31
HASIL DAN PEMBAHASAN Rumah Sakit Kanker Dharmais Rumah Sakit (RS) Kanker Dharmais didirikan sebagai usulan dari mantan presiden RI, Soeharto pada tahun 1993 sebagai rumah sakit rujukan pusat yang berfungsi memberikan pelayanan yang merata bagi masyarakat, khususnya bagi penderita kanker. RS Kanker Dharmais juga menjadi pusat pendidikan dan penelitian bagi mereka yang bergerak dalam pelayanan penyakit kanker yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan terhadap penyakit kanker. Bangunan RS Kanker Dharmais didirikan di atas lahan seluas 38.920 m2 dengan luas total seluruh bangunan adalah 63.540 m2 dan terdiri dari tiga blok bangunan yaitu bangunan pelayanan rumah sakit, bangunan penelitian, pengembangan dan asrama, serta bangunan penunjang. RS Kanker Dharmais berfungsi sebagai pusat kegiatan pelayanan medis pasien kanker serta pusat pendidikan dan pelatihan kanker. RS Kanker Dharmais juga melakukan riset klinik, riset dasar dan pendidikan mengenai kanker sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pasien kanker. Pelayanan medis di rumah sakit ini bertujuan kuratif, paliatif, rehabilitatif, preventif, promotif dan edukatif. RS Kanker Dharmais memberikan pelayanan berupa: pengobatan segala jenis kanker, deteksi dini kanker dengan tes screening kanker di samping melakukan check up serta pencegahan kanker dengan melakukan penyuluhan mengenai berbagai jenis pencegahan penyakit kanker. Rumah sakit ini dituntut untuk selalu memantau perkembangan kanker baik secara nasional maupun internasional (Profil RS Kanker Dharmais 1993). Karakteristik Contoh Contoh pada penelitian ini adalah pasien kanker rawat inap RS Kanker Dharmais kelas II, III dan Jamkesmas yang diambil dari populasi pada periode bulan Juni 2011, yaitu sebanyak 354 orang contoh yang memenuhi kriteria inklusi. Jumlah keseluruhan contoh adalah 80 orang, dimana jumlah tersebut melebihi jumlah minimal sampel. Karakteristik contoh yang diamati meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan.
32 Jenis Kelamin Contoh Berdasarkan jenis kelamin contoh dikelompokan menjadi laki-laki dan perempuan. Seperti disajikan pada gambar di bawah ini:
30% laki-laki perempuan
70%
Gambar 2 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa berdasarkan jenis kelamin, jumlah terbesar adalah kelompok berjenis kelamin perempuan sebanyak 56 orang (70%) dan untuk laki-laki 24 orang (30%). Hasil tersebut sejalan dengan RISKESDAS 2007 yang melaporkan kejadian kanker pada perempuan (5.7‰) lebih tinggi dibandingkan laki-laki (2.9 ‰). Usia Contoh Berdasarkan usia contoh dikelompokan menjadi tujuh kelompok usia yaitu 15-24 tahun, 25-34 tahun, 35-44 tahun, 45-54 tahun, 55-64 tahun, 65-74 tahun, dan > 75 tahun. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar dibawah ini : 5% 2% 11%
14%
15‐24 25‐34 35‐44 23%
45‐54 55‐64
45%
65‐74
Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan kelompok usia Dari gambar 3 di atas, dapat diketahui bahwa berdasarkan usia, jumlah terbesar adalah kelompok usia 45-54 tahun sebanyak 36 orang (45%). Kelompok usia 35-44 tahun sebanyak 18 orang (23%), usia 25-34 sebanyak 11 orang (14%), usia 55-64 sebanyak 9 orang (11%) dan sisanya pada kelompok usia 6574 tahun 4 orang (5%) serta usia 15-24 tahun sebanyak 2 orang (2%). Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa kejadian kanker sebagian besar terjadi pada golongan usia 45-54 tahun. Kanker diketahui meningkat sejalan dengan bertambahnya usia (Linn 2004), karena mutasi pada gen
33 penyebab kanker terakumulasi dengan usia, yang menyebabkan meningkatnya risiko kanker pada usia lanjut (Virshup 2010). Menurut Escott (2008) kejadian kanker umumnya terjadi setelah usia 30 tahun, seperti pada kanker payudara, dan kanker colon kejadiannya setelah usia 50 tahun serta kanker pankreas dan lambung yang umum terjadi pada usia antara 50-60 tahun. Hal ini dikarenakan bahwa ciri dari kanker itu memiliki jangka waktu
yang
panjang
antara
terkena
dengan
saat
timbulnya
kanker.
Pertumbuhannya sekitar 6 sampai 10 tahun sebelum tumornya membesar (Wim de jong 2004). Seperti halnya pada kanker payudara, yang membutuhkan waktu 7 tahun untuk tumbuh dari satu sel menjadi massa yang cukup besar untuk dapat dipalpasi ( kira - kira diameter 1 cm) (Wilson 2003). Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar pasien kanker terdiagnosa kanker pada usia antara 35 hingga 54 tahun. Tingkat Pendidikan Contoh Berdasarkan tingkat pendidikan contoh dikelompokan menjadi lima kelompok yaitu Perguruan tinggi, SMA/sederajat, SMP/sederajat, SD/sederajat dan tidak sekolah yang disajikan pada gambar dibawah ini : 2% 15%
29%
perguruan tinggi SMA SMP
15%
SD tdk sekolah 39%
Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan Berdasarkan gambar 4 di atas, menunjukkan bahwa jumlah terbesar untuk tingkat pendidikan contoh adalah SMA/sederajat sebanyak 33 orang (39 %), perguruan tinggi 21 orang (26 %) dan sisanya masing - masing sebanyak 12 orang (15 %) SMP/sederajat dan SD/sederajat, dan hanya 2 orang contoh (3 %) tidak sekolah. Menurut Guhardja et al (1992) Pendidikan merupakan faktor dari diri seseorang yang mempengaruhi perilakunya. Selain itu, pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap banyaknya informasi maupun pengetahuan yang ia
34 miliki. Menurut Khomsan et al (2009) Tingkat pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh kemampuan intelektualnya. Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan konsep mengenai objek tertentu. Pekerjaan contoh Berdasarkan pekerjaan contoh dikelompokan menjadi lima kelompok yaitu pegawai swasta, PNS, wiraswasta, buruh dan tidak bekerja/ ibu rumah tangga yang disajikan pada gambar dibawah ini :
24% swasta PNS wiraswasta 10%
59%
buruh tdk kerja/IRT
2% 5%
Gambar 5 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan Berdasarkan gambar 5 di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar contoh tidak bekerja yaitu sebanyak 47 orang (59 %), sedangkan contoh yang bekerja untuk pegawai swasta sebanyak 19 orang (24 %), PNS sebanyak 10 orang (10 %), buruh 4 orang (5 %) dan yang bekerja sebagai wiraswasta hanya 2 orang (2%). Sebagian besar dari contoh tidak bekerja, hal ini dikarenakan contoh pada penelitian sebagian besar dengan jenis kelamin wanita dan merupakan seorang ibu rumah tangga. Hasil ini sejalan dengan RISKESDAS 2007 yang melaporkan bahwa kejadian kanker lebih banyak terjadi pada ibu rumah tangga dengan prevalensi (8.2‰). Pengetahuan Gizi Pada penelitian ini pengetahuan gizi contoh diukur dengan menggunakan angket pengetahuan yang terdiri dari 20 pertanyaan. Pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan gizi seimbang, dan fungsi zat-zat gizi pada bahan makanan. Berikut sebaran contoh menurut pengetahuan gizi disajikan pada gambar 6 di bawah ini.
