5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Rangkaian Elektronik Lampu Navigasi Energi Surya Rangkaian elektronik lampu navigasi energi surya mempunyai tiga komponen utama, yaitu input, storage, dan output. Komponen input ini sendiri terdiri dari panel surya dan regulator. Dalam panel surya terdapat beberapa sel surya yang dihubungkan secara seri atau paralel. Dalam regulator terdapat beberapa komponen seperti transistor, resistor, dioda, dan lain-lain. Komponen storage terdiri dari baterai. Baterai yang digunakan pada penelitian ini yaitu jenis baterai basah. Komponen terakhir adalah output yang terdiri dari tiga lampu LED. Secara detail dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13. 1 4 3
2
Keterangan: 1. Panel surya 2. Regulator 3. Baterai 4. LED
Gambar 12 Rangkaian elektronik lampu navigasi energi surya
Gambar 13 Rangkaian elektronik lampu navigasi energi surya pada saat penelitian
27
5.1.1 Panel sel surya Panel sel surya merupakan modul yang terdiri beberapa sel surya yang digabung dalam hubungkan seri dan paralel tergantung ukuran dan kapasitas yang diperlukan. Sel surya yang digunakan pada penelitian ini berbahan pollycristalline (C-Si), rata-rata efisiensinya 11,5 % – 14 % dan mempunyai daya sebesar 30 Wp. Maksud 30 Wp disini yaitu jika sel surya diletakkan ditempat yang terkena sinar matahari secara langsung selama 12 jam (dari jam enam pagi hingga enam sore), maka dapat menyediakan daya sebesar 360 W. Gambar 14 merupakan panel surya yang digunakan pada saat penelitian.
Sumber : Dokumentasi
Gambar 14 Panel surya yang digunakan Spesifikasi lengkap sel surya yang digunakan pada penelitian, yaitu :
1) Daya Maksimal : 30Wp 2) Tegangan Maksimal : 17,0V
3) Arus Maksimal : 1,77A 4) Lintasan Tegangan Terbuka : 21,60V 5) Lintasan Arus Pendek : 1,88A 6) Voltage : 12 V 7) Dimensi (ukuran) Modul : 47 cm X 59 cm
1) Hasil pengukuran intensitas cahaya matahari dan tegangan pada panel sel surya Setelah melakukan pengukuran selama penelitian, maka dapat diperoleh data hasil pengukuran intensitas cahaya matahari dan tegangan pada panel sel surya. Pengukuran dimulai pada hari selasa, 27 September 2011 pukul 09.00 –
28
17.00 WIB dengan menggunakan interval 30 menit. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil pengukuran tegangan yang dihasilkan berdasarkan intensitas cahaya matahari. Waktu Pengukuran 9:00 9:30 10:00 10:30 11:00 11:30 12:00 12:30 13:00 13:30 14:00 14:30 15:00 15:30 16:00 16:30
Intensitas Cahaya Tegangan Matahari (W/m2) Baterai (V) 61,054 0 57,687 0,2 158,13 0,6 158,42 0,6 105,39 0,4 105,39 0,5 158,42 0,5 158,13 0,6 158,42 0,4 158,86 0,4 150,37 0,4 147,88 0,4 139,09 0,2 124,45 0,3 100 0,3 66,325 0,2
Sumber : Pengolahan data
Berdasarkan nilai tabel di atas maka dapat dibuat kurva hubungan antara waktu pengukuran dengan intensitas cahaya dan tegangan. Bentuk kurva seperti
Intensitas Cahaya Matahari
ditunjukkan pada Gambar 15 dan 16. 150 135 120 105 90 75 60 45 30 15 0
Intensitas Cahaya Matahari (w/m2)
Waktu Pengukuran
Gambar 15 Kurva intensitas cahaya yang terukur
29
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat intensitas cahaya matahari mengalami peningkatan yang tinggi pada pukul 10:00 WIB sebesar 100,443 W/m2, namun pada pukul 11:00 WIB intensitas cahaya matahari mengalami penurunan sebesar 53,03 W/m2 . Nilai rata-rata nilai intensitas cahaya matahari yang didapatkan pada saat penelitian sebesar 125,501 W/m2. Intensitas cahaya matahari terbesar didapat pada pukul 13:30 WIB dengan nilai sebesar 158,86 W/m2. Adapun nilai intensitas cahaya matahari terendah didapat pada pukul 9:30
0,7
160
0,6
140
0,5
120 100
0,4
80
0,3
60
0,2
40
0,1
20
Intensitas Cahaya Matahari (w/m2) Tegangan (volt)
16:30
16:00
15:30
15:00
14:30
14:00
13:30
13:00
12:30
12:00
11:30
11:00
10:30
10:00
0 9:30
0
Tegangan Baterai (volt)
180
9:00
Intensitas Cahaya Matahari (w/m2)
WIB sebesar 57, 687 W/m2.
