MENJAGA KERAHASIAAN BANK SEBAGAI WUJUD PERLINDUNGAN NASABAH
TESIS
Oleh
AGUSTINUS SAYUR MATUA PURBA 047005001/HK
S
C
N
PA
A
S
K O LA
H
E
A S A R JA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
MENJAGA KERAHASIAAN BANK SEBAGAI WUJUD PERLINDUNGAN NASABAH
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
AGUSTINUS SAYUR MATUA PURBA 047005001/HK
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Judul Tesis
: MENJAGA KERAHASIAAN BANK SEBAGAI WUJUD PERLINDUNGAN NASABAH
Nama Mahasiswa
: Agustinus Sayur Matua Purba
Nomor Pokok
: 047005001
Program Studi
: Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua
(Dr. Zulkarnain Sitompul, SH, LL.M) Anggota
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)
(Dr. Sunarmi, SH, M.Hum) Anggota
Direktur
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Tanggal lulus : 20 Januari 2009
Telah diuji pada Tanggal 20 Januari 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
: Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH
Anggota
: 1. Dr. Zulkarnain Sitompul, SH, LL.M 2. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum 3. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum 4. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
ABSTRAK
Prinsip kerahasiaan bank merupakan prinsip yang dianut oleh setiap bank didalam melaksanakan operasionalnya dimana prinsip kerahasiaan bank ini diperlukan guna melindungi nasabah dari pihak-pihak yang tidak memiliki kepentingan dan dapat merugikan nasabah. Seiring dengan perkembangannya, Bank Indonesia telah banyak mengeluarkan ketentuan-ketentuan yang melindungi kepentingan nasabah, kepentingan bank dan kepentingan hukum demi penegakan hukum, hal ini disebabkan karena tidak menutup kemungkinan dengan diterapkan prinsip ini telah terjadi penyimpangan-penyimpangan khususnya terhadap tindak pidana Pencucian uang (money laundering) sehingga Bank Indonesia sebagai lembaga pembina dan pengawas perbankan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Prinsiple). Selain dari pada itu Bank Indonesia juga mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tanggal 20 Januari tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah yang tujuan nya untuk melindungi nasabah dari perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan nasabah. Jenis Penelitian didalam tesis ini adalah Yuridis Normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap permasalahan dan penelitian ini melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan berdasarkan klasifikasi bahan hukum. Penelitian yuridis normatif ini menggunakan data skunder yang dikumpulkan dengan mempergunakan studi dokumen/ studi pustaka (library research). Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu penelitian ini menggambarkan tentang situasi atau keadaan yang terjadi terhadap permasalahan yang dikemukan, dengan tujuan untuk membatasi kerangka studi kepada tentang keberadaan kerahasiaan bank sebagai wujud perlindungan nasabah. Data analisis secara kualitatif yang akan dikemukan dalam bentuk uraian sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini. Penerapan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah ditujukan untuk melindungi nasabah dari penyimpangan-penyimpangan yang ditimbulkan akibat kesalahan operasional bank. Penerapan kerahasiaan bank dilakukan untuk menjaga dan meyakinkan dan menenangkan nasabeh ketika menyerahkan keterangan pribadinya yang bersifat rahasia kepada bank yang mempunyai hubungan kontraktual tersebut, sehingga kedepan perlu dibuat suatu Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
ketentuan yang baku setingkat Undang-Undang mengenai rahasia bank sehingga dapat memberikan kepastian hukum tentang rahasia bank.
Kata Kunci : Menjaga Kerahasiaan, Perlindungan nasabah.
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
ABSTRACT
The Confidential of bank is a kinds of principle which is adhered by every bank in running its business. This principle of secretcy is necessary to protect the customers from the well being of parties that can injure them. Along with their development, and for the sake of customers and banks. Banks of Indonesia has published many protecting law decissions. These problems are hapenned because of the deviation, especially in the criminal action of money laundering. As an institution of banking builders and controllers, Bank Indonesia published a Regulations No.5/21/PBI/2003. It was about second alteration of Regulation No. 3/10/PBI/2001 which contained the “Know Your Customer Principle” Beside of this, Bank of Indonesia also published the Regulation No.7/6/PBI/2005 dated 20 th January 2005 containing The Informative Transparancy of Bank Product and The Use of Customer’s Personal Data. Its purpose was to protect the customers from the well being which could injure them. The kind of research of this thesis is Jurisdiction of Norm. It was done by analysing the problem with the approach to the principle of law and reffering to the norm of law which were found in the regulation of law based on the classification of law materials. This Jurisdiction of Norm used the library research, the secondary data were collected from documented material. The characteristic of the research was analytic descriptive. It described about the situation and the condition which were occurred into the founded problem with its purposes of limiting the frame of study into the present of secretcy of bank as an exitence to protect the customers. The qualitative analysed data would be found of systematic description by explaining the relation among the various kind of data, so, beside describing and explaining the data this research would be hoped to produce the solution to the problems. The appliction of Regulation of Bank of Indonesia No.7/6/PBI/2005 contained the Informative Transparancy of Bank Product and The Use of Customer’s Data was purposed to protect the customers from deviations which were impacted by the faults of banking operation. The banking secretcy are applied to secure, to convice and to give the profit to the customers when they inform their personal data condidentially to the bank that have the contractual relation as high as laws for the banking secretcy, so it can give the law assurance in banking of secretcy.
Keywords : To secure the secretcy, customer protection.
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah yang diberikan-Nya kepada penulis sehingga penulis diberikan kesehatan dan kemampuan untuk menyelesaikan tesis ini. Walaupun penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini jauh dari sempurna. Adapun judul penelitian yang ditulis oleh penulis adalah “Menjaga Kerahasiaan Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah”. Penyelesaian tesis ini tidak akan rampung tanpa bantuan, saran maupun petunjuk yang diberikan kepada penulis oleh pembimbing maupun penguji baik pada saat pengajuan judul sampai penyusunan tesis ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-sebesarnya kepada: 1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A (K), selaku Rektor atas kesempatan menjadi mahasiswa pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa. B. Msc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang telah diberikan untuk
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Prof. Dr. H. Bismar Nasution, SH., MH, selaku Pembimbing Utama sekaligus Ketua Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan bimbingan sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan menyelesaikan tesis pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera. 4. Bapak Dr. Zulkarnaen Sitompul, SH., LL.M selaku Anggota Komisi Pembimbing II yang telah banyak memberikan masukkan dan arahan kepada penulis. 5. Ibu Dr. Sunarmi, SH., M.Hum, selaku selaku Anggota Komisi Pembimbing III dan juga sebagai Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum yang telah banyak memberikan masukkan dan arahan kepada penulis. 6. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku penguji penulis mengucapkan banyak terima kasih atas masukkan dan sarannya guna perbaikan tesis ini. 7. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum, selaku penguji
penulis
mengucapkan banyak terima kasih atas masukkan dan sarannya guna perbaikan tesis ini. 8. Seluruh Guru Besar serta Dosen pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
9. Seluruh Staf dan karyawan dan karyawati Sekolah Pascasarjana khususnya kepada karyawan dan karyawati pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara. 10. Secara Khusus kepada orang tuaku tercinta dan juga belahan jiwaku DJORMAN. PURBA, SH dan KARPINA Br DAMANIK atas kesabaran dan dukungan moril dan spritual maupun materil yang diberikan kepada penulis, serta memberikan cinta dan kasih sayang yang tiada henti-hentinya bagi penulis, dan juga kepada adik-adik penulis NOPINUS ANDREAS PURBA, SE dan JUPENTUS SEHAT MARTUA PURBA, Amd atas dukungan dan doanya kepada penulis. 11. Terima kasih yang sedalam-dalamnya khususnya kepada Bapak Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kupang beserta para Hakim dan Staf Struktural maupun Fungsional Pengadilan Negeri Kupang yang telah memberikan kesempatan, dukungan dan motivasi untuk menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara. Ucapan terima kasih kepada teman-teman terbaik saya (My best Friend) Pantun Panggabean, SH., MKn, Bangun Kantate Lukas Totays Sibarani, SH., Chandra Saut Maruli Sianturi, SH., Lukman Antoni Silalahi, SH., Sabam Efendi
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Simangunsong, SH., Tengku Said Abdul Azis, SH., Sonly. F. Aritonang, SH, dan Imelda Pardede, SH. Ucapan terima kasih kepada teman-teman Pascasarjana Stb. 2004 Khususnya pada klas Reguler seperti: Pak Malem Ginting, SH., M.Hum, Pak Zulkarnaen Nasution, SH, Bu Deliani, SH., M.Hum, Bu Yusriana, SH., M.Hum, Kak Theresia Simatupang, SH., M.Hum, Kak Zulfi Chairi, SH.,M.Hum, Kak Rita Erlina, SH., M.Hum, Bang Abu Bokar, SH., M.Hum, Bang Dhani Perwira, SH., M.Hum, Katerina Melati Siagian, SH.,M.Hum, Golda Meyer, SH., M.Hum, Pandapotan Tamba, SH., M.Hum. Ucapan terima kasih juga pada klas Paralel seperti: Pak Arifin, SH., M.Hum, Pak Didik M. SH., M.Hum, Bang Marcos Simare-mare, SH., M.Hum, Ledies Bangun, SH., M.Hum, Daniel Mario Sigallingging, SH. dll, atas dukungan dan kesempatan mengenal dan saling bertukar pikiran ketika sama-sama berada dikampus. Secara Khusus penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Mariani Sipayung, SH, atas bantuannya yang tidak kenal lelah mencari bahan-bahan penulisan tesis ini, dan juga kepada dr. Soli Grace Marion Sitopu atas dukungan doanya, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Penulis juga berharap bahwa tesis ini kiranya dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan, namun penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis memohon saran dan masukkan kepada kalangan-kalangan peneliti selanjutnya agar penelitian ini menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang perlindungan nasabah. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan berkat dan Anugrah-Nya kepada kita semua. Syalo…m, TUHAN memberkati…
Medan,
Januari 2008
Penulis,
AGUSTINUS SAYUR MATUA PURBA NIM : 047005001/HK
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
RIWAYAT HIDUP Nama
: Agustinus Sayur Matua Purba
NIP
: 220005907
Tempat/ Tangggal Lahir
: Tanjung Morawa, 25 Agustus 1978
Jabatan
: Calon Hakim Peradilan Umum
Organisasi/ Unit Kerja
: Pengadilan Negeri Kupang. Jln. Palapa No. 18 Oebobo Kupang. 85000
Instansi
: Mahkamah Agung Republik Indonesia
Agama
: Kristen Protestan
Alamat
: Jln. Gereja No. 1 Dsn XII Desa LimauManis Kec.
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Tanjung Morawa, Kab. Deli Serdang, Prop. Sumatera Utara. 20362 : Jln. Kambaniru No. 9 RT/RW. 19/05 Kel. Kuanino, Kec. Oebobo, Kota Kupang, Prop. Nusa Tenggara Timur.
Pendidikan Umum 1. SD
Tahun 1991
2. SMP
Tahun 1994
3. SMU
Tahun 1997
4. S 1
Tahun 2002
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ..................................................................................................
i
ABSTRACT .................................................................................................
iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................
ix
DAFTAR ISI …………………………………………………………………
xi
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………
1
A. Latar Belakang ........................................................................
1
B. Perumusan Masalah .................................................................
10
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
C. Tujuan Penelitian .....................................................................
11
D. Manfaat Penelitian ...................................................................
11
E. Keaslian Penelitian ..................................................................
12
F.
Kerangka Teori .......................................................................
12
G. Metode Penelitian ....................................................................
18
1. Jenis dan Sifat Penelitian ....................................................
19
2. Teknik Pengumpulan Data..................................................
19
3. Analisis Data ......................................................................
19
4. Penarikan Kesimpulan ........................................................
20
BAB II KERAHASIAAN BANK DAN NASABAH ................................ .
21
A. Rahasia Bank ...........................................................................
21
1. Pengertian Rahasia Bank ....................................................
21
2. Sifat Rahasia Bank .............................................................
24
B. Penerapan Rahasia Bank di Indonesia .....................................
27
1. Ketentuan Hukum Rahasia Bank ........................................
27
2. Penerapan Ketentuan Rahasia Bank ...................................
33
C. Hubungan Bank dengan Nasabah .............................................
45
D. Mekanisme Perlindungan Nasabah ..........................................
50
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
1. Alasan Bank Menjaga Kerahasiaan Bank............................
50
2. Analisis Terhadap Transparansi Produk dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah .........................................................
56
BAB III PRINSIP MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER) DENGAN RAHASIA BANK …………………… .
65
A. Pengertian Prinsip Mengenal Nasabah (Know YourCustomer) .................................................................................
65
B. Dasar Hukum Prinsip Mengenal Nasabah (Know YourCustomer principle) ..................................................................
69
C. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle).................................................................
71
D. Hubungan Prinsip Mengenal Nasabah (Know YourCustomer) dengan Rahasia Bank..............................................
80
BAB IV PENERAPAN KETENTUAN RAHASIA BANK DALAM MEMBERANTAS/ MENCEGAH TINDAK KEJAHATAN ………………………………………... .................
83
A. Kejahatan perbankan dan Kejahatan Rahasia Bank ..................
83
B. Pengecualian Rahasia Bank .....................................................
87
1. Untuk Kepentingan Perpajakan...........................................
89
2. Untuk Kepentingan Penyelesaian Piutang Bank ..................
92
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
3. Untuk Kepentingan Peradilan Pidana ..................................
93
4. Untuk Kepentingan Pemeriksaan Peradilan Perkara Perdata ...............................................................................
94
5. Untuk KepentinganTukar menukar Informasi Antar Bank ...................................................................................
95
6. Untuk Kepentingan Pihak Lain Yang Ditunjuk Nasabah dan Untuk Kepentungan Waris..................................................
98
C. Kasus-kasus yang berhubungan dengan Rahasia Bank .............
99
D. Penyempurnaan Ketentuan Rahasia Bank ................................
106
E. Sanksi Terhadap Pelanggar Ketentuan Rahasia Bank ...............
110
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………… ....
112
A. Kesimpulan .............................................................................
112
B. Saran .......................................................................................
114
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………...
115
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang mempunyai peran yang sangat strategi dalam pembangunan Indonesia. Hal ini tidak dapat disangkal bahwa dalam mencapai tujuan pembangunan nasional yaitu untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Peran yang sangat strategis dari bank sebagai suatu badan usaha adalah bank yang mempunyai fungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana yang dihimpun tersebut kepada masyarakat. 1 Bank
sebagai
lembaga
keuangan
diharapkan
dapat
menyerasikan,
menyelaraskan, serta menyeimbangkan unsur pemerataan pembangunan dan hasilhasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional yang pada akhirnya mengarah pada peningkatan taraf hidup masyarakat dan peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Keberadaan bank sangat krusial bagi perekonomian suatu negara, karena itu asset bank dalam bentuk kepercayaan masyarakat sangat penting dijaga guna meningkatkan efisiensi penggunaan bank dan efisiensi intermediasi serta untuk mencegah terjadinya bank runs and panic.
2
Oleh Karena itu perbankan harus dapat
bekerja secara profesional, mampu membaca, menelaah, dan menganalisis semua kegiatan dunia usaha serta perekonomian nasional. Mempunyai entrepreneurship dan kemampuan membaca pasar agar dapat menjalankan fungsi intermediasi dengan baik, sebagaimana dimaksud Pasal 1 Angka 2. 3
1
Teguh Pudjomuljono, Analisis Laporan Keuangan Untuk Perbankan, (Bandung; Jambatan 1992), hal.9. 2 Zulkarnain Sitompul.1, Problematika Perbankan, (Bandung; Books Terrace )2005, hal.1. 3 Pasal 1Angka 2 mengatakan Bank Umum adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran., lihat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, (Bandung; Fokus Media) 2004. Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Untuk mencapai tujuan tersebut badan pengawas bank perlu memiliki kewenangan luas untuk mengatur dan mengawasi industri perbankan. Kewenangan tersebut antara lain kewenangan menetapkan besarnya modal yang harus dimiliki, besarnya kredit yang boleh diberikan kepada suatu perusahaan, siapa yang boleh menjadi pengurus bank dan sebagainya. Kewenangan mengawasi diberikan dengan tujuan untuk memonitor apakah bank tersebut melakukan kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perlu dikaji untuk memberikan kewenangan penyidikan kepada badan pengawas. Kewenangan tersebut bertujuan untuk melindungi nasabah, melindungi perekonomian dan menjaga agar tidak terjadi konsentrasi bisnis. Perlindungan terhadap nasabah merupakan alasan paling dasar untuk mengawasi bank karena nasabah merupakan target yang mudah bagi pencurian oleh pengurus bank. 4 Bank sebagai suatu lembaga yang hidupnya tergantung dari dana masyarakat yang disimpan pada bank. Agar nasabah bersedia menyimpan dananya kepada bank yang bersangkutan, nasabah harus memiliki kepercayaan bahwa bank tersebut, mau dan membayar kembali dana yang disimpan pada bank pada waktu dana itu ditagih oleh nasabah penyimpan dana. Pada peristiwa beberapa tahun yang lalu banyak bank dilikuidasi oleh pemerintah, para nasabah bank tersebut tidak dapat memperoleh kembali dananya ketika bank-bank tersebut dilikuidasi, maka hancurlah kepercayaan
4
Zulkarnain Sitompul.1, Op cit., hal.3.
