III. DATA SUMBER PERANCANGAN
1. Sejarah Singkat Museum Nasional Keberadaan Museum Nasional diawali dengan berdirinya lembaga “Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen” pada tanggal 24 April 1778. Lembaga ini didirikan oleh ilmuan Belanda dan salah seorang pendirinya, J.C.M. Radermacher, menyumbangkan rumah tinggalnya di Jalan Kalibesar, Jakarta, beserta sejumlah koleksi benda budaya dan buku sebagai cikal bakal berdirinya museum dan perpustakaan. Selama masa pemerintahan Inggris di Jawa (1811-1816), Sir Thomas Stamford Raffles menjadi direktur perkumpulan ini. Oleh karena rumah di Kalibesar sudah penuh dengan koleksi, Raffles memerintahkan pembangunan gedung baru untuk digunakan sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society (dulu gedung ‘Socièteit de Harmonie’). Bangunan ini berlokasi di Jalan Majapahit No. 3. Sekarang di tempat ini berdiri gedung Sekretariat Negara, di dekat Istana Kepresidenan. Gedung museum yang terletak di Jalan Medan Merdeka Barat No. 12 dibangun pada tahun 1862 dan baru dibuka untuk umum pada tahun 1868, sangat dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya penduduk Jakarta. Mereka menyebutnya ‘Gedung Gajah’ atau ‘Museum Gajah’ karena di halaman depan museum terdapat patung gajah perunggu sebagai hadiah Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand yang pernah berkunjung ke museum pada tahun 1871. Selain itu disebut juga ‘Gedung Arca’ karena di dalam gedung tersimpan berbagai jenis arca yang berasal dari berbagai periode. Mengingat pentingnya museum ini bagi bangsa Indonesia maka pada tanggal 17 September 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia secara resmi menyerahkan pengelolaan museum kepada pemerintah Indonesia, yang kemudian menjadi Museum Pusat. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.092/O/1979 tertanggal 28 Mei 1979, Museum Pusat ditingkatkan statusnya menjadi Museum Nasional.
12
Museum Nasional sebagai lembaga resmi pemerintah di bawah Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala-Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, memiliki fungsi sebagai pusat informasi khasanah budaya bangsa yang bersifat edukatif kultural, pusat penelitian dan studi warisan budaya bangsa, juga menyebarluaskan informasi kepada masyarakat baik melalui pameran, penerbitan buku atau brosur dan program kegiatan umum. Dalam mengadakan suatu kegiatan, Museum Nasional selalu mengupayakan pendekatan yang bersifat adaptif, dapat diterima sesuai dengan tingkatan dan lapisan masyarakat. Tugas pokok Museum Nasional adalah melaksanakan pengumpulan, perawatan, pengawetan, penelitian, penyajian, penerbitan hasil penelitian, dan memberikan bimbingan edukatif kultural mengenai benda bernilai sejarah, budaya, dan ilmiah, bersifat nasional. Saat ini Museum Nasional menyimpan sekitar 141.000 benda yang terdiri dari koleksi prasejarah, arkeologi, numismatik dan heraldik, keramik, etnografi, sejarah, dan geografi. Museum Nasional dibangun di atas tanah seluas 26.500 m2 dan terdiri dari dua gedung utama. Gedung A digunakan untuk memamerkan koleksi museum dan ruang storage. Sedang Gedung B (Gedung Arca) selain digunakan untuk ruang pameran (dari lantai 1 sampai 4), juga sebagai kantor, ruang konferensi, laboratorium, perpustakaan; dan dibuka secara resmi oleh Presiden Republik Indonesia, DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 20 Juni 2007.
