27
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Gambaran Umum Lokasi Profil SMA Negeri 20 Bandung. SMA Negeri 20 Bandung terletak di Jl. Citarum No. 23 Bandung dan resmi berdiri pada 5 Juni 1986. Sejak berdiri pada tanggal tersebut, secara perlahan tapi pasti SMA Negeri 20 Bandung terus tumbuh dan berkembang baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif, jumlah sisiwa terus bertambah seiring dengan meningkatnya animo dan kepercayaan masyarakat, jumlah guru dan tata laksana bertambah, sarana dan prasarana pendukung pendidikan terus menerus ditingkatkan. Secara kualitas input siswa semakin bagus ditandai dengan passing grade sekolah yang berada dijajaran sepuluh teratas di Kota Bandung, prestasi akademik dan non akademik siswa menunjukkan peningkatan yang signifikan, kualitas pelayanan edukatif dari guru dan kualitas pelayanan administratif dari tata laksana berjalan baik dan lancar. Sekolah dengan luas bangunan 1.536 m2 memiliki visi menjadi sekolah yang “BERSIH HATI” (berkualitas, bersih, sehat, dan indah) serta memiliki misi sebagai sekolah yang senantiasa melakukan peningkatan kualitas keimanan dan ketakwaan, peningkatan kualitas proses dan hasil belajar, peningkatan kualitas pengembangan diri, dan peningkatan kualitas kebersihan, kesehatan, dan keindahan lingkungan sekolah. SMA Negeri 20 Bandung saat ini memiliki 884 siswa dari rentang kelas X hingga XII dengan program jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial yang dididik oleh 70 staf pengajar.
Profil SMA Taruna Bakti Bandung. SMA Taruna Bakti yang terletak di Jl. L.L.RE. Martadinata No. 52 Bandung ini resmi berdiri pada 1 Agustus 1960. SMA Taruna Bakti berada dibawah kelola Yayasan Taruna Bakti yang berdiri pada tahun 1956. Yayasan yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan dari tingkat TK, SD, SMP, SMA, dan Akademi Sekretaris Manajemen ini bertujuan membantu negara dalam bidang pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat dan bangsa. Saat ini SMA Taruna Bakti memiliki 647 siswa dari rentang kelas X hingga XII dengan program jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dan
28
Ilmu pengetahuan Sosial yang dididik oleh 52 staf pengajar. Sekolah yang memiliki satu kelas bilingual pada setiap rentang kelas ini memiliki visi menjadi sekolah terkemuka yang menumbuhkan dan menghasilkan lulusan yang cerdas, disiplin, kreatif, berbudi
pekerti
luhur, mengikuti
perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan kehidupan pada tatanan nasional dan internasional. Disamping itu misi SMA Taruna Bakti adalah mewujudkan suasana belajar yang kondusif untuk menumbuhkan sifat siswa dan menghasilkan lulusan yang cerdas, disiplin, kreatif, dan berbudi pekerti luhur, menyediakan fasilitas dan menciptakan suasana belajar mengajar yang mampu mengenalkan siswa pada perkembangan IPTEK, menciptakan suasana dan lingkungan sekolah yang mampu menumbuhkan rasa kebersamaan dan saling menghormati, serta memperbaiki mutu sumberdaya kependidikan dan sistem belajar mengajar secara berkelanjutan. Prestasi akademik maupun non akademik yang diukir siswa SMA Taruna Bakti sudah cukup baik salah satunya adalah juara olahraga hockey pada beberapa pertandingan.
Karakteristik Remaja Jenis Kelamin. Jumlah contoh pada penelitian sebanyak 60 siswa dari dua sekolah. Lebih dari separuh remaja berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 58,3 persen (Tabel 3). Perbedaan jenis kelamin ini diduga dapat menyebabkan perbedaan kepribadian terkait keinovatifan dalam konsumsi (Rogers 2003). Perempuan lebih mudah terpengaruh media massa dibandingkan laki-laki sehingga kemungkinan wawasan dan keterbukaan perempuan mengenai suatu inovasi lebih besar daripada laki-laki (Santrock 2007).
Tabel 3 Sebaran remaja berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Total
Jumlah n
%
25 35 60
41,7 58,3 100,0
Uang Saku. Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu seperti keperluan
29
harian, mingguan, atau bulanan. Tabel 4 memperlihatkan sebaran remaja berdasarkan besarnya uang saku per bulan yang dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu kurang dari sama dengan Rp283.333,00; antara Rp283.333,00 hingga Rp566.667,00; dan lebih dari Rp566.667,00. Separuh remaja memiliki jumlah uang saku per bulan antara Rp283.334,00 hingga Rp566.667,00. Sementara itu hanya 6,7 persen remaja yang memiliki jumlah uang saku per bulan kurang dari sama dengan Rp283.333,00. Rata-rata uang saku dari seluruh remaja sebesar Rp554.166,00. Jumlah uang saku terbesar adalah Rp1.050.000,00 dan jumlah uang saku terkecil adalah Rp200.000,00 (Lampiran 1).
Tabel 4 Sebaran remaja berdasarkan besar uang saku Uang Saku (Rp)
≤ 283.333,00 283.334,00-566.667,00 >566.667,00 Total
Jumlah n
%
4 30 26 60
6,7 50,0 43,3 100,0
Kepribadian. Kepribadian yang diamati dalam penelitian ini adalah ciri pribadi yang menggambarkan respon konsumen terhadap produk baru atau yang disebut dengan keinovatifan konsumen.
Tabel 5 Sebaran remaja berdasarkan kepribadian Kepribadian
Dogmatis (skor 22-55) Inovatif (skor 56-88) Total
Jumlah n
%
36 24 60
60,0 40,0 100,0
Tabel 5 memperlihatkan sebaran remaja berdasakan skor kepribadian yang menunjukkan kecenderungan inovatif (skor 56-88) dan dogmatis (skor 22-55). Lebih dari separuh remaja (60%) cenderung dogmatis. Hal ini disebabkan oleh produk ramah lingkungan yang belum banyak beredar di pasaran sehingga remaja pun belum terbiasa mengonsumsi produk ramah lingkungan. Remaja masih merasa nyaman mengonsumsi produk yang sudah ada sejak lama dibandingkan dengan produk alternatif, dalam hal ini adalah produk ramah lingkungan. Skor terbesar dari jawaban contoh mengenai kepribadian sebesar 67 dan skor
30
terkecilnya sebesar 43. Sedangkan skor rataan jawaban remaja mengenai kepribadian sebesar 55,4 (Lampiran 1).
Pengetahuan. Konsumen yang memiliki banyak pengetahuan akan lebih baik dalam mengambil keputusan, lebih efisien dan tepat dalam mengolah informasi, dan mampu menggunakan informasi dengan lebih baik. Berdasarkan Tabel 6, sebagian besar remaja yaitu sebanyak 78,3 persen berada pada kategori tingkat pengetahuan yang tinggi dan tidak ada remaja yang berada pada kategori tingkat pengetahuan rendah mengenai isu lingkungan hidup dan produk ramah lingkungan secara umum. Hal ini terjadi karena mudahnya akses informasi yang didapatkan remaja salah satunya adalah dari materi yang diajarkan di sekolah melalui pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Baik siswa di SMA Negeri 20 maupun siswa di SMA Taruna Bakti sama-sama mendapatkan pelajaran PLH selama 1 jam pelajaran dalam seminggu. Skor terbesar dari jawaban remaja terkait pengetahuannya tentang isu lingkungan dan produk ramah lingkungan sebesar 15 dan skor terkecilnya adalah 7 (Lampiran 1).
Tabel 6 Sebaran remaja berdasarkan pengetahuan tentang isu dan produk ramah lingkungan Pengetahuan
Rendah (skor 0-5) Sedang (skor 6-10) Tinggi (skor 11-15) Total
Jumlah n
%
0 13 47 60
0,0 21,7 78,3 100,0
Karakteristik Keluarga Usia Orang tua. Lebih dari separuh ayah (66,7%) berada pada rentang usia 41 hingga 50 tahun dan hanya 5 persen yang usianya berada pada rentang 30 hingga 40 tahun. Begitu pula usia ibu, proporsi terbesar ibu (78,3%) berada pada rentang usia antara 41 hingga 50 tahun dan hanya 3,3 persen saja yang usianya berada pada rentang 51 hingga 60 tahun (Tabel 7). Usia termuda dari ayah dan ibu adalah 40 dan 35 tahun. Sedangkan usia tertua ayah dan ibu adalah 59 dan 54 tahun (Lampiran 1).
