HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Desa Citarik Kecamatan Tirtamulya Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang terletak di bagian utara Jawa Barat, berbatasan langsung dengan laut Jawa di utara, Kabupaten Subang di timur, Kabupaten Purwakarta di tenggara, Kabupaten Bogor dan Cianjur di selatan dan Kabupaten Bekasi di sebelah barat. Luas wilayah Kabupaten Karawang 175.327 km2 atau 3,73 persen dari luas Provinsi Jawa Barat. Tofografi sebagian besar berupa dataran rendah dengan ketinggian 1 sampai 5 meter di atas permukaan laut (dpl) dan sebagian kecil wilayah lainnya berbukit dengan ketinggian mencapai 1.200 meter dpl. Keadaan iklim dengan suhu udara rata-rata sebesar 290C, tekanan udara rata-rata 0,01 milibar, kelembaban nisbi sebesar 80 persen, memiliki kecepatan angin rata-rata antara 30-35 km/jam (BPS Karawang, 2007). Secara administrasi, Kabupaten Karawang terbagi ke dalam empat wilayah pembantu Bupati, 20 kecamatan, empat kantor pembantuan kecamatan, 296 desa dan 10 kelurahan. Kabupaten Karawang termasuk salah satu kabupaten yang memiliki lahan subur terluas di Jawa Barat, sehingga sebagian lahannya digunakan untuk pertanian (BPS Karawang, 2007).
Gambar 2. Peta Kecamatan Tirtamulya lokasi Primatani Kabupaten Karawang
Batas wilayah Kecamatan Tirtamulya disebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Lemahabang, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cikampek, sebelah timur dengan Kecamatan Kotabaru dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Purwasari. Luas wilayah Kecamatan Tirtamulya seluas 40,02 km2, luas lahan 3.798 ha. terdiri dari lahan sawah 2.521 ha dan lahan darat 1.277 ha. Rata-rata curah hujan per tahun 120 sampai 130 mm. Jumlah penduduk Kecamatan Tirtamulya sampai tahun 2008 sebanyak 43.085 orang yang tersebar di 11 desa. Berdasarkan jenis kelamin terdiri dari 21.465 laki-laki dan 21.620 perempuan. Jumlah kepala keluarga sebanyak 11.248 kepala keluarga, meliputi 9.878 kepala keluarga tani dan 1.370 kepala keluarga non-tani. Luas lahan di Desa Citarik seluas 285 ha (Tabel 1). Dari seluruh luas lahan, 49,12 persen diantaranya merupakan lahan sawah. Lahan sawah merupakan lahan dominan di Desa Citarik yang merupakan sumber pendapatan utama bagi penduduk Desa Citarik, karena memberikan pendapatan lebih tinggi daripada lahan kering. Luas lahan dan jenis penggunaan lahan dapat di lihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis penggunaan lahan di Desa Citarik, 2008 No. 1 2
3 4
Penggunaan Lahan Sawah teknis Lahan darat/kering: - Pekarangan dan perumahan - Tegalan Kolam Lainnya Jumlah
Luas lahan (ha)
Persentase (%)
140
49,12
138 5 1 1 285
46,42 1,75 0,35 0,35 100,00
Sumber : Programa Penyuluhan Pertanian Kecamatan Tirtamulya, 2008
Desa Citarik memiliki luas lahan sawah teknis 140 ha dengan luas kepemilikan lahan 70 persen kurang dari 1 ha, 25 persen kepemilikan lahan 1-2 ha dan 5 persen kepemilikan lahan di atas 5 ha. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk desa Citarik memiliki lahan sawah yang sempit, yakni kurang dari 1 ha. Kondisi demikian menyulitkan dalam hal agribisnis padi, sehingga perlu kesatuan antar petani dalam kelompoktani untuk memudahkan kegiatan usahatani secara bersama-sama. Lahan kering seluas 143 ha terdiri dari pemukiman dan pekarangan (46,42%) dan tegalan (1,75%) (Tabel 1). Di lahan tegalan terdapat banyak kandang ternak seperti sapi, domba, itik, entog dan ayam buras serta 41
lahan pertanaman buah-buahan seperti jambu air, rambutan, mangga dan pisang. Selain itu juga beberapa lahan tegalan dimanfaatkan untuk usahatani jamur merang. Penduduk desa Citarik pada tahun 2008 terdiri dari 1,854 kepala keluarga (KK) dengan jumlah penduduk 6.444 jiwa, terdiri dari laki-laki 3,187 jiwa (49,46%) dan perempuan 3,257 jiwa (50,54%). Jumlah dan persentase penduduk di Desa Citarik dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Persentase jenis dan jumlah penduduk di Desa Citarik, 2008 Uraian Penduduk (KK) Jumlah Penduduk Jenis Kelamin Jumlah
Jenis KK tani KK non tani Laki-Laki Perempuan
Jumlah (Orang) 1.576 278 1.854 3.187 3.257 6.444
Persentase (%) 87,91 12,09 100,00 49,46 50,54 100,00
Sumber : Profil Desa Citarik, 2008
Mata pencaharian utama penduduk Desa Citarik (87,91%) adalah kepala petani. Mata pencaharian lain yang banyak digeluti oleh penduduk Desa Citarik meliputi jasa keterampilan, Pegawai Negeri Sipil, dan jasa hiburan. Lebih jelas persentase jumlah penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Desa Citarik, 2008 Jenis Mata Pencaharian Petani Buruh tani Jasa hiburan PNS Pedagang Buruh/Swasta Jasa keterampilan (kayu, batu, jahit,cukur) Dokter Bidan Mantri kesehatan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
2.145 527 1 75 22 220 88 1 1 1 3.081
69,62 17,10 0,03 2,43 0,71 7,14 2,85 0,03 0,03 0,03 100,00
Sumber : Potensi Desa Citarik, 2008
Data tingkat pendidikan penduduk Desa Citarik dapat dilihat pada Tabel 4. 35,37 persen penduduk Citarik adalah buta aksara dan angka latin. Sebagian besar penduduk yang buta aksara dan angka latin tersebut adalah penduduk berumur lebih dari 25 tahun dan berjenis kelamin perempuan. 43,6 persen penduduk di 42
Desa Citarik tamat pendidikan umum terutama adalah pendidikan sekolah dasar atau sederajat dan 20,7 persen tamat pendidikan khusus. Tabel 4. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Citarik, 2008 No. A.
