibanding responden yang memiliki orangtua berpendidikan tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian di Nepal bahwa tingkat pendidikan orangtua yang lebih tinggi lebih berhasil menunda pernikahan usia dini anaknya. 4. Faktor Sosial/Kebijakan Publik Kabijakan BP3AKB Kota Bekasi dalam menanggulagi perkawinan remaja yaitu adanya Program Pendewasaan Usia Perkawinan, pembentukan PIK Remaja, SOP pembinaan PIK-R dan Penyiapan Kehidupan Berkeluarga Remaja (PKBR) dan Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Dalam SOP Pembinaan PIK-R dan Sosialisasi Penyiapan program Kehidupan Berkeluarga Remaja terdapat sosialisasi tentang TRIAD KRR, program GenRe dan Pendewasaan Usia Perkawinan. Implementasi kebijakan pencegahan perkawinan remaja yang dilakukan BP3AKB Kota Bekasi melalui SubDit Penerangan dan Motivasi Remaja dan Keluar-
ga Berencana. Untuk Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP), PIK-R dan PKBR sejak tahun 1996-1997 yang kemudian terus diperbaharui baik program maupun materi yang diberikan. Dengan telah terbentuknya PIK-R dan BKR dimasyarakat diharapkan remaja hendaknya mulai bergerak aktif mempromosikan dan menginformasikan tentang pentingnya Penyiapan Kehidupan Keluarga Bagi Remaja (PKBR) dan Pendewasaan Usia Pernikahan (PUP) terhadap teman sebayanya. Peran remaja disini yakni menjadi peer educator bagi remaja lainnya yang belum mengetahui tentang pentingnya PKBR dan PUP dalam rangka mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (KKBS) yang diharapkan mampu menerapkan fungsi keluarga dengan baik.
5. Faktor Peran Lembaga Peran lembaga dalam menanggulangi perkawinan remaja di wilayah Kota Bekasi adalah BP3AKB. Dalam menjalankan kebijakan dan programnya BP3AKB bekerjasama dengan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Badan Narkotika Kota Bekasi (BNK), LSM dan instansi lainnya di masyarakat.1 Dari hasil WM yang dilakukan oleh peneliti kepada SubDit Penerangan dan Motivasi Remaja dan KB bahwa kerjasama antar instansi yang dilakukan antara lain Dinas Kesehatan Kota, Balai Diklat Bogor dan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat SMK baik swasta dan negeri, BNK Bekasi, LSM Mitra Sehati dan Kecamatan dan Kelurahan. Institusi pendidikan yang dimaksud dalam hal ini yaitu institusi sekolah dengan sasaran remaja yaitu usia sekolah SMP, SMA maupun perguruan tinggi. Dalam penyelenggaraan KIE ini, BKKBN dapat bekerjasama dengan jajaran sekolah-sekolah dilingkup wilayahnya dengan memanfaatkan moment penting misalnya hari kebangkitan nasional, hari pendidikan, dies natalis sekolah dan hari-hari lain yang dianggap bersejarah terutama bagi kemajuan pendidikan.19 Determinasi Kriteria Evaluasi Perkawinan Remaja (Analisis SWOT) Berbagai faktor yang mempengaruhi perkawinan remaja di wilayah Kecamatan Bekasi Utara yang dikemukakan diatas maka selanjutnya peneliti melakukan determinasi kriteria evaluasi perkawinan remaja yaitu pembentukan PIK Remaja dimasyarakat dan sekolah yang ada diwilayah Kecamatan Bekasi Utara dan Pembuatan SOP pembentukan PIK Remaja dan Sosialisasi Program PUP dengan menggunakan analisis SWOT sebagai berikut :
5
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 14 No. 2 Tahun 2015 ANALYSIS OF
ANALISYS FOR
