VI.
HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Kondisi Risiko Produksi dan Sumber Risiko Pada Petani Desa Perbawati Risiko produksi ditandai dengan adanya varian pada produktivitas sayuran tomat dan cabai merah dalam setiap musim panennya. Varian tersebut dapat pula berupa fluktuasi produktivitas yang menyebabkan sulitnya bagi para petani yang mengusahakan tomat dan cabai merah untuk memprediksi keuntungan dan kerugian dari setiap musim panennya. Hal ini pun menjadi salah satu alasan bagi para petani di Desa Perbawati untuk melakukan pergantian tanaman setiap musimnya. Gambaran mengenai produktivitas tomat dan cabai merah yang merupakan komoditas unggulan bagi petani di Desa Perbawati dapat dilihat pada Gambar 20.
Produktivitas (kg/ha)
50,000 40,000 Cabe Merah
30,000 20,000
Tomat
10,000 -
Musim 1
Musim 2
Musim 3
Musim 4
Musim
Gambar 20.
Rata-Rata Tingkat Produktivitas Tomat dan Cabai Merah Per Musim di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Tahun 2010-2012
Produktivitas tomat dan cabai merah yang dihasilkan petani responden berbeda-beda (Lampiran 16 hingga Lampiran 17). Namun, gambaran mengenai tingkat produktivitas tomat dan cabai merah di Desa Perbawati pada Gambar 20 memperkuat bahwa terjadinya fluktuasi pada kedua komoditas pertanian tersebut sangat tinggi khususnya yang terjadi pada tomat. Pada musim 1 (Mei 2010September 2010) hingga musim ke 4 (Oktober 2011-Januari 2012), tomat mengalami fluktuasi produktivitas yang sangat signifikan dimana pada musim kedua menurun sebesar 55 persen, pada musim ketiga meningkat hingga empat kali lipat dari produktivitas sebelumnya, kemudian setelah itu karena memasuki
musim hujan terjadi penurunan sebesar 78 persen. Pada musim kedua (November 2010-Februari 2011), penurunan terjadi karena produksi tomat yang diperoleh petani di Desa Perbawati karena adanya penurunan harga yang sangat drastis menyebabkan para petani tidak memanen hingga habis. Rata-rata mereka memanen tomat hanya sampai enam kali panen saja akibatnya produksi tomat mereka pada musim kedua ini menurun dari musim sebelumnya. Sedangkan peningkatan produksi tomat pada musim ketiga (Bulan April 2011-Agustus 2011) terjadi karena kondisi cuaca yang sangat mendukung bagi para petani tomat dimana pada musim tanam hingga musim panen dilakukan pada musim kemarau dengan intensitas hujan yang cukup sehingga produksi tomat menjadi optimal. Sama halnya tingkat produktivitas pada cabai merah, pada musim kedua (April 2010-Oktober 2010) meningkat secara drastis hingga 6 kali lipatnya dari musim ke 1 (September 2009-Februari 2010) dan puncak produksinya terjadi pada musim ke 3 (Desember 2010-Juni 2011) yaitu sebesar 15.580 ton dan peningkatan ini terjadi sebesar 25 persen. Namun, setelah itu mengalami penurunan secara drastis
pada musim ke 4 (September 2011-Februari 2012) dengan rata-rata
penurunannya sebesar 70 persen. Penurunan produksi pada musim tanam keempat disebabkan karena kondisi curah hujan yang tinggi sehingga tanaman cabai merah sangat mudah terkena penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan cendawan, diantaranya busuk buah dan layu pada tanaman cabai merah yang masih muda. Sedangkan peningkatan pada produksi cabai merah terjadi karena kondisi curah hujan yang mendukung bagi perkembangan cabai merah. Kondisi tersebut merupakan implikasi dari adanya risiko dimana faktor-faktor yang menyebabkan munculnya risiko yang sering dialami oleh para petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati adalah sebagai berikut: a. Cuaca dan Iklim Cuaca merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas sayuran khususnya pada tomat dan cabai merah. Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan penyakit busuk pada sayuran tomat dan cabai merah sehingga akan mengurangi produktivitasnya. Curah hujan yang rendah juga akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tomat dan cabai merah. Selain itu, baik tomat maupun cabai merah rentan terhadap hama dan penyakit.
Kondisi curah hujan yang ekstrim dirasakan oleh petani responden selama dua tahun terakhir ini yaitu tahun 2010 hingga 2012. Menurut Surmaini et al (2008) bahwa perubahan cuaca yang ekstrim tersbut disebabkan oleh peningkatan suhu udara secara global. Peningkatan suhu ini dapat menurunkan produktivitas tanaman termasuk di dalamnya yaitu sayuran. Berdasarkan hasil simulasi tanaman, kenaikan suhu hingga 20C di dataran tinggi akan menurunkan produksi tanaman sekitar 20 persen. Berdasarkan kondisi di lapangan bahwa cabai merah akan menghasilkan produksi terbaik ketika cabai merah ditanam pada musim hujan dan dipanen pada musim kemarau karena penyakit yang disebabkan oleh hama lebih mudah dikendalikan dibandingkan dengan penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus karena curah hujan yang tinggi. Pada tomat karena jenis sayuran ini mampu menyimpan cadangan air pada bagian batangnya sendiri maka dengan pengairan yang cukup yakni tanpa kekurangan dan tanpa kelebihan, sayuran ini akan tetap
Curah Hujan (mm/bulan)
berproduksi dengan optimal. 800 700 600 500 400 300 200 100 0
2009 2010 2011
Bulan
Gambar 21.
Grafik Curah Hujan Kecamatan Sukabumi Periode September 2009-September 2011 Sumber : BP3K, 2012
Pengaruh perbedaan cuaca dan iklim yang terjadi pada usaha budidaya tomat dan cabai merah dapat dilihat pada Gambar 21, dimana produktivitas tertinggi baik pada tomat maupun pada cabai merah terjadi pada musim kemarau yaitu musim ketiga dimana besarnya produktivitas masing-masing yaitu 44.923 kg/ha dan 15.580 kg/ha dari mulai panen awal hingga panen akhir yaitu panen penghabisan. Produktivitas tomat yang tinggi ini terjadi pada Bulan April hingga
Bulan Agustus 2011. Menurut para petani, walaupun pada musim ini terjadi musim kemarau namun pasokan air masih tetap ada sehingga tidak akan menghambat proses pertumbuhan dan produksi tomatnya sendiri. Disamping itu pada cabai merah, musim ketiga ini terjadi pada Bulan Desember hingga Juni 2011 dimana para petani menanam cabai merah pada musim hujan dan pemanenan dilakukan pada musim kemarau sehingga produksi cabai merah pada saat ini cukup tinggi. Dengan demikin, baik produksi tomat maupun cabai merah dapat berproduksi lebih tinggi pada pertengahan tahun karena kondisi curah hujan yang tidak terlalu tinggi. b. Serangan Hama dan Penyakit Selain cuaca dan iklim, hama dan penyakit merupakan faktor lain yang menciptakan ancaman bagi petani tomat dan cabai merah. Kondisi tersebut dikarenakan sayuran tomat dan cabai merah rentan terhadap hama dan penyakit. Hal ini mengakibatkan produksi tomat dan cabai merah yang dihasilkan oleh para petani tidak seperti yang diharapkan. Hama dan penyakit ini baik yang menyerang tomat maupun cabai merah dapat menyerang bagian tanaman manapun mulai dari akar, batang, daun, bunga, hingga buahnya. Kemunculan hama dan penyakit ini seringkali muncul pada waktu yang tidak bisa diprediksi sebelumnya karena keberadaannya dipengaruhi pula oleh kondisi cuaca dan iklim yang juga tidak bisa diprediksi sebelumnya oleh para petani termasuk oleh para petani yang berada di Desa Perbawati. Menurut BP4K (Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan) Kabupaten Sukabumi, pada umumnya jenis hama yang sering menyerang tanaman tomat dapat dilihat pada Tabel 20. Biasanya jenis hama masih bisa dilihat oleh mata karena jenis hama ini berasal dari golongan serangga dan ulat. Selain itu, hama cendrung merusak bagian tertentu saja pada tanaman tomat tetapi terjadi kontak langsung sehingga tanaman mati atau tetap hidup namun tidak banyak memberikan hasil.