31
Tabel 7 Sebaran usia orang tua Kategori Usia
30-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun Total
Ayah
Ibu
n
%
n
%
3 40 17 60
5,0 66,7 28,3 100,0
11 47 2 60
18,3 78,3 3,3 100,0
Tingkat Pendidikan Orang tua. Pendidikan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar, berlangsung terus menerus, sistematis, dan terarah yang bertujuan untuk mendorong terjadinya perubahan pada setiap individu. Tingkat pendidikan dapat diketahui dari pendidikan formal yang telah ditempuh oleh orang tua contoh pada berbagai tingkat pendidikan diantaranya SD, SMP/sederajat, SMA/sederajat, D1, D2, D3, S1, S2, dan S3.
Tabel 8 Sebaran tingkat pendidikan orang tua Tingkat Pendidikan
SMA dan Diploma 3 Strata 1 (S1) Strata 2 (S2) Strata 3 (S3) Total
Ayah
Ibu
n
%
n
%
11 36 9 4 60
18,4 60,0 15,0 6,7 100,0
23 28 5 4 60
38,4 46,7 8,3 6,7 100,0
Berdasarkan Tabel 8, dapat diketahui bahwa proporsi terbesar tingkat pendidikan ayah (60%) dan ibu (46,7%) adalah S1. Sedangkan proporsi terkecil tingkat pendidikan baik ayah maupun ibu adalah S3 yaitu sebesar 6,7 persen.
Pekerjaan Orang tua. Pendidikan dan pekerjaan merupakan dua hal yang saling terkait. Pendidikan akan menentukan pekerjaan seseorang. Jenis pekerjaan yang dilakukan orang tua merupakan pekerjaan utama orang tua, seperti Pegawai Negeri Sipil, wiraswasta, pegawai swasta, pegawai BUMN, pengacara, TNI, dan lainnya. Berdasarkan Tabel 9, proporsi terbesar pekerjaan ayah adalah pegawai swasta yaitu sebanyak 33,3 persen dan tidak ada ayah yang tidak bekerja. Sedangkan separuh ibu merupakan ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Proporsi terkecil ibu yaitu masing-masing sebesar 1,7 persen bekerja sebagai pegawai BUMN, pengacara, dan lainnya.
32
Tabel 9 Sebaran jenis pekerjaan orangtua Ayah
Jenis Pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil Wiraswata Swasta BUMN Pengacara TNI Tidak Bekerja Lainnya Total
Ibu
n
%
n
%
8 16 20 7 2 4 0 3 60
11,3 26,7 33,3 11,7 3,3 6,7 0,0 5,0 100.0
12 1 14 1 1 0 30 1 60
20,0 18,3 6,7 1,7 1,7 0,0 50,0 1,7 100.0
Pendapatan Orang tua. Pendapatan merupakan imbalan yang diterima seseorang dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah yang biasanya diterima dalam bentuk uang. Pendapatan dikelompokkan menjadi kurang dari sama dengan Rp2.000.000,00; antara Rp2.000.001,00 hingga Rp4.000.000,00; antara Rp4.000.001,00 hingga Rp6.000.000,00; antara Rp6.000.001,00 hingga Rp8.000.000,00; dan lebih dari Rp8.000.000,00. Tabel 10 Sebaran pendapatan keluarga per bulan Jumlah
Pendapatan (Rp)
≤ 2.000.000,00 2.000.001,00-4.000.000,00 4.000.001,00-6.000.000,00 6.000.001,00-8.000.000,00 >8.000.000,00 Total
n
%
2 17 8 10 23 60
3,3 28,3 13,3 16,7 38,3 100.0
Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa proporsi terbesar keluarga remaja yaitu sebesar 38,3 persen pendapatannya lebih dari Rp8.000.000,00. Hanya 3,3 persen saja keluarga yang pendapatannya kurang dari sama dengan Rp2.000.000,00.
Karakteristik Lingkungan Lingkungan Pertemanan. Besarnya interaksi remaja dengan lingkungan pertemanannya dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi.
Sebagian
besar
remaja
cukup
berinteraksi
dengan
lingkungan
pertemanannya (85%) dan hanya 6,7 persen interaksi remaja dengan lingkungan
33
pertemanan yang berada pada kategori tinggi (Tabel 11). Hal tersebut menunjukkan bahwa hanya sedikit remaja yang perilakunya didominasi oleh interaksinya dengan teman-teman di sekitarnya. Disamping itu bagi sebagian remaja, teman-teman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilakunya meskipun tidak terlalu dominan dan remaja tetap berperilaku sesuai dengan kehendaknya dan tanpa paksaan dari teman. Skor terbesar interaksi remaja dengan lingkungan pertemanannya adalah 23, skor terkecilnya adalah 10, dan rataannya adalah 18,50 (Lampiran 1).
Tabel 11 Sebaran remaja berdasarkan interkasi dengan lingkungan pertemanan Jumlah
Lingkungan Pertemanan
Rendah (skor 7-14) Sedang (skor 15-21) Tinggi (skor 22-28) Total Aktivitas
Sekolah.
Besarnya
n
%
5 51 4 60
8,3 85,0 6,7 100,0
keaktivan
sekolah
remaja
dalam
mengadakan kegiatan betema lingkungan hidup dan keterlibatan remaja dalam kegiatan tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori yiatu rendah, sedang, dan tinggi. Sebagian besar aktivitas sekolah remaja terkait isu lingkungan dan keterlibatan remaja dalam kegiatan tersebut berada pada kategori sedang (70%) dan hanya 5 persen remaja termasuk kategori rendah (Tabel 12). Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan sekolah menambah wawasan remaja mengenai isu lingkungan dan hanya sedikit remaja yang merasa kurang mendapat manfaat dari kegiatan di sekolah terkait lingkungan. Disamping itu juga, remaja cukup aktif mengikuti kegiatan bertema lingkungan hidup yang diadakan sekolahnya. Skor terkecil dari jawaban remaja terkait kegiatan sekolah adalah 10, skor terbesarnya adalah 26, dan skor rataannya adalah 19,75 (Lampiran 1). Tabel 12 Sebaran remaja berdasarkan aktivitas dengan isu lingkungan hidup di sekolah Aktivitas Sekolah Rendah (skor 7-14) Sedang (skor 15-21) Tinggi (skor 22-28) Total
Jumlah n 3 42 15 60
% 5,0 70,0 25,0 100,0
34
Dimensi AIDA Kesadaran. Kesadaran konsumen mengenai suatu produk diukur untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan konsumen mengenai keberadaan produk tersebut secara negatif maupun positif. Kesadaran mengenai produk ramah lingkungan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa sebagian besar kesadaran remaja (75%) mengenai produk ramah lingkungan dan isu kemasan termasuk kategori sedang dan sisanya yaitu sebesar 25 persen berada pada kategori tinggi. Skor terbesar kesadaran remaja adalah 12, skor terkecilnya adalah 6, dan rataannya sebesar 9,62 (Lampiran 1).
Tabel 13 Sebaran remaja berdasarkan tingkat kesadaran mengenai produk ramah lingkungan Kesadaran
Rendah (skor 0-5) Sedang (skor 6-10) Tinggi (skor 11-15) Total
Jumlah n
%
0 45 25 60
0,0 75,0 25,0 100,0
Kesadaran berdasarkan pengetahuan yang dimiliki remaja sebagai konsumen ini merupakan gambaran wawasan remaja yang digunakan dalam perilaku konsumsi sehari-hari (Lampiran 3). Lebih dari separuh remaja (63,3%) menjawab benar mengenai karakteristik makanan organik sebagai salah satu bentuk produk ramah lingkungan. Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja sudah mengenal salah satu bentuk produk ramah lingkungan dengan cukup baik. Sebagian besar remaja menjawab benar mengenai tidak adanya kandungan pestisida dalam makanan organik (80%), manfaat makanan organik (83,3%), kandungan vitamin yang lebih banyak terdapat pada makanan organik (88,3%), dan waktu urai kemasan (91,7%). Sedangkan lebih dari separuh remaja tidak mengetahui bahwa makanan organik tidak menggunakan bahan kimia sama sekali (56,7%) dan sebagian besar remaja tidak mengetahui bahwa makanan organik tidak diproduksi oleh petani konvensional biasa (83,8%).
