33
V 5.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap I Pengukuran Sifat Fisik Buah Manggis Pengukuran sifat fisik buah yang dilakukan meliputi berat buah, diameter
mayor, diameter minor buah, tinggi tangkai dan tinggi buah. Hasil pengukuran sifat fisik dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil pengukuran sifat fisik buah manggis. Parameter pengukuran Rataan Berat buah (g) Diameter mayor (cm) Diameter minor (cm) Tinggi tangkai (cm) Tinggi buah (cm)
Simpangan baku
119.72 6.276 6.160 1.517 5.835
6.80 1.41 1.22 2.70 1.70
Hasil pengukuran dimensi manggis (Tabel 10) diketahui bahwa masingmasing parameter pangukuran memiliki nilai yang hampir sama. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai simpangan baku yang parameter. Berdasarkan kondisi tersebut
dapat
kecil pada
masing masing
dikatakan bahwa pola fcc
merupakan metode yang tepat untuk penyusunan buah mangis karena menitikberatkan pada jumlah buah yang sama dalam satu kapasitas kemasan. Untuk mendapatkan jumlah buah yang sama di dalam satu kapasitas kemasan, maka salah satu hal yang harus dipenuhi adalah buah harus memiliki dimensi yang tidak jauh berbeda antara satu dengan lainnya. Buah manggis berdasarkan Tabel 10 diketahui memiliki nilai simpangan baku yang kecil untuk nilai diameter dan tinggi buah, ini berarti bahwa buah memiliki keseragaman dalam ukuran. Berbeda dengan beberapa parameter pengukuran lainnya, hasil pengukuran berat buah memiliki nilai simpangan baku terbesar yaitu 6.8. Kondisi tersebut dikarenakan buah dengan kisaran diameter antara 6.0 cm - 6.5 cm, memiliki berat yang beragam yaitu antara 106 g – 134 g. Keseragaman buah tersebut berpengaruh terhadap berat bersih kemasan setelah diisi buah manggis. Pola fcc merupakan pola pengaturan buah yang menitikberatkan pada jumlah produk yang dikemas dalam satu kapasitas kemasan. Ini berarti bahwa dalam satu kapasitas kemasan jumlah buah yang diinginkan selalu sama.
34
Jumlah buah yang diperoleh pada penelitian ini untuk masing- masing kemasan yaitu 64 buah untuk kemasan berkapasitas 8 kg dan 120 buah untuk kemasan yang berkapasitas 15 kg. Contoh perhitungan dapat dilihat dalam Lampiran 1. Hasil pengukuran berat bersih buah untuk masing- masing kapasitas diketahui jumlah 64 buah pada kemasan berkapasitas 8 kg memiliki berat bersih 8 kg + 0.1 kg sedangkan untuk kapasitas 15 kg diperoleh berat bersih sebesar 15 kg + 0.3 kg. 5.2
Tahap I Pengukuran Sifat Mekanis Buah Manggis Pengukuran sifat mekanis buah manggis berupa uji kekuatan tekan
maksimum menggunakan alat universal testing mechine (Gambar 17). Uji ini dilakukan untuk mengetahui beban maksimum yang dapat diterima oleh buah tanpa menimbulkan kerusakan pada buah tersebut. Dari hasil uji, diketahui ratarata bioyield buah adalah sebesar 5.143 kgf. Bioyield buah manggis sebesar 5.143 kgf dapat diartikan bahwa, buah manggis memiliki kemampuan menahan beban hingga 5.143 kg tanpa mengalami kerusakan atau perubahan bentuk (deformasi). Nilai bioyield selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk mengatur buah dalam kemasan. Buah dalam kemasan diatur dengan ketentuan berat buah pada arah tinggi yang digunakan adalah tidak melebihi bioyied buah tersebut. Dengan nilai bioyield sebesar 5.143 kgf dan rataan berat buah manggis seperti terlihat dalam Tabel 10, maka tinggi maksimal buah manggis yang diperbolehkan dalam satu kapasitas kemasan adalah sebesar 250 cm (Lampiran 2). Hal tersebut dapat diartikan bahwa jumlah buah maksimum yang dapat disusun searah tinggi di dalam satu kapasitas kemasan adalah sebanyak 42 buah dengan berat tiap individu berkisar antara 106 g – 134 g. Hasil rata-rata sifat mekanis buah manggis berupa uji kekerasan ditampilkan dalam Tabel 11. Tabel 11 Hasil uji sifat mekanis buah manggis. Sifat mekanis buah manggis Nilai Bioyield (Kgf) Deformasi (cm) Strain Strees (Kg/cm2 ) Firmness (Kg/cm)
5.143 0.383 0.065 0.102 13.436
Keterangan F max ( puncak pertama) Deformasi saat F max Deformasi/Tinggi manggis Bioyield/ Luas pluger Bioyield/Deformasi
35
Data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa, saat buah manggis menerima beban sebesar bioyield (5.14 kg), maka buah tersebut akan mengalami deformasi rata-rata sebesar 0.38 cm. Deformasi adalah perpindahan relatif titik-titik dalam bahan dan dalam kondisi ini deformasi dinyatakan dengan melesaknya kulit ke dalam buah. Selanjutnya buah ma nggis akan mengalami deformasi sebesar 1 cm bila diberikan beban sebesar 13.43 kg (nilai firmness buah). Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Gambar 17
Pengujian sifat mekanis buah manggis menggunakan universal testing mechine
Hasil yang diperoleh pada penelitian tahap I yaitu pengukuran sifat fisik dan mekanis buah, digunakan untuk menentukan dimensi pada perancangan kemasan. Pola pengaturan bua h dalam kemasan pada arah tinggi tidak boleh melebihi bioyield agar buah tidak mengalami deformasi yang dapat menurunkan mutu buah yang dikemas.
36
Gambar 18 Hasil uji kekuatan tekan maksimum 5.3
Tahap II Perancangan Kemasan Perancangan kemasan dilakukan berdasarkan hasil pengukuran yang
dilakukan pada tahap I yaitu pengukuran sifat fisik dan mekanis buah manggis. Perancangan kemasan untuk transportasi dan distribusi diutamakan pada penentuan dimensi pengemas yang dinyatakan dalam tiga macam dimensi yaitu dimensi dalam (inner dimension), dimensi desain dan dimensi luar (outer dimension). Bahan kemas yang digunakan dalam perancangan adalah karton gelombang karena mampu meredam gataran dengan baik dan mempunyai permukaan yang halus. Beberapa penyebab kerusakan yang terjadi pada produk pasca transportasi adalah akibat permukaan kemasan yang kasar dan kurangnya daya redam kemasan sehingga menimbulkan luka pada produk. Karton gelombang yang digunakan dalam perancangan adalah karton gelombang tipe BC flute bergramatur 150/125/150 (Gambar 19). Tipe ini dipilih karena flute B mempunyai ketahanan tekan datar (flat crush resistant) yang paling baik. Flute C memiliki karakteristik yang berada diantara flute A dan B
dengan harga lebih
murah namun memiliki daya bantalan yang tinggi seperti flute A. Disamping beberapa alasan diatas, flute BC merupakan tipe yang paling banyak dan mudah dijumpai dipasaran dengan harga yang murah.