Waktu Pengukuran
Gambar 16 Kurva hubungan intensitas cahaya matahari dengan tegangan baterai Berdasarkan gambar di atas tegangan terbesar terjadi pada pukul 10:00, 10:30, dan 12:30 WIB sebesar 0, 6 V dengan rata-rata intensitas cahaya matahari yang diterima 158,26 W/m2. Adapun tegangan terendah didapat pada pukul 9:30, 15:00, dan 16:30 WIB sebesar 0,2 V dengan rata-rata intensitas cahaya matahari yang diterima sebesar 87,7 W/m2. Intensitas sinar matahari sangat menentukan kinerja sel surya, bila sinar matahari kurang terang maka sinar yang diserap oleh sel surya juga kurang sehingga output energi yang dihasilkan juga kecil. Karena itu, pemakaian sel surya untuk memperoleh tegangan dan daya listrik besar sebaiknya memilih lokasi yang memiliki intensitas sinar matahari cukup besar, seperti Indonesia yang mempunyai rata-rata nilai intensitas cahaya mataharinya sekitar 0,6-0,7 kW/m² (Manan, 2009).
30
Dari bentuk kurva yang didapat, maka dapat dilihat bahwa nilai intensitas cahaya matahari berpengaruh terhadap arus dan tegangan yang dihasilkan. Semakin besar nilai intensitas cahaya matahari maka semakin besar juga nilai tegangan dan arus yang dihasilkannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Abdullah (1998) vide Laksanawati (2006) bahwa pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap arus yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan tegangan terminalnya. Selain itu berdasarkan kurva karakteristik arus dan tegangan modul sel surya pada variasi tingkat intensitas cahaya matahari yang dihasilkan oleh Rosenblum (1991) dan diacu oleh Laksanawati (2006) telah memperlihatkan bahwa adanya hubungan nilai intensitas cahaya matahari terhadap arus dan tegangan yang dihasilkan oleh panel surya. Tegangan terbesar terjadi pada pukul 10:00, 10:30, dan 12:30 WIB sebesar 0, 6 V dengan rata-rata intensitas cahaya matahari yang diterima 158,26 W/m2, hal ini terjadi karena panel surya diletakkan menghadap ke arah sinar matahari, sehingga luas panel surya yang terkena sinar matahari juga semakin besar, sehingga sinar yang masuk semakin banyak dan sinar yang terkonduksi juga semakin besar, dan berarti elektron yang lepas juga semakin banyak, yang akhirnya menghasilkan arus yang semakin banyak, dan tegangan juga semakin besar (Sufiyandi, 2007).