35
Tabel 14 Sebaran kesadaran remaja mengenai produk ramah lingkungan berdasarkan jenis kelamin (persen) Jenis kelamin
Kesadaran
Laki-laki 0,0 76,0 24,0 100,0
Rendah Sedang Tinggi Total
Perempuan 0,0 74,3 25,7 100,0
Tabel 14 menunjukkan bahwa kesadaran sebagian besar remaja laki-laki (76%) dan remaja perempuan (74,3%) mengenai produk ramah lingkungan berada pada kategori sedang. Berdasarkan Tabel 15, dapat diketahui bahwa remaja yang kesadarannya tinggi sebagian besar (60%) berasal dari sekolah negeri. Sebagian besar remaja yang kesadarannya tinggi juga memiliki kepribadian yang inovatif (60%) dan pengetahuan mengenai isu lingkungan hidup dan produk ramah lingkungan yang tinggi (86,7%). Artinya, keterbukaan remaja terhadap produk ramah lingkungan membuat remaja lebih banyak memperoleh informasi mengenai produk ramah lingkungan sehingga kesadaran atas atribut produk pun semakin baik. Tabel 15 Sebaran kesadaran remaja mengenai produk ramah lingkungan berdasarkan karakteristiknya (persen) Kesadaran Sedang (n=45) Tinggi (n=15)
Sekolah SwasNegeri ta 46,7 53,3 60,0
40,0
100,0
Kepribadian Inova Dogma tif tis 33,3 66,7
100,0
60,0
Total
40,0
Pengetahuan Total
Total
Sedang
Tinggi
100,0
24,4
75,6
100,0
100,0
13,3
86,7
100,0
Hasil temuan yang digambarkan melalui Tabel 16 menunjukkan bahwa bagi remaja yang kesadarannya sedang, sebagian besar lingkungan pertemanan (84,4%) dan aktivitas sekolah (64,4%) berada pada kategori sedang. Begitu pula pada remaja yang kesadarannya tinggi, sebagian besar lingkungan pertemanan (86,6%) dan aktivitas sekolah (86,7%) berada pada kategori sedang.
36
Tabel 16 Sebaran kesadaran remaja mengenai produk ramah lingkungan berdasarkan karakteristik lingkungannya (persen) Kesadaran Sedang (n=45) Tinggi (n=15)
Lingkungan pertemanan Rendah Sedang Tinggi
Total
Aktivitas sekolah Rendah Sedang Tinggi
Total
8,9
84,4
6,7
100,0
6,7
64,4
28,9
100,0
6,7
86,6
6,7
100,0
0
86,7
13,3
100,0
Perhatian. Pada tahap ini, konsumen mulai menilai inovasi suatu produk. Secara psikologis konsumen lebih terlibat dengan inovasi produk karena tahap ini berada pada ranah afektif. Dengan kata lain, pada tahap ini konsumen membentuk persepsinya sendiri mengenai suatu produk. Tabel 17 menunjukkan bahwa sebagian besar perhatian remaja (75%) terhadap produk ramah lingkungan berada pada kategori sedang dan hanya 1,7 persen remaja yang perhatiannya rendah.
Tabel 17 Sebaran remaja berdasarkan tingkat perhatian terhadap produk ramah lingkungan Jumlah
Perhatian
Rendah (skor 20-40) Sedang (skor 41-60) Tinggi (skor 61-80) Total
n
%
1 45 14 60
1,7 75,0 23,3 100,0
Hal tersebut menggambarkan bahwa sikap remaja terhadap produk ramah lingkungan sudah cukup baik. Skor terbesar perhatian remaja terhadap produk ramah lingkungan adalah 77, skor terkecilnya adalah 35, dan rataannya sebesar 56,47 (Lampiran 1). Sebagian besar remaja menyatakan setuju dengan sikap positif terhadap produk ramah lingkungan (Lampiran 4). Artinya, remaja memiliki penerimaan yang baik terhadap kemasan ramah lingkungan dan makanan organik.
Tabel 18 Sebaran perhatian remaja terhadap produk ramah lingkungan berdasarkan jenis kelamin (persen) Perhatian Rendah Sedang Tinggi Total
Jenis kelamin Laki-laki 4,0 84,0 12,0 100,0
Perempuan 0,0 68,6 31,4 100,0
37
Tabel 18 menunjukkan bahwa sebagian besar perhatian remaja laki-laki (84%) dan remaja perempuan (68,6%) terhadap produk ramah lingkungan berada pada kategori sedang. Sementara itu, Tabel 19 kembali menunjukkan bahwa kebanyakan remaja yang perhatiannya termasuk kategori tinggi memiliki kepribadian yang inovatif (64,3%). Hal ini menunjukkan bahwa pribadi yang inovatif merupakan salah satu modal awal penerimaan produk baru di kalangan konsumen. Disamping itu, kebanyakan remaja memiliki pengetahuan yang tinggi meskipun perhatiannya berada pada kategori yang berbeda-beda. Tabel 19 Sebaran perhatian remaja terhadap produk ramah lingkungan berdasarkan karakteristiknya (persen) Perhatian Rendah (n=1) Sedang (n=45) Tinggi (n=14)
Sekolah Negeri Swasta
Total
100,0
0,0
100,0
Kepribadian Inova Dog tif matis 0,0 100,0
Total
Pengetahuan Sedang Tinggi
Total
48,9
51,1
100,0
33,3
66,7
100,0
17,8
82,2
100,0
50,0
50,0
100,0
64,3
35,7
100,0
28,6
71,4
100,0
100,0
0,0
100,0
100,0
Tabel 20 menunjukkan bahwa remaja yang perhatiannya rendah berada pada kategori rendah pula dalam hal aktivitas sekolah. Begitu pula dengan sebagian besar remaja yang perhatiannya sedang, aktivitas sekolahnya pun berada pada kategori sedang. Sementara itu, remaja yang perhatiannya tinggi sebagian besar berada pada kategori tinggi terkait aktivitas sekolahnya. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas sekolah memiliki andil dalam pembentukkan perhatian remaja pada produk ramah lingkungan. Perhatian yang erat kaitannya dengan pemahaman, pembentukan persepsi, serta pembentukan sikap ternyata tergantung pada aktivitas yang remaja lakukan di sekolah. Kegiatan belajar mengajar maupun kegiatan ekstrakurikuler bertema lingkungan hidup membantu remaja dalam mengenal produk ramah lingkungan dengan lebih baik. Disamping itu, keterlibatan remaja dalam kegiatan bertema lingkungan hidup di sekolah juga membuat remaja lebih menaruh perhatian pada produk ramah lingkungan dan menggunakan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya sebagai sarana untuk memahami produk ramah lingkungan secara lebih menyeluruh.
38
Tabel 20 Sebaran perhatian remaja terhadap produk ramah lingkungan berdasarkan karakteristik lingkungannya Perhatian Rendah (n=1) Sedang (n=45) Tinggi (n=14)
Lingkungan pertemanan Rendah Sedang Tinggi
Total
Aktivitas sekolah Rendah Sedang Tinggi
Total
100,0
0,0
0,0
100,0
100,0
0,0
0,0
100,0
8,9
86,7
4,4
100,0
4,4
80,0
15,6
100,0
0,0
85,7
14,3
100,0
0,0
42,9
57,1
100,0
Minat. Sebelum memutuskan untuk mengadopsi atau menolak suatu produk maka konsumen harus mencoba produk tersebut. Mencoba untuk mengonsumsi suatu produk berarti menunjukkan minat konsumen terhadap produk tersebut. Minat mengonsumsi produk ramah lingkungan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Sebagian besar minat remaja (83,3%) terhadap produk ramah lingkungan berada pada kategori sedang dan hanya 3,3 persen remaja saja yang minat terhadap produk ramah lingkungannya rendah (Tabel 21). Hal tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan besar remaja bersedia mengadopsi produk ramah lingkungan sebagai produk yang dikonsumsi sehari-hari. Skor terbesar minat remaja terhadap produk ramah lingkungan adalah 39, skor terkecilnya adalah 19, dan rataan skornya adalah 27,08 (Lampiran 1).