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
masyarakat terhadap perbankan pada saat itu yang memang berada ditingkat yang rendah. Hancurnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan ditandai dengan terjadinya rush atau bank run dimana masyarakat beramai-ramai menarik dana simpananya dari bank yang belum dilikuidasi terutama dari bank-bank swasta nasional. 5 Jika melihat kenyataan pada saat itu tentu rasanya tidak adil bila nasabah harus menanggung keputusan likuidasi akibat kesalahan dalam pengurusan bank. Adalah wajar apabila deposan berhak mendapatkan seluruh dananya berikut bunganya, bukannya dipotong dengan biaya administrasi yang sangat memberatkan. Kenyataanya, bank tidak pernah memberikan agunan apa pun kepada nasabahnya, kecuali modal kepercayaan, sehingga wajar pertanggungjawaban pihak bank diperluas. 6 Untuk itu perlu diupayakan agar masyarakat berkeinginan menyimpan dananya di bank, dan keinginan masyarakat menyimpan uang di bank merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan. 7 Untuk mengukur tingkat kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan tercermin dari keinginan masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan perbankan seperti menyimpan atau menginvestasikan uang, mendepositokan dan meminjam uang untuk
5
Zulkarnain Sitompul. 2, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Suatu Gagasan Tentang Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, (Jakarta, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002),hal.,vii. 6 Http//www.pikiran-rakyat.com (diakses tanggal 31 Mei 2006). 7 Zulkarnaen Sitompul. 2, Op.cit, hal.28., Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
memulai atau memperluas usaha. Peran dan partisipasi kalangan masyarakat luas ini merupakan sesuatu yang vital bagi industri perbankan itu sendiri maupun kesejahteraan masyarakat umum secara luas yang pada akhirnya berkepentingan pada pembangunan. 8 Oleh sebab itu bank sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan, wajib memberikan informasi mengenai risiko kerugian akibat transaksi sebagaimana dimaksud di dalam Undang-Undang Nomor. 7 Tahun 1992 yang dirubah oleh Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan khususnya pada Pasal 29 ayat 4. 9 Mengingat peranan dari lembaga perbankan tersebut, maka dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional tidak berlebihan apabila lembaga perbankan ditempatkan begitu strategis dan mendapat perhatian pemerintah melalui pembinaan yang intensif. Semuanya itu didasari oleh landasan pemikiran agar lembaga perbankan di Indonesia mampu berfungsi secara efisien, sehat, wajar dan mampu melindungi secara baik dana yang dititipkan masyarakat kepadanya, serta mampu
8
Ibid.,hal.25 Pasal 29 Ayat 4 Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank. Lihat Undang-Undang Nomor. 7 Tahun 1992 sebagaimana yang telah diubah oleh UndangUndang Nomor.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. 9
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
menyalurkan dana masyarakat tersebut kebidang-bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan. 10 Bank sebagai suatu lembaga yang melindungi dana nasabah juga berkewajiban menjaga kerahasiaan terhadap dana nasabahnya dari pihak-pihak yang dapat merugikan nasabah. Dan sebaliknya masyarakat yang mempercayakan dananya untuk dikelola oleh bank juga harus dilindungi terhadap tindakan yang semena-mena yang dilakukan oleh bank yang dapat merugikan nasabahnya. Hal ini sangat dibutuhkan karena sebagai lembaga keuangan, bank harus mendapat kepercayaan dari masyarakat, dan kepercayaan dari masyarakat tersebut akan lahir apabila semua data hubungan masyarakat dengan bank tersebut dapat tersimpan secara rapi atau dirahasiakan. 11 Hal demikian membawa konsekuensi kepada bank, yaitu bank memikul kewajiban untuk menjaga kerahasiaan tersebut, sebagai timbal balik dari
10
Menurut Soedradjat J, dalam tulisannya “Menuju Sistim Perbankan Untuk mendukung Pembangunan Nasional” (selasa, 23 Maret 2004), http//kolom.pasific.net.id/ind. Bahwa: “Perbankan yang sehat disini menyangkut: Pertama, bank-bank dalam arti mikro harus sehat dalam aspek yang menyangkut permodalan, manajemen, dan kegiatan, sesuai dengan peraturan dan pengawasan perbankan yang berlaku. Kedua, adanya pengaturan dan pengawasan yang efektif yang dilakukan oleh lembaga yang secara independent bertanggung jawab untuk itu. Ketiga, adanya kelembagaan yang mendukung bekerjannya perbankan, selain lembaga pengawasan dan pengaturannya, termasuk pula hukum dan peradilan. Keempat, adanay kerjasama serta koordinasi internasional yang menjalankan surveillance secara efektif. Dengan demikian, perbankan yang sehat, bukan hanya dalam arti mikro yang meliputi kondisi internal dan operasi bank, tetapi juga pengawasan dan pengaturan bank serta kelembangaan penunjangnya, baik nasional maupun internasional harus tersedia dan berjalan efektif. Mengenai kondisi sehatnya bank secara mikro, sebagaimana bank harus sehat dalam arti tidak mengalami masalah likuiditas, artinya kalau dalam operasi hariannya mengalami mismatch likuiditas dapat segera mengatasinya dengan mekanisme dan sarana yangs sesuai ketentuan. Selain tiu, bank harus sehat dalam arti solvable, artinya memenuhi ketentuan kecukupan modal yang berlaku” 11 Muhammad Djumhana. 1, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung; Citra Aditya Bakti 2003), hal.161 Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada bank selaku lembaga keuangan atau sumber dana masyarakat. Sebagai suatu badan usaha yang dipercaya oleh masyarakat untuk menghimpun dana masyarakat, sudah sewajarnya bank memberikan jaminan perlindungan kepada nasabah yang berkenaan dengan “keadaan keuangan nasabah” yang lazim dinamakan dengan “Kerahasiaan Bank”. Kerahasiaan bank sangat penting karena bank memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Nasabah hanya mempercayakan uangnya kepada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila bank memberikan jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan tidak akan disalahgunakan. 12 Dengan adanya jaminan kerahasian bank atas semua data-data masyarakat dalam hubungannya dengan bank, maka masyarakat mempercayai bank tersebut, kemudian selanjutnya mereka akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank. Kepercayaan masyarakat lahir apabila dari bank ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak disalahgunakan, dengan adanya ketentuan tersebut ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank. 13 Hubungan antara bank dengan nasabah ternyata tidaklah seperti hubungan kontraktual biasa, tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank
12
Racmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta; Gramedia Pustaka Utama 2001), hal.153 13 Muhammad Djumhana. 1, Op.cit, hal. 161 Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain manapun jika ditentukan lain oleh perundang-undangan yang berlaku, karena itu dapat dikatakan bahwa hubungan antara lawyer dengan klien, atau dokter dengan pasiennya. 14 Dengan adanya ketentuan tersebut ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank. Ketentuan rahasia bank berlaku bagi pihak-pihak terafiliasi dalam operasional bank. 15 Dengan demikian, istilah rahasia bank mengacu kepada rahasia dalam hubungan antara bank dengan nasabahnya. Sedangkan rahasia-rahasia lain yang bukan merupakan rahasia antara bank dengan nasabahnya, sesungguhnya pun bersifat “rahasia “ tidak tergolong ke dalam istilah ”rahasia bank” menurut undangundang perbankan. 16 Rahasia-rahasia lain yang bukan rahasia bank tersebut misalnya rahasia mengenai data dalam hubungan dengan pengawasan bank oleh Bank Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Ayat (3), dan Pasal 33 Undang-
14
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Buku Kesatu, ( Bandung; Citra Aditya Bakti1999), hal.89 15 Pihak-pihak terafiliasi didalam bank adalah 1. Anggota Dewan Komisaris, Direksi, Pejabat, atau karyawan (bagi bank yang berbentuk Perseroan Terbatas); 2. Anggota Pengurus dan Badan Komisaris, Direksi, Pejabat, atau karyawan bank (bagi bank berbadan hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku); 3. Pihak-pihak yang memberikan jasanya kepada bank yang bersangkutan, termasuk konsultan, konsultan hukum, akuntan , dan penilai; 4. Pihak yang berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia turut mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus. Lihat Zainal Asikin, Poksok-pokok Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta; Raja Grafindo Persada 1997), hal. 53 16
Loc.cit., hal. 89
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana yang telah diubah dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. 17 Seiring dengan kemajuan teknologi dewasa ini salah satu wujud kerahasian dan perlindungan nasabah bank adalah dengan diluncurkannya kartu ATM (Anjungan Tunai Mandiri) sebagai salah satu fasilitas yang disediakan oleh bank. Banyak bank saat ini telah menyediakan fasilitas kartu ATM sebagai wujud rahasia dan perlindungan terhadap nasabahnya. 18 Sutan Remy Sjahdeini mengatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki ketentuan ketat mengenai kerahasiaan bank. Pelanggaran terhadap kerahasiaan bank adalah merupakan tindak pidana, karena begitu ketatnya ketentuan rahasia bank di Indonesia, hakim yang memeriksa dan mengadili perkara pidana yang berhubungan dengan rahasia bank harus memperoleh izin dari Menteri Keuangan. Tentu saja ini bertentangan dengan Pasal 24 Undang Undang Dasar 1945, 19 Karena menurut ketentuan didalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa di dalam mengadili suatu perkara baik pidana maupun perdata hakim memiliki kekuasaan yang merdeka, dalam ketentuan ini mengandung pengertian bahwa
17
Pasal 30 Ayat (3) Bahwa keterangan tentang bank yang diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak diumumkan dan bersifat rahasia, lihat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. 18 Http//www.bank mandiri.co.id. (diakses 31 Mei 2006). 19 Pasal 24 Ayat (1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
kekuasaan kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial
20
. Ketatnya ketentuan rahasia bank di Indonesia memungkinkan terjadinya
tindak pidana pencucian uang (money laundering) seperti peredaran uang-uang hasil perdagangan narkotika, perjudian, penyuapan, terorisme dan lain-lain. Oleh sebab itu ketentuan rahasia bank perlu diperlonggar. 21 Thomas Suyatno mengatakan bahwa ketentuan rahasia bank sangat diperlukan di dalam operasional bank, tetapi penerapannya jangan terlalu kaku. Masalah rahasia bank berhubungan dengan prilaku bankir dan pihak lain yang terlibat. Ketentuan rahasia bank yang tercantum pada Bab VII Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang kemudian dirubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, sebab bank harus melindungi dana nasabahnya. Bank yang membocorkan informasi layak dikenakan sanksi berat. 22 Untuk mengurangi risiko itulah maka setiap bank diwajibkan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian. Salah satu upaya dalam melaksanakan prinsip kehati-hatian adalah penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Costumer Prinsiple). 23 Selain prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Costumer Principle)
20
Hamdan Zoelva, Himpunan Perundang-undangan Mahkamah Agung dan Amandemen UUD 1945, (Jakarta ; Durat Bahagia 2004), hal 17 21 Http// www.hukmas depkeu go.id (diakses 2Juni 2006). 22 Http//www.homeline.com (diakses 17 Juli 2006). 23 Prinsip Mengenal Nasabah adalah Prinsip yang diterapkan oleh Perusahaan Jasa Keuangan (PJK) untuk mengetahui identitas nasabah dan memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Costumer Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
dalam operasional perbankan prinsip keterbukaan juga dibutuhkan dalam melindungi nasabah. Berdasarkan hal-hal di atas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini untuk diteliti dan dibahas yang pada akhirnya menjadikan penelitian ini berjudul “ Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah untuk dibahas dalam tulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Mengapa bank wajib menjaga kerahasiaan dalam melindungi nasabahnya? 2. Apakah terdapat hubungan antara penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Costumer Principle) dengan rahasia bank dalam melindungi nasabah? 3. Perlukah ketentuan rahasia bank diperlonggar untuk mencegah/ memberantas kejahatan.
Principle) oleh Perusahan Jasa Keuangan sangat penting untuk mencegah digunakannya Perusahaan Jasa Keuangan sebagai sarana pencucian uang (money laundering) dan aktivitas lainnya yang terkait. Lihat Bismar Nasution, Rejim Anti Money Laundring di Indonesia, (Bandung; Books Terrace & Library, 2005) hal.43 Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini mempunyai tujuan penelitian yang diinginkan dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui alasan bank menjaga kerahasiaan dalam melindungi nasabahnya. 2. Untuk mengetahui dan menjelaskan ruang lingkup rahasia bank telah memberikan perlindungan kepada nasabah. 3. Untuk mengetahui perlu tidaknya ketentuan rahasia bank diperlonggar dalam mencegah/ memberantas kejahatan
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari Penelitian ini dapat dilihat dari 2 (dua) sisi yaitu: 1. Secara teoritis, Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang ilmu pengetahuan hukum perbankan Indonesia terutama yang berhubungan dengan kerahasiaan bank (confidencia bank). 2. Secara praktis, memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat dan pihakpihak yang berhubungan dengan kerahasiaan bank (confidential bank) sebagai wujud perlindungan nasabah. Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan diperpustakaaan khususnya pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah”, belum pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya dengan demikian penelitian ini adalah baru pertama kali.
F. Kerangka Teori Ketentuan rahasia bank dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang kemudian diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 banyak mengalami perubahan dan penambahan. Adapun prinsip atau teori yang mendasari ketentuan rahasia bank di Indonesia adalah prinsip atau teori nisbi, dimana di dalam prinsip atau teori nisbi ini memungkinkan pemberian data dan informasi yang menyangkut tentang kerahasiaan bank kepada pihak lain. Hal ini berbeda dengan sistem di Swiss yang hanya memungkinkan pembukaan rahasia bank apabila ada putusan pengadilan. Menyangkut pihak yang harus menyimpan rahasia karena profesi dan pekerjaanya
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
hampir sama ketentuannya dengan di Swiss yaitu menyangkut semua pihak yang berhubungan dengan kegiatan bank (pihak-pihak terafiliasi). 24 Di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang kemudian diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pada Pasal 1 Angka 28 dinyatakan bahwa rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. 25 Ini menunjukkan bahwa bank dalam melakukan kegiatannya harus memperhatikan dan melaksanakan prinsip kerahasiaan sebagai usaha melindungi nasabahnya. Prinsip kerahasiaan bank tersebut dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang kemudian diubah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dimana bank dalam menjalankan usahanya harus menggunakan prinsip kerahasiaan bank terutama dalam melindungi nasabahnya hal ini harus dijalankan oleh bank bukan hanya dihubungkan dengan kewajiban agar bank tidak merugikan kepentingan nasabah yang telah mempercayakan dananya kepada bank tetapi juga dari sistem moneter yang menyangkut kepentingan semua anggota masyarakat yang bukan hanya nasabah penyimpan dana dari bank itu saja. Prinsip kerahasiaan bank bertujuan agar bank menjalankan usahanya secara baik dan benar mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku 24 25
Muhammad Djumhana. 1, Op.cit., hal. 166 Munir Fuady, Op.cit., hal 90
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
dalam dunia perbankan, agar bank yang melakukan usahanya menjaga kerahasiaan nasabahnya, sehingga masyarakat semakin percaya kepada bank dan membawa dampak semakin meningkatnya keinginan masyarakat untuk mempergunakan jasa perbankan di dalam kegiatan usahanya serta kebutuhan sehari-hari. Prinsip kerahasiaan bank ini telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang kemudian dirubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menjadi acuan bagi perbankan di negara Indonesia. Jika dilihat bahwa peraturan atau norma hukum itu tidak lahir dengan sendirinya, tetapi dilatar belakangi oleh dasar-dasar filosofi yang disebut dengan asas hukum. Sehingga untuk mengerti norma hukum kita harus mengetahui asas-asas hukum itu. Sadjipto Raharjo mengatakan bahwa barang kali tidak berlebihan apabila dikatakan asas hukum merupakan “jantungnya” peraturan hukum. Karena itu ia merupakan landasan yang luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti bahwa peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas hukum itu. 26 Demikian juga halnya jika berbicara tentang perbankan, bahwa di dalam melaksanakan kemitraan antara bank dan nasabah,
26
untuk terciptanya sistem
Sadjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung; Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 45
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
perbankan yang sehat, kegiatan perbankan perlu dilandasi dengan beberapa asas hukum (khusus), yaitu: 27: 1. Asas Demokrasi Ekonomi Di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dikatakan, bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Ini berarti, fungsi dan usahanya perbankan diarahkan untuk melaksanakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945.28 Dalam demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut harus dihindarkan hal-hal sebagai berikut: a. Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain yang dalam sejarah di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan kelemahan struktur ekonomi nasional dan posisi Indonesia dalam perekonomian dunia. b. Sistem etatisme, dalam arti bahwa negara beserta aparatur negara bersifat dominan, mendesak, dan mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara.
27 28
Racmadi Usman, Op.cit., hal 14 Ibid, hal 14
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
c. Persaingan tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi pada suatu kelompok dalam berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat dan bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial. 29 2. Asas Kepercayaan (Fiduciary Principle) Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dengan nasabahnya. Bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang tersimpan padanya atas dasar kepercayaan, sehingga setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya. Kemauan masyarakat untuk menyimpan sebagian uangnya dibank, semata-mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperoleh kembali pada waktu yang diinginkan atau sesuai dengan yang diperjanjikan dan disertai dengan imbalan. Apabila kepercayaan nasabah penyimpan dana terhadap sustu bank telah berkurang, tidak tertutup kemungkinan akan terjadi rush terhadap dana simpanannya. 30 Sutan Remi Sjahdeini menyatakan bahwa hubungan antara bank dengan nasabah penyimpan dana adalah hubungan pinjam-meminjam uang antara debitur (bank) dan kreditur (nasabah penyimpan dana). Dengan kata lain, bahwa menurut Undang-Undang Perbankan hubungan antara bank dengan nasabah penyimpan 29 30
Ibid., hal.16 Ibid
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
dana bukan sekedar hubungan kontraktual biasa antara debitur dan kreditur yang diliputi oleh asas-asas umum dari perjanjian, tetapi juga hubungan kepercayaan yang diliputi asas kepercayaan. 31 3. Asas kerahasiaan bank (Confidencial Principle) Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan dan mewajibkan bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan (wajib) dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah untuk kepentingan bank sendiri, karena bank memerlukan kepercayaan masyarakat menyimpan uangnya di bank, dan masyarakat hanya mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila bank menjamin bahwa tidak akan ada penyalahgunaan pengetahuan bank tentang simpanannya. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 rahasia bank meliputi keadaan keuangan nasabah penyimpan dana dan nasabah debitur, sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 membatasi rahasia bank hanya tentang keadaan nasabah penyimpan dana saja. Dengan demikian bank harus memegang teguh rahasia bank. 32 4. Asas kehati-hatian (Prudential Principle)
31 32
Ibid. Ibid.
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dinyatakan bahwa bank wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian (prundential principle) ini tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat, dengan kata lain agar selalu dalam keadaan likuid dan solvent. Dengan diberlakukannya prinsip kehati-hatian diharapkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat bersedia dan tidak ragu-ragu menyimpan dananya dibank serta kepentingan nasabahnya terlindungi. 33
G. Metode Penelitian Kata metode berasal dari kata Yunani “methods” yang berarti cara atau jalan. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. 34 Dalam bahasa Indonesia kata metode berarti cara sistematis dan cara terpikir secara baik untuk mencapai tujuan. Oleh Karena itu sebagai sebuah penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian mulai dari pengumpulan data sampai pada analisis data dilakukan dengan memperhatikan kaedah-kaedah penelitian sebagai berikut: 33 34
Ibid. hal. 19 Kontjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta; Gramedia Pustaka, 1977)
hal. 16 Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
1. Jenis dan Sifat Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif yang mengacu kepada penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif ini mempunyai sifat deskriptif analisis yaitu penelitian tentang keberadaan kerahasiaan bank
sebagai
wujud
perlindungan
nasabah,
dimana
penelitian
ini
akan
menggambarkan suatu keadaan normatif. 2. Teknik Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Seluruh data sekunder dikumpulkan dengan mempergunakan studi dokumen/ Studi pustaka (Library research) untuk mendapatkan data skunder berupa peraturanperaturan hukum (peraturan perundang-undangan) yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang kemudian dirubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, peraturan-peraturan Bank Indonesia, dan peraturan-perturan lain yang berhubungan dengan perbankan khususnya mengenai rahasia bank dan perlindungan terhadap nasabah, buku pustaka, jurnal-jurnal, tulisan-tulisan yag ada didalam media cetak dan lain sebagainya 3. Analisis Data Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa secara kualitatif, maksudnya bahwa analisa ini bertolak dari usaha untuk meneliti terhadap asas hukum yang diatur di dalam bahan hukum primer dan berkembang melalui pembahasan dalam bahan sekunder. 4. Penarikan Kesimpulan Penarikan kesimpulan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengunakan logika berpikir secara deduktif yaitu berpangkal pada kaidah-kaidah umum yang diperoleh baik hasil dari penelitian kepustakaan maupun dari hasil wawancara untuk ditarik suatu kesimpulan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
BAB II KERAHASIAAN BANK DAN NASABAH
A. Rahasia Bank 1. Pengertian Rahasia Bank Pada dasarnya bank menjalankan prinsip kepercayaan yang diberikan oleh penyimpan dana untuk menjaga kerahasiaan rekening nasabahnya. Oleh karena hubungan bank dan nasabah adalah bersifat kerahasiaan, hal ini sering disebut dengan rahasia bank (bank secrecy). Istilah rahasia bank ini mengacu kepada hal-hal yang berhubungan dengan interaksi antara bank dengan nasabahnya. Nasabah tentu tidak mengharapkan bank untuk memberitahu pihak ketiga tentang keadaan keuangan nasabah tersebut. Kerahasiaan informasi yang lahir dalam kegiatan perbankan ini pada dasarnya lebih banyak untuk kepentingan bank itu sendiri, karena sebagai lembaga keuangan, kepercayaan adalah keutamaan dalam melaksanakan kegiatannya. Untuk menjamin
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
hal itu, pemerintah telah menjamin hak-hak nasabah dengan undang-undang, yaitu Undang-Undang Perbankan. Pada mulanya Bank muncul dan berkembang dari kegiatan tukar-menukar yang dikenal sejak zaman purbakala di Athena, dan Romawi. Pada zaman itu, di Athena orang yang menjalankan tugas tukar-menukar uang dinamakan trapezites (orang dihadapan meja) atau argentarius di Romawi. Selain melakukan tugas tukarmenukar uang mereka juga menjalankan tugas menyimpan serta meminjamkan uang bagi mereka yang memerlukan. Usaha tukar-menukar dan simpan-pinjam ini menjadi lebih berkembang pada akhir abad pertengahan. Hal ini disebabkan karena perkembangan usaha-usaha perdagangan di Eropa serta timbulnya berbagai mata uang yang dimiliki oleh beberapa negara. Khusus dalam tugas peminjaman uang dilakukan oleh orang-orang Yahudi, kemudian diikuti oleh orang-orang Italia yang berasal dari Lombardia.