2) Hasil pengukuran suhu dan tegangan pada panel sel surya Setelah melakukan pengukuran selama penelitian, maka dapat diperoleh data hasil pengukuran suhu dan tegangan pada panel sel surya. Pengukuran dimulai pada pukul 09.00 – 17.00 WIB dengan menggunakan interval 30 menit. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil pengukuran tegangan yang dihasilkan berdasarkan suhu Waktu Pengukuran 9:00 9:30 10:00 10:30 11:00 11:30 12:00 12:30
Suhu (oC) 28 28 30 31,5 32 31,5 30,5 31
Tegangan Baterai (V) 0 0,2 0,6 0,6 0,4 0,5 0,5 0,6
31
Tabel 7 lanjutan Waktu Pengukuran 13:00 13:30 14:00 14:30 15:00 15:30 16:00 16:30
Suhu (oC) 32 32 32 33 32 31,5 32 31,5
Tegangan Baterai (V) 0,4 0,4 0,4 0,4 0,2 0,3 0,3 0,2
Sumber : Pengolahan data
Berdasarkan nilai tabel di atas maka dapat dibuat grafik hubungan antara waktu pengukuran dengan intensitas cahaya dan tegangan. Bentuk grafik seperti
Suhu (oC)
ditunjukkan pada Gambar 17 dan 18. 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25
Suhu
Waktu Pengukuran
Gambar 17 Kurva suhu yang terukur Gambar di atas menunjukkan perubahan suhu terbesar terjadi pada pukul 10:30 WIB sebesar 1,5 oC. Untuk rata-rata suhu yang terukur pada saat penelitian adalah sebesar 31,156 oC. Suhu tertinggi terukur pada pukul 14:30 WIB sebesar 33 oC. Adapun suhu terendah terukur pada pukul 09:00 dan 09:30 WIB dengan rata-rata sebesar 28 oC.
34 33 32 31 30 29 28 27 26 25
0,7 0,6
0,5 0,4 0,3 0,2
Tegangan (volt)
Suhu (0C)
32
Suhu Tegangan (volt)
0,1 0
Waktu Pengukuran
Gambar 18 Kurva hubungan suhu dengan tegangan baterai Berdasarkan gambar di atas tegangan yang terukur tinggi terjadi pada pukul 10:00 , 10:30, dan 12:30 WIB sebesar 0, 6 V, dengan suhu rata-rata sebesar 30,5 oC. Adapun tegangan yang terkurur rendah didapat pada pukul ke 9:30, 15:00, dan 16:30 WIB sebesar 0,2 V, dengan suhu rata-rata sebesar 30,5 oC. Dari grafik di atas dapat dilihat jika semakin tinggi suhu, maka tegangan yang dihasilkan semakin rendah. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Rosenblum (1991) yang diacu oleh Laksnawi (2006), bahwa Isc akan mengalami perubahan dengan meningkatnya suhu, kenaikan kurang lebih 0,04 %/oC. Sedangkan Voc akan mengalami perubahan yang besar, pengurangan tegangan kurang lebih 0,3 %/oC. Menurunnya tegangan bisa terjadi dikarenakan heat sink yang terpasang pada regulator tidak cukup bagus untuk untuk menyerap panas dari komponen elektronik (biasanya IC atau Transistor daya).
5.1.2 Battery control unit Battery Control Unit (BCU) yang berfungsi sebagai proteksi over charge, tapi berfungsi juga sebagai proteksi pengosongan baterai berlebih (over discharge), proteksi beban lebih, hubungan singkat, tegangan kejut halilintar, arus balik dari baterai ke sumber (pembangkit), dan proteksi polaritas terbalik baterai dan sumber (pembangkit).