Tabel 21 Sebaran remaja berdasarkan tingkat minat terhadap produk ramah lingkungan Minat
Rendah (skor 10-20) Sedang (skor 21-30) Tinggi (skor 31-40) Total
Jumlah n
%
2 50 8 60
3,3 83,3 13,3 100,0
Dinyatakan juga bahwa lebih dari separuh remaja setuju untuk bersedia berhenti membeli produk dari pabrik yang mencemari lingkungan (56,7%), membeli makanan organik meskipun harganya lebih mahal (65%), bersedia mengganti makanan biasa dengan makanan organik (58,3%), tetap mencari makanan organik meskipun sulit didapatkan di pasaran (53,5%), bersedia mengajak orang lain untuk mengonsumsi makanan organik (58,3%), dan mengimbau orang lain untuk mengurangi pemakaian plastik dan styrofoam
39
(58,3%) (Lampiran 5). Sebesar 80 persen remaja pernah dan akan mencoba mengonsumsi makanan organik. Hal ini menunjukkan minat remaja yang cukup baik pada produk ramah lingkungan. Akan tetapi, lebih dari separuh remaja masih akan tetap membeli makanan meskipun kemasannya berupa styrofoam (56,7%). Hal ini terjadi akibat masih banyaknya penjual makanan yang menggunakan kemasan styrofoam ataupun plastik dengan alasan kepraktisan. Sulit bagi remaja sebagai konsumen untuk menghindari hal tersebut. Oleh karenanya remaja tetap akan membeli makanan dengan kemasan styrofoam meskipun mereka mengetahui bahwa kemasan styrofoam tidak aman digunakan dan mencemari lingkungan. Berdasarkan Tabel 22, dapat diketahui bahwa sebagian besar minat remaja laki-laki (80%) dan remaja perempuan (85,7%) terhadap produk ramah lingkungan berada pada kategori sedang. Disamping itu, tidak ada remaja perempuan yang minat terhadap produk ramah lingkungannya termasuk kategori rendah. Tabel 22 Sebaran minat remaja terhadap produk ramah lingkungan berdasarkan jenis kelamin (persen) Minat Rendah Sedang Tinggi Total
Jenis kelamin Laki-laki 8,0 80,0 12,0 100,0
Perempuan 0,0 85,7 14,3 100,0
Tabel 23 menunjukkan bahwa remaja yang minatnya terhadap produk ramah lingkungan tergolong tinggi sebagian besar (75%) berasal dari sekolah swasta. Sementara itu, remaja yang minatnya tinggi memiliki proporsi yang seimbang dalam hal kepribadian inovatif (50%) dan kepribadian dogmatis (50%). Sebagian besar (60%) remaja yang minat terhadap produk ramah lingkungannya sedang memiliki kepribadian yang dogmatis. Disamping itu, kebanyakan remaja memiliki pengetahuan yang tinggi meskipun minatnya berada pada kategori yang berbeda-beda.
40
Tabel 23 Sebaran minat remaja terhadap produk ramah lingkungan berdasarkan karakteristiknya (persen) Minat Rendah (n=2) Sedang (n=50) Tinggi (n=8)
Sekolah Negeri
Swasta
0,0
100,0
56,0 25,0
Total
Kepribadian
Total
Pengetahuan Sedang Tinggi 0,0 100,0
Total
Inovatif
Dogmatis
100,0
0,0
100,0
100,0
44,0
100,0
40,0
60,0
100,0
22,0
78,0
100,0
75,0
100,0
50,0
50,0
100,0
25,0
75,0
100,0
100,0
Klaim ramah lingkungan pada suatu produk tidak begitu saja dipercaya oleh konsumen. Perlu adanya penelaahan lebih lanjut guna memastikan bahwa produk tersebut ramah lingkungan. Oleh karenanya, tingkat pendidikan dianggap sebagai salah satu faktor yang menentukan minat seseorang terhadap produk ramah lingkungan yang merupakan langkah awal tindakan konsumsi produk ramah lingkungan. Hal menarik yang ditemukan dalam penelitian ini adalah meskipun proporsi terbesar ayah telah menempuh pendidikan hingga Strata 1 pada seluruh kategori minat, namun separuh ayah remaja yang minatnya rendah terhadap produk ramah lingkungan berpendidikan Pascasarjana (Tabel 24). Tabel 24 Sebaran minat remaja terhadap produk ramah lingkungan berdasarkan tingkat pendidikan ayah (persen) Tingkat pendidikan Minat Total SMA & D3 S1 S2 S3 Rendah (n=2) 0,0 0,0 100,0 50,0 50,0 Sedang (n=50) 16,0 14,0 8,0 100,0 62,0 Tinggi (n=8) 37,5 12,5 0,0 100,0 50,0
Tindakan. Tahapan terakhir dari Model AIDA adalah tindakan. Terdapat dua kemungkinan tindakan yang akan dilakukan remaja yaitu mengabaikan dan mengadopsi. Tabel 25 menunjukkan bahwa lebih dari separuh remaja (51,7%) cenderung untuk mengabaikan produk ramah lingkungan. Skor terbesar dari tindakan remaja untuk mengonsumsi produk ramah lingkungan adalah 5, skor terkecilnya adalah 0, dan rataan skornya adalah 2,53 (Lampiran 1).
41
Tabel 25 Sebaran remaja berdasarkan tindakan mengonsumsi produk ramah lingkungan Jumlah
Tindakan
Mengabaikan (skor 0-2) Mengadopsi (skor 3-5) Total
N
%
31 29 60
51,7 48,3 100,0
Meskipun sebagian besar kesadaran, perhatian, dan minat remaja terhadap produk ramah lingkungan termasuk kategori sedang, akan tetapi remaja masih mengabaikan produk ramah lingkungan. Hal ini dikarenakan remaja belum terbiasa mengonsumsi produk ramah lingkungan. Sebagian besar remaja belum mengonsumsi produk ramah lingkungan lebih dari tiga kali dalam seminggu (65%), masih menggunakan plastik lebih dari lima buah dalam sehari (63,3%), dan tetap akan menggunakan kemasan plastik dan styrofoam (61,7%). Meskipun demikian, sebagian besar remaja tetap bersedia untuk mengonsumsi makanan organik (76,7%) dan bersedia mencari informasi mengenai produk ramah lingkungan dan isu lingkungan lainnya (65%) (Lampiran 6). Tabel 26 menunjukkan bahwa kebanyakan remaja laki-laki (64%) mengabaikan produk ramah lingkungan dan lebih dari separuh remaja perempuan (57,1%) mengadopsi produk ramah lingkungan. Artinya, dari keseluruhan contoh laki-laki masih banyak yang mengabaikan produk ramah lingkungan. Kebanyakan remaja laki-laki masih merasa nyaman dalam mengonsumsi produk biasa, berbeda dengan kebanyakan remaja perempuan yang sudah mulai mengonsumsi produk ramah lingkungan secara rutin.
Tabel 26 Sebaran tindakan mengonsumsi produk ramah lingkungan pada remaja berdasarkan jenis kelamin (persen) Tindakan Mengabaikan Mengadopsi Total
Jenis kelamin Laki-laki 64,0 36,0 100,0
Perempuan 42,9 57,1 100,0
Tabel 27 menunjukkan bahwa lebih dari separuh (51,6%) remaja yang mengabaikan produk ramah lingkungan berasal dari sekolah swasta dan lebih dari separuh (51,7%) remaja yang mengadopsi produk ramah lingkungan berasal dari
42
sekolah negeri. Tindakan mengabaikan produk ramah lingkungan didominasi oleh kepribadian yang dogmatis (74,2%). Sebaliknya, tindakan mengadopsi produk ramah lingkungan sebagian besar dilakukan oleh remaja yang kepribadiannya inovatif (55,2%). Baik remaja yang mengabaikan maupun yang mengadopsi produk ramah lingkungan telah memiliki pengetahuan mengenai isu lingkungan dan produk ramah lingkungan yang tinggi. Oleh karenanya, perlu dilakukan analisis lebih lanjut mengenai alasan remaja untuk mengabaikan atau mengadopsi produk ramah lingkungan salah satunya melalui analisis costumer response index.
Tabel 27 Sebaran tindakan mengonsumsi produk ramah lingkungan pada remaja berdasarkan karakteristiknya (persen) Sekolah Tindakan
Negeri
Swasta
Mengabaikan (n=31) Mengadopsi (n=29)
48,4
51,6
51,7
48,3
Total
Kepribadian
Total
Inovatif
Dogmatis
100,0
25,8
74,2
100,0
55,2
44,8
Pengetahuan
Total
Sedang
Tinggi
100,0
29,0
71,0
100,0
100,0
13,8
86,2
100,0
Sementara itu, Tabel 28 menunjukkan bahwa baik ayah remaja yang mengabaikan (58,1) maupun ayah remaja yang mengadopsi (62,1) kebanyakan telah menempuh pendidikan hingga Strata 1. Disamping itu, proporsi terkecil ayah remaja yang mengabaikan (9,7%) dan ayah remaja yang mengadopsi (3,4%) produk ramah lingkungan telah menempuh pendidikan formal hingga Strata 3.
