5 HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini dimulai dengan penyampaian hasil penelitian, yaitu deskripsi karakteristik responden pemuda dilanjutkan dengan bentuk-bentuk peran pemuda dalam pembangunan kelautan dan perikanan. Bagian berikutnya adalah pembahasan faktor- faktor yang mempengaruhi peran pemuda yang terdiri dari hasil empiris (kuantitatif) bentuk-bentuk peran pemuda, determinan peran pemuda, faktor- faktor penentu peran pemuda, dekomposisi faktor-faktor penentu peran pemuda, dan korelasi antar faktor penentu peran pemuda. Bagian akhir dari bab ini merupakan implikasi kebijakan untuk meningkatkan peran pemuda dalam pembangunan kelautan dan perikanan.
5.1 Karakteristik Responden Pemuda Usia responden rata-rata 28 tahun dengan kisaran umur 18 – 35 tahun sesuai dengan persyaratan umur pemuda. Sebagian besar responden berjenis kelamin laki- laki (373 orang atau 96%), selebihnya (17 orang) berjenis kelamin perempuan. Jarang sekali pemuda perempuan yang terlibat dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Keterlibatan pemuda perempuan hanya dalam bidang yang relatif terbatas, misalnya pelayan toko yang menjual sarana produksi atau peralatan untuk menangkap ikan, mengolah ikan menjadi bahan pangan lain seperti bakso. Beberapa pemuda perempuan juga menjadi penjual ikan, walaupun demikian pekerjaan menjual ikan umumnya dilakukan oleh laki- laki. Disamping itu bagi perempuan yang sudah menikah, yang menjadi responden adalah suaminya.
91
Latar belakang pendidikan paling rendah kelas 1 SD dan tertinggi tamat sarjana, denga n rata-rata mencapai kelas 1 SMP atau 7 tahun (Tabel 19). Jumlah pemuda responden yang tamat sarjana hanya 4 orang atau 1% dari total sampel. Hal ini sesuai dengan data yang diterbitkan BPS Sukabumi (2004) dimana sebanyak 50,4% penduduk Kabupaten Sukabumi hanya tamat SD, sedangkan penduduk yang tamat perguruan tinggi hanya 1,13%. Tingginya angka putus sekolah atau tidak melanjutkan sekolah setelah tamat SD atau SMP merupakan gambaran umum di daerah pedesaan dimana anak-anak sudah menjadi angkatan kerja terutama untuk membantu orang tua mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Hal ini merupakan indikasi bahwa dari latar belakang akademik para pemuda di daerah penelitian relatif tertinggal. Di pihak lain, peluang yang ada untuk berperan dalam pembangunan kelautan dan perikanan mungkin tidak menuntut latar belakang pendidikan yang relatif tinggi. Dari segi usia, umumnya responden masih sangat produktif. Usia pemuda responden sebagian besar dalam kelompok 30 tahun ke bawah (65,4%). Sedang yang usianya antara 31-35 tahun sebanyak 35% (Lampiran 8). Walaupun demikian, dari segi pendidikan hampir 60% di antaranya maksimal hanya tamat sekolah dasar. Hal ini merupakan indikasi bahwa para pemuda umumnya putus sekolah sebelum tamat SD atau tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan ke sekolah menengah. Sedangkan pemuda yang sempat duduk di bangku perguruan tinggi hanya 4,9%.
92
Tabel 19 Karakteristik responden pemuda nelayan di Kabupaten Sukabumi (2006) No
Faktor yang mempengaruhi peran pemuda 1. Kewirausahaan 1 Usia (tahun) 2 Pendidikan formal (tahun) 3 Pengalaman bisnis (tahun) 4 Membaca berita bisnis (hari per bulan) 5 Mendengar berita bisnis dari radio/TV (hr per bln) 2. Kebijakan publik 6 Nilai kredit yang diterima (Rp) 7 Pajak yang dibayar (Rp) 8 Intensitas penyuluhan yang diikuti (kali per tahun) 9 Waktu untuk ijin usaha (hari) 3. Sumberdaya 10 Nilai aset usaha (Rp) 11 Nilai lahan non perikanan (Rp) 12 Jumlah tenaga kerja keluarga (orang) 13 Keuntungan bisnis perikanan (Rp/tahun) 14 Saldo tabungan (Rp) 15 Perkiraan kenaikan keuntungan tahun depan (%) 4. Kapital sosial 16 Nilai warisan dari orang tua (Rp) 17 Kekayaan keluarga (Rp) 18 Lama mengikuti organisasi politik (tahun) 19 Lama mengikuti organisasi agama (tahun) 20 Jumlah mitra bisnis (orang) Catatan: jumlah sampel 390 orang
Minimal
Maksimal
Rata-rata
18 1 1 0 0
35 16 28 30 30
28 7 10 3 15
0 0 0 0
18.000.000 43.200.000 12 90
362.167 1.318.234 1 5
0 200.000.000 6.724.214 0 100.000.000 3.129.154 0 10 1 0 180.000.000 16.312.262 0 15.000.000 663.695 0 100 15 0 465.000.000 4.379.346 100.000 852.300.000 54.941.535 0 20 0,5 0 20 1 0 55 5
Pengalaman berbisnis atau berusaha dalam bidang perikanan bervariasi dari 1 sampai 28 tahun, dengan rata-rata
pengalaman yang cukup lama (10
tahun). Bisa dikatakan bahwa pengalaman berbisnis para pemuda relatif memadai. Bahkan bagi yang berpengalaman selama 28 tahun berarti sudah berbisnis sejak anak-anak atau usia 7 tahun. Faktor lingkungan sangat mendorong para pemuda untuk berusaha di bidang perikanan sejak dini walaupun hanya sebagai anak buah kapal atau berjualan di pasar ikan. Sebanyak 41% responden mempunyai pengalaman bisnis relatif sedikit, yaitu antara 1 – 7 tahun, sedangkan yang berpengalaman bisnis selama 22 – 28
93
tahun sebanyak 3,6% atau dialami oleh mereka yang sudah berbisnis sejak usia belia. Rata-rata pemuda dalam membaca berita bisnis hanya 3 hari dalam sebulan, dengan variasi dari tidak pernah membaca sama sekali hingga membaca setiap hari. Hampir 65% responden tidak pernah membaca koran sama sekali. Hanya 5,4% pemuda yang relatif sering atau hampir tiap hari membaca koran. Akses terhadap surat kabar, seperti koran dan majalah, merupakan masalah utama. Di kota kecamatan bisa dibeli berbagai koran dan majalah yang di dalamnya juga dapat ditemukan berbagai berita bisnis, tetapi harganya relatif mahal bagi sebagian pemuda. Program koran masuk desa yang pernah puluhan tahun lalu dicanangkan perlu digalakkan kembali agar penduduk, termasuk para pemuda, yang tinggal di pedesaan bisa turut membaca koran. Disamping itu minat baca para pemuda perlu ditanamkan sejak usia sekolah agar memiliki pengalaman yang lebih luas. Kebiasaan membaca berita bisnis akan memperluas cakrawala serta mampu mengenali berbagai pengaruh faktor yang bersifat internal maupun eksternal, khususnya dalam bidang perikanan. Mendengar berita bisnis dari radio atau televisi dilakukan oleh responden rata-rata 15 hari dalam sebulan, dengan kisaran tidak pernah hingga setiap hari mengikuti berita bisnis. Masih ada hampir 25% pemuda yang tidak pernah mengikuti berita bisnis melalui radio atau televisi. Sedangkan yang relatif sering atau hampir tiap hari me ngikuti berita bisnis dari radio atau televisi sebanyak 42,3%. Disamping berfungsi sebagai media hiburan, radio maupun televisi juga menyajikan beragam berita termasuk berita bisnis yang sangat aktual, misalnya informasi harga pasar serta berbagai jenis produk yang digemari konsumen. Salah
94
satu hambatan dalam mengikuti berita dari radio dan televisi adalah kurangnya akses karena banyak yang tidak memiliki peralatan tersebut. Nilai kredit untuk bidang perikanan yang pernah diterima responden ratarata Rp 362.000 per orang. Walaupun demikian cukup banyak responden yang belum pernah menerima kredit sama sekali. Jumlah maksimal kredit yang pernah diterima responden adalah Rp 18 juta per orang (Tabel 19). Sebanyak 82,6% pemuda belum pernah menerima kredit atau bantua n dari pemerintah dan hanya 3,8% yang pernah menerima bantuan dengan nilai Rp 2 juta atau lebih (Lampiran 9). Umumnya responden yang pernah menerima kredit adalah para pemilik kapal, sedangkan anak buah kapal maupun pedagang jarang yang menerima kredit. Besarnya pajak yang dibayar oleh responden rata-rata Rp 1,3 juta per orang per tahun. Sebagian responden (45,4%) tidak membayar pajak usaha karena hanya sebagai pekerja. Sebanyak 21,0% membayar pajak dengan nilai lebih dari Rp 960.000 per tahun. Nilai pajak yang tertinggi dibayar oleh responden adalah Rp 43,2 juta per tahun per orang. Pajak yang dibayar akan semakin tinggi dengan semakin tingginya total pendapatan dari bisnis. Intensitas penyuluhan yang diterima responden rata-rata satu kali dalam setahun. Frekuensi penyuluhan tertinggi adalah 12 kali dalam setahun atau sekali sebulan. Sebagian besar responden (61,3%) tidak pernah memperoleh penyuluhan, umumnya mereka adalah pekerja atau bukan pemilik usaha. Kelompok yang memperoleh penyuluhan hampir tiap bulan hanya sebanyak 1,8%. Hal ini mengindikasikan bahwa sasaran yang memperoleh penyuluhan secara rutin relatif sedikit. Kegiatan penyuluhan perlu lebih digalakkan lagi agar bisa menjangkau