33
Pada sistem pembangkit ini, terjadi suatu proses penyimpanan energi listrik yang dihasilkan oleh panel sel surya. Biasanya energi listrik ini disimpan pada baterai dalam bentuk energi elektrokimia. Pada proses penyimpanan energi tersebut, diperlukan suatu alat yang berfungsi mengatur proses tadi agar tidak terjadi pengisian berlebih pada baterai (over charge) yang dapat menyebabkan kerusakan pada baterai. BCU dapat dibagi kedalam dua bagian, yaitu : 1) Regulator Regulator adalah komponen elektronik yang digunakan untuk mengatur arus searah yang diisi ke baterai dan diambil dari baterai ke beban. Regulator mengatur overcharging (kelebihan pengisian, karena baterai sudah penuh) dan kelebihan voltase dari panel surya (solar cell). Kelebihan voltase dan pengisian akan mengurangi umur baterai. Seperti yang telah disebutkan di atas regulator yang baik biasanya mempunyai kemampuan mendeteksi kapasitas baterai. Bila baterai sudah penuh terisi maka secara otomatis pengisian arus terhenti. Regulator yang tepasang pada BCU ini mempunyai spesifikasi sebagai berikut : 1) Rated charge current : 3 A 2) Rated load current : 6 A 3) Max current consumption : 10 mA 4) Disconnect voltage : 14, 7 V (high) dan 11,5 V (low) 5) Reconnect voltage : 13,6 V (high) dan 12,5 V (low) Regulator akan mengisi baterai sampai level tegangan tertentu, kemudian apabila level tegangan drop, maka baterai akan diisi kembali. Arus listrik DC yang berasal dari baterai tidak mungkin masuk ke panel sel surya karena biasanya ada diode protection yang hanya melewatkan arus listrik DC dari panel surya (solar cell) ke baterai, bukan sebaliknya. Rangkaian regulator dapat dilihat pada Gambar 18.
34
Sumber : Dokumentasi
Gambar 19 Rangkaian regulator tampak atas Pada Gambar 18 terdapat berberapa komponen elektronika yang tersusun di dalam rangkaian regulator seperti : resistor, dioda, kapasitor, transistor, dan IC. Menurut
Bishop
(2002),
masing-masing
komponen
elektronik
tersebut
mempunyai fungsi yang berbeda. Seperti resistor yang berfungsi untuk menghambat arus listrik. Dioda berfungsi untuk menghantarkan listrik dan tegangan pada satu arah saja. Kapasitor berfungsi untuk menyimpan dan melepas muatan listrik atau energi listrik. Transistor mempunyai fungsi untuk meratakan arus, menahan sebagian arus, menguatkan arus, dan membangkitkan frekuensi rendah maupun tinggi. Untuk integrated circuit (IC), adalah suatu komponen elektronik yang dibuat dari bahan semi konduktor. IC merupakan gabungan dari beberapa komponen seperti resistor, kapasitor, dioda dan transistor yang telah terintegrasi menjadi sebuah rangkaian berbentuk chip kecil. 2) Baterai Baterai merupakan peralatan penting pada suatu pembangkit listrik tenaga surya. Baterai menyimpan energi listrik yang diterimanya pada siang hari dan akan dikeluarkan pada malam hari untuk melayani beban (terutama untuk penerangan). Baterai yang digunakan pada saat penelitian yaitu jenis baterai basah. Baterai basah yang digunakan merupakan baterai mobil. Baterai mobil dipilih karena mempunyai karakteristik arus yang tinggi, harga cukup murah, dan energi yang dapat diambil sampai kapasitas 80 %. Baterai ini mempunyai daya sebesar 420 Wh, yang artinya daya baterai akan habis bila digunakan pada beban yang mempunyai daya sebesar 420 W dalam satu jam. Gambar19 adalah gambar baterai yang digunakan pada penelitian ini.