Sama hal nya seperti museum – museum kebanyakan yang ada di Jakarta yang mempunyai visimisi, Museum Nasional pun memiliki visi dan misi yaitu;
13
Visi Terwujudnya Museum Nasional sebagai pusat informasi budaya dan pariwisata yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan peradaban dan kebanggaan terhadap kebudayaan nasional, serta memperkokoh persatuan dan persahabatan antar bangsa Misi Dalam upaya pencapaian visi, Museum Nasional mengemban misi sebagai berikut: Mengembangkan dan meningkatkan kualitas SDM yang profesional beserta sarana-prasarana dilingkungan Museum Nasional yang berdampak pada peningkatan keamanan dan kenyamanan; Meningkatkan penyajian informasi koleksi yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa serta menumbuhkan daya apresiatif, inovatif, dan kreatif; Meningkatkan kualitas pemeliharaan dan penyajian koleksi yang mampu mengaktualisasikan pelestarian budaya dan apresiasi masyarakat terhadap kebudayaan nasional; Meningkatkan kualitas pelayanan informasi yang berdampak pada peningkatan apresiasi masyarakat dan kunjungan ke Museum Nasional; Meningkatkan kualitas pengelolaan dan pelayanan registrasi dan dokumentasi melalui database koleksi dan kepustakaan yang mudah diakses oleh pengguna data secara online dan offline. Refernsi perancangan yang saya buat berdasarkan dari inspirasi berupa pengetahuan tentang salah satu budaya yang ada di indonesia yaitu Museum Nasional yang pada saat ini masih ada dan pengunjungnya pun masih ada meskipun tidak begitu banyak.Keberadaan Museum Nasional diawali dengan berdirinya lembaga “Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen” pada tanggal 24 April 1778. Lembaga ini didirikan oleh ilmuan Belanda dan salah seorang pendirinya, J.C.M. Radermacher, menyumbangkan rumah tinggalnya di Jalan Kalibesar, Jakarta, beserta sejumlah koleksi benda budaya dan buku sebagai cikal bakal berdirinya museum dan perpustakaan. Selama masa pemerintahan Inggris di Jawa (1811-1816), Sir Thomas Stamford Raffles menjadi direktur perkumpulan ini. Oleh karena rumah di Kalibesar sudah penuh dengan koleksi, Raffles memerintahkan pembangunan gedung baru untuk digunakan sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society (dulu gedung ‘Socièteit de Harmonie’). Bangunan ini berlokasi di Jalan Majapahit No. 3. Sekarang di tempat ini berdiri gedung Sekretariat Negara, di dekat Istana Kepresidenan.
14
Gedung museum yang terletak di Jalan Medan Merdeka Barat No. 12 dibangun pada tahun 1862 dan baru dibuka untuk umum pada tahun 1868, sangat dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya penduduk Jakarta. Mereka menyebutnya ‘Gedung Gajah’ atau ‘Museum Gajah’ karena di halaman depan museum terdapat patung gajah perunggu sebagai hadiah Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand yang pernah berkunjung ke museum pada tahun 1871.
15
2. Landasan Penciptaan Perancangan Teori-teori yang dipilih dalam perancangan karya desain adalah sebagai berikut: A. Iklan Media Cetak Iatilah “iklan” (Bahasa Melayu) berasal dari kata i’lan (bahsa arab) yang artinya meneriakan secara berulang-ulang .Istilah lain dari iklan adalah “reklame” , pengaruh dari bahasa perancis reclame, artinya menyerukan.
Dimasa lalu banyak orang indonesia
menyebutnya “advertensi” , terpengaruh bahsa Belanda advertentie. Saat ini orang lebih akrab dengan istilah advertising (bahsa inggris), berasal dari bahsa Latin advertere yang artinya berpaling, memusatkan perhatian kepada sesuatu. Jadi , secara sederhana iklan dapat diartikan menyerukan informasi atau membuat audiens berpaling , memperhatikan pesan. Dalam perkembangannya, iklan memiliki makna yang lebih luas. Menurut Rhenald Kasali,
iklan adalah pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada
masyarakat lewat suatu media. Bedanya dengan pengumuman biasa , iklan lebih diarahkan untuk membujuk orang supaya membeli produk atau jasa yang ditawrakan. Sebagaimana yang dikatan Frank Jefkins , “advertising aims to pursuade people to buy.” Artinya , iklan bertujuan untuk membujuk orang untuk membeli. sementara itu menurut Wiliam F. Arens,
“Advertisin is the structured and composed nonpersonal
communication of services, and ideas) by identified sponsors thourgh various media.” Pernyataan tersebut dapat diartikan,
iklan adalah struktur dan susunan komunikasi
nonpersonal mengenai informasi produk dari perusahaan (barang , jasa , dan ide), umumnya dibayai dan besifat membujuk , dilakukan oleh sponor yang teridentifikasi melalu berbagai media. Iklan merupakan salah satu alat marketing untuk memeperlihatkan dan menjual produk elemen-elemen vebal dan visual melalui media yang dianggap efektif. Meskipun ada iklan yang bertujuan akhirnya tetap showing and selling the product. Namun diluar itu , ada jenis iklan nonkomersial yang bertujuan menyampaikan infromasi atau pesan kepada masyrakat , tanpa mengharapkan keuntungan finansial. Di Indonesia , iklan public service ini disebut Iklan Layanan Masyarakat (ILM) , dalam bahsa inggris disebut Public Service Advertising (PSA). ILM ini umumnya berisi imbauan kepada masyarakat untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan demi kebaikan 16
. Sebagai contoh , imbauan untuk mrngrnakan sabuk pengaman , anjuran memakai helm , ajakan membeli produk dalam negeri , Larangan merokok di ruang publik , larangan mengonsumsi obat terlarang , dan sebagianya.1
1
Rakhmat Supriono , Desain Komunikasi Visual teori dan aplikasi , Penerbit Andi, Yogyakarta , hal 127-128
17
B.