95
lebih banyak kelompok yang berperan dalam bidang kelautan dan perikanan. Disamping itu materi penyuluhan harus selalu aktual sesuai keperluan pemuda. Waktu untuk mengurus ijin usaha rata-rata 5 hari dengan waktu paling lama mencapai 90 hari atau tiga bulan. Sebagian besar responden (61,3%) tidak pernah mengurus ijin usaha karena perijinan diurus oleh pemilik usaha tempat mereka bekerja. Nilai aset usaha bervariasi dari yang tidak memiliki sama sekali (41,5%) hingga yang tertinggi senilai Rp 200 juta. Pekerja di sektor kelautan dan perikanan umumnya tidak mempunyai aset usaha. Disamping itu sebagian penjual ikan secara eceran di pasar tradisional hanya menggunakan peralatan sederhana (tali rafia dan styrofoam bekas) yang sangat murah biayanya. Sedangkan para pemilik perahu penangkap ikan memiliki aset yang relatif mahal. Nilai lahan yang digunakan untuk kegiatan non perikanan beragam dari nol (85,9%) atau tidak mempunyai sama sekali hingga bernilai Rp 100 juta. Sebagian responden memiliki lahan untuk bertani atau kegiatan lain, misalnya sawah, lahan perkebunan, baik yang produktif maupun tidak produktif. Jumlah tenaga kerja keluarga produktif bervariasi dari satu orang, yang berarti hanya responden sendiri, yang bekerja hingga 10 orang. Umumnya respoden yang bekerja sendiri (76,4%) berumur relatif muda, belum menikah atau sudah menikah tetapi keluarganya tidak bisa membantu bekerja. Rata-rata jumlah tenaga kerja produktif adalah satu orang per responden. Keuntungan bisnis perikanan rata-rata Rp 16,3 juta per tahun dengan kisaran dari nol yaitu yang bukan sebagai pelaku bisnis atau sebagai pekerja saja, hingga Rp 180 juta bagi nelayan yang memiliki armada tangkap relatif besar.
96
Sebanyak 42,3% responden memperoleh keuntungan lebih dari Rp 10 juta per tahun. Tabungan responden rata-rata Rp 663 ribu hingga Rp 15 juta. Sebagian besar responden (61,0%) tidak memiliki tabungan sama sekali yang umumnya disebabkan oleh penghasilan sehari- hari yang relatif rendah dibanding biaya hidup. Kegiatan usaha untuk tahun berikutnya rata-rata diperkirakan biasa dengan harapan peningkatan keuntungan sebesar 15% atau sedikit di atas inflasi tahunan yang minimal mencapai 10%. Rata-rata warisan dari orang tua responden adalah Rp 4,4 juta dengan kisaran dari nol atau tidak punya sama sekali hingga Rp 465 juta rupiah. Warisan dari orang tua biasanya berupa tanah termasuk bangunan rumah di atasnya. Sebanyak 87,4% responden tidak atau belum menerima warisan dari orang tua mereka. Kekayaan keluarga rata-rata Rp 55 juta dan bervariasi dari Rp 100 ribu untuk responden dari keluarga tidak mampu hingga Rp 850 juta bagi yang keluarganya relatif kaya. Responden yang mempunyai kekayaan keluarga lebih dari Rp 100 jut a sebanyak 15,1%. Lama mengikuti kegiatan organisasi sosial politik rata-rata setengah tahun dengan variasi dari tidak pernah mengikuti hingga sudah terlibat 20 tahun. Sebanyak 89,7% pemuda belum pernah menjadi anggota organisasi sosial politik. Hal ini merupakan indikasi bahwa secara praktis sebagian besar responden tidak tertarik pada kegiatan partai politik. Rata-rata mengikuti kegiatan agama selama satu tahun yang berkisar dari nol atau tidak pernah mengikuti hingga yang sudah menekuni selama 20 tahun.
97
Sebanyak 79,7% responden belum pernah terlibat dalam organisasi keagamaan. Di daerah penelitian, organisasi keagamaan yang umum dijumpai adalah pondok pesantren. Jumlah mitra bisnis responden rata-rata lima orang. Sebagian responden (16,4%) tidak mempunyai mitra bisnis, yaitu para pekerja. Sementara itu sebagian pemilik kapal ada yang mempunyai mitra bisnis hingga 55 orang.
5.2 Deskripsi Peran Pemuda Secara umum bentuk peran pemuda paling banyak dijumpai dalam hal produksi, diikuti oleh monitoring dan evaluasi, perencanaan, dan kelembagaan. Dalam hal perencanaan, bentuk peran pemuda yang paling banyak adalah dalam mengikuti rapat di tingkat desa atau daerah, yaitu sebanyak 124 orang atau 32% dari responden. Bentuk perencanaan berikutnya adalah sosialisasi program (19%), memberi saran dalam rapat (17%) dan menyusun program sebanyak 7% (Tabel 20). Peran pemuda dalam aspek produksi yang paling menonjol adalah me njadi tenaga kerja (98%) sebagian diantaranya mengelola pekerjaan sendiri atau menjadi manejer usaha (45%). Lebih dari separuh (55%) responden pemuda memiliki alat tangkap (55%) karena pekerjaan mereka adalah me nangkap ikan di laut. Peran berikutnya adalah memiliki aset pemasaran ikan (28%), memiliki aset pengolahan ikan (28%), menyiapkan layanan reparasi (8%), dan menjual sarana produksi (6%). Sangat sedikit pemuda yang memiliki lahan budidaya (1%) karena pekerjaan mereka yang utama adalah menangkap ikan, mengolah, atau memasarkan produk tersebut.
98
Tabel 20 Bentuk-bentuk peran pemuda nelayan di Kabupaten Sukabumi (2006) Bentuk peran Frekuensi (orang) Persentase (%) No. 1. Perencanaan Ikut rapat tingkat desa 124 32 1. Memberi saran dalam rapat 65 17 2. Ikut menyusun program 27 7 3. Ikut sosialisasi program 76 19 4. 2. Produksi Memiliki aset penangkapan 215 55 5. Memiliki lahan budidaya 4 1 6. Memiliki aset pengolahan ikan 46 12 7. Memiliki aset pemasaran ikan 108 28 8. Menjadi manajer usaha 174 45 9. 383 98 10. Menjadi tenaga kerja 24 6 11. Menjual sarana produksi 32 8 12. Menyiapkan layanan reparasi 3. Monitoring dan evaluasi sumberdaya 152 39 13. Mencatat produksi dan biaya usaha 43 11 14. Melaporkan data produksi 243 62 15. Melaporkan jika ada pelanggaran 259 66 16. Melaporkan jika ada hama/penyakit 4. Lembaga perikana n 40 10 17. Anggota kelompok/koperasi perikanan 12 3 18. Pengurus kelompok/koperasi perikanan 61 16 19. Mengikuti program pemerintah (utusan) 96 25 20. Anggota HNSI 13 3 21. Pengurus HNSI Catatan: jumlah sampel 390 orang
Monitoring dan evaluasi sumberdaya yang paling dominan dilakukan pemuda adalah melaporkan jika ada hama penyakit (66%) dan jika ada pelangaran (62%). Responden yang mencatat jumlah produksi dan biaya usaha berjumlah 152 orang (39%), sedangkan yang bersedia melaporkan data produksi hanya 11%. Sejak era otonomi daerah, tidak ada kewajiban melaporkan dan menjual hasil tangkapan ikan di pelabuhan perikanan/tempat pelelangan ikan setempat. Peran dalam lembaga perikanan rata-rata relatif rendah. Pemuda paling banyak
keterlibatannya
adalah
sebagai
anggota
HNSI
(25%),
tetapi
99
keanggotaannya secara riil relatif pasif. Mengikuti program pemerintah dengan cara mewakili kelompok untuk melakukan kegiatan di daerah lain atau menjadi utusan dilakukan oleh 61 orang (16%). Sebagian responden juga menjadi anggota kelompok/koperasi perikanan (10%) dimana mereka bisa memperoleh pinjaman modal atau untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari. Sementara itu pemuda yang menjadi pengurus HNSI sebanyak 13 orang (3%) dan yang menjadi pengurus kelompok/koperasi perikanan adalah 12 orang (3%).