35
Sejak 4000 tahun yang lalu di Babylonia, kerahasiaan bank sebagai suatu kelaziman telah dipraktekkan sebagaimana tercantum dalam Code of Hamourabi. Begitu juga pada Kerajaan Romawi Kuno, hal yang menyangkut hubungan antara nasabah dan perbankan sudah diatur, termasuk di dalamnya kerahasiaan bank. Sejarah mencatat pula aturan tentang pelarangan-pelarangan yang berkaitan tentang
35
C.S.T Kansil dan Christine Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika Offset, 2002) hal 245 Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
bank termaktum dalam ketentuan Banco Ambrosiano di Milano-Italia pada tahun 1593. Bank-bank yang melanggar ketentuan rahasia bank, ijin usahanya dapat dicabut. 36 Di Indonesia pengaturan rahasia bank untuk pertama kali dilakukan pada tahun 1960 dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor. 23 Tahun 1960 tentang Rahasia Bank. Pengaturan rahasia bank selanjutnya mengalami perubahan dari waktu ke waktu yang dapat dikelompokkan menjadi dua bagian:
37
1. Pengertian rahasia bank meliputi keterangan-keterangan mengenai keadaan keuangan dan lain-lain dari segala macam nasabah yang hanya menggunakan jasa bank. Pengertian ini sangat luas meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan nasabah dan diterapkan dalam ketentuan yang berlaku dari tahun 1960 sampai tanggal 10 November 1998 dengan lahirnya Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 1998; 2. Pengertian rahasia bank yang hanya meliputi keterangan mengenai nasabah penyimpan dana dan simpanannya saja. Pengertian ini sangat terbatas dan berlaku sejak 10 November 1998 dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
36
Yunus Husein. 1, Rahasia Bank Privasi Versus Kepentingan Umum, (Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003) hal 133 37 Ibid hal. 193 Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Pengertian rahasia bank dalam Undang-Undang Nomor. 7 Tahun 1992 yang dimuat Pasal 1 ayat 16 mengatakan bahwa Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Pengertian ini kemudian diubah dengan pengertian baru oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang mengatakan bahwa Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan ketentuan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. 38
2. Sifat Rahasia Bank Mengenai sifat rahasia bank, ada dua teori yang dapat dikemukakan, yaitu teori yang mengatakan rahasia bank yang bersifat mutlak (absolute theory) dan yang mengatakan bersifat relatif (relative theory). Kedua teori ini masing-masing berpegang pada alasan atau argumentasinya. Adapun dua teori mengenai kekuatan berlakunya asas rahasia bank, yaitu: a. Teori Mutlak (Absolute Theory) Menurut teori ini, Rahasia Bank bersifat mutlak . Semua keterangan mengenai nasabah dan keuangannya yang tercatat di bank wajib dirahasiakan tanpa pengecualian dan pembatasan. Dengan alasan apa pun dan oleh siapapun 38
Sentosa Sembiring. 1, Himpunan Lengkap Undang-Undang tentang Perbankan disertai peraturan perundang-undangan yang terkait,(Bandung: Penerbit Nuansa Aulia, 2006) hal 16. Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
kerahasiaan
mengenai
nasabah
dan
keuangannya
tidak
boleh
dibuka
(diungkapkan). Apabila terjadi pelanggaran terhadap kerahasiaan tersebut, bank yang bersangkutan harus bertanggung jawab atas segala akibat
yang
ditimbulkannya. Keberatan terhadap teori mutlak adalah terlalu individulis, artinya hanya mementingkan hak Individu (perseorangan). Di samping itu, teori mutlak juga bertentangan
dengan
kepentingan
negara
atau
masyarakat
banyak
dikesampingkan oleh kepentingan individu yang merugikan Negara atau masyarakat banyak. Teori mutlak ini terutama dianut di Negara Swiss sejak tahun 1934. 39 Sifat mutlak rahasia bank tidak dapat diterobos dengan alasan apapun. Hal ini dapat dilihat di dalam Undang-Undang Pemerintah Swiss No. 47 mengenai “Perbankan dan bank Tabungan” November 1934. 40 Dengan demikian, para koruptor atau pedagang narkotika kelas kakap didunia merasa aman menyimpan uang hasil kejahatannya di bank-bank Swiss. Salah satu contoh 39
Abdulkadir Muhamad dan Rilda Murniati, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, (Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti,2004) hal 77. 40 Undang-Undang Pemerintah Swiss Nomor 47 mengenai “Perbankan dan Bank Tabungan” November 1934, menyatakan bahwa: 1. Barang siapa sebagai badan, pegawai, pelaksana, likuidator, atau komisi sebuah bank, sebagai pengawat komisi bank, sebagai organ, atau pegawai dari bagian revisi yang diakui atau yang menerima tugas ini membuka rahasia yang dipercayakan kepadanya atau barang siapa yang melanggar rahasia pekerjaan/ profesi, akan didenda hukuman kurungan selama enam bulan atau denda sampai 50.000 farnc. 2. Jika itu merupakan kecerobohan si pelaku, maka ia dikenakan denda sebesar 30.000 franc 3. Pelaku pelanggaran rahasia bank akan dikenakan hukuman juga, meskipun masa jabatannya atau masa dinasnya telah berakhir. 4. Keterangan hanya dapat diberikan berdasarkan Kanton (Negara bagian) dan dibawah sumpah mengenai kewajiban memberikan keterangan kepda yang berwajib. Muhamad Djumhana. 1. Op.Cit, hal 116 Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
pelaku yang memanfaatkan teori mutlak tentang kerahasiaan bank di bank-bank Swiss adalah mantan Presiden Ferdinand Marcos dari Filipina, dan gembong narkotika Dennis Levine. Ketatnya rahasia bank dilaksanakan di Swiss, mengakibatkan beberapa Negara tidak dapat menjangkau uang hasil kejahatan warga negaranya yang merugikan Negara atau masyarakat banyak, yang disimpan di bank-bank Swiss. Oleh karena itu, teori mutlak yang dianut oleh Negara Swiss mendapat reaksi keras dari beberapa negara yang kepentingannya dirugikan. Sebagai contoh adalah kasus gugatan pemerintah Amerika Serikat melalui Stock Exchange Commission (SEC) kepada sejumlah bank di Swiss sehubungan dengan penampungan dana hasil insider trading yang disimpan di beberapa bank di Swiss, Agar bank-bank yang bersangkutan membuka rahasia keuangan nasabahnya. Ternyata rahasia bank yang bersifat mutlak itu dapat dikompromikan. Sifat mutlak ini ditinggalkan oleh bank-bank di Swiss sejak tahun 1991 dengan menghapuskan nama samaran dari kode rekening nasabah yang terkenal dengan “Formulir B”, yang harus diganti dengan nama aslinya melalui pendaftaran ulang. Jika para nasabah yang bersangkutan tidak mendaftar ulang, mereka harus menutup rekeningnya.
41
b. Teori Relatif (Relative Theory)
41
Abdulkadir Muhamad dan Rilda Murniati, Op.cit, hal. 77-78
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Menurut teori ini, rahasia bank bersifat relatif (terbatas). Semua keterangan mengenai nasabah dan keuangannya yang tercatat di bank wajib dirahasiakan. Namun bila ada alasan yang dapat dibenarkan oleh undang-undang, rahasia bank mengenai keuangan nasabah yang bersangkutan boleh dibuka (diungkapkan) kepada pejabat yang berwenang, misalnya pejabat perpajakan, pejabat penyidik tindak pidana ekonomi. Keberatan terhadap teori relatif adalah rahasia bank masih dapat dijadikan perlindungan bagi pemilik dana yang tidak halal, yang kebetulan tidak terjangkau oleh aparat penegak hukum (law enforcer) karena tidak terkena penyidikan. Dengan demikian, dana tetap aman. Tetapi teori relatif sesuai dengan rasa keadilan (sense of justice), artinya kepentingan negara atau kepentingan masyarakat tidak dikesampingkan begitu saja. Apabila ada alasan dan sesuai dengan prosedur hukum maka rahasia keuangan nasabah boleh dibuka (diungkapkan). Dengan demikian, teori relatif melindungi kepentingan semua pihak, baik individu, masyarakat, ataupun negara. Teori relatif dianut oleh negaranegara pada umumnya antara lain Amerika Serikat, Belanda, Malaysia, Singapura, Indonesia. Rahasia bank yang berdasarkan teori relatif diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. 42
42
Abdulkadir Muhamad dan Rilda Murniati, Loc.cit, hal 78
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
B. Penerapan Rahasia Bank di Indonesia Ketentuan Hukum Rahasia Bank Berdasarkan penelitian kepustakaan tidak ditemui adanya peraturan perundang-undangan Indonesia yang mengatur masalah rahasia bank sebelum tahun 1960. Walaupun demikian terdapat pendapat yang menyatakan bahwa sesuai dengan prinsip konkordansi, maka ketentuan rahasia bank yang ada di negeri Belanda sebagai negeri yang menjajah Indonesia dapat diberlakukan di Indonesia sebagai negeri jajahannya. Setelah merdeka, peraturan dari negeri Belanda tersebut berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945 yang mengatakan bahwa masih berlaku sampai diadakannya ketentuan mengenai masalah rahasia bank ini. Sebelum tahun 1964 diketahui bahwa di Negeri Belanda tidak memiliki undang-undang atau ketentuan tertulis lainnya yang mengatur tentang kewajiban bank untuk merahasiakan keterangan tentang nasabahnya, Tetapi ditahun1964 Asosiasi Perbankan Belanda membuat suatu ketentuan mengenai rahasia bank ini dimana bank memiliki kewajiban bank untuk merahasiakan itu didasarkan pada “General Conditions” yang disusun oleh Asosiasi Perbankan Belanda. 43
43
Yunus Husein . 1,Ibid, hal. 191
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Sebelum tahun 1960 jumlah bank tidak banyak dan kesadaran masyarakat untuk menggunakan jasa bank (bank mindedness) dan usaha bank begitu maju, lagi pula masalah rahasia bank ini belum menonjol, sehingga belum memerlukan pengaturan secara tertulis. Kekosongan pengaturan rahasia bank tersebut diisi dengan kelaziman yang berlaku, dan demikian pula halnya dengan perjanjian antara bank dan nasabah. Pada priode sebelum tahun 1960 ini ditemukan adanya masalah rahasia bank antara tahun 1857-1858. Pada waktu itu, Kantor besar jawatan pajak (sebelum bernama Direktorat Jenderal Pajak) mengeluarkan ketentuan mengenai keharusan setiap bank untuk melaporkan kegiatan bank dengan nasabahnya kepada Kantor Inspeksi Keuangan (nama kantor daerah sebagai pelaksana dari instansi perpajakan pusat yang sejak tahun 1970 bernama Inspeksi Pajak). Kewajiban tersebut menggoyahkan usaha perbankan karena banyaknya penarikan dana dari bank oleh nasabah. Sebahagian dari nasabah bank tersebut ketakutan karena dengan adanya ketentuan tersebut maka semua simpanan mereka akan diketahui oleh petugas pajak (fiskus). 44 Oleh sebab itulah maka di dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 23 Tahun 1960 dibuat ketentuan berikut: “Bank tidak boleh memberikan keterangan tentang keadaan keuangan langganannya yang tercatat padanya dan hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut
44
Yunus Husein . 1, Ibid , hal 191-192
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal yang ditentukan pada Pasal 3 yang mengatakan bahwa : 1. Menteri Keuangan atas permintaan tertulis dari Kepala Jawatan Pajak berwenang untuk memerintahkan kepada bank, supaya memberikan keterangan-keterangan dan memperlihatkan buku-buku, bukti-bukti tertulis atau surat-surat kepada pejabat pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Ordonansi Pajak Pendapatan 1944, Pasal 54a Ordonansi Pajak Kekayaan 1932, Pasal 43a Ordonansi Pajak Perseroan 1925, Pasal 16 Peraturan Pajak Deviden 1959. Permintaan tersebut di atas harus menyebutkan wajib pajak yang dikehendaki keterangannya. 2. Permintaan tertulis tersebut di atas harus menyebutkan wajib pajak yang dikehendaki keterangannya. 3. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara tindak pidana Menteri Pertama dapat member izin kepada Jaksa/ Hakim untuk meminta kepada bank keterangan tentang keadaan keuangan tersangka/ terdakwa. Izin diberikan secara tertulis atas permintaan Jaksa Agung apabila yang memerlukan keterangan adalah jaksa, dan atas permintaan Ketua Mahkamah Agung apabila hakim yang memerlukan keterangan-keterangan itu. Apabila yang memerlukan keterangan adalah jaksa, maka harus disebutkan nama tersangka sebab-sebab keterangan diminta dan hubungan antara pidana
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
yang bersangkutan dengan keterangan-keterangan yang diminta”. Peraturan ini”. 45 Ketentuan rahasia bank yang berlaku di Indonesia sekarang ini, merupakan bagian dari ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun1992 sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-undang nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, begitu juga pada Undang-undang Perbankan sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, pada bab VII, yaitu dalam Pasal 36 dan Pasal 37
46
. Ketentuan rahasia bank tersebut pada masa Undang-Undang Perbankan Tahun
1967 ini dilengkapi dengan penafsiran yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang dituangkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor2/337/UPPB/PbB, tanggal 11 September 1969 Penafsiran tentang pengertian rahasia bank yang mengatakan sebagai berikut: 1. Keadaan keuangan nasabah yang tercatat padanya, ialah keadaan mengenai keuangan yang tercatat pada bank yang meliputi segala simpanan yang tercantum dalam semua pos-pos pasiva, dan segala pos-pos aktiva yang merupakan pemberian kredit dalam pelbagai macam bentuk kepada yang bersangkutan. 2. Hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, ialah segala keterangan orang, dan badan yang diketahui oleh bank
45
Lihat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 23 tahun 1960.
46
Thomas Suyatno,dkk Kelembagaan Perbankan. cetakan ketiga, (Jakarta: Penerbit PT.SUN, 2005) hal 104. Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
karena kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 UndangUndang No 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan. 47 Pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, pemeriksaan pajak terhadap wajib pajak lembaga keuangan tidak dapat dilakukan secara tuntas hal ini disebabkan karena penegasan Direktur Jenderal Pajak dengan Surat Edaran Nomor SE-31/PJ.7/1990 tertanggal 7 Desember 1990 perihal pemeriksaan terhadap bank. Surat ini pada intinya mengatakan bahwa ketentuan pemeriksaan terhadap bank sebagai wajib pajak, dimana di dalam pemeriksaan pajak tidak diperkenankan untuk memeriksa catatan dan dokumen mengenai rekening para nasabah bank yang bersangkutan, khusus mengenai: 1. Perkembangan Deposito, tabungan, rekening giro, dan rekening lainnya dari para nasabah; 2.
Rincian bunga yang diterima dan atau yang dibayarkan oleh bank. Setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
maka peraturan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi, begitu pula dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan dinyatakan tidak berlaku lagi. Ketentuan mengenai rahasia bank pada Undang-Undang Nomor 7
47
Muhamad Djumhana. 2, Rahasia Bank Ketentuan dan Penerapannya di Indonesia, (Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. 1996) hal 137 Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Tahun 1992 tentang Perbankan merupakan penyempurnaan, meskipun kenyataannya masih belum terwujud dengan baik. Dari ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan ternyata dirasakan belum jelas dan rinci, apa dan bagaimana kerahasiaan bank yang sesuai dengan kondisi hukum dan perkembangan perbankan Indonesia. Hal tersebut dirasakan karena belum adanya peraturan pelaksana lainnya seperti peraturan pemerintah mengenai kerahasiaan bank. Adanya keadaan belum lengkapnya peraturan perundang-undangan yang mengatur kerahasiaan bank serta belum jelasnya ketentuan rahasia bank pada perundang-undangan ada, lebih memungkinkan lagi digunakannya cara penafsiran perundang-undangan. Setelah keluarnnya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan masalah kerahasiaan bank dianggap telah lebih baik dan jelas dari pada ketentuan yang terdapat didalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
48
Penerapan Ketentuan Rahasia Bank Secara Sosiologis dapat dikatakan bahwa tidak ada peraturan tertulis yang sempurna dan jelas bila dihadapkan dengan penerapannya pada kehidupan nyata. Selesainya suatu pembuatan peraturan bukan akhir dari segalanya, tetapi awal 48
Ibid. hal, 137-138
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
permulaan dari suatu proses yang lain, yang bisa jauh lebih panjang. Hal utama yang akan dihadapi adalah kerumitan dalam penegakannya, dan keadaan itu tidak pernah berlangsung seperti garis lurus. 49 Suatu ketentuan yang tertuang dalam peraturan tidak selalu dapat secara cepat diketahui maksudnya, tetapi meskipun demikian suatu ketentuan tidak bisa karena belum jelasnya maksud ketentuan tersebut, maka penerapannya ditunda menunggu petunjuk pelaksananya dan petunjuk tekniknya. Ketentuan dari peraturan perundangundangan harus dilaksanakan penuh bila telah diumumkan dalam lembaran negara. 50 Demikian juga halnya dengan ketentuan mengenai rahasia bank yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, meskipun belum jelas dan belum ada peraturan pelaksananya, itu tidaklah harus menghambat untuk diterapkan dalam kondisi sekarang ini. Kondisi demikian dapat diatasi dengan jalan usaha penafsiran atas ketentuan tersebut. Ada dua macam teori penafsiran perundangan-undangan, yaitu: 1. Teori Penafsiran Perundang-undangan
49
Y.H. Laoly, Diktat Pengantar Ilmu Hukum (Sari Kuliah), (Medan: Penerbit, Universitas HKBP Nommensen, 1984), hal. 10 50 Y.H. Laoly, Ibid, hal. 16 Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Menurut Fitzgerald, salah satu sifat yang melekat pada perundang-undangan, atau hukum tertulis adalah sifat otoritatif dari rumusan-rumusan peraturannya. Namun demikian, pengutaraan dalam bentuk tertulis itu sesungguhnya hanyalah bentuk saja dari usaha untuk menyampaikan suatu idea atau pikiran. Sehubungan dengan demikian orang menyebutnya adanya “semangat” dari suatu peraturan sehingga perlu usaha untuk mengali semangat tersebut dan hal itu biasa dilakukan oleh kekuasaan pengadilan untuk membentuk interpretasi atau konstruksi. 51 Pembuatan konstruksi dan interpretasi ini oleh Radbruch Zu-Ende-Denken eines Gedachten yaitu suatu usaha untuk mencari dengan sungguh-sungguh apa yang sebenarnya dipikirkan oleh pembuat undang-undang (law making). Proses ZuEnde-Denken tersebut tidak hanya dilakukan oleh hakim atau siapa saja yang pada suatu waktu melakukan interpretasi itu, melainkan juga merupakan hasil dari interaksi dengan masyarakat tempat keputusan itu diterapkan, oleh Scholten disebut sebagai unsur konsekuensi terhadap masyarakatnya. 52 Selanjutnya Fitzgerald menyebutkan bahwa interpretasi secara garis besar dibedakan kedalam interpretasi harafiah, dan fungsional. Interpretasi harafiah semata-mata menggunakan kalimat-kalimat dari peraturan sebagai peganganya, ia tidak keluar dari literal egis. Sedangkan interpretasi fungsional sebagai 51
Sadjipto Raharjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Cetakan Pertama, (Bandung: Penerbit Alumni, 1986), hal. 123-124. 52 Ibid, hal. 136 Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
interpretasi bebas yang tidak mengikatkan diri sepenuhnya kepada kalimat dan kata-kata peraturan, melainkan mencoba untuk memahami maksud sebenarnya dari suatu peraturan dengan menggunakan sumber lain yang dianggap bisa memberikan kejelasan yang lebih memuaskan. 53 Interpretasi hukum secara harafiah, yaitu merupakan penafsiran dalam kerangka kebahasaan, pengertian dari peraturan ditarik dengan menggunakan normanorma yang dipakai dalam tata bahasa pada umumnya. Scholten juga memberikan tempat yang penting kepada segi bahasa dan tata bahasa. Interpretasi itu dimulai dari bahasa dan diakhiri olehnya pula, yaitu berupa pengujian hasil yang ditemukan terhadap rumusan yang dipakai. Tetapi bagaimana pun, penggunaan kata-kata itu tidak boleh diberi arti tersendiri, melainkan dalam hubungannya dengan kenyataan sesungguhnya yang dapat kita amati pada kenyataan sehari-hari ataupun pada apa yang dipikirkan oleh orang yang melakukan penafsiran itu sendiri. 54 Penafsiran secara sistematis melihat makna dari kalimat/perkataan yang dipakai dalam perundang-undangan tidak hanya ditentukan secara eksklusif melainkan dilihat pula secara konteks yang luas, sesuai pepatah hukum, noscitur a socis, yaitu suatu perkataan harus dinilai dari ikatannya dalam perkumpulannya. Kumpulan yang mengiringi ini bisa berupa ikatannya dengan suatu bagian dalam
53 54
Ibid, hal. 138 Ibid, hal. 131.
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
perundang-undangan, keseluruhan dari peraturan bersangkutan atau juga keseluruhan dari perundang-undangan itu sendiri. 55 2. Penafsiran dan pendapat para ahli serta peraturan tentang rahasia bank Penafsiran oleh para ahli baik dari kalangan hukum atas suatu ketentuan, adalah sebagai usaha untuk mencari dengan sungguh-sungguh apa yang sebenarnya dipikirkan oleh pembuat undang-undang (law maker). Mungkin hasil itu adalah hal-hal yang memang terpikirkan oleh pembuat undang-undang pada waktu itu, atau tetapi mungkin juga tidak bahkan merupakan hal yang baru. 56 Penafsiran merupakan usaha untuk mengisi kekosongan terhadap suatu ketentuan yang masih belum sempurna. Di balik itu pula mengandung konsekuensi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan atas ketentuan tersebut dengan menafsirkannya sesuai dengan kepentingannya. Hal tersebut tidak jarang terjadi, yaitu suatu ketentuan perundang-undangan dijadikan perisai sebagai pelindung orang yang berbuat, dan beritikad tidak baik. 57 Rumusan tentang rahasia bank ditafsirkan absolut, maksudnya segala informasi yang menyangkut nasabah tidak boleh terbuka untuk masyarakat, keadaan inilah dijadikan bekal oleh debitur nakal dengan berlindung pada kerahasiaan bank untuk berbuat melanggar hukum, misalnya menyalahgunakan kredit yang diperolehnya.
