16
5 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Sifat Fisik Tanah Sifak fisik tanah di lahan pala diamati dengan pengambilan sampel tanah dengan menggunakan ring sample pada kedalaman 0-25 cm, 25-50 cm, 50-75 cm selanjutnya pengolahan bekerjasama dengan analisis laboratorium fisika tanah dan lingkungan Universyitas Syiah Kuala (UNSYIAH) . Bulk Density (BD) Bulk density merupakan berat suatu massa tanah per satuan volume tertentu. Volume tanah adalah volume kepadatan tanah termasuk pori-pori tanah. Tanah yang lebih padat mempunyai bulk density yang lebih besar dari tanah yang sama tetapi kurang padat. Pada umumnya tanah lapisan atas pada tanah mineral mempunyai nilai bulk density yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah dibawahnya. Tabel 4. Nilai bulk density kode sampel A 0-25 B 0-25 C 0-25 A 25-50 B 25-50 C 25-50 A 50-75 B 50-75 C 50-75
kedalaman (cm) 0-25 0-25 0-25 25-50 25-50 25-50 50-75 50-75 50-75
BD (g/cm3) 1.27 1.25 1.26 1.24 1.28 1.28 1.32 1.34 1.31
Rerata (g/cm3) 1.26
1.27
1.32
Hasil analisis laboratorium, menunjukkan bahwa kedalaman 0-25 cm memiliki tingkat bulk density rerata sebesar 1.26 gr/cm3. Tanah pada kedalaman 25-50 cm memiliki nilai bulk density kedalaman 0-25 cm memiliki nilai rerata sebesar 1.27 cm. tanah pada kedalaman 50-27 cm memiliki nilai bulk density paling tinggi dengan nilai rerata sebesar 1.32 cm. Secara keseluruhan nilai bulk density di lokasi penelitian berada 1.26-1.32 g/cm3. hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Hardjowigeno (2010) Pada umumnya bulk density berkisar dari 1.1-1.6 g/cm3. Semakin rendah semakin bagus, semakin dalam semakin padat nilai bulk density. Porositas Porositas merupakan persentase volume dari total muatan yang tidak ditempati oleh benda padat karena pori-pori tanah terisi oleh air dan udara
17 (Wirosoedarmo, 2010). Porositas tanah sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah, dan tekstur tanah. Tanah-tanah dengan struktur granuler atau remah, mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan struktur massive. Tanah dengan tekstur pasir banyak mempunyai pori-pori makro sehingga sulit menahan air (Hardjowigeno 2010). Nilai rerata porositas di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rerata porositas pada tiap kedalaman kode sampel A 0-25 B 0-25 C 0-25 A 25-50 B 25-50 C 25-50 A 50-75 B 50-75 C 50-75
kedalaman (cm) 0-25 0-25 0-25 25-50 25-50 25-50 50-75 50-75 50-75
porositas (%) 49.71 54.83 45.06 48.94 52.91 49.04 45.14 51.72 48.22
rerata (%) 49.87
50.30
48.36
Hasil analisis laboratorium nilai porositas di lokasi penelitian pada kedalaman 0-25 cm nilainya berada 45.06-54.83 % dengan rerata 49.87 % , pada kedalaman 25-50 cm nilainya berada 48.94-52.91 % dengan rerata 50.30 %, pada kedalaman 50-75 cm nilainya berada 45.14-51.72 % dengan rerata 48.36 %. Permeabilitas Tanah Permeabilitas merupakan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Tanah dengan permeabilitas tinggi dapat meningkatkan laju infiltrasi sehingga menurunkan laju aliran permukaan. Nilai permeabilitas selengkapnya disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai permeabilitas di lokasi penelitian Permeabilitias kedalaman kode sampel nilai (cm) Kriteria (cm/jam) A 0-25 1.41 agak lambat 0-25 B 0-25 1.37 agak lambat 0-25 C 0-25 0.91 agak lambat 0-25 A 25-50 1.17 agak lambat 25-50 B 25-50 0.31 lambat 25-50 C 25-50 0.27 lambat 25-50 A 50-75 0.22 lambat 50-75 B 50-75 0.22 lambat 50-75 C 50-75 50-75 0.19 lambat Berdasarkan analisis laboratorium, nilai permeabilitas di lokasi penelitian pada kedalaman 0-25 cm nilainya berada 0.91-1.47 cm/jam dengan kriteria lambat,
18 pada kedalaman 25-50 cm nilainya berada 0.22-0.31 cm/jam dengan kriteria lambat dan agak lambat, pada kedalaman 50-75 cm nilainya berada 0.19-0.22 cm/jam dengan kriteria lambat. Nilai permeabilitas 0.19-1.41 cm/jam di lokasi penelitian, menurut Donahue (1958) termasuk lambat karena berada diantara 1.275.08 mm/jam. Kadar Air Tanah Kadar air tanah merupakan perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat butir tanah tersebut, dan dinyatakan dalam persen. kadar air tanah pada zona perakaran harus cukup memenuhi kebutuhan air tanaman atau berada dalam kondisi kapasitas lapangan, agar tanaman dapat tumbuh dengan optimal, sehingga produksi tanaman yang optimal. Pada penelitian ini hanya dianalisis kadar air tanah pada pf 2.54. Rerata kadar air tanah pada kedalaman 025 cm sebesar 29.88%, pada kedalaman 25-50 cm sebesar 30.02%, pada kedalaman 50-75 cm sebesar 26.54%. Tabel 7. Kadar air tanah pada pf 2.54 di kebun pala Kode sampel
Kedalaman (cm)
A 0-25 B 0-25 C 0-25 A 25-50 B 25-50 C 25-50 A 50-75 B 50-75 C 50-75
0-25 0-25 0-25 25-50 25-50 25-50 50-75 50-75 50-75
Kadar air tanah pada pf 2.54 (%) 32.14 28.17 29.33 35.22 27.80 27.04 26.71 26.22 26.70
Rerata (%) 29.88
30.02
26.54
Tektur Tanah Tekstur adalah perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu dan liat, yaitu partikel tana yang diameter efektifnya ≤ m Di dalam analisis tekstur, fraksi bahan organik tidak diperhitungkan. Bahan organik terlebih dahulu didestruksi dengan hydrogen peroksida (H2O2). Tektur tanah dapat dinilai secara kualitatif dan kuantitatif. Cara kualitatif biasa digunakan surveyor dalam menetapkan kelas tekstur tanah di lapangan (Departemen Pertanian 2007). Suripin (2002) menyatakan tektur tanah merupakan perbandingan antara fraksi-fraksi liat, lempung dan pasir. Material tanah adalah partikel mineral yang mempunyai diameter lebih kecil dari 2 mm, atau lebih kecil dari kerikil. Partikel tanah meliputi pasir, lempung atau geluh, dan liat. Tekstur tanah sangat terkait dengan berat volume tanah, pergerakan air, pergerakan zat terlarut dan udara. Kemampuan mengikat air yang paling tinggi adalah kelas tektur liat, selanjutnya debu dan pasir. Pada penelitian ini analisis tektur tanah mengunakan metode segitiga tekstur United States Department Of Agriculture (USDA).