35
jumlah contoh
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
43.8 35
40 32
13
< 60%
60 ‐ 80 %
16.25
> 80%
% Kategori Tingkat Pengetahuan Gizi n
%
Gambar 6 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar dari contoh memiliki tingkat pengetahuan gizi rendah yaitu sebanyak 35 orang (43.8 %) dan tingkat pengetahuan sedang sebanyak 32 orang ( 40 %) sedangkan tingkat pengetahuan baik hanya 13 orang (16.25 %). Skor pengetahuan gizi contoh berkisar antara 25% sampai 95 % dengan rata-rata 61.3 % ± 0.186%. Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan (Suhardjo 2003). Salah satu pertimbangan seseorang untuk mengkonsumsi makanan adalah tingkat pengetahuan tentang manfaat makanan tersebut bagi kesehatan, pengetahuan tentang bahan penyusun asal makanan, dan makna simbolnya. Semakin baik pengetahuan gizinya, makan seseorang akan semakin memperhatikan kualitas pangan yang akan dikonsumsinya (Khomsan et al 2009). Pertanyaan pengetahuan gizi yang diajukan pada contoh yaitu pengetahuan dasar mengenai menu gizi seimbang, jenis kandungan gizi pada pangan, fungsi dan manfaat zat gizi. Berdasarkan hasil penelitian ini, separuh dari contoh (43.8 %) memiliki tingkat pengetahuan gizi rendah. Hal ini dikarenakan sebagian besar dari contoh dengan tingkat pendidikan SMA, SMP, dan SD. Sedangkan pada contoh dengan tingkat pendidikan baik sebanyak 13 orang (16.25 %) merupakan contoh dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi. Dimana tingkat pendidikan tinggi seseorang akan berpengaruh terhadap pengetahuan maupun informasi yang lebih baik dibandingkan dengan seseorang yang pendidikan lebih rendah. Berikut tingkat pengetahuan gizi contoh berdasarkan pertanyaan dan jawaban yang benar:
36
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar pertanyaan pengetahuan gizi No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Pertanyaan dan jawaban Susunan menu keluarga yang baik yaitu nasi, sayur, lauk, buah, dan susu. Zat-zat gizi yang diperlukan tubuh yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. Zat gizi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh yaitu protein Bahan makanan mengandung protein hewani yaitu daging, ikan, telur, dan susu Bahan makanan mengandung protein nabati yaitu kacangkacangan Fungsi utama protein yaitu mengganti bagian tubuh yang rusak, Pangan yang termasuk sumber karbohidrat yaitu nasi Simpanan energi berlebih disimpan tubuh dalam bentuk yaitu lemak Penggunaan minyak goreng yang aman sebaiknya tidak lebih dari 3 kali Kandungan gizi pada sayur dan buah yaitu vitamin dan mineral Makanan yang mengandung serat yaitu sayuran dan buah-buahan Kelompok pangan yang mengandung antioksidan yaitu sayuran dan buah-buahan Fungsi antioksidan yaitu menetralisir radikal bebas Jenis vitamin larut lemak yaitu A,D,E dan K Mempertahankan gizi sayuran proses pengolahan yang baik yaitu dicuci, dipotong dan dimasak Merebus sayuran terlalu lama menyebabkan vitamin dan mineralnya banyak berkurang Jumlah sayur dan buah yang baik dikonsumsi yaitu ≥ 5 porsi Jumlah air yang baik dikonsumsi setiap hari ≥ 8 gelas Pengaruh kurang zat besi yaitu anemia Makanan sumber zat besi yaitu hati, bayam dan daging
n = 80
%
69
86.2
59
73.7
47
58.7
69
86.2
44
55
29 73 45
36.2 91.2 56.2
77
96.2
67 47 48
83.7 58.7 60
23 8 50
35 10 62.5
66
82.5
12 68 31 53
15 85 38.7 66.2
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa dari 20 pertanyaan yang diajukan kepada contoh, terdapat 5 pertanyaan yang dianggap sulit oleh contoh diantaranya adalah pengaruh kurang zat besi, fungsi utama protein, fungsi antioksidan, jumlah sayuran dan buah yang baik dikonsumsi dan jenis vitamin larut lemak. Dimana diantara contoh menjawab tidak tahu dan beberapa diantara mereka pernah mendengar namun menyatakan lupa. Untuk pertanyaan yang dijawab bener oleh sebagian besar contoh diantaranya yaitu mengenai penggunaan minyak goreng yang aman, kandungan gizi sayuran dan buah, susunan menu keluarga makan yang baik, pangan sumber karbohidrat dan protein. Menurut Khomsan et al (2009) pengetahuan gizi adalah salah satu faktor untuk memperbaiki kebiasaan pangan sehingga berdampak pada semakin baiknya status gizi. Upaya meningkatkan pengetahuan gizi dapat dilakukan melalui penyuluhan.
37 Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Tingkat kecukupan energi dan protein dalam penelitian ini adalah proporsi asupan energi dan protein contoh yang diperoleh dari hasil recall 2 x 24 jam, yang kemudian dibandingkan dengan Angka kecukupan gizi (AKG) dalam WKNPG untuk contoh dengan kondisi malnutrisi gizi lebih maupun kurang, sedangkan untuk contoh dengan status gizi normal, menggunakan Angka kecukupan gizi (AKG) yang telah dikoreksi, kemudian dikategorikan menjadi 5 kategori yaitu defisit berat (< 70% AKG), sedang (70-79% AKG), ringan (80-89% AKG), normal (90-119 % AKG) dan kelebihan (≥ 120 % AKG) (Supariasa 2002). Berikut sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein:
100
90
persen
80 55
60 40
15
20
5
1.2
8.8
16.2 3.7
0
5
0 defisit berat
defisit sedang
defisit ringan
normal
kelebihan
kategori tingkat kecukupan
%Energi
%Protein
Gambar 7 sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh memiliki tingkat kecukupan energi dan protein yang rendah yaitu sebesar 90% tingkat kecukupan energi kategori defisit berat dan sebesar 55% tingkat kecukupan protein kategori defisit berat. Hal ini disebabkan karena, contoh pada penelitian ini merupakan pasien kanker yang sedang menjalani terapi kanker, dimana pengaruh dari terapi yang dijalani secara umum menyebabkan penurunan nafsu makan, rasa mual dan muntah, dan perubahan indera pencecap. Menurut Grant (2008), dari pengobatan yang diberikan pada pasien kanker
memiliki
efek
samping
yang
menyebabkan
ketidaknyamanan
penderitanya, seperti disfagia, mulal, muntah, stomatitis, esofagitis (radang kerongkongan) dan penurunan produksi air liur yang menyebabkan mulut kering (Grant 2008).
