Jurnal Ilmiah Kesehatan
ARTIKEL PENELITIAN
Vol. 13 Nomor 1, 2014
Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja Putri di Sekolah Pelayaran “X” Tangerang Tahun 2012 Siti Kamillah1, Julian Simanjuntak2 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju Abstrak Perilaku seksual pranikah pada remaja tidak terjadi jika remaja dapat melakukan perilaku
asertif. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang hubungan lingkungan asrama dengan perilaku seksual pranikah pada remaja putri di Sekolah Pelayaran “X” Tanggerang. Penelitian menggunakan metode deskriptif korelasi cross sectional dan dilaksanakan pada September - Desember 2012. Populasi dalam penelitian ini seluruh siswa putri di Sekolah Pelayaran “X” Tanggerang dengan sampel sebanyak 103 orang yang terdiri dari kelas 1-3, yang diberikan kuesioner oleh peneliti. Analisis dilakukan dengan menggunakan uji Chi square. Hasil menunjukan terdapat hubungan antara Lingkungan Asrama dengan perilaku seksual pranikah pada remaja putri di Sekolah Pelayaran “X” Tanggerang dengan p= 0,015 (p<0,05), dan tidak ada hubungan antara perilaku asertif dengan perilaku seksual pranikah pada remaja putri di Sekolah Pelayaran “X” Tanggerang dengan p= 0,078 (p>0,05). Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan pentingnya perhatian dan kontrol terhadap para remaja putri agar tidak melakukan perilaku seksual pranikah. Kata Kunci: Lingkungan Asrama, Asertif, Seksual Pranikah Abstract Premarital sexual behavior in adolescents will not happen if they can make assertive
behavior. his study aims to gain a clear picture of the relationship about premarital sexual behavior in adolescent girls at X Voyage School Tangerang. he study used cross sectional correlation descriptive method and carried out in September-December 2012. Population is all women students in the X Voyage School Tangerang. In this study, as ample of 103 people, who administered a questionnaire by the researcher. he analysis was done using Chi square test. he results showed an association between neighborhood dormitory with premarital sexual behavior in adolescent girls at X Voyage School Tanggerang with p = 0.015 (p <0.05), and no correlation between assertive behavior with premarital sexual behavior with p=0.078 (p> 0.05). he results of this study are expected as input the importance of attention and control over young women not to do premarital sexual behavior. Key words: Environmental Dormitory, Assertive, premarital sexual behavior
9
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 13 No.1 Tahun 2014 Pendahuluan Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh mahluk hidup, apalagi berkaitan erat dengan kehidupan remaja pada saat sekarang. Masa remaja dikenal dengan masa storm and stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan isik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang bervariasi 1,10 Secara umum perilaku seksual remaja dipengaruhi oleh peningkatan hormon-hormon seksual yang meningkat juga menyebabkan peningkatan dorongan seksual pada remaja. Dorongan seksual muncul dalam bentuk ketertarikan pada lawan jenis dan keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual pasangannya1,9. Faktor-faktor yang mempengaruhi permasalahan seksual remaja diantaranya perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja sehingga menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku, penyaluran yang tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, kecenderungan pelanggaran makin meningkat yang dikarenakan adanya penyebaran informasi dan rangasangan melalui media masa yang dengan teknologi canggih (VCD, buku stensilan, photo, majalah, internet, dan lain-lain), lingkungan keluarga yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak sehingga menjadikan mereka tidak terbuka pada anak bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini. Adanya kecenderungan lingkungan yang dapat memberikan peluang / kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita (lingkungan kost, lingkungan asrama, lingkungan rumah 2,8,9. Adapun tahap-tahapan dari bentuk perilaku seksual adalah touching (berpegangan tangan, berpelukan), kissing (berkisar dari ciuman singkat dan cepat sampai kepada ciuman yang lama dan lebih intim), petting (menyentuh atau meraba daerah erotis dari tubuh pasangan biasanya meningkat dari meraba ringan sampai meraba alat kelamin), sexual intercourse (hubungan kelamin atau senggama) 2,3. Berpacaran merupakan bentuk pergaulan remaja yang popular saat ini, daya tarik isik yang dilihat dari cara berpakaian atau berdandan, hal ini merupakan awal ketertarikan lawan jenis, aktiitas lain yang umumnya dilakukan para remaja untuk menyalurkan dorongan seksual agar mendapatkan kepuasan jasmaniah adalah dengan melihat majalah atau ilm porno atau berfantasi seksual 3,9. Pada fase inilah dituntut untuk setiap remaja memiliki pemahaman yang baik tentang batasan dari fase perkembangan yang harus ia lewati, karena jika remaja tidak akan berdampak negatif bagi dirinya. Dalam penelitian yang dilakukan BKKBN sekitar 62,7% remaja
10
yang tercatat sebagai pelajar SMP dan SMA di Indonesia sudah tidak perawan lagi. Ditunjang dengan hasil survei yang dilakukan Komisi Nasional Perlindungan Anak tahun 2008 di 33 provinsi di Indonesia. Dari survei yang dilakukan di Jakarta oleh Clara Iswandarum Kriswanto diperoleh hasil, bahwa sekitar 6-20% anak SMA dan mahasiswa di Jakarta pernah melakukan hubungan seks pranikah, sebanyak 35% dari mahasiswa kedokteran sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta sepakat tentang seks pranikah 4,5. Banyak faktor yang membuat seseorang remaja dapat melewati fase perkembangan seksualnya dengan baik atau tidak. Pratiwi (2004) mengatakan bahwa perilaku seksual remaja disebabkan oleh beberapa faktor seperti lingkungan, biologis, pemahaman seksual, kepribadian / pemahaman serta adanya faktor lingkungan tempat tinggal yang berkontribusi besar terhadap terjadinya perilaku seks bebas pranikah di kalangan remaja, disamping faktor ekonomi, faktor kepedulian orang tua dan masyarakat, faktor pergaulan, faktor kesempatan/waktu luang dan faktor lingkungan asrama 3,6. Pada saat ini di dalam dunia pendidikan trend pendidikan yang menerapkan sistem lingkungan asrama telah banyak diterapkan di berbagai tempat, salah satunya faktor lingkungan, yaitu lingkungan asrama dimana kehidupan di lingkungan asrama tidak menutup kemungkinan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya penyimpangan perilaku seksual 6. Sekolah Pelayaran “X” di Tangerang merupakan sekolah dengan karakteristik lingkungan sekitar pemukiman penduduk dengan menerapkan dunia pendidikan asrama. Jumlah murid Sekolah Pelayaran “X” di Tangerang sebanyak 360 siswa antara lain 220 laki-laki dan 140 perempuan. Dimana seluruh Siswa Taruna maupun siswi Taruni diwajibkan tinggal di lingkungan asrama yang telah dibedakan tempatnya berdasarkan jenis kelamin. Di dalam pendidikan di lingkungan Sekolah Pelayaran ini mengharapkan dengan menerapkan sistem lingkungan asrama para siswa / taruna dan siswi / taruni dapat lebih mandiri atau tegas untuk menentukan hal yang terbaik untuk dirinya dan terbentuk suatu keperibadian yang rapih serta disiplin. Dimana lingkungan asrama di Sekolah Pelayaran ini telah ditetapkan berbagai aturan – aturan dalam kesehariannya di dalam asrama. Didalam lingkungan asrama ini lah erat kaitannya dengan perilaku asertif remaja terhadap lawan jenis. Setelah peneliti melakukan studi pendahuluan dengan mengajukan pertanyaan dan diskusi mengenai perilaku seksual dan perilaku asertif, di dapatkan 25 dari 32 siswi/ taruni menyatakan dirinya tetap menuruti perintah dari seniornya untuk berpegangan tangan dengan seniornya walaupun perintah yang diperintahkan oleh seniornya itu tidak berkenan dihatinya. Berdasarkan data yang
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju di peroleh dari dalam sekolah pelayaran ini tercatat beberapa kasus yang berkaitan dengan pergaulan bebas sehingga harus dikeluarkan / diberhentikan dari program belajar yakni 1 orang siswi / taruni pada tahun 2009, 2 siswi / taruni pada tahun 2010, dan 1 siswi / taruni pada tahun 2011. Dengan latar belakang lingkungan pendidikan yang menerapkan sistem asrama yang mendidik para siswa dengan tingkat kedisiplinan yang tinggi, pembentukan mental dan jiwa yang kuat seharusnya dapat diaplikasikan dikehidupan sehari-hari dalam menentukan hal yang positif / terbaik bagi dirinya sendiri, termasuk dalam pengambilan keputusan untuk menolak terhadap perilaku seksual. Latar belakang itulah yang mendasari dan mengasah perilaku asertif para remaja untuk berani mengatkan tidak pada perilaku seksual pranikah walaupun hal itu merupakan perintah dari para senior 11,12,13. Sedangkan dari hasil data yang ditemui di lapangan dari beberapa