35
Sumber : Dokumentasi
Gambar 20 Baterai yang digunakan pada penelitian Pada saat pengukuran tegangan yang masuk ke dalam baterai, tegangan baterai sendiri dikosongkan hingga 6 V. Hal ini dilakukan agar dapat mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk menambah tegangan di baterai hingga 12 V. Mengingat nilai intenitas cahaya matahari yang senantiasa berubah-ubah setiap waktunya maka energi yang dihasilkan oleh panel sel surya akan berbeda juga tiap waktunya. Berikut ini data energi yang dihasilkan oleh panel sel surya dalam sehari pada waktu yang efektif matahari, yakni pukul 09.00-16.30 WIB, dengan menggunakan interval pengukuran setiap 30 menit. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil pengukuran tegangan yang masuk ke dalam baterai Waktu Pengukuran
Tegangan Baterai (v)
9:00 9:30 10:00 10:30 11:00 11:30 12:00 13:00 13:30 14:00 14:30 15:00 15:30 16:00 16:30 Sumber :Pengolahan data
6 6,2 6,8 7,4 7,8 8,3 8,8 9,8 10,2 10,6 11 11,2 11,5 11,8 12
36
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa tegangan yang dihasilkan oleh panel sel surya tidak konstan tiap waktunya. Energi yang dihasilkan dari pagi hingga siang cenderung mengalami kenaikan dan dari siang hingga sore mengalami penurunan. Pada tabel di atas juga bisa dilihat bahwa untuk melakukan pengisian baterai hingga 12 V membutuhkan waktu selama 7 jam 30 menit. Tabel di atas juga memberikan informasi bahwa penambahan tegangan yang terukur tinggi terjadi pada pukul 10:00, 10:30, dan 12:30 WIB sebesar 0,6 V. Penambahan tegangan yang tercatat rendah didapat pada pukul 9:30, 15:00, dan 16:30 WIB sebesar 0,2 V. Untuk kurva dari tegangan baterai bisa dilihat pada Gambar 16. Waktu pengisian baterai sangat tergantung terhadap dua faktor yaitu suhu dan ketersedian cahaya matahari. Suhu pada saat pagi hari dalam rentang waktu pukul 9:00 hingga 9:30 WIB cenderung stabil, tetapi nilai tegangan yang dihasilkan oleh sel surya tidak stabil dikarenakan intensitas cahaya matahari yang mengenai panel surya pada saat itu rendah. Bandingkan setelah pukul 10:00 hingga pukul 12:30, disini terjadi naik turun tegangan yang disebabkan oleh tingginya suhu yang berkisar antara 300C – 31,50C, selain itu nilai intensitas cahaya matahari yang mengenai panel surya cukup tinggi. Menurut Sigalingging (1994) vide Astrawan (2007), waktu pengisian baterai yang baik tidak kurang dari 10 jam dan dalam kenyataannya dengan waktu tersebut pengisian baru mencapai 80 %. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapatkan pada saat melakukan pengisian baterai, waktu yang dibutuhkan hanya 7 jam 30 menit dengan hasil pengisian mencapai 100 %. Beberapa faktor bisa mempengaruhi waktu dan hasil pengisian baterai, seperti ukuran panel surya, kapasitas baterai, intensitas cahaya matahari, dan suhu pada saat pengambilan data. Arus listrik yang dialirkan dari panel surya ke baterai mempunyai nilai yang kecil, hal ini sesuai dengan Sigalingging (1994) vide Astrawan (2007) bahwa arus pengisian baterai harus kecil. Arus tersebut bisa mempunyai nilai yang kecil dikarenakan sebelum arus mengalir ke baterai terlebih dahulu distabilkan dan diperkecil nilainya di dalam regulator. Hal ini dilakukan untuk memperkecil terjadinya overcharging (kelebihan pengisian, karena baterai sudah penuh) dan kelebihan voltase dari panel surya. Jika arus listrik tidak mengalami proses
37
terlebih dahulu di regulator, maka akan terjadi kelebihan voltase yang akan mengurangi umur baterai.