Isi Kebijakan 1. Pembentukan PIK Remaja dilingkungan kecamatan, kelurahan, RT/RW, sekolah/ Evaluasi isi kebijakan/program pencegahan Perkawinan remaja di Kepesantren, masjid, gereja, mall, tempat kerja dan lain-lain. camatan Bekasi: 2. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas PIK Remaja dari PIK Remaja tahap 1. Belum terbentuknya PIK Remaja di tingkat kecamatan, kelurahan, tumbuh, PIK Remaja tahap tegak dan PIK Remaja tahap tegar dengan indikator mesjid, gereja dan sebagian sekolah SMA/SMK swasta dan negeri sekeberhasilan yang sesuai petunjuk pelaksanaan PIK Remaja. hingga sosialisasi PKBR serta kegiatan pendewasaan usia perkawinan belum terlaksana. 3. Membangun PIK Remaja yang ramah Remaja (Youth Frendly) untuk memenuhi kebutuhan remaja, dapat mempertimbangkan prinsip-prinsip bagaimana menarik dan melayani remaja dengan lebih baik. 4. Melakukan advokasi tentang PIK Remaja untuk mempromosikan dan mencari dukungan bagi kelancaran dan keberlangsungan PIK Remaja dengan sasaran advokasi adalah pihak Pemerintah, Pimpinan LSM, Piminan Media Massa, Kepala Sekolah dan Orang Tua. 5. Melakukan sosialisasi Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia padaperkawinan pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan yaitu 20 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria, mempunyai perencanaan kehidupan berkeluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera serta menjadi contoh, model, idola dan sumber informasi bagi teman sebayanya. 6. Menyiapkan relawan dan memberdayakan SDM PIK Remaja untuk keberlangsungan pengelolaan dan pelayanan PIK Remaja 7. Mencari sumber dan PIK Remaja melalui pengembangan kegiatan ekonomi produktif (income generating) dan penggalangan dana yang dikelola oleh PIK Remaja. 8. Melaksankan administrasi PIK Remaja untuk meningkatkan tertib administrasi serta tertib pengelolaan dan pelayanan PIK Remaja dalam rangka peningkatan akses dan kualitas pengelolaan dan pelayanan PIK Remaja. 9. Program PUP batas minimal usia menikah untuk perempuan 20 tahun dan laki-laki 25 tahun. Implementasi Kebijakan Pelaksanaan Kebijakan pencegahan Perkawinan remaja di Kecamatan Bekasi Utara Tahun 2013 1. Upaya kesanggupan BKKBN BP3AKB Kota Bekasi utuk pembentukan dan pembinaan PIK remaja. 2. Upaya perangkat desa (RT/RW, Lurah dan Camat) untuk penggerakan dan partisipasi masyarakat. 3. Upaya perencanaan kegiatan untuk pembentukan PIK R di Kecamatan Bekasi Utara. 4. Upaya BKKBN BP3AKB bersama masyarakat untuk mencarikan sumber dana yang digunakan untuk pembentukan dan pembinaan PIK Remaja dan sosialisasi program PUP. 5. Upaya pertanggungjawaban BKKBN BP3AKB dan remaja untuk regenerasi kegiatan PIK remaja. 6. Upaya untuk menilai sejauhmana program yang disusun dan dirancang dapat tercapai sesuai SPM. Kinerja (Hasil) Kebijakan Hasil dan pengukuran monitoring dan evaluasi (monev) yang dicapai dalam pencegahan Perkawinan remaja di Kecamatan Bekasi: 1. Terbentuknya PIK remaja dan Sosialisasi program PUP diwilayah Bekasi utara baik dimasyarakat maupun sekolah. 2. Evaluasi dan monitoring dilakukan untuk semua PIK-R yang telah terbentuk. 3. Keberhasilan advokasi yang dilakukan dengan bertambahnya anggaran biaya baik dari pemerintah maupun swasta melalui sponsorship untuk menunjang kegiatan PIK Remaja dan sosialisasi program PUP. 4. Regenerasi organisasi PIK remaja terlaksana dengan baik. Lingkungan Kebijakan Dukungan seluruh elemen masyarakat dan fasilitas baik di sekolah, kecamatan dan tempat lainnya terhadap pembentikan dan pembinaan PIK Remaja dan sosialisasi program PUP. Contohnya : PIK Remaja yang ada di Sekolah SMA/SMK negeri akan sampai pada 6 tegar, sedangkan pada SMA/SMK swasta hanya sampai tahap tumbuh, hal ini tahap dikarenakan terbatasnya fasilitas yang ada disekolah tersebut.