1. 2. 3. 4. B.
5. 6. 7. 8. C.
9. 10. 11. 12. 13. 14.
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Uraian Buta Aksara dan Angka Latin Usia 13-15 tahun Usia 16-18 tahun Usia 19-25 tahun Usia > 25 tahun Jumlah seluruhnya Tamat Pendidikan Umum SD/sederajat SLTP SLTA Akademi/Universitas/PT Jumlah seluruhnya Tamat Pendidikan Khusus Pondok pesantren SLB Keterampilan SLTP SLTA Akademi/Universitas/PT Jumlah seluruhnya
Jumlah
101 117 131 315 664
104 120 138 343 705
205 237 269 658 1369
524 325 78 3 930
503 215 25 2 745
1027 540 103 5 1675
13 5 185 162 25 390
11 3 193 165 31 403
24 8 378 327 56 793
Sumber : Potensi Desa Citarik 2008.
Struktur Komunitas Penduduk Di Desa Citarik Kecamatan Tritamulya sebagian besar bekerja sebagai petani, terutama tanaman pangan (padi). Pada musimnya kecamatan Tirtamulya menjadi pemasok terbesar padi di Kabupaten Karawang. Sebagian besar warga yang tinggal di Desa Citarik masih mempunyai hubungan keluarga atau kerabat. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh pola perkawinan yang umumnya masih dalam satu wilayah. Hubungan di antara sesama merupakan hubungan perorangan yang mendalam dan berlangsung lama yang diwujudkan dalam bentuk saling saling tolong menolong dan saling melindungi. Stratifikasi sosial pada tingkat atas terdiri dari beberapa kelompok yaitu para pejabat di kecamatan, tokoh masyarakat baik di tingkat desa maupun di tingkat kecamatan. Kelompok atas di tingkat desa yang diperhitungkan 43
pendapatnya di tingkat kecamatan adalah kepala desa, aparat desa, ketua BPD dan ketua LPM serta tokoh agama. Untuk pelapisan sosial yang didasarkan pada pekerjaan, pegawai negeri sipil atau militer serta aparat desa sebagai lapisan atas sementara pekerjaan buruh dan petani berlahan sempit berada pada lapisan bawah. Mereka yang berada pada lapisan di level atas mempunyai pengaruh dalam menentukan keputusan-keputusan yang tidak dapat diselesaikan oleh kelompok. Selain itu, mereka mempunyai pengaruh dalam keteladanan perilaku, sebagai panutan dan mempunyai kedudukan dalam organisasi sosial pada posisi-posisi strategis. Meskipun, pelapisan ini tidak diformalkan oleh komunitas namun diakui oleh masyarakat dalam berbagai kesempatan dan tugas. Lapisan bawah yang terdiri dari buruh tani dan petani berlahan sempit umumnya berperilaku pasrah pada pimpinan lokal untuk kepentingan desa mereka. Hal ini dipengaruhi oleh anggapan bahwa mereka tidak mampu dalam mengelola desa dan lapisan atas dianggap mampu untuk mengelola desa. Pelapisan di level atas selanjutnya juga mempengaruhi proses pembangunan di desa-desa wilayah Kecamatan tirtamulya. Lapisan bawah mengikuti apa yang telah diputuskan oleh lapisan atas. Kalaupun ada hal-hal yang menjadi keinginannya tidak diakomodir oleh lapisan atas, mereka hanya bisa mendiskusikannya di komunitasnya saja di tempat-tempat yang tidak formal seperti di sawah. Warga masyarakat yang memiliki pendidikan tinggi belum memberikan pengaruh dalam pelapisan sosial dalam komunitas baik di kecamatan maupun desa, karena warga masyarakat lulusan pendidikan tinggi lebih suka hidup dan mencari pekerjaan di kota daripada di desa. Sebagian besar pemuda yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi terutama yang berprestasi baik tidak kembali ke desa. Alasannya desa tidak dapat memberikan jaminan pekerjaan sesuai keahliannya, sehingga mereka memilih mencari pekerjaan di perkotaan. Rutinitas Kegiatan Harian Petani Informasi mengenai rutinitas kegiatan harian keluarga tani diperlukan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan jadwal pembinaan/pertemuan dengan petani, sehingga penentuan jadwal pertemuan dapat disesuaikan dengan kondisi petani dan tidak mengganggu waktu produktif petani. Selain itu petugas 44