5.1.3 Lampu Light Emitting Diode (LED) LED yang digunakan sebanyak 36 buah disusun menjadi tiga rangkaian paralel, yang masing-masing rangkaian paralel mengandung 3 LED yang disusun secara seri. Setiap rangkaian seri LED dipasang resistor yang berfungsi untuk menghambat arus yang mengalir dari baterai. Masing-masing resistor yang digunakan pada rangkaian seri bernilai 330 Ω, jadi total nilai resistor yang terdapat di dalam satu rangkaian paralel LED sebesar 85 Ω. Setelah diketahui nilai total resistor, maka bisa digambarkan rangkaian lampu LED seperti pada Gambar 21. R1
D1
D2
D3
R2
D4
D5
D6
R3
D7
D8
D9
R4
D10
D11 D12
+
-
Keterangan : R1-R4 = 330 Ω D1-D12 = 0,2 V; 20mA
Gambar 20 Rangkaian lampu LED yang digunakan Setiap lampu LED mempunyai nilai I (arus) sebesar 2 mA, jadi dalam satu rangkaian paralel yang mempunyai 12 lampu LED, maka nilai I totalnya yaitu 24 mA. Untuk mengetahui tegangan yang dibutuhkan (V) untuk menyalakan setiap rangkaian lampu LED ini dihitung berdasarkan rumus : V = I total x R total = 24 mA x 85 Ω = 1,98 V Setelah didapatkan nilai tegangan (V) yang dibutuhkan untuk menyalakan setiap rangkaian lampu LED, maka dapat diketahui daya yang dibutuhkannya. Perhitungan daya yang dibutuhkan untuk menyalakan sebuah rangkaian lampu LED dapat dihitung dengan menggunakan rumus : P = V x I total
38
= 1,98 V x 24 mA = 0,04752 W Setelah mendapatkan daya yang dibutuhkan untuk menyalakan sebuah rangkaian lampu LED, maka bisa didapatkan nilai P total untuk menyalakan rangkaian lampu LED sebesar 0,14256 W. Jadi, bisa diasumsikan jika tiga rangkaian lampu LED ini dinyalakan selama 12 jam, daya yang dibutuhkan hanya sebesar 1,71072 W. Warna lampu LED yang digunakan pada saat penelitian ini yaitu putih, merah, dan hijau. Lampu tersebut dipasang di atas kapal, sehingga bisa terlihat dari jauh. Pemasangan lampu, disesuaikan dengan aturan yang berlaku di FAO (Gulbrandsen, 2009). Lampu merah dan hijau harus terlihat hingga jarak 1,5 mil dan hanya bisa dilihat dari satu sisi saja. Lampu merah harus bisa dilihat dari sisi kiri saja dan lampu hijau hanya bisa dilihat dari sisi kanan saja. Sedangkan lampu putih harus terlihat hingga jarak dua mil dan dapat terlihat dari segala arah. Setiap warna mempunyai nilai intensitas berbeda saat diukur dengan kondisi yang gelap total. Rangkaian lampu LED warna putih mempunyai nilai intensitas sebesar 1.790 lm/m2. Lalu rangkaian lampu LED warna merah mempunyai nilai intensitas sebesar 2.110 lm/m2, sedangkan rangkaian lampu LED hijau mempunyai nilai intensitas 3.670 lm/m2. Perbedaan nilai lumen yang diukur pada ketiga lampu terjadi, akibat adanya hubungan warna lampu dengan nilai panjang gelombang. Gambar 22 menunjukkan lampu LED putih, merah, dan hijau pada saat menyala.
Sumber : Dokumentasi
Gambar 21 Lampu LED putih, merah, dan hijau pada saat menyala .
Nilai intensitas lampu LED yang diukur sangat sesuai dengan pernyataan
Syahrul (2006), bahwa LED mempunyai nilai lumen yang lebih efisien dan daya konsumsi rendah dibandingkan dengan jenis lampu lain. Lampu-lampu yang dipasang di kapal oleh nelayan Palabuhanratu mempunyai nilai intensitas rata-rata
39
sebesar 500 lm/m2 dengan daya sebesar 10 W.
Lampu LED yang dirangkai
mempunyai nilai intensitas lebih tinggi dan daya yang dibutuhkan lebih rendah. Selain itu dilihat dari umur pemakaian, lampu LED bisa lebih lama yaitu sekitar 50.000 – 100.000 jam (Syahrul, 2006), sedangkan lampu pijar rata-rata pemakaiannya bisa sampai 1.000 jam. Jadi pemakaian lampu LED untuk lampu navigasi kapal sangat bermanfaat dibandingkan dengan pijar baik dilihat dari sisi efisiensi pemakaian dan tahan lama lampu tersebut saat digunakan.