Gambar 19 BC flute
37
5.3.1
Penentuan dimensi dalam (Inner dimension) Penentuan dimensi dalam dilakukan berdasarkan jumlah buah yang
terdapat dalam satu kapasitas kemasan. Dengan menggunakan Persamaan 1 diperoleh jumlah 64 buah untuk kemasan berkapasitas 8 kg dan 120 buah untuk kemasan berkapasitas 15 kg. Jumlah buah setiap baris/lajur kemasan pada arah panjang, lebar dan tinggi (KA, KB dan KC) pada pola fcc sangat ditentukan oleh jumlah buah dalam setiap kemasan. Beberapa kombinasi yang dapat dibuat untuk memenuhi jumlah KA,KB, dan KC dapat dilihat dalam Lampiran 4, namun besarnya nilai KA,KB dan KC yang dipilih berdasarkan hasil perhitungan, ditampilkan pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil perancangan ukuran dimensi dalam kemasan Parameter Jumlah buah Jumlah buah dalam satu baris (buah) Jarak antar buah (mm) Dimensi dalam kemasan (cm) Volume (cm3 )
Searah panjang (KA) Searah lebar (KB) Searah tinggi (KC) Searah panjang (? x) Searah lebar (?y) Searah tinggi (? z) Panjang (A) Lebar (B) Tinggi (C) Buah dalam kemasan Kemasan
Kepadatan kemasan (%)
Kapasitas 8 kg 15 kg 64 120 8 8 4 6 4 5 25.62 25.62 26.00 26.00 23.92 23.92 37.1 37.1 19.5 28.3 18.2 22.3 8 181.2 15 339.8 13 126.8 23 384.4 62 65.6
Besaran yang ditampilkan dalam Tabel 12 dipilih karena memiliki persentase kepadatan tertinggi diantara kombinasi yang lainnya. Hal lain yang menjadi dasar dalam pemilihan besaran-besaran dalam Tabel 12 karena perbandingan antara panjang dan lebar adalah sebesar 2:1. Menurut Tugimin (1993), untuk merancang kemasan tipe RSC yang baik terdapat nilai batasan untuk KA dan KB yaitu berupa perbandingan panjang dan lebar kemasan adalah 2:1 sedangkan nilai KC dibatasi oleh tinggi tumpukan buah dalam kemasan yang tidak melebihi bioyield buah tersebut. Pengaturan pola fcc dibuat untuk produk yang berbentuk spheroid maupun elipsoid. Berdasarkan pendekatan bentuk buah yang dilakukan, buah manggis
38
didekati dengan bentuk spheroid dengan asumsi batang buah diabaikan. Hal ini dapat dilakukan karena dalam pola fcc, batang manggis akan berada di antara buah pada lapisan diatasnya. Batang yang berada di antara buah tersebut memiliki rata-rata tinggi setengah dari tinggi buah yang berada pada lapisan diatasnya. Dari kondisi tersebut dapat dinyatakan bahwa keuntungan dari penggunaan pola fcc pada pengemasan buah manggis adalah batang buah tidak akan rusak akibat dari tumpukan buah yang ada diatasnya. Nilai kekerasan buah manggis pada arah vertikal lebih besar dibandingkan dengan arah horisontal yang dinyatakan oleh bioyield buah. Bioyield buah pada arah vertikal sebesar 5.14 kgf sedangkan pada arah horisontal sebesar 4.81 kgf. Berdasarkan kondisi tersebut, maka buah dengan bagian yang mempunyai kekerasan terbesar disusun searah dengan arah getaran yang dominan. Untuk pengangkutan menggunakan truk, umumnya getaran yang dominan adalah arah vertikal, oleh karena itu buah manggis disusun dalam kemasan pada arah vertikal. Penyusuna n buah pada arah vertikal me nyebabkan dimensi dalam kemasan akan berubah pada arah tingginya. Perubahan tinggi pada dimensi dalam dikarenakan pada lapisan buah paling atas dibutuhkan tambahan ruang untuk tinggi batang buah yang berada pada susunan teratas. Hasil perhitungan dimensi dalam kemasan pada arah tinggi terlihat pada Tabel 13. Data Tabel 13 menunjukkan bahwa penggunaan pola fcc memberikan beberapa keuntungan diantaranya penyusunan buah yang teratur, jumlah buah dalam satu kapasitas kemasan sama, jumlah buah di dalam setiap barisnya sudah dapat ditentukan sejak awal dan kepadatan kemasan berada antara 62% - 66% sesuai kepadatan kemasan yang dianjurkan utuk komoditi hortikultura (Peleg 1985). Kepadatan kemasan yang berada dalam kisaran tersebut sangat baik karena masih memberi ruang dalam kemasan untuk terjadinya sirkulasi udara sehingga ruang dalam kemasan tidak lembab dan kerus akan produk dapat dihindari.
39
Tabel 13 Perubahan dimensi dalam kemasan Parameter Jumlah buah Jumlah buah dalam satu baris (buah) Jarak antar buah (mm) Dimensi dalam kemasan (cm) Volume (cm3 ) Kepadatan kemasan (%)
Searah panjang (KA) Searah lebar (KB) Searah tinggi (KC) Searah panjang (? x) Searah lebar (?y) Searah tinggi (?z) Panjang (A) Lebar (B) Tinggi (C) Buah dalam kemasan Kemasan
Kapasitas 8 kg 15 kg 64 120 8 8 4 6 4 5 25.62 25.62 26 26 23.92 23.92 37.1 37.1 19.5 28.3 19.7 23.8 8 181.2 15 339.8 13 126.8 23 384.4 62 65.6
5.3.2 Penentuan dimensi desain dan dimensi luar (Outer Dimension) kemasan Dimensi desain ditentukan oleh dua hal yaitu tipe kemasan yang digunakan dan dimensi dalam kemasan. Dengan menggunakan data pada Tabel 4 dapat dihitung dimensi desain kemasan tipe RSC untuk masing- masing kapasitas kemasan seperti terlihat dalam Tabel 14. Gambar dimensi desain kemasan dapat dilihat pada Gambar 20. Tabel 14 Dimensi desain masing- masing kapasitas kemasan Kapasitas Panjang Lebar Tinggi Kemasan (cm) (cm) (cm) 8 Kg 38.8 20.4 20.4 15 Kg 38.8 29.4 24.4
Flap/ Penutup (cm) 10.4 14.9
Dimensi desain (Tabel 14) selanjutnya digunakan untuk menentukan dimensi luar kemasan dimana dimensi luar kemasan sangat tergantung pada tipe flute dan ketebalan karton yang digunakan. Dimensi luar merupakan penjumlahan dari dimensi desain dengan ketebalan tipe flute. Berdasarkan hasil pengukuran ketebalan tipe flute diketahui bahwa BC flute yang digunakan memiliki ketebalan 6 mm. Dengan menjumlahkan dimensi desain dengan ketebalan flute, maka diperoleh dimensi luar kemasan seperti terlihat dalam Tabel 15.