38 Rata-rata asupan makan contoh yaitu untuk energi 862±339 kkal/hari,untuk protein 34±17 gram/hari dan lemak 24±13 gram/hari. Pada contoh yang memiliki tingkat kecukupan defisit berat rata-rata asupan energi contoh yaitu 805±291 kkal dan rata-rata asupan protein 32±15 gram, contoh dengan tingkat kecukupan defisit sedang rata-rata asupan energi 878 kkal dan protein 43 gram, contoh dengan tingkat asupan defisit ringan rata-rata asupan energi yaitu 1578±173 kkal dan protein 60±60 gram, contoh dengan asupan baik rata-rata asupan energi contoh 1169±334 kkal dan asupan protein contoh 34±24 gram. Dimana asupan makan contoh selain asupan oral juga terdapat beberapa contoh dengan tambahan gizi parenteral dan enteral. Jenis Terapi Kanker Penatalaksanaan kanker bersifat multidisiplin, mulai dari pendekatan diagnostik yang melibatkan banyak keahlian, kemudian pengobatan kanker yang multimodalitas dengan operasi, radiasi, dan kemoterapi, ataupun kombinasi dari ketiga hal tersebut (Reksodiputro 2006). Berikut sebaran contoh berdasarkan jenis terapi kanker yang dijalani. %
62.5
18.8
12.5
Kombinasi
6.2
Kemoterapi
Radiasi
Operasi
Gambar 8 Sebaran contoh berdasarkan jenis terapi kanker Pada gambar di atas, dapat dilihat bahwa separuh dari contoh sedang menjalani terapi kanker dengan kemoterapi sebesar (62.5%), dan sisanya dengan terapi operasi sebesar (18.8%), kombinasi sebesar (12.5) dan radiasi sebesar (6.2%). Beberapa contoh dalam penelitian ini merupakan pasien kanker yang sedang menjalani kemoterapi kanker pertama. Jenis Kanker Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel-sel jaringan yang tidak terkendali. Sel-sel bagian tubuh yang terserang penyakit ini mengalami perubahan material genetik asam deoksiribonukleat
39 (DNA), yang merupakan ciri-ciri atau karakteristik yang berbeda dari setiap sel (Uripi 2002). Kanker adalah suatu pertumbuhan sel-sel abnormal yang cenderung menginvasi jaringan di sekitarnya dan menyebar ke tempat- tempat jauh (Corwin 2001). Terdapat beberapa kategori kanker yang diidentifikasi berdasarkan jaringan asal, tempat mereka tumbuh (Corwin 2001). Berikut sebaran contoh berdasarkan jenis kanker ditunjukan pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran contoh menurut jenis kanker berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Total Laki-laki Perempuan n n n % Kanker Payudara 24 29.6 24 KNF 4 13 16.0 9 Kanker ovarium 10 10 12.3 Kanker servik 9 9 11.1 LNH 4 2 6 7.4 Kanker Rekti 4 1 5 6.2 Kanker Kolon 2 1 3 3.7 Kanker Paru 1 1 2 2.5 Kanker Tyroid 2 2 2.5 Kanker Pankreas 1 1 1.2 Kanker Pelpis 1 1 1.2 Hepatoma 1 1 1.2 KSS 1 1 1.2 Glen Penis 1 1 1.2 Leukimia 1 1 1.2 Total 23 57 80 100 *Keterangan: KNF:karsinoma nasofaring, LNH: limfoma nonHodgkin, KSS: karsinoma sel skuamos Jenis kanker
Dari Tabel 6 di atas dapat diketahui sebaran contoh berdasarkan jenis kanker. Jenis kanker terbanyak yang diderita oleh contoh yaitu jenis kanker payudara dan karsinoma nasofaring (KNF). Sebanyak 24 orang (29.6 %) contoh dengan jenis kanker payudara dan 13 orang (16%) contoh dengan jenis kanker KNF dan sisanya sebanyak 10 orang (12,3 %) kanker ovarium, 9 orang (11,1%) kanker servix, 6 orang (7.4%) limpoma non Hodgkin (LNH), 5 orang (6.2%) kanker rekti, 3 orang (3.2%) kanker kolon, 2 orang (2.5%) kanker paru dan kanker tyroid, dan masing-masing 1 orang (1.2%) untuk kanker pankreas, kanker pelpis, leukemia, glen penis, hepatoma, dan KSS. Berdasarkan jenis kanker menurut jenis kelamin, dari 24 contoh dengan kanker payudara seluruhnya pada contoh wanita, sedangkan kanker nasofaring (KNF) lebih banyak diderita oleh contoh laki-laki. Menurut Lazuardi (2011) kanker dapat timbul di semua bagian tubuh, akan tetapi kanker dapat memiliki tempat prediksi untuk tumbuh. Misalnya pada laki-laki, kanker banyak ditemukan di hati, paru, kulit, darah, kelenjar limfe,
40 dan nasofaring, sedangkan pada wanita banyak ditemukan di serviks, uterus, payudara, ovarium, kulit, hati dan paru. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar contoh adalah pasien dengan kanker payudara (29.6%). Berdasarkan data statistik 10 besar kanker tersering RS Kanker Dharmais, kunjungan pasien terbesar yaitu kanker payudara sebesar (37%) pada tahun 2009 dan meningkat menjadi (41 %) tahun 2010. Status Gizi Status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan dalam jangka waktu yang lama (Supariasa 2002). Pada penelitian ini, status gizi contoh dikelompokan menjadi 5 kategori menurut Depkes (2005). Berikut sebaran contoh menurut status gizi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan status gizi Status Gizi
n
%
Kurus tingkat berat
13
16.25
Kurus tingkat ringan
9
11.25
Normal
40
50
Gemuk tingkat ringan
12
15
Gemuk tingkat berat
6
7.5
Total
80
100
Berdasarkan Tabel 7 di atas, dapat diketahui bahwa dari 80 contoh separuh dari contoh yaitu 40 orang (50 %) termasuk kategori gizi baik (normal), sedangkan separuh lainnya terbagi menjadi kurus berat sebanyak 13 orang (16.25 %), kurus ringan sebanyak 9 orang (11.25 %), gemuk ringan sebanyak 12 orang (15 %) dan gemuk berat sebanyak 6 orang (7.5 %). Pada penelitian ini menunjukan bahwa separuh dari contoh dengan status gizi normal (50%). Namun berdasarkan wawancara yang dilakukan pada contoh, sebagian dari contoh menyatakan bahwa mereka mengalami penurunan berat badan 1- 3 kg setelah terpapar kanker ataupun setelah dilakukannya terapi awal. Walaupun ketika dirawat dalam kondisi status gizi normal, akan tetapi dapat terjadi penurunan berat badan selama terapi yang berakibat pada penurunan status gizi. Salah satu yang menjadi pendukung keberhasilan terapi kanker adalah kondisi gizi pasien itu sendiri. Menurut Uripi (2002) perlu dilakukannya penimbangan berat badan pasien kanker sekurang - kurangnya seminggu sekali. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi gizi serta agar intervensi gizi