5.3 Pengujian Hipotesis Hipotesis
umum maupun operasional dalam penelitian ini diuji
menggunakan model yang dicantumkan pada Gambar 3. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak semua hipotesis diterima. Semua hipotesis dalam determinan kewirausahaan diterima. Terdapat dua hipotesis dalam determinan kebijakan publik yang tidak diterima, yaitu nilai pajak yang dibayar (X22 ), dan lamanya waktu yang diperlukan untuk mengurus ijin usaha (X24 ). Sedangkan dalam determinan sumberdaya terdapat satu peubah yang ditolak, yaitu keuntungan bisnis perikanan saat ini (X34 ). Pada determinan kapital sosial terdapat satu peubah yang tidak diterima, yaitu nilai warisan dari orang tua (X41 ). Sedangkan bentuk-bentuk peran pemuda yang tidak nyata adalah memiliki lahan budidaya (Y6 ), melaporkan data produksi (Y14 ), dan menjadi pengurus HNSI (Y21 ). Pajak yang dibayar tidak berpengaruh terhadap peran pemuda diduga karena pajak yang dibayar oleh responden masih dalam batas kelayakan nilainya. Lamanya waktu mengurus ijin juga tidak nyata mempengaruhi peran pemuda karena responden tetap bisa berusaha selama ijin usaha sedang diproses.
100
Keuntungan bisnis perikanan tidak berpengaruh terhadap peran pemuda karena umumnya responden masih berharap bahwa keuntunga n pada tahun berikutnya akan bertambah baik. Nilai warisan dari orang tua juga tidak mempengaruhi peran pemuda karena mereka tetap bekerja atau berperan terlepas dari berapa pun nilai warisan yang mereka terima. Keterlibatan responden dalam pemilikan lahan budidaya relatif sedikit, melaporkan data produksi tidak menjadi kewajiban, dan hanya sedikit yang berminat menjadi pengurus HNSI. Hasil uji hipotesis ditampilkan pada Gambar 4 berikut dengan hanya mencantumkan peubah yang signifikan secara statistik.
101
Mengikuti rapat Usia
Memberi saran dalam rapat
Pendidikan
Pengalaman bisnis
Menyusun program
Kewirausahaan
Sosialisasi program
Membaca berita bisnis
Memiliki aset tangkap
Mendengar berita bisnis
Menjadi manajer usaha
Penyuluhan
Mengolah ikan
Kebijakan Publik Memiliki aset pemasaran
Kredit
Menjadi tenaga kerja Aset usaha
Peran Pemuda
Menjual sarana produksi
Lahan non-perikanan Layanan reparasi Tenaga kerja
Sumberdaya
Mencatat biaya usaha
Saldo tabungan Lapor jika ada pelanggaran Kenaikan keuntungan Lapor hama/penyakit Kekayaan keluarga Anggota kelompok Organisasi politik
Kapital Sosial
Pengurus kelompok
Organisasi agama Mewakili kelompok Mitra bisnis Anggota HNSI
Gambar 4 Hasil uji empiris peran pemuda di Kabupaten Sukabumi
102
5.3.1 Hasil empiris bentuk -bentuk peran pemuda Bentuk-bentuk peran pemuda yang penting ditampilkan pada Tabel 20. Peran masyarakat berbeda-beda sesuai denga n tahapan. Sebagian terlibat dalam identifikasi atau perencanaan. Sebagian lagi terlibat dalam tahap implementasi. Sementara itu ada juga yang terlibat pada tahap monitoring dan evaluasi. Perlu dicatat bahwa mendidik dan melatih masyarakat adalah sangat penting dalam meningkatkan peran mereka (BOBP 1990). Seperti tampak pada Tabel 21, bentuk-bentuk peran pemuda yang paling kuat pengaruhnya terhadap pembangunan kelautan dan perikanan dalam penelitian ini adalah memberikan saran dalam rapat di desa, sosialisasi program, mengikuti rapat, dan menyusun program. Keempat faktor tersebut termasuk dalam kelompok perencanaan. Dalam suatu organisasi atau kelompok, perencanaan merupakan proses menentukan tujuan dan memilih cara untuk mencapai tujuan tersebut. Tanpa perencanaan akan sangat sulit bagi pemimpin untuk mengarahkan anggotanya dan mengelola sumberdaya secara efektif. Tanpa perencanaan juga sulit bagi pemimpin untuk mengelola kegiatan dengan percaya diri. Disamping itu tanpa perencanaan akan sangat kecil peluangnya bagi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Ada dua jenis perencanaan dalam suatu organisasi, yaitu: (1) perencanaan strategis yang dirancang oleh pimpinan kelompok yang menguraikan tujuan organisasi secara umum, dan (2) perencanaan operasional yang berisi tentang
rincian kegiatan sehari- hari dari perencanaan strategis.
Perencanaan strategis berhubungan dengan pihak-pihak di luar kelompok. Sedangkan perencanaan operasional berhubungan dengan sesama anggota di dalam kelompok (Stoner et al. 2001). Hal ini merupakan indikasi bahwa pemuda
103
akan terlibat lebih jauh dalam program-program pembanguan kelautan dan perikanan jika terlibat sejak dari perencanaan, apalagi jika program yang ada direncanakan dengan baik maka akan menarik minat pemuda untuk berperan. Bentuk peran berikutnya yang penting adalah mengikuti program mewakili kelompok untuk kegiatan di luar daerah. Umumnya kegiatan tersebut terkait dengan pengenala n teknologi baru atau dinamika kelompok yang bisa mendorong mereka berusaha di bidang kelautan dan perikanan secara lebih baik. Kegiatan ini bisa menambah wawasan atau pengalaman anggota yang mewakili kelompoknya. Tambahan pengalaman yang diperoleh anggota melalui mengikuti program (semacam studi banding) ke luar daerah akan bermanfaat bukan hanya bagi anggota itu sendiri. Jika peserta studi banding tersebut diwajibkan membagi pengalamannya kepada anggota-anggota lainnya maka akan diperoleh sinergi yang sangat memadai demi kemajuan kelompok. Pengalaman di berbagai negara, seperti Malaysia dan Filipina, menunjukkan bahwa pengalaman anggota sangat membantu kesuksesan kelompok (Pollnac 1988). Selanjutnya adalah peran pemuda dengan mencatat volume produksi dan biaya usaha. Jika pemuda dengan kesadaran sendiri bersedia mencatat volume produksi dan biaya produksi menunjukkan peran yang relatif tinggi. Hal ini juga akan mempermudah pencatatan statistik perikanan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan setempat. Menurut BOBP (1990) peran semacam ini termasuk peran serta tingkat kelima dari tujuh tingkat peran dalam pembangunan sektor perikanan.