5.2 Lampu Navigasi Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu merupakan salah satu pelabuhan yang mempunyai aktivitas penangkapan ikan yang padat. Sesuai dengan peraturan menteri kelautan dan perikanan nomor: PER.16/MEN/2006, maka kapal perikanan yang akan bertambat maupun berlabuh harus berukuran sekurang-kurangnya 30 GT. Biasanya kapal-kapal yang berukuran 30 GT merupakan kapal yang telah lengkap peralatan navigasinya. Untuk mengetahui perlengkapan navigasi yang digunakan khususnya lampu navigasi sudah sesuai atau tidak, maka dilakukan pengamatan di malam hari pada tanggal 28 – 29 September 2011. Selengkapnya data disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Penerapan penggunaan lampu navigasi di Palabuhanratu Ada Waktu Tidak Ada Sesuai Tidak Sesuai 28 September 2011 3 11 5 29 September 2011 2 8 6 Sumber : Pengolahan data
Setelah dilakukan pengamatan di malam hari pada tanggal 28 – 29 September 2011, ditemukan beberapa kapal yang memakai lampu navigasi namun tidak sesuai dengan peraturan FAO. Pada hari pertama terdapat 19 kapal yang beroperasi pada malam hari. Dari 19 kapal ini, hanya 3 kapal yang menggunakan lampu sesuai dengan aturan FAO, 11 kapal menggunakan lampu navigasi tetapi tidak sesuai dengan aturan FAO, dan lima kapal tidak menggunakan lampu navigasi. Pada hari kedua ditemukan 16 kapal yang beroperasi pada malam hari. Dalam 16 kapal ini hanya terdapat 2 kapal yang menggunakan lampu navigasi yang sesuai dengan aturan FAO, 8 kapal menggunakan lampu navigasi namun tidak sesuai aturan FAO, dan sisanya 6 kapal tidak menggunakan lampu navigasi.
40
Maka dapat disimpulkan bahwa kapal-kapal di Palabuhanratu sudah memakai lampu navigasi namun tidak sesuai dengan aturan FAO. Kapal yang menggunakan lampu tetapi tidak sesuai dengan aturan FAO, contohnya seperti kapal yang berukuran < 7 m menggunakan lampu navigasi berwarna hijau dan tidak terlihat pada jarak 2 mil, padahal menurut FAO (2009), bahwa untuk kapal yang mempunyai ukuran di bawah tujuh meter dan kecepatan kurang dari 7 knot menggunakan lampu navigasi yang berwarna putih. Posisi lampu dipasang di atas kapal dan harus terlihat hingga jarak dua mil. Lampu tersebut harus terlihat dari segala arah. Kapal yang tidak menggunakan lampu navigasi disini maksudnya kapal tersebut menggunakan sumber cahaya lain untuk dijadikan lampu navigasi misalnya cahaya dari petromak. Petromak memiliki nilai intensitas cahaya yang dipancarkan sangat kecil dan cahaya tersebut bisa padam jika terkena angin. Tidak adanya sosialisasi dari pihak pengelola pelabuhan maupun dari syahbandar setempat mengenai aturan yang sesuai dengan FAO menyebabkan terputusnya informasi-informasi baru yang harusnya diberitahukan kepada masyarakat, khususnya pemilik kapal dan nelayan-nelayan. Selain itu, banyak nelayan-nelayan dan para pemilik kapal yang berpikiran bahwa harga lampu navigasi mahal dan tidak penting untuk penggunaannya, padahal dalam Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut No Kp 46/1/1/-83 (Lampiran 2) kelengkapan lampu navigasi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh SIB (surat izin berlayar).