Tabel 20. Jenis Hama yang Menyerang Tanaman Tomat Jenis Hama Ulat Buah Tomat (Heliothis armigera Hubner.) Kutu Daun Apish Hijau
Lalat Putih
Thrips
Lalat Buah
Nematoda Bengkar Akar
Ciri-Ciri Sepanjang ± 4 cm dan pada tubuhnya terdapat banyak kutil serta berbulu.
Serangan Menyerang daun, bunga, dan buah. Membuat lubang-lubang pada buah sehingga buah terinveksi dan akhirnya buah tomat menjadi busuk.
panjang kutu bersayap 2-2,5 mm dan yang tidak bersayap 1,8-2,3 mm Jika berhamburan akan seperti kepul putih. badannya seperti sisik pada daun Panjangnya 1-1,2 mm, berwarna hitam, bersayap, dan berambut berumbairumbai Seperti belatung tetapi memiliki sayap transparan. Bentuknya seperti cacing sepanjang 200-1000 mm
Menyerang daun sehingga keriting, kerdil, melengkung ke bawah, dan daun menjadi rapuh. Daun seperti diselimuti tepung putih sehingga pertumbuhannya lambat bahkan daun menggulung.
Mengisap cairan di dalam daun sehingga daun menjadi putih hingga layu, kering dan mati.
Menyerang daging buah sehingga buah menjadi bususk. Menyerang akar. akar membengkak memanjang atau bulat akibatnya akar kesulitan menyerap air sehingga warna daun tidak normal, menghambat pertumbuhan, layu, buah kecil, dan cepat tua.
Sumber : BP4K Kabupaten Sukabumi (2012)
Selain hama, tanaman tomat pun rentan terhadap penyakit. Penyakit ini sebagian besar disebabkan oleh bakteri dan cendawan. Dimana jenis cendawan biasanya berupa mikroorganisme seperti jamur. Selain itu, tanaman tomat yang terserang cendawan akan mengikuti warna sporanya. Biasanya jenis cendawan dan bakteri ini tidak terjadi kontak secara langsung tetapi dimulai dari bagian tanaman tertentu lalu menyebar ke bagian tanaman yang lainnya sehingga tanaman mati secara perlahan. Menurut BP4K (Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan) Kabupaten Sukabumi, pada umumnya jenis penyakit yang sering menyerang tanaman tomat dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Jenis Penyakit yang Menyerang Tanaman Tomat Jenis Penyakit A. Cendawan Layu Fusarium
Penyebab
Serangan
Busuk Daun
cendawan Phytophthora infestans (Mont.) de bary
Busuk Buah Rhizoctonia Busuk Buah Antraknosa
cendawan Thanatephorus cucumeris (Frank) Donk cendawan Colletotrichum coccodes (Wallr.) Hughes
Fusarium Menyerang akar kemudian pembuluh f.sp.capsici xylem sehingga menghambat aliran air ke daun akibatnya daun layu dan menguning. Bercak Daun Cendawan Septoria Muncul bercak bulat kecil berair pada Septoria lycopersici Speg daun sehingga daun menggulung, mengering, dan akhirnya rontok Bercak Cokelat Alternaria solani Sor Menyerang pangkal buah dan daun yang berbentuk bercak dari cokelat hingga menghitam. Bercak membesar, daun menguning, layu, akhirnya mati Buah yang terifeksi akan mudah gugur.
B. Bakteri Penyakit Layu
Cendawan oxysporium Schlecht
Pseudomonas solanacearum (E.F. E.F.Sm
Menyerang daun berbentuk bercak pada ujung atau sisinya sehingga meluas dan menyerang pangkal buah. Bercak pada buah hingga membentuk lingkaran dan akhirnya buah pun retak. Menyerang buah, batang, dan akar tanaman tomat yang berbentuk bercak kemudian melebar menyebabkan daun menjadi layu.
Menyerang daun dan bagian jaringan Sm) tubuh tomat. Tanaman layu walaupun daunnya masih hijau kemudiam roboh dan mati
Sumber : BP4K Kabupaten Sukabumi (2012)
Namun, menurut para petani di Desa Perbawati hama dan penyakit yang sering menyerang tomat antara lain busuk buah dan daun, sifut, layu bakteri, dan kutu kebul. Hama dan penyakit ini menyerang tomat pada waktu tertentu yaitu ada yang menyerang ketika musim hujan dan ada juga yang musim kemarau. Selain itu, serangan hama dan penyakitpun dapat menyebabkan penurunan produksi tomat. Tabel
22 menunjukkan bahwa serangan hama dan penyakit sangat
berpengaruh pada hasil produksi tanaman tomat. Penurunan produksi yang paling tinggi yaitu ketika tanaman tomat diserang busuk buah dan daun. Penyakit ini terjadi pada musim hujan sehingga jika tidak ditanggulangi lebih lanjut lagi maka kerugian yang akan ditimbulkan oleh para petani tomat sebesar 65 persen.
Tabel 22. Jenis Serangan Hama dan Penyakit pada Sayuran Tomat di Desa Perbawati Jenis hama dan penyakit
Waktu serangan
Siput Bercak daun Layu fusarium Busuk buah dan daun Kutu kebul Ulat buah
Musim hujan Musim hujan Musim hujan Musim hujan Musim kemarau Musim kemarau
Kerugian yang ditimbulkan (%) 10-15 40-50 40 65 20-30 10-20
Sama halnya dengan tomat, cabai pun dapat terserang hama dan penyakit. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 23 dan Tabel 24. Berbeda dengan tomat yang lebih rentan terhadap fungi, tanaman cabai merah lebih rentan terhadap serangan insect. Tabel 23. Jenis Penyakit yang Menyerang Tanaman Cabai Merah Jenis Penyakit Serangan Layu Bakteri (Pseudomonas solana-cearum Melalui benh, bibit, irigasi, serangga, dan alat pertanian. E.F. Smith) Menyerang akar tanaman sehingga terjadi kelayuan mulai dari pucuk hingga seluruh bagian tanaman. Layu Fusarium (Fusarium oxysporum Sulz.) Terjadi pemucatan pada warna tulang daun sehingga seluruh tangkai daun menunduk akibatnya layu dan mati begitu saja. Bercak Daun dan Buah/Antraknose/Patek Menyerang buah muda dan (cendawan Gloesporium piperatum Ell. et. menyebabkan mati ujung yang diawali Ev dan Colletotrichum capsici) bintik-bintik kecil hitam dan berlekuk. Menyebabkan buah cabai membusuk yang diawali bercak cokelat kehitaman lalu meluas dan menjadi busuk lunak. Bercak Daun (cendawan Cercospora capsici) Diawali dengan bercak kecil kebasahbasahan lalu meluas. Pusatnya berwarna putih dan tepinya berwarna tua kemudian menguning dan berguguran. Bercak Alternaria (Alternaria solani Ell & Diawali dengan bercak cokelat tua Marf) hingga hitam lalu meluas ke seluruh bagian daun Busuk Daun dan Buah (Phytophthora spp) Menyerang daun berupa bercak di tepinya kemudian menyerang buah dan seluruh bagian tanaman Sumber : BP4K Kabupaten Sukabumi (2012)
Tabel 24. Jenis Hama yang Menyerang Tanaman Cabai Merah Jenis Hama Ulat Grayak
Ciri-Ciri Kupu-kupu berwarna gelap. Bertelur secara berkoloni, lalu menyebar ke seluruh bagian tanaman
Kutu Daun
Lalat Buah Thrips (Thrips sp.) Tungau
Panjangnya + 0.5 berwarna cokelat tua. Panjangnya + 1 mm
cm,
Panjangnya + 1 mm dan bentuknya mirip laba-laba
Serangan Menyerang daun dalam jumlah besar akibatnya daun berlubang. Menghambat proses fotosintesis sehingga produksi cabai menurun Mengisap cairan daun,pucuk, tangkai bunga,. Daun menjadi keriting, melengkung, kekuningan, dan rontok. Menyerang buah dengan meneteskan telurnya lalu buah busuk. Menyerang daun berupa strip-strip berwarna keperakan sehingga daun menjadi kering. Menghisap cairan daun/pucuk sehingga muncul bintik keputihan, akhirnya daunnya menjadi kriting.