104
Tabel 21
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
Hasil analisis bentuk-bentuk peran pemuda di Kabupaten Sukabumi (2006)
Bentuk Peran Koefisien 1.Perencanaan Mengikuti rapat 0,3497 Memberi saran dalam rapat 0,3565 Menyusun program 0,3457 Melakukan sosialisasi 0,3529 2. Produksi Memiliki aset tangkap 0,3235 Memiliki lahan budidaya Menjadi manajer usaha 0,3368 Melakukan pengolaha n ikan 0,3343 Memiliki aset pemasaran 0,3302 Menjadi tenaga kerja 0,3093 Menjual sarana produksi 0,3294 Menyiapkan layanan reparasi 0,3188 3. Monitoring dan evaluasi sumberdaya Mencatat produksi/biaya usaha 0,3375 Melaporkan data produksi Melaporkan jika ada pelanggaran 0,3199 Melaporkan hama/penyakit 0,3276 4. Lembaga perikanan Menjadi anggota kelompok 0,3290 Menjadi pengurus kelompok 0,3296 Mengikuti program ke luar daerah 0,3448 Menjadi anggota HNSI 0,3238 Menjadi pengurus HNSI -
Nilai t
Beda nyata
39,739 40,511 39,284 40,102
BN BN BN BN
36,761 38,273 37,989 37,523 35,148 37,432 36,227
BN TBN BN BN BN BN BN BN
38,352 36,352 37,227
BN TBN BN BN
37,386 37,455 39,182 8,681 -
BN BN BN BN TBN
Catatan: BN (berbeda nyata), TBN (tidak berbeda nyata)
Sedangkan manajer adalah urutan peran berikutnya yang penting. Menjadi manajer disamping memiliki keahlian memadai juga keberanian dan modal dalam menggeluti sektor kelautan dan perikanan. Seorang manajer atau pengelola suatu kegiatan bisnis umumnya memiliki kemampuan lebih dibandingkan para pegawai yang dikoordinirnya. Tugas manajer antara lain menciptakan tujuan dan menjaga konsistensinya, mengurangi ketergantungan inspeksi massal atau secara besarbesaran, secara terus menerus memperbaiki sistem produksi dan pelayana n, memberikan pelatihan kerja secara moderen, menghilangkan hambatan diantara para karyawannya, dan mampu melakukan transformasi (Stoner et al. 2001).
105
Pengolahan ikan dan pemasaran ikan adalah bentuk peran berikutnya. Kedua kegiatan tersebut, yang merupakan tahapan dalam rantai agribsinis, memerlukan ketekunan maupun kreativitas dan merupakan proses yang mampu menciptakan nilai tambah. Konsep agribisnis semula diperkenalkan oleh John Davis dan Ray Goldberg pada tahun 1957 (HBS Staff 2001).
Agribisnis
merupakan rangkaian kegiatan dalam memproduksi dan mendistribusikan sarana produksi pertanian, proses produksi, pengolahan, penyimpanan, dan pemasaran produk pertanian. Dalam hal ini produk pertanian meliputi produk tanaman, ternak, dan ikan. Dalam rantai agribisnis terdapat empat kelompok, yaitu suplai sarana produksi termasuk penyediaan modal, produksi, pengolahan, dan pemasaran. Produsen, dalam hal ini nelayan, bisa mendapat nilai tambah yang lebih tinggi jika produk yang dihasilkan tidak hanya dipasarkan secara langsung. Pengolahan menjadi produk lain berbasis ikan, maupun pemasaran yang lebih tepat sasaran konsumennya akan memberi keuntungan yang relatif lebih memadai. Menjadi pengurus kelompok merupakan contoh peran selanjutnya. Pemuda yang bersedia menjadi pengurus kelompok umumnya memiliki kemampuan atau keahlian (expertise) yang lebih baik dibanding yang lainnya. Pollnack (1988) melaporkan bahwa kemampuan manajemen yang baik oleh pengurus kelompok menjadi kunci keberhasilan kelompok nelayan di berbaga i negara, seperti di Malaysia dan Grenada, sedangkan kemampuan manajemen yang rendah membuat kelompok kurang bagus kinerjanya, misalnya di Filipina. Selanjutnya bentuk peran pemuda yang penting adalah menjual sarana produksi. Kegiatan ini sangat mendukung dari sisi produksi perikanan tangkap. Sarana produksi yang dijual adalah berbagai peralatan tangkap termasuk suku
106
cadang perahu. Penjualan sarana produksi sangat bermanfaat dalam rantai agribisnis perikanan terutama dari sisi suplai input. Pemerintah secara khusus tidak perlu menyediakan sarana produksi karena mekanisme pasar sudah relatif berkembang dalam hal pasar sarana produksi untuk perikanan tangkap. Mankiw (2004) mengungkapkan bahwa sistem perekonomian yang relatif banyak digerakkan oleh pasar biasanya lebih efisien dibanding yang banyak campur tangan pemerintah. Kondisi ini perlu terus didukung agar tetap kondusif dimana penjual sarana produksi bisa memperoleh keuntungan wajar dan juga menciptakan lapangan kerja. Di pihak lain, pembeli sarana produksi (nelayan) bisa memperoleh barang yang diperlukan dalam harga yang terjangkau. Menjadi anggota kelompok perikanan juga merupakan peran pemuda yang penting. Kelompok perikanan biasanya berupa kelompok informal yang dibentuk secara lokal oleh para pemuda. Sebagian lagi berupa koperasi, walaupun umumnya tidak berbadan hukum. Pengalaman kelompok perikanan di Teluk Cenderawasih, Irian Jaya (Sembiring 1992), menunjukkan bahwa ada dua jenis anggota. Anggota penuh adalah yang membayar iuran bulanan, sedangkan calon anggota adalah yang tidak membayar iuran bulanan. Kedua jenis anggota tersebut mempunyai persamaan dalam kelompok perikanan tersebut, yaitu harapan bahwa mereka mendapat manfaat yang sulit diperoleh dari pihak lain khususnya kredit motorisasi untuk perahu tangkap mereka. Nelayan akan tetap mempertahankan keanggotaannya dalam kelompok perikanan jika mereka mendapatkan manfaat yang memadai. Menurut Krisnamurthi (2002) terdapat beberapa alasan masyarakat
untuk
bergabung
dalam
suatu
koperasi.
Pertama, koperasi
menjalankan suatu kegiatan yang dianggap bermanfaat bagi anggota. Kedua,
107
koperasi memberikan manfaat lebih dibandingkan lembaga lainnya. Misalnya, kemudahan dan keringanan kredit bagi anggota koperasi. Ketiga, koperasi adalah organisasi yang dimiliki anggotanya sehingga koperasi bisa bertahan melewati masa- masa sulit dimana para anggotanya tetap setia mempertahankan usaha tersebut. Walaupun demikian terdapat koperasi, seperti Koperasi Unit Desa (KUD) yang ditinggalkan oleh anggotanya. Penyebab hal tersebut adalah KUD tidak bisa memberikan layanan sesuai yang dijanjikan. Disamping itu pengurus KUD juga banyak melakukan penyimpangan serta tidak ada sangsi yang tegas dari pihak berwenang. Melaporkan jika ditemukan hama/penyakit juga merupakan bentuk peran yang nyata. Kegiatan ini terutama untuk perikanan budidaya dimana hama/penyakit biasa dijumpai. Peran semacam ini merupakan bentuk monitoring yang dilakukan oleh pemuda nelayan. Pihak yang terkait, misalnya Dinas Kelautan dan Perikanan setempat, akan menjadi lebih mudah menangani masalah hama dan penyakit jika masyarakat secara proaktif memberikan laporan. Menjadi anggota HNSI merupakan bentuk peran yang penting dalam organisasi sosial. Dengan aktif menjadi anggota HNSI pemuda berharap bisa mencapai kepentingan bersama sebagai nelayan, yaitu memperoleh penghasilan yang memadai dari profesi yang digelutinya. Organisasi sosial bisa digunakan oleh para anggotanya sebagai upaya mengakumulasikan basis kekuasaan sosial (Suharto 2003). Pemilikan aset untuk penangkapan ikan adalah bentuk peran para pemuda yang memiliki modal memadai. Dalam hal ini peran mereka dalam agribisnis perikanan merupakan bagian dari sisi suplai sarana produksi. Jumlah aset tangkap
108
yang dimiliki disesuaikan dengan ketersediaan tenaga kerja (ABK), potensi ikan yang bisa ditangkap, serta pemasaran hasil tangkapan. Melaporkan pelanggaran yang terjadi di laut juga dilakukan oleh para responden. Peran serta ini sangat bermanfaat bagi penegak hukum untuk menindak pihak-pihak yang melanggar peraturan yang berlaku. Rasa aman para nelayan akan lebih terjamin jika peraturan yang berlaku ditegakkan (law enforcement). Tindakan hukum yang tegas dari penegak hukum merupakan salah bentuk pemberdayaan masyarakat (Suharto 2003). Layanan reparasi kapal/perahu maupun peralatan tangkap juga dilakukan oleh sebagian pemuda. Pelayanan jasa reparasi ini memperlancar kegiatan penangkapan ikan. Aktivitas penangkapan yang relatif intensif memerlukan perawatan yang juga intensif. Peluang ini ditangkap secara baik oleh masyarakat setempat yang ternyata bisa menciptakan lapangan kerja di luar penangkapan ikan. Menjadi tenaga kerja merupakan bentuk peran yang pengaruhnya paling rendah. Cara partisipasi dengan menjadi tenaga kerja adalah yang paling mudah selama ada pihak lain yang bersedia mempekerjakan responden sesuai dengan keterampilan yang dimiliki, maka yang bersangkutan bisa menjadi tenaga kerja. Walaupun pengaruhnya terhadap peran paling rendah, tetapi bukan berarti menjadi tenaga kerja tidak mempunyai peran signifikan. Yang perlu didorong adalah pihak-pihak
tertentu,
baik
swasta
menyediakan lapangan kerja bagi para pemuda.