41 dapat dilakukan dengan adekuat. Menurut Laviano dan Meguid (1996) dalam Vickers dan Nagi (2004) menyatakan, lebih dari 50 % pasien yang didiagnosa kanker melaporkan penurunan berat badan yang berhubungan nyata terkait dengan gejala malnutrisi. Sebuah studi lainnya menunjukan bahwa sedikit banyak terjadi kehilangan berat badan (lebih sedikit dari 5%) sebelum terapi yang berhubungan dengan rendahnya prognosis, sehingga penting untuk dilakukan penilaian status gizi awal dan intervensi sebagai langkah pencegahan (Grant 2008). Hasil yang ditunjukan oleh penelitian ini yaitu separuh dari contoh mengalami malnutrisi baik itu gizi lebih maupun gizi kurang. Pada contoh malnutrisi gizi kurang yaitu dengan kategori kurang ringan (11.25%) dan kurus berat (16.25%). Walaupun hanya sebagian kecil dari contoh dengan status gizi kurang, tetapi hal ini telah menunjukan bahwa kondisi kanker sedikit banyak akan berpengaruh pada status gizi. Menurut McMahon et al (1998) Pengaruh yang merugikan terhadap gizi dapat ditimbulkan oleh kanker dan mungkin juga ditambah dengan pengaruh pengobatan dan faktor psikologi akibat kanker. Sering terjadi penipisan cadangan gizi yang berhubungan dengan penurunan berat badan dan mengakibatkan status gizi buruk yang dibuktikan lebih dari 50% pasien kanker ketika didiagnosa. Selain contoh dengan status gizi kurang terdapat pula contoh dengan status gizi lebih, yaitu (15%) contoh dengan kategori gemuk ringan dan (7.5%) contoh kategori gemuk berat. Hal ini menunjukan bahwa tidak hanya dalam kondisi status gizi kurang, seseorang terdiagnosa kanker tetapi juga dengan status gizi lebih atau obesitas, karena salah satu faktor risiko kejadian kanker adalah kelebihan berat badan baik overweight ataupun obesitas. Menurut Gordon (1996) secara umum obesitas berhubungan dengan semua kejadian kanker kecuali pada kanker paru-paru. Terdapat perbedaan antara pasien kanker di Asia dan Amerika ataupun Eropa, dimana di Amerika atau Eropa seseorang yang terdiagnosa kanker ketika mereka dalam kondisi gizi lebih (overweight atau obesitas), sedangkan di Asia seperti di Indonesia, pasien kanker lebih banyak terdiagnosa pada kondisi gizi normal ataupun sudah gizi kurang.
42 Tingkat Kecukupan Energi dan Protein dengan Status Gizi Berikut sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan tingkat kecukupan protein dengan status gizi. Tabel 8 Sebaran Contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi Tingkat Kecukupan
- Energi Defisit Berat Defisit Sedang Defisit Ringan Normal Total - Protein Defisit Berat Defisit Sedang Defisit Ringan Normal Kelebihan Total
Status Gizi Gemuk tingkat Gemuk tingkat Total Kurus tingkat Kurus tingkat Normal berat ringan ringan berat n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) 13 13 9 2 1 1 13
16.2
16.2 11.2 2.5 1.2 1.2 16.1
8 1 9 7 1 1 9
10 1.2 11.2 8.7 1.2 1.2 11.1
34 1 2 3 40
42.5 1.2 2.5 3.7 49.9
12 12
20 8 4 5 3 40
25 10 5 6.2 3.7 50
6 2 4 12
15
15 7.5 2.5 5 15
5 1 6 2 2 2 6
6.2 1.2 7.5 2.5 2.5 2.5 7.5
72 90 1 1.2 4 5 3 3.7 80 100 44 55 12 15 7 8.7 13 16.2 4 5 80 100
Pengambilan data kecukupan energi dan protein contoh diperoleh dari asupan energi dan protein yang diambil dengan menggunakan metode recall 2 x 24 jam, dari hasil recall yang dilakukan, dapat dilihat bahwa asupan makan pada contoh dapat berubah-ubah setiap harinya, hal ini dipengaruhi oleh kondisi klinis contoh yang dipengaruhi oleh penyakit kanker dan terapi yang dijalani contoh, akan berbeda asupan contoh sebelum dan setelah terapi kanker juga keadaan pasien, dan jenis kankernya. Berdasarkan Tabel 8 di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh dengan tingkat kecukupan energi dan protein yang rendah yaitu tingkat kecukupan energi rendah dengan kategori defisit berat sebanyak 72 orang (90 %), dan tingkat kecukupan protein rendah dengan kategori defisit berat sebanyak 44 orang (55 %).
Hasil penelitian ini menunjukan, dari 50% contoh dengan
status gizi normal memiliki tingkat kecukupan energi dan protein dengan kategori defisit berat yaitu sebanyak 34 orang (42.5%) dan 20 orang (25%). Sedangkan pada contoh dengan status gizi kurus berat, seluruhnya memiliki tingkat kecukupan energi defisit berat. Dan begitu juga pada contoh dengan status gizi gemuk berat sebanyak 5 orang (6.2%) memiliki tingkat kecukupan energi defisit berat. Pada penelitian ini menunjukan bahwa, contoh dengan status gizi lebih, normal maupun kurang sebagian besar memiliki tingkat asupan energi dan
43 protein yang rendah dengan rata-rata asupan energi dan protein contoh yaitu 862±340 kkal/hari dan 34±17 gram/hari. Hal ini dikarenakan secara umum efek samping dari pengobatan yang ditandai dengan mual, muntah, pusing, dan juga akibat perubahan indera pencecap dan pembau yang dapat memperbesar kondisi anoreksia pada pasien kanker sehingga menyebabkan terjadinya penurunan asupan makan. Menurut Grant (2008) terapi kanker dapat mempengaruhi kebutuhan gizi secara nyata dan berpengaruh pada sistem pencernaan, penyerapan dan metabolisme. Gejala gizi yang ditimbulkan termasuk mual dan muntah, perubahan rasa dan bau, disfagia, anoreksia, rasa nyeri dan kelelahan. Contoh pada penelitian ini mendapatkan terapi gizi oral berupa diet makanan biasa, makanan lunak, makanan cair, dan terdapat pula beberapa contoh dengan penambahan terapi gizi parenteral. Berdasarkan hasil recall, sebagian besar contoh (90%) tingkat kecukupan energinya rendah < 70% angka kecukupan gizi (AKG). Sedangkan pada tingkat kecukupan protein contoh terdapat 5% dengan asupan normal yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kecukupan energi normal 3.75% dan terdapat juga contoh dengan tingkat kecukupan protein lebih yaitu sebanyak 5%. Hal ini dikarenakan, pada saat pengambilan data asupan makan contoh menggunakan recall, sebagian besar contoh mengkonsumsi lebih sedikit makanan sumber karbohidrat seperti nasi, bubur dan juga makanan cair lainnya hanya ¼ porsi dan bahkan ada yang hanya makan 2-3 sendok makan. Begitu pula dengan asupan pada sayur, hampir sebagian besar contoh tidak menghabiskannya, dengan alasan merasa mual apabila memakannya. Sedangkan pada pangan hewani maupun nabati hampir sebagian besar pasien dapat menghabiskannya. Sehingga menyebabkan asupan protein contoh lebih tinggi. Menurut Sutandyo dan Ririn (2006) Pada pasien kanker diet yang diberikan disesuaikan dengan keadaan pasien. Terjadi defisiensi energi dan protein pada pasien kanker disebabkan penurunan asupan makan dan perubahan metabolisme. Metabolisme energi berkaitan dengan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Peningkatan metabolisme ini sampai 50% lebih tinggi dibandingkan pasien bukan kanker. Peningkatan metabolisme pada pasien kanker ini dimungkinkan akibat dari ketidakmampuan tubuh beradaptasi dengan asupan makan yang rendah. Untuk itu, perlu dilakukan terapi gizi yang adekuat,