hendaknya dapat memilih waktu yang tepat, baik tepat sasaran maupun tepat waktu. Aktivitas keluargatani di Desa Citarik dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu aktivitas mengurus usahatani di lahan dan aktivitas keluarga di rumah. Peran suami dalam usahatani dilihat dari rutinitas harian lebih banyak dibandingkan istri. Hal ini disebabkan para suami tidak hanya bekerja pada pagi hari, namun pada sore hari juga melakukan pekerjaan di sawah. Namun demikian waktu untuk kegiatan usahatani pada umumnya dilakukan pada pagi hari. Di siang hari, istri membantu pekerjaan usahatani di sawah sekalian mengantar sarapan untuk suaminya. Dari rutinitas kegiatan harian keluarga tani menunjukkan bahwa para petani masih mempunyai cukup banyak waktu untuk melakukan usaha lain setelah dari sawah. Pola rutinitas kegiatan harian keluarga tani di Desa Citarik dapat di lihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pola rutinitas kegiatan harian keluarga tani di Desa Citarik, 2009 Waktu (jam) 04.00-06.00 06.00-12.00 08.00-12.00 12.00-14.00 14.00-16.00 16.00-20.00 20.00-20.30 >20.30
Aktivitas kegiatan keluarga Suami Istri Bangun pagi Bangun pagi, Pekerjaan rumah Kerja di sawah, kebun Pekerjaan rumah Kerja di sawah, kebun Bantu suami di sawah Istirahat Istirahat Kerja di sawah, kebun Pekerjaan rumah Istirahat Istirahat Irigasi Istirahat Istirahat istirahat
Tabel 5 menunjukkan bahwa waktu yang paling strategis untuk mengunjungi atau melakukan pembinaan kepada petani adalah pada waktu malam hari (selepas magrib atau shalat isya jam 18.00), kecuali pembinaan-pembinaan yang sifatnya menuntut untuk dilaksanakan di lapangan seperti demontrasi teknologi atau pembinaan pada tingkat lapangan secara langsung. Meskipun demikian sebaiknya waktu yang digunakan harus berdasarkan persetujuan terlebih dahulu dengan petani. Dengan memperhatikan momen waktu yang baik, maka diharapkan petani akan berkonsentrasi dalam menerima materi pembinaan. Kelembagaan Agribisnis Lembaga yang terkait dalam sistem dan usaha agribisnis di desa Citarik (Tabel 6) meliputi lembaga input produksi (lembaga modal, sarana produksi), 45
lembaga produksi (lembaga kelompok tani, pengairan, jasa tanam, jasa traktor, jasa panen dan lembaga ceblokan penyiangan), lembaga pengolahan (baru terdapat pada pengolahan hasil padi), lembaga pemasaran (calo, dan bandar), dan lembaga informasi (UPTD pertanian, KTNA, majlis taklim). Lebih jelas, jumlah dan fungsi lembaga agribisnis di Desa Citarik dapat di lihat pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah dan fungsi lembaga agribisnis di Desa Citarik, 2008. Lembaga 1. Lembaga Modal/Sarana Produksi
2. Lembaga Pengolah Hasil 3. Lembaga Produksi (on farm)
Nama Lembaga Perkreditan Kecamatan Bandar
7
Kios Saprodi merangkap penyedia modal Koperasi Serba Usaha Penggilingan padi (RMU) Kelompok tanam Pengusaha jasa traktor
4
Kelompoktani
4
Kelompok Jasa power treser Kelompok jasa pompa air
1
P3A Mitra cai/ Uluulu Panitia Pengairan
4
Ceblokan ngarambet (menyiang) 4. Lembaga Pemasaran 5. embaga informasi
Bandar sayuran Order/ Calo Bandar padi Penyuluh Pertanian Kontak Tani Nelayan Andalan Kecamatan Distributor
6. Lembaga Kebijakan
Jumlah 1
Camat Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
1 9 9 8
1
1 80% dari luas lahan 7 20 8 6 1
2
Fungsi Memberi pinjaman modal dengan jaminan BPKB dan Akte Tanah. Jasa 3% per bulan Sumber modal petani sayuran dengan pembayaran hasil panen Sebagai sumber modal petani sayuran dengan pembayaran hasil panen Simpan pinjam Pengolah hasil dan bandar padi Penyedia jasa tanam padi Jasa pengolah tanah dengan wilayah yang sudah ditetapkan Pada awalnya berfungsi sebagai penerima KUT, sekarang belum berfungsi Tidak berfungsi Berfungsi sebagai jasa pengairan untuk tanaman sayuran pada MK 1 dan MK 2 Berfungsi sebagai pengatur air di saluran kuarter (cacing) Berfungsi sebagai pengatur air di saluran tertier Berfungsi sebagi pemelihara penyiangan dengan imbalan ikut panen Sebagai pembeli sayuran Pencari gabah bagi bandar Penampung dan pembeli gabah Penyampai teknologi dan pembina petani Penyampai teknologi dan pembina petani Penyampai teknologi untuk produk yang di jual Melaksanakan program pembangunan pertanian di wilayah kecamatan
Desa Sumber : Laporan BPTP Jawa Barat, 2008
46
Pada umumnya sebelum pelaksanaan Primatani, setiap sub-sistem agribisnis (lembaga input produksi, produksi, pengolahan dan pemasaran) langsung berhubungan dengan petani. Individu petani langsung berhubungan dengan seluruh subsistem, sehingga sistem tidak berjalan secara efisien. Didalam sub-sistem