maupun
pemerintah,
mampu
109
5.3.2 Faktor penentu peran pemuda Hubungan antara aspek peran dengan peran secara kuantitatif ditampilkan pada Tabel 22. Aspek kebijakan publik memiliki pengaruh yang paling besar diikuti oleh kewirausahaan, kapital sosial dan sumberdaya. Kebijakan publik yang dilaksanakan pemerintah, dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan, masih sangat signifikan dibanding aspek lainnya. Untuk itu kebijakan publik yang sudah dilaksanakan perlu ditingkatkan kuantitas maupun kualitasnya agar peran serta pemuda semakin tinggi. Kebijakan publik yang dilaksanakan pemerintah harus bisa mendorong aspek-aspek lainnya. Aspek kewirausahaan perlu didorong agar pemuda bisa berperan melalui sektor informal maupun formal. Secara informal antara lain melakukan kegiatan bisnis perikanan dalam skala kecil, baik dalam hal penangkapan, pengolahan, maupun pemasaran. Sedangkan secara formal pemuda bisa terdorong mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang perikanan secara resmi berbadan hukum atau bekerja pada perusahaan perikanan. Khrisna (2001) melakukan survei di India meliputi 60 desa dengan menghubungkan berbagai peubah kapital sosial dengan kemiskinan rumah tangga. Peubah tersebut meliputi keanggotaan dalam kelompok tenaga kerja gotong royong, pengendalian hama penyakit, berbagi lahan garapan, solidaritas, dan hubungan timbal balik. Studi ini juga mempelajari peubah kemampuan individual, hubungan majikan-buruh, kasta, dewan desa, partai politik, dan hambatan menjadi pemimpin desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya melalui interaksi kapital sosial dan kemampuan individual maka kesejahteraan rumah tangga bisa ditingkatkan.
110
Lebih jauh lagi kebijakan publik juga diharapkan memberi iklim kondusif terhadap kapital sosial. Dengan kapital sosial yang kuat akan diperoleh daya tahan masyarakat yang kuat dalam melakukan kegiatan sehari- hari. Selanjutnya kebijakan publik harus dibuat sedemikian rupa sehingga pemuda mampu memanfaatkan sumberdaya yang ada di sekitarnya secara optimal. Tabel 22 Faktor- faktor penentu peran pemuda di Kabupaten Sukabumi (2006) Faktor Penentu
Koefisien
Nilai t
Beda nyata
X1 (Kewiraswastaan)
0,1769
20,102
BN
X2 (Kebijakan Publik)
0,2322
26,386
BN
X3 (Sumberdaya)
0,1570
17,841
BN
X4 (Kapital Sosial)
0,1663
18,898
BN
Catatan: BN (berbeda nyata), TBN (tidak berbeda nyata)
5.3.3 Dekomposisi faktor-faktor yang mempengaruhi peran pemuda Faktor-faktor yang mempengaruhi peran pemuda ditampilkan pada Tabel 23. Hasil pengujian dengan SEM menunjukkan bahwa faktor- faktor dalam aspek kewirausahaan berdasarkan urutan pengaruhnya adalah membaca berita bisnis dari koran, mengikuti berita bisnis melalui siaran radio dan/atau televisi, usia, pendidikan, dan pengalaman bisnis di bidang perikanan. Kemauan membaca berita bisnis atau mengikuti siaran berita bisnis merupakan indikasi bahwa responden mempunyai kesadaran yang tinggi untuk mengetahui kegiatan bisnis secara umum yang pada taraf tertentu akan mempengaruhi bisnis yang sedang mereka kerjakan. Dalam hal ini pemuda yang rajin mengikuti berita bisnis lewat koran maupun radio/TV mempunyai motivasi yang lebih tinggi dibanding kelompok lain yang tidak mengikuti perkembangan bisnis. Orang yang
111
mempunyai motivasi tinggi akan mendapatkan hasil (prestasi), afiliasi, kompetensi, dan kekuatan (Newstrom dan Davis 1997). Tabel 23
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Dekomposisi faktor-faktor yang mempengaruhi peran pemuda di Kabupaten Sukabumi (2006) Faktor yang mempengaruhi peran Koefisien Nilai t Beda nyata pemuda 1.Kewirausahaan (X1 ) Usia 0,2956 33,591 BN Pendidikan 0,2918 33,159 BN Pengalaman bisnis 0,2791 31,716 BN Membaca berita 0,2975 33,807 BN Mendengar berita 0,2966 33,705 BN 2. Kebijakan Publik (X2 ) Kredit 0,3793 43,102 BN Pajak yang dibayar TBN Penyuluhan 0,3895 44,261 BN Waktu untuk ijin TBN 3. Sumberdaya (X3 ) Aset usaha 0,2498 28,386 BN Lahan non-perikanan 0,2589 29,420 BN Tenaga kerja 0,2577 29,284 BN Keuntungan bisnis perikanan TBN Saldo tabungan 0,2591 29,443 BN Kenaikan keuntungan 0,2541 28,875 BN 4. Kapital Sosial (X4 ) Nilai warisan dari orang tua TBN Kekayaan keluarga 0,2636 29,955 BN Orsospol 0,2701 30,693 BN Organisasi agama 0,2636 29,955 BN Mitra bisnis 0,2752 31,273 BN
Catatan: BN (berbeda nyata), TBN (tidak berbeda nyata)
Usia responden menunjukkan korelasi positif dengan aspek kewirausahaan. Dalam hal ini semakin tinggi usia responden, semakin tinggi jiwa wirausahanya. Hasil penelitian Dobrev (2004) di Amerika terhadap para lulusan program magister bidang administrasi bisnis menunjukkan bahwa hingga usia 31 tahun adalah masa yang paling kuat jiwa kewirausahaan mereka. Setelah usia 31 tahun jiwa wirausaha masih bertambah hingga usia 43 tahun karena akumulasi pengetahuan dan pengalaman berbisnis di berbagai perusahaan. Menurut Battel
112
(2006), petani yang lebih tua di Calhoun County, Michigan cenderung investasi pada teknologi (praktik ) yang konservasi lingkungan (program pemerintah, berupa penukaran pupuk kandang yang sudah digunakan). Selanjutnya Benjumea (2002) menyatakan bahwa generasi muda (suatu kelompok) tertentu harus menghormati kelompok yang lain. Karena pemuda berasal dari la tar belakang yang berbeda, hal ini harus merupakan kontribusi untuk membangun suatu masyarakat. Pemuda patut mengembangkan kesetiakawanan melampaui batas-batas lingkungannya karena nilai-nilai yang berasal dari cinta kasih dan kesetiakawanan dapat menyela matkan pemuda di tengah konflik sosial politik yang begitu banyak. Keragaman di antara pemuda mena mbahkan kekayaan terhadap semua proses, meskipun sulit mencapai konsensus. Pendidikan juga mempengaruhi kewirausahaan seseorang. Pendidikan, baik yang formal, non-formal, dan informal, tidak diragukan lagi merupakan cara yang efektif untuk membentuk sikap, nilai, perilaku, dan keahlian yang secara efektif akan memungkinkan intregrasi ke dalam masyarakat global. CEUE (2006) menyatakan pentingnya pendidikan untuk memupuk kewirausahaan pemuda. Lembaga ini juga mengharapkan supaya pemuda mempunyai kesadaran bahwa wirausaha adalah pilihan pekerjaan pada masa depan. Program kewirausahaan akan diajarkan dari tingkat SD hingga perguruan tinggi. Keterampilan yang diperole h secara formal maupun informal (kursus), misalnya keterampilan komputer
sangat
bermanfaat
bagi
pemuda.