Sumber : BP4K Kabupaten Sukabumi (2012)
Hama dan penyakit yang sering menyerang cabai di Desa Perbawati dapat dilihat pada Tabel 25. Kerugian terbesar yang dialmi petani cabai merah disebabkan oleh insect thrips yang menyebabkan kerugian hingga 50 persen. Jenis hama dan penyakit yang menyerang tomat dan cabe merah yang ditemukan selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 18 dan Lampiran 19. Tabel 25. Jenis Serangan Hama dan Penyakit pada Sayuran Cabai Merah di Desa Perbawati Jenis hama dan penyakit Lalat buah (Dacus ferrugineus) Thrips (Thrips sp) Tungau Layu bakteri Bercak daun dan buah Busuk daun dan buah
Waktu serangan Musim kemarau Musim kemarau Musim kemarau Musim hujan Musim hujan Musim hujan
Kerugian yang ditimbulkan (%) 10-15 40-50 5-15 40 5-30 5-30
c. Tingkat Kesuburan Lahan Kondisi lahan merupakan salah satu faktor pendukung untuk proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman tomat dan cabai merah. Pada awal mulanya, lahan yang digunakan para petani di Desa Perbawati merupakan lahan perkebunan teh. Selain itu lahan di Desa Perbawati merupakan daerah yang dipengaruhi oleh aktivitas gunung merapi dimana jenis tanahnya yaitu berupa tanah latosol dan andosol. Sebagian besar daerah yang berbentuk perkebunan tanpa adanya aktivitas industri menyebabkan kondisi lingkungannya belum mengalami pencemaran tingkat tinggi.
Lahan yang subur dapat menentukan produktivitas hasil tanaman dengan kata lain ketika tanaman dibudidayakan pada lahan yang subur maka akan menghasilkan
produksi
yang
lebih
tinggi
dibandingkan
ketika
petani
membudidayakannya pada lahan yang kurang subur. Hal ini disebabkan karena selain dipengaruhi oleh penggunaan input yang tepat, kondisi cuaca dan iklim, serta kemunculan hama dan penyakit, produksi tanaman tomat dan cabai merah juga dipengaruhu oleh struktur dan tekstur tanah yang menjadi media tanamnya. Menurut Suwandi (1982), bagi tanaman tomat dan cabai merah di dataran tinggi, kekurangan unsur unsur hara akan menurunkan hasil produksi tomat dan cabai merah antara 5-30 persen. Terjadinya perubahan cuaca dan iklim yang tidak menentu merupakan pemicu terjadinya ledakan hama dan penyakit. Menurut para petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati, membeludaknya hama dan penyakit ini menyebabkan petani tomat dan cabai merah semakin intensif untuk melakukan penyemprotan tentunya dilakukan dengan menggunakan obat kimia seperti insektisida dan fungisida. Hal inilah yang dapat meningkatkan residu bahan kimia yang terkontaminasi di dalam tanah. Residu bahan kimia ini dapat bertahan lama di dalam tanah tergantung intensitas dan jenis insektisida maupun fungisida yang digunakannya. Hasilnya kondisi tersebut akan merusak kehidupan organisme dan mikroorganisme yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman tomat dan cabai merah yang dibudidayakan sehingga tingkat kesuburan tanah di lahan perkebunan Desa Perbawati berkurang. Dengan begitu dapat berisiko terjadinya penurunan produksi tomat dan cabai merah. Disamping faktor residu bahan kimia, intensitas pemanfaatan lahan juga berkontribusi dalam mengurangi tingkat kesuburan lahan. Berdasarkan pemaparan para petani responden di Desa Perbawati bahwa mereka memanfaatkan lahannya untuk tiga kali tanam dalam satu tahun. Mereka menetapkan masa bera pada lahannya, namun masa beranya tersebut dimanfaatkannya untuk menanam tanaman berusia pendek, seperti kubis dan pakcoy. Hal ini merupakan salah satu bentuk eksploitasi lahan sehingga apabila para petani tersebut tidak melakukan perbaikan pada saat pembukaan lahan baru maka tingkat kesuburan tanah akan
semakin menurun akibatnya kondisi tersebut berpeluang dalam penurunan hasil produksi tomat ataupun cabai merah. 6.2 Penilaian Risiko Produksi Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa usaha budidaya tomat dan cabai merah merupakan jenis usaha yang penuh risiko. Petani yang membudidayakan usaha ini seringkali dihadapkan pada suatu kondisi yang sangat merugikan dan kondisi ini bisa terjadi kapan saja. Risiko yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah risiko produksi yang terdapat pada tanaman tomat dan cabai merah yang ada dihadapi oleh para petani di Desa Perbawati. Risiko produktivitas yang terjadi dapat ditunjukan dengan adanya flutuasi produksi pada setiap musimnya. Fluktuasi produksi ini menunjukkan adanya nilai produktivitas yang tertinggi, terendah, dan produktivitas normal sehingga dapat ditentukan besarnya peluang para petani tomat dan cabai merah untuk menghasilkan produktivitas tertinggi, normal, dan produktivitas terendah dengan mempertimbangkan periode waktu tomat dan cabai merah tersebut dibudidayakan oleh para petani. Produktivitas tertinggi diperoleh dari tingkat produktivitas tomat atupun cabai merah yang paling tinggi yang pernah diperoleh oleh para petani responden selama mengusahakan tomat ataupun cabai merah. Selain itu, produktivitas normal diperoleh dari produktivitas yang sering dihasilkan petani responden selama pengusahaan tomat ataupun cabai merah sedangkan produktivitas terendah diperoleh berasal dari produktiviitas tomat atau cabai merah yang laing rendah selama petani responden mengusahakan tomat atau cabai merah. Produktivitas tomat ataupun cabai merah diperoleh dari seluruh hasil panen dalam satu musim tanam dan data produktivitas yang diambil berasal dari tahun 2010 hingga 2012. Dengan kata lain terdapat empat musim tanam untuk tomat dan empat musim tanam untuk cabai merah. Penentuan risiko pada penelitian ini didasarkan pada penilaian varian, standar deviasi, dan koefisien variasi yang diperoleh dari hasil peluang terjadinya suatu kejadian. Peluang terjadinya suatu kejadian dapat dilihat dari kondisi tertinggi, normal, terendah dari rata-rata produktivitas yang dihasilkan oleh tanaman tomat dan cabai merah yang dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Rata-Rata Produktivitas, Pendapatan, dan Peluang Tomat dan Cabai Merah yang Dihadapi Petani Desa Perbawati, Tahun 2010-2012 Uraian Peluang Tomat
Produktivitas (kg/ha) Pendapatan (Rp) Cabai Merah Produktivitas (kg/ha) Pendapatan (Rp)
Tertinggi Normal Terendah 0,25 0,25 0,5 44.923 20.117 9.551 66.158.462 43.093.772 9.466.531 15.580 12.547 3.338 135.494.840 66.473.209 30.693.339
Tabel 26 menunjukkan peluang yang terjadi pada setiap kondisi pada tanaman tomat dan cabai merah. Peluang tertinggi, normal, dan terendah diukur berdasarkan berapa kali para petani pernah mencapai produktivitas tertinggi, normal, dan terendah selama siklus produksi berlangsung. Tabel 26 juga menunjukkan kondisi produktivitas dan pendapatan tanaman tomat dan cabai merah pada kondisi terendah, normal, dan tertinggi. Dengan adanya produktivitas dan pendapatan yang fluktuatif maka peluang para petani untuk memperoleh produkstivitas dan pendapatan pada kondisi tertinggi, normal, dan terendah dapat diamati dengan mempertimbangkan periode waktu selama waktu produksi berlangsung. Dari masing-masing komoditas dapat dilihat bahwa keduanya memiliki produktivitas dan pendapatan dengan