55
Ibid, hal. 138. Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Penafsiran dan Konstruksi Hukum , (Bandung: Penerbit Alumni, 2000) hal. 9 57 Ibid, hal. 13 56
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Hal demikian mengakibatkan terjadinya penerapan yang tidak sempurna, ketidak sempurnaan tersebut terlihat dengan kesan berkembangnya pendapat bahwa pasal tersebut terlalu berpihak kepada nasabah khususnya debitur tertentu, sehingga terlalu berlebihan yang akibatnya untuk kepentingan umum pun yang termasuk rahasia bank tidak leluasa diungkap. 58 Pada kurun waktu tahun 1969 pemerintah telah tiga kali mengeluarkan penafsiran resmi tentang Rahasia Bank seperti yang tertuang dalam: 1. Surat Menteri Keuangan Nomor R-25/MK/IV/7/1969 (Rahasia) tertanggal 24-71969; 2. Surat Menteri Keuangan Nomor R-29/MK/IV/1969 (Rahasia) tertanggal 3-91969; 3. Surat Edaran Bank Indonesia No.2/377/UPPB/Pb.B tanggal 11-9-1969; Dalam surat-surat tersebut pada dasarnya menjelaskan kata-kata “hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh Bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan” antara lain: 1. Pemberian pelayanan dan jasa dalam lalu lintas uang, baik dalam maupun luar negeri; 2. Mendiskontokan dan jual-beli surat-surat berharga; 58
Edward W Reed dan Edwaard K. Gill, Bank Umum cetakan keempat , (Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, 1995) hal. 37 Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
3. Pemberian kredit. 59 Ketentuan mengenai rahasia bank dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan diatur pada Bab VII dari Pasal 40 sampai dengan Pasal 45, sedangkan di dalam undang-undang perbankan yang berlaku saat ini yaitu Undangundang Nomor 10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan terhadap Undang-undang tentang perbankan sebelumnya yakni Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 diatur dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 45. Adapun Pasal yang mengatur tentang rahasia bank dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah sebagai berikut: Pasal 40 berbunyi: 1. Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal lain-lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44. 2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi pihak terafiliasi.
59
Rasjim Wiraatmaja, Ketentuan Baru Rahasia Bank Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 serta dampaknya terhadap perbankan di Indonesia dan kejahatan ekonomi, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 8, 1999, hal. 18 Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Di dalam penjelasan Pasal 40 khususnya pada ayat (1) dikatakan bahwa dalam hubungan ini yang menurut kelaziman wajib dirahasiakan oleh bank adalah seluruh data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan, dan hal lain-lain dari orang, dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya. Kerahasiaan ini diperlukan untuk kepentingan bank sendiri yang memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila dari bank ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah tidak disalahgunakan. Dengan adanya ketentuan tersebut ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank. Walaupun demikian pemberian data dan informasi kepada pihak lain dimungkinkan, yaitu berdasarkan Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44.
60
Dari ketentuan rahasia bank tersebut, kalangan teoritisi dan praktisi masih banyak mempertanyakan apa yang dimaksud sebenarnya rahasia bank. Kerahasiaan bank karenanya harus diberi penjelasan lebih lanjut agar bank ataupun oknum-oknum tertentu tidak berlindung di balik pasal itu. Masalah di atas adalah sebagian dari persoalan yang timbul sekitar kerahasiaan bank. Kenyataan yang ada dan di hadapi saat ini, ternyata menunjukkan belum dapatnya ketentuan rahasia bank yang ada untuk menjawab secara tuntas dan tepat
60
Lihat Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, khususnya Pasal 40.
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
permasalahan tersebut. Keadaan demikian mengakibatkan cara penyelesaiannya dengan mengandalkan penafsiran ketentuan rahasia bank yang ada secara meluas, bahkan terlihat sering menimbulkan kontroversial. Dari pendapat serta penafsiran yang berkembang, ternyata begitu jelas terlihat adanya ketidakserangaman penafsiran yaitu, terutama pada kata “Kelaziman dalam dunia perbankan”, serta data-data (informasi) perbankan mana yang bukan termasuk kategori sebagai rahasia bank. Penafsiran yang begitu luas, bahkan seringkali kontroversial ini dikarenakan ketentuan
rahasia bank yang ada saat ini terlalu umum. Melihat keadaan yang
menunjukan terlalu umumnya suatu ketentuan serta disusun secara tergesa-gesa, jelas menunjukkan bahwa ketentuan demikian telah cacat sejak lahir. Dari keadaan demikian sudah wajar bila Indonesia saat ini menghadapi permasalahan, yaitu ketegangan-ketegangan antara peraturan perundang-undangan dengan kenyataan masyarakat. Salah satu penyebab hal itu terjadi karena norma-norma yang ditetapkan pembentuk peraturan perundang-undangan tersebut tidak lagi sesuai dengan perkembangan hukum yang ada. 61 Permasalahan yang ada di sekitar rahasia bank ini, memerlukan jalan keluarnya. Lembaga yang berwenang di bidang perbankan dan hukum seharusnya cepat tanggap untuk menyelesaikan permasalan ini. Lembaga yang berwenang di bidang perbankan seperti Bank Indonesia, seharusnya berkonsultasi dengan lembaga
61
Muhamad Djumhana. 2, Op.cit, hal. 147.
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
yang berwenang di bidang hukum dalam hal ini adalah Mahkamah Agung untuk menuntaskan dan menyelesaikan persoalan ini. Kekuasaan Mahkamah Agung sebagai lembaga yang mempunyai wewenang di bidang peradilan berkewajiban menyingkap dan mendasarkan tindakannya pada maksud sesungguhnya dari badan pembuat undang-undang. 62 Scholten mengatakan bahwa hukum itu ada dalam perundang-undangan, sehingga orang harus memberikan tempat yang tinggi kepadanya, sekalipun hukum itu ada di situ, tetapi ia masih harus dicari, karena tidak bisa memunggutnya begitu saja dari kata-kata dan kalimat-kalimat dari undang-undang tersebut. 63 Setelah keluarnya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan sebagai perubahan dari Undang-undang Nomor 7 tahun 1992, maka secara otomatis Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 ini tidak berlaku lagi , dimana undang-undang perbankan yang baru ini memberikan penambahan-penambahan pasal tentang rahasia bank. Pasal 40 berbunyi: 1. Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A. 62 63
Lihat Undang-undang No 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung. Sadjipto Raharjo, Op.cit, hal.147
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
2
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 berlaku pula bagi Pihak yang terafiliasi.
Pasal 41 berbunyi: 1. Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. 2. Perintah tertulis sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya. Pasal 41 A berbunyi: 1. Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan Nasabah Debitur. 2. Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas`permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Ketua Panitia Urusan Piutang Negara. Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
3. Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, nama Nasabah Debitur yang bersangkutan dan alasan diperlukannya keterangan. Pasal 42 berbunyi: 1. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank. 2. Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung. 3. Permintaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim, nama tersangka/terdakwa, alasan yang diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.
Pasal 42 A berbunyi:
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Bank wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A dan Pasal 42 Pasal 43 berbunyi: Dalam perkara perdata antar bank dengan nasabahnya, Direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. Pasal 44 berbunyi: 1. Dalam tukar-menukar informasi antar bank, Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. 2. Ketentuan mengenai tukar-menukar informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia. Pasal 44 A berbunyi: 1. Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan tersebut.
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
2. Dalam hal Nasabah Penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan tersebut. Pasal 45 berbunyi: Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43 dan Pasal 44, berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan.
C. Hubungan Bank dengan Nasabah Hubungan hukum antara bank dengan para nasabahnya adalah hubungan kontraktual, begitu seorang nasabah menjalin hubungan dengan bank maka pada dasarnya terciptalah hubungan kontraktual antara mereka. Hubungan hukum antara nasabah dengan bank terjadi setelah kedua belah pihak menandatangani penjanjian untuk memanfaatkan produk jasa yang ditawarkan bank, dimana setiap produk bank selalu terdapat ketentuan-ketentuan yang ditawarkan oleb bank. Dengan adanya persetujuan dari nasabah ini berarti nasabah telah menyetujui isi serta maksud perjanjian, dengan demikian berlaku facta sun servanda, yaitu perjanjian tersebut
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
mengikat kedua belah pihak sebagai undang-undang, dimana asas ini terdapat di dalam Pasal 1338 Kitab undang-undang Hukum Perdata (BW). 64 Azas kebebasan berkontrak tersebut tidak berarti para pihak bebas untuk melakukan perjanjian apa saja menurut kepentingan dan kehendak para pihak tersebut. Kebebasan sebagaimana diutarakan di atas, dibatasi oleh ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3. Suatu hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal. 65 Syarat sahnya perjanjian sebagaimana dijelaskan di atas berkaitan dan dijelaskan oleh pasal-pasal lain, misalnya dengan kecakapan untuk membuat suatu perikatan diatur lebih lanjut dalam Pasal 1329 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, berkaitan dengan sesuatu hal tertentu diatur dalam Pasal 1332, 1333 dan Pasal 1334
64
Pasal 1338 mengatakan bahwa: Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang karena undang-undang dinyatakan cukup. Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. R. Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, (Jakarta: Penerbit Negara Pradja Paramitha, 1960) hal. 295 65
Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia ,(Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2006) hal. 18 Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan berkaitan dengan suatu yang halal dalam Pasal 1335, 1334, dan 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 66 Hubungan kontraktual antara bank dengan para nasabahnya juga dapat dikatakan merupakan suatu kontrak campuran. Ia menampakkan ciri-ciri perjanjian pemberian kuasa (lastgeving), sebagaimana diatur oleh Pasal 1792. Tampil pula dalam bentuknya sebagai perjanjian penitipan barang misalnya Pasal 1694. Untuk sebahagian terbesar muncul sebagai perjanjian pinjam-meminjam yang diatur oleh Pasal 1754 dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan dapat pula sebagai perjanjian untuk melakukan pekerjaan memberikan jasa-jasa tertentu misal Pasal 1601. 67 Hubungan kontraktual bank dengan nasabah yang ternyata mempunyai dasar yang dapat dikaitkan pada beberapa ketentuan, sesuai dengan perikatan yang dilakukan antara mereka. Dalam kepentingan perlindungan konsumen perlu dijelaskan tanggung jawab hukum yang dipikul oleh kedua belah pihak. Dengan demikian harus terbentuk semangat saling mempercayai, sehingga terwujud suatu praktek perbankan yang sehat, secara nyata terpraktekkan dalam bentuk: 1. Terdorongnya bank untuk berkewajiban memberikan informasi, dan syaratsyarat dengan jelas dan memadai kepada nasabah dan calon nasabah.
66 67
Ibid, hal. 19 Muhamad Djumhana. 2, Op.cit, hal. 104.
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
2. Baik bank maupun nasabah sebelum melaksanakan transaksi bisnis, harus menandatangani kontrak yang rasional. 3. Baik bank maupun nasabah harus menetapkan didalam kontrak mereka sistem, dan prosedur untuk menyelesaikan perselisihan secara bersahabat jika terjadi masalah. Tetapi meskipun demikian kenyataan saat ini hal-hal seperti itu belum sepenuhnya terwujud. Hal itu belum sederajatnya kedudukan para pihak. 68 Hubungan antara nasabah bank dengan bank terdapat pada formulir-formulir yang telah diisi oleh nasabah dan disetujui oleh bank. Formulir-formulir tersebut berisi tentang permohonan atau perintah atau kuasa kepada bank. Nasabah yang mengisi formulir permohonan perintah atau kuasa kepada bank pada dasarnya merupakan tindak lanjut dari kepercayaan nasabah atau masyarakat kepada bank. Kepercayaan nasabah atau masyarakat diwujudkan dalam bentuk pengajuan formulir atau permohonan kepada bank yang dipercayainya, serta menyerahkan dananya kepada bank untuk dikelola oleh bank dengan baik dalam pengertian yang seluasluasnya. Aplikasi atau permohonan tersebut bukan hanya pada bentuk penempatan dana, tetapi juga transaksi-transaksi lain yang memang didasarkan pada unsur
68
Loc.cit hal. 104-105
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
kepercayaan, termasuk transfer dana, collection, serta produk-produk perbankan lainnya. Hubungan
hukum
formal
antara
bank
dengan
nasabah
seringkali
menunjukkan berlakunya ketentuan yang lebih luas dan ketentuan tersebut dinyatakan sebagai ketentuan yang berlaku dan merupakan bagian serta satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan aplikasi tersebut. Hal ini perlu disadari bahwa hampir semua perbankan di Indonesia dalam aplikasinya menggunakan “Klausula baku”. Dalam aplikasi tersebut sering memuat ketentuan-ketentuan yang menunjuk pada ketentuan lain yang terpisah dengan aplikasi tersebut. Dalam hal ini masyarakat atau nasabah sering kurang memahami sehingga tidak membaca mengenai ketentuan-ketentuan apa saja yang berhubungan dengan aplikasi tersebut. Lebih lanjut, ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam suatu klausula yang menyatakan pelaksanaan semua persetujuan dan hubungan antara bank dengan pemegang rekening dilakukan dengan memperhatikan “peraturan yang berlaku”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa untuk suatu hubungan hukum antara nasabah dengan bank dalam pembukaan rekening terdapat empat ketentuan yang berlaku yaitu: 1. Ketentuan yang terdapat dalam aplikasi. 2. Ketentuan yang terdapat pada syarat-syarat umum pembukaan rekening. 3. Ketentuan yang terdapat pada produk yang digunakan oleh nasabah 4. Peraturan yang berlaku (sebagaimana dijelaskan dan dirumuskan diatas). Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Apa yang dikemukakan di atas merupakan penunjukan terhadap ketentuanketentuan formal yang mengatur mengenai hubungan hukum antara nasabah dengan bank. Persoalan lain apakah nasabah mengetahui hak dan kewajibannya dalam mengadakan hubungan hukum dengan bank. Persoalan ini perlu dikemukan, sebab nasabah pada dasarnya telah terlanjur percaya kepada bank sehingga mereka juga mempercayai apa yang dibuat dan termuat dalam formulir tersebut. Atas dasar kepercayaan itulah, sekalipun perjanjian-perjanjian antara nasabah dengan bank tersebut menguntungkan secara sepihak bagi bank, tetapi masyarakat tidak memperdulikan hal tersebut, sebab mereka telah mempercayai sepenuhnya terhadap bank yang dipilih. 69 Problem bagi bank adalah bagaimana membuat suatu perjanjian standar yang memenuhi rasa keadilan sebagaimana dimaksud dalam filosofi hukum tersebut. Hal ini didasarkan kepada fakta bahwa bank sebagai lembaga kepercayaan wajib melindungi dana nasabah yang disimpannya, termasuk pengelolaan/penggunaanya dalam bentuk kredit.70
D. Mekanisme Perlindungan Nasabah 1.
Alasan bank menjaga kerahasiaan bank
69 70
Try Widiyono, Op.cit, hal.22-23. Try Widiyono Op.cit, hal. 21
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Kegiatan usaha utama bank adalah menghimpun dan menyalurkan dana. Penyaluran dana dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh penerimaan akan dapat dilakukan apabila dana telah dihimpun dari masyarakat dalam hal ini nasabah. Penghimpunan dana dari masyarakat perlu dilakukan dengan cara-cara tertentu sehingga efisien dan dapat disesuaikan dengan rencana penggunaan dana tersebut. Keberhasilan suatu bank dalam memenuhi tujuan itu dipengaruhi salah satunya kepercayaan masyarakat dalam hal ini nasabah kepada bank yang bersangkutan. Gambaran
sebuah
bank
secara
umum
dimata
masyarakat
sangat
mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat pada bank tersebut. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi gambaran sebuah bank di mata masyarakat seperti beritaberita di mass media tentang bank tersebut, laporan-laporan Bank Indonesia tentang bank tersebut, pengalaman masyarakat dalam hal ini nasabah berhubungan dengan bank tersebut, dan lain-lain. Semakin tinggi tingkat kepercayaan masyarakat pada suatu bank, semakin tinggi pula kemungkinan bank tersebut untuk menghimpun dana dari masyarakat secara efisien dan sesuai rencana penggunaan dananya.
71
Hal ini
sesuai dengan yang dimaksud dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang menyatakan bahwa fungsi bank tersebut sebagai penghimpun dan
71
Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru, A. Totok Budi Santoso, Bank dan Lembaga Keuangan lain, (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2000) hal. 61. Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
menyalurkan dana masyarakat.72 Demikian juga halnya dengan pelayanan yang diberikan oleh bank kepada penyimpan dana. Pelayanan yang baik akan membuat penyimpan dana merasa dihargai, diperhatikan, dan dihormati, sehingga nasabah merasa senang untuk bertransaksi keuangan dengan bank tersebut. Selain faktor kepercayaan yang diberikan masyarakat dalam hal ini nasabah bank dan juga pelayanan yang baik diberikan bank kepada nasabah sehingga nasabah bersedia menyimpankan dananya ke bank tersebut, faktor kerahasiaan bank juga mempengaruhi nasabah untuk bersedia menyimpan/menyalurkan dananya untuk dikelola oleh bank. Nasabah tidak ingin bank membocorkan atau memberitahukan simpanannya (nasabah) kepada orang lain sehingga orang mengetahui simpanan nasabah tersebut. Kerahasiaan bank merupakan hal yang mutlak diharapkan masyarakat dalam hal ini nasabah agar bank menerapkan dan menjaga informasiinformasi tentang keadaan keuangan nasabah sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 khususnya dalam Pasal 1ayat 28 yang mengatakan bahwa segala suatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
73
Dari ketentuan di dalam Pasal 1 ayat 28 tadi
72
Lihat Pasal 3 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang menyatakan bahwa: “Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat” 73 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan Modern. 2, (Bandung: Penerbit Nuansa Aulia, 2006) hal.68 Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
jelaslah bahwa bank mempunyai kewajiban untuk menjaga keterangan atau informasi tentang nasabah penyimpan dan simpanannya. Konsep rahasia bank bermula timbul dari tujuan untuk melindungi nasabah yang bersangkutan. Hal ini nyata terlihat ketika Court of Appeal Inggeris secara bulat memutuskan pendiriannya dalam kasus Tournier v. National Provincial and Union Bank of England tahun 1942, suatu putusan pengadilan yang kemudian menjadi leading case yang menyangkut ketentuan rahasia bank di Inggeris dan kemudian menjadi acuan oleh pengadilan-pengadilan negara-negara lain yang menganut commond law system. Bahkan 60 tahun sebelum putusan Tournier tersebut, yaitu dalam perkara Foster v. The Bank of London tahun 1862, juri telah berpendapat bahwa terdapat kewajiban bagi bank untuk tidak boleh mengungkapkan keadaan keuangan nasabah bank yang bersangkutan kepada pihak lain, namun pada waktu itu, pendirian tersebut belum memperoleh afirmasi dari putusan-putusan pengadilan berikutnya. 74
74
Sutan Remi Sjahdeni, Rahasia Bank berbagai masalah di sekitarnya, Jurnal Hukum Bisnis , Vol 8, 1999. hal. 8. Makalah ini disajikan pada seminar tentang Kerahasiaan bank yang diselenggarakan oleh O.C Kaligis & Associates – Advocates and Legal Consultans, pada tanggal 11 Agustus 1999 di Sahid Jaya Hotel Jakarta. Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Timbulnya pemikiran untuk perlunya merahasiakan keadaan keuangan nasabah bank sehingga melahirkan ketentuan hukum mengenai kewajiban rahasia bank, semula bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah secara individual. 75 Dalam hubungan ini, alasan yang dapat dikemukakan mengapa ketentuan rahasia bank perlu ada dalam menjaga kerahasiaan sebagai wujud perlindungan nasabah, yaitu: 1. Untuk meyakinkan dan menenangkan nasabah ketika ia menyerahkan keterangan pribadinya yang bersifat rahasia kepada bank yang mempunyai hubungan kontraktual dengannya. Penyerahan keterangan dan dokumen yang bersifat rahasia ini sudah tentu untuk keuntungan kedua belah pihak. Bank tidak dapat menjalankan dan usahanya apabila nasabah tidak memberikan dan menyediakan berbagai keterangan yang diperlukan. Hubungan antara bank dan nasabah tersebut dapat dibandingkan dengan hubungan antara pengacara dan kliennya, serta hubungan antara dokter dan pasiennya. Pengacara dan dokter memerlukan segala macam keterangan yang bersifat rahasia dari klien dan pasiennya dalam rangka pelaksanaan tugas dengan lebih baik dan sempurna. Oleh karena itu keterangan yang diberikan klien dan pasien itu harus dirahasiakan untuk mendorong mereka agar mau memberikan keterangan selengkapnya.
75
Ibid.