terdapat
komponen-komponen
yang
mempunyai
keterkaitan
fungsional, namun secara lembaga belum terjadi keterkaitan yang menyangkut keadilan, resiko, sharing capital, sharing benefit, dan peningkatan nilai tambah baik formal maupun non formal. Di dalam satu subsistem ada suatu komponen yang tidak terkait satu sama lain. Keterkaitan masih dilakukan untuk kepentingan lembaga itu sendiri dan belum memperlihatkan kepentingan suatu sistem di desa tersebut. Setelah dilaksanakannya Primatani, keterkaitan antar sub sistem dapat berjalan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Beberapa sub sistem mengalami perbaikan fungsi dan beberapa lembaga lainnya di tumbuhkan sebagai lembaga penguat pada kelompok tani. Sub sistem lembaga yang mengalami perbaikan fungsi adalah lembaga P3A Mitra cai, dimana sebelum Primatani dilaksanakan lembaga ini tidak mempunyai keterkaitan langsung dengan petani. Lembaga mitra cai hanya sebagai pelaksana lapangan dari bagian perangkat desa. Setelah adanya Primatani, lembaga mitra cai berkaitan langsung dengan petani dengan diterbitkannya suatu aturan tertulis yang disepakati antara petani dan petugas mitra cai. Aturan termuat dalam anggaran dasar dan rumah tangga mitra cai termasuk didalamnya mengenai hak dan kewajiban antara lembaga mitra cai dengan petani. Lembaga yang ditumbuhkan guna memperkuat sistem agribisinis padi di Desa Citarik meliputi lembaga kelompoktani (Gapoktan Sri tani), lembaga modal dan sarana produksi di tingkat kelompok, lembaga pengoalahan hasil dan pemasaran. Hasil penumbuhan lembaga setelah adanya Primatani di bahasa pada bagian selanjutnya. Kelembagaan Penyuluhan Selanjutnya dilihat dari segi pewilayahan penyuluhan petanian, Kecamatan Tirtamulya yang memiliki 10 desa, terbagi ke dalam empat wilayah kerja penyuluhan pertanian (WKPP), terdiri dari WKPP-1 meliputi Desa Tirtasari dan 47
Desa Bojongsari; WKPP-2 meliputi Desa Karangsinom, Desa Karangjaya dan Desa Citarik; WKPP-3 meliputi Desa Parakan, Desa Parakanmulya dan Desa Kamurang; dan WKPP-4 meliputi Desa Cipondoh dan desa Kertawaluya (UPTD Pertanian Kecamatan Tirtamulya 2008 ). Kelembagaan Kelompoktani Kelompoktani di Desa Citarik berjumlah empat buah dengan jumlah seluruh anggota 202 orang. Kelompoktani tersebut adalah: 1) kelompoktani Sri Maju I, berada di Blok Babakan Cikampek, 2) kelompoktani Sri Maju II, berada di Blok Ubung-ubung, 3) kelompoktani Sri Mulya Sejati, berada di Blok Tangkil dan 4) kelompoktani Sri Subur, berada di Blok Kacepet. Dari
keempat
kelompoktani
tersebut,
pada
umumnya
kegiatan
kelompoktani tidak berjalan sesuai dengan harapan. Menurut informasi yang diterima di lapangan, ketidakaktifan keempat kelompoktani tersebut disebabkan karena pengurus dan anggota kelompoktani kurang memahami fungsi dari kelompoktani itu sendiri. Fungsi kelompoktani menurut anggota kelompoktani masih merupakan: 1) persatuan/himpunan kerja, 2) persatuan rencana menanam, dan 3) persatuan kerja bakti, seperti: membersihkan saluran. Pada saat Primatani dilaksanakan di Desa Citarik telah dibentuk Gapoktan Sri Tani yang merupakan gabungan dari empat kelompoktani. Sebelum ada Primatani, kelompoktani yang agak aktif adalah Sri Maju 1, sedangkan ketiga kelompoktani yang lain belum aktif sama sekali. Sumber Informasi Dalam hal mencari informasi teknologi, pada umumnya anggota hanya mengenal petugas atau pejabat yang menangani pembinaan yaitu PPL yang bertugas di wilayahnya, namun belum begitu banyak yang mengenal lembaga yang berkompeten di kecamatan tersebut. Sebagian anggota kelompoktani tidak mengenal kantor Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Penyuluhan Pertanian Kehutanan dan Perkebunan Kecamatan Tirtamulya. Sedangkan yang mengenal akan kantor tersebut pada umumnya memanfaatkan sebagai tempat: 1) meminta alat pertanian, 2) meminjam saprotan, seperti pupuk, 3) mengikuti rapatrapat/pertemuan yang dilakukan oleh UPTD, dan 4) kebutuhan lainnya. 48
