3
– 0.2 g lalu ditambahkan 600 µL buffer ekstrak (dengan komposisi 2% Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide [CTAB] (w/v), 0.1 M Tris HCl pH 8.0, 1.5 M NaCl, 0.02 M Ethylene Diamine Tetra acetic Acid [EDTA] ), dan mercapto etanol 0,2%. Campuran dikocok, diinkubasi selama 30 menit pada suhu 650C. Campuran dalam tabung eppendorf didinginkan di es selama 5 menit, kemudian ditambahkan 600 µL kloroform : isoamil alkohol (24:1). Tabung eppendorf kemudian disentrifuse pada 10000 rpm (g = ± 9.8 m/s2) dengan suhu 40C, selama 10 menit. Supernatan bagian atas (mengandung DNA) diambil dan dipindahkan pada tabung ependorf lain kemudian ditambahkan PCI (Phenol, Chloroform, dan Isoamil alkohol) dingin dengan perbandingan (25:24:1) sebanyak 500 µL, disentrifuse kembali pada 10000 rpm (g = ± 9.8 m/s2) dengan suhu 40C selama 5 menit. Supernatan diambil kemudian ditambahkan 2M NaOAC pH 5,2 (0.1x volume supernatan) dan EtOH 100% sebanyak 2x volume supernatan. Presipitasi dilakukan selama 30 menit dalam freezer. Pelet diambil dan dibilas dengan 500 µL etanol 70% lalu disentrifuse 5 menit dengan kecepatan 10000 rpm (g = ± 9.8 m/s2). Cairan dibuang dan pelet dikeringkan dengan vakum. Pelet dilarutkan ke dalam 20-50 µL aquades steril, diberi RNAse (10 µg/µl) sebanyak 0.2x volume aquades steril selama 30 menit pada suhu 370C. Tahap terakhir yaitu inaktif RNAse pada suhu 700C, selama 10 menit. Uji Kualitas dan Kuantitas DNA. Uji kualitas dan kuantitas DNA dilakukan menurut metode Sambrook et al. (1989) dengan beberapa modifikasi. DNA padi yang berhasil diisolasi dielektroforesis pada gel agarosa dengan konsentrasi 1% (b/v) dalam buffer penyangga 1x TAE. Perbandingan DNA dengan loading dye adalah 5:2 µL. Elektroforesis dilakukan selama kurang lebih 30 menit pada tegangan 100 volt. Selanjutnya gel agarose hasil elektroforesis dimasukkan ke dalam larutan ethidium bromida (konsentrasi larutan 0.5 mg/L) selama 5 menit. Panjang pita DNA diamati dengan melihat pita DNA pada UV transiluminator. Identifikasi Gen Pi-ta. Amplifikasi DNA guna mengidentifikasi gen ketahanan Pi-ta dilakukan dengan bantuan Polymerase Chain Reaction (PCR). Primer yang digunakan adalah Pi-ta ekson 1 dan Pi-ta ekson 2. Primer spesifik ini didesain dari sekuen DNA pada database dengan nomor kode aksesi AF207842. Primer spesifik Pi-ta ekson 1 digunakan untuk amplifikasi gen Pi-ta di
ekson 1 dengan ukuran produk PCR sebesar 418 bp. Sedangkan, primer spesifik Pi-ta ekson 2 digunakan untuk amplifikasi gen Pi-ta di ekson 2 dengan ukuran produk PCR sebesar 448 bp. Tabel 1 Primer spesifik gen Pi-ta forward reverse forward reverse
Primer spesifik Pi-ta ekson 1 5’ACTGCTGGTGCCAAGAAGAT3’ 5’GGCCATGCAGACGATAGAAT3’ Primer spesifik Pi-ta ekson 2 5’CCCAGGATGACCTTGACACT3’ 5’TGTGCCAAATCTTCATCCAA3’
Reaksi PCR mengikuti metode yang dilakukan Naqvi dan Chattoo (1996). PCR dilakukan dengan total reaksi 10µl mengandung 100 ng DNA genomik cetakan (1 µl), dNTPmix (dATP, dCTP, dGTP, dTTP) 0.2 mM (1 µl), masing-masing primer (forward dan reverse) 1 pmol (masing-masing sebanyak 0.4 µl), enzim taq DNA polymerase 1 unit (0.2 µl) dalam larutan buffer 1X (1 µl) dan ditambahkan air bebas ion hingga mencapai volume 10 µl. Amplifikasi PCR dilakukan sebanyak 30 siklus. Program PCR terdiri dari Pra-denaturasi pada suhu 