40
(a)
(b) Gambar 20 Dimensi desain kemasan hasil rancangan (a) kapasitas 8 kg (b) kapasitas 15 kg Tabel 15 Dimensi luar kemasan Panjang Kapasitas kemasan (cm) 8 kg 39.4 15 kg 39.4
Lebar (cm) 21 30
Tinggi (cm) 21 25
Berdasarkan hasil perhitungan luasan dimensi, yaitu penjumlahan ukuran panjang, lebar dan tinggi kemasan diketahui bahwa dimensi kemasan hasil rancangan telah memenuhi standar Internasional (standar rule no 41) dimana untuk kemasan berkapasitas 8 kg, luasan dimensi hasil perhitungan diperoleh
41
sebesar 81.4 cm dan kemasan berkapasitas 15 kg diperoleh sebesar 94.4 cm. Berdasarkan standar rule no 41, ukuran luasan dimensi maksimum yang diijinkan berdasarkan berat isi yang telah distandarisasi secara Internasio nal
untuk
kemasan berkapasitas 8 kg - 9 kg adalah tidak lebih dari 102 cm dan untuk kemasan berkapasitas 15 kg – 16 kg adalah tidak melebihi 127 cm (Tugimin 1993).
a
b
c Gambar 21
5.4
Kemasan karton hasil rancangan (a) tampak depan; (b) tampak samping; (c) tampak atas
Tahap III Uji Kekuatan Tekan (Compression Strength) Selama proses transportasi, kemasan peti karton disimpan di dalam ruang
angkut (container) dalam kondisi ditumpuk dengan kemasan lainnya. Kondisi ini menyebabkan terjadinya top to bottom compression. Untuk mencegah terjadinya kerusakan kemasan dan produk yang dikemas, maka dilakukan uji kekuatan tekan untuk mengetahui beban tumpukan maksimum kemasan hasil rancangan. Uji kekuatan tekan dilakukan menggunakan universal testing machine untuk menguji
42
kekuatan nyata dan secara teoritis compression strength dihitung dengan persamaan matematika (Mc Knee et al. 1963). Berdasarkan pengujian diperoleh hasil ECT (Edge Crush Test) adalah sebesar 43.6 lbs untuk diameter sampel sebesar 2.5 cm atau setara dengan 7.902 kgf/cm. Nilai ini selanjutnya digunakan untuk menghitung besarnya kekuatan tekan (compression strength) teoritis untuk masing- masing kapasitas kemasan hasil rancangan (Lampiran 5). Hasil perhitungan diperoleh besarnya nilai compression strength teoritis untuk kemasan berkapasitas 8 kg adalah 201.01 kgf dan kapasitas 15 kg sebesar 216.47 kgf. Compression strength teoritis kemasan 15 kg lebih besar dibandingkan dengan kemasan 8 kg. Perbedaan nilai Compression strength dikarenakan adanya perbedaan kapasitas kemasan hasil rancangan yang digunakan. Dengan penambahan kapasitas kemasan, maka akan memperluas bidang tekan kemasan. Bidang tekan ya ng luas akan mampu menahan beban tekan yang lebih besar karena luasan distribusi tekanannya pun menjadi semakin besar. Hasil perhitungan kekuatan tekan teoritis berbeda dengan hasil pengukuran langsung menggunakan universal tersting mechine. Perbedaan tersebut sebesar 1.4 % untuk kemasan berkapasitas 8 kg dan 18 % untuk kemasan 15 kg. Nilai kekuatan tekan pengukuran langsung kemasan berkapasitas 8 kg diperoleh sebesar 204 kgf dan kemasan berkapasitas 15 kg sebesar 256 kgf. Nilai kekuatan tekan teoritis dengan hasil pengukuran langsung menggunakan universal tersting mechine memiliki perbedaan yang tidak jauh berbeda. Dengan kondisi tersebut bisa disimpulkan bahwa model matematika (Mc Knee et al. 1963) dapat digunakan untuk menduga kekuatan tekan kemasan tanpa harus melakukan uji kekuatan tekan langsung. Pendugaan berdasarkan model matematika memiliki tingkat ketelitian hingga mencapai 98.5%. Darmawati (1994) menyatakan bahwa dari perbandingan antara kekuatan tekan kemasan hasil pengujian langsung dengan kekuatan kemasan hasil perhitungan yang ada dalam program simulasi menunjukkan bahwa penggunaan persamaan Mc Knee et al. (1963) dalam perhitungan cukup baik dan selanjutnya dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa tingkat ketelitian yang dihasilkan adalah sebesar 96%.
43
Gambar 22 Pengujian kemasan menggunakan universal testing mechine Uji kekuatan tekan yang dilakukan menghasilkan data kekuatan kemasan hasil rancangan. Data kekuatan tersebut selanjutnya menjadi acuan untuk menghitung tinggi tumpukan kemasan pada saat ditransportasikan. Pada kondisi nyata di lapang tinggi tumpukan diatur agar kemasan yang berada pada lapisan terbawah tidak mengalami kerusakan akibat beban statis yang ditimbulkan oleh kemasan diatasnya. Tinggi tumpukan kemasan sangat tergantung pada berat bersih tiap kemasan dan faktor keamanan yang digunakan. Dengan dimensi kemasan yang sama, namun memiliki pola pengaturan buah yang berbeda, maka akan menghasilkan berat bersih tiap kemasan yang berbeda pula. Hasil pengukuran dan perhitungan diperoleh berat bersih masing- masing kapasitas kemasan pada tiap pola pengaturan seperti terlihat dalam Tabel 16. Tabel 16 Data berat bersih dan jumlah buah tiap kapasitas Jumlah buah (buah) Berat bersih (kg) Kapasitas Dimensi (kg)
(cm3 )
fcc
jumble
fcc
jumble
8 15
39.4 x 21 x 21 39.4 x 30 x 25
64 120
44 80
8 + 0.1 15 + 0.3
5.38 - 5.48 9.94 - 10.44
Dengan diketahuinya kekuatan tekan maksimum, berat bersih masingmasing kemasan (Tabel 16) dan faktor keamanan yang digunakan, dapat dihitung
44
tinggi tumpukan maksimal yang disusun saat produk ditransportasikan. Perhitungan tinggi tumpukan dilakukan berdasarkan kekuatan tekan teoritis dan kekuatan tekan langsung (Tabel 17). Contoh perhitungan tinggi tumpukan maksimal dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 17 Jumlah maksimum tumpukan masing- masing kapasitas kemasan Berat/ n (tumpukan) Perlakuan Dimensi (cm3 ) P (kgf) Kemasan K8 Pf teoritis 39.4 x 21 x 21 8.00 201.01 5 K8 Pj teoritis 39.4 x 21 x 21 5.48 201.01 7 K15 Pf teoritis 39.4 x 30 x 25 15.00 216.47 3 K15 Pj teoritis 39.4 x 30 x 25 10.44 216.47 5 K8 Pf nyata K8 Pj nyata K15 Pf nyata K15 Pj nyata
39.4 x 21 x 21 39.4 x 21 x 21 39.4 x 30 x 25 39.4 x 30 x 25
8.00 5.48 15.00 10.44
204.00 204.00 256.00 256.00
5 7 4 5
Tabel 17 menunjukkan bahwa baik pada perhitungan secara teoritis maupun pengukuran nyata yang dilakukan menggunakan universal testing mechine tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap jumlah tumpukan maksimal pada masing- masing kapasitas dalam pola pengaturan yang sama. Nilai tumpukan tertinggi dihasilkan oleh kemasan berkapasitas 8 kg dengan pola pengaturan buah secara jumble yaitu sebanyak 7 tumpukan, sementara tumpukan terendah dihasilkan oleh kemasan berkapasitas 15 kg berpola fcc sebanyak 3 tumpukan. Rendahnya jumlah kemasan yang dapat disusun ke atas pada perlakuan K15P f dikarenakan jumlah buah yang mampu dikemas lebih banyak sehingga berat
bersih dari kemasan pun menjadi lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Demikian pula sebaliknya, untuk perlakuan K8 P j mampu disusun dalam jumlah yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan perlakuan K8P j memiliki berat bersih terendah yaitu sebesar 5.48 kg.