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
2. Agar nasabah mau menyimpan uangnya di bank, maka rahasia pribadi tentang penyimpan dan simpanannya harus dirahasiakan. 3. Pengaturan rahasia bank di dalam undang-undang suatu negara biasanya didasarkan pada pola berfikir dikotomis, yaitu adanya negara/pemerintah yang berkuasa di satu pihak dan adanya rakyat yang tunduk pada pemerintah atau negara tersebut.Pengaturan rahasia bank di dalam undang-undang suatu negara biasanya didasarkan pada pola berfikir dikotomis, yaitu adanya negara/pemerintah yang berkuasa di satu pihak dan adanya rakyat yang tunduk pada pemerintah atau negara tersebut. Pengaturan tersebut terutama dimaksudkan untuk membatasi campur tangan negara/pemerintah pada kehidupan pribadi (privacy) masyakat/rakyat. 76 Hubungan antara bank dengan nasabah, khususnya mengenai kerahasiaan bank merupakan suatu keharusan untuk disusun secara lebih baik dan komprehensif mengingat perbankan, selain sebagai suatu lembaga ekonomi tertua, juga memegang peranan penting dalam kehidupan rakyat modern. Tanpa adanya industri perbankan yang sehat, membuat industri-industri lain akan tidak bisa hidup dan berkembang secara baik. Rentannya keadaan perbankan ini dapat dilihat ketika Indonesia mengalami krisis perbankan pada tahun 1997, yang ditandai dengan:
76
Yunus Husein. 1, Op.cit, hal. 20-21
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
1. Kepercayaan masyarakat terhadap bank sangat rendah, sehingga likuiditas perbankan merosot drastis dan banyak bank mengalami saldo negatif pada rekening gironya di bank Indonesia. 2. Industri perbankan menawarkan tingkat suku bunga simpanan yang sangat tinggi, bahkan pernah mencapai 65-70% pertahun, sementara bank tidak dapat menawarkan dana tersebut kepada masyarakat dengan bunga setinggi atau lebih tinggi dari bunga simpanan tersebut. Akibatnya, bank mengalami negative spread yang akhirnya mengerogoti permodalan bank itu sendiri sehingga menjadi negative (negative networth). 3. Tingkat bunga yang relatif tinggi mengakibatkan turunnya kemampuan debitur untuk memenuhi kewajibannya kepada bank, sehingga pinjaman bermasalah (non performing loan) menjadi semakin besar dan bahkan pernah mencapai 50% dari total portofolio perkreditan pada tahun 1998. 4. Bank-bank yang memiliki kewajiban dalam valuta asing di pasar uang internasional mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, karena sejak Juli 1997 nilai Rupiah merosot drastis terhadap mata uang asing, misalnya terhadap US Dollar.
2. Analisis Terhadap Transparansi produk dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Bank sebagai lembaga intermediasi dan pelaksana sistem pembayaran memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia mengingat pangsa perbankan yang masih sangat mendominasi sistem keuangan di Indonesia. Agar pelaksanaan fungsi intermediasi dan sistem pembayaran tersebut dapat berjalan dengan efektif, kegiatan usaha yang dilakukan bank serta produk dan jasa yang ditawarkannya perlu diketahui dengan baik oleh masyarakat yang akan memanfaatkannya sehingga interaksi antara bank dengan masyarakat dapat berjalan dengan semestinya dimana hak dan kewajiban masing-masing pihak dapat terpenuh.
77
Pada kenyataannya, dalam penyelenggaraan operasional perbankan masih terdapat banyak permasalahan yang terjadi antara perbankan dan masyarakat. Salah satu penyebab terjadinya permasalahan tersebut adalah belum memadainyanya tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat di bidang keuangan khususnya perbankan. 78 Kurang memadainya pemahaman masyarakat tentang fungsi dan peran bank serta produk dan jasa perbankan dapat menghambat pemanfaatan bank dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang lebih baik dimasa depan. Hal ini antara lain dapat dilihat dari hasil Basile survey tingkat literasi dan pemahaman masyarakat terhadap produk keuangan perbankan tahuin 2006 yang memberikan
77
www.hukumonline, “Cetak Biru Edukasi Masyarakat di Bidang Perbankan” diakses tanggal 20 agustus 2008) hal. 1. 78 Ibid Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
kesimpulan bahwa edukasi kepada masyarakat di bidang keuangan dan perbankan sangat diperlukan. 79 Kondisi tersebut diatas antara lain disebabkan bahwa sampai saat ini industri perbankan Indonesia belum memiliki program edukasi yang memadai, komprehensif, terintegrasi, dan terencana dengan baik untuk meningkatkan pemahaman masyarakat di bidang keuangan khususnya perbankan. Di sisi lain kondisi geografis Indonesia, kesenjangan tingkat pengetahuan masyarakat, keragaman budaya dan aspek demografis di Indonesia menyebabkan edukasi nasabah menjadi suatu tantangan yang perlu ditindak lanjuti. 80 Untuk menyikapi permasalahan tersebut, maka Bank Indonesia sebagai ototritas pengawas
industri perbankan berkepentingan untuk
meningkatkan
perlindungan terhadap kepentingan nasabah dalam berhubungan dengan bank. Jika selama ini Bank Indonesia selalu berpijak pada Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia dalam pengaturan aspek kehati-hatian bank, maka dengan telah berlaku efektifnya Undang-
79
www.hukumonline, Cetak biru edukasi Masyarakat di bidang perbankan, (diakses tanggal 20 agustus 2008) 80 Ibid. Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 81 Sejak tahun 2001 aspek pengaturan perbankan pun harus diperluas dengan aspek perlindungan dan pemberdayaan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa bank. 82 Apabila dilihat dari masa berlaku efektifnya Undang-Undang Perlindungan yaitu tahun 2001, maka sepintas terlihat bahwa Bank Indonesia kurang merespon pemberlakukan Undang-Undang tersebut. Namun demikian hal ini bukan berarti perlindungan dan pemberdayaan nasabah tidak diperhatikan oleh Bank Indonesia. 83 Pada
satu
sisi,
Undang-Undang
Perlindungan
Konsumen
tersebut
diberlakukan pada saat Bank Indonesia sedang berupaya keras untuk melakukan perbaikan-perbaikan pada sistem perbankan, termasuk didalamnya rekapitalisasi perbankan dan penyempurnaan berbagai ketentuan yang menyangkut aspek kehatihatian, sementara itu pada sisi lain Bank Indonesia, sejak awal tahun 2002 mulai menyusun cetak biru sistem perbankan nasional yang salah satu aspek didalamnya upaya untuk melindungi dan pemberdayaan nasabah. 84 Walaupun secara ideal program-program perlindungan pemberdayaan dimulai dengan
edukasi
kepada
masyarat,
Bank
Indonesia
merasa
perlu
81
untuk
Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, Cetakan Kedua, (Bandung: CV.Mandar Madju,2000) hal 64. 82 www.stadtaus.com_ PaperMuliamadHadad_PerlindunganKosumen. hal. 2. (diakses 23 Agustus 2008) 83 Ibid, hal. 3 84 www.hukumonline, Cetak biru edukasi Masyarakat di bidang perbankan, (diakses tanggal 20 agustus 2008) Op.cit. hal. 2 Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
memprioritaskan program-program lainnya terlebih dahulu, yaitu penangganan nasabah, transparansi informasi produk perbankan khususnya informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah.
85
Penerbitan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tanggal 20 Januari tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah yang menjadi bagian dari paket kebijakan perbankan januari 2005 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Mediasi Perbankan sebagai bagian dari paket kebijakkan perbankan
2006
merupakan
realisasi
dari
upaya
Bank
Indonesia
untuk
menyelaraskankan kegiatan usaha perbankan dengan amanat Undang-Undang Pelindungan Konsumen yang meawjibkan adanya kesetaraan hubungan antara pelaku usaha (bank) dengan konsumen (nasabah) sebagai bagian dari Paket Kebijakan perbankan penerbitan ketiga ketrentuan tersebut akan dapat membawa dimensi baru dalam pengaturan perbankan dengan turut diperhatikannya pula kepentingan nasabah secara eksplisit sebagai aspek penting yang turut mempengaruhi perkembangan perbankan nasional ke depan. 86
85 86
Ibid Op.cit, hal. 3
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 diatur ketentuan yang mewajibkan bank untuk senantiasa memberikan informasi yang cukup kepada nasabah maupun calon nasabah mengenai produk-produk yang ditawarkan bank, baik produk yang ditawarkan bank, baik produk yang diterbitkan oleh bank itu sendiri maupun produk lembaga keuangan lain yang dipasarkan melalui bank. Peraturan Bank Indonesia ini mempersyaratkan bahwa informasi yang disediakan untuk nasabah
haruslah
memenuhi
kriteria-kriteria
yang
ditetapkan,
antara
lain
mengungkapkan secara berimbang manfaat, risiko, dan biaya-biaya yang melekat pada suatu produk. Selain itu, dalam Peraturan Bank Indonesia diatas diatur pula bahwa penyampaian informasi harus dilakukan dengan memenuhi standar tertentu, antara lain harus dapat dibaca secara jelas, tidak menyesatkan, dan mudah dimengerti. Pada bagian lainnya, Peraturan Bank Indonesia tersebut mengatur mengenai pembatasan penggunaan data pribadi nasabah hanya dari prespektif regulator, penerbitan Peraturan Bank Indonesia tersebut memiliki dua tujuan, yaitu untuk melindungi dan memberdayakan nasabah serta untuk meningkatkan aspek good governance pada bank. Dari sisi perlindungan dan pemberdayaan nasabah, implementasi efektif dari Peraturan Bank
Indonesia tersebut
akan dapat
meningkatkan pemahaman nasabah mengenai suatu produk sehingga nasabah akan memiliki bekal yang cukup untuk memutuskan apakah produk bank yang akan dimanfaatkannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan. Agar informasi yang diterima oleh nasabah tidak simpang siur dan terdapat kejelasan Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
mengenai karakteristik produk bank yang sebenarnya, maka pemberian informasi tersebut diarahkan untuk memenuhi kriteria tertentu dan terstandarisasi. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan yang secara spesifik dapat mengarahkan pemberian informasi yang lengkap, akurat, terkini dan utuh. Selain itu, pembatasan penggunaan data pribadi nasabah akan meningkatkan rasa aman dan nyaman nasabah dalam berhubungan dengan bank karena untuk dapat memberikan data pribadi nasabah kepada pihak lain untuk tujuan komersil bank harus terlebih dahulu meminta ijin kepada nasabah yang bersangkutan (kecuali ditetapkan lain oleh ketentuan perundang-undang yang berlaku). 87 Pada sisi lain, penerapan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 secara konsisten dan efektif juga kan membawa manfaat pada bank berupa peningkatan good governance karena mekanisme dan tatacara penggunaan produk, termasuk hak dan kewajiban nasabah dan bank, wajib diungkapkan secara transparan dalam pemberian informasi bank kepada nasabah sehingga secara tidak langsung akan dapat mengurangi penyimpangan-penyimpangan dalam kegiatan bank. Selain itu, pembatasan penggunaan data pribadi nasabah hanya untuk keperluan intern bank juga akan memberikan perlindungan kepada bank dari tuntutan hukum karena hakhak pribadi nasabah terlindungi dengan baik. 88
87 88
Ibid, hal. 3 Ibid, hal.4
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Ketentuan yang tercantum dalam peraturan tersebut merupakan bagian dari upaya untuk melindungi kepentingan nasabah yang secara nyata berbentuk pemberian pelayanan informasi kepada nasabah yang mempunyai hak-hak konsumen, yang diantaranya berhak untuk mendapatkan informasi. Dengan dihargainya hak kosumen, maka akan terpelihara hubungan yang baik antara perbankan dengan konsumen, sekaligus dapat menjaga kepercayaan masyarakat kepada bank. 89 Dengan demikian, terhadap bank ada kewajiban dan larangan yang berkaitan dengan transparansi tersebut yaitu : 90
1. Kewajiban yang harus dipenuhi bank, diantaranya sebagai berikut: a. Bank wajib menyediakan informasi tertulis dalam bahasa Indonesia secara lengkap dan jelas mengenai karakteristik setiap produk bank. b. Bank wajib memberitahukan kepada nasabah setiap perubahan, penambahan, dan atau pengurangan pada karakteristik produk bank. c. Bank wajib menyediakan layanan informasi karakteristik produk bank yang dapat diperoleh secara mudah oleh masyarakat.
89
Muhamad Djumhana.3, Asas-asas Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung: PT.Citra Aditya Bhakti 2008), hal. 149. 90 Ibid, hal. 175-176 Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
d. Bank wajib meminta persetujuan tertulis dari nasabah dalam hal bank akan memberikan atau menyebarluaskan data pribadi nasabah kepada pihak lain untuk tujuan komersial, kecuali ditetapkan lain oleh peraturan perundangundangan lain yang berlaku. e. Bank terlebih dulu menjelaskan tujuan konsekuensi dari pemberian atau penyebarluasan data pribadi kepada pihak lain. f. Dalam hal bank akan menggunakan data pribadi seseorang atau sekelompok orang yang diperoleh dari pihak lain untuk tujuan komersial, bank wajib memiliki jaminan tertulis dari pihak lain yang berisi persetujuan tertulis dari seseorang dan atau sekelompok orang tersebut untuk menyebarluaskan data pribadinya.
2. Larangan yang harus diperhatikan bank, yaitu sebagai berikut: a. Bank dilarang memberikan informasi yang menyesatkan (mislead) dan atau tidak etis (misconduct). b. Bank
dilarang
mencantumkan
informasi
atau
keterangan
mengenai
karakteristik produk bank yang letak dan atau bentuknya sulit terlihat dan atau tidak dapat dibaca secara jelas dan atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Pelanggaran
terhadap
ketentuan
kewajiban
dan
larangan
tersebut
diatas,
diperhitungkan sebagai komponen penilaian tingkat kesehatan bank.
BAB III PRINSIP MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER) DENGAN RAHASIA BANK
A. Pengertian Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) Perbankan sebagai lembaga kepercayaan masyarakat memegang peranan yang penting dalam sistem perekonomian suatu negara, sehingga sering dikatakan bahwa Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
bank merupakan jantung sistem keuangan. Perbankan menerima simpanan dari jutaan orang, pemerintah, badan usaha milik negara maupun dari badan usaha milik swasta. Selain menyimpan dana dari masyarakat, perbankan juga menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah pada setiap Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dimaksudkan untuk mengurangi resiko sejalan dengan kegiatan usahanya. Untuk mengurangi resiko usaha itulah maka setiap Penyedia Jasa Keuangan (PJK) diwajibkan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian. Salah satu upaya dalam melaksanakan prinsip kehati-hatian adalah penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle). 91 Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) menjadi semakin populer di kalangan perbankan, tidak lepas dari adanya krisis perbankan sekitar 1997. Prinsip ini mulai digalakkan untuk diterapkan dalam industri perbankan semenjak lahirnya Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003. 92 Dengan meningkatnya teknologi komunikasi dan transportasi perdagangan internasional, pencucian uang (Money Laundering) menjadi masalah yang bersifat 91
Bismar Nasution. Op.cit, hal. 43. Nindyo Pramono. Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual, (Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 217. 92
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
internasional di dunia perbankan. Di negara-negara maju prinsip mengenal nasabah ini sangat familier, bahkan saat ini ada paradigma baru dari masyarakat perbankan internasional untuk tidak melakukan transaksi dengan perbankan yang belum menerapkan prinsip mengenal nasabah ini.
93
Jika bank-bank tidak segera memberlakukan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer) ini di dalam melakukan kegiatan usahanya, tidak mustahil transaksi bisnis dalam hal ekspor-impor akan dilakukan melalui bank-bank asing yang ada di Indonesia.
Mengapa
demikian
karenakan
bank-bank
Indonesia
diragukan
kredibilitasnya sebab belum menerapkan prinsip mengenal nasabah ini dalam kegiatan usahanya. Menyadari akan kecendrungan itu, maka pemerintah melahirkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun kurang lebih setahun undang-undang ini mengalami perubahan karena harus menyesuaikan dengan perkembangan dunia perbankan internasional khususnya mengenai money laundering. Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) adalah prinsip yang diterapkan oleh Penyedia Jasa Keuangan (PJK) untuk mengetahui identitas nasabah
93
Ibid, hal. 217.
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
dan memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. 94 Selain itu juga Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Custmor) adalah prinsip yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah serta memantau kegiatan transaksi nasabah, termasuk pelaporan jika terdapat transaksi yang diduga mencurigakan. 95 Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle) adalah prinsip yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. 96 Sedangkan menurut peraturan Bapepam Nomor V.D 10 tentang Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) adalah prinsip yang diterapkan pada perusahaan efek, pengelola reksa dana, dan bank kustodian untuk mengetahui latar belakang dan identitas nasabah, memantau
rekening
mencurigakan.
dan
transaksi,
termasuk
melaporkan
transaksi
yang
97
94
Op.cit hal 43. Nindyo Pramono. Op.cit, hal 218 96 M.Ali Said Kasim. Penerapan Know Your Customer Principle di Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 16 September 2001, hal. 33. 97 Robinson Simbolon. Mewaspadai Pencucian Uang Melalui Pasar Modal. Jurnal Hukum Bisnis, Vol 16 September 2001, hal. 56 95
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Tujuan dari diterapkannya prinsip mengenal nasabah ini terutama adalah untuk melindungi reputasi bank. Prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer) juga dapat memfasilitasi kepatuhan bank terhadap ketentuan-ketentuan perbankan yang berlaku sebagai bagian prinsip kehati-hatian dalam praktik perbankan yang sehat. Dalam hal ini pada saat bank menarik nasabahnya agar menggunakan jasa bank yang bersangkutan, di harapkan setiap transaksi yang dijalankan oleh nasabah melalui bank tersebut sejalan dengan praktik perbankan yang sehat dan tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Selanjutnya prinsip mengenal nasabah dapat melindungi bank agar tidak dimanfaatkan oleh nasabah untuk melakukan kegiatankegiatan yang ilegal atau bank tidak dijadikan sasaran dari kejahatan. Dalam hal ini dengan diterapkan prinsip mengenal nasabah, diharapkan bank dapat melakukan identifikasi secara dini terhadap nasabah dan setiap aktivitas/ transaksi yang dijalankan oleh nasabah. Dengan demikian, sejak awal terjadinya hubungan antara bank dan nasabahnya, bank tidak hanya mengetahui hal-hal apa saja yang akan dilakukan oleh nasabahnya tetapi juga dapat mencegah terjadinya transaksi-transaksi melaui perbankan yang bersifat ilegal. 98 B. Dasar Hukum Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle)
98
Yunus Husein. 2. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah oleh Bank Dalam Rangka Penanggulangan Kejahatan Money Laundring. Jurnal Hukum Bisnis. Vol. 16 September 2001, hal.32. Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Sebelum lahirnya ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002, sebenarnya pada tahun 2001 Bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia yang ditujukan kepada semua bank yaitu: Peraturan Bank Indonesia Nomor: 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle), tanggal 8 Januari 2001. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/29 /DPNP tentang Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle), tanggal 13 Desember 2001. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 3/23/PBI/2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor: 3/10/PBI/2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer principle), tanggal 13 Desember 2001. Kemudian pada tahun 2003 lahirlah Undang-undang 25 Tahun 2003 sebagai perubahan terhadap Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) pada tanggal 13 Oktober 2003. Pada tanggal 4 Desember 2004 Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran Nomor: 5/32/DPNP tentang perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/29/DPNP perihal Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Seiring dengan perkembangan dan kebutuhan akan perangkat peraturan yang mengatur tentang prinsip mengenal nasabah (know your customer principle) dalam Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
kurun waktu 2 bulan (oktober hingga desember) Bank Indonesia mengeluarkan beberapa Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina perbankan di Indonesia yakni: a. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/21/PBI/2003 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor: 3/10/PBI/2001 Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle), tanggal 17 Oktober 2003. b. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/23/PBI/2003 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle) bagi Bank Perkreditan Rakyat, tanggal 23 Oktober 2003. c. Surat Edaran Nomor: 5/32/DPNP tentang perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 3/29/DPNP perihal Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, tanggal 4 Desember 2003. Selain Bank Indonesia, Lembaga Keuangan non-bank seperti pasar modal serta Departemen Keuangan mengeluarkan beberapa keputusan-keputusan antara lain: a. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: KEP-02/PM/2003 tentang Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer), tanggal 15 Januari 2003.
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 45/KMK.06/2003 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) Bagi Lembaga Keuangan Non Bank, tanggal 30 Januari 2003. c. Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor : Kep.2833/LK/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) pada Lembaga Keuangan Non Bank, tanggal 12 Mei 2003.
C. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle) Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) bagi sebagian bank adalah suatu hal yang baru, oleh karena itu kiranya dibutuhkan suatu pedoman dalam rangka pelaksanaanya. Menyadari adanya kebutuhan tersebut, Bank Indonesia berasama wakil-wakil dari bank telah menyusun task force dalam rangka menyusun pedoman standar. Dalam menyusun pedoman standar ini task force banyak mengacu pada international best practices. Dengan adanya pedoman ini diharapkan bank dapat menyusun pedoman pelaksanaan yang memenuhi persyaratan minimum yang ditetapkan dalam ketentuan tentang penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. 99 Penerapan kebijakan dan prosedur ini bertujuan agar bank dapat mengenali profil nasabah maupun karakteristik setiap transaksi nasabah sehingga pada
99
Bismar Nasution Op.cit, hal.60
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
gilirannya bank dapat mengidentifikasikan transaksi yang mencurigakan (suspicious transactions) dan selanjutnya melaporkan kepada Bank Indonesia. Dengan menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah berarti bank juga dapat meminimalkan kemungkinan risiko yang mungkin timbul yaitu operational risk, legal risk, concentration risk, dan reputational risk. 100 Sebelum lahirnya Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang dan juga mengantisipasi terjadinya kejahatan terhadap perbankan Bank Indonesia sebagai lembaga pengawasan dan pembina perbankan di Indonesia, maka Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia ini disusun dalam rangka mengisi kekosongan peraturan selama Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang belum lahir, atau masih dalam pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Peraturan Bank Indonesia ini juga dimaksudkan untuk memenuhi dan rekomendasi dari The Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF). Bagi sektor perbankan nasional khususnya, PBI ini dimaksudkan sebagai pedoman agar bank dapat mengenal dan mengetahui kebenaran identitas nasabahnya sehingga dapat mencegah penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang melakukan kejahatan dan menjaga reputasi dan integritas sistem perbankan secara keseluruhan. Adapun pokok-pokok yang diatur dalam konsep Peraturan Bank Indonesia ini sebagian besar mengakomodir butir-butir rekomendasi Financial Action Task Forces
100
Loc.cit, hal.60.
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
on Money Laundering (FATF) khususnya yang berkaitan dengan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer), antara lain: a. Kewajiban bank untuk memiliki kebijakan dan prosedur: 1. Penerimaan dan penolakan nasabah (customer acceptance policy) 2. Identifikasi masalah 3. Pemantauan terhadap rekening dan transaksi nasabah 4. Manajemen risiko yang berkaitan dengan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Ketentuan ini juga mewajibkan bank untuk mengetahui sumber dana dari nasabah yang membuka rekening di bank. Dalam melaksanakan ketentuan ini bank cukup meminta nasabah untuk mengisi formulir yang tersedia, atau bank cukup melakukan wawancara kemudian menyimpulkan sendiri sumber dana yang dipakai oleh nasabah. Bank sama sekali tidak perlu meneliti atau melakukan investigasi asal-usul uang nasabah tersebut. b. Kewajiban untuk membentuk unit khusus dan atau menunjuk pejabat bank yang bertanggung jawab atas penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, yang bertanggung jawab kepada Direktur kepatuhan. c. Pelaporan, berkaitan dengan kewajiban bank untuk menyampaikan copy kebijakan dan prosedur sebagaimana tersebut pada huruf a kepada Bank Indonesia sebagai bagian dari laporan kebijakan dan prosedur yang diatur dalam Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Peraturan Bank Indonesia Nomor. 2/27/PBI/2000 tanggal 15 Desember 2000 tentang Bank Umum. d. Sebelum melakukan hubungan usaha dengan nasabah, bank wajib meminta informasi dan meneliti kebenaran dokumen nasabah. Apabila diperlukan bank dapat melakukan wawancara dengan nasabah untuk meneliti dan meyakini keabsahan dan kebenaran dokumen tersebut. Bank dilarang melakukan hubungan usaha dengan nasabah yang tidak memenuhi ketentuan kebijakan penerimaan dan identifikasi nasabah. e. Bank wajib menata usahakan dan melakukan pengkinian dokumen mengenai identifikasi nasabah. Penatausahaan dokumen nasabah dilakukan sekurangkurangnya sampai jangka waktu lima tahun sejak nasabah menutup rekening pada bank. Jangka waktu lima tahun ini adalah standar internasional seperti yang direkomendasikan Financial Action Task Force on Money Laundering. Sementara itu untuk dokumen keuangan, seperti neraca tahunan, warkat pembukuan dan data pendukung administrasi keuangan berlaku ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, yaitu sepuluh tahun. Sepuluh tahun. Bank diminta memiliki sistem informasi yang dapat mengindentifikasi, dan menganalisis, memantau dan menyediakan laporan secara karakteristik transaksi yang dilakukan nasabah.
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
f. Bank wajib memelihara profil nasabah, antara lain meliputi pekerjaan, bidang usaha, jumlah penghasilan, rekening lain yang memiliki aktivitas transaksi normal, tujuan pembukaan rekening. g. Kebijakan dan prosedur manajemen risiko sekurang-kurangnya mencakup pengawasan oleh pengurus bank, pendelegasian wewenang, pemisahan tugas dan sistem pengawasan intern termasuk audit intern, program pelatihan karyawan mengenai penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. h. Bank wajib menunjuk petugas khusus yang bertanggung jawab untuk menangani untuk
menangani
nasabah
yang
dianggap
memiliki
risiko
termasuk
penyelengaraan negara, dan transaksi-transaksi yang mencurigakan. i.
Bank wajib melaporkan transaksi yang mencurigakan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah diketahui oleh bank. Transaksi mencurigakan adalah transaksi yang tidak sesuai dengan profil atau karakteristik atau kelaziman usaha. Pelaporan ini sama sekali tidak melanggar ketentuan rahasia bank, karena laporan disampaikan ke Bank Indonesia dalam rangka pembinaan dan pengawasan bank. Sampai sekarang belum jelas tindak lanjut apa yang akan dilakukan Bank Indonesia setelah menerima laporan transaksi yang mencurigakan tersebut.
j.
Peraturan Bank Indonesia ini berlaku bagi Bank Perkreditan Rakyat dan nasabah bank umum yang tidak mempunyai rekening di bank, sepanjang nilai transaksi
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
yang dilakukan tidak melebihi Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) atau nilai yang setara dengan itu. k. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dikenakan sanksi administrasif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat 2 Undang-Undang Nomor 76 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Selain peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia mengenai penerapan prinsip mengenal nasabah ini bagi bank juga terdapat rekomendasi Internasional yang digunakan bank dalam menerapkan prinsip mengenal nasabah ini, yaitu: 1. The Basel Comitte on Banking Supervision. The Basel Comitte on Banking Supervision ini merupakan salah satu acuan yang digunakan oleh perbankan dalam membentuk sistem dan prosedur pengawasan. Dewasa ini otoritas pengawasan perbankan di seluruh dunia semakin menyadari pentingnya upaya-upaya untuk menetapkan landasan pedoman bagi bank-bank agar memiliki sistem dan prosedur pengawasan yang memadai untuk mencegah agar bank tidak digunakan sebagai sarana kejahatan. Dalam hal ini due diligence terhadap calon nasabah maupun nasabah yang telah ada merupakan kunci dari sistem yang dimaksud. Pedoman yang dikeluarkan Basel Comitte mengenai
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
customer due diligence and anti money laundering efforts yang terbagi dalam 3 (tiga) makalah. Makalah pertama adalah the Prevention of Criminal Use of the Banking System for the Purpose of Money Laundering (1988), menetapkan beberapa prinsip dasar bagi perbankan yang intinya menganjurkan bank-bank melakukan identifikasi terhadap para nasabahnya, menolak setiap transaksi yang mencurigakan dan menjalin kerja sama dengan pihak yang berwajib untuk menanggulangi kegiatan pencucian uang. Makalah kedua adalah the 1997 Core Principle for Effective Banking Supervision, menetapkan antara lain bahwa sebagai bagian dari pengawasan internal, bankbank harus menerapkan kebijakan, praktik dan prosedur yang dapat mendorong terbentuknya standar etika dan profesional yang cukup tinggi bagi sektor perbankan serta mencegah pemanfaatan bank sebagai sarana kejahatan. Diperlukannya pengawasan internal adalah untuk memastikan bank telah menjalan kegiatannya sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan sejalan dengan kebijakan yang ditetapkan dewan direksi bank, transaksi dilakukan oleh pihakpihak yang berkompeten, selalu melakukan pemantauan terhadap asset dan kewajiban, sistem akuntansi dan pencatatan dilakukan secara lengkap, akurat, dan tepat waktu serta memiliki kemampuan untuk melakukan identifikasi dan mengatasi setiap resiko bisnis.
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Makalah kedua ini juga menganjurkan bank agar mengikuti rekomendasi Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) khususnya yang berkaitan dengan identifikasi nasabah, pemeliharaan catatan/ dokumen, pelaporan transaksi yang mencurigakan dan upaya-upaya terhadap negara-negara yang belum memiliki ketentuan anti money laundering yang memadai. Makalah ketiga yaitu the 1999 core Principles Methodology menjadi elaborasi lebih lanjut dari the core principles dengan menetapkan kriteria-kriteria tertentu.
2. Rekomendasi FATF Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) dibentuk pada tahun1989 oleh negara-negara yang tergabung dalam the Group of Seven (G7) sebagai upaya melawan terhadap kegiatan pencucian uang. FATF kini beranggotakan sebanyak 29 negara dan terus berupaya agar negara-negara lainnya yang belum bergabung sebagai anggota turut berpartisipasi menjadikan rekomendasi FATF sebagai pedoman untuk memerangi kejahatan pencucian uang. Adapun rekomendasi yang ditetapkan FATF terdiri atas 40 (empat puluh) prinsip yang meliputi penegakan hukum, pengaturan sistem keuangan/ perbankan, dan kerja sama internasional. Keempat puluh rekomendasi tersebut dikenal dengan “the Forty Recommendations”.
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Rekomendasi FATF ini pada intinya menganjurkan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non bank agar berupaya mengenal nasabahnya dan mengetahui sumber dana yang disimpan atau yang digunakan oleh nasabah. Rekomendasi inilah yang menjadi landasan bagi prinsip mengenal nasabah, dimana dari beberapa butir rekomendasi ini ternyata Indonesia belum dapat diterapkan sepenuhnya di Indonesia. Dalam menerapkan prinsip mengenal nasabah ada hal yang perlu diperhatikan saat melakukan hubungan usaha dengan nasabah/ calon nasabah yaitu: 101 a. Pembukaan rekening Calon nasabah dapat digolongkan mencurigakan apabila pada saat pembukaan rekening, yang bersangkutan melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Tidak bersedia memberikan informasi yang diminta . 2. Memberikan informasi yang tidak lengkap atau memberikan informasi yang kurang memuaskan 3. Memberikan informasi palsu atau menyesatkan. 4. Menyulitkan petugas bank pada saat dilakukan verifikasi terhadap informasi yang sudah diberikan 5. Membatalkan hubungan bisnis dengan baik b. Nasabah bank yang tidak memiliki rekening (walk-in customer)
101
M. Ali Said Kasim, Op,cit, hal.33
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Bank wajib menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah bagi walk-in customer yang melakukan transaksi dengan nilai lebih besar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) per transaksi atau nilai yang setara. c. Penitipan (custodian) dan safe deposit box Bank perlu melakukan tindakan pengamanan khusus terhadap nasabah yang menggunakan jasa penitipan (custodian) dan safe deposit box. Bank juga harus menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah terhadap walk-in customer yang menggunakan safe deposit box. d. Penyetoran dan penarikan Transaksi penyetoran dan penarikan adalah metode yang lazim dilakukan oleh pelaku tindak pidana untuk mencuci hasil tindak pidananya melalui sistem perbankan. Oleh karena itu untuk menjamin kebenaran transaksi, sejak awal petugas bank harus memastikan semua informasi yang diperlukan berkenaan dengan identitas nasabah. Informasi nasabah yang lengkap akan mempermudah bank untuk mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan. e. Kredit/ pembiayaan Kredit/ pembiayaan dalam bentuk kartu kredit perlu mendapat perhatian karena instrument ini dapat digunakan oleh pelaku tindak pidana untuk mencuci hasil tindak pidananya melalui proses layering atau integration. D. Hubungan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) dengan Rahasia Bank Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara, bahkan pada era globalisasi sekarang ini, bank juga telah menjadi bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran dunia. Mengingat hal yang demikian itu, maka begitu suatu bank telah memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari suatu otoritas moneter negara yang bersangkutan, bank tersebut menjadi milik masyarakat. Sebagaimana diketahui, salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank. Maksudnya adalah menyangkut dapat atau tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang menyimpan dananya dan/atau menggunakan jasa-jasa lainnya dari bank tersebut untuk tidak mengungkapkan keadaan keuangan dan transaksi nasabah serta keadaan lain dari nasabah yang bersangkutan kepada pihak lain. Dengan kata lain tergantung kepada kemampuan bank itu untuk menjunjung tinggi dan mematuhi dengan teguh rahasia bank. 102 Namun dengan seiring perkembangan zaman dan sehubungan dengan keadaan politik dalam negeri dan keadaan sosial, terutama yang menyangkut timbulnya kejahatan-kejahatan dibidang pencucian uang (Money Laundering) dan kebutuhan akan perlunya pelonggaran terhadap kewajiban rahasia bank yang mutlak itu. Artinya, apabila kepentingan negara, bangsa, dan masyarakat umum harus
102
Adrian Sutedi, Hukum Perbankan, Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, (Jakarta: Penerbit PT. Sinar Grafika Offset, 2007) , hal. 1-2. Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
didahulukan daripada kepentingan nasabah secara pribadi, maka kewajiban bank untuk melindungi kepentingan nasabah secara individual itu, dalam arti tidak boleh mengungkapkan keadaan keuangan nasabah, harus dapat dikesampingkan. 103 Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 dan diikuti dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 tentang perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer), maka perlu dilakukan beberapa perubahan dalam Pedoman Standar yang dikeluarkan pertama kali pada tahun 2001 untuk menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 104 Dengan adanya ketentuan tersebut diharapkan Pedoman Standar ini dapat tetap menjadi referensi utama bagi bank-bank dalam menyesuaikan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas bahwa terdapat hubungan antara Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) dengan kerahasiaan bank. Penerapan kebijakan dan prosedur Mengenal Nasabah bertujuan agar bank mengenali profil nasabah maupun karakteristik setiap transaksi nasabah sehingga pada gilirannya
bank dapat
mengidentifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan
(Suspicious transaction) dan selanjutnya melaporkan kepada PPATK. Dengan 103
Ibid, hal. 3 104 Kumpulan Ketentuan Perbankan tentang Prinsip Mengenal Nasabah, (Jakarta: Penerbit Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia, 2003), hal. 111. Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) berarti bank juga dapat meminimalkan kemungkinan risiko yang mungkin timbul yaitu: operational risk, legal risk, concentration risk, dan reputational risk. 105
BAB IV PENERAPAN KETENTUAN RAHASIA BANK DALAM MEMBERANTAS/ MENCEGAH TINDAK KEJAHATAN
A. Kejahatan perbankan dan Kejahatan Rahasia Bank Bank memiliki peranan penting dalam kegiatan ekonomi bagi masyarakat dan negara. Peranannya ialah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit kepada masyarakat. Melihat sifat ekonomi dari bank tersebut, maka nyata sekali bank memiliki strategi penting bagi kemajuan ekonomi suatu bangsa. Semua negara di dalam memajukan perekonomiannya, senantiasa memelihara perbankannya dengan baik, menyehatkan fungsi dan peranannya secara
105
Ibid, hal. 113
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
sungguh-sungguh dan menjaga agar jangan sampai timbul ”penyakit” ataupun “virus” yang dapat merongrong eksistensi bank itu sendiri. 106 Pengalaman menunjukkan bahwa dunia perbankan, khususnya di Indonesia tidak luput dari perbuatan-perbuatan illegal di tubuh bank, dan itulah yang disebut dengan kejahatan perbankan, sehingga bank itu menjadi terganggu fungsi dan perannya. Masalah kejahatan perbankan ini dapat dikategorikan kejahatan kerah putih (White Color Crime), konsep yang diperkenalkan oleh kriminolog Amerika Serikat Edwin H. Sutherland, pada tahun 1939 dalam bukunya yang berjudul “White Collar Criminality”, yang olehnya di identifikasi sebagai kejahatan korporasi.