Sekolah Pelayaran didapatkan masih banyak siswi yang susah untuk menolak perilaku seksual pranikah dikarenakan hal itu perintah dar senior yang harus dipatuhi dan dijalankan. Metode Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain Deskriptif Korelasi dengan pendekatan Cross Sectional yaitu desain penelitian yang meneliti suatu kejadian pada satu titik waktu, dimana variabel bebas/ independen dan variabel terikat/dependen diteliti sekaligus pada saat yang sama. Desain ini digunakan untuk melihat gambaran hubungan antara lingkungan (teman sebaya, guru, orang tua serta masyarakat), perilaku asertif terhadap perilaku seksual pranikah dengan cara memberikan lembar kuesioner7. Populasi responden didalam penelitian ini adalah seluruh siswi/taruni putri yang berada di Sekolah Pelayaran “X” Tangerang, yaitu sebanyak 140 orang Sampel dalam penelitian ini diambil dengan cara acak distratiikasi (Stratiied Random Sampling) sehingga diperoleh jumlah sampel 103 orang. Dalam melakukan pengumpulan data dari responden, peneliti menggunakan instrumen berupa kuesioner. Kuesioner dibuat sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada kerangka konsep yang ada. Kuesioner terdiri dari : kuesioner A terkait variabel independen (perilaku seksual pranikah) yang diisi dengan memberi check list pada pilihan yang tersedia dengan jawaban yang sesuai; kuesioner B berisi 10 pernyataan terkait variabel independen (Lingkungan Asrama) dan kuesioner C berisi 10 pernyataan terkait variabel dependen (perilaku asertif). Pernyataan ini disusun menggunakan skala pengukuran berbentuk skala Likert dengan 4 pilihan jawaban. Pilihan jawaban yang digunakan terkait sikap, untuk pernyataan positif adalah : Tidak Pernah = 4, Kadang - Kadang = 3, Pernah = 2, selalu = 1, dan penilaian untuk pernyataan negatif
adalah : Sangat Tidak Setuju = 4, Tidak setuju = 3, Setuju = 2, Sangat Setuju = 1. Data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan tehnik pengumpulan data primer yaitu didapatkan secara langsung dari responden berkaitan dengan permasalahan yang diteliti melalui kuesioner. Setelah data diolah kemudian di analisis, sehingga analisa data dapat digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam penanggulangan masalah14. Analisa data ada 2 tahap yaitu: 1. Analisis Univariat untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yaitu variabel independent lingkungan asrama dan perilaku asertif serta variabel dependen perilaku seksual pranikah. Gambaran karakteristik untuk variabel data numerik menggunakan nilai mean, median, standar deviasi dan graik histogram yang digunakan untuk menggambarkan distribusi frekuensi, sedangkan variabel data katagorik hanya dapat menjelaskan angka/nilai jumlah dan presentase masing-masing kelompok. Gambaran yang didapat dimasukkan ke dalam bentuk tabel frekuensi dan di gunakan untuk uji statistik korelasi. Tabel ini bertujuan untuk menggambarkan responden sesuai karakteristik. 2. Analisis Bivariat yaitu untuk melihat hubungan antara dua variabel, yaitu antara variabel independen (lingkungan asrama, perilaku asertif) dengan variabel dependen (perilaku seksual pranikah). Pada penelitian ini variabelnya menggunakan data kategori sehingga dalam menganalisa data peneliti menggunakan uji Chi Square, dengan derajat kepercayaan 95%. Hasil perhitungan statistik dapat menunjukkan ada tidaknya hubungan yang signiikan antara variabel bebas dan variabel terikat, yaitu dengan melihat nilai P. Bila dari hasil perhitungan statistik di peroleh nilai P < 0,05 berarti terdapat hubungan yang signiikan antara variabel bebas dan variabel terikat. Sebaliknya bila dari perhitungan statistik nilai P > 0,05 maka tidak ada hubungan yang signiikan antara variabel bebas dan variabel terikat14,15,16. Hasil Hasil distribusi frekuensi untuk variabel Lingkungan Asrama didapatkan bahwa lingkungan asrama yang baik sebanyak 61 responden (59%) sedangkan yang menyatakan kurang baik sebanyak 42 responden (41%). Perilaku Asertif responden yang memiliki perilaku asertif sebanyak 16 responden (16%), sedangkan yang memiliki perilaku tidak asertif sebanyak 87 responden (84%).Variabel Perilaku Seksual Pranikah didapatkan tingkat perilaku seksual yang sangat tinggi sebanyak 9 responden (9%), pada tingkatan tinggi sebanyak 11 responden (11%), pada tingkatan cukup tinggi sebanyak 30 responden (29%) dan pada tingkat rendah sebanyak 53 responden(51%).
