11
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Uji Virus Terbawa Benih Uji serologi menggunakan teknik deteksi I-ELISA terhadap delapan varietas benih kacang panjang yang telah berumur 4 MST menunjukkan bahwa tujuh varietas komersial positif terdeteksi BCMV dari benih yang ditumbuhkan. Adapun varietas yang positif BCMV yaitu New Jaliteng, Pilar, Parade, Long Silk, Maharani, Lousiana, dan 777, sedangkan benih dari varietas Lokal (berpolong putih) dari petani menunjukkan tidak terdeteksi BCMV (Gambar 3). 80
Sampel Komposit Positif BCMV (%)
80 70 60 50
45 40
40 30 20 10
5
5
NJT
PLR
5
5
0
0 LS
PRD
MHR
LSA
777
Lokal
Varietas
Gambar 3 Persentase BCMV terbawa benih dari sampel komposit pada 7 varietas kacang panjang komersial. NJT : New Jaliteng; PLR : Pilar; LS : Long Silk; PRD : Parade; MHR : Maharani; LSA : Lousiana; 777; Lokal Persentase tertinggi sampai terendah benih yang membawa BCMV dari 20 SK yang dideteksi ditunjukkan oleh adalah varietas Parade (16 SK), varietas 777 (9 SK), varietas Maharani (8 SK), lalu New Jaliteng, Pilar, Lousiana, dan Long Silk masing-masing (1 SK), sedangkan varietas Lokal polong putih menunjukkan hasil tidak terdeteksi BCMV (Gambar 3). Untuk mengetahui persentase nyata BCMV yang terbawa benih dari sampel komposit yang positif, selanjutnya sampel diuji secara individu dengan I-ELISA (Gambar 4).
12
73
Benih Positif BCMV (%)
80 70 60 50 40
30
25
30 20 10
3
4
NJT
PLR
5
2
0 LS
PRD
MHR
LSA
777
Varietas
Gambar 4 Persentase BCMV terbawa benih pada 7 varietas kacang panjang komersial. NJT : New Jaliteng; PLR : Pilar; LS : Long Silk; PRD : Parade; MHR : Maharani; LSA : Lousiana; 777 Hasil deteksi individu tanaman dari SK yang positif BCMV menunjukkan bahwa dari masing-masing 100 benih yang diuji, infeksi tertinggi sampai terendah ditunjukkan oleh varietas Parade (73%), varietas 777 (30%), varietas Maharani (25%), varietas Long Silk (5%) , varietas Pilar (4%), varietas New Jaliteng (3%), dan terakhir varietas Lousiana (2%). Data ini menunjukkan bahwa benih-benih komersial yang dijual dan ditanam petani tidak bebas BCMV.
Deteksi BCMV dengan Teknik TBIA Hasil deteksi BCMV dengan TBIA menggunakan antiserum dengan konsentrasi berbeda menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi antiserum (pengenceran rendah) yang digunakan maka pewarnaan akan semakin jelas dan waktu pewarnaan semakin singkat (Gambar 5). Penggunaan kombinasi antiserum sampai 1:10 000 memberikan hasil yang jelas antara sampel yang positif BCMV dan sampel sehat. Namun, hasil deteksi TBIA BCMV masih dapat terlihat jelas sampai pengenceran antiserum 1:15 000. Hal ini menunjukkan bahwa sensitivitas antiserum yang cukup tinggi. Namun, waktu pewarnaan yang diperlukan menjadi lebih lama (> 7 jam); lebih lama dari proses TBIA itu sendiri.
13
TBIA
Konsentrasi Anti Serum
Waktu Warna Muncul (menit)
+
1 : 3 000
10
1 : 5 000
20
1 : 7 000
20
1 : 10 000
30
1 : 13 000
420
1 : 15 000
480
‐ + ‐ + ‐ + ‐
Gambar 5 Optimasi hasil deteksi BCMV pada konsentrasi antiserum yang berbeda. (+) : tanaman sakit; (-) : tanaman sehat Hasil TBIA dengan menggunakan kertas membran dapat dilihat bahwa sampel positif dengan cara blotting langsung dari daun yang segar lebih bagus dan lebih bersih hasilnya daripada dot spot menggunakan sap tanaman yang digerus terlebih dahulu. Ketika proses pencucian, blotting langsung dari daun yang segar lebih bersih daripada dot spot menggunakan sap tanaman yang digerus karena sulitnya menghilangkan sisa tanaman (Gambar 6).