107
Kejahatan perbankan (white color crime) yang makin ekstensif dengan ditunjang kemajuan iptek di bidang telekomunikasi informatika, tidak hanya berskala nasional, tetapi juga secara regional dan internasional. Lebih jauh dilihat dari korbannya, kriminalitas perbankan bertendensi besar dan masal dimana pelakunya umumnya intelektual yang sulit tersentuh oleh perangkat hukum yang pembuktiannya diketahui berselang beberapa waktu kemudian . Berbeda dengan kejahatan konvensional (black color crime), area operandinya berkisar antara perampokan atau
106
Nomy Horas Thombang Siahaan. Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan. Edisi Revisi, (Jakarta: Penerbit. PT. Pustaka Sinar Harapan, 2005), hal. 143. 107 Ibid, hal. 144 Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
pencurian dengan kekerasan yang perbuatannya terlihat lebih cepat dan nyata, dan secara cepat dapat langsung diketahui pelakunya. 108 Secara umum, kejahatan white color crime, dapat dikelompokkan dalam: 1. Kejahatan yang dilakukan oleh kalangan profesi dalam melakukan pekerjaanya. 2. Kejahatan yang dilakukan oleh pemerintah atau aparatnya seperti korupsi dan tindakan penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran terhadap hak warga negara. 3. Kejahatan korporasi. Senada dengan hal itu Muladi memberikan identifikasi white color crime meliputi: 1. Penyamaran atau sifat tersembunyi maksud, dan tujuan kejahatan. 2. Keyakinan sipelaku terhadap kebodohan, dan kesembronoan sikorban, yang dalam hal ini kurang keahlian, kurangnya pengetahuan dan keteledoran si korban yang dimanfaatkan 3. Penyembunyian pelanggaran. Sulitnya pengungkapan kejahatan perbankan, lebih karena faktor-faktor di bidang perbankan pada umumnya bersindikat dan terorganisasi secara rapi. Kepala Investigasi kejahatan Perbankan Mabes Polri, Suyatna mengatakan para pelaku dalam aksinya menyatu dan bertindak sebagai pelaku ekonomi yang tampak di masyarakat 108
Muhamad Djumhana. 2, Op.cit,hal. 453
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
seolah-olah ikut memobilisasi ekonomi. 109 Seringnya terjadi kejahatan pada perbankan tidak terlepas adanya kolusi antara pihak perbankan dengan pihak di luar perbankan, maupun kesalahan dalam pengelolaan perbankan (good governance) dan prinsip kehati-hatian) serta kurangnya pengawasan dan pembinaan terhadap bank oleh Bank Indonesia. Di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 ada diatur tentang kejahatan terhadap perbankan. Ketentuan ini diatur di dalam Bab VIII Ketentuan Pidana dan Sanksi Administrasi mulai dari Pasal 46 sampai Pasal 53. Untuk perbuatan pidana perbankan diatur dalam Pasal
46 sampai Pasal 51 sedangkan
khusus pada perbuatan pidana terhadap rahasia bank diatur dalam Pasal 47 ayat (1) dan (2). Sistem perlindungan yang dianut oleh Undang-Undang perbankan Indonesia hanya terbatas kepada nasabah penyimpan, dan bukan mencakup nasabah debitur. Kejahatan yang berhubungan dengan rahasia bank adalah pemberian informasi tentang simpanan nasabah penyimpan kepada pihak lain sehingga pihak lain mengetahui simpanan nasabah penyimpan sebagaimana yang dimaksud Pasal 40 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun1998 tentang Perbankan. 110 Secara eksplisit ada dua jenis tindak pidana yang ditentukan oleh Pasal 47 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang berkaitan dengan rahasia bank. Yang
109
110
Nomy Horas Thombang Siahaan, Op.cit, hal 147 Lihat Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
pertama ialah tindak pidana yang dilakukan oleh mereka yang tanpa membawa perintah atau izin dari pimpinan Bank Indonesia dengan sengaja memaksa bank atau pihak yang terafiliasi untuk memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank. Tindakan tersebut ditentukan oleh Pasal 47 ayat (2). 111 Untuk lebih jelasnya bunyi lengkap Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) adalah sebagai berikut: 1. Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurangkurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurangkurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus milyar rupiah) 2. Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan milayar rupiah). 112
111 112
Sutan Remy Sjahdeini. Op.cit,hal.14 Lihat Pasal 47 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
B. Pengecualian Rahasia Bank Secara umum kerahasiaan berkaitan dengan kepercayaan, karena itu pula rahasia bank diperlukan sebagai salah satu factor untuk menjaga kepercayaan nasabah penyimpan. Mengingat kerahasiaan bank tersebut utamanya untuk menjaga kepercayaan nasabah penyimpan, dengan demikian titik focus kerahasiaan bank tersebut hanya untuk nasabah penyimpan sehingga tidak berlebihan apabila Bank Indonesia dalam pengaturan rahasia bank, menentukan sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank, bahwa keterangan mengenai nasabah selain nasabah penyimpan bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank
113
Selain itu di dalam Undang-Undang Perbankan Indonesia dalam pengaturan kerahasiaan bank tidak secara mutlak untuk menutup informasi dan data yang ada untuk kalangan pihak tertentu. Dari ketentuan larangan pembukaan rahasia bank menurut ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan tersebut dapat dikecualikan beberapa kondisi tertentu. Dengan demikian Indonesia menganut teori nisbi, yaitu bahwa pemberian data, dan informasi yang menyangkut kerahasiaan bank kepada pihak lain dimungkinkan dengan alasan 113
Muhamad Djumhana, Asas-asas Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti 2008), Loc.cit, hal 202 Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
tertentu. Tetapi mengenai pihak yang harus menyimpan rahasia karena profesi dan pekerjaannya hampir sama ketentuannya dengan di Swiss yaitu menyangkut semua pihak yang berhubungan dengan kegiatan bank (pihak-pihak terafiliasi). 114 Kata “kecuali” dalam Pasal 40 ayat (1) ini merupakan pembatasan terhadap berlakunya rahasia bank. Mengenai keterangan yang yang disebutkan dalam pasal-pasal yang dikecualikan itu, bank boleh mengungkapkannya (tidak merahasiakannya). 115 Mengenai kemungkinan penerobosan kerahasiaan bank dapat dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah: 1. Untuk kepentingan Perpajakan (Pasal 41) 2. Untuk kepentingan piutang bank (Pasal 41. A) 3. Untuk kepentungan peradilan pidana (Pasal 42) 4. Untuk kepentingan pemeriksaan peradilan perdata (Pasal 43) 5. Untuk kepentingan tukar-menukar informasi antar bank (Pasal 44) 6. Untuk kepentingan pihak lain yan ditunjuk nasabah (Pasal 44 A ayat (1)) dan untuk kepentingan penyelesaian kewarisan (Pasal 44 A ayat (2)). Untuk kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang
114
Muhamad Djumhana, Op.cit, hal 148. Abdul Kadir Muhamad, Hukum Perusahan Indonesia, (Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bhakti, 2002), hal. 420. 115
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Negara, dan kepentingan peradilan dalam perkara pidana, wajib terlebih dahulu memperoleh perintah atau ijin tertulis untuk membuka rahasia bank dari Pimpinan Bank Indonesia, sedangkan untuk kepentingan peradilan dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, tukar-menukar informasi antar bank, permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis, permintaan ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan yang telah meninggal dunia, tidak memerlukan perintah atau ijin tertulis untuk membuka rahasia bank dari Pimpinan Bank Indonesia 1. Untuk kepentingan perpajakan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan 1998 mengatakan bahwa untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Dalam pasal ini ditentukan unsur-unsur yang wajib dipenuhi agar rahasia bank dapat dibuka atau diungkapkan. Unsur-unsur tersebut adalah: 116 1. Untuk kepentingan perpajakan
116
Abdul Kadir Muhamad, Op.cit, hal. 421
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
2. Atas permintaan tertulis Menteri Keuangan. 3. Atas permintaan tertulis pemimpin Bank Indonesia. 4. Dilakukan oleh bank dengan menberikan keterangan dan memperlihatkan buktibukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan yang namanya disebutkan dalam permintaan tertulis Menteri Keuangan. 5. Kepada pejabat pajak yang namanya disebutkan dalam perintah tertulis pemimpin Bank Indonesia. Pembukaan rahasia bank ini dilakukan untuk keperluaan pemerikasaan dan penyidikan perpajakan, maka pembukaannya harus ada permintaan tertulis dari Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud Pasal 40 ayat (1). Adapun mengenai keperluan untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan lainnya maka tidak diperlukan permintaan. Hal demikian didasarkan kepada ketentuan Pasal 35 ayat (1) dan (2) berikut penjelasannya dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994, yaitu untuk kepentingan menjalankan peraturan perundangundangan pajak, pihak pajak dapat langsung meminta keterangan atau bukti dari bank mengenai keadaan keuangan nasabahnya sepanjang mengenai perpajakannya. 117 Ketentuan tersebut memberikan landasan kepada pihak pajak untuk lebih bertindak
117
Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Op.cit hal.169
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
cepat, namun kemudian pihak pajak tetap harus lebih bijaksana karena menyangkut area yang sangat dekat dengan kerahasiaan bank. Pengaturan rahasia bank sebagaimana dianut berbagai negara di dunia mirip dengan Indonesia, dimana
pengaturan rahasia banknya tidak menganut konsep
rahasia bank bersifat mutlak, artinya keterangan tentang nasabah dan keadaan keuangannya harus dirahasiakan dalam segala situasi dan kondisi tanpa kecuali. Tetapi yang dianut adalah sebaliknya, yaitu konsep rahasia bank bersifat relatif, dimana keterangan tentang nasabah dan keadaan keuangan harus dirahasiakan dalam batas-batas tertentu dan terdapat kemungkinan untuk menerobosnya dengan alasan tertentu, misalnya untuk kepentingan umum. Artinya, konsep rahasia bank di Indonesia kemungkinan dapat diterobos dengan alasan kepentingan umum, disini termasuk untuk kepentingan perpajakan. Undang-Undang Perbankan yang berlaku sekarang ini memberikan fasilitas untuk terobosan rahasia bank tersebut, dimana untuk kepentingan perpajakan penorobosan rahasia bank dapat dilakukan dengan surat tertulis dari pimpinan Bank Indonesia. Pasal 41 ayat 1 Undang-Undang Perbankan menyatakan bahwa untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. 118 2. Untuk Kepentingan Penyelesian Piutang Bank Di dalam Pasal 41. A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 mengatakan bahwa untuk penyelesian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur. Izin tersebut diberikan: 119 b. Atas permintaan tertulis dari Kepala BUPLN/Ketua PUPN dengan menyebutkan: 1. Nama dan jabatan pejabat BUPLN/PUPN yang meminta keterangan; 2. Nama nasabah debitor yang bersangkutan yang diperlukan keterangan; dan 3. Alasan diperlukannya keterangan dari nasabah debitor tersebut.
c. Izin tersebut dengan sendirinya: 1. Diberikan secara tertulis;
118
Bismar Nasution, Permasalahan Hukum Dalam Kebijakan Perpajakan di Indonesia, Makalah, Disampaikan pada Seminar Nasional “Reposisi Keuangan Negara dan Kebijakan Perpajakan di Indonesia: Telaah Kritis RUU Perpajakan”, yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Hukum dan Kepemerintahan Yang Baik (Center for Law and Good Governance Studies) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Medan, tanggal 8 Desember 2005. 119 Rachmadi Usman, Op.cit, hal 157-158. Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
2. Menyebutkan nama dan jabatan pejabat BUPLN/PUPN yang meminta keterangan; 3. Menyebutkan nama nasabah debitor yang akan dimintai keterangan berkaitan dengan utang bank yang diserahkan kepada BPUPLN/PUPN; 4. Mencantumkan keperluan keterangan tersebut dikaitkan dengan urusan penyelesaian piutang bank. 3. Untuk kepentingan peradilan pidana Di dalam Pasal 42 ayat (1) disebutkan bahwa untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada Polisi, Jaksa atau Hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank. Izin tersebut diperoleh dengan cara seperti diatur pada ayat (2) dan (3) dari Pasal 42 a. Atas permintaan tertulis dari: 1. Kepala Kepolisian Republik Indonesia dalam tahap penyidikan; 2. Jaksa Agung dalam tahap penuntutan; 3. Ketua Mahkamah Agung dalam tahap pemeriksaan dimuka Pengadilan. b. Pemberian izin Pimpinan Bank Indonesia tersebut: 1. Dibuat secara tertulis 2. Menyebutkan namadan jabatan polisi, jaksa, atau hakim yang meminta; 3. Nama tersangka atau terdakwa ; Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
4. Alasan diperlukannya keterangan; dan 5. Hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan tersebut. Dalam penjelasan Pasal 42 menyebutkan kata “dapat” memberikan izin dimaksudkan untuk memberikan penegasan bahwa izin oleh Pimpinan Bank Indonesia akan diberikan sepanjang permintaan tersebut telah memenuhi syarat dan tatacara seperti yang disebutkan dalam Pasal 42 ayat (2) dan (3). 120 4. Untuk kepentingan pemeriksaan peradilan perkara perdata Di dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan di sebutkan bahwa dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan yang relevan dengan perkara tersebut. UndangUndang menentukan bahwa bank dapat mengungkap keadaan keuangan dalam hal bersengketa dalam perkara perdata dengan nasabah. Tetapi dalam kasus tersebut bank bukan menghadapi nasabah sebagai lawan, tetapi menghadapi pihak ketiga yang bukan nasabah. Undang-Undang Perbankan tidak mengatur sama sekali mengenai
120
Rachmadi Usman, Loc.cit, hal 158-159
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
sikap yang dapat diambil oleh bank dalam hal bank berlawanan dengan pihak ketiga yang bukan nasabah. 121 5. Untuk kepentingan tukar menukar Informasi Antar bank Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengatakan bahwa dalam tukar-menukar informasi antar bank, direksi dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. Tujuan tukar menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank yang lain. Dengan demikian, bank dapat menilai tingkat resiko yang dihadapi sebelum melakukan transaksi dengan nasabah atau bank lain. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia pada Pasal 32. 122 Informasi antar bank tersebut dapat berupa: a. Informasi bank, untuk mengetahui keadaan dan status bank dalam rangka melakukan kerja sama atau transaksi dengan bank;
121
Sutan Remi Sjahdeini. Op.cit. hal. 10 Pasal 32 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh UndangUndang Nomor 3 Tahun 2004 mengatakan: 1. Bank Indonesia mengatur dan mengembangkan sistem informasi antar bank. 2. Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diperluas dengan menyertakan lembaga lain di bidang keuangan. 3. Penyelengaraan sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dapat dilakukan sendiri oleh Bank Indonesia dan atau oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. 122
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
b. Informasi kredit, untuk mengetahui status dan keadaan debitor bank guna mencegah penyimpangan pengelolaan perkreditan; c. Informasi pasar uang untuk mengetahui tingkat suku bunga dan kondisi likuiditas pasar. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/6/UPB tanggal 25 Januari 1995, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan tukar-menukar informasi antar bank adalah permintaan pemberian informasi mengenai keadaan kredit yang diberikan bank kepada debitor tertentu dan keadaan serta status suatu bank. Informasi antar bank ini hanya dapat dilakukan oleh anggota direksi atau pejabat yang memperoleh penunjukkan sebagaimana diatur oleh ketentuan internal masing-masing. Dalam tukar menukar informasi antar bank ini, ada 2 bentuk permintaan informasi antar bank yaitu: 1. Permintaan informasi antar bank yaitu;
123
Bank dapat meminta informasi kepada bank lain mengenai keadaan debitor tertentu secara tertulis dari direksi bank dengan menyebutkan secara jelas tujuan penggunaan informasi yag diminta. Permintaan informasi mengenai keadaan kredit dapat dilakukan oleh: a) Bank umum kepada bank umum
123
Rahmachdi Usman. Op.cit, hal. 162-163
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
b) Bank Perkreditan Rakyat kepada Bank Perkreditan Rakyat. Bank yang diminta informasi wajib memberikan informasi secara tertulis sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Untuk nasabah yang masih tercatat sebagai debitor aktif (nasabah aktif) cukup dengan menegaskan bahwa nasabah dimaksud adalah debitor bank yang bersangkutan. Sedangkan untuk nasabah yang tidak lagi tercatat sebagai debitor aktif (nasbah tidak aktif) informasinya dapat meliputi: Data debitor; Data Pengurusan; Data Aggunan; Data jumlah fasilitas kredit yang diberikan; Data keadaan kolektibilitas terakhir. Informasi yang diterima oleh bank peminta, bersifat rahasia dan wajib digunakan sesuai dengan tujuan penggunaan sebagaimana disebut dalam surat permintaan informasi. Bank yang melanggar akan dikenakan sanksi administrasi yang dapat menurunkan tingkat kesehatan bank. 2. Permintaan informasi melalui Bank Indonesia Bank dapat meminta informasi mengenai nasabah debitor kepada Bank Indonesia atau keadaan dan status suatu bank melalui Bank Indonesia atau keadaan dan status suatu bank melalui Bank Indonesia secara tertulis dengan menyebut secara jelas tujuan penggunaan informasi yang diminta. Informasi mengenai bank yang dapat diberikan oleh Bank Indonesia meliputi; Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
a. Nomor dan tanggal akta pendirian dan izin usaha; b. Status/jenis usaha; c. Tempat kedudukan; d.
Susunan pengurus;
e. Permodalan; f. Neraca yang telah diumumkan; g. Pengikut sertaan dalam kliring; dan h. Jumlah kantor bank. Bank yang melanggar ketentuan ini dikenakan sanksi administratif yang dapat menurunkan tingkat kesehatan bank. 6. Untuk kepentingan pihak lain yang ditunjuk nasabah dan untuk kepentingan waris Pemberian keterangan atas persetujuan nasabah penyimpan diatur dalam Pasal 44 A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dimana Pasal tersebut mengatakan: Atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut.
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut. Berdasarkan ketentuan Pasal 44 ayat (1), bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan kepada pihak yang ditunjuknya, asalkan ada permintaan atau persetujuan atau kuasa tertulis dari nasabah penyimpan yang bersangkutan, misalnya kepada penasihat hukum yang menanggani perkara nasabah penyimpan. Sedangkan dalam ayat (2) ahli waris yang sah berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan bila nasabah penyimpan yang bersangkutan telah meninggal dunia. Untuk memperoleh keterangan, ahli waris harus membuktikan bahwa dia/mereka adalah ahli waris yang sah dari almarhum. 124
C. Kasus-kasus yang berhubungan dengan Rahasia Bank Dalam penerapan hukum selalu dijumpai adanya hal-hal baru sebagai suatu konsekuensi atas diberlakukannya ketentuan bagi masyarakat yang diaturnya. Menyangkut kerahasiaan bank ini pun Indonesia dihadapkan kepada masalah apa yang sebenarnya dikehendaki oleh pembuat undang-undang dengan kerahasiaan bank. Pembuatan undang-undang yang berhubungan dengan kerahasiaan bank ini
124
Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, Op.cit, hal.82.
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
ditujukan demi terciptanya keamanan simpanan dana nasabah pada bank serta terjaminnya kerahasiaan terhadap informasi tentang simpanan nasabah penyimpan. 125 Masalah kerahasiaan bank sangat sensitif terhadap simpanan dana nasabah serta kepercayaan nasabah terhadap bank sebagai salah satu lembaga keuangan, semakin tinggi rahasia dan informasi dari suatu bank terhadap simpanan nasabah semakin tinggi pula kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut, walaupun disadari bahwa tingginya tingkat kerahasiaan informasi tentang simpanan nasabah penyimpan dapat menimbulkan tindak pidana. Perlunya pembahasan masalah rahasia bank karena adanya kecendrungan pemanfaatan ketentuan rahasia yang tidak diatur secara baik digunakan oleh pihakpihak tertentu untuk kepentingannya sehingga merugikan pihak lain, hal ini pernah dilakukan oleh nasabah maupun bank. Nasabah yang “nakal” bisa saja menyerang balik bank dengan tuduhan melanggar rahasia bank, dan sebaliknya. Hal ini dapat dilihat dari kasus pelaporan pidana oleh nasabah terhadap bank dengan tuduhan membocorkan rahasia bank yang dialami oleh: Bank Eksport-Import cabang Jember yang proses penyelidikannya sampai tingkat kejaksaan (1989), Panin Bank Surabaya dilaporkan ke Kepolisian (1994), Bank Niaga Surabaya dilaporkan ke Kepolisian (1994), Bank Umum Servitia Medan dilaporkan ke Kepolisian (1994), dan Bank Angkasa dilaporkan ke Mabes Polri dan digugat secara perdata di Pengadilan Negeri
125
Muhamad Djumhana, Op.cit, hal 158
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Jakarta Selatan, tetapi pelaporan pidana ditolak dan tercapai perdamaian dalam perkara perdata (1995). Secara umum nasabah pada bank-bank tersebut di atas memiliki kredit macet dan melaporkan bank secara pidana dengan tuduhan melanggar ketentuan rahasia bank karena bank dalam menagih/menegor nasabah memberikan tembusan surat tagihan/teguran kepada pihak yang memberi referensi atau rekomendasi. 126 Sementara secara perdata ada nasabah yang mengugat banknya atas dasar perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), karena dituduh telah membocorkan rahasia bankyang menimbulkan kerugian bagi nasabahnya. Setelah diperiksa di Pengadilan akhirnya perkara diselesaikan secara damai. 127 Pada tahun1990 terdapat juga suatu kasus kesalahan transfer yang seharusnya untuk rekening A tetapi dikirimkan ke rekening B. Oleh B uang tersebut dipakai, setelah diminta untuk mengembalikan B mengalami kesulitan dan akhirnya dilaporkan secara pidana oleh bank dengan tuduhan penggelapan, tetapi sampai tingkat Mahkamah Agung nasabah di bebaskan dari tuntutan. Kemudian nasabah melaporkan bank karena telah melanggar ketentuan rahasia bank dengan alasan pihak
126 127
Yunus Husein. 1, Op.cit, hal.13-14. Yunus Husein. 1, Op.cit, hal. 14
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
bank ketika melaporkan dirinya telah menyebutkan rekening dan keadaan keuangan dirinya. 128 Pernah juga terjadi ketentuan rahasia bank digunakan oleh pengacara terdakwa untuk “mengintimidasi” seorang saksi. Dalam kasus korupsi dengan terdakwa “NH” di Pengadilan Negeri Ujung Pandang, seorang saksi yang dihadapkan di pengadilan urung memberikan kesaksian karena diancam oleh pengacara terdakwa dan akan diperkarakan secara pidana apabila memberikan kesaksian tanpa izin Menteri Keuangan. Pengacara terdakwa tidak mengetahui bahwa sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun tentang Perbankan izin tersebut diberikan oleh Pimpinan Bank Indonesia. Pada tanggal 15 Februari 1999, hakim memang tidak pernah meminta izin dari pimpinan bank Indonesia agar saksi dapat memberikan keterangan tentang keadaan simpanan/keuangan tersangka. Akhirnya saksi tidak jadi memberikan keterangan, dan anehnya jaksa dan hakim tidak berupaya semaksimal mungkin agar saksi dapat memberikan keterangan di pengadilan lewat prosedur yang telah diatur dalam ketentuan hukum. 129 Selain itu juga gambaran betapa pentingnya kerahasian bank yang harus dipegang oleh perbankan terhadap nasabah dapat dilihat dalam Tournier v. National Provincial and Union Bank of England pada tahun 1924. Kasus ini kerapkali menjadi
128 129
Yunus Husein. 1,Ibid, hal. 14 Yunus Husein. 1,Ibid, hal. 15
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
acuan dalam sistem common law yang secara jelas menunjukan bahwa hak dari nasabah dilindungi oleh hukum. Kasusnya diawali oleh gugatan Penggugat yaitu nasabah dari Tergugat (suatu kantor cabang bank: Moorgate Street Branch). Rekening Penggugat di bank mengalami saldo negatif sebesar Sembilan Poundsterling. Bank mendesak nasabahnya untuk membayar, dan nasabah menyepakati akan membayar secara mengangsur sebesar satu Poundsterling per minggunya. Setelah tiga kali angsuran, nasabah menghentikan pembayarannya. Pimpinan cabang bank tersebut kemudian mengetahui bahwa nasabah tersebut menerima pembayaran dari nasabah lain berupa cek sebesar empat puluh lima Poundsterling, tetapi tidak dimasukan ke dalam rekeningnya. Cek tersebut ditagih melalui London City and Midland Bank untuk rekening rumah sebuah judi (bookmaker atau gambler). Kemudian Mr Fennel, pimpinan bank menelpon majikan dari nasabahnya untuk meminta alamat rumahnya. Dalam pembicaraan telepon itu diceritakan bahwa Penggugat mempunyai utang di bank dan ketika menerima cek tidak disetorkan kerekeningnya, tetapi dialihkan kerekening lain. Akibat informasi tersebut kontrak dengan majikannya tidak diperpanjang dan ia diberhentikan dari pekerjaanya. Kemudian penggugat menggugat bank dengan alasan fitnah dan pencemaran nama baik. Bank dianggap tidak memenuhi kewajibannya dalam menjaga kerahasiaan bank (Slander and Breach of duty of confidentiality), dimana dalam putusan akhir perkara ini dinyatakan bahwa hak dari nasabah untuk dijaga kerahasiaan informasinya oleh bank adalah suatu hak uang sah. Seluruh hakim yang Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
memeriksa kasus tersebut berpendapat bahwa kewajiban untuk merahasiakan tidak saja terdapat pada moral, tetapi juga terdapat dalam hukum yang didasarkan pada hubungan kontraktual antara nasabah bank dengan bank. 130 Kasus Arthaloka. Perkara manipulasi gedung arthaloka yang disebutkan merugikan uang Negara sebesar 11,56 milyar rupiah, sangat menarik karena dalam kesaksiannya empat bank asing dan satu bank umum pemerintah di hadapan pengadilan memberikan kesaksiaan secara terbuka. Pembeberan kesaksian secara terbuka ini menyangkut hal-hal yang dikategorikan sebagai rahasia bank. Mereka menerangkan lalu-lintas simpanan P.T. MRE yang dipimpin oleh Drs. WS (presdir) dan Ir RP (direktur) selaku terdakwa. Kesaksian dari pihak bank terhadap suatu perkara di pengadilan hal yang biasa setelah memenuhi ketentuan yang berlaku, terlebih bila menyangkut kepentingan umum, kesaksiaan itu wajar juga sangat diperlukan. Hanya saja dalam kasus ini begitu terbukanya rahasia bank tersebut diuraikan dalam persidangan. 131 Selain permasalahan pemberian informasi tentang dana nasabah kasus yang melibatkan Organized group of criminals juga menjadi perhatian dalam kasus mengenai rahasia bank. Dalam kasus yang melibatkan Organizaed group of
130
Kasus ini bagi negara-negara penganut sistem Common Law seperti Amerika Serikat merupakan rujukan dalam mengatur duty secrecy yang diemban oleh bank untuk keperluan nasabahnya. Duty secrecy terhadap nasabahnya merupakan suatu kewajiban yang ditetapkan dan diamanatkan dalam contract of agency. Op.cit, hal.136-137 131
Muhamad Djumhana. 2, Op.cit, hal 167
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
criminals, bantuan dapat diberikan dalam masalah perpajakan, khususnya kejahatan pajak pendapatan dan juga masalah-masalah sekuritas dan anti trust. Dalam hal ini Swiss tidak mengisyaratkan bahwa kejahatan tersebut dapat dihukum berdasarkan hukum Swiss, akan tetapi menetapkan bahwa individu yang akan dihukum memiliki posisi penting dalam organisasi kejahatan tersebut. Berdasarkan prosedur khusus ini, maka Swiss telah meninggalkan prinsip dasar yang diberlakukan dalam bekerja sama dengan negara lain. Sebagai salah satu contoh yang terkenal adalah The Marc Rich & Co., S.A yang terjadi pada tahun 1983 dan 1984. The Marc Rich & Co., S.A., perusahaan Swiss mendapatkan subpoena dari US Federal Distric Judge untuk memberikan dokumen dan catatan dengan ancaman USD 50.000 per hari. Swiss mengambil posisi yang tidak setuju dengan permintaan Amerika Serikat atas informasi dari peusahaan Swiss serta memaksa mengenyampingkan perjanjian. Pada saat The Marc akhirnya setuju menyerahkan dokumen tersebut secara sukarela, Kejaksaan Agung Swiss melakukan investigasi terhadap The Marc dengan tuduhan memberikan informasi bisnis rahasia kepada pejabat negara lain dan berdasarkan itu menyita dokumen tersebut sebelum dikirim ke Amerika Serikat meminta secara resmi bantuan berdasarkan perjanjian. Permintaan tersebut diterima oleh Swiss dengan persyaratan bahwa denda terhadap The March dihapus. Selain dari pada itu, masalah dokumen yang menyangkut Secretcy waiver pada kasus Pertamina yang diadili di Singapura, ketika itu yang menjadi persoalan Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
adalah rekening Achmad Tahir dimana di dalam sidang pemeriksaan barang bukti pada tahun 1986 (summons for directions). 132 Hakim yang memeriksa T.S. Sinnathuray dalam satu putusannya secara tegas mengatakan bahwa pihak Ny. Kartika dalam jangka waktu 90 hari harus menyebutkan sumber uang di Sumitomo Bank serta nama perusahaan yang menjadi sumber uang tersebut serta dasar pemberian uang itu. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Banding (court of appleal) yang diketuai oleh Wee Chong Yin dalam putusannya tanggal 15 Februari 1989, menyatakan menolak banding Kartika, dan memerintahkan Kartika dalam waktu 60 hari untuk membuka account di Sumitomo Bank dengan menyebutkan nama perusahaan Jerman yang menyerahkan uang tersebut.. Pertamina mendapatkan bukti-bukti berupa transaksi pembayaran dari dua kontraktor Jerman, Siemen dan Klockner pada rekening Achmad Tahir di Sumitomo Bank.