Tabel 28 Sebaran tindakan mengonsumsi produk ramah lingkungan pada remaja berdasarkan pendidikan ayah Tindakan Mengabaikan (n=31) Mengadopsi (n=29)
SMA & D3
Tingkat pendidikan S1 S2
S3
Total
12,9
58,1
19,3
9,7
100,0
24,1
62,1
10,3
3,4
100,0
Customer Response Index. Berdasarkan Customer Response Index (CRI), dari seluruh responden lebih dari separuhnya yaitu sebesar 55 persen atau 33 remaja memiliki kesadaran mengenai produk ramah lingkungan. Dari 33 remaja tersebut, lebih dari separuhnya yaitu sebanyak 18 orang (54,4%) memberikan perhatian pada produk ramah lingkungan. Sementara itu dari 18 remaja, sebagian
43
besarnya berminat untuk mengonsumsi produk ramah lingkungan yaitu sebanyak 14 orang (77,8%). Selanjutnya dari 14 remaja yang berminat, terdapat 12 remaja (85,7%) yang mengadopsi produk ramah lingkungan (Lampiran 7). CRI = (% kesadaran)x(% perhatian)x(%minat)x(%tindakan) = 0,55 x 0,545 x 0,778 x 0,857 = 0,1998 atau 19,98% Suatu produk dikatakan efektif dalam analisis CRI apabila nilai CRI sekurang-kurangnya adalah 50 persen. Dengan demikian, produk ramah lingkungan belum efektif di kalangan remaja, dibuktikan dengan besarnya CRI yang hanya sebesar 19,98 persen. Artinya, masih terdapat 80,02 persen peluang CRI yang masih bisa diraih.
Hubungan Antarvariabel AIDA (Kesadaran, Perhatian, Minat, dan Tindakan) Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson yang ditampilkan dalam Tabel 29, terdapat hubungan yang positif signifikan antara variabel perhatian dengan minat mengonsumsi produk ramah lingkungan dengan koefisien korelasi sebesar 0,666 (p<0,05), artinya semakin tinggi perhatian remaja terhadap produk ramah lingkungan maka semakin tinggi juga minat remaja untuk mengonsumsi produk ramah lingkungan. Terdapat pula hubungan yang positif signifikan antara minat dan tindakan konsumsi produk ramah lingkungan dengan koefisien korelasi sebesar 0,507 (p<0,05), artinya semakin besar minat remaja untuk mengonsumsi produk ramah lingkungan maka tindakan remaja untuk mengonsumsi produk ramah lingkungan semakin baik.
Tabel 29 Hubungan antarvariabel kesadaran, perhatian, minat, dan tindakan Variabel Kesadaran Perhatian Minat
Perhatian
Minat
Tindakan
0,179 0,666**
Keterangan: *) nyata pada p<0,1; **) nyata pada p<0,05
0,507**
44
Akan tetapi tidak terdapat hubungan antara kesadaran atas produk ramah lingkungan dan perhatian terhadap produk ramah lingkungan. Hal ini diduga karena kesadaran yang diukur berdasarkan pengetahuan tidak digunakan oleh remaja sebagai landasan untuk senantiasa lebih memilih produk ramah lingkungan daripada produk lainnya.
Pengaruh Karakteristik Remaja, Karakteristik Keluarga, dan Karakteristik Lingkungan terhadap Konsumsi Produk Ramah Lingkungan Pengaruh Karakteristik Remaja dan Karakteristik Lingkungan terhadap Kesadaran. Tabel 30 menunjukkan bahwa status sekolah berpengaruh positif siginifikan terhadap kesadaran atas produk ramah lingkungan (β=0,920; p=0,009). Hal ini berarti siswa sekolah negeri memiliki skor kesadaran mengenai produk ramah lingkungan yang lebih besar 0,920 poin daripada kesadaran siswa sekolah swasta. Sebesar 11,1 persen minat terhadap produk ramah lingkungan dapat dijelaskan oleh variabel yang diteliti (Adj. R2=0,111; p=0,048) dan selebihnya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.
Tabel 30 Model pengaruh karakteristik remaja dan karakteristik lingkungan terhadap kesadaran konsumsi produk ramah lingkungan No
1 2 3 4 5 6
Variabel independen Konstanta Jenis kelamin (0= perempuan; 1= laki-laki) Sekolah (0= swasta; 1= negeri) Uang saku (rupiah) Kepribadian (0= dogmatis; 1= inovatif) Pengetahuan (skor) Lingkungan pertemanan (skor) F Adjusted R2 Sig.
Koefisien tidak Terstandardisasi β Std. Error 10,550 1,952
Koefisien Terstandardisasi β
Sig. 0,000
-0,555
0,347
-0,206
0,116
0,920 -4,37E-007
0,338 0,000
0,346 -0,067
0,009 0,595
0,416
0,364
0,153
0,258
0,053 -0,092
0,110 0,073
0,062 -0,169
0,629 0,215
2,227 0,111 0,048
Pengaruh Karakteristik Remaja, Karakteristik Lingkungan, dan Kesadaran terhadap Perhatian. Hasil penelitian Tabel 31 juga menunjukkan bahwa kepribadian remaja berpengaruh positif signifikan terhadap perhatian pada
45
produk ramah lingkungan (β=3,508; p=0,043). Hal ini berarti remaja yang dogmatis mempunyai skor 3,508 poin lebih rendah daripada remaja yang inovatif. Sebesar 11,7 persen minat terhadap produk ramah lingkungan dapat dijelaskan oleh variabel yang diteliti (Adj. R2=0,117; p=0,050) dan selebihnya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.
Tabel 31 Model pengaruh karakteristik remaja, karakteristik lingkungan, dan kesadaran terhadap perhatian pada produk ramah lingkungan No
1 2 3 4
5 6 7
Variabel Independen Konstanta Jenis kelamin (0= perempuan; 1= laki-laki) Sekolah (0= swasta; 1= negeri) Uang saku (rupiah) Kepribadian (0= dogmatis; 1= inovatif)
Koefisien tidak Terstandardisasi β Std. Error 33,398 11,172
Sig. 0,004
-0,456
1,633
-0,037
0,781
-1,582
1,658
-0,129
0,344
3,85E-006
0,000
0,129
0,312
3,508
1,691
0,280
0,043
0,287
0,506
0,073
0,573
0,557
0,342
0,222
0,109
0,718
0,631
0,156
0,261
Karakteristik
Keluarga,
Pengetahuan (skor) Lingkungan pertemanan (skor) Kesadaran (skor) F Adjusted R2 Sig.
Pengaruh
Koefisien Terstandaridsasi β
Karakteristik
2,119 0,117 0,050
Remaja,
Karakteristik Lingkungan, Kesadaran, dan Perhatian terhadap Minat. Berdasarkan Tabel 32 dapat diketahui bahwa faktor yang berpengaruh positif signifikan terhadap minat mengonsumsi produk ramah lingkungan adalah perhatian terhadap produk ramah lingkungan (β=0,412; p=0,000), artinya setiap kenaikan satu satuan perhatian remaja terhadap produk ramah lingkungan akan meningkatkan minat remaja untuk mengonsumsi produk ramah lingkungan sebesar 0,412 poin. Sementara itu, terdapat pengaruh negatif signifikan pendidikan ayah terhadap minat remaja untuk mengonsumsi produk ramah lingkungan (β=-0,438; p=0,027). Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu satuan lama pendidikan ayah akan menurunkan minat remaja untuk mengonsumsi produk ramah lingkungan sebesar 0,438 poin. Sebesar 47,6 persen minat terhadap produk ramah lingkungan dapat dijelaskan oleh variabel yang diteliti (Adj.
46
R2=0,476; p=0,000) dan selebihnya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.
Tabel 32 Model pengaruh karakteristik remaja, karakteristik keluarga, karakteristik lingkungan, dan perhatian terhadap minat mengonsumsi produk ramah lingkungan No
1 2 3 4 5 6 7 8
9 10
Variabel Independen Konstanta Jenis kelamin (0= perempuan; 1= laki-laki) Sekolah (0= swasta; 1= negeri) Uang saku (rupiah) Kepribadian (0= dogmatis; 1= inovatif) Pengetahuan (skor) Usia ayah (tahun) Pendidikan ayah (tahun) Pendapatan (0= ≤Rp6.000.000; 1= >Rp6.000.001) Lingkungan pertemanan (skor) Perhatian (skor) F Adjusted R2 Sig.