Hasil uji sidik ragam dan uji lanjut (Lampiran 7) diperoleh bahwa perlakuan kapasitas kemasan memberikan pengaruh nyata terhadap
kekuatan
tekan maksimum kemasan (Compression Stength). Perlakuan kapasitas berkaitan dengan dimensi kemasan yang dihasilkan. Kapasitas 15 kg menghasilkan dimensi kemasan yang lebih besar dibandingkan kemasan berkapasitas 8 kg. Dimensi
45
kemasan yang lebih luas akan memperluas bidang tekan kemasan sehingga kemampuan menahan bebannya pun menjadi lebih banyak. 5.5
Tahap III Simulasi Transportasi Data berat bersih dan jumlah buah tiap kapasitas (Tabel 16), menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan jumlah buah maupun berat bersih antara pola fcc dengan pola jumble pada dimensi kemasan yang sama. Jumlah buah yang dapat dikemas dengan pola fcc 30% lebih banyak dibandingkan buah yang dikemas menggunakan pola jumble pada dimensi kemasan yang sama. Perbedaan jumlah dan berat ini dikarenakan pada pola fcc, buah diatur dan disusun dengan pola yang sama antara buah sehingga penggunaan ruang menjadi lebih efektif. Selain itu, pada pola jumble buah dikemas menggunakan net foam sebelum dimasukkan ke dalam kemasan karton. Penambahan net foam dimaksudkan untuk melindungi buah dari goresan dan benturan yang terjadi, namun dengan kondisi tersebut jumlah buah yang dapat dikemas menjadi lebih sedikit. Pengaturan buah untuk masing- masing pola dapat dilihat dalam Gambar 23. Buah yang telah diatur dalam kemasan selanjutnya diuji menggunakan meja getar. Setelah digetarkan kondisi buah pada masing- masing kemasan mengalami perub ahan. Buah yang disusun menggunakan pola fcc baik pada kemasan 8 kg maupun 15 kg mengalami perubahan pada lapisan teratas, sementara pada lapisan lainnya susunan buah tidak berubah. Perubahan susunan dikarenakan buah memiliki kedudukan yang kompak sehingga goncangan yang terjadi selama proses transportasi tidak memberikan pengaruh yang besar pada perubahan isi kemasan.
Berbeda dengan pola fcc, buah dengan pola jumble
mengalami banyak perubahan susunan. Perubahan
tidak hanya pada susunan
teratas, akan tetapi hampir diseluruh lapisan susunan. Perubahan susunan buah ini terjadi karena pada pola jumble, jumlah buah dalam satu kemasan lebih sedikit sehingga ruang antar buah yang ada menjadi lebih banyak. Jumlah celah dan ruang tersebut menyebabkan kedudukan buah dalam kemasan menjadi tidak kompak. Selain terjadi perubahan susunan yang cukup banyak, penyusunan buah dengan pola jumble menyebabkan pelapis buah (net foam) mengalami kerusakan seperti robek. Susunan buah setelah digetarkan ditampilkan pada Gambar 24.
46
(a)
(b) Gambar 23
Pengaturan susunan buah dalam kemasan (a) pola fcc; (b) pola jumble sebelum digetarkan
(a)
(b)
Gambar 24 Pengaturan susunan buah dalam kemasan (a) pola fcc; (b) pola jumble setelah digetarkan Selama produk ditransportasikan, kondisi jalan di lapang memiliki permukaan yang tidak rata dan ketidakrataan tersebut menyebabkan produk mengalami goncangan dan getaran. Tingkat ketidakrataan jalan disebut amplitudo dan intensitas terjadinya goncangan akibat dari kondisi yang tidak rata tersebut
47
dinamakan frekuensi. Untuk mendapatkan kondisi seperti yang terjadi di jalan, simulasi transportasi dilakukan di atas meja getar dengan frekuensi rata-rata 3.50 Hz dan amplitudo rata-rata 4.61 cm yang digetarkan selama 3 jam. Berdasarkan hasil perhitungan, kondisi tersebut setara dengan perjalanan sejauh 477.5 km menggunakan kendaraan truk berfrekuensi 1.4 Hz dan amplitudo 1.74 cm melalui perjalanan luar kota. Kondisi tersebut dapat mewakili jarak tempuh antara pusat produksi manggis menuju tempat dimana manggis akan diekspor. Kesetaraan panjang jalan yang ditempuh dapat dilihat pada Lampiran 8. Sudibyo (1992) menyatakan bahwa selama produk diangkut menggunakan kendaraan truk, goncangan yang dominan terjadi adalah pada arah vertikal. Goncangan lainnya berupa puntiran dan bantingan diabaikan karena memiliki frekuensi yang sangat kecil. Berdasarkan kondisi tersebut, maka penggunaan meja getar sebagai alat untuk simulasi transportasi telah sesuai karena goncangan dominan yang dihasilkan meja getar berupa goncangan pada arah vertikal. Kemasan di atas meja getar diatur dengan tinggi sebanyak 1 tumpukan pada setiap kapasitas kemasan, baik pola fcc maupun pola jumble (Gambar 25a). Kemasan pada tumpukan teratas memiliki berat yang sama dengan
kemasan
dibawahnya dan setelah digetarkan selama 3 jam, posisi kemasan diatas meja getar mengalami pergeseran Gambar (25 b). Pergeseran kemasan disebabkan oleh getaran dan goncangan selama simulasi. Getaran dan goncangan tersebut mempresentasikan getaran sarana pengangkutan dan kondisi jalan selama produk ditransportasikan.