Sumber informasi lain selain UPTD Penyuluhan Pertanian Kehutanan dan Perkebunan Kecamatan Tirtamulya, diperoleh dari berbagai sumber informasi seperti disajikan pada Tabel 8. Dari keempat sumber informasi, sumber informasi dari PPL yang paling dapat dimanfaatkan petani di Desa Citarik. Sedangkan informasi yang paling dibutuhkan, adalah 1) program pertanian, 2) teknis budidaya tanaman terutama pengendalian hama, cara pemupukan, cara tanam, dan jarak tanam. Persentase sumber informasi bagi petani di Desa Citarik dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Persentase sumber informasi bagi petani di Desa Citarik, 2009 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Sumber informasi Jumlah responden PPL 5 PPL+petani 11 PPL+formulator 7 PPL+petani+formulator 3 PPL+kios saprodi 1 Jumlah 27
Persentase (%) 18,52 40,74 25,93 11,11 3,70 100,00
Media Informasi Tabel 9 menunjukkan bahwa media informasi yang paling disukai berupa gelar teknologi dan penyuluh (40,74%), sedangkan media cetak leaflet masih belum banyak dimanfaatkan. Persentase minat petani terhadap media leaflet, gelar teknologi dan penyuluh di Desa Citarik disajikan pada Tabel 9. Tabel 8. Persentase minat petani terhadap media leaflet, gelar teknologi dan penyuluh di Desa Citarik, 2009 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Media informasi Leaflet Gelar Teknologi Penyuluh Leaflet+Gelar Teknologi Leaflet+Penyuluh Leaflet+Gelar Teknologi+Penyuluh Gelar Teknologi+penyuluh Jumlah
Jumlah Reponden 0 1 4 3 0 8 11 27
Persentase (%) 0,00 3,70 14,81 11,11 0,00 29,63 40,74 100,00
Kurangnya pemanfaatan media leaflet dikarenakan kurangnya minat baca anggota kelompoktani yang disebabkan dari rendahnya pendidikan anggota
49
kelompoktani yang rata-rata berpendidikan sekolah dasar, bahkan banyak yang masih buta aksara dan angka. Dari keragaan di atas, baik dari kondisi penduduk, pendidikan, kelompoktani, pertemuan kelompoktani, sumber informasi teknologi yang digunakan petani di Desa Citarik, maka terdapat peluang pengembangan media informasi. Untuk itu, maka dalam pengemasan media informasi haruslah disesuaikan dengan kondisi khalayak penerima tersebut. Pelaksanaan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) Padi pada Program Prima Tani Pelaksanaan kegiatan Primatani di Desa Citarik mulai tahun 2005 sampai dengan 2009 dilaksanakan di bawah pembinaan BPTP Jawa Barat, selanjutnya pembinaan dan pelaksanaan Primatani diserahkan ke pemerintah daerah Kabupaten Karawang lingkup pertanian. Pada tahun 2005, kegiatan Primatani lahan sawah irigasi di Desa Citarik diawali dengan kegiatan pemahaman pedesaan secara partisipatif (Participatory Rural Appraisal/ PRA). Pendekatan kegiatan Prima Tani secara partisipatif saat perencanaan melibatkan semua pihak yang terlibat. Pada tahun 2005, kegiatan lebih banyak pada survey pendasaran pemahaman lokasi wilayah dan ujicobaujicoba secara terbatas pada lahan petani sesuai dengan potensi dan peluang pengembangan teknologi hasil PRA. Hal ini dilakukan guna memperoleh alternatif teknologi yang sesuai dengan kondisi biofisik setempat. Diagram implementasi program dan transfer seperti pada Gambar 3 berikut :
Rancangan dan Rintisan Model Laboratorium Agribisnis
2006/2007 Penerapan dan Pemantapan Model Laboratorium Agribisnis
2008/2009 Transfer Pengawalan Model Laboratorium Agribisnis ke Pemerintah Daerah
2008 Pengembangan Model Laboratorium Agribisnis
Gambar 3. Diagram Implementasi Program dan Transfer Prima Tani Karawang (Sumber : Laporan BPTP Jawa Barat, 2005)
50
Pada tahun 2006-2007 di Desa Citarik, dilakukan implementasi inovasi teknologi tepat guna spesifik lokasi yang sesuai dengan keunggulan sumberdaya dan kondisi sosial ekonomi setempat (farmer”s circumtances), serta penumbuhan dan perbaikan kelembagaan agribisnis yang telah ada di Desa Citarik. Mulai tahun 2008, kegiatan gelar teknologi dilakukan dengan pendekatan SL-PTT. Salah satu teknologi yang diimplementasikan pada program Primatani berdasarkan hasil PRA adalah teknologi PTT padi Sawah. Berikut gambaran tingkat perkembangan penerapan teknologi, perkembangan produksi padi dan perkembangan pendapatan petani setelah mengikuti program Primatani. Tingkat penerapan teknologi PTT padi Tahap awal implementasi teknologi melalui pendekatan pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT) padi di Desa Citarik dilaksanakan pada MH 2005/2006 (Tabel 8) yang meliputi: (1) penggunaan varietas unggul dan benih bermutu, (2) cara tanam legowo, (3) pemupukan organik, (4) penggunaan bibit muda dan tunggal, (5) pemupukan N berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD), (6) pemupukan P dan K berdasarkan analisis tanah, dan (7) pengendalian hama terpadu (PHT). Berikut tingkat penerapan teknologi pada petani di Desa Citarik (Tabel 9). Tabel 9. Penerapan komponen PTT petani Primatani di Desa Citarik No