19
kode sampel A 0-25 B 0-25 C 0-25 A 25-50 B 25-50 C 25-50 A 50-75 B 50-75 C 50-75
Tabel 8. Tekstur tanah menurut segitiga tekstur USDA tekstur tanah : filtering, pipette; menurut segitiga tekstur USDA kedalaman (cm) debu liat pasir (sand) kelas tekstur (silt) (clay) 0-25 3 87 10 Debu 0-25 21 67 12 Lempung berdebu 0-25 12 62 26 Lempung berdebu 25-50 14 63 23 Lempung berdebu 25-50 26 43 31 Lempung berliat 25-50 14 51 35 Lempung liat berdebu 50-75 5 50 45 Liat berdebu 50-75 8 37 55 Liat 50-75 12 44 44 Liat berdebu
Pada kedalaman 0-25 cm rerata kelas tektur adalah lempung berdebu, pada kedalaman 25-50 cm bervariasi dengan kelas tektur lempung berdebu, lempung berliat dan lempung liat berdebu. Sedangkan pada kedalaman 50-75 cm rerata kelas tektur berada pada liat berdebu. Infiltrasi Triatmodjo (2010) menyatakan infiltrasi adalah aliran air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Di dalam tanah air mengalir dalam arah lateral, sebagai aliran antara (interflow) menuju mata air, danau dan sungai. Pada perhitungan pertama kapasistas infiltrasi mencapai kontan pada 0.0014 cm/jam atau 0.0136 mm/jam. Pada pengukuran kedua Kapasistas infiltrasi mencapai kontan pada 0.07 cm/jam atau 0.74 mm/jam Kapasistas infiltrasi pada pengukuran ketiga infiltrasi mencapai kontan pada 0.502 cm/jam atau 5.9017 mm/jam. Rerata kapasitas laju infiltrasi yang terjadi di kebun pala bernilai 2.21 mm/jam. Menurut klasifikasi infilrasi Donahue (1958) kapasitas infiltasi 2.21 mm/jam termasuk sangat lambat karena berada dibawah 0.1 inch/jam (2.54 mm/jam). Data pengukuran infiltrasi terlampir pada lampiran 3.
Pengamatan Data Tanaman Karakteristik Pala pada Kebun Penelitian Pertanian pala di Kabupaten Aceh Selatan kebanyakan adalah lahan milik masyarakat. Pengambilan lokasi penelitian dilaksanakan pada kebun pala di Kecamatan Tapak Tuan. Umur tanaman pala di lokasi penelitian berkisar antara 69 tahun. Dengan jarak tanaman 4-8 meter. Perbedaan jarak dan umur tanaman disebabkan sebagian pala di Kabupaten Aceh Selatan banyak mati karena jamur akar putih dan hitam serta hama penggerek batang. Berikut pengukuran beberapa tamanan di dekat rorak yang diukur pada 23-24 Maret 2014 pada pukul 16.0018.00 wib. Karakteristik tanaman pala di kebun penelitian disajikan pada Tabel 9.
20 Tabel 9. Karakteristik tanaman pala di kebun penelitian Panjang tajuk (searah kontur) (cm) 420 840 366 522 380 622 552 426 607 288 460 472 546 484
Lebar tajuk (searah lereng) (cm) 397 570 305 514 370 480 624 468 410 266 585 442 545 523
Lingkaran batang ( ketinggian 100 cm) (cm) 29 4.4 21.6 42.5 27.9 41.5 43.8 35.9 37.3 25 41.1 36.2 35.4 37.7
Jarak terdekat (cm) 517 4.46 399 510 740 471 577 586 445 407 720 720 667 654
Pengamatan Akar Tanaman Pengamatan akar tanaman dilaksanakan pada 22-27 April 2014 dengan mengamati 3 tanaman pala yang sedang tidak berbuah. Pemilihan tanaman yang sedang tidak berbuah dilakukan agar menghindari kegagalan panen akibat proses penggalian akar. Proses menentukan kedalaman dilaksanakan dengan menggunakan 2 penggaris, 1 penggaris sebagai pembatas jarak akar paling atas sebelum tanah, 1 lagi untuk dimasukkan kedalam zona perakaran yang sudah digali. Keliling tanaman pala 1 yang diamati mempunyai keliling lingkaran batang adalah 45.5 cm, tanaman pala 2 mempunyai keliling lingkaran batang 43.9 cm, tanaman 3 mempunyai keliling lingkaran batang 40.4 cm dengan umur tanaman 8 tahun. Pegamatan akar tanaman paling banyak berkonsentrasi pada kedalaman 2030 cm. Tabel 10. Perakaran tanaman pala Kedalaman zona perakaran (cm) 0-10 0-20 20-30 30-40
Jumlah akar Sekunder 8-10 14-15 21-26 15
Jumlah akar Primer 1 1 1 1
Pada proses penggalian kedalaman 30-40 cm akar tanaman sudah mulai sedikit, terutama akar serabut pada akar sekunder. Proses penggalian di kedalaman 30-40 cm hanya 1 tanaman pala yang berhasil dihitung secara keseluruhan akarnya berjumlah 15. Pada 2 tanaman lain hanya diamati bahwa
21 akar pada zona tersebut sudah berkurang terutama akar serabut yang berada pada akar sekunder. Hal ini tidak dilakukan penggalian secara menyeluruh supaya tidak merusak zona akar 20-30 cm yang banyak akar serabut pada akar sekunder serta menghindari kerusakan akar zona 30-40 cm.