940C selama 5 menit, dilanjutkan dengan 30 siklus yang terdiri atas denaturasi pada suhu 94 0C ,1 menit, annealing pada suhu 550C, 30 detik, dan extension pada suhu 720C, 1 menit. Tahap akhir proses PCR yaitu final extension pada suhu 720C selama 5 menit dan pendinginan pada suhu 720C selama 10 menit. Produk PCR kemudian dipisahkan dengan elektroforesis pada gel agarosa 1% dalam larutan buffer penyangga 1x TAE. DNA 1 kb (ladder) diletakkan di sumur pertama untuk mengukur panjang pita-pita DNA yang dihasilkan. Proses elektroforesis dilakukan selama 26 menit pada tegangan 100 volt. Kemudian diletakkan dalam larutan ethidium bromida (0.5 mg/L) selama 5 menit lalu dibilas dengan aquades. Hasil pita DNA pada agarose divisualisasi dengan cahaya UV. Ada tidaknya gen Pi dapat diketahui dengan melihat pita DNA yang terkait dengan fragment gen Pi yang dapat diamplifikasi dengan primer spesifik. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Morfologi dan Perkecambahan Spora Penelitian ini menggunakan isolat Pyricularia oryzae ras 001 yang berasal dari koleksi Balai Penelitian Tanaman Padi Muara, Bogor. Jumlah spora dari hasil panen spora dihitung menggunakan hemasitometer.
4
Konsentrasi rata-rata spora yang dihasilkan adalah 105 sampai 5.105 sel/ml suspensi. Hasil pengamatan spora dengan mikroskop menunjukkkan bahwa spora P. oryzae berbentuk menyerupai buah pir, memiliki 2 sekat, dan berwarna hialin (Gambar 1a). Guna mengetahui kemampuan infeksi spora P. oryzae yang diinokulasi pada tanaman padi maka dilakukan juga pengamatan perkecambahan spora yang membentuk apresorium. Pengamatan terhadap kemampuan perkecambahan spora memperlihatkan bahwa spora mulai berkecambah pada jam ke empat setelah panen, selanjutnya terbentuk tabung kecambah yang muncul dari bagian apikal atau basal dari sel spora (Gambar 1b). Satu spora dapat membentuk lebih dari satu tabung kecambah. Tabung kecambah selanjutnya membentuk struktur apresorium pada bagian ujungnya. Apresorium berbentuk bulat dan
membentuk tabung infeksi yang berfungsi sebagai struktur penetrasi ke tanaman inang (Gambar 1c). Kemampuan Infeksi Penyakit Blas Pada Tanaman Padi Varietas padi Kencana Bali merupakan varietas peka yang digunakan sebagai kontrol positif pada penelitian ini menunjukkan gejala penyakit blas pada bagian daun. Bercak pada varietas Kencana bali mulai tampak pada hari ke empat setelah infeksi dan bercak bertambah lebar setelah hari ke tujuh. Gejala blas daun yang teramati yaitu berupa bercak berbentuk elips dengan ujung runcing, tepi bercak berwarna coklat tua hingga hitam dengan sedikit warna kuning, bagian tengah berwarna abu-abu (Gambar 2). Bercak hanya berupa bintik-bintik hitam dan tidak terlihat melebar pada tanaman tahan (resisten).
spora
tabung kecambah
Apresorium
spora spora 20 µm
a
30 µm
b
c
tabung kecambah
10 µm
Gambar 1 (a) Spora P. grisea pada jam ke-0 setelah panen, perbesaran 10x40; (b) Spora mulai berkecambah pada jam ke-4 setelah panen, perbesaran 10x10; (c) Apresorium pada jam ke-20 setelah panen perbesaran 40x10. Varietas/ Galur
Ketahanan
0 hsi
5 hsi
7 hsi bercak
Kencana bali
Cisadane
140-5
0.5 cm
0.5 cm
0.5 cm
0.5 cm
0.5 cm
0.5 cm
0.5 cm
0.5 cm
0.5 cm
100%
100%
bercak 102-92-1-1
80% 0.5 cm
0.5 cm
Gambar 2 Serangan blas pada hari ke-0, ke-5 dan ke-7 setelah infeksi.