Teknologi PTT
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Varietas Ciherang Benih berlabel Legowo Bibit Tunggal BWD Bibit Muda Pupuk Organik P ( Fosfor ) K ( Kalium )
Persentase Penerapan Teknologi MH 2005/2006 MK I 2006 100,00 100,00 50,00 100,00 77,78 77,78 66,67 77,78 61,11 72,22 55,56 61,11 33,33 33,33 27,78 38,89 11,11 2,22
Sumber: Laporan Tahunan BPTP Jabar, 2006
Tabel 9 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan penggunaan benih berlabel dari 50 persen menjadi 100 persen. Hal ini disebabkan petani sudah yakin bahwa dengan penggunaan benih berlabel, pertumbuhan tanaman lebih serempak dan daya tumbuh tanaman tinggi apabila dibandingkan dengan tidak menggunakan benih berlabel. 51
Persentase penerapan teknologi legowo pada MK I 2006 tidak bertambah akan tetapi berdasarkan data laporan tahunan BPTP disebutkan bahwa tanggapan petani peserta program Primatani terhadap legowo belum konsisten, sekitar 16,67 persen petani koperator legowo berubah menanam tegel, sedangkan 16,67 persen petani koperator yang semula tegel berubah menjadi legowo, sehingga persentase tanam legowo di tingkat petani koperator tetap sebesar 77,78 persen. Alasan petani tidak menanam legowo lagi karena belum yakin dan menganggap serangan hama penggerek batang disebabkan karena tanam legowo. Masalah utama legowo adalah susahnya merubah kebiasaan tenaga tanam yang biasa menanam secara tegel. Sistem tanam legowo 2:1 dirasakan petani masih ada hambatan terhadap jasa tanam yang belum biasa tanam legowo dan posisi tawar masih ada di pihak jasa tanam. Namun demikian keuntungan yang dirasakan petani adalah: memudahkan pemupukan, pengendalian hama, penyakit, dan gulma. Tabel 9 juga menunjukkan peningkatan penerapan teknologi bibit muda dan tunggal akan tetapi apabila dilihat dari jumlah keluarga tani yang terdapat di Desa Primatani, masih banyak petani kooperator yang masih menggunakan bibit tua (> 25 hari). Bibit tua masih banyak diterapkan petani karena keterlambatan penyiapan lahan oleh traktor, sementara benih sudah disebar. Pemupukan organik dan pemupukan P, dan K sesuai anjuran juga belum banyak diterapkan petani karena kesadaran petani masih rendah, sehingga sosialisasi secara intensif perlu dilakukan dan perlu dibuat peragaan pemupukan untuk meyakinkan petani. Pemupukan N, P, dan K tidak sesuai anjuran terutama dalam hal waktu aplikasi karena keterlambatan ketersediaan pupuk. Periode perkembangan tingkat penerapan teknologi padi di Desa Citarik dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Tingkat penerapan teknologi usahatani padi tahun 2006-2008 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Uraian Varietas Ciherang Benih berlabel Legowo Bibit Tunggal BWD Bibit Muda Pupuk Organik P ( Fosfor ) K ( Kalium ) PHT
Persentase Penerapan Teknologi Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 80,00 86,67 96,67 70,00 86,67 96,67 46,67 50,00 50,00 73,33 76,67 80,00 26,67 23,33 26,67 53,33 56,67 63,33 36,67 43,33 40,00 38,89 43.33 46,67 60,00 60,00 63,33 70,00 66,67 73,33
Sumber: Laporan Tahunan BPTP Jawa Barat, diolah. 2009
52
Tabel 10 menunjukkan bahwa hasil evaluasi penerapan teknologi padi di Desa Citarik tahun 2006 hingga 2008 telah terjadi fluktuasi rata-rata penerapan komponen teknologi PTT padi di Desa Citarik. Penerapan teknologi yang mengalami penurunan adalah penggunaan varietas unggul dan berlabel, penerapan cara tanam jajar legowo, penggunaan BWD. Penerapan teknologi yang cenderung meningkat adalah penggunaan bibit muda dan tunggal, penggunaan pupuk sesuai rekomendasi baik pupuk organik, pupuk P dan K serta penerapan konsep PHT padi. Gambaran perkembangan penerapan teknologi PTT padi dapat di lihat pada Gambar 4. (BPTP Jawa Barat, 2008). VUB Benih bersertifikat