Pengaruh
Koefisien tidak Terstandardisasi β Std. Error 18,233 8,910
Koefisien Terstandardisasi β
Sig. 0,046
-0,561
0,752
-0,075
0,459
-0,171
0,741
-0,023
0,819
9,83E-007
0,000
0,055
0,582
0,756
0,818
0,101
0,360
-0,391 0,037 -0,438
0,237 0,085 0,192
-0,165 0,045 -0,244
0,105 0,666 0,027
-0,867
0,781
-0,115
0,273
-0,260
0,167
-0,172
0,127
0,412
0,064
0,686
0,000
Karakteristik
6,359 0,476 0,000
Remaja,
Karakteristik
Keluarga,
Karakteristik Lingkungan, Kesadaran, Perhatian, dan Minat terhadap Tidakan. Hasil penelitian yang tertera pada Tabel 33 menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh positif signifikan terhadap tindakan mengonsumsi produk ramah lingkungan adalah minat mengonsumsi (β= 0,136; p=0,002). Hal ini berarti setiap kenaikan satu satuan minat remaja untuk mengonsumsi produk ramah lingkungan akan meningkatkan tindakan mengonsumsi remaja sebesar 0,136 poin. Disamping itu, terdapat faktor-faktor yang berpengaruh negatif signifikan terhadap tindakan mengonsumsi produk ramah lingkungan yaitu jenis kelamin (β= -0,702; p=0,023) dan pendidikan ayah (β= -0,159; p=0,047). Hasil tersebut menunjukkan bahwa skor remaja laki-laki lebih rendah 0,702 poin daripada remaja perempuan dalam hal tindakan mengonsumsi produk ramah lingkungan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu satuan lama
47
pendidikan ayah akan menurunkan tindakan adopsi remaja dalam hal mengonsumsi produk ramah lingkungan sebesar 0,159 poin. Sebesar 34,2 persen tindakan mengonsumsi produk ramah lingkungan dapat dijelaskan oleh variabel yang diteliti (Adj. R2=0,342; p=0,000) dan selebihnya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.
Tabel 33 Model pengaruh karakteristik remaja, karakteristik keluarga, karakteristik lingkungan, dan minat terhadap tindakan mengonsumsi produk ramah lingkungan No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Variabel Independen Konstanta Jenis kelamin (0= perempuan; 1= laki-laki) Sekolah (0= swasta; 1= negeri) Uang saku (rupiah) Kepribadian (0= dogmatis; 1= inovatif) Pengetahuan (skor) Usia ayah (tahun) Pendidikan ayah (tahun) Pendapatan (0= ≤Rp6.000.000; 1= >Rp6.000.001) Lingkungan pertemanan (skor) Minat (skor) F Adjusted R2 Sig.
Koefisien tidak Terstandardisasi β Std. Error 2,377 3,650
Koefisien Terstandardisasi β
Sig. 0,518
-0,702
0,299
-0,267
0,023
0,164 -9,36E-007
0,293 0,000
0,063 -0,148
0,578 0,189
0,641
0,323
0,242
0,053
0,007 0,016 -0,159
0,094 0,033 0,078
0,008 0,055 -0,251
0,944 0,637 0,047
0,200
0,311
0,075
0,524
-0,075 0,136
0,065 0,042
-0,141 0,385
0,257 0,002
4,068 0,342 0,000
48
49
Pembahasan Salah satu bentuk inovasi produk yang sedang marak dipasarkan adalah produk ramah lingkungan. Selain mengampanyekan dan mengajak masyarakat untuk lebih menghargai lingkungan, produk ramah lingkungan juga muncul dengan keunikan yang menambah nilai jual produk tersebut. Mengonsumsi produk ramah lingkungan merupakan suatu bentuk kontribusi nyata bagi bumi yang mulai menua. Bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk ramah lingkungan diambil secara lestari dan tidak merusak konservasi alam yang diolah dengan bersih dan higienis sehingga senantiasa selaras dengan alam (Goleman 2009). Sebagai produk yang tergolong baru, produsen produk ramah lingkungan harus menyosialisasikan manfaat produk tersebut secara serius agar tujuan produk sebagai penanggulangan masalah lingkungan dapat tercapai dengan baik (Junaedi 2005). Pada dasarnya, remaja memiliki daya tarik tersendiri yang membuat kelompok usia ini banyak dijadikan target pasar berbagai produk. Remaja juga disebut-sebut sebagai kelompok usia yang yang konsumtif dan mudah dipengaruhi iklan melalui media (Makgosa 2010). Selain itu, remaja sudah mulai belajar mandiri dalam pengambilan keputusan pembelian. Remaja sebagai agent of change diharapkan agar menaruh perhatian lebih besar terhadap produk ramah lingkungan. Oleh karenanya, apabila sikap baik remaja terhadap produk ramah lingkungan sudah terbentuk sejak dini maka kemungkinan remaja untuk mengonsumsi produk ramah lingkungan secara terus menerus di masa depan semakin besar. Berbagai informasi mengenai produk ramah lingkungan salah satunya makanan organik sangat mudah diakses melalui media massa maupun internet. Bagi remaja khususnya, informasi mengenai produk ramah lingkungan dan isu lingkungan lainnya diberikan secara formal oleh sekolah melalui materi ajar Pendidikan Lingkungan Hidup yang dicanangkan oleh Kementrian Pendidikan Nasional sebagai mata pelajaran wajib bagi siswa Sekolah Menengah Atas. Sementara itu, temuan penelitian terkait dengan karakteristik remaja menunjukkan beberapa hal menarik. Diantaranya, uang saku remaja yang lebih tinggi daripada kelompok remaja lainnya berdasarkan pada penelitian sebelumnya (Ibaniati 2005; Jayanti 2010; dan Rahayu 2011). Uang saku yang diterima remaja
50
digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti membeli makanan, transportasi, pendidikan, dan keperluan lain. Uang saku yang semakin besar membuat seseorang lebih leluasa dalam memilih dan mengonsumsi produk yang beragam (Engel et al. 1994). Sebagian besar remaja memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai isu lingkungan hidup secara umum berdasarkan pada total skor pengetahuan yang besar. Kebanyakan remaja mengetahui penyebab pemanasan global, karakteristik produk ramah lingkungan secara umum, dan kelebihan dari produk ramah lingkungan. Informasi mengenai lingkungan hidup dan produk ramah lingkungan tersebut membantu remaja untuk memahami produk ramah lingkungan serta menjadi modal utama bagi remaja untuk menentukan perilakunya sebagai konsumen (Sumarwan 2004). Pengetahuan dapat diperoleh melalui pendidikan formal, non formal, media massa, dan orang lain. Pengetahuan yang dimiliki seseorang akan menghasilkan suatu penilaian tersendiri yang dipengaruhi oleh keunikan masing-masing individu. Kombinasi unik dari berbagai faktor yang ada pada diri seseorang bergabung membentuk kepribadian (Sumarwan 2004). Kepribadian yang diamati dalam penelitian ini adalah ciri pribadi yang menggambarkan respon remaja sebagai konsumen terhadap produk baru atau yang disebut dengan keinovatifan. Keinovatifan membagi konsumen ke dalam dua kelompok yaitu konsumen yang inovatif dan konsumen yang dogmatis (Schiffman & Kanuk 2000). Konsumen yang memiliki sifat inovatif cenderung menjadi orang pertama yang mencoba berbagai produk baru. Disamping itu, ada pula konsumen yang bersedia mengonsumsi produk baru setelah orang lain banyak mengonsumsi produk tersebut (Rogers 2003). Faktor kepribadian sebagai salah satu faktor penting pada diri remaja dalam mengadopsi inovasi baru menunjukkan bahwa sebagian besar remaja dalam penelitian ini cenderung dogmatis. Hal ini menunjukkan bahwa remaja belum bisa menerima produk ramah lingkungan sepenuhnya dan belum terbiasa untuk mengonsumsi produk tersebut. Remaja masih merasa nyaman mengonsumsi produk yang biasa digunakan. Menurut Schiffman dan Kanuk (2000), konsumen yang dogmatis lebih cenderung memilih produk yang sudah mapan dibandingkan alternatif produk yang baru dan inovatif. Meskipun wawasan remaja mengenai isu
51