11
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 13 No.1 Tahun 2014 Tabel 1 Distribusi Lingkungan Asrama dengan Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Putri di Sekolah Pelayaran “X” Perilaku Seksual Pranikah Rendah
Lingkungan Asrama
N
Cukup Tinggi
%
N
Tinggi
%
N
Total
Sangat Tinggi
%
p-Value
N
%
N
%
Baik
36
59
12
19,7
5
8,2
8
13,1
61
59
Kurang Baik
17
40,5
18
42,9
6
14,3
1
2,4
42
41
TOTAL
53
51,5
30
29,1
11
10,7
9
8,7
103
100
0,015
Tabel 2 Distribusi Perilaku Asertif dengan Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja Putri di Sekolah Pelayaran “X” Perilaku Seksual Pranikah Perilaku Asertif
Rendah
Cukup Tinggi
Tinggi
Sangat Tinggi
Total
N
%
N
%
N
%
N
%
N
Asertif
9
59
1
19,7
3
8,2
3
13,1
16
16
%
Tidak Asertif
44
40,5
29
42,9
8
14,3
6
2,4
87
84
TOTAL
53
51,5
30
29,1
11
10,7
9
8,7
103 100
Hubungan Lingkungan Asrama dengan Perilaku Seksual Pranikah
Hubungan Perilaku Asertif dengan Perilaku Seksual Pranikah
Dari tabel 1 diatas menunjukkan hasil analisa hubungan antara lingkungan asrama dengan perilaku seksual pranikah diperoleh sebanyak 17 responden (40,5%) dari 41 responden remaja putri di Sekolah Pelayaran “X” yang lingkungan asramanya kurang baik berada pada tingkat perilaku seksual pranikah yang rendah / touching (berpegangan tangan, berpelukan), 18 responden (42,9%) dari 41 responden remaja putri di Sekolah Pelayaran “X” yang lingkungan asramanya kurang baik berada pada tingkat perilaku seksual pranikah yang cukup tinggi / kiising (berciuman), 6 responden (14,3%) dari 41 responden remaja putri di Sekolah Pelayaran X yang lingkungan asramanya kurang baik berada pada tingkat perilaku seksual pranikah yang tinggi / petting (Menyentuh atau meraba daerah erotis) dan 1 responden (2,4%) dari 41 responden remaja putri di Sekolah Pelayaran “X” yang lingkungan asramanya kurang baik berada pada tingkat perilaku seksual pranikah yang Sangat tinggi Setelah hasil data diolah dengan analisis statistik Chi-Square didapatkan nilai P-Value sebesar 0,015 (tabel 2 x 4 maka digunakan nilai P-Value Pearson Chi Square), dengan degree of freedom (df) = 3 dan α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa nilai P-Value lebih kecil dibandingkan alpha. Keputusannya ho ditolak atau diterima, berarti ada hubungan yang bermakna antara lingkungan asrama dengan perilaku seksual pranikah. Dengan kata lain bahwa ada hubungan antara lingkungan asrama dengan perilaku seksual pranikah pada remaja putri di Sekolah Pelayaran “X” Tangerang.