Gambar 9. Kondisi akar tanaman pada kedalaman 0-30 cm
10/06/14
21/05/14
01/05/14
11/04/14
18.0 16.0 14.0 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0
22/03/14
rerata panen (Kg/pohon)
Hasil Panen Pala Panen pala di lokasi penelitian terus meningkat, semenjak dibangun rorak pada tanggal 24 Februari 2014. Pemanenan pala pada 3 April 7.1 kg/pohon, 16 April 7.2 kg, 29 Mei 10.8 kg/pohon dan pada tanggal 11 Juni 16 kg/pohon. Hasil perlakuan pembangunan rorak dan saluran peresapan dapat mempengaruhi pertumbuhan panen pala sebesar 7.2-16 kg (Gambar 10). Selama penelitian berlangsung intensitas hujan meningkat pada bulan Maret dan April 2014 sebesar 213.6 mm dan 691 mm.
Tanggal
Gambar 10. Grafik hasil panen pala Pengamatan hasil panen 20 Juli 2014, dilakukan pengamatan antara tanaman pala yang disertai rorak dan saluran peresapan dan tanaman pala yang tanpa rorak dan saluran peresapan. Rata-rata panen pala sebesar 15.83 kg/pohon untuk tanaman pala yang memiliki rorak dan saluran peresapan. Sedangkan pada tanaman tanpa rorak diamati rata-rata panen 12.6 kg/pohon. Peningkatan hasil pemanenan sesuai dengan penelitian Surdianto (2012) melakukan perlakuan sistem pemanenan hujan menggunakan saluran peresapan dan rorak di kebun belimbing manis Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan Kota Depok menyatakan bahwa cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman belimbing
22 manis untuk tumbuh dan berproduksi sepanjang tahun. Wu et al. (2009) menyatakan pemanenan air memiliki kontribusi yang cukup untuk ketersediaan air dalam meningkatkan hasil produksi tebu, tembakau, dan murbei di lembah kering barat daya China. Spesifik panen ukuran buah pala di lokasi penelitian dengan cara mengambil 10 sampel buah pala secara acak ketika panen. Data spesifik hasil panen pala disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Spesifik ukuran buah pala Berat keliling tengah Tinggi buah Lebar buah (gram) (cm) (cm) (cm) 50.5 14.3 5.4 4.6 60.0 14.3 5.3 4.6 60.0 14.3 5.4 4.7 50.0 14.1 5.2 4.5 55.0 14.0 5.2 4.7 60.0 14.5 5.6 4.7 60.0 14.5 5.7 4.7 45.0 13.0 5.2 4.4 55.0 13.9 5.3 4.5 50.0 13.6 5.4 4.5 Berat pemanenan rerata pemanenan di lokasi penelitian pala berkisar 7 kg tiap pohon. Pemanenan secara besar dilakukan 3 kali setahun, namun pada bulanbulan tertentu tetap dilakukan pemanenan kecil tiap bulan karena ketidak seragaman jadwal pemanenan.
Analisis Frekuensi Analisis frekuensi dari curah hujan rencana untuk penelitian ini menggunakan data curah hujan 2004-2013 di Kecamatan Tapak Tuan Kabupaten Aceh Selatan. Hasil analisis frekuensi diharapkan akan menghasilkan periode ulang yang terbaik untuk desain rorak dan saluran peresapan di lahan pala. analisis frekuensi disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Analisis frekuensi curah hujan rencana Periode Ulang Tr2
Analisis Frekuensi Curah Hujan Rencana (mm/hr) Log Normal Log Normal Gumbel Pearson III Pearson III 41.32 40.60 40.21 40.71 40.41
Tr5
48.24
47.93
50.04
48.03
47.90
Tr10
51.86
52.28
56.54
52.20
52.45
Tr25
54.83
56.13
64.76
56.96
57.93
23 Pemilihan periode ulang 5 tahun (Tr5) menggunakan pendekatan untuk desain drainase pertanian. Distribusi yang akan digunakan adalah distribusi Gumbel karena paling rendah deviasi 1.77 dan rerata persen error sebesar 3.50. Periode ulang 5 tahun lebih sesuai untuk pendekatan desain drainase pertanian dengan nilai 50.04 mm/hari. Intensitas hujan dihitung menggunakan rumus mononobe sehingga menghasilkan nilai intesintas hujan 17.35 mm/jam. Pengamatan Iklim selama di lokasi Penelitian Pengamatan curah hujan menggunakan pengukur curah hujan manual dengan dimensi luas penampung curah hujan 100 cm2. Setelah terkumpul selanjutnya diukur dengan dua gelas ukur. Pengukuran gelas ukur yang pertama langsung menghasilkan tinggi untuk luas penampung curah hujan 100 cm2. pengukuran gelas ukur yang kedua hasil ukurnya dalam volume dalam satuan mililiter. Setelah diperoleh volume dari tapungan maka akan dibagi dengan luas penampung yang selanjutnya akan diperoleh tinggi curah hujan pada hari tersebut. Hasil pengukuran kedua gelas ukur sama setelah dikonversi.