Keterampilan
komputer
di
Pensylvania, misalnya, sangat penting dan signifikan dalam melakukan tugas manajamen usaha tani. Karena itu perlu ditingkatkan dan dikembangkan
113
kemampuan komputer untuk keberhasilan usaha tani dan pembangunan pedesaan dimasa yang akan datang (Brasier et al. 2006). Pada aspek kebijakan publik, penyuluhan memiliki pengaruh yang lebih kuat dibanding nilai kredit yang diterima responden. Penyuluhan bisa memotivasi responden untuk mengikuti program yang akan dilaksanakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan setempat. Jika penyuluhan semakin luas menjangkau pemuda sebagai salah satu pemangku kepentingan (stakeholders) akan semakin baik dampaknya terhadap peran pembangunan kelautan dan perikanan. Di sisi lain, pemberian kredit bisa mendorong pemuda untuk melakukan kegiatan yang memerlukan modal yang tidak mudah diperoleh melalui bank karena berbagai persyaratan. Rivera dan Qamar (2003) menya takan bahwa penyuluhan saat ini selain dilaksanakan oleh pegawai pemerintah, bisa juga dilaksanakan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bersifat nirlaba maupun perusahaan yang mencari keuntungan. Penyuluhan dilakukan untuk melayani kebutuhan publik dan termasuk untuk tujuan ketahananan pangan. Kegiatan penyuluhan masa kini harus mempertimbangkan faktor-faktor eksternal, seperti pengaruh globalisasi dan liberalisasi perdagangan, yang dampaknya sangat besar bagi masyarakat lokal. Penyuluhan memerlukan visi dan strategi yang bersifat nasional, baik pelaksanaannya secara terpusat, otonomi, maupun dilakukan oleh LSM
dan
perusahaan.
Pelaksanaan
penyuluhan
juga
harus
sistematis,
terkoordinasi, dan siap menghadapi perubahan. Jumlah kredit yang lebih besar dan lebih tepat sasaran akan berdampak baik terhadap peran serta pemuda. Kredit bisa dikatakan sebagai tulang punggung dan mesin perekonomian. Dengan tersedianya kredit memungkinkan perorangan
114
maupun perusahaan untuk meminjam modal berdasarkan kepercayaan dan membayarnya kembali sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Kredit dikatakan lancar jika debitur bisa mengembalikan pinjaman sesuai jadwal. Hal ini menunjukkan bahwa usaha yang dijalankan berhasil. Kredit bermasalah terjadi jika pengembalian pinjaman tidak sesuai dengan yang dijadwalkan (Smith 2004). Penyusunan suatu kebijakan publik yang baik harus didasarkan pada prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik. Keterbukaan (transparansi) atas berbagai proses pengambilan keputusan akan mendorong peran masyarakat dan membuat para penyusun kebijakan publik
menjadi bertanggung jawab
(accountable) kepada semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan proses maupun kegiatan dalam sektor publik. Transparansi adalah sebuah kondisi minimum bagi peran masyarakat dan merupakan awal dari terwujudnya akuntabilitas. Prinsip partisipatif menunjukan bahwa masyarakat yang akan memperoleh manfaat dari suatu kebijakan publik harus turut serta dalam proses pengambilan keputusan. Dengan kata lain, masyarakat menikmati faedah kebijakan publik tersebut bukan semata-mata dari hasil (produk) kebijakan tersebut, tetapi dari keikutsertaan dalam prosesnya. Prinsip partisipatif dalam penyusunan kebijakan publik membantu terselenggaranya proses perumusan kebijakan yang tepat sesuai dengan kebutuhan, dan memudahkan penentuan prioritas (transparansi). Prinsip akuntabilitas publik menuntut kapasitas para aparat publik untuk dapat membuktikan bahwa setiap tindakan yang mereka ambil ditujukan untuk kepentingan publik, dapat dipertanggungjawabkan kepada stakeholders dengan indikator kinerja dan target yang jelas (Bappenas 2006).
115
Penyuluhan merupakan faktor penting dalam kebijakan publik, dari hasil rekomendasi yang dapat disimpulkan dari hasil diskusi yang berkembang dalam pemaparan kegiatan ini, antara lain : (1) Penyuluhan merupakan hak setiap warga negara dan pemerintah wajib memenuhinya, karena tak ada program pembangunan yang tidak didukung dengan penyuluhan, termasuk program pembangunan di bidang kelautan dan perikanan; (2) Penyelenggaran penyuluhan perikanan hendaknya terkoordinasi dan terintegrasi mulai dari pusat sampai dengan di daerah sehingga faktor penghambat dalam penyelenggaraannya dapat diperkecil; (3) Komponen untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dan kualitas penyuluh, merupakan sasaran antara kepentingan nelayan, pembudidaya ikan dan pengolah ikan dalam mendapatkan haknya untuk memperoleh informasi dan teknologi; (4) Perlu penataan kelembagaan dan tata penyelenggaraan penyuluhan perikanan sehingga dapat mempercepat peningkatan kompetensi tenaga penyuluh, sistem kerja yang intensif dan pengembangan kariernya. Perlu dibentuk forum/wadah bersama setiap daerah kabupaten/kota yang anggotanya antara lain terdiri dari kelompok masyarakat, para pakar, pengusaha dan aparat pemerintah
untuk
mencari
solusi
terhadap
permasalahan-permasalahan
penyuluhan di daerah serta untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan penyuluhan perikanan (DKP 2006). Disamping itu, menurut Benaboud (2006), tidak ada perbedaan antara laki- laki dan perempuan dalam merespon kebijakan publik. Keefektifan hak perempuan tidak tergantung pada aturan atau regulasi resmi tetapi pada bagaimana perempuan mempraktekkan dan mengimplementasi secara aktual hak- haknya di lapangan.
116
Sedangkan pada aspek sumberdaya, jumlah saldo tabungan yang dimiliki responden mempunyai pengaruh yang paling kuat dibanding faktor-faktor lainnya. Pengaruh faktor lainnya berdasarkan besarnya pengaruh adalah pemilikan lahan non perikanan, jumlah tenaga kerja keluarga produktif, perkiraan kenaikan keuntungan tahun depan, dan nilai aset usaha. Banyaknya saldo tabungan merupakan salah satu indikasi bahwa bisnis perikanan yang ditekuni memberikan penghasilan lebih sehingga bisa ditabung. Dalam aspek kapital sosial, jumlah mitra bisnis mempunyai pengaruh paling kuat. Selanjutnya diikuti oleh faktor keikutsertaan dalam organisasi sosial politik, keterlibatan dalam organisasi keagamaan, dan kekayaan keluarga. Dalam hal ini tampak bahwa banyaknya mitra bisnis yang dimiliki responden menunjukkan kesungguhan dalam menekuni bisnis perikanan. Semakin banyak mitra bisnis akan menambah jaringan usaha dan memperluas wawasan. Antar aspek yang mempengaruhi peran pemuda terdapat korelasi (Tabel 24). Dalam hal ini korelasi yang paling kuat adalah antara aspek kewirausahaan dengan sumberdaya. Selanjutnya terdapat korelasi antara aspek kapital sosial dan kewirausahaan, kebijakan publik dan sumberdaya, serta kewirausahaan dan kebijakan publik. Tidak terdapat korelasi antara kebijakan publik dan kapital sosial serta sumberdaya dan kapital sosial. Hal ini merupakan indikasi bahwa pengaruh faktor determinan, misalnya kewirausahaan, terhadap peran pemuda tidak berdiri sendiri tetapi juga dipengaruhi oleh kebijakan publik, sumberdaya, dan kapital sosial.
117
Tabel 24 Korelasi antar faktor yang mempengaruhi peran pemuda di Kabupaten Sukabumi (2006) Faktor Penentu
X1 (Kewirausahaan)
X2 (Kebijakan Publik)
X3 (Sumberdaya)
X4 (Kapital Sosial)
1,0000
0,3716
0,5496
0,5188
0,3716
1,0000
0,4187
TBN
0,5496
0,4187
1,0000
TBN
0,5188
TBN
TBN
1,0000
X1 (Kewirausahaan) X2 (Kebijakan Publik) X3 (Sumberdaya) X4 (Kapital Sosial)
Catatan: TBN (tidak berbeda nyata)
5.4 Implikasi Kebijakan Hasil penelitian ini merupakan basis empiris untuk merumuskan kebijakan publik. Setidaknya ada tiga kelompok kebijakan yang dapat dirumuskan yaitu: (1) kebijakan bentuk peran pemuda, (2) kebijakan tentang determinan peran pemuda, dan (3) kebijakan komprehensif. Bentuk kebijakan sebagai implikasi penelitian ini diuraikan pada bagian berikut.
5.4.1 Kebijakan bentuk peran pemuda Berdasarkan
identifikasi
bentuk-bentuk
peran
pemuda
dalam
pembangunan kelautan dan perikanan di daerah penelitian, ditemukan bahwa pemuda umumnya lebih berperan dalam bidang (kegiatan) produksi atau pemanfaatan sumb erdaya pesisir dan laut dibandingkan dengan bidang (kegiatan) perencanaan pembangunan, monitoring
dan
evaluasi
sumberdaya,
serta
keikutsertaan dalam lembaga (organisasi) kelautan dan perikanan. Karena kegiatan produksi lebih berorientasi dan beralaskan pada kepentingan ekonomi maka dapat dikatakan bahwa pemuda cenderung menempatkan kepentingan ekonomi di atas kepentingan lainnya dalam menentukan bagaimana dan dimana mereka harus berperan dalam pembangunan.