(a)
(b)
Gambar 25 Kondisi kemasan diatas meja getar (a) sebelum simulasi; (b) setelah simulasi
48
5.6
Pengaruh Perlakuan Terhadap Laju Respirasi Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah
sesudah dipanen. Buah manggis yang telah dipanen tetap menunjukkan aktivitas hidup walaupun telah dipisahkan dari inangnya. Energi yang digunakan untuk menjaga komponen sistem metabolisme bekerja dengan baik dan yang diperoleh merupakan hasil dari kegiatan respirasi. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme oleh sebab itu, sering dianggap sebagai petunjuk mengenai potensi daya simpan buah. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai dengan umur simpan yang pendek (Pantastico 1997). Berdasarkan hasil pengamatan terhadap laju respirasi buah pada tiap kemasan untuk masing- masing pola pengaturan (Tabel 18), diperoleh bahwa rataan laju produksi CO2 terendah dihasilkan pada buah yang dikemas dengan kapasitas 15 kg menggunakan pola fcc (K 15 Pf) yaitu sebesar 26.302 ml/kg jam. Laju produksi CO2 tertinggi dihasilkan pada buah yang dikemas dengan kapasitas 8 kg menggunakan pola jumble (K 8 Pj) yaitu sebesar 31.007 ml/kg jam. Pola yang sama juga ditunjukkan untuk nilai laju konsumsi O2 . Seperti halnya pada laju produksi CO2 , laju konsumsi O2 terendah juga dihasilkan oleh buah yang dikemas berkapasitas 15 kg dengan pola fcc (K15 Pf) yaitu sebesar 66.737 ml/kg jam. Laju konsumsi O2 tertinggi dihasilkan oleh buah yang dikemas berkapasitas 8 kg dengan pola jumble. Tabel 18 Nilai laju respirasi masing- masing perlakuan. Laju respirasi CO2 Perlakuan (ml/kg jam) Kapasitas 8 Jumble (K 8 Pj) 31.007 Kapasitas 8 Fcc (K 8 Pf) 29.484 Kapasitas 15Jumble (K 15 Pj) 29.032 Kapasitas 15Fcc (K 15 Pf) 26.302
Laju respirasi O2 (ml/kg jam) 69.561 68.984 67.519 66.737
Laju produksi CO2 terendah pada perlakuan K15 Pf yaitu buah yang dikemas berkapasitas 15 kg dengan pola fcc dapat diartikan bahwa buah pada perlakuan tersebut mengalami tingkat kerusakan yang rendah. Sebaliknya laju produksi CO2 tertinggi yang dihasilkan pada perlakuan K8 Pj yaitu buah yang dikemas berkapasitas 8 kg dengan pola jumble, dapat diartikan bahwa buah pada
49
perlakuan tersebut mengalami tingkat kerusakan tertinggi dibandingkan dengan pelakuan lainnya. Pantastico (1997) menyatakan bahwa parahnya kerusakan yang terjadi dapat memacu respirasi sebagai pengaruh dihasilkan gas etilen. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat kerusakan yang terjadi pada suatu produk, maka laju respirasi yang terjadi pada produk tersebut juga akan tinggi. Tingginya laju respirasi pada buah manggis pasca transportasi diduga akibat dari kerusakan mekanis yang disebabkan oleh benturan dan gesekan antar buah dalam kemasan. Rendahnya laju respirasi yang terjadi pada buah yang dikemas dengan kapasitas 15 kg berpola fcc (K 15 Pf ) dikarenakan pada pola fcc memiliki susunan buah yang kompak. Kondisi kompak tersebut diartikan bahwa buah di dalam kemasan memiliki kedudukan tetap dan tidak berubah. Dengan kondisi buah yang kompak, maka gesekan yang terjadi sela ma produk ditransportasikan dapat dihindari. Kondisi sebaliknya diperoleh pada buah yang dikemas berkapasitas 8 kg dengan cara jumble. Laju respirasi yang tinggi pada perlakuan K8 Pj dikarenakan pada pola jumble, buah dalam kemasan memiliki kedudukan yang tidak kompak akibatnya intensitas gesekan dan benturan antara buah menjadi lebih tinggi. Goncangan yang terjadi selama produk ditransportasikan merupakan penyebab dari gesekan dan benturan tersebut. Tingkat kekompakan isi kemasan dapat ditunjukkan oleh persentase kepadatan kemasan. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa perlakuan K15 Pf memiliki persentase kepadatan tertinggi yaitu sebesar 66%. Peleg (1985) menyatakan bahwa persentase kepadatan kemasan maksimum yang dapat dicapai pada pola fcc untuk jumlah buah (N) yang berada dalam kisaran 50 < N < 300 adalah antara 55% sampai 68%. Selanjutnya dinyatakan bahwa persentase kepadatan kemasan maksimum yang dapat dicapai pada buah yang dikemas dengan pola jumble hanya mampu mendekati 50%. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan buah yang dikemas dengan pola jumble akan memberikan lebih banyak ruang kosong dibandingkan pola fcc. Adanya ruang kosong yang lebih banyak pada buah berpola jumble memungkinkan tingkat kerusakan akibat goncangan akan menjadi lebih besar pada perlakuan tersebut.
50
Perubahan laju respirasi dalam satuan waktu selama pengamatan ditunjukkan oleh Gambar 26 grafik a dan grafik b. Pada grafik a diketahui bahwa setiap perlakuan memiliki pola yang hampir sama dari waktu ke waktu kecuali perlakuan kemasan berkapasitas 8 kg dengan pola jumble. Perlakuan K8 Pj berdasarkan grafik menunjukkan perbedaan pola pada kondisi awal, dimana saat perlakuan lainnya cenderung mengalami penurunan laju respirasi, perlakuan K8 Pj menunjukkan peningkatan. Dilihat dari perubahan produksi CO2 dan O2 perlakuan K8 Pj memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan pola pengaturan, kapasitas kemasan dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap laju respirasi produksi CO2 . Selanjutnya setelah dilakukan uji lanjut interaksi antar perlakuan (Tabel 19) dihasilkan bahwa perlakuan K8 Pj berbeda nyata dengan tiga perlakuan lainnya; perlakuan K8 Pf tidak berbeda nyata dengan perlakuan K15 Pj namun berbeda dengan dua perlakuan lainnya dan perlakuan K15Pf yang memproduksi CO2 terkecil berbeda nyata dengan tiga perlakuan lainnya. Ini berarti bahwa perlakuan K8 Pf dan perlakuan K15 Pj memberikan pengaruh yang sama dan tidak berbeda terhadap laju produksi CO2 walaupun besarannya menunjukkan angka yang berbeda. Berdasarkan analisis sidik ragam, pengaruh masing- masing perlakuan terhadap laju respirasi konsumsi O2 (Lampiran 10) diketahui bahwa perlakuan pola pengaturan, kapasitas kemasan dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap laju respirasi produksi O2 . Kondisi ini diduga akibat dari sistem pengukuran analog pada alat portable oxygen tester POT 101, sehingga tingkat ketelitian yang ditunjukkan alat tersebut tidak sebaik alat continous gas analyzer yang menggunakan sistem digital. Winarno (2002) menyatakan jumlah oksigen yang digunakan dalam proses respirasi relatif sangat sedikit sehingga dibutuhkan alat ukur yang memiliki kepekaan yang sangat tinggi. Penyebab lainnya juga diduga akibat dari pengkondisian wadah toples yang selalu dibuka setiap kali selesai dilakukannnya pengukuran laju respirasi, dan hal ini menyebabkan oksigen selalu tersedia dalam kondisi normal.
Konsentrasi CO2 (ml/Kg)
51
65,0 55,0 45,0 35,0 25,0 15,0 0
50
100
150
200
250
Waktu (Jam)
FCC,8 Kg
Jumble,8 Kg
Fcc, 15
Jumble,15
(a)
Konsentrasi O2 (ml/Kg)
350 300 250 200 150 100 50 0 0
50
100
150
200
250
Waktu (Jam) FCC,8 Kg
Jumble,8 Kg
Fcc, 15
Jumble,15
(b) Gambar 26 Grafik pola laju respirasi (a) produksi CO2 ; (b) konsumsi O2
Tabel 19 Hasil uji lanjut pengaruh interaksi terhadap laju respirasi Perlakuan Kapasitas 8 Jumble (K 8 Pj) Kapasitas 8 Fcc (K 8 Pf) Kapasitas 15 Jumble (K 15 Pj) Kapasitas 15 Fcc (K 15 Pf)
Laju respirasi CO2 (ml/kg jam) 31.007 a 29.484 b 29.032 b 26.302 c
Laju respirasi O2 (ml/kg jam) 69.561 a 68.984 a 67.519 a 66.737 a
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 5%
52
5.7
Persentase Kulit Buah yang Melesak dan Kerusakan Fisik Persentase kulit buah yang melesak ke dalam dihitung berdasarkan
perbandingan antara jumlah luasan kulit buah yang melesak ke dalam dengan luas total permukaan kulit buah manggis yang diamati. Pengamatan dilakukan setelah buah ditransportasikan dan setiap hari selama 10 hari dalam suhu ruang. Dari pengamatan diperoleh persentase tertinggi dihasilkan pada perlakuan K15 Pf yaitu sebesar 4.7% sementara persentase terendah dihasilkan pada perlakuan K8 Pj yaitu sebesar 0.31%. Selanjutnya nilai persentase ini akan mempengaruhi persentase kerusakan fisik yang dihasilkan. Tabel 20 Persentase kulit buah yang melesak Perlakuan Kapasitas 8 Jumble (K 8 Pj) Kapasitas 8 Fcc (K 8 Pf) Kapasitas 15Jumble (K 15 Pj) Kapasitas 15Fcc (K 15 Pf) Persentase tingkat kerusakan fisik
Persentase kulit yang melesak (%) 0.31 1.59 2.6 4.7 dilhitung dengan mengetahui jumlah
buah yang rusak pada setiap kapasitas kemasan setelah disimulasikan. Buah manggis dikatakan rusak apabila ditemukan kondisi kulit buah yang melesak ke dalam (penyok), cupat yang lepas, tangkai yang patah dan kulit buah ya ng pecah. Dalam penelitian ini kondisi rusak yang ditemui adalah kulit buah yang melesak ke dalam (penyok) dan cupat yang lepas seperti terlihat dalam Gambar 27.