200 150 100
01/05/14
27/04/14
21/04/14
17/04/14
14/04/14
10/04/14
05/04/14
02/04/14
28/03/14
22/03/14
20/03/14
0
04/03/14
50
27/02/14
Curah Hujan (mm/hari)
250
Tanggal
Gambar 11. Grafik curah hujan harian 27 Februari – 01 Mei 2014 Kebutuhan air tanaman pada bulan Maret – April 2014 tercukupi oleh curah hujan karena termasuk bulan basah dengan adanya 10 hari hujan pada bulan Maret sebesar 213.6 mm. Hujan harian yang terjadi pada bulan April adalah 11 hari hujan sebesar 691 mm. Menurut klasifikasi Oldeman pada bulan Maret dan April 2014 termasuk bulan basah. Evapotranspirasi Lahan Pala Evapotranspirasi (ETc) harian lahan pala dihitung menggunakan metode Blaney-Criddle berdasarkan data temperatur dan kelembaban harian yang dicatat dilokasi penelitian. Untuk data pelengkap penyinaran matahari dan kecepatan angin diambil dari data stasiun meterologi terdekat pada bulan Maret sampai Mei selama 10 tahun terakhir. Nilai faktor tanaman (kc) diambil dari pendekatan
24 tanaman perkebunan dan kopi yang bernilai 0.95-1.10 (Triatmodjo 2010). Merrit (2002) menyatakan nilai faktor tanaman untuk tanaman buah tropika bernilai 0.98. Perhitungan nilai evapotranspirasi maksimum pada bulan Maret sebesar 8.57 mm/hari, nilai evapotrasnpirasi minimum sebesar 7.82 mm/hari dan nilai rerata evapotranspirasi sebesar 8.25 mm/hari. Curah Hujan, Evapotranspirasi (mm/hari)
70 60 50 40
Ch (mm/hari) 30
Etc (mm/hari)
20 10 0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31
Tanggal
Gambar 12. Distribusi Ch dan ETc harian bulan Maret Nilai evapotranspirasi harian maksimum pada bulan April sebesar 8.82 mm/hari, nilai evapotranspirasi harian minimum pada lokasi penelitian sebesar 7.87 mm/hari serta nilai rerata sebesar 8.35 mm/hari. Distribusi curah hujan dan evapotranspirasi harian pada bulan April disajikan pada Gambar 13.
Curah hujan, Evapotranspirasi (mm/hari)
250 200 150 Ch (mm/hari)
100
Etc (mm/hari) 50 0
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 Tanggal
Gambar 13. Grafik distribusi Ch dan ETc harian bulan April Hubungan Evapotranspirasi dengan Kelembaban dan Suhu Pencatatan suhu dan kelembaban pada bulan Maret dilakukan dari tanggal 4 -31 Maret 2014. Nilai evapotranspirasi tertinggi terjadi pada tanggal 29 Maret 2014 sebesar 8.57 mm/hari yang juga merupakan rerata suhu tertinggi 30.6 oC dengan nilai kelembaban 40.7%. Nilai evapotranspirasi terendah terjadi pada tanggal 18 Maret 2014 sebesar 7.82 mm/hari yang juga merupakan rerata suhu terendah 25.2oC dengan nilai kelembaban 49%. Grafik hubungan
25
8.8
0
8.6
10
8.4
20
8.2 30
8 40
7.8
50
7.6 7.4
60 1
3
5
7
9
rerarta kelembaban (%), rerata suhu (°C)
Evapotranspirasi (mm/hari)
evapotranspirasi, kelembaban dan suhu pada bulan Maret 2014 disajikan pada Gambar 14.
11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31
Tanggal
rerata suhu harian ( °C)
rerata kelembaban (%)
Etc (mm/hari)
Gambar 14. Grafik ETc, kelembaban dan suhu bulan Maret
Evapotranspirasi (mm/hari)
9
0
8.8
10
8.6
20 30
8.4
40
8.2
50
8
60
7.8
70
7.6
80
7.4
90
7.2
rerata kelembaban (%), rerata suhu (°C)
Pencatatan suhu dan kelembaban pada bulan April. Nilai evapotranspirasi tertinggi terjadi pada tanggal 20 April 2014 sebesar 8.82 mm/hari yang juga merupakan rerata suhu tertinggi 32.4 oC dengan nilai rerata kelembaban 57 %. Nilai evapotranspirasi terendah terjadi pada tanggal 27 April 2014 sebesar 7.87 mm/hari yang juga merupakan rerata suhu terendah 25.6oC dengan nilai kelembaban tertinggi 87.7 %. Grafik hubungan evapotranspirasi, kelembaban dan suhu pada bulan Maret 2014 disajikan pada Gambar 15.