44 seperti pemberian diet tinggi protein yang berfungsi untuk dapat memenuhi kebutuhan sintesa protein dan menurunkan degradasi protein akibat kanker. Jenis Terapi Kanker dengan Status Gizi Contoh pada penelitian ini merupakan pasien kanker yang sedang menjalani terapi kanker berupa terapi kemoterapi, radiasi, operasi, serta terapi kombinasi. Terapi yang dijalani oleh pasien kanker dapat berpengaruh terhadap status gizi yang merupakan akibat dari efek samping terapi tersebut. Berikut sebaran contoh berdasarkan terapi kanker terhadap status gizi. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan jenis terapi kanker dengan status gizi Terapi Kurus Tingkat berat n (%) Kombinasi 2 2.5 Kemoterapi 8 10 Radiasi Operasi 3 3.7 Total 13 16.2
Kurus Tingkat ringan n (%) 1 1.2 6 7.5 1 1.2 1 1.2 9 11.1
Status Gizi Normal
Gemuk tingkat ringan n (%) n (%) 5 6.2 23 28.7 11 13.7 4 5 8 10 1 1.2 40 49.9 12 14.9
Gemuk tingkat berat n (%) 2 2.5 2 2.5 2 2.5 6 7.5
Total n 10 50 5 15 80
(%) 12.5 62.5 6.2 18.7 100
Pada Tabel 9 dapat diketahui bahwa hampir sebagian besar dari contoh menjalankan terapi kanker dengan jenis terapi kemoterapi yaitu sebanyak 50 orang (62.5 %), dan sebanyak 15 orang (18.7%) contoh menjalankan operasi, 10 orang (12.5%) dengan terapi kombinasi serta 5 orang (6.2%) dengan terapi radiasi. Hasil penelitian ini menunjukan, dari 50 orang contoh yang menjalani kemoterapi terdapat sebesar 28.7% dengan status gizi kategori normal, 13.7% dengan status gizi kategori gemuk serta terdapat juga 8 orang contoh dengan status gizi kategori kurus berat. kemoterapi merupakan terapi dengan menggunakan bahan kimia atau obat yang digunakan secara oral ataupun injeksi untuk menghentikan atau memperlambat pertumbuhan sel kanker (Duyff 2006). Adapun efek samping yang ditimbulkan yaitu mual dan muntah, kelelahan, kehilangan nafsu makan, dan perubahan rasa dan bau sehingga akibatnya asupan makan dan status gizi pun dapat terpengaruh (Grant 2008). Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada contoh, separuh dari contoh merupakan pasien kanker yang baru menjalankan kemoterapi pertama, dimana status gizi contoh tersebut dalam kategori normal. Namun terdapat pula contoh yang telah mengalami penurunan status gizi, dimana hal tersebut pengaruh dari stadium kanker, jenis obat dan dosis yang diberikan pada pasien kanker. Karena jenis
45 obat kemoterapi dan dosisnya akan berbeda pengaruhnya pada setiap pasien kanker. Selain kemoterapi terdapat juga contoh yang menjalankan terapi dengan operasi (18.7%), radiasi (6.2%) dan terapi kombinasi (12.5%). Dari 15 orang contoh yang menjalani operasi terdapat 8 orang dengan status gizi normal, dan 3 orang dengan status gizi kategori kurus berat. Pengaruh yang ditimbulkan dari operasi tidak begitu berat seperti pada terapi kemoterapi dan radiasi, terkecuali apabila operasi telah dikombinasikan dengan terapi lainnya pengaruh yang ditimbulkan pun agar berbeda. Operasi dilakukan dalam pengobatan kanker dalam upaya untuk mengangkat tumor atau mengurangi gejala (misalnya obstruksi pada saluran cerna). Gejala yang umum terjadi seperti kelelahan, kesakitan, kehilangan nafsu makan dan perubahan makan. Umumnya efek samping tersebut sementara dan menghilang beberapa hari setelah operasi (Peckenpaugh 2010). Untuk contoh dengan terapi operasi, mereka diberi diet makanan
lunak
ataupun
cair
tergantung
dari
kemampuannya
dalam
mengkonsumsi dan mencerna makanan. Terapi radiasi berfungsi untuk menghancurkan sel kanker dan berpengaruh hanya pada tumor dan daerah sekitanya, tergantung dosis, dan frekuensi terapinya. Gejala yang ditimbulkan dari terapi ini seperti ketidaknyamanan penderitanya, disfagia, mulut sakit dan kering, mual dan muntah ataupun kehilangan nafsu makan (Grant 2008; Duyff 2006). Semua jenis terapi kanker akan mengakibatkan penurunan asupan makan, sehingga dapat berdampak pada penurunan status gizi. Penelitian yang dilakukan oleh Unsal at el (2006) menunjukan bahwa malnutrisi pada pasien kanker meningkat dari 31% menjadi 43% setelah menjalani terapi radiasi. Sama halnya dengan penelitian Geirsdottir dan Thorsdottir (2008) yang menunjukan bahwa terjadi penurunan status gizi (41%) pada pasien kanker yang menjalani terapi kemoterapi. Untuk itu, pasien kanker dengan status gizi normal, kondisi status gizi tersebut harus dijaga karena kondisi gizi yang baik akan berpengaruh pada keberhasilan terapi kanker. Jenis Kanker dengan Status Gizi Tabel 10 sebaran contoh berdasarkan jenis kanker dengan status gizi Jenis kanker
Kanker payudara KNF Kanker Ovarium
Status Gizi Kurus tingkat berat n (%) 1 1.2 4 5 2 2.5
Kurus tingkat ringan n (%) 3 3.7 1 1.2
Normal n 13 8 4
(%) 16.2 10 5
Gemuk tingkat ringan n (%) 3 3.7 1 1.2 3 3.7
Gemuk tingkat berat n (%) 4 5 -
Total n 24 13 10
(%) 30 16.2 13
46
Jenis kanker
Kanker servik LNH Kanker Rekti Kanker Kolon Kanker Paru Kanker Tyroid Kanker Pankreas Kanker Pelpis Hepatoma KSS Glen Penis Leukimia Total
Status Gizi Kurus tingkat berat n (%) 1 1.2 1 1.2 1 1.2 2 2.5 1 1.2 13 16
Kurus tingkat ringan n (%) 2 2.5 1 1.2 1 1.2 1 1.2 9 11
Normal n 5 2 2 1 2 1 1 1 40
(%) 6.2 2.5 2.5 1.2 2.5 1.2 1.2 1.2 49.7
Gemuk tingkat ringan n (%) 2 2.5 2 2.5 1 1.2 12 12.3
Gemuk tingkat berat n (%) 1 1.2 1 1.2 6 7.4
Total n 9 6 5 3 2 2 1 1 1 1 1 1 80
(%) 112 7.5 6.2 4 2.5 2.5 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 1.25 100