Dari tabel 2 diatas menunjukkan hasil analisa hubungan antara perilaku asertif dengan perilaku seksual pranikah pada responden remaja putri diperoleh sebanyak 3 responden (13,1%) dari 16 responden remaja putri yang berperilaku asertif dan tingkat perilaku seksual pranikahnya sangat tinggi. Sedangkan ada sebanyak 6 responden (2,4%) dari 87 responden remaja putri yang memiliki perilaku asertif dan pernah melakukan perilaku seksual pranikah. Setelah hasil data diolah dengan analisis statistik Chi-Square didapatkan nila P-Value 0,078 (tabel 2x4 maka digunakan nilai P-Value Pearson Chi Square), dengan degree of freedom (df) = 3, α= 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa nilai P-Value lebih besar dibandingkan alpha (α). Keputusannya ho gagal ditolak atau diterima, berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara perilaku asertif dengan perilaku seksual pranikah. Dengan kata lain bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku asertif dengan perilaku seksual pranikah pada remaja putri di sekolah pelayaran “X” Tangerang.
12
Pembahasan Lingkungan Asrama Dari hasil penelitian terhadap 103 responden di Sekolah Pelayaran “X” di Tangerang didapatkan hasil terbanyak yaitu menunjukan secara keseluruhan lingkungan asrama di Sekolah Pelayaran “X” baik yaitu sebanyak 61 orang responden atau dengan persentase sekitar 59%, sedangkan 42 orang responden atau dengan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju persentase sekitar 41% menyatakan lingkungan asrama di Sekolah Pelayaran “X” kurang baik. Lingkungan asrama yang baik dapat meningkatkan pencapaian akademis, kemandirian, dan tangung jawab kepada dirinya sendiri untuk pencapaian masa depannya16. Perilaku Asertif Dari hasil penelitian terhadap 103 responden di Sekolah Pelayaran “X” di Tangerang didapatkan hasil terbanyak yaitu menunjukan secara keseluruhan perilaku asertif di Sekolah Pelayaran “X“ asertif yaitu sebanyak 16 orang responden atau dengan persentase sekitar 16%, sedangkan 87 orang responden atau dengan persentase sekitar 84% menunjukan perilaku tidak asertif di Sekolah Pelayaran “X”. Alberti & Emmons (2002) memberikan pengertian bahwa perilaku yang asertif mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia, yang memungkinkan kita untuk bertindak menurut kepentingan kita sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa kecemasan yang tidak semestinya, untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman, untuk menerapkan hak-hak pribadi kita tanpa menyangkali hak-hak orang lain. Tingkat asertif yang rendah di Sekolah Pelayaran “X” dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti pola asuh, kepribadian dan budaya khususnya pada budaya senioritas yang sangat tinggi. Perilaku Seksual Pranikah Dari hasil penelitian terhadap 103 responden di Sekolah Pelayaran “X” di Tangerang didapatkan hasil terbanyak yaitu menunjukan secara keseluruhan mengenai perilaku seksual pranikah di Sekolah Pelayaran “X” dalam tingkatan yang rendah yaitu sebanyak 30 orang responden atau dengan persentase sekitar 29%, sedangkan 42 orang responden atau dengan persentase sekitar 41% menunjukan perilaku Seksual Pranikah dalam tingkatan cukup tinggi di Sekolah Pelayaran “X” Kurang Baik. Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku seksual yaitu orang tua, teman sebaya, akademik, pemahaman dan penghayatan nilai – nilai keagamaan, pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi, kepribadian3,17. Hubungan Lingkungan Asrama dengan Perilaku Seksual Pranikah Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p = 0,015 (p < 0,05). Secara statistik dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara variabel lingkungan asrama dengan perilaku seksual pranikah pada remaja putri di Sekolah Pelayaran “X”, hal ini sejalan sesuai dengan penelitian Felicia Kurniawan dengan judul : “Studi Deskriptif Tentang Lingkungan Sosial dan Perilaku Seksual di Universitas Mataram Tahun 2000” mengemukakakan bahwa lingkungan dalam asrama merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku seksual mahasiswa Universitas Mataram. Jawaban responden didapatkan bahwa ada 12 responden (19,7%) dari 61 responden remaja putri di Sekolah Pelayaran “X” yang lingkungan asramanya baik dan tingkat perilaku seksual pranikahnya cukup tinggi.