2. Tidak ada SOP pembentukan PIK Remaja dan Sosialisasi Program Pendewasaan Usia Perkawinan.
Alternatif Kebijakan Operasional Perkawinan Remaja Di Kecamatan Bekasi Utara Identiikasi alternatif kebijakan operasional Perkawinan Remaja Identiikasi alternatif kebijakan perkawinan remaja di Kecamatan Bekasi Utara menggunakan Analisis Hill menyajikan format analysis of policy berupa empat komponen isi, implementasi,hasil dan lingkungan kebijakan. Evaluasi alternatif kebijakan operasional Perkawinan Remaja. Rekomendasi alternatif kebjiakan operasional perkawinan di Kecamatan Bekasi Utara yang dibuat berdasarkan analisis SWOT dan Analysis Of dan analysis for didapatkan hasil sebagai berikut : Pembentukan PIK Remaja di tingkat kecamatan, kelurahan, mesjid, gereja dan sebagian sekolah SMA/SMK swasta dan negeri. Membuat SOP Pembentukan PIK Remaja dan Sosialisasi Program Pendewasaan Usia Perkawinan. Kedua rekomendasi alternatif kebijakan perkawinan remaja ini telah dikonirmasi/disampaikan kepada Ka SubDit Penerangan dan Motivasi Remaja dan KB Kota Bekasi. Hasil Pengujian Alternatif Kebijakan Operasional Perkawinan Remaja yang telah dirumuskan. Rekomendasi alternatif kebijakan operasional perkawinan remaja dalam bentuk SOP Pembentukan PIK Remaja dan Sosialisasi Program Pendewasaan Usia Perkawinan. SOP ini telah diajukan ke Bagian Penerangan Motivasi KB dan Remaja BP3AKB Kota Bekasi. SOP tersebut dapat diterima dengan baik hanya saja membutuhkan waktu yang tepat. Menurut informan Nr: “Kami dapat menerima SOP yang telah dibuat. Hanya saja dalam pelaksanaannya masih perlu koordinasi dengan berbagai pihak terkait”. Terkait dengan memungkinkan atau tidak untuk diimplementasikan SOP yang telah dirumuskan, memungkinkan saja untuk dapat diterapkan. Perlu adanya dukungan dari semua elemen yaitu pemerintah yang terkait dan masyarakat juga adanya dukungan dana baik dari APBD maupun swadaya masyarakat Menurut informan Nr: “Untuk penerapan SOP yang telah anda buat, memungkinkan saja untuk diterapkan asalkan ada dukungan dari berbagai pihak instansi pemerintah diantaranya kementrerian pendidikan dan kebudayaan, BKKBN, dan instansi sekolah-sekolah sebagai wadah informasi untuk mendukung kegiatan ini. Selain pemerintah pihak swasta dan masyarakat juga mendukung kegiatan ini hal ini untuk mendukung terbentuknya PIK R dilingkungan masyarakat. Karena saat ini yang menjadi kendala sosialisasi PIK R dan PUP adalah sumber daya manusia dan sumber dana/pembiayaan, dimana jumlah sekolah
yang ada di kota Bekasi tidak sebanding dengan dana yang tersedia pada APBN. Begitu juga dengan sumbe dana manusia untuk melakukan pembinaan disekolah saja kami sudah tidak mencukupi apalagi harus turun ke masyarakat untuk mensosialisasikan PIK R dan PUP pada remaja dilingkungan masyarakat. Dilingkungan masyarakat mungkin kami dapat bekerjasama dengan tokoh masyarakat dan remaja karang taruna “. Setelah adanya alternative kebijakan operasional perkawinan remaja diharapkan dapat terbentuknya PIK Remaja dan Sosialisasi tentang PUP dapat berjalan dengan lancar sehingga memberikan dampak terhadap perkawinan remaja dikota Bekasi khususnya wilayah Bekasi Utara. Kesimpulan Penelitian ini dilakukan di SMAN 6 Bekasi yaitu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja kelas XI. Setelah melakukan penelitian penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: Hasil penelitian mengenai identiikasi faktor yang mempengaruhi perkawinan remaja di KecamatanBekasi Utara yang paling dominan adalah pergaulan bebas/seks bebas, pendidikan yang rendah, pengaruh