range yang berbeda-beda yakni tomat
antara 9.551 kg sampai 44.923 kg dan cabai merah antara 3.338 kg sampai 15.580 kg, sedangkan range pendapatan pada tomat antara Rp 9.466.351,00 sampai Rp 66.158.462,00 dan pada cabai merah antara Rp 30.693.339,00 sampai Rp 135.494.840,00. Yang dimaksud produktivitas dan pendapatan tertinggi yaitu tingkat produktivitas dan pendapatan yang paling tinggi yang pernah diterima petani selama mengusahakan komoditas tersebut khususnya dalam dua tahun terkhir yaitu musim panen pada Tahun 2010 sampai Tahun 2012. Yang dimaksud dengan produktivitas dan pendapatan terendah yaitu peroduktivitas dan pendapatan yang pernah diterima petani selama mengusahakan kedua komoditi tersebut. Sementara itu, yang dimaksud dengan produktivitas dan pendapatan normal yaitu produktivitas dan pendapatan yang diterima petani yang sering diperoleh petani selama mengusahakan kedua komoditi tersebut. Produktivitas
dan pendapatan yang diharapkan oleh petani merupakan produktivitas dan pendapatan tertinggi. Jika melihat peluangnya maka produktivitas dan pendapatan yang sering diterima para petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati yaitu produktivitas dan pendapatan terendah. Hal ini disebabkan karena waktu tanam tomat dan cabai merah selama empat kali tanam hanya terdapat satu kali musim tanam dengan curah hujan yang rendah dan satu kali musim tanam dengan curah hujan yang sedang sedangkan musim tanam dengan curah hujan yang tinggi bahkan terbilang ekstrim terjadi sebanyak dua kali musim tanam. Pengukuran peluang terhadap suatu kejadian dimaksudkan untuk membantu pengambil keputusan dalam mengambil keputusan yang mengandung risiko dengan menggunakan expected return, standard variation, dan coefficient variation. Expected return merupakan nilai harapan yang dihasilkan setelah memperhitungkan risiko yang ada. Penghitungannya dilakukan berdasarkan penjumlahan antara masing-masing peluang terjadinya suatu kejadian dengan nilainya (Lampiran 20). Tabel 27. Penilaian Expected Return Berdasarkan Produktivitas dan Pendapatan pada Tomat dan Cabai Merah di Desa Perbawati Tahun 2010-2012 Komoditas Tomat Cabai Merah
Expected Return Produktivitas (kg/ha) Pendapatan (Rp) 21.035 32.046.234 8.700 65.838.682
Berdasarkan Tabel 27 dapat dikatakan bahwa expected return berdasarkan produktivitas tertinggi diperoleh pada tomat yaitu dengan nilai expected return sebesar 21.035 jika dibandingkan dengan produktivitas cabai merah. Hal ini disebabkan karena dalam satu pohon tomat bisa menghasilkan 0,4 kg hingga 2 kg dalam satu kali panen bahkan jika kondisinya bagus bisa mencapai 3 kg per pohonnya sedangkan pada cabai merah hanya mampu berproduksi hingga 1 kg saja, sehingga harapan petani terhadap produktivitas tomat lebih tinggi dibandingkan harapan petani terhadap produktivitas cabai merah.Berbeda dengan harapan petani terhada pendapatan. Harapan petani terhadap pendapatan cabai merah lebih tinggi dibandingkan dengan harapan petani terhadap pendapatan
tomat. Hal ini disebabkan karena harga cabai merah memiliki ukuran harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran harga pada tomat. Kegiatan usaha pertanian yang dilakukan secara tunggal mengandung risiko yang lebih tinggi dibandingkan usaha pertanian yang dilakukan secara bersamaan dengan tanaman lainnya. Alasannya karena ketika petani hanya mengusahakan satu tanaman saja maka apabila terjadi gagal panen, petani akan menghadapi kerugian atas tanaman yang gagal tersebut secara keseluruhan. Berbeda dengan jika petani menanam lebih dari satu tanaman, jika satu tanamana mengalami gagal panen maka akan ditutupi oleh yang lainnya. 6.2.1 Penilaian Risiko Produksi Spesialisasi Penilaian risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dapat dilihat berdasarkan produktivitas dan pendapatan yang diperoleh dari tomat dan cabai merah. Penilaian risiko spesialisasi tersebut dapat dihitung dengan menggunakan variance, standard deviation, dan coefficient variation. Penilaian risiko produksi berdasarkan produktivitas yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 28 dan Tabel 29. Tabel 28. Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas Pada Tomat dan Cabai Merah pada Petani Desa Perbawati Tahun 2010-2012 Komoditas Tomat Cabai Merah
Variance Standard Deviation Coefficient Variation 208.810.945 14.450 0,687 29.908.974 5.469 0,629
Berdasarkan Tabel 28 dapat dilihat bahwa penilaian risiko berdasarkan produktivitas diperoleh nilai variance yang berbanding lurus dengan standard deviation. Dimana semakin tinggi nilai variance maka semakin tinggi pula nilai standard deviation yang diperoleh dan sebaliknya semakin rendah nilai variance maka semakin rendah pula nilai standard deviation. Hal ini dapat dilihat dari nilai variance dan standard deviation yang paling tinggi yaitu tomat sebesar 208.810.945 dan 14.450, sedangkan nilai variance dan standard deviation cabai merah hanya sebesar 29.908.974 dan 5.469. Namun untuk mengukur risiko yang paling
akurat
yaitu
dengan
menggunakan
koefisien
variasi
karena
penghitungannya dengan mempertimbangkan ratio standard deviation dengan expected return. Koefisien variasi yang paling tinggi yaitu terdapat pada tomat
sebesar 0,687 yang artinya jika petani menghasilkan tanaman tomat sebanyak 1 kg maka risiko yang dihadapi yaitu sebesar 0,687 kg sehingga tomat yang ditanam petani hasilnya hanya dapat menghasilkan 0,313 kg, sedangkan koefisien variasi cabai merah hanya sebsar 0,629 yang artinya jika petani menghasilkan tanaman cabai merah sebesar 1 kg maka risiko produksi yang dihadapi yaitu sebesar 0,629 kg akibatnya hasil yang dapat diperoleh hanya sebanyak 0,371kg. Informasi tersebut menunjukkan bahwa risiko produksi tomat lebih tinggi dibandingkan risiko produksi cabai merah. Hal ini disebabkan karena tomat lebih rentan terhadap cuaca, hama, dan penyakit. Selain itu secara fisik, tomat lebih cepat busuk pada kondisi yang lembab terutama pada musim hujan yang ekstrim seperti saat ini. Akibatnya koefisien variasi lebih besar daripada cabai merah yang menandakan risiko produksi tomat yang tinggi. Selain itu penilaian risiko produksi dapat juga di hasilakan berdasarkan pendapatan dari masing-masing komiditas pada setiap musimnya. Penilaian risiko produksi
berdasarkan
pendapatan
dapat
dilihat
pada
Tabel
29
dan