100 1
3
5
7
9
11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 Tanggal
rerata suhu harian (°C)
rerata kelembaban (%)
Etc (mm/hari)
Gambar 15. Grafik evapotranspirasi, rerata kelembaban dan suhu bulan April
26 Zero Runoff System (ZROS) Sistem Pemanenan Hujan Pemilihan dimensi rorak rekomendasi selain harus mampu menampung debit aliran permukaan dan menyesuaikan dengan zona perakaran tanaman pala. Dimensi rorak juga mempertimbangkan efektifitas kemampuan petani pala dalam menerapkan secara mandiri di kebun pala. Penentuan unit analisis supaya memudahkan dalam pengelolaan dan penentuan jumlah rorak yang harus diaplikasikan pada tiap unit analisis. Analisis Zero Runoff System pada tiap unit analisis A sampai F. Perbedaan kondisi kontur dan jarak tempuh aliran air pada tiap unit analisis menyebabkan jumlah rorak yang harus diaplikasikan di tiap unit tidak sama. Jumlah rorak dan saluran peresapan harus mampu menampung aliran permukaan baik berdasarkan curah hujan rencana maupun curah hujan tertinggi selama penelitian. Unit analisis Zero Runoff System untuk sistem pemanenan hujan rekomendasi berdasarkan nilai curah hujan rencana menggunakan distribusi gumbel selama tahun 2004-2013 dengan periode ulang 5 tahun sebesar 50.04 mm/hari. Nilai perkiraan debit aliran permukaan tertinggi terdapat pada unit analisis F dengan luas 142.7 m2 dengan nilai debit 0.00048 m3/detik. Jumlah rorak rekomendasi tiap unit analisis ZROS selengkapnya disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Zero Runoff System pada tiap unit analisis
Unit Analisis A B C D E F G H I
Luas (m2) 293.3 273.8 101.0 142.2 100.5 142.7 100.0 119.0 133.7
Ro (m /detik) 3
0.00031 0.00033 0.00043 0.00034 0.00039 0.00048 0.00032 0.00033 0.00033
Jumlah Rorak P x l x t (m) 2.5 x 0.4 x0.5
1 x 0.4 x 0.3
1 1
2 2 4 4 4 4 4 4 4
Jumlah s. peresapan P x l x t (m) 1 x 0.2 x 0.1
Debit tampung (m3)
6 6 8 8 8 8 8 8 8
1.10 1.1 0.96 0.96 0.96 0.96 0.96 0.96 0.96
Unit analisis ZROS pada sistem pemanenan hujan rekomendasi berdasarkan curah hujan tertinggi selama penelitian yang terjadi pada tanggal 27 April 2014 sebesar 211.9 mm/hari. Nilai perkiraan debit aliran permukaan tertinggi terdapat pada unit analisis dengan luas 142.7 m2 dengan nilai debit 0.0023 m3/detik. Jumlah rorak rekomendasi tiap unit analisis untuk ZROS selengkapnya disajikan pada Tabel 14.
27 Tabel 14. Zero Runoff System (ZROS) pada 27 April 2014
Unit Analisis A B C D E F G H I
Luas (m2) 293.3 273.8 101.0 142.2 100.5 142.7 100.0 119.0 133.7
Ro (m3/detik) 0.0019 0.0019 0.0020 0.0017 0.0018 0.0023 0.0015 0.0016 0.0017
2.5 x 0.4 x0.5
1 x 0.4 x 0.3
Jumlah s. peresapan P x l x t (m) 1 x 0.2 x 0.1
1 1
9 9 8 7 7 8 7 7 7
20 20 16 14 14 16 14 14 14
Jumlah Rorak P x l x t (m)
Debit tampung (m3) 5.58 5.58 4.16 3.64 3.64 4.16 3.64 3.64 3.64
6 5 4 3 2 1 0 08:01:54 13:01:54 18:01:54 23:01:54 03:01:54 08:01:54 13:01:54 18:01:54 23:01:54 03:01:54 08:01:54 13:01:54 18:01:54 23:01:54 03:01:54 08:01:54 13:01:54 18:01:54 23:01:54 03:01:54 08:01:54 13:00:40 18:00:40 23:00:40 03:00:40 08:00:40 13:00:40 18:00:40 23:00:40 03:00:40 08:00:40
Tinggi muka air tanah (m)
Tinggi Muka Air Tanah Perubahan tinggi muka air tanah diukur di sumur yang berada di bawah lokasi penelitian dekat sungai pada tanggal 22-28 April 2014. Pengukuran ini bertujuan untuk mengamati perubahan tinggi muka air tanah saat terjadi hujan. Pengamatan tidak dilakukan dalam waktu lama karena pengaruh keamanan di lapangan. Grafik debit muka air tanah dan curah hujan disajikan pada Gambar 16.
22-04-14
23-04-14
24-04-14
25-04-14
26-04-14
27-04-14
Tanggal
280414
Gambar 16. Grafik tinggi muka air tanah dan curah hujan Hasil pengukuran tinggi muka air tanah di lahan pada tanggal 22 April 2014 dengan curah hujan 63.8 mm/hari tinggi debit tertinggi mencapai 2.03 m dengan debit terendah sebesar 1.7 m. Pada tanggal 27 April 2014 dengan curah hujan 211.9 mm/hari tinggi maksimum muka air tanah mencapai 4.79 m dengan tinggi terendah sebesar 2.34 m.