118
Dalam memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut, kegiatan perencanaan yang bertujuan untuk memperoleh cara terbaik dalam pemanfaataan sumberdaya tersebut serta kegiatan monitoring dan evaluasi pada hakekatnya sangat penting. Perencanaan yang keliru dalam pemanfaatan sumberdaya akan diikuti oleh pemanfaatan yang salah dan berakhir pada kerusakan sumberdaya. Demikian pula monitoring dan evaluasi yang tidak dilakukan dengan baik akan tidak memberikan umpan balik yang benar bagi perencanaan dan pemanfaatan sumberdaya. Monitoring dan evaluasi sumberdaya adalah juga tahapan dimana koreksi bisa dilakukan
selagi
sumberdaya
yang
dimaksudkan
sedang
dalam
proses
pemanfaatan. Dengan dasar argumentasi seperti ini maka dapat dikatakan bahwa peran pemuda pada bidang (kegiatan) ekonomi memang seharusnya sebanding dengan peran mereka pada bidang perencanaan serta monitoring dan evaluasi. Rendahnya peran pemuda dalam bidang perencanaan serta monitoring dan evaluasi bisa disebabkan karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan mereka untuk dapat berperan sebagaimana seharusnya. Pendidikan yang relatif rendah bisa merupakan justifikasi tentang hal ini. Sampel pemuda pada penelitian ini berpendidikan formal rata-rata tujuh tahun atau setingkat kelas 1 SMP. Dengan rata-rata tingkat pendidikan seperti ini maka hal tersebut bisa merupakan kendala bagi keikutsertaan mereka dalam kegiatankegiatan yang bukan menyangkut langsung pemanfaatan sumberdaya alam yang membutuhkan kemampuan nalar dan intelektual yang lebih tinggi. Pemuda juga seharusnya bisa berperan dalam organisasi sosial ekonomi seperti koperasi, asosiasi, dan kelompok nelayan. Dengan berperan, setidaknya
119
sebagai anggota, mereka dapat memiliki akses ke berbagai informasi dan sekaligus memperbesar kapital sosial yang dimiliki yang pada akhirnya dapat digunakan dalam mendukung perannya pada kegiatan produksi. Akan tetapi hasil empiris penelitian ini menunjukkan bahwa peran pemuda dalam hal ini masih sangat rendah. Hanya 10% pemuda sebagai anggota koperasi, 16% partisipasi dalam program pemerintah dan 25% sebagai anggota asosiasi nelayan. Bentuk-bentuk peran pemuda seperti yang terjadi di daerah penelitian meskipun bukan sesuatu yang ideal, yang menuntut mereka bisa berperan di semua bidang secara merata, tetapi sesungguhnya tidak bisa disalahkan. Bila peran seseorang merupakan ekspresi dari kebutuhan hidupnya maka bentukbentuk peran pemuda yang terjadi di daerah penelitian ini adalah sesuai dengan status dan kondisi ekonomi yang memang relatif miskin dan rendah pendapatannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Schoorl (1981) yang mengatakan bahwa karena alasan kemiskinan serta dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup maka pada masyarakat pedesaan dan agraria, seseorang cenderung lebih berperan dalam kegiatan produksi dibandingkan dengan perannya pada bidang lain. Tahapan selanjutnya, dia dapat berperan dalam kegiatan lainnya manakala kebutuhan dasar telah terpenuhi. Karena di satu sisi diharapkan bahwa pemuda dapat berperan secara merata di bidang perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan sumberdaya, namun di sisi lain harapan tersebut belum bisa diwujudkan manakala peran pemuda masih dikungkungi oleh sifat-sifat pedesaan dan agraris (termasuk perikanan) maka ke depan intervensi kebijakan perlu dilakukan dalam mencari dan
120
mengembangkan bentuk kebijakan pemuda yang lebih dapat diterima bagi pembangunan kelautan dan perikanan secara khusus serta pembangunan pedesaan pesisir secara umum. Kebijakan untuk mendorong peran pemuda dalam kegiatan ekonomi masih harus terus dilakukan. Kebijakan tersebut patut diarahkan agar supaya pemuda dapat memiliki aset produksi dan tidak sekedar menjadi pelaku atau tenaga kerja pada usaha yang dimiliki orang lain. Dengan kata lain kebijakan patut diarahkan agar pemuda dapat usaha secara mandiri dan sekaligus mempersiapkannya untuk bisa menciptakan lapangan kerja baru. Selain kebijakan untuk mendorong kemandiran pemuda dalam aktivitas ekonomi, perlu juga dilakukan intervensi kebijakan yang melaluinya pemuda dapat lebih berperan dalam perencanaan pemanfaatan serta pengawasan sumberdaya. Dalam upaya untuk mewuj udkan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan maka konsep pengelolaan bersama (comanagement) perlu diperkenalkan di daerah penelitian. Co-management adalah kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya perikanan. Dengan pendekatan co-management, maka akan ada ruang dan peluang bagi pemuda untuk berperan serta berpartisipasi dalam program dan kegiatan yang diinisiasikan oleh pemerintah. Pemuda juga perlu ditingkatkan peranannya dalam berorganisasi yang merupakan wadah bagi mereka meningkatkan kapital sosial dan kemampuan individu. Untuk itu pula pemerintah patut memiliki kebijakan yang mendorong organisasi pemuda di daerah, bukan hanya organisasi masyarakat dan organisasi politik tetapi utamanya adalah organisasi ekonomi. Koperasi atau bentuk
121
organisasi usaha lainnya yang mendorong pelibatan dan peran pemuda perlu didorong pembentukannya dan diberikan lingkungan yang kondusif bagi perkembangannya.
5.4.2 Kebijakan tentang faktor determinan peran pemuda Sudah dijelaskan sebelumnya tentang faktor- faktor penentu (determinan) peran pemuda di daerah penelitian. Determinan tersebut adalah kebijakan publik, jiwa kewirausahaan pemuda, pemilikan kapital sosial, serta pemilikan sumberdaya lainnya oleh pemuda. Dengan manipulasi determinan-determinan ini maka peran pemuda dapat lebih ditingkatkan. Kebijakan publik yang mempengaruhi peran pemuda adalah : (1) adanya kegiatan penyuluhan serta (2) adanya kredit yang dapat digunakan pemuda sebagai modal usaha dan modal kerja. Semakin banyak intensitas penyuluhan semakin besar peran pemuda. Penyuluhan yaitu penyampaian informasi kepada pemuda agar mereka menggunakan informasi tersebut untuk perubahan. Karena itu maka penyuluhan adalah peubah penting dalam pembangunan. Kebijakan penyuluhan di dalam bidang kelautan dan perikanan mengalami mati suri sejak dimulai era otonomi daerah. Sebelumnya, kegiatan penyuluhan kelautan dan perikanan adalah bagian dari penyuluhan pertanian, baik organisasi, sumberdaya manusia tenaga penyuluh maupun programnya. Namun dengan diserahkannya kegiatan penyuluhan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, kegiatan penyuluhan dalam bidang kelautan dan perikanan cenderung tidak berjalan.
122
Menyadari
pentingnya
penyuluhan
kepada
masyarakat
pedesaan,
pemerintah baru saja menetapkan Undang-Undang (UU) No. 16 Tahun 2006 tentang penyuluhan. Namun demikian pada saat penelitian ini dilakukan, implementasi UU No.16/2006 ini belum ada di lapangan. Oleh karena itu, mengingat pentingnya kegiatan penyuluhan yang diantaranya dapat meningkatkan peran pemuda dalam pembangunan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan di pedesaan maka UU ini harus segera diimplementasikan. Pentingnya peubah penyuluhan dalam meningkatkan peran pemuda dapat juga menjadi alasan untuk menempatkan pemuda sebagai kelompok sasaran (target group) dalam pembangunan pedesaan. Dinamika pemuda, meskipun ada banyak kelemahan yang dimiliki mereka seperti tingkat pendidikan yang rendah dan pengalaman yang kurang, dapat digunakan untuk menyebarkan program pemerintah kepada masyarakat pedesaan secara keseluruhan. Dalam hubungan ini, pemuda dapat dijadikan kelompok early adaptor yaitu mereka yang lebih dulu menerima pembaruan yang dari luar. Selanjutnya adalah tanggung jawab early adaptor ini untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung, secara sistematis maupun tanpa perencanaan. Determinan kredit kepada pemuda juga merupakan aspek penting. Semakin besar kredit usaha, baik untuk modal investasi maupun modal kerja, yang dapat dimanfaatkan pemuda semakin besar peranan mereka dalam pembangunan. Dengan alasan itu pemerintah perlu memiliki kebijakan untuk membuka akses pemuda kepada sumber kredit usaha. Selain itu program bantuan modal usaha dalam bentuk bantuan modal, bantuan sosial, baik untuk kelompok maupun individu patut digalakkan.