penghitungannnya pada Lampiran 21. Tabel 29. Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Pendapatan Pada Tomat dan Cabai Merah pada Petani Desa Perbawati Tahun 2010-2012 Komoditas Tomat Cabai Merah
Variance
Standard Deviation Coefficient Variation 5,76E+14 24.007.262 0,749 1,83E+15 42.786.602 0,650
Sama halnya dengan tingkat risiko produksi berdasarkan produktivitasnya, berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 29 di atas maka penilaian risiko produksi berdasarkan pendapatan diperoleh nilai variance dan standard deviation tertinggi yaitu terdapat pada cabai merah. Namun, jika dilihat dari koefisien vaiasinya dapat diketahui bahwa risiko produksi berdasarkan pendapatan, maka risiko tomat yang lebih tinggi yaitu sebesar 0,749 yang artinya setiap satu rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,749 rupiah. Semakin besar nilai koefisien variasi maka semakin tinggi tingkat risiko yang dihadapi. Berdasarkan informasi tersebut maka dapat dikatakan bahwa risiko produksi tomat lebih besar dibandingkan risiko produksi cabai merah. Hal ini dikarenakan produksi tomat yang tinggi, namun harga yang harus dikenakan sangat rendah
dimana paling tinggi hanya berkisar Rp 8000,00/kg saja dan ketika panen raya bisa jatuh hingga Rp 475,00/kg sehingga penerimaan yang diperoleh petani lebih kecil dari menanam cabai merah. Tingkat risiko produksi yang dihadapi para petani responden tomat dan cabai merah di Desa Perbawati lebih tinggi dibandingkan dengan risiko produksi yang dihadapi oleh Perusahaan Permata Hati Organic Farm (Tarigan 2009), The Pinewood Organic Farm (Sembiring 2010), dan risiko produksi cabai merah keriting pada Kelompok Tani Pondok Menteng di Desa Citapen (Situmeang 2011). Tingkat risiko tomat di Perusahaan Permata Hati Organic Farm sebesar 5,5 persen sedangkan di The Pinewood Organic Farm sebesar 30 persen. Risiko cabai di Perusahaan Permata Hati Organic Farm sebesar 4,8 persen sedangkan di Kelompok Tani Pondok Menteng sebesar 50 persen. Baik Desa Perbawati di Sukabumi, Desa Ciburial di Cisarua-Bogor, Desa Citapen di Bogor, maupun Desa Tugu Selatan di Cisarua-Bogor merupakan daerah dataran tinggi. Masing-masing daerah berada pada ketinggian 900 m dpl, 1000 mdpl, 450-800 mdpl, dan 1.150 m dpl. Perbedaan dari ketiganya yaitu luasan lahan yang mereka tanami, dimana petani di Desa Perbawati menanam tomat dan cabai merah pada hamparan luas lahan yang bergelombang hingga berbukit dengan luasan kurang lebih 136 ha. Sedangkan Perusahaan Permata Hati Organic Farm menanam sayuran di atas lahan sekitar 1,5 ha dan The Pinewood Organic Farm menanam sayuran di atas lahan sekitar 2 ha. Menurut para petani di Desa Perbawati bahwa, ketika sayuran ditanam pada hamparan lahan yang sangat luas lebih rentan terhadap hama dan penyakit. Baik serangga, bakteri, maupun cendawan memiliki sifat mudah berpindah jadi ketika satu hektar lahan terkena hama dan penyakit maka akan menularkan pada sayuran di lahan terdekatnya terutama jika dilakukan penanaman jenis sayuran yang serempak. Dengan demikian risiko produksi pada sayuran yang ditanam pada hamparan lahan
yang sangat luas akan lebih besar
dibandingkan pada sayuran yang hanya ditanam pada lahan yang lebih sempit. Selain itu, Permata Hati Organic Farm dan The Pinewood Organic Farm sudah berbentuk perusahaan sehingga manajemennya lebih bagus dibandingkan yang dilakukan oleh para petani di Desa Perbawati. Sama halnya manajemen yang baik
sudah dilakukan pada Kelompok Tani Podok Menteng, dengan terbentuknya kelompok tani maka memudahkan para petani untuk memperoleh informasi melalui penyuluhan mengenai budidaya pertanian sehingga produksi pertaniannya bisa ditingkatkan. 6.2.2 Penilaian Risiko Produksi Diversifikasi 6.2.2.1 Tingkat Risiko Produksi Diversifikasi Aktual Uraian sebelumnya menjelaskan tentang risiko produksi yang dihadapi oleh para petani jika hanya mengusahakan satu jenis tanaman saja yaitu tomat atau cabai merah. Para Petani di Desa Perbawati sudah melakukan diversifikasi dalam menjalankan kegiatan usahataninya. Hal tersebut dapat dilihat dalam waktu yang hampir bersamaan, para petani melakukan pola tanam baik secara monokultur maupun secara tumpangsari. Dengan melakukan sistem penanaman secara diversifikasi maka risiko yang dihadapi oleh para petani di Desa Perbawati dinamakan risiko portofolio. Pola tanam yang dilakukan oleh petani di Desa Perbawati dalam menanam tomat dan cabai merah dilakukan pada waktu yang hampir sama namun pada lahan yang berbeda. Dimana proporsi petani untuk mengusahakan tanaman tomat lebih tinggi dibandingkan tanaman cabai merah yaitu 54 persen untuk menanam tomat dan 46 persen digunakan petani untuk menanam cabai merah (Lampiran 22). Dengan melihat ciri khas dari kedua jenis tanaman ini sama yaitu rentan terhadap penyakit dan produkstivitasnya sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca dan iklim maka dapat digunakan nilai koefisien korelasi yang digunakan pada kegiatan portofolio ini adalah positif (+1). Dimana hubungan antara usaha petani untuk menanam tomat bergerak bersamaan dengan cabai. Misalnya ketika curah hujan tinggi, baik tomat ataupun cabai merah yang ditanam secara bersamaan akan berproduksi dalam jumlah yang sedikit karena rentannya terhadap penyakit bususk buah dan busuk daun. Dalam penilaian risiko produksi pada masing-masing komoditi, maka ukuran risiko seperti variance, standard deviation, ataupun coefficient variation digunakan hanya untuk satu jenis tanaman saja yaitu tomat dan cabai merah. Namun, ketika akan melakukan perbandingan antara risiko produksi spesialisasi
dan risiko produksi portofolio maka ukuran risiko yang digunakan yaitu dengan menghitung variance gabungan dari usaha tanaman tomat dan tanaman cabai merah. Analisis perbandingan risiko produksi yang dilakukan pada kegiatan portofolio sama halnya dengan menganalisis risiko produksi pada kegiatan spesialisasi yaitu variance, standard deviation, dan coefficient variation. Perbandingan terhadap risiko produksi spesialisasi dan risiko produksi portofolio antara tomat dan cabai merah berdasarkan produktivitasnya dapat dilihat pada Tabel 30 dan penghitungannya dapat dilihat pada Lampiran 23. Tabel 30. Perbandingan Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas pada Tomat, Cabai Merah, dan Portofolio pada Petani Desa Perbawati Tahun 2010-2012 Uraian Expected Return Variance Standard Deviation Coefficient Variation
Tomat 21.035 208.810.945 14.450 0,687
Cabai Merah 8.700 29.908.974 5.469 0,629
Portofolio 15.362 83.711.769 9.149 0,596
Berdasarkan Tabel 30, maka dapat dilihat perbandingan antara risiko produksi jika perusahaan hanya mengusahakan tomat atau cabai merah dan risiko produksi jika petani mengusahakan tomat dan cabai merah.