Gambar 27 Kerusakan fisik (a) cupat lepas ; (b) kulit melesak kedalam Kerusakan fisik berupa kulit buah yang melesak ke dalam ditandai dengan pengamatan visual berupa masuknya bagian kulit ke dalam buah sehingga memberikan bentuk yang tidak rata pada bagian kulit tersebut. Kerusakan fisik pada masing- masing kapasitas dari tiap pola dapat dilihat dalam Tabel 21.
53
Tabel 21 Persentase kerusakan fisik Jumlah buah Perlakuan dalam kemasan Kapasitas 8 Jumble (K 8 Pj) 44 Kapasitas 8 Fcc (K 8 Pf) 64 Kapasitas 15 Jumble (K 15 Pj) 80 Kapasitas 15 Fcc (K 15 Pf) 120
Jumlah kerusakan 1 2 2 9
% Kerusakan 2.3 3.1 2.5 7.5
Pada masing- masing pola pengaturan dalam satu kapasitas kemasan yang sama, pola fcc mempunyai tingkat kerusakan yang lebih tinggi dibandingkan pola jumble (Tabel 21). Perbedaan tingkat kerusakan ini dikarenakan jumlah buah yang mampu dikemas menggunakan pola fcc lebih banyak dibandingkan pola jumble. Akibatnya, beban yang diterima buah berpola fcc menjadi lebih besar. Penyebab lainnya karena buah pada pola fcc disusun dalam kemasan karton tanpa menggunakan net foam layaknya buah pada pola jumble. Perbedaan perlakuan tersebut menyebabkan tekanan, gesekan dan benturan antar buah pada pola fcc langsung mengenai permukaan kulit manggis. Kulit manggis memiliki struktur yang mudah patah dan tidak lentur, sehingga kerusakan fisik berupa kulit melesak walaupun dalam lekukan yang kecil akan terlihat jelas pada buah yang disusun tanpa menggunakan net foam. Kerusakan fisik yang terjadi pada pola fcc hanya berupa kerusakan kulit luar tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan hingga ke dalam jaringan buah. Hal berbeda terjadi pada buah yang diatur dengan pola jumble. Pada pola ini jumlah buah lebih sedikit dan celah antar buah lebih banyak, sehingga menyebabkan intensitas benturan antar buah menjadi lebih tinggi dan terjadi berulang-ulang dalam lompatan yang kecil. Karena buah pada pola jumble dilindungi oleh net foam maka benturan dan gesekan tidak langsung mengenai permukaan kulit buah sehingga kerusakan fisik akibat benturan tersebut tidak terlihat secara nyata. Kerusakan fisik secara visual yang lebih kecil pada pola jumble tidak disertai dengan rendahnya tingkat kerusakan yang terjadi pada jaringan dalam buah, ini dibuktikan dengan nilai laju respirasi, perubahan susut bobot dan perubahan kekerasan yang terjadi pada pola jumble lebih tinggi dibandingkan pola fcc pada dimensi kemasan yang sama (Gambar 28). Perubahan susut bobot yang tinggi pada pola jumble, salah satunya disebabkan karena
54
terjadinya kehilangan air dari dalam produk sebagai akibat dari tingginya laju respirasi yang terjadi pada produk tersebut. Laju respirasi yang tinggi dipacu oleh kebutuhan energi yang tinggi dari produk, semakin tinggi kerusakan yang terjadi pada produk, maka semakin tinggi pula kebutuhan energi untuk proses biologis produk tersebut.
Besaran
Grafik Parameter Mutu 72 70 68 66 64 62 60 58 56 54 52 50 48 46 44 42 40 38 36 34 32 30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
69,56
68,98
31,01
67,52
29,48
29,03
66,74
26,30
7,50 2,30
3,10 1,200,78
K8 Pj
1,090,71
K8 Pf
2,50
1,110,71
K15 Pj
1,050,68
K15 Pf
Perlakuan kerusakan fisik
Gambar 28
CO2
O2
bobot
kekerasan
Grafik nilai rata-rata perubahan nilai parameter mutu buah manggis selama pengamatan
Kerusakan fisik buah yang terjadi pada pola fcc hanya berupa kulit buah yang melesak ke dalam, sementara kerusakan fisik pada buah yang disusun dengan pola jumble berupa cupat lepas dan kulit buah yang melesak ke dalam. Kondisi cupat buah merupakan salah satu parameter mutu yang diperhitungkan dalam pemasaran buah manggis dipasaran internasional. Oleh karena itu dengan pengaturan pola fcc kerusakan berupa cupat yang lepas dapat dihindari.