0.5 cm
5
Hasil penapisan I atau uji di rumah kaca terhadap 48 galur padi menunjukkan bahwa terdapat 15 galur padi yang resisten terhadap serangan isolat Pyricularia oryzae ras 001 (Tabel 2). Tiga belas galur tanaman padi resisten dipilih dari kelima belas galur tersebut berdasarkan nilai tingkat ketahanan ≥ 80 % kemudian diverifikasi kembali untuk memastikan tingkat ketahanannya. Hasil verifikasi atau penapisan II menunjukkan bahwa terdapat 13 galur padi yang memiliki tingkat ketahanan ≥ 80% berdasarkan munculnya bercak (lesio) pada tanaman uji saat hari ke-7 setelah infeksi (Tabel 3). Tiga belas galur yang memiliki tingkat ketahanan ≥ 80% setelah verifikasi kembali yaitu IPB140-F-2-1, IPB115-F-4-2-2, IPB113-F-2-2, IPB107-F-7-3, IPB140-F-5, IPB149-F-2, IPB149-F-8, Martapura, IPB149-F-4, IPB149-F-5, IPB113-F-1, IPB102-F-92-1-1, dan IPB107-F-5-1. Ketiga
belas galur tersebut kemudian diambil dan menjadi sampel isolasi DNA. Selain itu, pengamatan terhadap morfologi galur padi tahan juga dilakukan dengan mengamati satu rumpun padi hingga tahap panen kemudian dilakukan pengambilan gambar morfologi tanaman padi (Lampiran 2 dan 3). Identifikasi Keberadaan Gen Pi-ta Tiga belas galur tahan dan dua galur rentan diambil kemudian DNA tanaman diisolasi. Hasil isolasi DNA dikuantifikasi dan dilakukan pengujian kemurnian DNA dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 260 dan 280. Rasio OD260/OD280 yang diperoleh berkisar antara 1.44 hingga 2.22. Amplifikasi PCR dilakukan dengan menggunakan 2 primer yang didesain untuk menguji keberadaan gen Pi-ta. Sekuen DNA gen Pi-ta diketahui memiliki dua daerah ekson yang mengapit satu daerah intron.
Tabel 2 Hasil penapisan I 48 galur padi terhadap isolat P. oryzae ras 001 Tetua Nama Galur TK (%) Tetua IPB6-d-10s-1-1 x Fatmawati
Fatmawati x IPB6-d-10s-1-1 Fatmawati x Siam Sapat
Pare Bau x Fatmawati Fatmawati x Lambau
Fatmawati x Pinjan
IPB97-F-13-1-1 IPB97-F-15-1-1 IPB97-F-20-2-1 IPB97-F-31-1-1 IPB97-F-44-2-1 IPB102-F-91-2-1 IPB102-F-92-1-1 IPB107-F-5-1 IPB107-F-7-3 IPB107-F-8-3-3 IPB107-F-16-5-1 IPB107-F-16E-1 IPB107-F-16E-6 IPB107-F-18-4-2 IPB113-F-1 IPB113-F-2-2 IPB115-F-3-2 IPB115-F-4-2-2 IPB115-F-6-1 IPB15-F-11 IPB115-F-16-2 IPB116-F-1-1-2 IPB116-F-3-1 IPB116-F-3-2 IPB116-F-4-9-3
77 57 44 63 47 36 83 80 100 40 27 70 32 35 93 90 75 97 16 32 40 67 48 43 56
Fatmawati x Pinjan
Fatmawati x Pulu Mandoti (Fatmawati x IPB26-d-14J-1-1-2) x Sintanur
Sintanur x Lambau
Nama Galur
TK (%)
IPB116-F-24-2 IPB116-F-42-2-1 IPB116-F-44-1 IPB116-F-46-1 IPB116-F-46-2 IPB116-F-46-2-PG IPB116-F-50-1 IPB117-F-17-4
63 57 48 40 57 57 53 79
IPB140-F-1-1 IPB140-F-2-1 IPB140-F-3 IPB140-F-4 IPB140-F-5 IPB140-F-7
79 97 57 80 100 17
IPB149-F-1 IPB149-F-2 IPB149-F-3 IPB149-F-4 IPB149-F-5 IPB149-F-7 IPB149-F-8 Martapura Margasari