Nilai koefisien
korelasi menunjukkan bahwa untuk setiap produktivitas yang dihasilkan oleh setiap petani, ternyata risiko produksinya akan lebih kecil jika para petani mengusahakan tomat dan cabai merah secara bersamaan dibandingkan dengan mengusahakan tomat atau cabai merah. Hal ini membuktikan bahwa ketika petani melakukan kegiatan diversifikasi walaupun tidak dapat menghilangkan terjadinya risiko produksi tetapi diversifikasi dapat mengurangi beban para petani untuk menghadapi risiko produksi yang sering mereka alami. Dengan demikian, petani masih tetap mengais keuntungan ketika salah satu dari komoditas tersebut mengalami kegagalan yang lebih tinggi daripada komoditi yang lainnya. Sama halnya dengan perbandingan risiko produksi yang dinalisis dengan menggunakan produktivitas, perbandingan risiko produksi dengan menggunakan pendapatan pun dapat meminimalisir tingkat risiko yang terjadi walaupun tidak bisa menghilangkan risiko secara keseluruhan. Perbandingan risiko produksi
berdasarkan analisis pendapatn bersih dapat dilihat pada Tabel 31 dan penghitungannya dapat dilihat pada Lampiran 23. Tabel 31. Perbandingan Risiko Produksi Berdasarkan Pendapatan pada Tomat, Cabai Merah, dan Portofolio pada Petani Desa Perbawati Tahun 2010-1012 Uraian Expected Return Variance Standard Deviation Coefficient Variation
Tomat 32.046.234 5,76E+14 24.007.262 0,749
Cabai Merah 65.838.682 1,83E+15 42.786.602 0,650
Portofolio 47.590.760 9,07E+15 30.124.439 0,633
Dari Tabel 31, dengan melihat koefisien variasinya maka dapat diketahui bahwa perbandingan risiko produksi berdasarkan pendapatan yang diperoleh petani jika mengusahakan tomat dan cabai merah pada waktu yang bersamaan akan lebih rendah dibandingkan jika petani mengusahakan tomat atau cabai merah saja. Dengan melakukan usaha pertanian dengan sistem diversifikasi maka risiko produksi akan berkurang menjadi 0,633. Walaupun, pada dasarnya tomat dan cabai merah termasuk ke dalam keluarga yang sama yaitu keluarga solonaceae yang memungkinkan adanya hama dan penyakit yang sama. Namun, serangan hama dan penyakit pada tomat dan cabai merah mengalami kerugian penurunan produksi yang berbeda dimana kerugian serangan hama dan penyakit pada tomat lebih tinggi dibandingkan pada cabai merah. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan bagi tomat dan cabai merah untuk dilakukan diversifikasi pada pengusahaannya. Hubungan antara risiko dan pendapatan menyatakan bahwa keduanya bergerak secara bersamaan. Dengan kata lain, semakin tinggi risiko yang dihadapi oleh petani maka akan semakin tinggi pula pendapatan yang dihasilkan oleh petani (high risk, high return). Namun, teori tersebut tidak berlaku bagi risiko produksi tomat dan cabai merah yang dihadapi ole para petani di Desa Perbawati. Jika dilihat dari risiko produksi, maka risiko produksi tomat lebih tinggi dibandingkan risiko produksi cabai merah. Namun, jika dilihat dari tingkat pendapatan, maka tingkat pendapatan cabai merah lebih tinggi dibandingkan tingkat pendapatan tomat. Hal ini disebabkan oleh produktivitas tomat jauh lebih tinggi dibandingkan produktivitas cabai merah dan fluktuasi produktivitas tomat
lebih bervariasi dibandingkan fluktuasi produktivitas cabai merah sehingga risiko produksi tomat lebih tinggi. Pendapatan secara tidak langsung dipengaruhi oleh harga komoditai tersebut, dimana setinggi-tingginya harga tomat, tidak akan melebihi tingginya harga cabai merah. Dengan kata lain, harga tomat jauh lebih rendah dibandingkan harga yang belaku pada cabai merah. Dengan demikin, risiko produksi tomat yang tinggi tidak diikuti oleh pendapatan yang tinggi pula. Perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi dapat dilihat dari expected return dan tingkat kepuasan petani tomat dan cabai merah itu sendiri. Dalam hal ini, perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi dapat diukur dengan menggunakan pendapatan yang diterima petani. Pertimbangan mengenai pendapatan yang dijadikan sebagai ukuran untuk menentukan expected return dan tingkat kepuasan yaitu karena pendapatan merupakan salah satu hal yang menjadi tolak ukur untuk menentukan besar kecilnya keuntungan yang petani dapatkan. Perilaku petani tomat dan cabai merah dalam menghadapi risiko yaitu mereka cenderung kepada perilaku risk taker. Hal ini dapat dilihat ketika mereka mengalami kerugian dalam mengusahakan tomat, pada musim selanjutnya mereka tetap mengusahakannya. Kondisi ini pun dapat dilihat dari ekspected return pada usahatani tomat. Koefisien korelasi menunjukkan bahwa risiko produksi tomat lebih tinggi dibandingkan risiko produksi cabai merah. Namun, petani tomat bersedia untuk menerima pendapatan yang diharapkannya yang lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan cabai merah. hal ini diperkuat dengan presentase luas tanam tomat yang lebih tinggi dibandingkan dengan luas lahan cabai merah, padahal risiko produksi tomat lebih tinggi dibandingkan dengan risiko produksi cabai merah. 6.2.2.2 Tingkat Risiko Produksi Diversifikasi dengan Skenario Tingkat risiko produksi diversifikasi yang dihadapi oleh petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati dapat dikatakan cukup tinggi karena sebagian besar petani menanam tomat dengan luas tanam yang lebih tinggi dibandingkan luas tanam cabai merah. Karakteristik tomat yang cenderung lebih rentan terhadap risiko merupakan salah satu penyebab tingginya tingkat risiko produksi tersebut. Melihat kondisi seperti ini, maka diperlukan suatu kemungkinan jika petani menanam tomat dan cabai merah pada kondisi aktul. Dengan kata lain diperlukan
suatu kondisi di luar kondisi aktual untuk mendapatkan kondisi lain yang lebih baik dari kondisi awal. Hal ini dilakukan dengan menggunakan skenario, dimana terdapat dua skenario yang dapat digunakan untuk mengurangi tingkat risiko produksi diversifikasi. Skenario yang digunakan yaitu berdasarkan pada presentasi penggunaan luas lahan yang digunakan oleh petani untuk menanam tomat dan cabai merah (fraksi). Skenario pertama yaitu jika petani menggunakan luas tanam yang sama untuk menanam tomat dan cabai merah dengan kata lain dengan perbandingan fraksi 50:50. Kondisi ini terjadi ketika petani menanam tomat dan cabai merah dengan luas tanam yang sama sehingga diperoleh fraksi luas tanam 50:50 dan variabel yang lainnya seperti produktivitas, pendapatan, peluang, dan koefisien korelasi dianggap
tetap yaitu tidak berubah. Skenario yang kedua yaitu jika petani