Sedangkan sebanyak 18 responden (42,9%) dari 42 responden remaja putri di Sekolah Pelayaran “X” yang lingkungan asramanya kurang baik dan tingkat perilaku seksual pranikahnya cukup tinggi. Mayoritas responden di lingkungan asrama yang buruk memiliki tingkat perilaku seksual pranikah cukup tinggi lebih banyak dari pada responden yang tinggal di lingkungan asrama yang baik. Kurangnya komunikasi secara terbuka antara orang tua dengan remaja dalam masalah seksual, dapat memperkuat munculnya penyimpangan prilaku seksual. Pengaruh teman sebaya pun membuat remaja mempunyai kecenderungan untuk memakai norma teman sebaya dibandingkan norma sosial yang ada3,6,18. Berdasarkan analisis tersebut peneliti berpendapat bahwa perilaku seksual pranikah pada remaja selain disebabkan oleh lingkungan asrama, dapat juga di tunjang seperti faktor kurangnya pemahaman yang benar mengenai perilaku seksual pranikah, kondisi lingkungan yang menimbulkan kesempatan, selain itu lemahnya pengawasan orang tua dan kurangnya komunikasi yang terbuka antar orang tua dengan remaja dalam masalah seksual. Hubungan Perilaku Asertif dengan Perilaku Seksual Pranikah Perilaku asertif terhadap perilaku seksual pranikah adalah kemampuan seseorang bersikap tegas mempertahankan hak seksualnya untuk tidak dilecehkan dan dapat mengambil keputusan seksualnya dengan tetap memberi penghargaan atas hak orang lain dan tanpa menyakiti orang lain atau pasangannya, serta mengekspresikan dirinya secara jujur dengan cara yang tepat tanpa perasaan cemas yang mengganggu sehingga mendorong terwujudnya kesejajaran dan persamaan dalam hubungan dengan pasangannya, dengan berperilaku asertif untuk menolak merupakan salah faktor yang penting bagi remaja untuk dapat menghindari perilaku seksual pranikah19,20. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p = 0,078 (p > 0,05). Secara statistik dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara variabel perilaku asertif dengan perilaku seksual pranikah pada remaja putri di Sekolah Pelayaran “X”. Dari jawaban responden didapatkan bahwa ada 3 responden (18,8%) dari 16 responden remaja putri di Sekolah Pelayaran “X” yang memiliki perilaku asertif dan tingkat perilaku seksual pranikahnya sangat tinggi. Sedangkan sebanyak 6 responden (6,9%) dari 87 responden remaja putri di Sekolah Pelayaran “X” yang memiliki perilaku tidak asertif dan tingkat perilaku seksual pranikahnya sangat tinggi. Berdasarkan hasil tersebut responden yang memiliki perilaku asertif memiliki tingkat perilaku seksual pranikah sangat tinggi lebih banyak dari pada responden yang memiliki perilaku tidak asertif. Analisis identiikasi hubungan perilaku asertif dengan perilaku seksual pranikah, tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku asertif dengan perilaku seksual pranikah pada remaja putri di Sekolah Pelayaran “X” Tangerang. Berdasarkan analisis tersebut peneliti berpendapat
13
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. 13 No.1 Tahun 2014 bahwa perilaku asertif sulit untuk terbentuk pada karakter lingkungan tertentu seperti yang peneliti temui di Sekolah Pelayaran “X” Tangerang yang masih kental dengan budaya senioritas dan juga peneliti merasa dengan adanya budaya senioritas tersebut responden masih belum dapat dengan terbuka untuk mengemukakan pendapatnya mengenai perilaku asertif / perilaku yang tegas untuk memilih yang terbaik untuk dirinya. Sehingga keakuratan dari jawaban yang diberikan belum sepenuhnya sempurna yang berdampak perbedaan hasil dilapangan dengan teori yang mengatakan perilaku asertif terhadap perilaku seksual pranikah adalah kemampuan seseorang bersikap tegas mempertahankan hak seksualnya untuk tidak dilecehkan dan dapat mengambil keputusan seksualnya dengan tetap memberi penghargaan atas hak orang lain dan tanpa menyakiti orang lain atau pasangannya, serta mengekspresikan dirinya secara jujur dengan cara yang tepat tanpa perasaan cemas yang mengganggu sehingga mendorong terwujudnya kesejajaran dan persamaan dalam hubungan dengan pasangannya3,19,20. Datar Pustaka 1. 2.
