13
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Gambar 1 menunjukkan adanya penambahan bobot rata-rata pada ikan uji. Penambahan bobot akhir rata-rata dari bobot awal rata-rata pada perlakuan pakan RUSNAS sebesar 10,1 kali lipat sedangkan pada pakan komersil yaitu 8,7
bobot (gram)
kali lipat. 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
12.27 10.47 5.53 4.76 1.21 H0
H30 rusnas
H60
komersil
Gambar 2. Bobot awal rata-rata (H0), pertengahan (H30), dan akhir (H60) ikan kerapu bebek. Parameter kinerja pertumbuhan ikan uji selama penelitian berupa konsumsi pakan (JKP), kelangsungan hidup (SR), laju pertumbuhan harian (LPH), konversi pakan (FCR), retensi protein (RP), dan retensi lemak (RL) disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah pakan yang dikonsumsi (JKP), kelangsungan hidup (SR), laju pertumbuhan harian (LPH), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), dan retensi lemak (RL) ikan kerapu bebek. Parameter JKP (gram)
Perlakuan pakan RUSNAS
Komersil
605,37 ± 43,68
a
531,78 ± 2,71
b
SR (%)
75,33 ± 3,06
LPH (%)
3,93 ± 0,01
EP (%)
76,85 ± 1,44
RP (%)
20,47 ± 0,38
RL (%)
18,88 ± 0,35
94,67 ± 1,15
a
3,67 ± 0,01
b
a
b
b
84,17 ± 0,34
a
b
25,85 ± 0,36
a
a
33,97 ± 0,46
b
1. Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05) (lihat Lampiran 8). 2. Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata + simpangan baku.
13
14
Semua parameter yang diamati dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05). Jumlah konsumsi pakan (JKP) lebih banyak pada perlakuan dengan pakan RUSNAS. Begitupun dengan nilai konversi pakan (FCR) dan laju pertumbuhan harian (LPH). Sedangkan nilai kelangsungan hidup (SR), retensi protein (RP), dan retensi lemak (RL) lebih tinggi pada pakan komersil dibandingkan dengan pakan RUSNAS. 4.2. Pembahasan Pakan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan protein, lemak, karbohidrat, dan energi yang berbeda. Begitupun bahan-bahan penyusun pakan yang lainnya tidak berasal dari bahan baku yang sama. Bahkan proses atau prosedur pembuatan pakannya pun berbeda. Pakan RUSNAS dibuat dengan cara konvensional sedangkan pakan komersil merupakan pakan pabrikan yang dalam pembuatannya melalui standar pabrikasi yang ketat, dimana produk pakan yang dipasarkan harus melalui bagian Quality Control terlebih dahulu. ADCP (1980) menyebutkan bahwa Quality Control merupakan bagian dari industri pakan yang bertugas memferifikasi produk berdasarkan standar kualitas dan juga memonitoring kualitas bahan baku pakan selama masa penyimpanan hingga proses pembuatan pakan. Dengan
melihat
segala
perbedaan
tersebut
maka
faktor
yang
mempengaruhi kinerja pertumbuhan juvenil ikan kerapu bebek dalam penelitian ini sangat kompleks. Akan tetapi, dapat dilakukan suatu pendekatan untuk menjelaskan pengaruh pakan terhadap kinerja pertumbuhan juvenil kerapu bebek dalam penelitian ini. Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ukuran baik panjang, berat atau volume dalam jangka waktu tertentu. Pertumbuhan ini secara fisik diekspresikan dengan adanya perubahan jumlah atau ukuran sel penyusun jaringan tubuh pada periode waktu tertentu. Pertumbuhan terjadi apabila ada kelebihan energi bebas setelah energi yang tersedia di pakan digunakan untuk metabolisme standar, proses pencernaan, dan untuk aktivitas. Setelah pemeliharaan selama 60 hari, terjadi penambahan bobot pada semua perlakuan. Hal ini mengindikasikan bahwa baik pakan RUSNAS maupun komersil memberikan efek bagi pertumbuhan ikan. Dengan kata lain, terjadi kelebihan energi sehingga dapat digunakan untuk pertumbuhan. Oleh karena itu, dalam mengevaluasi keefektifan dan keefisienan pakan dapat dilakukan dengan pendekatan energi.
14
15
Jumlah konsumsi pakan (JKP) erat kaitannya dengan pemenuhan energi yang dibutuhkan oleh ikan dan rasa dari pakan. NRC (1993) mengemukakan bahwa jumlah energi harus menjadi pertimbangan yang utama dalam pembuatan pakan, jika energi pakan terlalu tinggi maka ikan akan memakan sejumlah kecil pakan
tersebut.