menggunakan luas tanam cabai merah yang lebih tinggi dibandingkan dengan luas tanam tomat dimana perbandingan fraksi yang digunakan yaitu 40:60. Kondisi ini terjadi ketika petani menanam tomat dan cabai merah dengan luas tanam yang sama sehingga diperoleh fraksi luas tanam 40:60 dan variabel yang lainnya seperti produktivitas, pendapatan, peluang, dan koefisien korelasi dianggap tetap yaitu tidak berubah. Tabel 32. Perbandingan Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas Tomat dan Cabai Merah pada Berbagai Kondisi di Petani Desa Perbawati Tahun 2010-2012 Standard Deviation Koefficient Kondisi Variance Variation Aktual (54:46) 83.711.769 9.149 0,596 Skenario 1 (50:50) 76.158.261 8.727 0,587 Skenario 2 (40:60) 60.726.019 7.793 0,507 Berdasarkan Tabel 32 dilihat dari perbandingan risiko produksi berdasarkan produktivitas menunjukkan bahwa koefisien variasi tertinggi dihadapi oleh kondisi aktual. Kondisi aktual yang merupakan kondisi nyata yang dihadapi oleh para petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati memiliki risiko produksi tertinggi dibandingkan dua skenario yang telah ditetapkan. Kondisi yang memiliki koefisien variasi terendah dihadapi oleh kondisi pada skenario dua. Dengan luas tanam cabai merah yang lebih luas dari luas tanam tomat dan cabai merah yang
dilakukan oleh petani maka risiko roduksi yang mereka hadapi akan lebih rendah yaitu menjadi 0,507. Dimana untuk setiap satu kilogram tomat dan cabai merah yang dihasilkan, akan mengalami risiko sebesar 0,507 kg pada saat terjadi risiko produksi. Berbeda dengan risiko produksi berdasarkan pendapatannya yang dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Perbandingan Risiko Produksi Berdasarkan Pendapatan Tomat dan Cabai Merah pada Berbagai Kondisi di Petani Desa Perbawati Tahun 2010-1012 Standard Koefficient Kondisi Variance Deviation Variation Aktual (54:46) 9,07E+14 30.124.439 0,633 Skenario 1 (50:50) 9,55E+14 30.905.214 0,631 Skenario 2 (40:60) 1,10E+15 33.104.390 0,633 Koefisien variasi diversifikasi tomat dan cabai merah terendah dihadapi oleh kondisi pada skenario pertama. Berdasarkan pendapatan, ketika petani mengusahakan tomat dan cabai merah secara bersamaan pada luasan lahan yang sama maka risiko produksi dapat berkurang menjadi 0,631. Namun, jika dilihat dari perubahan terhadap kondisi aktualnya, penurunannya tidak terlalu signifikan seperti penurunan yang terjadi pada risiko produksi berdasarkan produktivitasnya. Dengan adanya tiga kondisi yang dihadapi oleh petani tomat dan cabai merah yaitu kondisi actual yang benar-benar dihadapi oleh petani, kondisi pada scenario satu dengan luas tanam tomat dan cabai merah yang sama, dan kondisi pada scenario dua dengan luas tanam cabai merah yang lebih tinggi dibandingkan luas tanam tomat maka ketiga kondisi ini akan mempengaruhi pada tingkat risiko produksi yang dihadapi oleh petani tomat dan cabai merah di Desa Perbawati. Dari informasi tersebut maka dapat dikatakan bahwa dari ketiga kondisi yang ada, sebaiknya petani melakukan usaha tomat dan cabai merah pada kondisi scenario kedua karena memiliki tingkat risiko produksi yang lebih rendah dibandingkan kondisi aktualnya dan kondisi pada skenario pertama. Dengan demikian kegiatan diversifikasi usahatani dapat mengurangi risiko produksi yang ada terutama jika petani mampu mengurangi kegiatan yang memiliki risiko yang lebih tinggi. Namun, dengan melakukan kegiatan diversifikasi usahtani tidak akan menghilangkan risiko produksi dengan kata lain tidak ada risiko sama sekali. Hal
ini dapat dilihat pada nilai variance, standard deviation, dan coefficient variation pada kegiatan portofolio tidak ada yang bernilai sama dengan nol. Diversifikasi usahatani hanya untuk mengurangi risiko produksi yang sudah ada saja sehingga jika salah satu komoditasnya mengalami kegagalan maka akan ditutupi oleh keberadaan komoditas lainnya. Oleh karena itu, diversifikasi usahatani dapat menjadi salah satu alternatif yang tepat untuk meminimalkan risiko produksi akibat adanya fluktuasi produksi. 6.3 Alternatif untuk Mengurangi Risiko Produksi Risiko produksi yang dihadapi oleh petani tomat dan cebe merah di Desa Perbawati sebagian besar dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan iklim. Selain melakukan diversifikasi usahatani, para petani belum melakukan kegiatan pencegahan untuk mengurangi timbulnya risiko. Sebagian besar dari mereka, melakukan sesuatu ketika risiko itu sedang terjadi sehingga tingkat risiko yang mereka alami kemungkinan akan lebih tinggi dan perlakuan mereka terhadap risiko tersebut berdasarkan pengalaman saja. Alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko dapat berasal dari hasil evaluasi risiko-risiko yang sudah ada sebelumnya kemudia melakukan suatu tindakan untuk meminimalisir risiko yang ada. 1.
Perbaikan pola tanam Pada umumnya para petani di Desa Perbawati masih ada yang tidak
memperhatikan teknik penanaman yang baik. Kenyataannya dalam satu kali pembukaan lahan yang digunakan untuk tiga kali masa tanam beberapa responden petani tidak memperhatikan jenis tanaman yang mereka tanam yang sebenarnya sangat berpengaruh terhadap keberadaan hama dan penyakit. Hal ini biasanya banyak dilakukan oleh petani responden dengan kepemilikan lahannya kurang dari 1 ha. Misalnya dalam satu kali pembukaan lahan, para petani mengawali dengan menanam tomat selanjutnya cabai merah dan yang terakhir ditanami tomat kembali yang ditumpangsari dengan berbagai jenis tanaman penyela lainnya. Padahal tanpa mereka sadari hal itu yang menyebabkan tingginya serangan hama dan penyakit.
Maka dari itu, perlu adanya perbaikan pola tanam yang mereka lakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengganti tanaman pada musim selanjutnya dengan menanam sayuran yang bukan berasal dari family yang sama. Seperti ketika pada awal pembukaan lahan para petani biasanya menanam tomat, maka musim selanjutnya sebaiknya petani tidak menanan cabai merah yang termasuk family yang sama yaitu solonaceae tetapi menanamnya dengan jenis tanaman yang lain seperti kubis ataupun pakcoy. Perlakuan tersebut secara berturut-turut pada setiap musim tanam akan memutus siklus hidup hama dan penyakit tanaman sehingga akan mengurangi biaya produksi terutama biaya penyemprotan yang dikeluarkan setiap musimnya oleh para petani. Oleh karena itu, perlunya dilakukan penerapan pola tanam dengan menanam komoditas lain pada musim berikutnya. 2.
Pengendalian hama dan penyakit Pengendalian hama dan penyakit tidak bisa hanya bergantung pada pestisida
saja.