Berdasarkan Tabel 10 di atas, dapat dilihat sebagian besar contoh penelitian ini adalah pasien kanker payudara sebanyak 24 orang (30%), di mana 13 orang (16.2%) dengan kategori status gizi normal, dan terdapat 4 orang contoh (5%) kanker payudara dengan kategori gemuk berat, dan terdapat 1 orang contoh (1.2) kurus berat. Pada kanker nasofaring (KNF), dari 13 orang, sebanyak 8 orang contoh (10%) dengan status gizi normal dan terdapat 4 orang contoh (4%) termasuk kategori kurus berat, sedangkan pada kanker paru-paru dari 2 orang contoh keduanya dengan status gizi kategori kurus berat begitu juga pada kanker pankreas. Pada setiap jenis kanker, pengobatan dapat dilakukan dengan cara kemoterapi, radioterapi, imunoterapi maupun terapi kombinasi tetapi cara pemberiannya akan berbeda tergantung dari organ yang terserang maupun stadium kanker. Dimana pada kanker payudara, obat kemoterapi dan dosis yang diberikan akan berbeda dengan obat kemoterapi pada kanker lainnya seperti kanker saluran cerna (kanker lambung, kanker kolon, kanker pankreas). Pada penelitian multisenter terhadap 12 jenis kanker, prevalensi penurunan berat badan sebesar 31%-40% pada penderita kanker payudara, kanker hematologic dan sarcoma, 54%-64% pada penderita kanker kolon, prostat dan paru, > 80% pada penderita dengan kanker pancreas dan lambung yang didapat penurunan paling berat (Wiwiek 2008). Menurut Pillay Prem (2011) kanker secara langsung mempengaruhi status gizi yang disebabkan oleh perubahan metabolisme tubuh dan karena kehilangan nafsu makan, kebutuhan tubuh akan energi yang meningkat, yang artinya pasien kanker membutuhkan energi yang tinggi untuk
47 memelihara atau menjaga berat badan dan massa tubuh. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, hampir sebagian besar contoh dengan kanker payudara adalah pasien yang menjalani kemoterapi pertama dengan beberapa diantaranya kondisi status gizi normal dan gemuk berat. Terapi kanker dengan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan terapi kanker dengan tingkat kecukupan energi dan protein Tingkat Terapi kanker kecukupan Kombinasi Kempterapi Radiasi energi n (%) n (%) n (%) Defisit Berat 9 11.2 45 56.2 5 6.25 Defisit Sedang 1 1.2 Defisit Ringan 1 1.2 2 2.5 Normal 2 2.5 Total 10 12.4 50 62.4 5 6.25
Operasi n (%) 13 16.2 1 1.2 1 1.2 15 18.6
72 1 4 3 80
Tingkat Terapi kanker kecukupan Kombinasi Kemoterapi Radiasi protein n (%) n (%) n (%) Defisit Berat 8 10 24 30 3 3.7 Defisit Sedang 2 2.5 7 8.7 1 1.2 Defisit Ringan 6 7.5 Normal 11 13.7 Kelebihan 2 2.5 1 1.2 Total 10 12.5 50 62.4 5 6.1
Operasi n (%) 9 11.2 2 2.5 1 1.2 2 2.5 1 1.2 15 18.6
Total n (%) 44 55 12 15 7 9 13 16 4 5 80 100
n
Total (%) 90 1.2 5 3.7 100
Berdasarkan Tabel 11 di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat kecukupan energi dan protein contoh defisit berat yaitu 90% dan 55% dengan terapi terbanyak pada kemoterapi 50%. Dari seluruh contoh yang menjalani terapi kanker baik kemoterapi, radiasi, operasi maupun kombinasi, sebagian besar tingkat asupan energi dan proteinnya defisit berat. Menurut Peckenpaugh (2010) dari setiap jenis terapi kanker berisiko mempengaruhi keadaan gizi penderitanya. Pada tingkat kecukupan protein terdapat contoh dengan tingkat kecukupan protein berlebih yaitu 2 orang contoh pada terapi kemoterapi dan masing-masing 1 orang contoh pada terapi radiasi dan operasi. Berdasarkan hasil recall yang dilakukan pada contoh, rata-rata contoh menghabiskan lauk hewani yang disajikan dibangdingkan dengan pangan sumber karbohidrat seperti nasi, tim dan bubur yang hanya separuh, ataupun hanya ¼ porsi saja. Hasil penelitian ini menunjukan rata-rata asupan energi dan protein contoh yang menjalani terapi yaitu pada terapi kemoterapi rata-rata asupan energi 912.43±316.36 kkal dan protein 35.88±14.88 gram, rata-rata asupan
48 energi terapi radiasi 513.49±303.63 kkal dan protein 30.9±29.57 gram , terapi operasi 862.8±396.65 kkal dan 33.38±21.48 gram, serta pada terapi kombinasi 784.30±307.01kkal dan rata-rata asupan protein 27.08±11.40 gram. Berdasarkan rata-rata asupan energi dan protein tersebut, pada terapi radiasi rata-rata asupan energi dan protein lebih rendah dibandingkan dengan terapi lainnya. Hal ini dikarenakan pada terapi radiasi, efek samping terapi menyebabkan ketidak nyamanan penderitanya, seperti disfagia, mulut sakit, mual, pusing, esofagitis (radang kerongkongan), penurunan produksi air liur sehingga berpengaruh pada penurunan asupan makan (Grant 2008). Walaupun pada kemoterapi memiliki efek samping yang hampir sama, tetapi pada kemoterapi pengaruhnya tergantung dari jenis obat terapi, dan dosis yang diberikan. Sehingga asupan makan contoh lebih beragam. Sedangkan pada operasi, gejala yang umum terjadi seperti kelelahan, kesakitan, kehilangan nafsu makan, dan perubahan makan. Umumnya efek samping tersebut sementara dan menghilang beberapa hari setelah operasi (Peckenpaugh 2010). Kebiasaan Makan Kebiasaan makan dapat diartikan sebagai tingkah laku individu dalam memenuhi kebutuhan akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan, dan pemilihan makanan. Ada dua faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan yaitu faktor ekstrinsik (faktor yang berasal dari luar manusia) dan faktor intrinsik (faktor dari manusia itu sendiri) (Khumaidi 1989). Pada penelitian ini, kebiasaan makan yang dimaksud adalah cara contoh mengkonsumsi makanan setiap harinya yang dilihat dari frekuensi makan, kebiasaan sarapan pagi, frekuensi makan pada jenis pangan hewani, pangan nabati, sayur, buah, porsi makan pangan hewani, porsi pangan nabati, porsi sayur, dan porsi buah, serta makanan selingan atau kudapan. Kebiasaan makan ini merupakan kebiasaan makan contoh sebelum didiagnosa ataupun sebelum menderita kanker. Berdasarkan Tabel 12 di bawah ini, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan contoh memiliki keragaman kebiasaan makan yang hampir sama, seperti terlihat pada frekuensi makan setiap hari sebagian contoh makan dengan frekuensi
>
3
kali
sehari
dengan
persentase
sebesar
57.2%,
selalu
mengkonsumsi lauk hewani (83.1%) dengan banyaknya porsi yaitu 1 porsi (1 penukar untuk jenis lauk hewani (Almatsier 2004)) (57.2%), selalu menkonsumsi lauk nabati (70.8%) dengan banyak porsi > 1 porsi (65.8%) dan
49 hanya ada 1 (2.4%) contoh yang tidak pernah mengkonsumsi lauk nabati karena tidak menyukainya. Pada pangan sayur dan buah hampir sebagian dari contoh menjawab kadang-kadang dan juga jarang mengkonsumi buah dan sayur. Untuk sayur sebanyak 47.4 % contoh menjawab kadang mengkonsumsi sayur dengan banyak porsi yaitu 1 porsi setiap kali makan, dan untuk buah sebagian contoh menjawab jarang mengkonsumsi buah sebanyak 48.5% dengan banyaknya porsi hanya 1 porsi, sedangkan untuk selingan sebagian besar dari contoh sebanyak 71.2 % menjawab jarang makan selingan. Kebiasaan makan tersebut merupakan kebiasaan contoh sebelum terdiagnosa kanker. Berikut sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan No
Kebiasaan makan
1.