lingkungan dan produk ramah lingkungan luas akan tetapi kepribadiannya masih cenderung dogmatis. Hal ini menunjukkan ada pengaruh dari luar diri remaja yang mempengaruhi kepribadiannya, yaitu ketersediaan produk ramah lingkungan yang masih terbatas di pasaran dan harga produk ramah lingkungan yang lebih mahal daripada produk serupa lainnya (Soler & Gil 2002). Bagi remaja, orang tua dan keluarga merupakan pihak yang berpengaruh dalam proses pembentukan perilakunya (Berns 1997). Sebab, orang tua dan keluarga adalah lingkungan yang paling dekat dengan remaja. Sebagian besar kedua orang tua remaja berada pada rentang usia antara 40 hingga 50 tahun dan berpendidikan tinggi (Strata 1). Pada umumnya, pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan seseorang dan menentukan besar pendapatan yang akan diterima. Hampir separuh ayah bekerja sebagai pegawai swasta dan separuh ibu adalah ibu rumah tangga. Proporsi terbesar keluarga remaja memiliki pendapatan lebih dari Rp8.000.000,00 per bulan. Kondisi status sosial keluarga remaja yang tergolong menengah keatas ini akan mempengaruhi kapasitas remaja dalam membentuk keinovatifan dan menghimpun pengetahuan yang baik (Rogers 2003). Status sosial ekonomi dan keinovatifan selalu berjalan beriringan karena biaya pengadaan inovasi produk cukup besar sehingga hanya kelompok sosial ekonomi menengah keatas yang dapat mengadopsi inovasi tersebut. Remaja banyak membagi waktunya bersama teman-teman sebaya baik di sekolah maupun di luar sekolah. Teman yang berada di sekitar remaja mempengaruhi perilaku remaja itu sendiri (Santrock 2007). Melalui hubungan sosial yang dibangun bersama teman sebaya, remaja saling bertukar informasi dan pengetahuan. Disamping itu, remaja juga mengamati minat temannya untuk diintegrasikan dengan minat dan sudut pandangnya sendiri sehingga muncul kesamaan dirinya dengan temannya (Sarwono 2011). Sebagian besar remaja menunjukkan bahwa teman disekitar memiliki andil dalam pembentukkan perilakunya, tetapi remaja tetap berperilaku sesuai dengan kehendaknya tanpa merasa berada dibawah tekanan lingkungan pertemanannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Bandura dalam Santrock (2007) yang menyatakan bahwa lingkungan dapat mempengaruhi perilaku seseorang namun ada banyak hal yang
52
perlu dipertimbangkan salah satunya faktor pribadi seperti keterampilan berpikir logis dan mengetahui keinginannya sendiri. Sebagian besar waktu yang dimiliki remaja banyak dihabiskan di sekolah dengan kegiatan belajar mengajar maupun ekstrakurikuler dan organisasi. Sekolah merupakan tempat remaja memperoleh pengetahuan dan informasi mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi melalui berbagai mata pelajarannya. Sekolah juga merupakan tempat remaja mengasah kemampuan kognitifnya sehingga lebih baik dalam memproses berbagai informasi yang diterimanya. Sekolah senantiasa memfasilitasi kegiatan ekstrakurikuler dan organisasi bagi siswanya dalam rangka menambah wawasan dan keahlian siswa tersebut. Kegiatan yang dilakukan di sekolah biasanya tidak keluar dari ruang lingkup pelajaran yang pernah diterima siswa. Sebagian besar sekolah remaja cukup aktif mengadakan kegiatan bertema lingkungan dan remaja pun cukup aktif terlibat dalam kegiatan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah memberikan berbagai bentuk informasi dan kegiatan kepada remaja untuk lebih dekat dengan isu lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar remaja memiliki kesadaran yang cukup mengenai produk ramah lingkungan. Kesadaran konsumen mengenai suatu produk diukur untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan konsumen mengenai keberadaan produk secara positif maupun negatif (Rogers 2003). Konsumen yang berpengetahuan banyak lebih mungkin terfokus pada informasi yang paling relevan untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan suatu produk (Sumarwan 2004). Melalui kesadaran mengenai suatu produk, remaja juga dapat memahami manfaat produk tersebut secara menyeluruh. Kesadaran terbentuk sebagai hasil pencarian informasi yang dilakukan seseorang. Dengan demikian, kesadaran erat kaitannya dengan keinovatifan dan keaktivan seseorang (Rogers 2003). Kesadaran yang diukur berdasarkan pengetahuan ini meliputi pengetahuan produk secara umum, pengetahuan pembelian, dan pengetahuan penggunaan produk. Kesadaran yang dimiliki akan mengarahkan remaja pada suatu respon berupa perasaan tertentu terhadap produk. Berbeda dengan kesadaran yang berada pada ranah kognitif, perhatian lebih cenderung bekerja di ranah afektif. Perhatian yang dilakukan konsumen terhadap produk akan membentuk persespsi dan sikap konsumen terhadap produk
53
tersebut. Sikap yang terbentuk antara lain kesukaan terhadap produk, memahami tujuan
produk,
dan
merencanakan
konsumsi
produk.
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar remaja cukup memberikan perhatian pada produk ramah lingkungan. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa remaja telah cukup mengolah informasi yang dimilikinya sehingga menyukai produk ramah lingkungan tersebut. Kesadaran dan perhatian adalah proses belajar remaja untuk memahami produk ramah lingkungan secara utuh dan menjadi prediksi tindakan konsumsi contoh di masa depan (Rogers 2003). Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa minat dari kebanyakan remaja terhadap produk ramah lingkungan berada pada kategori sedang. Minat terhadap produk merupakan salah satu faktor utama untuk menentukan tindakan adopsi suatu produk. Pada tahap ini, remaja mengonsumsi produk secara terbatas dengan tujuan untuk menghindari resiko kesenjangan antara harapannya dengan kinerja aktual dari produk ramah lingkungan. Minat ditandai dengan kesediaan remaja membayar dengan harga yang lebih mahal kemudian bersedia memberikan rekomendasi pada orang lain serta bersedia melakukan pembelian ulang sebagai bentuk ketertarikan contoh terhadap produk ramah lingkungan (Lee et al. 2010). Kemungkinan dari tindakan konsumen terhadap suatu produk mencakup dua hal yaitu mengadopsi atau mengabaikannya. Lebih dari separuh remaja cenderung mengabaikan produk ramah lingkungan. Meskipun sebagian besar kesadaran, perhatian, dan minat remaja terhadap produk ramah lingkungan termasuk kategori sedang, akan tetapi ternyata remaja cenderung mengabaikan produk ramah lingkungan. Hasil temuan tersebut menunjukkan bahwa tindakan remaja tidak cukup hanya dengan dorongan kesadaran, perhatian, dan minat mengonsumsi saja. Dapat dikatakan pula bahwa mayoritas remaja merupakan kelompok konsumen yang sadar tetapi bukan pembeli, ditandai dengan remaja yang belum terbiasa mengonsumsi produk ramah lingkungan. Hal ini menunjukkan adanya faktor lain di luar individu yang mempengaruhi tindakannya, yaitu ketersediaan produk ramah lingkungan yang masih terbatas di pasaran sehingga contoh tidak leluasa untuk mengonsumsi produk ramah lingkungan dan harga produk ramah lingkungan yang lebih mahal dibandingkan dengan produk serupa lainnya (Soler & Gil 2002). Junaedi (2005) menyatakan
54
bahwa konsep organik masih merupakan sistem baru bagi petani dan konsumen sehingga ketersediaannya di pasaran masih sangat sedikit. Disamping itu, remaja bukan pihak pengambil keputusan pembelian di keluarganya. Oleh karenanya, meskipun remaja sudah tertarik dengan produk ramah lingkungan tapi remaja tidak dapat mengonsumsi produk ramah lingkungan secara rutin karena keluarga pun belum mengadopsi produk ramah lingkungan secara rutin. Menurut Kotler dan Armstrong (2008) proses adopsi merupakan proses mental yang harus dilalui seseorang untuk mempelajari sebuah inovasi. Kesediaan contoh untuk tetap mengonsumsi dan mencari informasi terkini mengenai produk ramah lingkungan menunjukkan bahwa remaja masih berada dalam proses belajar menuju suatu tindakan mengadopsi inovasi produk ramah lingkungan secara menyeluruh. Berdasarkan perhitungan menggunakan metode Customer Response Index (CRI), produk ramah lingkungan belum efektif di kalangan remaja. Dengan kata lain, respon remaja terhadap produk ramah lingkungan belum maksimal. Dari seluruh remaja, lebih dari separuhnya memiliki kesadaran mengenai produk ramah lingkungan. Kemudian dari remaja yang sadar tersebut, lebih dari separuhnya memiliki perhatian terhadap produk ramah lingkungan. Cukup besarnya jumlah remaja yang tidak sadar menunjukkan bahwa remaja belum memahami produk ramah lingkungan dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa remaja tidak tertarik dengan produk ramah lingkungan sehingga tidak berusaha mengingat informasi yang pernah didapat serta tidak mencari informasi mengenai produk ramah lingkungan. Disamping itu, cukup besarnya jumlah remaja yang tidak perhatian dari remaja yang telah sadar mengenai produk ramah lingkungan menunjukkan bahwa remaja tidak merasakan timbulnya kebutuhan atas produk ramah
lingkungan
berdasarkan
informasi
yang
diketahuinya.