3. 4.
5.
6. 7.
8. 9. 10. 11.
12.
13.
14
Alim Sumarno, 2011 . Lingkungan Asrama dan Perilaku Seksual ; Jakarta ; EGC Allberti, R & Emmons, R. 202. Your Perfect Right: Panduan Praktis Hidup Lebih Ekspresif dan Jujur Pada Diri Sendiri. Jakarta : Elex Media Komputindo. Arrindell, A.W, et al.(1997).Gender Roles inrelation to Assertiveness and Eysenckian personality Dimension : Replication with A spanish popilation sample.Sex Roles: a journal of research. Aryani, Ratna (2009) Kesehatan Jiea Remaja dan Konseling , TIM, Jakarta. Beddel, J, R & Lenox, S, S. (1997). Handbook for communication and problem solving skills training: A cognitive behavioral approach. New York: John Willy & Sons Inc. Cawwod, D. (1988). Assertiveness for managers: Learning efective skill for managing people (2nd ed). Canada: International SelfCounsel Press. Daud, M.(2004). Mengasah Prilaku Asertif dalam kehidupan bersama. Jurnal intelektual Vol.2 No.2 Duvall EM, Miller BC. 1985. Marriage and Family Development (6th ed). New York (US): Harper & Row Publishers Hastono S. Analisis data kesehatan. Jakarta: FKUI. 2007. Hal 6-8. Hurlock, Elizabeth B . 1980.”Psikologi Perkembangan”. Erlangga. Jakarta. Jonathan Sarwono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Yogyakarta: Graha Ilmu. Lange, A, J., & Jackubowski, P. (1978). Responsible assertive behavior: Cognitif behavioral prosedurs training. Illinois: Research Press. Martin, R.A & Poland, E.Y.(1980). Learning change : a self management approach to adjustment. New York: Mc GrawHill. Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta ; PT Rineka Cipta
14. Papalia, D.E. (2004). Human Development. 2nd Ed. New York: McGraw Hill. 15. Pardede, N., 2002. Masa Remaja. Dalam: Narendra, M.B., Sularyo, T.S., Soetjiningsih. 16. Pratiwi, (2004). Pendidikan Seks untuk Remaja. Tugu Publisher. Yogyakarta. 17. Rodriques, et al.(2001). Signiicant Variable Associated With Assertiveness Among Hispanic College Women. Journal of Instructional Psychology. 18. Suyitno, H., Ranuh, I.N.G., eds. Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Jilid 1 Ed 1. Jakarta: Sagung Seto, 138-169. 19. Sumiati, (2009). Kesehatan Jiwa Remaja dan Konseling. Jakarta ; TIM. 20. Sarwono , Sarlito W.(2003). Psikologi Remaja, Edisi Revisi. Jakarta:Rajagraindo Persada. 21. Sarwono, S.W. (2002). Psikologi Remaja. Edisi Revisi. Jakarta ; PT Raja Graindo Jakarta 22. Sugiyono, 2007, Statistika Untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta. 23. Singarimbun, Masri dkk, (1989), Metode Penelitian Survei, Cetakan Ke-18,Februari 2006 (Edisi Revisi), Penerbit Pustaka LP3ES, Jakarta. 24. Yuwono, S.(2002). Kesehatan Reproduksi dan Keberagaman Solusi Masalah Prilaku Seksual Pranikah Remaja.Kognisi Vol 1, N0 5.Surakarta : Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta 25. BKKB. (2011) Perilaku Seksual Remaja SMA / SMK Bandung. Diakses tanggal 13 Juli 2012.http://staf.uny. ac.id/sites/default/iles/artikel%20seminar%20asertif.pdf 26. CMR Medan–PKBI Sumut, (2002). Hubungan Seks Pranikah Remaja. Diakses Tanggal 13 Juli 2012. 27. Jarboe, E. 1999. Speaking Up : How to Be Assertive. Diakses tanggal 10 Juli 2012. http://www.epsikologi.com/ 28. Rini,J. (2001). Asertivitas. [On-Line]. dewasa/assertif. htm. Diakses tanggal 13 Juli 2012.