28
200
-0.5
250
Curah hujan (mm/hari)
0.0 24/04/14
150
17/04/14
0.5
10/04/14
100
03/04/14
1.0
27/03/14
50
20/03/14
1.5
13/03/14
0
06/03/14
2.0
27/02/14
Debit, Q (liter/detik)
Analisis Debit Rorak Debit aliran permukaan berasal dari air hujan yang tidak terinfiltrasi yang mengalir di atas permukaan tanah dan berpotensi mengangkut bagian-bagian tanah yang terlepas karena pukulan curah hujan. Sebagian debit aliran permukaan akan tertampung di rorak. Pada unit analisis B dicatat ketinggian air yang tertampung di rorak menggunakan AWLR. Besarnya debit di rorak debit teoritis dihitung menggunakan metode rasional. Pengukuran di lapangan pada rorak 2 dengan dimensi panjang 250 cm, lebar 40 cm dan dalam 50 cm. Debit teoritis tertinggi pada tanggal 27 April dengan nilai 1.68 liter/detik sedangkan debit perhitungan pada rorak dengan nilai debit tertinggi 1.63 liter/detik dengan rerata debit perhitungan sebesar 1.50 liter/detik data selengkapnya disajikan pada Gambar 17. curah hujan (mm/hari) Q pengukuran maksimum (liter/detik) Q pengukuran rata-rata (liter/detik) Q teoritis (liter/detik)
Tanggal
Gambar 17. Grafik hubungan curah hujan dan debit rorak Sedimen Tertampung dalam Rorak Pemanfaatan rorak, saluran peresapan dan mulsa pada lahan pala berlereng untuk memperkecil debit dan kecepatan laju aliran permukaan. Selain itu memperkecil terjadi erosi dan sedimen yang keluar dari lokasi penelitian menuju badan air berupa sungai, irigasi sehingga mampu mempertahankan kesuburan lahan karena mampu mempertahankan top soil pada lokasi penelitian. Pengamatan sedimen pada rorak adalah serasah dan humus yang tertampung setelah hujan berlangsung. Pengamatan sedimen yang terjebak di rorak menggunakan mistar. Rorak 1 dengan dimensi 250 cm, 100 cm dan 40 cm yang dilengkapi saluran peresapan yang tidak memanfaatkan mulsa. Serasah tanaman lebih banyak menampung sedimen yang terbawa aliran permukaan baik humus dan serasah tanaman yang kebanyakan berupa daun pala. Rorak 2 dengan dimensi 250 cm, 100 cm dan 40 cm yang dilengkapi saluran peresapan yang memanfaatkan mulsa dari serasah tanaman dari rumput dan sisa tanaman sedikit tertampung sedimen karena adanya mulsa sehingga mengurangi erosi karena pukulan air hujan dan pengangkutan oleh aliran permukaan. Sedimen yang tertampung di rorak adalah humus tanah atau top soil dan serasah tanaman sehingga akan menjadi pupuk alami bagi tanaman. Selain itu pemilik lahan juga memanfaatkan sedimen yang tertampung di rorak sebagai
29 media tanaman pembenihan bibit pala. Meskipun sedimen bermanfaat dalam penelitian ini juga diminimalisir terjadi sedimen di rorak dengan memanfaatkan mulsa. Hasil pengamatan sedimen yang tertampung di rorak 1 dan 2 disajikan pada Gambar 18. 90
0
curah hujan (mm)
50
70
60 100
50
40
150
30 20
200
10 01/05/14
27/04/14
21/04/14
17/04/14
14/04/14
10/04/14
05/04/14
02/04/14
28/03/14
22/03/14
20/03/14
04/03/14
250 27/02/14
0
Curah Hujan (mm/hari)
tinggi sedimen (mm/hari)
80
sedimen rorak 1 (mm)
serasah di rorak 1 (mm)
sedimen di rorak 2 mulsa (mm) serasah rorak 2 mulsa (mm)
Tanggal
Gambar 18. Grafik curah hujan dan sedimen pada rorak 1 dan rorak 2 Hasil pengamatan sedimen dan serasah pada rorak 1 dan rorak 2 selama 27 Februari - 3 Mei 2014 terjadi peningkatan yang sangat tinggi pada hujan 27 April 2014 dengan nilai sedimen pada rorak 1 setinggi 65 mm/hari dengan serasah 77.5 mm/hari. Peningkatan tinggi sedimen juga terjadi pada rorak 2 sebesar 35 mm/hari dengan tinggi serasah 45.6 mm/hari. Pada hujan 28 April – 3 Maret 2014 tidak terjadi peningkatan baik sedimen maupun serasah karena curah hujan berkisar 1-4.5 mm//hari. Penurunan ketinggian serasah menjadi 45.5 mm/hari pada rorak 2. Penerapan dimensi rorak rekomendasi pada kedalaman 30 cm, lebar 40 cm dan panjang 100 cm juga terbilang efektif baik dalam menampung aliran permukaan maupun sedimen. Sedimen yang tertampung juga bervariasi sangat tergantung pada posisi rorak. Pengamatan pada tiga rorak 4, 11, 12 menunjukkan bahwa peningkatan sedimen tertinggi hari terjadi pada tanggal 27 April 2014 di rorak 4 mencapai 7.7 mm/hari, rorak 11 mencapai 18.7 mm/hari dan rorak 12 mencapai 9 mm/ yang juga merupakan curah hujan tertinggi di lokasi penelitian sebesar 211.9 mm/hari. Grafik tinggi sedimen pada rorak 4, 11 dan 12 dan curah hujan disajikan pada Gambar 19.
50 100 150 200
Curah Hujan (mm/hari)
0
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 02/05/14
30/04/14
28/04/14
26/04/14
24/04/14
250 22/04/14
Tinggi Sedimen (mm/hari)
30
Curah Hujan (mm) Tinggi Sedimen di Rorak 11 Tinggi Sedimen di Rorak 4 Tinggi Sedimen di Rorak 12
Tanggal
Gambar 19. Grafik curah hujan dan tinggi sedimen Hasil pengukuran sedimen terakhir pada tanggal 3 Mei 2014 pada rorak 11, rerata tinggi sedimen setinggi 18.7 mm/hari. Pada rorak 12, rerata tinggi sedimen setinggi 9.2 mm/hari. Pada rorak 4, rerata tinggi sedimen akhir setinggi 7.8 mm/hari. Perbedaan tinggi sedimen karena pengaruh posisi rorak di lahan yang berbeda baik lerengnya dan tutupan lahan yang tidak seragam.