Artinya,
pengetahuan yang dimiliki remaja justru menimbulkan ketidaksesuaian produk dengan dirinya sehingga merasa tidak perlu lagi untuk memperhatikan produk ramah lingkungan lebih lanjut. Penyebab ketidaksesuaian produk dengan diri remaja dikarenakan produk ramah lingkungan bukan produk yang biasa dikonsumsi olehnya, sulit didapat di pasaran, dan harganya relatif lebih mahal daripada produk serupa. Akan tetapi, bagi remaja yang telah perhatian pada produk ramah lingkungan cenderung akan berminat mengonsumsi dan akhirnya
55
mengadopsi produk ramah lingkungan secara teratur. Hal tersebut menunjukkan bahwa bagi remaja yang telah memahami karakteristik produk dan menyukai produk tersebut akan lebih mudah untuk mengadopsi produk meskipun produk ramah lingkungan sulit didapat dan relatif lebih mahal daripada produk lain. Selanjutnya
hasil
penelitian
berdasarkan
uji
korelasi
Pearson
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara perhatian dengan minat mengonsumsi produk ramah lingkungan. Dengan kata lain, semakin tinggi perhatian remaja terhadap produk ramah lingkungan maka semakin tinggi pula minat remaja untuk mengonsumsi produk ramah lingkungan. Hal ini sesuai dengan Rogers (2003) yang menyatakan bahwa perhatian konsumen yang ditunjukkan melalui sikapnya terhadap suatu produk akan menentukkan tindakan konsumen terkait produk yang diawali dengan adanya ketertarikan untuk mencoba produk tersebut. Hubungan yang positif signifikan juga terdapat antara minat konsumen dengan tindakan mengonsumsi produk ramah lingkungan. Semakin tinggi minat konsumen terhadap produk ramah lingkungan maka tindakan mengadopsi produk pun semakin tinggi. Adopsi merupakan hasil akhir dari serangkaian respon konsumen terhadap produk baru. Akan tetapi, tidak terdapat hubungan antara kesadaran remaja dengan perhatian remaja terhadap produk ramah lingkungan. Hal tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Lee et al. (2010) bahwa kesadaran yang didasari pengetahuan akan mengarahkan individu pada suatu respon misalnya persepsi mengenai produk tersebut. Pada penelitian ini, persepsi yang seharusnya terbentuk sebagai hasil pemrosesan informasi dan merupakan dasar sikap seseorang tidak terbukti memiliki hubungan dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Hal ini diduga karena pengetahuan yang melandasi kesadaran remaja tidak digunakan sebagai acuan untuk memilih produk ramah lingkungan. Kesadaran mengenai produk ramah lingkungan yang dimiliki tidak menimbulkan kebutuhan atas produk ramah lingkungan bagi remaja. Oleh karenanya, meskipun remaja memahami produk ramah lingkungan secara baik mereka tetap tidak merasa perlu untuk memperhatian produk tersebut. Disamping itu, sedikitnya jumlah iklan produk ramah lingkungan membuat perhatian
remaja tidak terstimulus secara
56
berkelanjutan. Menurut Chao dan Reid (2010), iklan berperan penting dalam adopsi produk baru. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan status sekolah terhadap kesadaran mengenai produk ramah lingkungan. Hal ini dikarenakan sekolah negeri lebih mampu memberikan informasi yang komprehensif bagi siswanya terkait isu lingkungan hidup salah satunya makanan organik dan kemasan. Melalui pengetahuan yang baik mengenai produk ramah lingkungan, remaja dari sekolah negeri lebih memahami atribut dan manfaat produk ramah lingkungan yang terangkum sebagai kesadaran mengenai produk ramah lingkungan. Terdapat pula pengaruh yang positif signifikan dari kepribadian remaja terhadap perhatian pada produk ramah lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa skor remaja yang cenderung inovatif lebih besar daripada remaja yang cenderung dogmatis dalam hal perhatian terhadap produk ramah lingkungan. Hasil tersebut mempertegas pernyataan Rogers (2003) bahwa ciri utama konsumen yang inovatif adalah terbuka terhadap produk baru dan senantiasa mencari informasi terkait produk tersebut secara aktif. Melalui perilaku tersebut, terbentuklah persepsi dan sikap konsumen terhadap produk berupa kesukaan produk, pemahaman tujuan produk, dan perencanaan konsumsi produk. Perhatian terhadap produk ramah lingkungan menjadi faktor yang berpengaruh positif signifikan terhadap minat mengonsumsi produk ramah lingkungan. Hal ini disebabkan oleh sikap yang dimiliki remaja terhadap produk ramah lingkungan menjadi landasan remaja untuk mengonsumsi produk ramah lingkungan secara terbatas guna merasakan kinerja produk secara langsung. Dengan demikian remaja dapat mengantisipasi resiko ketidaksesuaian kinerja dan manfaat produk dengan dirinya sebelum memutuskan tindakan mengonsumsi produk tersebut. Disamping itu, terdapat pengaruh negatif signifikan pendidikan ayah terhadap minat mengonsumsi produk ramah lingkungan. Hal ini berarti setiap kenaikan satu satuan lama pendidikan ayah akan menurunkan minat remaja untuk mengonsumsi produk ramah lingkungan. Semakin lama pendidikan formal yang ditempuh ayah maka wawasan dan pola pikir yang dimiliki semakin luas dan
57
mendalam mengenai suatu hal. Goleman (2009) menggambarkan bahwa ada kemungkinan produk ramah lingkungan tidak lebih baik dari produk serupa yang tidak berlabel ramah lingkungan. Baik produk ramah lingkungan maupun produk biasa akan tetap menyisakan masalah bagi lingkungan apabila setiap komponen pembentuk produk buatan pabrik diurai ke dalam bagian-bagian dan proses industri turunannya. Dengan kata lain, label ramah lingkungan dianggap sebagai greenwashing karena hanya menonjolkan beberapa kelebihan namun tetap menyembunyikan dampak yang membuktikan bahwa nyatanya produk tersebut tidak ramah lingkungan. Label ramah lingkungan juga dianggap hanya sebagai trik produsen untuk meningkatkan daya tarik produk saja dan membuat harga jual produk tersebut menjadi lebih tinggi daripada produk lainnya. Informasi tersebut membuat remaja harus berpikir ulang sebelum memutuskan untuk mencoba mengonsumsi produk berlabel ramah lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, diduga bahwa ayah memiliki sudut pandang yang sama dengan pernyataan tersebut yang menyebabkan keraguan terhadap produk ramah lingkungan. Perspektif tersebut digunakan ayah sebagai landasan keputusan untuk tidak mengonsumsi produk ramah lingkungan secara rutin. Peran ayah sebagai pengambil keputusan pembelian yang cukup kuat di keluarga membuat keluarga tersebut tidak mengonsumsi produk ramah lingkungan secara rutin termasuk remaja sebagai anak dalam keluarga. Berdasarkan hasil penelitian, minat merupakan faktor yang berpengaruh positif signifikan terhadap tindakan mengonsumsi produk ramah lingkungan. Lee et al. (2010) menyatakan bahwa hasil dari percobaan produk ramah lingkungan yang didorong oleh minat konsumen adalah rekomendasi produk pada orang lain, bersedia membayar dengan harga yang lebih mahal, dan melakukan pembelian ulang. Tiga hal tersebut merupakan bentuk nyata implementasi konsumen dalam mengonsumsi produk ramah lingkungan. Tindakan merupakan respon akhir konsumen terhadap produk (Rogers 2003). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif signifikan jenis kelamin dan pendidikan ayah terhadap tindakan mengonsumsi produk ramah lingkungan. Hal ini berarti skor remaja laki-laki lebih rendah daripada skor remaja perempuan dalam hal tindakan mengonsumsi produk ramah
58
lingkungan. Dengan kata lain, remaja perempuan lebih cenderung mengadopsi produk ramah lingkungan. Perempuan lebih mudah terpengaruh media massa dibandingkan laki-laki sehingga kemungkinan wawasan dan keterbukaan perempuan mengenai suatu inovasi lebih besar daripada laki-laki (Santrock 2007). Melalui keterbukaan tersebut, remaja perempuan menambah wawasannya mengenai atribut produk ramah lingkungan dan tidak segan menerima informasi terkini dari produk ramah lingkungan. Apabila informasi yang diterima sesuai dengan kebutuhan dan manfaat yang diharapkan, maka remaja perempuan akan mengonsumsi produk ramah lingkungan secara rutin.