Sedangkan
menurut
Halver
(2002),
faktor
lain
yang
mempengaruhi konsumsi pakan adalah palatabilitas. Dalam penelitian ini, jumlah konsumsi pakan RUSNAS jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pakan komersil. Kandungan energi dalam pakan RUSNAS 3,67 kkal/gram sedangkan pakan komersil 3,51 kkal/gram. Ditinjau dari kandungan energi pakannya, antara pakan RUSNAS dan komersil tidak berbeda terlalu jauh. Hal ini berarti rasa dari pakan RUSNAS lebih disukai ikan daripada pakan komersil. Houlihan et al. (2001) menyebutkan bahwa kriteria penerimaan pakan oleh ikan ditentukan oleh terlihat tidaknya pakan, ukuran partikel, serta organoleptik yang berhubungan dengan bau, rasa, dan tekstur. Selama 30 hari perlakuan, ikan yang diberi pakan RUSNAS terlihat lebih rakus jika dibandingkan dengan pakan komersil (Lampiran 5). Tingkat kelangsungan hidup (SR) ikan yang diberi perlakuan pakan komersil lebih tinggi dibandingakan dengan pakan RUSNAS (Tabel 3). Perlu untuk diketahui bahwa kematian ikan yang diberi pakan RUSNAS banyak terjadi setelah sampling pada H30 (Lampiran 5). Hal ini diduga karena ikan mengalami stres. Pengamatan secara visual terlihat bahwa warna ikan berubah menjadi kehitaman dan tidak mau makan setelah sampling. Hal ini terus berlanjut, dan pada akhirnya banyak ikan yang mati selama pemeliharaan 30 hari berikutnya. Stres adalah suatu kondisi yang meyebabkan ketidaksenangan fisik ataupun psikologi dan menyebabkan respon psikologi yang spesifik. Sebagai contoh, kondisi stres akan menyebabkan meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, gula darah, dan pengeluaran cortisol. Stres dapat terjadi karena tekanan lingkungan fisik, kimia, biologi, ataupun karena kegiatan prosedural seperti sortir (Floyd, 2009). Stres dapat berlangsung dalam jangka pendek dan mendadak atau jangka panjang dan kronis. Stres jangka pendek mempunyai dampak terhadap kesehatan. Sedangkan stres jangka panjang sangat berkontribusi sebagai penyebab banyak penyakit dan kematian (Foster dan Smith, 2010). Seperti yang diungkapkan oleh Foster dan Smith (2010), dalam penelitian ini ikan yang mati terlihat merah pada bagian kepala dan juga warna tubuh yang hitam (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa stres yang dipicu oleh perlakuan
15
16
sampling pada H30 berlangsung dalam jangka panjang yang menyebabkan daya tahan tubuh ikan menurun dan menyebabkan sakit maupun kematian. Warna merah pada bagian kepala menunjukkan bahwa ikan terserang penyakit sedangkan warna kehitaman pada tubuh ikan menunjukkan bahwa ikan mengalami stres.
Gambar 3.
Kematian ikan akibat stres-penyakit pada perlakuan pakan RUSNAS setelah sampling H30.
Pemulihan
ikan
dari
kondisi
stres
sangat
lama
sekali.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa ada komponen yang kurang atau tidak tersedia dalam pakan RUSNAS. Dalam penelitian ini dilakukan pencetakan ulang terhadap pakan RUSNAS untuk menyesuaikan dengan bukaan mulut ikan. Pengeringan pakan tidak menggunakan oven, namun dengan cara dijemur. Pada proses pencetakan ulang ini diduga menyebabkan beberapa komponen penting yang seharusnya telah cukup tersedia menjadi rusak atau bahkan hilang. Dengan melihat gejala yang terjadi yaitu stres dan tulang bengkok (Gambar 4), maka dapat disimpulkan bahwa komponen dalam pakan yang hilang tersebut adalah vitamin. Halver (1972) dalam Halver (1992) menyebutkan bahwa kekurangan vitamin C dapat menyebabkan terjadinya kelainan bentuk tulang (skoliosis atau lordosis) pada ikan salmon. Data mengenai keabnormalan ikan dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada umumnya vitamin akan rusak oleh panas dan sinar ultraviolet. Oleh karena itu, sebaiknya dalam penyimpanan pakan hendaknya tidak terpapar oleh sinar matahari (Halver, 2002). Selanjutnya, ADCP (1980) menyebutkan bahwa beberapa vitamin akan rusak selama proses pelleting (pencetakan) dan masa penyimpanan. Oleh karena itu, untuk menghindari kehilangan protein selama proses pelleting biasanya dosis vitamin diberikan secara berlebih. Proses pencetakan ulang yang dilakukan dalam penelitian ini tidak ditambahkan vitamin lagi. Selain itu, dalam prosesnya ditambahkan air dan
16
17
dilakukan penjemuran untuk proses pengeringannya. Hal ini tentu akan menyebabkan kandungan vitamin yang semula sudah cukup tersedia dalam pakan sedikit banyak hilang karena larut dalam air, proses pelleting (pencetakan), dan penjemuran.