55
5.8
Susut Bobot Secara ekonomi susut bobot pada produk pertanian akan sangat
merugikan, terutama bagi produk yang dijual berdasarkan beratnya. Susut bobot dapat diartikan kehilangan kandungan air pada produk yang mempengaruhi penampakan fisik, tekstur, dan nilai gizi buah manggis. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 10 hari dalam suhu ruang pada masing- masing perlakuan kemasan dan pola pengaturan buah, diketahui bahwa susut bobot pada masing- masing perlakuan mengalami peningkatan. Selanjutnya rerata nilai susut bobot (Tabel 22) diketahui bahwa susut bobot terendah dihasilkan pada buah yang dikemas dengan kapasitas kemasan 15 kg menggunakan pola fcc (K 15 Pf) yaitu sebesar 1.05%, sementara susut bobot tertinggi dihasilkan pada buah yang dikemas dengan kapasitas 8 kg menggunakan pola jumble (K 8 Pj) yaitu sebesar 1.20%. Tabel 22 Hasil uji lanjut interaksi perlakuan terhadap perubahan susut bobot Rerataan susut bobot Perlakuan Notasi (%) Kapasitas 8 Jumble (K 8 Pj) 1.20 a Kapasitas 8 Fcc (K 8 Pf) 1.09 b Kapasitas 15 Jumble(K 15 Pj) 1.11 b Kapasitas 15Fcc (K 15 Pf) 1.05 b Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 5% Tingginya nilai susut bobot pada perlakuan K8 Pj menggambarkan tingkat kerusakan yang terjadi pada perlakuan tersebut juga tinggi diantara perlakuan lainnya. Sebaliknya nilai susut bobot terendah yang dihasilkan perlakuan K15 Pf menggambarkan tingkat kerusakan yang rendah pula. Seperti halnya pada perubahan laju respirasi, kerusakan buah pada perlakuan K8 Pj dikarenakan buah dalam kemasan memiliki kedudukan yang tidak kompak, sehingga
intensitas
gesekan dan benturan antara buah penyebab kerusakan menjadi lebih tinggi. Tingkat kerusakan yang tinggi pada permukaan buah mengakibatkan buah kehilangan pelindung alaminya seperti lapisan lilin, maka kegiatan transpirasi dan kehilangan air berlangsung lebih cepat dan memacu susut bobot menjadi lebih tinggi. Utama (2002) menyatakan bahwa kehilangan air dari produk secara
56
potensial terjadi melalui bukaan alami yang terdapat pada jaringan luar permukaan produk segar yang dipengaruhi oleh faktor internal seperti perlukaan pada permukaan produk. Selain proses transpirasi, kehilangan air pada tanaman juga disebabkan adanya proses respirasi. Dalam proses respirasi
selain dihasilkannya CO2 juga
dihasilkan sejumlah air sehingga dapat dikatakan bahwa dengan tingginya tingkat kerusakan maka jumlah air yang dihasilkan juga akan tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh pada pengamatan laju respirasi pada masing- masing perlakuan. Laju respirasi tertinggi dihasilkan pada perlakuan K8 Pj dan susut bobot tertinggi juga dihasilkan oleh perlakuan yang sama. Kondisi sebaliknya diperoleh pada perlakuan
K15 Pf. Rendahnya susut
bobot yang terjadi pada perlakuan ini dikarenakan susunan buah yang terdapat dalam kemasan adalah kompak yang dapat mengurangi tingkat kerusakan akibat gesekan dan benturan antar buah. Selain disebabkan oleh kondisi buah yang kompak, tingkat kerusakan buah yang rendah pada perlakuan K15 Pf juga dipengaruhi oleh jumlah bidang sentuh (contact point) yang terjadi antar buah dalam pola fcc. Dalam pola fcc jumlah bidang sentuh antar buah lebih banyak dibandingkan dengan buah yang disusun menggunakan pola lainnya seperti jumble. Dengan banyaknya bidang sentuh pada buah yang disusun dengan pola fcc, maka jumlah beban yang ada dapat tersebar secara merata pada masing- masing bidang sentuh diseluruh permukaan buah. Sebaran beban yang merata pada bidang sentuh tersebut menyebabkan jumlah beban yang diterima oleh satu bidang sentuh (contact point) menjadi lebih kecil, sehingga kerusakan yang terjadi akibat beban yang terakumulasi pada satu titik dapat dihindari. Peleg (1985) menyatakan bahwa jumlah bidang sentuh (contact point) pada pola fcc mencapai 12 titik sementara untuk pola lainnya adalah sebesar 6, 8 atau 10 bidang sentuh (contac point) tergantung pada pola penyusunan buah yang dilakukan. Perubahan susut bobot selama pengamatan ditunjukkan oleh Gambar 29. Gambar grafik menunjukkan bahwa susut bobot yang terjadi selama waktu pengamatan pada perlakuan K8 Pf memiliki kecanderungan garis dan perubahan susut bobot yang hampir sama dengan perlakuan K15 Pf. Dari kedua perlakuan
57
tersebut menunjukkan bahwa pola fcc pada masing- masing kapasitas kemasan memiliki perubahan susut bobot yang lebih rendah dibandingkan pola jumble. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan perlakuan pola pengaturan, kapasitas kemasan dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap perubahan susut bobot. Setelah dilakukan uji lanjut interaksi antar perlakuan (Tabel 22) dihasilkan bahwa perlakuan K8 Pj berbeda nyata dengan tiga perlakuan lainnya sementara perlakuan K8 Pf
,
K15 Pj dan perlakuan K15 Pf memberikan
pengaruh yang tidak berbeda antar perlakuan. 2,5
Susut Bobot (%)
2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 0
2
4
6
8
10
12
Waktu (Hari)
fcc 8 kg
Jumble 8 kg
fcc 15 kg
Jumble 15 kg
Gambar 29 Grafik perubahan susut bobot 5.9
Kekerasan Kulit Buah Salah satu indikator kerusakan pada buah manggis adalah kekerasan kulit
buah dan konsumen tidak menyukai buah manggis dengan kondisi keras karena akan lebih sulit untuk dibuka. Perubahan kekerasan kulit buah selama pengamatan dilakukan pada empat titik berbeda dalam satu buah yang sama menggunakan rheometer. Tingkat kekerasan yang rendah ditunjukkan oleh angka hasil pengukuran yang kecil dan sebaliknya, tingkat kekerasan yang tinggi ditunjukkan oleh angka pengukuran yang besar. Hal ini berhubungan dengan penusukkan jarum rheometer pada permukaan kulit buah yang diamati. Semakin keras bahan yang diamati, maka gaya yang dibutuhkan untuk menusukkan jarum pun akan
58
semakin besar sehingga angka hasil pengukuran yang dihasilkan juga semakin tinggi. Perubahan kekerasan dari waktu kewaktu selama pengamatan, memiliki nilai yang fluktuatif (Gambar 30). Ini dikarenakan pengujian nilai kekerasan yang dilakukan berasal dari individu buah yang tidak sama, namun kecenderungan garis yang terbentuk untuk beberapa perlakuan menunjukkan perubahan nilai yang tidak jauh berbeda.
Kekerasan (Kgf)
1,50 1,20 0,90 0,60 0,30 0,00 0
2
4
6
8
10
12
Waktu (Hari) fcc 8
jumble 8
fcc 15
jumble 15
Gambar 30 Grafik perubahan nilai kekerasan kulit buah manggis Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut (Lampiran 12) menunjukkan bahwa perlakuan pola pengaturan, kapasitas kemasan dan interaksinya memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kekerasan buah manggis. Dari rerata perubahan kekerasan buah selama pengamatan (Tabel 23) diperoleh nilai kekerasan terendah pada perlakuan K15 Pf yaitu sebesar 0.67 kgf dan sebaliknya nilai kekerasan tertinggi diperoleh pada perlakuan K8 Pj yaitu sebesar 0.78. Sama halnya dengan kondisi parameter lainnya, perubahan kekerasan pun menujukan hal yang sama yaitu perlakuan K8 Pj menunjukkan tingkat kerusakan yang lebih tinggi dan perlakuan K15 Pf menunjukkan tingkat kerusakan terendah dibandingkan perlakuan lainnya. Tingginya nilai kekerasan kulit manggis salah satunya disebabkan oleh adanya penguapan air. Penguapan cairan pada ruang-ruang antar sel menyebabkan sel menciut sehingga ruang antar sel meyatu dan zat pektin menjadi saling