PEMBAHASAN Analisis Aliran Permukaan Arsyad (2010) menyatakan bahwa air hujan yang jatuh ke tanah terbuka akan menyebabkan tanah terdispersi dan jika intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah maka air akan mengalir diatas permukaan. Hasil pengamatan di lapangan setelah mempertimbangkan kontur penelitian dengan luas secara keseluruhan 1.3 ha dan pengamatan pada saat hujan di lapangan maka dirumuskan 9 unit analisis daerah peresapan yang selanjutnya sebagai dasar pertimbangan dalam analisis aliran permukaan. Keadaan kontur penelitian disajikan pada (Gambar 20). Aliran permukaan merupakan bagian dari curah hujan yang terjadi di lahan. Pendugaan nilai debit dengan nilai tertinggi dihitung dengan persamaan metode rasional. Koefisien aliran c diambil melalui pendekatan metode rasional Hassing dengan tektur tanah termasuk lempung dan lanau (debu) dengan kemiringan daerah penggunungan melebihi >20%, daerah peresapan berupa lahan pertanian yang bernilai 0.53 dan sebagian daerah peresapan berupa lahan pertanian yang ditumbuhi padang rumput dengan nilai 0.57.
31
Gambar 20. Peta kontur lokasi penelitian Pengamatan dilapangan saat hujan dan kontur lahan pala dirumuskan sembilan unit analisis yaitu, unit analisis A sampai I. Nilai debit tertinggi terdapat pada unit analisis F dengan luas 142.7 m2 dengan nilai debit 0.00057 m3/detik dengan nilai koefisien drainase 39.70. Nilai Unit analisis selengkapnya disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Unit analisis untuk aliran permukaan hujan rencana Unit Analisis A B C D E F G H I
Luas (m2) 293.3 273.8 101.0 142.2 100.5 142.7 100.0 119.0 133.7
I (mm/jam) 11.44 12.36 30.57 18.87 28.10 25.07 23.97 21.39 19.66
kelerengan (%) 25-33 31 29-30 30 30 30 25-28 28-33 30
C 0.53 0.53 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57
Q teoritis (m3/dtk) 0.00049 0.00050 0.00049 0.00042 0.00045 0.00057 0.00038 0.00040 0.00042
Pengamatan di lapangan terjadi meluap aliran permukaan pada desain debit rencana pada tanggal 27 April 2014 (lampiran 11). Maka dilakukan unit analisis berdasarkan curah hujan tertinggi pada tanggal 27 April 2014 sebesar 211.9 mm/hari. Nilai debit tertinggi terdapat pada unit analisis F dengan luas sebesar 142.7 m2 dengan nilai debit 0.00240 m3/detik. Nilai perkiraan unit analisis debit pada tanggal 27 April 2014 disajikan pada Tabel 16 .
32 Tabel 16. Unit analisis aliran permukaan tanggal 27 April 2014 Unit Analisis A B C D E F G H I
Luas (m2) 293.3 273.8 101.0 142.2 100.5 142.7 100.0 119.0 133.7
I (mm/jam) 48.46 52.33 129.47 79.92 118.99 106.17 101.49 90.58 83.25
kelerengan (%) 25-33 31 29-30 30 30 30 25-28 28-33 30
C 0.53 0.53 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57 0.57
Q teoritis (m3/dtk) 0.00209 0.00211 0.00207 0.00180 0.00189 0.00240 0.00161 0.00171 0.00176
Perbedaan nilai debit aliran permukaan pada Tabel 15. dan Tabel 16. berdasarkan data pengukuran topografi di lapangan areal kebun penelitian yang berada pada kemiringan tidak sama yaitu berada 25-33% dan luasan unit analisis yang berbeda. Akbar (2013) menyatakan perbedaan dalam bentuk wilayah suatu daerah akan menyebabkan perbedaan dalam gerak air tanah bebas dan jenis-jenis vegetasi yang tumbuh di permukaan tersebut. Setiap unit analisis memiliki nilai intensitas hujan, debit yang berbeda sesuai bentuk dan topograpi daerah yang diamati. Analisis aliran permukaan di lahan menurut pendekatan Chow (1959) termasuk aliran berubah lambat laun (gradually varied) karena kedalaman aliran berubah di sepanjang saluran rorak. Hasil penelitian Wirasembada (2014) Debit runoff (aliran permukaan) yang terjadi di hulu das Cidanau dengan luasan lahan 8472 m2 sebesar 0.00063 m3/dtk. Untuk menekan runoff (aliran permukaan) tersebut, diperlukan 2 rorak utama berdimensi 100 x 100 x 40 cm dan 10 rorak pendukung berdimensi 60 x 60 x 40 cm sehingga total volume rorak yang mampu ditampung sebesar 2.44 m3. Arsyad (2010) menyatakan pada suatu DAS kecil, puncak laju aliran permukaan mengikuti puncak laju hujan dengan selisih beberapa menit. Akibat laju tertinggi yang menimbulkan kerusakan, penting untuk mengetahui laju aliran permukaan. Desain Saluran air, teras, dan bangunan konservasi tanah direncanakan berdasarkan puncak laju aliran permukaan.
Analisis Koefisien Drainase Analisis koefisien drainase sangat perlu dilakukan untuk melengkapi analisis aliran permukaan sebelum dilakukan desain pada lahan pala. Pendekatan analisis koefisien drainase pada penelitian ini menggunakan data dari analisis aliran permukaan. Nilai perkiraan unit analisis koefisien drainase pada tanggal 27 April 2014 disajikan pada Tabel 17.