Gambar 4. Kelainan bentuk tulang pada ikan perlakuan pakan RUSNAS setelah H30 Laju pertumbuhan harian (LPH) erat kaitannya dengan efisiensi pakan. Laju pertumbuhan harian pada pakan RUSNAS lebih tinggi jika dibandingkan dengan pakan komersil. Namun demikian, efisiensi pakan RUSNAS lebih rendah daripada pakan komersil. Millamena et al. (2002) menjelaskan bahwa persentase efisiensi pakan merupakan pertambahan bobot (pertumbuhan) dibagi dengan jumlah konsumsi pakan. Oleh karena itu, seharusnya efisiensi pakan akan berkorelasi positif dengan pertumbuhan. Dalam penelitian ini, ikan yang diberi pakan RUSNAS jumlah konsumsi pakan dan laju pertumbuhan hariannya lebih baik dibandingkan dengan pakan komersil. Ikan tersebut juga mengalami stres berkepanjangan setelah sampling pada H30. Kondisi stres berdampak terhadap konsumsi pakan. Selanjutnya konsumsi pakan berdampak pada pertumbuhan. Oleh karena itu, sedikit banyak stres tentu juga berdampak pada efisiensi pakan. Hal ini sesuai dengan penelitian Ishibashi et al. (1992) yang menunjukkan bahwa stres menyebabkan penurunan efisiensi pakan. Penurunan efisiensi pakan ini dapat dilihat dengan membandingkan efisiensi pakan pada sampling kedua dan ketiga (Lampiran 5). Berdasarkan data sampling tersebut, terlihat bahwa terjadi penurunan efisiensi pakan yaitu dari 81,01 ± 2,88 pada H30 menjadi 76,85 ± 1,44 pada H60. Dengan melihat kondisi ini, maka dapat dijelaskan bahwa korelasi yang berbanding terbalik antara efisiensi pakan dan laju pertumbuhan pada ikan yang diberikan pakan RUSNAS pada H60 terjadi karena stres. Selain itu, laju pertumbuhan harian yang lebih tinggi pada pakan RUSNAS menunjukkan bahwa selama 30 hari awal pemeliharaan, pertumbuhan ikan benar-benar optimum. Hal ini
17
18
didukung dengan data efisiensi pakan pada H30 yang tidak berbeda nyata dengan pakan komersil. Pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran nilai retensi protein dan retensi lemak. Nilai retensi merupakan gambaran jumlah nutrien yang mampu diserap dari dalam pakan untuk disimpan di dalam tubuh. Protein dan lemak merupakan nutrien yang dapat berfungsi sebagai sumber energi selain karbohidrat. Dalam pembuatan pakan, protein diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pertumbuhan sedangkan lemak diharapkan dapat menyumbangkan energi untuk aktifitas ikan sehingga dapat berfungsi sebagai protein sparring effect. Nilai retensi protein dan retensi lemak pada pakan RUSNAS lebih kecil dari pada pakan komersil. Dilihat dari nilai retensi protein, dapat dikatakan bahwa protein dalam pakan komersil lebih efektif digunakan untuk pertumbuhan. Sedangkan jika dilihat dari retensi lemaknya maka dapat dikatakan bahwa lemak dalam pakan RUSNAS lebih efektif digunakan untuk pemenuhan kebutuhan pokok ikan walaupun fungsi protein sparing effect lemak dalam kedua pakan dapat terjadi. Seperti halnya efisiensi pakan, nilai retensi protein pakan RUSNAS sedikit banyak juga dipengaruhi oleh keadaan stres yang terjadi pada ikan setelah H30. Jika ditinjau berdasarkan Gambar 1 mengenai pemanfaatan energi oleh ikan, maka dapat diduga bahwa sebagian energi yang semula dapat digunakan untuk pertumbuhan dialihkan untuk pemulihan stres. Padahal ikan lebih efisien menggunakan protein sebagai sumber energi (Lovell,1989). Di samping itu, nafsu makan ikan juga menurun akibat stres (Ishibashi et al., 1992). Hal ini tentunya akan berdampak pada jumlah protein yang dikonsumsi oleh ikan dan selanjutnya dapat menyebabkan penurunan retensi protein. Hal serupa juga dapat dilihat dalam penelitian Lesmana (2009). Dalam penelitiannya, dilakukan pengujian pakan untuk mengetahui pengaruh suplementasi Fe 0, 100 dan 500 ppm dalam meningkatkan performa tumbuh ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis sebelum dan setelah mendapatkan stressor. Secara keseluruhan retensi protein setelah diberikan stressor lebih kecil jika dibandingkan dengan kontrol (tanpa stressor). Retensi protein ikan tanpa stressor berkisar antara 25,88-27,47% sedangkan ikan dengan stressor 17,95-21,76%. Kualitas air selama penelitian ini masih berada dalam kisaran optimum untuk pertumbuhan ikan kerapu bebek. Data mengenai kualitas air selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 7.
18