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Legowo 2:1 Bibit tunggal Bibit Muda BWD SP 36 KCl Pupuk organik PHT Rata-rata
MK I 06
MH 07
MK I 07
MH 08
Gambar 4. Perkembangan penerapan PTT padi selama 4 musim tanam (Sumber : Laporan BPTP Jawa Barat, 2008)
Teknologi yang mudah diadopsi petani adalah VUB, benih bersertifikat, dan bibit tunggal. Teknologi dengan adopsi sedang adalah bibit muda, legowo, pemupukan K, dan PHT. Sedangkan teknologi yang susah diadopsi adalah BWD, pemupukan P, dan pupuk organik. Teknologi dengan penerapan berfluktuasi per musim adalah BWD, pemupukan P dan K, pupuk organik, dan PHT. Evaluasi Produksi Padi Sebelum Prima Tani, produksi padi petani di Desa Citarik selalu lebih rendah daripada petani di desa lain diwilayah Kecamatan Tirtamulya. Hal ini terutama disebabkan Desa Citarik berada di daerah hilir saluran air yang mengakibatkan Desa Citarik selalu terlambat dalam penanaman bahkan terkadang tidak mendapatkan air. Setelah adanya Prima Tani melalui terobosan perbaikan saluran air, produksi padi di Desa Citarik relatif meningkat dibandingkan sebelum ada Prima Tani. 53
Pada saat penelitian dilakukan, hasil panen musim hujan (MH) 2008 dan musim kemarau (MK) 2008 belum selesai dikompilasi oleh tim peneliti BPTP Jawa Barat. Namun demikian, pada Tabel 11 terlihat bahwa terjadi penurunan produksi padi pada setiap musim, hal ini disebabkan tingginya serangan hama terutama penggerek batang padi. Tetapi apabila dilihat dari perkembangan produksi padi petani pelaksana PTT masih lebih baik dibandingkan dengan petani non PTT. Perbedaan produksi padi antara petani pelaksana PTT dan non PTT disebabkan karena diterapkannya PTT padi dengan beberapa keunggulan teknologi yang diterapkan seperti halnya penggunaan varietas unggul berlabel, penerapan konsep pengendalian hama terpadu dan penerapan teknologi cara tanam legowo. Diterapkannya PHT padi pada pendekatan PTT padi dirasakan petani dapat meminimalkan tingkat perkembangan hama penggerek batang padi. Teknologi PHT yang diterapkan antara lain monitoring, pengumpulan telur penggerek, dan penggunaan insektisida dengan cara tepat dan ramah lingkungan dengan memanfaatkan musuh alami. Selain itu, keunggulan yang dimiliki pada PTT padi adalah dengan ditarapkannya cara tanam model legowo. Dengan penerapan legowo petani merasakan jumlah rumpun dan anakan produktif menjadi bertambah. Dengan jarak tanam legowo 50 cm x 25 cm x 12,5 cm, populasi tanaman meningkat sebanyak 24 persen dibandingkan dengan kebiasaan petani sebelum adanya program dengan cara tegel 25 cm x 25 cm. Tabel 11. Tingkat perkembangan produksi padi (Ton) petani PTT dan non PTT Petani/Waktu Tanam
MH 2006
MK I 2006
MH 2007
MK I 2007
5,02 4,68 0,34
4,89 4,27 0,62
4,60 3,93 0,67
4,00 3,21 0,79
PTT Non PTT Selisih
Sumber: Laporan Tahunan BPTP Jabar, 2006-2007.
Tingkat Pendapatan Petani Usahatani dengan PTT lebih menguntungkan dengan nilai BC rasio 2 dibandingkan usahatani non PTT dengan nilai BC rasio sebesar 1,15. BC rasio dari perlakuan PTT diatas 1 menunjukkan bahwa teknologi PTT dapat 54
direkomendasikan untuk diterapkan oleh petani lain. BC rasio yang tinggi tersebut disebabkan produksi tanaman yang tinggi dengan jumlah biaya yang lebih rendah. Tabel 12. Nilai BC Ratio petani PTT dan non PTT tahun 2005-2007 Uraian BC rasio
Tahun 2005 PTT Non PTT 2
1.15
Tahun 2006 PTT Non PTT 1,38
0,82
Tahun 2007 PTT Non PTT 3.4
2.42
Sumber; BPTP Jawa Barat, 2008
Pendapatan Usahatani Apabila dilihat dari total pendapatan usahatani, terjadi peningkatan pendapatan usahatani setiap tahun (Gambar 5). Pendapatan usahatani PTT lebih tinggi 20,5 persen daripada non PTT. Rata-rata kenaikan pendapatan usahatani PTT 2005-2006 sebesar 44,6 persen, 2006-2007 sebesar 31 persen atau 2005-2007 sebesar 75,5 persen, sedangkan rata-rata kenaikan pendapatan usahatani non PTT 2005-2006 sebesar 32,8 persen, 2006-2007 sebesar 33,6 persen atau 2005-2007 sebesar 66,4 persen. (Laporan Tahunan BPTP Jawa Barat, 2008).