33 Tabel 17. Analisis koefisien drainase Unit Analisis A B C D E F G H I
Luas (m2) 293.3 273.8 101.0 142.2 100.5 142.7 100.0 119.0 133.7
I (mm/jam) 48.46 52.33 129.47 79.92 118.99 106.17 101.49 90.58 83.25
Q teoritis (m3/dtk) 0.00209 0.00211 0.00207 0.00180 0.00189 0.00240 0.00161 0.00171 0.00176
koefisiendrainase (liter/ha.det) 71.35 77.04 205.00 126.55 188.41 168.10 160.69 143.42 131.82
Nilai koefisien drainase yang dihasilkan merupakan nilai koefisien drainase yang terjadi pada setiap unit analisis dan luas penggunaan lahan pala. Hasil analisis menunjukkan bahwa setiap perbedaan besarnya curah hujan dan jenis penggunaan lahan di setiap lokasi memberikan besarnya nilai koefisien drainase yang berbeda. Nilai koefisien drainase pada tanggal 27 April 2014 menjadi nilai koefisien maksimum tertinggi terjadi pada unit analisi C hasil pengukuran sebesar 205 liter/ha.detik. Nilai koefisien drainase terendah terjadi pada unit analisis A sebesar 71.35 liter/ha.detik. Menurut Feyen (1983) bahwa koefisien drainase merupakan akumulasi dari jumlah debit aliran permukaan pada badan air dari setiap aliran drainase lapang sehingga setiap debit aliran yang dihasilkan dari setiap kejadian hujan akan berbanding lurus dengan besarnya nilai koefisien drainase. Pemilihan nilai koefisien tertinggi akan menyebabkan hasil desain. Wijaya (2014) menyatakan Koefisien drainase perumahan ditentukan berdasarkan debit limpasan (aliran permukaan), klasifikasi luas dan jenis penggunaan lahan, topografi serta jumlah curah hujan. Nilai koefisien drainase di perumahan Bogor Nirwana Residance berkisar 0.088-0.110 m3/det.ha dari debit limpasan 0.43-0.54 m3/det pada kawasan perumahan dengan luas lahan berkisar 4.80-4.93 ha, topografi 2.2-4.1 %, RTH 1737 % dan KDB 33.0-67.3 %, serta jumlah curah hujan rencana 144.61 mm. Feyen (1983) menyatakan Curah hujan yang berlebihan dari koefisien konsumtif tanaman (Kc) dan fase kritis tanaman terkait kebutuhan air (ky) akan menjadi debit yang harus ditampung dari desain sistem pemanenan hujan yang tepat untuk dimensi saluran peresapan dan rorak. Desain Rorak dan Saluran Peresapan Desain awal posisi rorak menyesuaikan dengan posisi kontur lokasi penelitian. Setelah diamati beberapa kali hujan di lokasi penelitian selanjutnya diselaraskan dengan posisi kontur penelitian diperoleh 9 unit analisis untuk lokasi rorak dengan kondisi saluran peresapan disesuaikan dengan kondisi lahan penelitian. Rorak pada unit analisis A dan B pada awal menyesuaikan dengan saluran yang sudah ada yaitu berupa rorak 1 dan rorak 2 tujuannya mengamati debit aliran permukaan ketika hujan dan mengukur sedimen yang terjadi di lahan sebelum dihasilkan desain dimensi yang optimal di lokasi penelitian.
34 Rorak 1 Tanpa Mulsa Rorak 1 adalah rorak yang terdapat pada unit analisis A tanpa mengunakan mulsa dengan dimensi rorak panjang 250 cm, lebar 40 cm dan dalam 50 cm. penutupan lahan yang diapit oleh sekelilingya tanaman pala namun untuk kondisi di depan rorak tanah dengan sedikit rumput serta runtuhan daunan. Hasil pengamatan sedimentasi di lokasi penelitian pada rorak 1 disajikan pada Gambar 21.
Gambar 21. Tata letak penggaris pada rorak 1 Pembuatan Saluran peresapan pada rorak 1 untuk mengumpulkan aliran permukaan menuju rorak. Saluran resapan dibuat dengan dimensi lebar 20 cm dan dalam 15 cm dan panjang saluran 11.29 m. Rorak 2 Menggunakan Mulsa Rorak 2 adalah rorak yang terdapat pada unit analisis B dengan mengunakan mulsa dengan penutupan lahan ditebarkan rumput/serasah yang berasal dari lokasi penelitian. Dimensi rorak 2 adalah 250 cm, lebar 40 cm dan dalam 50 cm yang juga dibuat saluran peresapan untuk mendukung pengumpulan debit menuju rorak. Pada rorak 2 diamati 2 hal berupa debit di dalam rorak menggunakan Automatic Water Level Recorder dan pengamatan tinggi sedimen mengguna mistar penggaris. Pembuatan saluran peresapan pada rorak 2 dengan dimensi lebar 20 cm dan dalam 15 cm.
35
Gambar 22. Foto rorak 2 yang disertai mulsa penyaring Dimensi rorak yang direkomendasi pada lahan pala adalah pada dalam 30 cm, lebar 40 cm dan panjang 100 cm. kedalaman 30 cm dinilai lebih efektif menyesuaikan dengan zona perakaran yang paling banyak berada pada 20-30 cm. Setiap rorak disertai saluran peresapan dari sisi kiri dan kanan dengan panjang 100 cm, dalam 10 cm dan lebar 20 cm.
Gambar 23. Tata letak dan dimensi rorak dan saluran peresapan Penerapan dimensi rorak rekomendasi pada kedalaman 30 cm, lebar 40 cm dan panjang 100 cm juga terbilang efektif baik dalam menampung aliran permukaan maupun sedimen. Sedimen yang tertampung juga bervariasi sangat tergantung pada posisi rorak sesuai yang sudah dijabarkan pada Gambar 19.