60 90 57 100 90 82 100 90 77
Keterangan: TK= Tingkat Ketahanan Tabel 3 Hasil penapisan II galur padi tahan dari hasil penapisan I terhadap isolat P. oryzae ras 001 No Nama Galur TK (%) No Nama Galur TK (%) No Nama Galur 1 IPB140-F-2-1 100 6 IPB149-F-2 85 11 IPB113-F-1 2 IPB115-F-4-2-2 95 7 IPB149-F-8 90 12 IPB102-F-92-1-1 3 IPB113-F-2-2 95 8 Martapura 100 13 IPB107-F-5-1 4 IPB107-F-7-3 95 9 IPB149-F-4 100 5 IPB140-F-5 95 10 IPB149-F-5 85
Keterangan: TK= Tingkat Ketahanan
TK (%) 100 90 95
6
M
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
A Kb Ni 12 13
14
15
(-) 418 bp
a. M
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
A
Kb
Ni 12 13 14 15
(-) 448 bp
b. Gambar 3 Hasil elektroforesis amplifikasi DNA gen Pi-ta (a) ekson 1 (b) ekson 2 (M) DNA ladder 1 kb (1) IPB140-F-2-1 (2) IPB115-F-4-2-2 (3) IPB113-F-2-2 (4) IPB107-F-7-3 (5) IPB140-F-5 (6) IPB149-F-2 (7) IPB149-F-8 (8) Martapura (9) IPB149-F-4 (10) IPB149-F-5 (11) IPB113-F-1 (A) Asahan (Kb) Kencana bali* (Ni) Nipon bare (12) IPB102-F-92-1-1 (13) IPB107-F-5-1 (14) IPB107-F-18-4-2* (15) IPB107-F-16E-6* (-) kontrol negatif/ ddH2O. keterangan: *rentan (susceptible).
Pi-ta diduga menyandikan protein sitoplasmik dengan lokasi sentral NBS dan daerah pemotongan tinggi LRR (yang selanjutnya disebut LRD) pada daerah terminal carboxyl yang cocok mengenali gen avirulence AVR-Pita, sehingga dapat menggerakkan resisten ras spesifik. Substitusi asam amino tunggal, serine (Ser) ke alananin (Ala) pada posisi 918, pada LRD protein Pita mendemonstrasikan untuk menetapkan secara langsung interaksi dengan AVR-Pita dan spesifik resisten untuk patogen blas yaitu Magnaporthe oryzae (Bryan et al. 2000). Hasil elektroforesis dari amplifikasi DNA dengan menggunakan primer Pi-ta ekson 1 dan Pi-ta ekson 2 menunjukkan adanya pita yang terbentuk dengan ukuran di antara 400-500 bp. Pita yang terbentuk berukuran sesuai dengan target yang diinginkan, hal itu menandakan bahwa gen Pi-ta yang menjadi target telah berhasil teramplifikasi. PEMBAHASAN Penyakit Blas Daun pada Padi Galur padi yang digunakan merupakan galur hasil persilangan dari varietas dan galur tetua terpilih. Varietas Sintanur, Pare bau, Lambau, dan Pinjan termasuk dalam padi aromatik yang banyak ditanam di Sulawesi Selatan, sedangkan varietas Fatmawati memiliki keunggulan karena tingkat kerontokan gabah rendah hingga mengurangi kehilangan hasil pada saat panen (Masniawati 2005). Galur IPB6-d-10s-1-1 memiliki keunggulan karena bulir padi yang dimiliki terisi penuh dari pangkal hingga ujung malai (Dr. Hajrial 20 Januari 2010, komunikasi pribadi). Jika dilihat dari segi ketahanan terhadap penyakit, varietas Sintanur dan Fatmawati memiliki ketahanan terhadap Hawar Bakteri Daun (HBD) strain III.