133
D. Penyempurnaan Ketentuan Rahasia Bank
132
Secretcy waiver, adalah semacam surat pernyataan dari nasabah bank untuk melepaskan diri dari ketentuan rahasia bank. Meskipun begitu adanya secretcy waiver tidak berarti ada kesewenangan pihak banbk dan pihak lain untuk dapat menggunakannya secara bebas. Ada ketentuan yang ahrus dipenuhi dan dapat dibuktikan paling tidak oleh pihak banknya. Pembuktian menunggak jekas mudah dilakukian oleh pihak bank sehingga tidak perlu keterlibatan pihak luar. Sedangkan bagi nasabah dana, maka secretcy waiver itu diberlakukan sekiranya ada pembuktian bahwa dana itu diperoleh dari hasil kejahatan atau korupsi. Muhamad Djumhana 3. Loc.cit, hal. 276 133 Ibid, hal 276-277 Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Di seluruh Negara terdapat kecendrungan bahwa ketentuan rahasia bank bersifat mutlak. Artinya rahasia bank tetap dapat diterobos dengan alasan atau pengecualian yang diatur secara limitatif dalam peraturan atau putusan pengadilan. Ada beberapa alasan untuk dikecualikan dari ketentuan rahasia bank yang bervariasi antara satu negara dengan negara lain. Alasan tersebut antara lain: 134 1. Untuk kepentingan perpajakan. 2. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana 3. Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya. 4. Dalam rangka tukar-menukar informasi antar bank 5. Adanya persetujuan nasabah (customer consent) 6. Compulsory laws, Adanya ketentuan lain yang mewajibkan membuka rahasia bank 7. Adanya kewajiban untuk mencegah terjadinya tindak pidana (duty to the public to prevent fraund and crimes) 8. Adanya panggilan atau pengeledahan oleh pemerintah 9. Adanya panggilan grandjury federal (Federal Grandjury Subpoena) Dalam hal ini, salah satu permasalahan yang muncul adalah mengenai ruang lingkup rahasia bank, apakah hanya meliputi simpanan masyarakat saja atau juga meliputi pinjaman yang diberikan bank kepada debitur. Berkaitan dengan hal itu
134
Yunus Husein. 1, Op.cit, hal. 259-260
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
maka perlu dipertanyakan kembali filosofi ketentuan rahasia bank, apakah untuk melindungi masyarakat yang memiliki dana atau untuk melindungi bank yang melakukan penghimpunan dana masyarakat. Dalam menangani kasus-kasus yang menyangkut rahasia bank tersebut seringkali pihak penyidik, penuntut umum atau pengadilan meminta keterangan ahli dari Bank Indonesia sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam pembinaan dan pengawasan bank. Dalam memberikan keterangan oleh saksi ahli tersebut, pejabat Bank Indonesia kerapkali melakukan penafsiran-penafsiran yang kadangkala memperluas isi ketentuan rahasia bank. Misalnya pihak yang memiliki jaminan, memberikan jaminan kepada orang lain (debitur), pihak yang memberikan rekomendasi atau refensi kepada pihak debitur, dianggap sebagai satu pihak dengan nasabah atau seseorang, sehingga apabila bank memberikan tembusan surat teguran mengenai nasabah yang bersangkutan kepada pihak ketiga tersebut, dianggap tidak melanggar ketentuan rahasia bank. Di samping itu, pemberian keterangan oleh saksi ahli tersebut seringkali dikaitkan juga dengan konsep-konsep hukum yang sudah ada, misalnya konsep “surat kuasa” dan “kebebasan berkontrak” apabila bank memberikan keterangan yang bersifat rahasia bank kepada seseorang yang telah memperoleh
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
persetujuan atau mendapatkan surat kuasa dari nasabah, maka hal tersebut dianggap tidak bertentangan dengan rahasia bank. 135 Hal lain yang belum diatur secara memadai dalam konteks ketentuan rahasia bank adalah menyangkut penyitaan/pemblokiran rekening dalam perkara pidana. Selama ini pengaturan masalah penyitaan dan pemblokiran rekening nasabah diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tetapi hanya didasarkan pada Surat Edaran Bank Indonesia yang meneruskan surat/instruksi dari Panglima Angkatan Kepolisian dan Jaksa Agung kepada jajaran. Dalam Surat Edaran tersebut disebutkan, bahwa pemblokiran rekening dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyitaan. Kemudian tanggal 6 November 1997 dikeluarkan keputusan bersama Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Gubernur Bank Indonesia. Dalam Pasal 5 Keputusan bersama tersebut dinyatakan, bahwa dalam hal penyidik menerima laporan adanya suatu rekening yang diduga menampung dana yang berasal dari tindak pidana, maka tindakan pemblokiran oleh penyidik dilakukan dengan tembusan surat permintaan pemblokiran kepada Bank Indonesia. Selanjutnya masalah pemblokiran ini diatur juga secara singkat singkat dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
135
Yunus Husein. 1, Op.cit, hal. 261-262
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Korupsi. Pengaturan masalah tersebut diatas dipandang kurang lengkap dan belum banyak diketahui oleh pihak-pihak yang terkait. 136 Salah satu penyebab yang dominan mengenai munculnya kasus rahasia bank adalah karena pengaturan rahasia bank yang masih kurang lengkap, sehingga kurang memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait. Ketidak pastian ini dapat menimbulkan berbagai macam masalah, yang kalau tidak diatasi dapat menimbulkan inefisiensi terhadap ketentuan rahasia bank. Kondisi demikian sudah sangat pantas bila ketentuannya segera diubah dan disempurnakan. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepantasnya mengambil hak prakarsa (inisiatif) mengubah isi ketentuan rahasia bank. Bila hal demikian tidak mudah untuk dilakukan alangkah baiknya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bisa menjelaskan maksud yang dikehendaki oleh ketentuan tersebut, tetapi bentuk seperti ini tidaklah mempunyai kekuatan hukum dan jalan terakhir adalah mengharapkan kepada Mahkamah Agung dapat membuat konstruksi hukum dengfan putusannya yang dapat menjelaskan tentang rahasia bank. 137
E. Sanksi Terhadap Pelanggar Ketentuan Rahasia Bank
136 137
Loc.cit, hal 262 Muhamad Djumhana. 2, Op.cit, hal. 170
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Menurut ketentuan di dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan maka sanksi pidana atas pelanggaran prinsip rahasia bank ini bervariasi. Ada 3 ciri khas dalam hal sanksi pidana terhadap pelanggar rahasia bank dalam Undang-undang perbankan ini, sebagimana juga terhadap sanksi-sanksi pidana lainnya dalam Undang-undang perbankan yang bersangkutan. Ciri khas dan sanksi pidana terhadap pelanggaran prinsip rahasia bank, yaitu sebagai berikut:138 a. Terdapat ancaman hukuman minimal di samping ancaman maksimal; b. Antara ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda bersifat kumulatif, bukan alternatif. c. Tidak ada kolerasi antara berat ringannya ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda Ancaman hukuman pidana terhadap pelaku tindak pidana di bidang perbankan menurut Undang-undang Perbankan dapat dibagi dalam 3 kategori sebagai berikut: 1. Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan paling banyak Rp 200.000.000.000,00 (dua ratus milyar rupiah), diancam terhadap barang siapa yang tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, 41 A, dan Pasal 42 dengan
138
Munir Fuady, Op.cit, hal. 97
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Undang-undang Perbankan. 139 2. Penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 4 (empat) tahun serta denda minimal Rp 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah) dan maksimal Rp. 8.000.000.000,00 (delapan milyar rupiah), diancam terhadap anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank, atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan wajib dirahasiakan menurut Pasal 40 Undangundang Perbankan. 140 3. Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 7 (tahun) serta denda minimal Rp. 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah) dan maksimal Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah). Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 7 (tujuh) tahun serta denda minimal Rp. 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah) dan maksimal Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas milyar) diancam kepada anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 A dan 44 A Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. 141
139
Lihat Pasal 47 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Lihat Pasal 47 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan 141 Lihat Pasal 47 A Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan 140
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Hubungan hukum antara bank dengan para nasabahnya adalah hubungan kontraktual, begitu seorang nasabah menjalin hubungan dengan bank maka pada dasarnya terciptalah hubungan kontraktual antara mereka, dimana hubungan hukum antara nasabah dengan bank terjadi setelah kedua belah pihak menandatangani penjanjian sesuai dengan Pasal 1320, Pasal 1332, 1333 dan Pasal 1334 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan berkaitan dengan suatu yang halal dalam Pasal 1335, 1334, dan 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Selain itu Penerapan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data
Pribadi
Nasabah
ditujukan
untuk
melindungi
nasabah
dari
penyimpangan-penyimpangan yang ditimbulkan akibat kesalahan operasional bank. Penerapan kerahasiaan bank dilakukan untuk menjaga, meyakinkan dan menenangkan nasabah ketika ia menyerahkan keterangan pribadinya yang bersifat rahasia kepada bank yang mempunyai hubungan kontraktual tersebut. Sehingga nasabah bersedia menyimpan uangnya di bank, maka rahasia pribadi
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
tentang penyimpan dan simpanannya harus dirahasiakan. Dengan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2. Untuk melindungi nasabah pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia sebagai bank pengawas menerbitkan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan prinsip mengenal nasabah (know your customer principle) ini, guna melindungi nasabah dan juga bank dari tindak kejahatan perbankan dan mengantisipasi terjadinya transaksi mencurigakan yang berhubungan dengan tindak pidana pencucian uang (Money Laundering). Bahwa terdapat hubungan antara prinsip mengenal nasabah (know your customer principle) dengan prinsip rahasia bank. 3. Penyebab yang dominan mengenai munculnya kasus rahasia bank adalah karena pengaturan rahasia yang masih kurang lengkap, sehingga kurang memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait. Ketidak pastian ini dapat menimbulkan berbagai macam masalah, apabila tidak diatasi dapat menimbulkan inefisiensi terhadap ketentuan rahasia bank. Dari aspek sanksi hukum terhadap pelanggaran prinsip rahasia bank sangat berat, hal ini dapat dilihat dari Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 khususnya dari Pasal 41, 41 A, 42, 43, 44 A (1), 44 A (2), dimana hukuman bagi pelanggar prinsip rahasia bank ini bersifat Kumulatif (penjara dan denda ) dan bukan hukuman denda. Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Kerahasiaan bank yang dianut di Indonesia adalah menganut teori relatif (relative theory), dimana teori ini membolehkan bahwa kerahasiaan bank dapat dibuka (diungkap) untuk kepentingan umum dan pribadi seperti: Untuk kepentingan perpajakan, untuk kepentingan piutang bank, untuk kepentingan pemeriksaan
pidana,
untuk
kepentingan
pemeriksaan
perdata,
untuk
kepentingan tukar-menukar informasi antar bank serta untuk kepentingan kewarisan.
B. Saran 1. Dimasa yang akan datang, ijin membuka rahasia bank seharusnya diberikan oleh pengadilan, bukan oleh Gubernur Bank Indonesia karena Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Hal ini untuk menghindari kejanggalan apabila menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 10 Tahun 1998, Ketua Mahkamah Agung mengajukan permohonan membuka rahasia bank kepada Gubernur Bank Indonesia. 2. Perlu adanya pembahasan masalah rahasia bank karena adanya kecendrungan pemanfaatan ketentuan rahasia bank yang tidak diatur secara baik sehingga digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingannya sehingga merugikan pihak lain. Selain itu juga kasus-kasus pelanggaran
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
terhadap rahasia bank ini cendrung diselesaikan secara perdata. Padahal pelanggaran terhadap kejahatan ini adalah perbuatan pidana. 3. Kedepan perlu dibuat suatu ketentuan yang baku setingkat undang-undang mengenai rahasia bank sehingga dapat memberikan kepastian hukum tentang rahasia bank sehingga nasabah dan bank tidak dirugikan
DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku
Ardhi Wirasastra Yudha Bhakti, Penafsiran Konstruksi Hukum, Jakarta: Penerbit Alumni, 2000. Asikin Zainal, Pokok-pokok Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997. Djumhana Muhamad, Rahasia Bank Ketentuan dan Penerapannya di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti, 1996. Djumhana Muhamad, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: PT. Cipta Aditya Bhakti, 2003. Djumhana Muhamad, Asas-asas Hukum Perbankan Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti, 2008 Fuady Munir, Hukum Perbankan Modern Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Buku Kesatu, Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti, 1999. Husein Yunus, Rahasia Bank Privasi Versus Kepentingan Umum, Bandung: Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003. Kansil C.S.T, Kansil Christine, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: PT. Sinar Grafika Offset, 2002. Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 1977. Laoly Y.H, Pengantar Ilmu Hukum (Sari Kuliah), Medan: Universitas HKBP Nommensen, 1984. Muhamad Abdul kadir, Murniati Rilda, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti, 2004. Nasution Bismar, Rejim Anti Money Laundering di Indonesia, Bandung: PT. Books Terrace and Library, 2005. Pramono Nindyo, Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual, Bandung: PT. Citra Adtya Bhakti, 2006 Pudjomuljono Teguh, Analisis Laporan Keuangan Untuk Perbankan, Bandung: PT. Jambatan, 1992 Raharjo Sadjipto, Hukum dan Perubahan sosial, Cetakan Pertama, Bandung: Penerbit Alumni, 1996. Reed W. Edward, Gill K. Edward, Bank Umum, Cetakan Keempat, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1995. Sembiring Sentosa, Himpunan Lengkap Undang-undang Tentang Perbankan Disertai Peraturan Perundang-undangan yang terkait, Bandung: PT. Nuansa Aulia, 2006. Sembiring Sentosa, Hukum Perbankan Modern, Bandung: PT. Nuansa Aulia, 2006. Sembiring Sentosa, Hukum Perbankan, Cetakan Kedua, Bandung: CV. Mandar Madju, 2006. Siahaan Nomy Horas Thombang, Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan. Edisi Revisi, Jakarta: PT. Pustaka Sinar Harapan, 2005. Sitompul Zulkarnaen, Perlindungan Dana Nasabah Bank Suatu Gagasan Tentang Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002 Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Sitompul Zulkarnaen, Problematika Perbankan, Bandung: PT. Books Terrace and Library, 2005 Soekamto Soerjono, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: PT. Radjawali Press, 1999. Subekti R, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Negara Pradja Paramitha, 1960 Susilo Y. Sri, Triandanu Sigit, Budi Santoso A. Totok, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta: PT. Salemba Empat, 2000. Suyatno Thomas, dkk, Kelembagaan Perbankan, Cetakan ketiga, Jakarta: PT. SUN, 2005. Usman Rachmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustama Utama, 2001. Widiyono Try, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia, Bogor: PT. Ghalia Indonesia, 2006. Zoelva Hamdan, Himpunan Perundang-undangan Mahkamah Agung dan Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: PT. Durat Bahagia, 2004. B. Jurnal/ Makalah Husein Yunus, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah oleh Bank Dalam Rangka Penanggulangan Kejahatan Money Laundering, JHB, Vol, 16 September 2001. Kasim M. Ali Said, Penerapan Know Your Customer Principle di Indonesia, JHB, Vol. 16 September 2001. Nasution Bismar, Permasalahan Hukum Dalam Kebijakan Perpajakan di Indonesia, Makalah, Disampaikan pada Seminar Nasional “Reposisi Keuangan Negara dan Kebijakan Perpajakan di Indonesia: Telaah Kritis RUU Perpajakan”, yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Hukum dan Kepemerintahan Yang Baik (Center for Law and Good Governance Studies) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Medan, tanggal 8 Desember 2005. Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009
Simbolon Robinson, Mewaspadai Pencucian Uang Melalui Pasar Modal, JHB, Vol. 16 September 2001. Sjahdeini Sutan Remi, Rahasia Bank Berbagai masalah di Sekitarnya, Makalah ini disajikan pada seminar tentang Kerahasiaan Bank yang diselenggarakan oleh O.C. Kaligis & Associates – Advocates and Legal Consultans, pada tanggal 11 Agustus 1999 di Sahid Jaya Hotel Jakarta, JHB, Vol. 8 Tahun 1999. Wiraatmadja Rasjim, Ketentuan Rahasia Bank Menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 Serta Dampaknya Terhadap Perbankan di Indonesia dan Kejahatan Ekonomi, JHB, Vol. 8 Tahun 1999. C. Peraturan Perundang-undangan Kumpulan Ketentuan Perbankan tentang Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Fokus Media, 2004 . Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung. Peraturan Pemerintah Penganti Undang-undang Nomor 23 Tahun 1960 Tentang Rahasia Bank. D. Website Http// www.Bank Mandiri.co.id. Http// pikiran rakyat.com. Http// yunushusein,wordpress.com Http// hukumonline.com Http// stadtaus.com
Agustinus Sayur Matua Purba : Menjaga Kerahasiaan Bank Sebagai Wujud Perlindungan Nasabah, 2009. USU Repository © 2009