Desain komunikasi visual
Desain grafis belakangan lebih sering disebut “ desain komunikasi visual” (DKV) karena memiliki peran mengkomunikasikan pesan atau informasi kepada pembaca dengan berbagai keuatan visual , seperti typografi , ilustrasi , warna, garis , dan layout dan sebagainya dengan bantuan teknologi. Dalam beberapa kasus , istilah DKV dianggap lebih dapat menampung perkembangan desain grafis semakin luas . tidak terbatas pada penggunaan unsur-unsur grafis (Visual). Meski demikian , istilah Desain Grafis (Graphic Design) masih sering digunakan. DKV dkatagorikan sebagai commercial art karena merupakan panduan anatara seni rupa (visual art) dan keterampilan komunikasi untuk tujuan bisnis .Ketatnya kompetisi bisnis di bidang industri barang dan jasa , ditambah perkembangan teknologi dan komunikasi , menjadikan DKV berkembang pesat. Tidak dapat dihindari , karya –karya desain komunikasi Visual saat ini sudah merampok sebagian waktu dan perhatian manusia . Setiap hari kita “dipaksa” untuk melihat iklan. Ketika segera disergap iklan. Saat melintas di jalan raya , kita pun selalu dikepung media outdoor berupa poster , bilboard , spanduk , baliho , banner, papan nama , signboard , dan bentuk-brntuk iklan lainnya. Di ruang kantor , mata kita masih dijejali brosur, katalog, kop surat, kartu nama, kalender, dan barang cetak lainnya. Tidak berhenti sampai di situ , iklan cetak berupa leaflet atau brosur bahkan sering dibagikan di traffic-light saat lampu merah , disebar di perumahaan, di pusat perbelanjaan, dan di tempat publik lainnya . Semua media iklan tersebut berusaha keras merebut perhatian konsumen dengan menggunakan elemen-elemen visual, seperti logo, ilustrasi, tipografi dan warna. Maraknya karya-karya desain komunikasi visual menutut desainer untuk lebih kreatif . Desain yang “biasa-biasa saja” dapat dipastikan kalah bersaing dan kurang diperhatikan pembaca. Desainer kini semakin dituntut mampu memunculkan gagasan-gagasan besar ., ide-ide segar yang tak terduga.2
2
Rakhmat Supriono , Desain Komunikasi Visual teori dan aplikasi , Penerbit Andi, Yogyakarta , hal 9.
18
C. Booklet Booklet adalah media promosi berbentuk buku saku kecil yang berisi tentang perusahaan dan rincian produk. Company profile sendiri adalah profil yang berisi tentang seluk beluk perusahaan, logo, visi, misi,produk, klien perusahaan, dan lain sebagainya. Keduannya memiliki kemiripan sehingga dijadikan dalam satu pembahasan. Keduanya sama-sama berbentuk seperti buku dan isisnya kurang lebih sama tentang perusahaan dan produk. Ukurannya senidiri berbedabeda tergantung kebutuhan kreasi dari desainernya. Kedua media ini berfungsi untuk menginformasikan kepada pihak lain tentang perusahaan dan bidang bisnis mereka. Biasanya informasi dalam kedua media ini mendetail dan disertai dengan gambar-gambar yang mendukung. Bisa dibilang dengan media ini, audiens dapat langsung mempunyai gambaran-gambaran produk atau perusahaan yang terkait. Media ini tidak bisa dibuat asal-asalan, baik dari informasinya maupun ilustrasinya karena sangat merepresentasikan perusahaan terutama untuk Company Profile. Karakteristik media ini adalah informasi yang drtail mudah dibawa-bawa, sangat terpercay, dan target audiensnya umum untuk booklet dan sesuai sasaran untuk Company Profile. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, informasi dalam kedua media ini detail dari logo hingga produk dari perusahaan3.
3
Yudha Ardhi, Merancang Media Promosi, Penerbit Taka, Jakarta hal 21
19
D. Poster Poster merupakan media luar ruang yang sering digunakan dan mudah ditemui dimana dan kapan saja. Kepopuleran poster sebagai media promosi terlihat dengan banyak dijumpainnya media ini baik di papan pengumuman,di pinggir-pinggir jalan. Kromatograf(pewarnaan) pada akhir tahun 1780-an. Pada pertengahan abad 19. poster mualai banyak digunakan di Eropa. Pada 1866, sekitar 1000 poster dibuat Julius Cheret untuk pameran, pertunjukan teater, produk produk lain di Paris. Saat ini poster digunakan untuk pengumuman, promosi layanan jasa dan produk, propaganda.Poster memiliki karakteristik yang informatif, tidak diatur untuk dipindahpindahkan, dapat dibaca berulang kali, mampu menjangkau audiens yang banyak dan aktraktif. Media ini informatif karena di dalam poster biasanya memuat informasi yang jelas dan cukup lengkap, kapan, dimana. Perbedaan dengan media lain adalah poster ini hanya ditempel dan tidak dipindah-pindah4.