Frekuensi makan < 3 kali 3 kali > 3 kali Sarapan Jarang Kadang Selalu Lauk hewani Jarang Kadang Selalu Porsi lauk hewani < 1 porsi 1 porsi > 1 porsi Lauk nabati Jarang Kadang Selalu Tdk suka Porsi lauk nabati < 1 porsi 1 porsi > 1 porsi Tdk suka
2.
3.
4.
5.
6.
Total n
%
No
Kebiasaan makan
7.
Sayur Jarang Kadang Selalu Tdk pernah Porsi sayur < 1 porsi 1 porsi > 1 porsi Tdk pernah Buah Jarang Kadang Selalu Porsi buah < 1 porsi 1 porsi > 1 porsi Selingan Jarang Kadang Selalu Total
21 14 45
26,3 17,7 56
12 6 62
15.2 7.8 76.9
1 12 67
1.7 15.2 83.1
9.
1 46 33
1.7 57.2 41.1
10.
7 14 57 2
9 17.8 70.8 2.4
11.
3 23 52 2
4.2 28.8 64.6 2.4
8.
Total n
%
12 38 29 1
15.2 47.4 36.2 1.2
9 44 26 1
11.5 54.7 32.5 1.2
39 24 17
48.5 30.1 21.4
12 50 18
15.2 62.2 22.6
57 10 13 80
71.2 12.7 16.1 100
*keterangan : jarang : < 1x/minggu,kadang : 3x/ minggu, selalu > 4 x/ minggu
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, kebiasaan konsumsi buah dan sayur contoh sebelum terdiagnosa kanker sangat rendah terutama pada konsumsi buah yaitu sebanyak (48.5%) contoh menyatakan mereka jarang mengkonsumsi buah. Alasan mereka jarang mengkonsumsi buah antara lain karena faktor ketersediaan di rumah, kurangnya informasi mengenai porsi yang baik dikonsumsi setiap hari, dan kesadaran mereka akan pentingnya sayur dan buah. Namun setelah terdiagnosa kanker, sebagian besar contoh meningkatkan konsumsi buah segar ataupun dengan cara di jus. Menurut
50 Kristjansdottir et al (2006) meningkatkan konsumsi sayur dan buah dapat berpotensi baik meningkatkan kesehatan masyarakat, disarankan konsumsi buah dan sayur 400 gram (> 200 gram dalam sehari). FAO/UNDP merekomendasi buah dan sayur yaitu 75 kg/kap/tahun. Konsumsi paling sedikit 5 porsi (paling sedikit 400 gram/ 14 oz) dari variasi buah dan sayur setiap harinya (WRCF;AICR 2007). Menurut Block et al (1992) kajian komprehensif dari sebuah studi epidemiologi yang menguji hubungan antara asupan buah dan sayur terhadap timbulnya kanker ditemukan pengaruh perlindungan yang signifikan secara statistik dalam 128 dari 156 studi diet. Fakta dari tinjauan studi case control menunjukan bahwa diet tinggi buah dan sayur berhubungan dengan penurunan risiko kanker (Hill 1995, 2001) Begitu juga dengan pendapat (Fung et al , 2005; Byers et al, 2002)
bahwa
peningkatan asupan tinggi buah dan sayur telah terbukti secara signifikan menurunkan risiko kanker payudara, esopagus, lambung, kolon dan rektum. Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar contoh (83.1%) selalu mengkonsumsi pangan hewani baik itu dari jenis ikan, cumi, udang dan kerang - kerangan serta unggas maupun daging. Namun setelah terdiagnosa kanker, terjadi perubahan kebiasaan makan contoh akan pangan hewani. Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan kepada contoh, beberapa dari contoh menyatakan bahwa mereka mengurangi konsumsi pangan hewani (terutama daging merah dan produk olahannya) bahkan ada yang sama sekali tidak mengkonsumsinya. Hal tersebut terjadi karena informasi yang diperoleh contoh, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui media seperti media cetak, dan juga televise. Tetapi setelah diinformasikan oleh dokter dan ahli gizi, beberapa dari contoh mau mengkonsumsi pangan hewani khususnya daging tanpa lemak. Sebuah studi menunjukan bahwa pembatasan protein pada pasien kanker tidak mengubah komposisi atau laju pertumbuhan tumor, tetapi berpengaruh pada penurunan kesehatan pasien kanker. Perubahan makan contoh setelah terdiagnosa kanker tidak hanya pada konsumsi pangan hewani saja tetapi juga pada pangan sumber karbohidrat, salah satunya yaitu perubahan konsumsi mie khususnya mie instan, hampir seluruh dari contoh mengurangi dan tidak mengkonsumsi mie instan, selain itu juga MSG (monosodium glutamat) pada bumbu masakan. Contoh mengurangi dan tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung zat pengawet makanan.