Sedangkan, informasi mengenai ketahanan akan blas pada varietas tetua belum diketahui, sehingga dilakukan pengujian tahan blas. Penyakit blas disebabkan oleh cendawan Pyricularia oryzae, cendawan ini termasuk dalam kelompok Ascomycetes dan ditemukan di alam dalam bentuk aseksualnya saja. Sedangkan bentuk seksualnya (teleomorf) Magnaporthe grisea (Hebert) Barr hanya dihasilkan dengan pengkulturan di laboratorium (Agrios 1997). Pyricularia oryzae mempunyai konidiofor bersekat-sekat jarang bercabang, berwarna kelabu, membentuk konidium pada ujungnya, konidium berbentuk bulat telur dengan ujung runcing, jika masak bersekat 2, dengan ukuran 20-22 x 10-12 µm. Gejala blas daun diamati pada daun berupa bercak berbentuk belah ketupat berujung runcing. Bentuk warna dan ukuran lesio atau bercak bervariasi tergantung pada ketahanan varietas, umur tanaman dan lingkungan. Bercak pada varietas yang tidak tahan (rentan) pada kondisi yang lembab memperlihatkan pinggiran coklat dengan sedikit berwarna kuning (halo), sedangkan pada varietas yang tahan bercak hanya berupa bintik coklat sebesar jarum atau lebih (Ou 1985). Selain itu, dilihat dari waktu kemunculan bercak, bercak pada varietas yang peka lebih cepat timbul, dibandingkan dengan varietas yang resisten. Kemampuan infeksi cendawan dipengaruhi haplotype suatu cendawan. Keragaman haplotip P. oryzae antara lain dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, baik pada lokasi yang sama maupun berbeda (Reflinur 2005). Suhu yang digunakan pada penelitian ini berkisar antara 26oC-30oC, dengan kelembapan berkisar antara 75 sampai 90%. Hal ini menunjukkan kondisi lingkungan yang
7
mendukung bagi perkembangan penyakit. blas. Spora dihasilkan dan dilepaskan pada kondisi kelembaban yang relatif tinggi, dan tidak ada spora yang dihasilkan pada kondisi kelembaban di bawah 89% (Bonman 1992). Sporulasi berlangsung secara optimum pada suhu 28°C dengan kelembaban 95% dan dalam kondisi gelap selama 15 jam (Kato 1976), sedangkan temperatur optimum untuk perkecambahan spora, pembentukan lesio dan sporulasi adalah 77-82°C (32-35°C) (Scardaci et al. 1997). Hasil percobaan menunjukkan bahwa gejala penyakit blas pada tanaman rentan mulai muncul pada hari ke-3 dan ke-4 setelah inokulasi. Hal ini sesuai dengan Leung dan Shi (1994) yang menyatakan kelembaban yang tinggi pada tanaman yang rentan akan menyebabkan cendawan P. oryzae menghasilkan konidia dalam waktu 3-4 hari. Sementara, menurut Ou (1985) periode laten penyakit blas di daerah tropis adalah empat sampai lima hari setelah inokulasi. Bercak secara cepat berkembang menjadi lebih besar pada suhu 32°C dan sesudahnya perkembangan bercak akan menurun. Reaksi tanaman padi terhadap penyakit blas dibagi menjadi tiga yaitu tahan (completely resistant), moderat (partially resistant) dan peka (susceptible). Kencana Bali dan Cisadane digunakan sebagai varietas peka dan tahan mengacu pada Santoso (2005) yang membuktikan bahwa varietas Cisadane merupakan varietas tahan blas, dan varietas Kencana Bali merupakan varietas yang peka dengan intensitas serangan tertinggi di Indonesia (Mogi et al. 1991; Nugraha 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan atau kerentanan suatu varietas padi terhadap cendawan P. oryzae adalah adanya gen ketahanan pada tanaman inang, tingkat virulensi cendawan P. oryzae dan lingkungan (Ou 1985). Varietas Cisadane dan tiga