lingkungan dan teman sebaya. Hal ini sesuai dengan penelitian Forum on marriage and the Rights of Women and Girls, 2001 di Nepal tingkat pendidikan yang lebih tinggi berhubungan dengan menurunnya kemungkinan perkawinan remaja. Laki-laki dan perempuan di Nepal tidak menikah selama masa pendidikan. Tingkat pendidikan berkaitan dengan usia kawin yang pertama. Semakin dini seseorang melakukan perkawinan semakin rendah tingkat pendidikannya. Dan penelitian yang dilakukanoleh BKKBN tahun 2002 di enam kota di Jawa Barat bahwa per-
kawinan remaja merupakan salah satu alternative untuk menghindari seks bebas, pergaulan bebas dan seks pranikah. Jumlah remaja yang berperilaku seksual beresiko lebih banyak perempuan sebesar 50 orang (53,8%). Jumlah remaja yang berperilaku seksual beresiko lebih banyak karena pengaruh teman sebaya sebesar 67 orang (72%). Hubungan jenis kelamin dengan perilaku seksual beresiko di SMAN 6 Bekasi tahun 2015 terdapat hubungan yang signiikan, dimana jenis kelamin laki-laki mempunyai hubungan dengan perilaku seksual beresiko. Dimana p value yang diperoleh yaitu 0,001. Hasil dari analisis data antara peran teman sebaya dengan perilaku seksual beresiko pada remaja kelas XI di SMAN 6 Bekasi terdapat hubungan yang signiikan,
7
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 14 No. 2 Tahun 2015 dimana peran teman sebaya akan berpengaruh terhadap perilaku seksual beresiko. Nilai p value yang diperoleh yaitu 0,006.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2. 3. 4.
5. 6. 7. 8. 9. 10.
11.
12. 13. 14. 15. 16. 17.
18. 19.
8
BKKBN. Pernikahan Dini Pada Beberapa Provinsi Di Indonesia: Dampak Over Population, Akar Masalah dan Peran Kelembagaan DI Daerah. Puslitbang BKKBN. 2012. p 8. Alga K. Batasan Usia Menurut Undang-Undang. KUA Kecamatan Rancah Kabupaten Ciamis. 2012. p 5. BKKBN. Buku Pedoman PIK-R/M. BKKBN. 2011. p 62. Hanum, Handayani S, Perkawinan Usia Belia. Kerjasama Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada dengan Ford Foundation. Yogyakarta. 1997 Ayu SI, Soebijanto. Perkawinan Muda dikalangan Perempuan: Mengapa?. Kerjasama Puslitbang BKKBN. 2013. p 13. BKKBN. Buku Pedoman Pembentukan Generasi Berencana. BKKBN.2012. p 48. Notoatmodjo S, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Andi Ofset. Yogyakarta. 1993 Riant Nugroho. Analisis Kebijakan. Elex Media Komputindo. Jakarta. 2003. p 111. Raco, Josef. Metode Penelitian Kualitatif : Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya. Jakarta : Grasindo, 2010. p 67. Patton and Sawicki. Basic Methods of Policy Analysis and Planning. http///www.view artikel. Diunduh 15 Desember 2013. Raidah. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pernikahan Usia Dini DI Kabupaten Purworejo Jawa Tengah Tahun 2007. Tesis. Universitas Gajah Mada. p 96. Sarwono, Sarlito. Psikologi Remaja. Edisi 10. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2006. p 29. Sarwono, Sarlito. Pergeseran Perilaku Seksual Kaum Remaja. Rajawali. Jakarta. 1998. p 48. Mahmood Tahir. Personal law in Islamic Cauntries( History, Text and Comparetive Analysis ). 2009 Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosda Karya, 2002 Muji. Analisis Undang-Undang Perkawinan. CV. Anugrah Jaya Utama. 2012 UNICEF. Earlv Marriage A Harnful Traditional Practice A Statistical Erplorcttion. TheUnited Nations Chidren,s Fund (UNICEF). 2005. p 145. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Wahyu, Wahidah. Meningkatkan Peran Serta Remaja Dalam Mengatasi Masalah Kependudukan Di Indonesia. Penulisan Kreatif BKKBN. 2013. p 3.