51 Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Hasil analisis korelasi pearson menunjukan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan energi (r = 0.066, p = 0.559 ) dan pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan protein (r = 0.121, p = 0.287). Hal ini dikarenakan sebagian besar dari contoh memiliki tingkat kecukupan energi (88.89%) dan protein (54.32%) yang rendah, sehingga dengan tingkat pendidikan yang baik maupun kurang pada contoh tidak berbeda nyata terhadap asupan makannya. Menurut Khomsan (2000) seseorang dengan tingkat pengetahuan yang baik belum tentu mengubah kebiasaan makannya. Hubungan antara Variabel Gizi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk berlangsungnya fungsi normal setiap organ dan jaringan tubuh (Rock 2004). Status gizi normal menggambarkan keseimbangan yang baik antara asupan gizi dengan kebutuhan gizi (Denke 1998; Klein 2004). Kekurangan gizi memberikan efek yang merugikan yang tidak diinginkan terhadap struktur dan fungsi hampir semua organ dan sistem tubuh (Wiwiek 2008). Seiring dengan perjalanan penyakitnya pada pasien kanker dapat menimbulkan masalah gizi seperti malnutrisi dan memiliki risiko lebih tinggi mengalami kaheksia. Kurang lebih 20-50 % pasien kanker mengalami penurunan status gizi sebelum menjalankan terapi (Sutandyo dan Ririn 2006). Malnutrisi pada kanker disebabkan oleh faktor-faktor primer dan sekunder, baik langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor primer tersebut antara lain faktor umur, pengetahuan tentang gizi, asupan makanan, penyakit infeksi dan untuk faktor faktor sekunder tersebut antara lain stadium kanker dan tindakan pengobatan kanker (Uripi 2002). Terapi pada kanker terdiri dari kemoterapi, radioterapi, imunoterapi dan pembedahan (operasi). Terapi kanker tersebut memiliki efek samping yang dapat menyebabkan masalah makan seperti mual, muntah, anoreksia, perubahan indera pencecap dan tidak nafsu makan. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap penurunan asupan zat-zat gizi, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan status gizi bagi penderitanya. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat kecukupan energi dan protein, pengetahuan gizi serta jenis terapi kanker terhadap status gizi pasien kanker, dilakukan uji analisis korelasi Pearson terhadap faktor - faktor tersebut.
52 Tabel 13 Hasil Uji Analisis korelasi Pearson hubungan pengetahuan gizi, tingkat kecukupan energi dan protein, jenis terapi kanker dengan status gizi pasien kanker Variabel Hubungan dengan Status Gizi Tingkat pengetahuan gizi r = 0,055 p = 0,629 Tingkat kecukupan energi r = 0,067 p = 0,555 Tingkat kecukupan protein r = 0,048 p = 0,674 Jenis Terapi kanker r = 0,025 p = 0,825 Keterangan: * korelasi yang signifikan pada tingkat 0.05 (2-tailed) ** korelasi yang signifikan pada tingkat 0.01 (2-tailed) Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan prilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya (Suhardjo 1988). Hasil uji analisis korelasi Pearson menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan status gizi pasien kanker (r=0.055; p=0.629). Tidak adanya hubungan antara tingkat pengetahuan gizi dengan status gizi diduga karena pengetahuan gizi merupakan faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi status gizi, tetapi memerlukan perubahan dalam hal pengaruhnya terhadap kebiasaan makan maupun asupan makan, selain itu dimana pada tingkat pengetahuan gizi yang sama, setiap contoh akan berbeda asupan makannya, salah satu faktor yang mempengaruhi asupan makan adalah kebiasaan makan. Menurut Khomsan (2000) seseorang yang memiliki pengetahuan gizi yang baik belum tentu mengubah kebiasaan makannya. Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein dengan Status Gizi Jumlah energi yang dikonsumsi seseorang merupakan kuantitatif yang baik untuk mengetahui cukup tidaknya makanan yang dikonsumsi orang tersebut. Keadaan gizi akan baik bila tubuh memperoleh zat gizi yang cukup sesuai kebutuhan tubuh. Gizi yang diberikan harus berdasarkan kebutuhan gizi secara individual baik jumlah maupun komposisinya. Kebutuhan gizi pasien kanker sangat individual dan berubah-ubah dari waktu kewaktu selama perjalanan penyakit serta tergantung dari terapi yang dijalankan (Noorwati dan Ririn 2006). Hasil uji analisis korelasi Pearson menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupann energi dan tingkat kecukupan protein dengan status gizi pasien kanker, masing-masing diantaranya
53 (r=0.067; p=0.555) dan (r=0.048; p=0.674). Hasil ini tidak sesuai dengan pendapat Sediaoetama (1991) yang menyatakan bahwa status gizi sangat tergantung dari konsumsi dan tingkat konsumsi. Hal ini dimungkinkan karena status gizi seseorang dapat ditentukan oleh status gizi sebelumnya, di mana status gizi merupakan refleksi dari kebiasaan makan pada waktu sebelumnya. Selain itu diduga terdapat variabel lain yang tidak diteliti yang berpengaruh terhadap status gizi seperti penyakit infeksi, faktor stress, reaksi obat-obatan yang digunakan. Berdasarkan hasil penelitian ini sebaran contoh tidak menyebar, sebagian besar hanya pada satu kategori saja yaitu tingkat kecukupan energi dan protein defisit berat, hal ini menyebabkan hubungan yang tidak bermakna secara statistik. Hubungan Jenis Terapi Kanker dengan Status Gizi Pengobatan utama penyakit kanker ditujukan untuk membinasakan sel-sel kanker dengan membunuhnya atau membuangnya. Hal ini dapat dilakukan dengan operasi atau pembedahan, penyinaran atau radiasi dan kemoterapi (Uripi 2002). Setiap bentuk pengobatan ataupun terapi akan berisiko terhadap gangguan gizi, gangguan tersebut tergantung pada tempat terapi yang dilakukan di area kanker, dan akan berdampak berbeda pula pada status gizi (Peckenpaugh 2010). Hasil uji analisis korelasi Pearson menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara terapi kanker dengan status gizi pasien kanker (r=0.025; p=0.825). Hasil ini tidak sesuai dengan pendapat Vickers dan Nagi (2004) yang menyatakan bahwa terapi kanker dapat berpengaruh secara signifikan terhadap status gizi pada pasien kanker. Terapi seperti pembedahan ataupun kombinasi terapi pada kanker sering berpengaruh terhadap kondisi psikologis yang dapat menambah pengaruh merugikan pada kanker. Menurut Grant (2008) terapi kanker dapat mempengaruhi kebutuhan gizi secara signifikan dan berpengaruh pada sistem pencernaan, penyerapan dan metabolisme. Gejala yang gizi yang ditimbulkan termasuk mual dan muntah, perubahan rasa dan bau, disfagia, anoreksia, rasa nyeri dan kelelahan. Berdasarkan hal tersebut terapi kanker berpengaruh terhadap kondisi status status gizi penderitanya. Berbeda dengan hasil penelitian ini yang diduga terdapat faktor lain yang tidak diamati seperti stadium kanker, jenis obat yang digunakan yang mungkin berpengaruh, selain itu, contoh yang diamati tidak beragam jenis terapinya yang sebagian besar contoh (62.5%) mendapat kemoterapi sedangkan sisanya (37.5%)
54 mendapat terapi radiasi, operasi dan kombinasi, sehingga secara statistik menyebabkan tidak ada hubungan yang signifikan. Keterbatasan Penelitian Selama masa penelitian terdapat beberapa kesulitan, dimana kesulitan tersebut yang akhirnya menjadi keterbatasan dalam penelitian ini, antara lain :
Kesulitan utama yaitu pada saat pengumpulan data, dimana tidak semua subjek bersedia untuk menjadi contoh penelitian yang disebabkan karena kondisi klinis contoh terkait dengan kanker.
Pada saat wawancara kepada contoh, tidak semua contoh mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan. Hal ini dikarenakan kondisi contoh yang menurun.
Contoh yang diamati pada penelitian ini tidak mewakili keseluruhan kondisi pasien rawat inap di Rumah Sakit Kanker Dharmais karena tidak semua pasien rawat inap dapat dijadikan subjek penelitian disebabkan kondisi pasien yang tidak dimungkinkan untuk menjadi subjek penelitian.