belas galur tahan memperlihatkan gejala adanya blas dengan tingkat serangan yang rendah dan sangat rendah. Hal tersebut diduga karena galur tahan tersebut memiliki kemampuan untuk membatasi penetrasi apresorium blas dan mematikan patogen blas. Deposisi senyawa silikat yang berada dalam jaringan epidermis daun varietas tahan dapat melindungi invasi hifa cendawan secara mekanis (Takahashi 1997; Kim et al. 2002). Selain itu, varietas padi yang tahan juga cenderung menghambat pembentukan spora blas dengan memproduksi fitoaleksin tertentu sebagai akibat interaksi antar patogen
dan tanaman padi (Dillon et al. 1997; Rodrigues et al. 2004). Hal ini dapat pula disebabkan adanya reaksi hipersensitif yang cepat dari tanaman inang sehingga patogen tidak berkembang. Osburn (1996) menyatakan bahwa sistem pertahanan tanaman terhadap serangan pathogen terdiri dari pertahanan pasif dan pertahanan aktif. Mekanisme pertahanan pasif diantaranya adalah kultikula yang berlilin dan senyawa antimikroba yang bertujuan mencegah terjadinya kolonisasi jaringan oleh cendawan. Sedangkan, aktifnya mekanisme seluler yang terinduksi karena elisitor yang dikeluarkan oleh pathogen merupakan sistem pertahanan aktif, diantaranya adalah terjadi akumulasi metabolit sekunder antimikroba dan ekspresi protein pathogenesis related (Kim et al. 2000). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kebanyakan daun padi yang terserang adalah daun bagian atas atau daun yang masih muda. Menurut Ou (1985) kerentanan daun padi terhadap infeksi patogen berhubungan dengan kandungan silikat pada dinding sel epidermis daun padi. Sel-sel daun muda mempunyai kandungan silikat yang masih rendah sehingga apresorium dapat menembus dinding sel epidermis daun padi muda. Isolat yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat P. oryzae ras 001, yang berasal dari koleksi Balai Penelitian Tanaman Padi Muara Bogor. Utami et al. (2000), Amir dan Nasution (2001) dan Utami et al. (2005) menyatakan bahwa isolat 001 adalah isolat yang selalu dijumpai pada setiap musim tanam artinya isolat ini memiliki penyebaran yang luas dan mampu bertahan lama di lapangan. Oleh sebab itu isolat ini selalu dipakai sebagai dasar dalam analisis rata-rata generasi. Ras 001 mempunyai tingkat patogenesitas yang paling rendah virulensinya dibandingkan ras lain (Sari 2008). Identifikasi Keberadaan Gen Pi-ta Konsep munculnya penyakit dan interaksinya dengan inang dapat dijelaskan berdasarkan konsep gene for gene (Flor 1971), pengenalan patogen oleh tanaman yang tahan dikontrol oleh gen resistensi (R gene) yang ada pada tanaman dan gen avirulen (Avr gene) yang ada pada patogen dan selanjutnya mengaktifkan sistem pertahanan (defense response) (Suharsono et al. 2002). Interaksi antara inang dan patogen dijabarkan dalam konsep gene for gene,
8
dimana terdapat dua bentuk interaksi, yaitu reaksi inkompatibel dan kompatibel. Interaksi inkompatibel adalah interaksi antara gen resisten (R gene) pada tanaman inang dengan gen avirulen (Avr) pada patogen yang selanjutnya menyebabkan terbentuknya reaksi hipersensitif (HR) pada tanaman inang (Agrios 1997). Sedangkan interaksi kompatibel adalah interaksi antara tanaman inang yang rentan dengan patogen yang virulen hingga menyebabkan timbulnya penyakit (Kurnianingsih 2008). Galur padi resisten dengan tingkat ketahanan 100 % yaitu IPB107-F-7-3, IPB140-F-5, IPB149-F4 dan