14
Gambar 6
TBIA BCMV kacang panjang dengan menggunakan konsentrasi antiserum. (a) ; 1:3 000; (b) ; 1:5 000; (+) : tanaman/sap terinfeksi; (-) : tanaman/sap sehat
Perbandingan hasil deteksi ELISA dari benih yang ditumbuhkan dengan TBIA, digunakan varietas Parade. Berdasarkan deteksi ELISA menunjukkan bahwa 16 dari 20 sampel komposit yang diuji positif mengandung BCMV. Sementara itu, berdasarkan hasil TBIA menunjukkan 11 dari 20 spot berwarna ungu (sampel no 1, 2, 6, 7, 8, 12, 16, 17, 18, 19, 20) dan sisanya berwarna ungu muda. Namun, berdasarkan pengamatan visual, semua sampel komposit positif BCMV walaupun dengan intensitas warna yang berbeda. Sampel 1-4 terdeteksi negatif dengan ELISA namun positif dengan TBIA. Hal ini karena saat TBIA dilakukan umur tanaman > 4 MST, sedangkan ELISA dilakukan saat tanaman berumur 4 MST. Pada tanaman yang > 4 MST kemungkinan jumlah virus lebih banyak dalam tanaman tersebut sehingga terdeteksi positif dengan TBIA. Faktor ketidak seragaman tekanan ketika menspotkan sampel pada kertas membran juga membawa perbedaan intensitas warna ungu. Pada kontrol negatif juga terlihat berwarna ungu muda seperti pada sampel uji yang positif BCMV. Hal ini disebabkan tanaman sehat yang digunakan pada Gambar 5 berbeda dengan yang digunakan pada Gambar 7. Persentase BCMV terbawa benih varietas Parade cukup tinggi berdasarkan hasil deteksi dalam penelitian ini, sehingga kontrol negatif varietas Parade yang digunakan dalam TBIA pada Gambar 7 kemungkinan besar membawa BCMV.
15
Tabel 1 Hasil deteksi I-ELISA ditumbuhkan No Bufer Kontrol (+) Kontrol (-) 1* 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
dari benih tanaman varietas Parade yang
Rata-rata NAE 0,152 2,864 0,164 0,169 0,211 0,212 0,239 0,316 0,273 0,260 0, 304 0,292 0,312 0,368 0,356 0,328 0,328 0,366 0,351 0,450 0,404 0,723 0,659
* Uji positif jika NAE > 0,246 (1,5 x NAE K negatif)
Hasil* + + + + + + + + + + + + + + + + +
16
Gambar 7 Deteksi TBIA dari benih tanaman varietas Parade yang ditumbuhkan
Perbandingan Teknik Deteksi I-ELISA dan TBIA Kelebihan dan kekurangan dua teknik ini ditabulasikan pada Tabel 2. Tabel 2 Perbandingan antara teknik I-ELISA dan TBIA dalam deteksi BCMV Faktor Pembanding Sensitivitas Objektivitas hasil Penggunaan alat bantu otomatis Media Antiserum BCMV (1 : 200) Antiserum 2nd Penggunaan bufer Pewarna PNP NBT/BCIP Kecepatan diagnosa Keterampilan yang dibutuhkan Prosedur pelaksanaan Pengujian pada kondisi lapang Biaya Pengujian
I-ELISA* 0,01 g sampel daun Sedang-Tinggi Banyak
TBIA* Daun segar sedikit Sedang Sedikit
Plat ELISA 1 strip 4 µl 1µl Banyak 100 µl/sampel ±22 -26 jam Sedang
Kertas NPN 1,5 x 5 cm 1µl 1µl Sedikit Disesuaikan dengan kertas NPN (±1-3 ml) ±3 jam Rendah
Banyak Sedang
Sedikit Tinggi
Rp 97.000,00
Rp 33.000,00
∗ ELISA diperkirakan untuk 8 sampel (plat ELISA 1 strip); Setara dengan KM ukuran 1,5 x 5 cm untuk TBIA dengan jumlah sampel yang sama
17
Perbandingan kedua metode dalam mendeteksi BCMV menunjukkan bahwa TBIA lebih mudah, murah, dan jauh lebih cepat dalam memberikan hasil deteksi dibandingkan I-ELISA. Dalam pengujian rutin, sering menggunakan jumlah sampel yang tidak banyak. Pada kondisi ini TBIA memberikan keleluasaan dan kemudahan dalam deteksi karena kertas membran yang digunakan dapat disesuaikan dengan jumlah sampel. Sedangkan pada I-ELISA jumlah sampel sedikit atau banyak dalam satu plat akan membutuhkan biaya yang sama dan lebih mahal dari TBIA. Keunggulan pengujian teknik I-ELISA di laboratorium yaitu pembacaan hasil pengujian dapat dilakukan menggunakan ELISA reader, sehingga didapatkan hasil titer virus yang akurat secara kuantitatif. Sedangkan dengan teknik TBIA hanya dapat menentukan hasil deteksi virus secara kualitatif positif dan negatif saja.