59
berikatan dan hal ini memacu pengerasan pada kulit manggis. Rerata nilai kekerasan tertinggi dihasilkan pada perlakuan K8 Pj dapat diartikan kehilangan air yang terjadi pada perlakuan tersebut juga lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini didukung oleh susut bobot dan laju respirasi yang tinggi pada perlakuan tersebut. Banyaknya gesekan dan tingkat kerusakan buah pada perlakuan K8 Pj memacu laju respirasi menjadi semakin besar, yang menyebabkan jumlah air yang dihasilkan juga semakin banyak, akibatnya kekerasan kulit manggis juga menjadi semakin besar. Hal lainnya yang menyebabkan besarnya nilai kekerasan pada perlakuan tersebut adalah karena gesekan pada permukaan kulit buah yang besar sehingga kulit buah kehilangan pelapis alaminya. Kondisi ini memacu penguapan air yang terjadi pada permukaan kulit buah. Selain diakibatkan oleh kehilangan air, kekerasan kulit manggis diduga disebabkan oleh pecahnya dinding sel akibat dari benturan yang intensif antar buah selama transportasi. Dinding sel yang rusak akan memacu pecahnya pektin yang berada didalamnya, yang selanjutnya menyebabkan timbulnya getah pada ruang antar sel dan getah tersebut mengakibatkan kekerasan pada kulit buah manggis. Pantastico (1997)
menyatakan
pertukaran gas, kehilangan air dan
kerusakan mekanis semuanya dimulai dari permukaan buah. Tabel 23 Hasil uji lanjut interaksi perlakuan terhadap kekerasan kulit buah Rerata kekerasan buah manggis (kgf) Notasi Kapasitas 8 Jumble (K 8 Pj) 0.783 a Kapasitas 8 Fcc (K 8 Pf) 0.705 a Kapasitas 15 Jumble(K 15 Pj) 0.707 a Kapasitas 15Fcc (K 15 Pf) 0.676 a Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 5% Perlakuan
5.10
Total Padatan Terlarut (o Brix) Buah dan sayuran menyimpan karbohidrat sebagai persediaan bahan
energi untuk melangsungkan hidupnya. Proses pematangan dan pembusukan akan meyebabkan kandungan karbohidrat dan gula berubah. Gula-gula utama dalam buah manggis adalah fruktosa glukosa dan sukrosa. Hubungan antara TPT dan
60
total kandungan gula adalah bahwa hampir semua total padatan terlarut dalam sari daging buah manggis terbentuk dari glukosa, fruktosa dan sukrosa. Kandungan nilai TPT selama pengamatan mengalami perubahan yang fluktua tif (Gambar 31), namun kandungan TPT antar perlakuan berada dalam kisaran yang kecil yaitu antara 15.79
o
Brix – 18.80
o
Brix dan kecenderungan
perubahan nilainya adalah tetap. Berdasarkan grafik selanjutnya dapat dilihat bahwa perlakuan K8 Pj mengalami kecenderungan perubahan nilai TPT yang berbeda dari perlakuan lainnya. Nilai TPT pada perlakuan K8 Pj menunjukkan perubahan yang lebih cepat dibanding perlakuan lainnya. Perubahan ini mulai terlihat mulai hari ke 2 nilai TPT cenderung lebih tinggi dan pada hari ke 9 nilai TPT mengalami penurunan sementara perlakuan lainnya lebih tinggi. Kondisi ini dikarenakan degradasi glukosa pada perlakuan K8 Pj lebih cepat dibandingkan perlakuan lainnya, karena pengaruh laju respirasi yang cepat. Tingginya tingkat kerusakan memacu laju respirasi lebih tinggi. Kondisi tersebut didukung oleh hasil analisis mutu berupa laju respirasi, susut bobot dan kekerasan perlakuan K8 Pj memberikan nilai yang tertinggi. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut (Lampiran 13) menunjukkan bahwa perlakuan kapasitas kemasan, pola pengaturan dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan TPT ini dikarenakan buah yang diamati berasal dari individu yang berbeda.
25
TPT (0 Brix)
20 15 10 5 0
2
4
6
8
10
Waktu (hari)
fcc 8
jumble 8
fcc 15
Gambar 31 Grafik perubahan nilai TPT
jumble 15
12
61
5.11
Analisis Biaya Penggunaan Kemasan Hasil Rancangan Analisis biaya dilakukan untuk mengetahui tingkat kerugian dan
keuntungan secara ekonomi akibat kerusakan fisik pasca simulasi transportasi terhadap kemasan hasil rancangan (Lampiran 14). Beberapa asumsi digunakan dalam perhitungan, diantaranya kemasasan hasil rancangan dibuat oleh pabrik kemasan dan buah manggis diangkut menggunakan truk sewaan menuju pihak eksportir. Harga jual buah manggis mutu eksport adalah Rp 35 000.00/kg, sedangk an daya angkut truk sebesar 2400 kg dengan dimensi bak truk 4 m x 1.75 m x 2.5 m. Untuk menghindari kerusakan kemasan terbawah akibat beban kemasan diatasnya, maka kemasan diatur dengan jumlah susunan tidak melebihi kekuatan tekan maksimum masing masing kapasitas kemasan (Tabel 17). Hasil perhitungan (Tabel 24) diperoleh perlakuan kemasan berkapasitas 15 kg berpola fcc membutuhkan modal pembuatan kemasan terkecil dan modal terbesar dibutuhkan oleh kemasan berkapasitas 8 kg berpola jumble. Perbedaan tersebut dikarenakan jumlah kemasan yang dibutuhkan untuk mengangkut buah manggis maksimal dalam 1 truk lebih sedikit dibandingkan perlakuan lainnya. Selanjutnya dapat diketahui bahwa pendapatan tertinggi dihasilkan oleh perlakuan K15 Pf yaitu sebesar Rp 81 396 000.00/truk, namun tingginya tingkat pendapatan pada perlakuan tersebut tidak menghasilkan pendapatan bersih yang
tinggi.
Pendapatan bersih tertinggi dihasilkan oleh perlakuan K8 Pf yaitu sebesar Rp 74 462 643.00/truk atau sebesar Rp 32 600.00/kg. Kondisi ini dikarenakan biaya penyusutan yang tinggi akibat kerusakan fisik pada perlakuan K15 Pf menunjukkan angka tertinggi.
62
Tabel 24
Analisis biaya penggunaan kemasan hasil rancangan masing- masing perlakuan Komponen analisis Perlakuan ekonomi Jumble I 8 kg fcc Jumble II 15 kg fcc Jumlah kemasan/truk 421 282 230 152 (buah) Modal Kemasan/truk 6 146 600 2 256 000 4 600 000 1 216 000 (Rp) Berat manggis/kemasan 5.3 8.1 9.9 15.3 (kg) Berat manggis/truk 2 231.3 2 284.2 2 277 2 325.5 (kg) Kerusakan fisik 2.3 3.1 2.5 7.5 (%) Sewa kendaraan 750 000 750 000 750 000 750 000 (Rp) Pendapatan/truk 78 095 500 79 947 000 79 695 000 81 396 000 (Rp) Biaya penyusutan/loss 1 796 197 2 478 357 1 992 375 6 104 700 (Rp) Pendapatan bersih/truk 69 402 703 74 462 643 72 352 625 73 325 300 (Rp) Pendapatan bersih/kg 31 100 32 600 31 775 31 525 (Rp) Ket: jumble I : dimensi kemasan 39.4 cm x 21 cm x21 cm dengan berat bersih 5.38 kg – 5.48 kg jumble II : dimensi kemasan 39.4 cm x 21 cm x21 cm dengan berat bersih 9.94 kg – 10.44 kg
Dalam perdagangan, pihak petani maupun eksportir menginginkan keuntungan yang maksimal dan pendapatan bersih
terbesar dihasilkan pada
perlakuan K8 Pf yaitu sebesar Rp 74 462 643.00/ truk atau sebesar Rp 32 600.00/kg. Berdasarkan beberapa uji parameter mutu yang dilakukan, perlakuan K8 Pf memiliki rerata besaran yang berbeda dengan perlakuan K15 Pf, namun berdasarkan hasil uji lanjut perlakuan K8 Pf tidak berbeda nyata dengan perlakuan K15 Pf. Ini dapat diartikan bahwa perlakuan K8 Pf memiliki pengaruh yang sama dengan K15 Pf terhadap parameter mutu. Berdasarkan kondisi tersebut,
maka
perlakuan yang paling optimal untuk transportasi buah manggis adalah perlakuan K8 Pf yaitu buah yang dikemas berkapasitas 8 kg berpola fcc.