Namun,
kenyataannya
hampir
semua
petani di Desa Perbawati
mengandalkan pestisida untuk mengurangi serangan hama dan penyakit dan penggunaannya terkadang melebihi dosis yang dianjurkan sehingga akan berbahaya baik bagi ekosistem maupun bagi manusianya sendiri. Perlu diketahui bahwa penyemprotan yang dilakukan secara terus menerus dan meningkatkan dosis pestisida justru akan menyebabkan organisme yang menjadi hama dan penyakit akan kebal terhadap pestisida. Selain itu, biaya yang akan dikeluarkan oleh petani tersebut akan lebih tinggi dan juga akan terjadi peningkatan residu pestisida di dalam tanah. Akibatnya, tingkat serangan hama dan penyakit akan semakin tinggi sehingga dapat menyebabkan penurunan produktivitas baik pada tomat maupun pada cabai merah. Dengan adanya informasi seperti itu, maka diperlukan suatu upaya untuk mengurangi serangan dan hama dan penyakit yang bersifat alami. Hal ini dapat dilakukan dengan perbaikan pola tanam seperti yang sudah dijelaskan pada point 1. Selain itu dapat dilakukan dengan cara mencabut inang yang sudah terinfeksi dan tidak membiarkan inang tersebut di lahan pertanian tetapi harus dibakar. Dapat pula dilakukan pada benih sebelum dijadikan bibit yaitu dengan merendam benih tersebut di dalam air bersuhu 500C untuk membunuh pathogen penyebab munculnya hama dan penyakit, mengatur jarak tanam perpohonnya agar antara
pohon yang satu dengan pohon yang lainnya tidak terlalu dekat sehingga semua tanaman dan buah dapat terkena sinar matahari secara merata. Kemudian, perlakuan untuk mengurangi serangan hama dan penyakit dapat pula dilakukan pada media tanamnya. Dimana lahan yang akan ditanami harus diperlakukan dengan sebaik mungkin agar hama yang menyerang tanaman lewat akar dapat dikurangi. Hal ini dapat dilakukan ketika pembukaan lahan baru, lahan yang sudah diolah, diberi kapur tanaman, pupuk kandang, dan pupuk kimia tidak langsung ditutup dengan mulsa tetapi terlebih dahulu harus didiamkan beberapa hari agar terkena sinar matahari sehingga kondisi tanah tidak terlalu lembab. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tindakan untuk mengurangi serangan hama dan penyakit yang dapat menurunkan tingkat produktivitas tomat dan cabai merah dengan cara lain selain penggunaan pestisida dapat lebih efektif untuk memutus siklus hidup organisme hama dan penyakit tersebut dan juga efisien terhadap biaya penyemprotan yang dikeluarkan oleh para petani tomat dan cabai merah dapat ditekan dibandingkan ketika petani meningkatkan frekuensi dan dosis penyemprotan. 3.
Pengelolaan lahan yang baik Pada umumnya para petani di Desa Perbawati memanfaatkan lahannya secara
intensif.
Intensitas pemanfaatan lahan yang tinggi semakin lama akan
menurunkan tingkat kesuburan lahan yang dikelola oleh para petani. Hal ini pun ditambah tingkat residu pestisida yang terus meningkat setiap musimnya. Eksploitasi lahan secara terus menerus tanpa ada perbaikan yang mendukung akan merusak kehidupan organisme di dalam tanah dan unsur hara lainnya yang bermanfaat bagi tumbuh kembang tanaman tomat dan cabai merah akibatnya akan berpengaruh pada produksi sayuran yang ditanam. Untuk mengendalikan penurunan produksi tanaman akibat berkurang unsur hara dalam tanah maka para petani perlu pengolahan lahan yang lebih baik dengan memberikannya kaptan (kapur pertanian). Hal ini dapat dilakukan dengan memeriksa kondisi asam basa tanah karena baik tomat maupun cabai merah dapat berproduksi tinggi pada lahan denga kondisi tanah yang netral. Pada kondisi lahan dengan PH netral maka dapat memperbaiki struktur tanah, mendorong aktivitas mikroorganisme dalam tanah dalam membantu proses penguraian bahan organik
tanah dan menurunkan zat yang bersifat racun tanpa menghilangkan zat-zat penting yang lain. Selain itu, penggunaan pupuk organic seperti pupuk kandang harus lebih banyak penggunaannya dibandingkan pupuk kimia karena selain dapat meningkatkan unsur hara secara alami juga agar tidak merusak kehidupan mikrorganisme lain yang bermanfaat. Mengurangi penggunaan obat kimia juga dapat berperan untuk mengurangi residu pestisida di dalam tanah dan juga lahan harus ditanamai dengan tanaman selingan yang dapat meningkatkan unsur hara tanah seperti menyelingi tanaman tomat dan cabai merah dengan tanaman kacangkacangan. 4.
Pembukuan Proses pencatatan yang baik yang dilakukan oleh para petani pada setiap
panen permusimnya dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur tingkat risiko produksi. Dengan begitu maka mereka dapat mengetahui hal apa saja yang dapat dilakukan oleh para petani untuk meningkatkan hasil produksi setiap musimnya. Selain itu, adanya pencatatan yang terstruktur dapat membantu para petani untuk melihat bulan apa saja cuaca ekstrim yang dapat menurunkan produksi sayuran mereka. Akibatnya hal ini cukup efektif untuk melakukan perencanaan produksi bagi para petani, mulai dari musim tanam hingga musim panen dilakukan. Artinya, dengan adanya data tahunan dapat diketahui perolehan hasil panen yang dilakukan pada bulan-bulan tertentu dan juga pada bulan apa saja terjadinya panen raya. Misalnya produktivitas turun atau meningkat pada bulan-bulan tertentu. Dengan begitu para petani akan tahu, ketika mereka mengalami panen pada musim yang biasanya terjadi penurunan produktivitas upaya apa yang harus dilakukan agar produksinya tidak turun seperti musim panen sebelumnya. 5.
Pengembangan dan Peningkatan kreativitas Alternatif terakhir yang bisa dilakukan oleh para petani ketika risiko tersebut
sudah terjadi yaitu kegiatan pengembangan kreativitas para ibu rumah tangga. Ketika terjadi musim panen, pada umumnyatidak semua tomat dan cabai yang dihasilkan mulus sesuai dengan permintaan pasar. Biasanya ada saja tomat ataupun cabai yang mengalami busuk buah secara keseluruhan, sebagian, atau hanya cacat akibat hama dan penyakit sehingga tidak bisa dimasukan ke dalam
peti untuk dijual. Tomat atau cabai merah yang busuk secara keseluruhan memang tidak bisa dimanfaatkan lagi, namun tomat atau cabai merah yang hanya sedikit tingkat kebusukannya ataupun hanya cacat kadang dibawa pulang oleh para pekerjanya tapi ketika musim panen yang terjadi secara terus menerus mengakibatkan tomat atau cabai merah tersebut dibuang begitu saja baik di dalam lahan pertanian mereka maupun di luar area lahan mereka seperti di jalanan. Kondisi tersebut menyebabkan terganggunya ekosistem lingkungan karena tomat atau cabai merah yang dibuang begitu saja merupakan limbah dan juga sebagai sumber bagi munculnya hama dan penyakit baik bagi tanaman tomat maupun bagi cabai merah. Berdasarkan penuturan para Ibu Rumah Tangga yang berada di Desa Perbawati bahwa desa tersebut sudah diberikan inventaris berupa peralatan lengkap untuk mengolah buah tomat ataupun cabai merah yang tidak layak jual untuk menambah pemasukan bagi rumah tangga di Desa Perbawati karena kerugian yang telah terjadi. Dalam hal ini, tomat atau cabai merah yang tidak layak jual dapat dilakukan pengolahan lebih lanjut lagi sehingga bisa dikonsumsi oleh masyarakat seperti membuat saus tomat atau saus cabai dan manisan. Selain itu, hal ini juga dapat mengurangi besarnyakerugian setelah kejadian risiko produksi tersebut terjadi.