Pembahasan
Deteksi Benih Hasil Growing On Test Deteksi benih secara serologi pada delapan varietas kacang panjang menunjukkan tujuh varietas komersial positif BCMV, sedangkan varietas lokal menunjukkan tidak terdeteksi BCMV. Akan tetapi benih yang bereaksi positif pada I-ELISA tersebut belum memperlihatkan gejala pada saat dilakukan pengujian (4 MST). Hal tersebut membuktikan bahwa benih komersial yang ada di pasaran dan ditanam petani tidak bebas BCMV. Selain BCMV, penyebab mosaik kuning kacang panjang adalah CMV atau infeksi ganda BCMV dan CMV (Damayanti et al. 2009). Kemungkinan terdeteksi CMV dari benih ada karena CMV juga virus tular benih, namun dalam penelitian ini deteksi CMV tidak dilakukan. Berdasarkan hasil deteksi ini terlihat bahwa kenyataannya benih komersial tidak bebas virus. Hal ini menjelaskan tentang intensitas serangan mosaik kuning di lapang yang tinggi dibeberapa pertanaman kacang panjang di Jawa Barat dan Tegal (Damayanti TA & Tamrin, Komunikasi pribadi 2012). Oleh karena itu
18
salah satu upaya pengendalian BCMV adalah dengan penggunaan benih bebas virus dan tersedianya metode deteksi virus yang mudah dilakukan dalam deteksi rutin. Dalam deteksi BCMV terbawa benih, sebaiknya benih ditumbuhkan sampai 4 MST. Hal ini karena sedikitnya virus yang terbawa benih sehingga tanaman perlu ditumbuhkan sampai virus mencapai konsentrasi yang terdeteksi dengan ELISA. Hasil deteksi dengan menumbuhkan benih sampai 2 MST pada varietas Maharani menunjukkan hasil negatif BCMV (data tidak diperlihatkan). Namun, setelah benih ditumbuhkan sampai 4 MST, varietas Maharani dari 100 sampel yang sama menunjukkan 25% benih yang diuji positif mengandung BCMV. Oleh karena itu, dalam seleksi benih bebas BCMV growing on test (menumbuhkan benih) sampai 4 MST merupakan hal yang penting diperhatikan untuk mendapatkan hasil deteksi yang lebih akurat. Deteksi serologi menggunakan sampel komposit dengan cara mencetak daun dengan tutup eppendrof merupakan cara yang mudah untuk keseragaman sampel uji dibandingkan pengambilan sampel yang tidak beraturan ukurannya. Sampel komposit (1 SK terdiri dari 5 tanaman yang berbeda) dengan ukuran yang sama memudahkan dalam pelaksanaan deteksi dan efisiensi penggunaan antiserum untuk deteksi sampel dalam jumlah banyak. Dengan bentuk daun yang sama dideteksi dalam bentuk sampel komposit, diharapkan sampel uji lebih homogen. Jika dari lima sampel uji, satu saja yang positif mengandung virus, akan positif terdeteksi walaupun dalam sampel komposit. Deteksi individu dari sampel komposit hanya dilakukan bila terdeteksi positif virus. Hal ini untuk efisiensi penggunaan antiserum. Menurut Susetio (2011), varietas Parade, New Jaliteng, Long Silk, dan Pilar (Polong hijau) tergolong varietas yang sangat rentan terhadap BCMV, begitu juga dengan varietas 777 (Setyastuti 2008). Dalam penelitian ini deteksi benih komersial hasil growing on test juga menunjukkan persentase BCMV terbawa benih yang tinggi pada varietas Parade, Maharani, dan 777. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya korelasi positif antara kerentanan tanaman dengan tingginya persentase BCMV terbawa benih. Persentase BCMV terbawa benih yang lebih rendah ditunjukkan pada varietas New Jaliteng, Pilar, Long Silk, dan Lousiana.