IPB149-F-8 tidak memperlihatkan gejala blas sampai akhir pengamatan (9 hsi), hal ini mengindikasikan adanya reaksi hipersensitif pada tanaman padi tersebut. Oleh karenanya dapat dikatakan pada keempat galur tersebut terdapat interaksi inkompatibel yaitu interaksi antara R gene pada padi terhadap gen Avirulen (Avr) pada Pyricularia oryzae ras 001. Perbedaan respon ketahanan dari 48 galur padi yang digunakan diduga disebabkan karena perbedaan genotipe dari varietas tersebut, yaitu adanya perbedaan gen resistensi (gen Pi) yang dimiliki oleh masingmasing galur. Galur yang memiliki ketahanan hingga 100% menunjukkan bahwa tidak ada satupun tanaman yang diinfeksi yang memperlihatkan gejala penyakit blas. Pemilihan 13 galur resisten (tahan) dikarenakan dugaan bahwa galur padi dengan tingkat ketahanan ≥ 80% berpotensi membawa gen ketahanan Pi. Gen Pi-ta diduga menyandikan protein sitoplasmik dengan lokasi sentral NBS dan daerah pemotongan tinggi LRR pada daerah terminal karboksil yang cocok mengenali gen avirulen (AVR-Pita), sehingga dapat menggerakkan resisten ras spesifik (Bryan et al. 2000). Hasil elektroforesis dari hasil PCR menunjukkan adanya gen Pi-ta yang teramplifikasi baik dari DNA tanaman yang tahan (resistence) maupun tanaman rentan (susceptible) seperti varietas Kencana Bali, galur IPB107-F-18-4-2 dan IPB107-F-16E-6 (Gambar 3). Hasil ini berbeda dengan Santoso (2005), hal ini di duga karena perbedaan primer yang digunakan. Primer yang digunakan pada penelitian ini mengamplifikasi daerah gen Pi-ta pada daerah ekson 1 di urutan basa ke- 2772-3189 (F1 menempel pada urutan basa ke- 27712790; R1 menempel pada urutan basa ke3169 – 3188) dan daerah ekson 2 di urutan basa ke- 6089-6536 (F2 menempel pada
urutan basa ke- 6089-6108; R2 menempel pada urutan basa ke- 6517-6536), sedangkan primer Santoso (2005) mengamplifikasi daerah gen Pi-ta di urutan basa ke- 62576660. Primer Santoso (2005) memiliki primer forward yang menempel pada urutan basa ke-6257–6276 dan primer reverse yang menempel pada urutan basa ke- 6640 – 6660 dengan hasil amplifikasi sebesar 404 bp (Gambar 4). 404 bp
Gambar 4 Daerah penempelan primer. Daerah dugaan delesi pada bagian belakang ekson 2. Sehingga, diduga adanya kemungkinan delesi pada daerah ekson 2 di bagian belakang pada Kencana Bali, hingga primer Santoso tidak dapat mengamplifikasi gen Pita dari tanaman Kencana Bali. Sementara, menurut Bustamam et al. (2004) Kencana Bali diduga mempunyai gen ketahanan terhadap penyakit blas namun isolat blas yang tidak kompatibel (avirulen) untuk varietas ini belum diketahui. Hasil ini menunjukkan kemungkinan gen Pi-ta tidak spesifik berperan dalam mekanisme pertahanan tanaman pada galur-galur padi ini, sehingga diduga ada gen lain yang berperan dalam proses ketahanan tanaman padi terhadap serangan P. oryzae ras 001. SIMPULAN Tiga belas galur padi tahan blas didapatkan dari hasil penapisan 48 galur padi harapan yang diuji terhadap ras 001. Kemunculan gen Pi-ta dijumpai baik pada galur padi yang tahan maupun peka terhadap P.oryzae ras 001, sehingga disimpulkan gen Pi-ta tidak bertanggung jawab atas ketahanan terhadap P.oryzae ras 001. SARAN Perlu adanya pengujian dengan desain primer yang lain untuk kelanjutan identifikasi gen Pi-ta guna mengetahui kemungkinan adanya delesi yang terdapat pada sekuens atau urutan basa bagian belakang ekson 2 di gen Pi-ta tanaman Kencana Bali.