123
Karena akses yang mudah ke sumber permodalan akan meningkatkan peran pemuda dalam pembangunan maka pemerintah pun harus memiliki kebijakan untuk membangun lembaga permodalan di tingkat pedesaan. Adanya beberapa bank yang dapat menyalurkan kredit usaha kepada pemuda adalah situasi ideal. Namun sebagai alternatif, pemerintah perlu mendorong terbentuknya lembaga keuangan non bank, koperasi simpan pinjam, atau bentuk lembaga permodalan lainnya yang dapat melayani pemuda di pedesaan pesisir. Dikaitkan dengan program pemerintah yang sedang dijalankan saat ini, khususnya
oleh
Departemen
Kelautan
dan
Perikanan,
maka
program
pemberdayaan masyarakat pesisir yang di dalamnya termasuk pendirian lembaga keuangan non-bank, penyediaan cash collateral (sebagai jaminan agunan kepada perbankan), serta pelayanan usaha mikro dan kecil melalui fasilitasi Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) perlu dipertahankan bahkan dikembangkan lebih jauh untuk menjangkau lebih banyak orang khususnya pemuda di pedesaan pesisir. Determinan lain yang menentukan peran pemuda yaitu membaca dan mendengar berita. Semakin sering seorang pemuda membaca dan mendengar berita, semakin besar peranannya dalam pembanguna n kelautan dan perikanan, khususnya dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut. Determinan ini dianggap sebagai faktor yang menentukan seseorang mengembangkan jiwa kewirausahaan. Asumsinya yaitu dengan mendengar dan membaca berita, khususnya yang berkenaan dengan usaha kelautan dan perikanan, maka seseorang akan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang besar yang menentukannya dalam berperan sebagai seorang pemuda.
124
Implikasi dari fakta ini yaitu bahwa pemerintah perlu mengembangkan program penyampaian informasi kepada pemuda di pedesaan. Program penyuluhan melalui media cetak dan media elektronik (radio dan televisi) perlu dikembangkan. Selain itu program radio, televisi, atau koran yang khusus tentang pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut perlu ditingkatkan. Disamping program penyampaian berita melalui radio, televisi, dan koran, maka pemerintah juga patut mendiseminasikan teknologi dan informasi yang diperoleh melalui kegiatan riset, penelitian, dan pengembangan yang dilakukan secara internal. Selain itu, teknologi dan informasi yang mungkin diperoleh secara eksternal dari sumber lain perlu disampaikan juga kepada pemuda pedesaan dalam bahan cetakan atau audio- visual. Hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa jiwa kewirausahaan dapat dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman berusaha. Semakin tinggi pendidikan serta semakin banyak pengalaman maka semakin besar peran pemuda dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan. Dengan fakta bahwa pendidikan di daerah penelitian masih cukup rendah maka hal ini merupakan justifikasi yang kuat bahwa pendidikan perlu ditingkatkan. Pendidikan yang diukur sebagai determinan peran pemuda dalam penelitian ini tentu saja terbatas pada pendidikan formal. Faktanya, seseorang memiliki pengetahuan dan ketrampilan tidak saja melalui pendidikan formal tetapi juga pendidikan non- formal yaitu pelatihan di luar sekolah. Karena itu bagi peningkatan peran pemuda dalam pembangunan maka perlu dilakukan pendidikan non- formal atau pendidikan luar sekolah yang dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka. Karena usaha perikanan mensyaratkan kemampuan
125
seseorang dalam hal teknis dan manajerial maka pendidikan formal yang diprogramkan pemerintah patut meliputi kedua aspek ini. Kelompok determinan kapital sosial yaitu : (1) jumlah mitra bisnis, (2) keikutsertaan dalam organisasi masa dan politik, (3) keikutsertaan dalam organisasi agama, dan (4) kekayaan keluarga mempenga ruhi peran pemuda secara positif. Determinan kapital sosial ini memang sulit diintervensi atau dimanipulasi pemerintah dalam rangka meningkatkan peran pemuda. Adanya dan kepemilkan kapital sosial lebih banyak tergantung pada pemuda itu sendiri. Kendati demikian, pemerintah dapat mengembangkan kebijakan dalam hal mendorong dan memfasilitasi lahir dan berkembangnya organisasi masa, politik, dan agama di pedesaan. Bagaimana mekanisme pengaruh kapital sosial terhadap peran pemuda adalah sesuatu yang sulit dideskripsikan. Mungkin saja dengan memiliki kapital sosial seperti ini seseorang pemuda memiliki wawasan dan cara pandang terhadap usaha (bisnis) yang makin luas sehingga memampukan dia melihat peluangpeluang bisnis yang bisa dikembangkan. Mungkin juga pemilikan kapital sosial seperti ini membuat seseorang pemuda dengan lebih mudah dapat berhubungan dengan orang yang lain. Yang jelas, bahwa kapital sosial sangat tipis batasnya dengan kolusi dan nepotisme. Namun dengan adanya koneksi seseorang pemuda dengan orang lain yang terbangun sebagai kapital sosial akan memperbesar peluang pemuda tersebut dalam bekerja dan berusaha. Kelompok determinan kepemilikan sumberdaya berupa : (1) kepemilikan tabungan, (2) kepemilikan lahan non-perikanan, (3) kepemilikan aset usaha, dan
126
(4) kepemilikan tenaga kerja dalam keluarga berpengaruh positif terhadap peran pemuda. Semakin besar sumberdaya yang dimiliki, semakin besar peran pemuda. Pemilikan tabungan oleh pemuda adalah aspek menarik yang patut menjadi perhatian mengingat stigma masyarakat nelayan yang boros, tidak berhemat, dan tidak menabung. Sifat usaha perikanan tangkap yang mengejar ikan yang hidup secara natural ikut membentuk sifat ini. Akan tetapi penelitian ini mengungkapkan bahwa rata-rata responden memiliki tabungan saat ini. Semakin besar tabungan yang dimiliki pemuda semakin besar perannya dalam pembangunan. Mengingat bahwa tabungan yang dimaksud ini tidak hanya tabungan di bank tetapi justru lebih banyak tabungan di rumah atau disimpan oleh orang lain maka sudah saatnya kebiasaan menabung di bank ditingkatkan di kalangan pemuda. Sejalan dengan rekomendasi kebijakan sebelumnya untuk membangun bank atau lembaga simpan pinjam di pedesaan maka apabila hal itu diwujudkan akan lebih banyak pemuda menabung dan lebih mudah akses mereka ke sumber permodalan.
5.4.3 Kebijakan komprehensif Penelitian ini mengungkapkan bahwa kelompok determinan peran pemuda saling berkorelasi secara positif. Jiwa kewirausahaan pemuda berkorelasi dengan kebijakan publik, kepemilikan sumberdaya, dan kepemilikan kapital sosial. Kebijakan publik selain berkorelasi dengan jiwa kewirausahaan juga berkorelasi dengan kepemilikan sumberdaya. Kelompok determinan kepemilikan kapital sosial berkorelasi juga kelompok determinan kebijakan publik.
127
Dengan adanya saling keterkaitan antara kelompok determinan peranan pemuda ini maka kebijakan yang diambil haruslah kebijakan yang komprehensif yang menyangkut peubah yang dibahas sebelumnya. Dengan kata lain peran pemuda akan meningkat hanya bila ada kebijakan secara komprehensif. Kebijakan komprehensif tersebut menyangkut : (1) kebijakan penyediaan modal usaha, (2) kebijakan peningkatan penyuluhan, (3) kebijakan penyediaan berita melalui media cetak dan audio-visual, (4) kebijakan peningkatan pendidikan luar sekolah dan pelatihan, serta (5) kebijakan pengembangan organisasi usaha, organisasi masa dan organisasi sosial politik di pedesaan. Dengan dilakukan kebijakan ini secara bersama maka pemuda akan lebih memiliki peluang dan kesempatan untuk meningkatkan peranan mereka dalam pembangunan kelautan dan perikanan di pedesaan pesisir.