4
Yudha Ardhi, Merancang Media Promosi,Penerbit Taka, Jakarta hal 41
20
E. Banner Banner adalah media promosi yang bisa diletakan dimana saja dan tidak memakan banyak tempat. Selain itu banner adalah media yang mudah untuk dibongkar pasang untuk kemudian dibawa dan dipindahkan kelokasi lainnya. Media ini juga menarik untuk digunakan karena keberadaanya mampu mencuri perhatian audiens. Banner bisa diletakan dimana saja, bisa didepan suatu event untuk menjelaskan event yang sedang berlangsung, di depan suatu stand, bahkan ditempat keramaian yang banyak dilalui orang. Banner ada beberapa macam, tetapi secara umum dibagi menjadi dua yaitu x-banner dan roll banner. X-banner adalah banner yang mempunyai tiang penyangga berbentuk X dibelakangnya. X-banner tersedia dalam berbagai ukuran anatara lain 60 cm x 160 cm, 80 cm x 200 cm. Selain itu juga ada ukuran 25 cm x 40 cm yang kemudian dapat diletakan di atas meja. Sedangkan roll banner adalah media banner yang bentuknya bisa digulung. Dengan menariknya penyanggaanya, banner ini akan langsung tergulung di landasannya yang juga berfungsi sebagai gulungan.5
5
Yudha Ardhi, Merancang Media Promosi,Penerbit Taka, Jakarta hal 58
21
F. Fotografi Pada awalnya, fotografi bagi si penulis adalah tidak lebih dari sebuah cara untuk mencari uang agar bisa meneruskan sekolah dan mempertahankan hidup. Selama tiga tahun pertama menekuni fotografi secara otodidak 1971-1973, penulis belajar banyak dari membaca tulisan teknik fotografi, anatara lain dari berbagai majalah yang diberikan teman-teman: Modern Photography, peterson Photography, 35 mm Photography, dan Camera art jepang. Penulis juga suka membaca dan mengobservasi penerbitan yang memuat karya fotografi dokumentasi dan jurnalistik terkemuka seperti The National Geographic Society,Life,Newsweek,dan Time Magazine. Karena tidak ada tempat untuk bertanya, Penulis terpaksa harus belajar menganalisis sendiri kualitas hasil foto, cara proses film dan cetak yang penulis lakukan sendiri dan mencari solusi sendiri, seperti tindakan apa yang mesti dilakukan bila film negative BW tampak terlalu gelap dan sudah di cetak. Fotografi adalah sebuah seni melihat.Karena fotografi mengajarkan pada kita cara yang unik dalam melihat dunia dan sekaligus memberikan penyadaran baru akan segala keindahan yang ada di sekitaran kita dalam kehidupan sehari-hari manusia. Fotografi juga mengajarkan pada kita untuk melihat lebih dalam, menggali makna dan memahaminya sehingga menumbuhkan rasa cinta yang dapat diciptakan ispirasi untuk melangkah lebih jauh, melompat lebih tinggi, berlari lebih kencang, berbuat fotogarafi memang merupakan sebuah jendela yang membuka cakrawala baru bagi kita, untuk menemukan kembali dunia yang ada disekitaran kita, untuk melihat dan menikmati segala keajaiban yang bisa membawa begitu banyak kegembiraan dan kebahagian pada hidup kita.6
6
Deniek.G.Sukarya, kumpulan tulisan fotografi, Elex Media Komputindo, Jakarta hal 11
22
3. Analisis SWOT A. Strengths (Kekuatan) a) Menginformasikan keberadaan Museum Nasional dijakarta. b) Menginformasikan koleksi-koleksi yang ada di Museum Nasional B. Weakness (Kelemahan) a) Kurang inovativ dalam menciptakan sebuah Desain. C. Oppurtunity a) Dapat diketahui oleh masyarakat karena belum adanya media promosi yang menunjang. b) Dapat bekerja dengan pihak Museum Nasional. D. Treath a) Penyebaran Media Promosi kurang begitu luas dalam penyebaran maupun penempatan b) Kurang kertertarikan atau sifat acuh tak acuh Masyarakat terhadap Museum Nasional.
23