19
Infeksi benih hanya terjadi saat BCMV menginfeksi tanaman sebelum pembentukan bunga, dan tidak terjadi setelah masa itu. Fenomena ini sepertinya terkait dengan transmisi BCMV melalui polen saat virus masuk ke dalam sel telur waktu fertilisasi. Selain itu tinggi rendahnya persentase BCMV terbawa benih juga dipengaruhi oleh waktu terjadinya infeksi virus. Semakin muda tanaman terinfeksi virus, semakin tinggi peluangnya terbawa benih (Sutic et al 1999). Agrios
(2005)
berpendapat
bahwa
faktor
genetik
tidak
hanya
mempengaruhi gejala tetapi juga variasi dalam kerentanan terhadap patogen yang disebabkan perbedaan jenis dan jumlah gen yang mengatur ketahanan pada setiap jenis varietas. Tingginya persentase BCMV yang terdeteksi dari benih yang ditumbuhkan menunjukkan bahwa varietas komersial berpolong hijau diduga lebih rentan terhadap infeksi BCMV dibandingkan varietas yang berpolong putih asal petani dari Indramayu.
Kelebihan dan Kekurangan I-ELISA dan TBIA Perbandingan kelebihan dan kekurangan dalam mendeteksi virus BCMV dengan menggunakan teknik I-ELISA dan TBIA membahas beberapa faktor utama. Kedua teknik deteksi tersebut dapat memberikan hasil deteksi yang baik. Hasil deteksi kuantitatif I-ELISA dapat dilihat diukur menggunakan ELISA reader, sedangkan pada TBIA hasil deteksi hanya dapat dilihat dari pewarnaan kertas membran yang berwarna ungu untuk sampel positif virus dan tidak berwarna untuk kontrol sehat (kualitatif). Sehingga, pada deteksi TBIA tidak dapat diketahui titer virusnya dan adanya subjektivitas dalam penentuan warna ungu. Namun, TBIA memiliki kelebihan dalam deteksi dan identifikasi virus. Spot ungu yang positif virus dapat langsung digunakan untuk deteksi asam nukleat dan RT-PCR tanpa ekstraksi asam nukleat yang rumit untuk identifikasi virus dan perunutan DNA, sehingga untuk identifikasi virus tidak perlu menyimpan sampel daun (Chang et al. 2010). Sedangkan pada ELISA, hasil pengujian tidak dapat digunakan langsung untuk RT-PCR. Untuk hasil deteksi yang positif dengan ELISA, uji lanjutan untuk deteksi asam nukleat memerlukan sampel daun yang sama dan total RNA harus diekstraksi, baru kemudian dideteksi RT-PCR.
20
Biaya yang dibutuhkan untuk deteksi virus dengan TBIA jauh lebih rendah dibandingkan I-ELISA karena penggunaan bufer-bufer dan antiserum uji sangat sedikit. Selain itu prosedur TBIA lebih mudah dan singkat dibandingkan I-ELISA (Gambar 2). Hal ini membuktikan TBIA dapat digunakan lebih banyak dalam deteksi rutin atau untuk mendeteksi sampel hasil survei karena prosedurnya mudah, murah, dan singkat. Namun, optimasi penggunaan antiserum spesifik virus dengan TBIA tetap harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Pemanfaatan kedua teknik deteksi dalam pengujian langsung di lapang memungkinkan untuk dilakukan. Menurut Kartiningtyas (2005) teknik I-ELISA memungkinkan dilakukan di lapang karena tahapan dasar dari I-ELISA yaitu pengisian plat, inkubasi, pencucian plat, dan pembacaan I-ELISA dapat dilakukan tanpa menggunakan peralatan yang canggih. Hasil uji I-ELISA dapat ditentukan dengan membandingkan warna substrat antar sampel, kontrol positif, kontrol negatif, dan larutan penyangga. Akan tetapi teknik TBIA jauh lebih mudah dilakukan di lapang, karena prosedur pelaksanaan yang digunakan lebih sedikit dibandingkan I-ELISA. Tahapan dasar dari TBIA yaitu blotting pada kertas membran, inkubasi, pencucian kertas membran, dan pewarnaan kertas membran juga dapat dilakukan di lapang tanpa menggunakan peralatan yang canggih serta waktu yang dibutuhkan dalam mendapatkan hasil jauh lebih cepat dibandingkan IELISA.