Gambar 5. Pendapatan usahatani selama 3 tahun 2005-2007 di Tirtamulya. Pendapatan Rumah Tangga Petani
Terjadi peningkatan pendapatan rumah tangga setiap tahun dimana peningkatan tersebut lebih tinggi pada petani koperator daripada non koperator (Gambar 6). Rata-rata pendapatan rumah tangga koperator selama 3 tahun lebih tinggi 9 persen daripada non koperator. Rata-rata kenaikan pendapatan rumah tangga koperator 2005-2006 sebesar 15,8 persen, 2006-2007 sebesar 8,6 persen atau 2005-2007 sebesar 24,4 persen, sedangkan rata-rata kenaikan pendapatan 55
rumah tangga non koperator 2005-2006 sebesar 11,5 persen, 2006-2007 sebesar 8,8 persen atau 2005-2007 sebesar 20,3 persen.
Gambar 6. Pendapatan rumah tanggatani selama 3 tahun di Desa Citarik Karakteristik Petani Responden Karakteristik personal petani yang diamati dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan formal, pendidikan non-formal, pengalaman bertani, pendapatan rata-rata, pola tanam, status lahan, luas lahan, orientasi usahatani dan status usahatani (Tabel 13). Data tersebut digunakan sebagai gambaran kondisi umum personal petani peserta program Primatani. Distribusi responden menurut karakteristik personal dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Distribusi responden menurut karakteristik personal yang diamati, 2009 No. Karakteristik Personal 1.
2.
3.
4.
5.
Umur (Tahun) • Dewasa (31-47 tahun) • Paruh Baya (48-51 tahun) • Tua (52-73 tahun) Tingkat Pendidikan Formal • Tidak Tamat Sekolah Dasar • Tamat Sekolah Dasar (SD) • Sekolah Lanjutan (SMP-SMA) Tingkat Pendidikan Non-Formal • Tidak pernah • Jarang (1-3 kali) • Sering (4-7 kali) Pengalaman Bertani • Pemula (3-20 tahun) • Cukup Berpengalaman (21-28 tahun) • Berpengalaman (29-50 tahun) Status Petani • Anggota Pasif • Anggota Aktif • Pengurus
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
9 10 8
33,33 37,03 29,64
6 17 4
22,22 62,96 14,82
2 7 18
7,41 25,93 66,66
11 4 12
40,74 14,81 44,45
0 19 8
0,00 70,37 29,63
56
Umur seseorang merupakan salah satu karakteristik internal individu yang ikut mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden menunjukkan bahwa struktur umur responden di lokasi penelitian berkisar antara usia 31-73 tahun. Tabel 13 menunjukkan bahwa berdasarkan proporsi umur, paling banyak berada pada kisaran 48-51 tahun (37,03%). Dalam hubungannya dengan produktivitas, jika mengacu pada usia produktif 20-55 tahun, petani responden umumnya tergolong produktif, sebagian kecil tergolong usia kurang produktif. Kondisi umur produktif ini akan sangat berpengaruh terhadap motivasi individu untuk berperan aktif dalam suatu kegiatan atau aktivitas. Hal ini sejalan, bahwa kisaran umur produktif seseorang berada pada puncak kematangan produktivitas terutama sekali untuk pekerjaan yang bersifat pencurahan tenaga kerja. Lebih jauh, Soekanto (2000) menyatakan bahwa masyarakat usia muda selain lebih mudah menerima ide baru juga cenderung lebih cepat mengambil keputusan tentang obyek yang diminati. Tingkat pendidikan formal merupakan cerminan tingkat penguasaan seseorang terhadap suatu pengetahuan yang penerapannya terlihat pada perilakunya dalam hidup bermasyarakat. Tingkat pendidikan juga memiliki peranan yang sangat besar dalam proses penerapan teknologi dan inovasi. Umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin cepat kemampuan penyesuaian terhadap suatu perubahan. Pendidikan formal responden dalam penelitian ini cukup bervariasi mulai dari tidak tamat SD sampai yang mengikuti pendidikan tingkat lanjutan (SMP). Dari hasil wawancara dengan petani responden menggambarkan bahwa tingkat pendidikan responden masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat di lokasi penelitian sebagian besar berpendidikan Sekolah Dasar. Tabel 13 menggambarkan dari seluruh responden yang diwawancarai, petani yang berpendidikan tamat SD mencapai persentase tertinggi yaitu sebesar 62,96 persen tamat SD dan 22,22 persen tidak tamat SD. Dari data ini dikaitkan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam model Prima Tani, ada kecenderungan bahwa pendidikan berpengaruh terhadap pemilihan penggunaan media. Secara teoritis tingkat pendidikan formal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang untuk berpikir lebih baik dan rasional, memilih alternatif-alternatif dan 57
cepat untuk menerima dan melaksanakan suatu inovasi (Soekartawi 2005). Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, cenderung semakin kuat motivasinya untuk berpikir rasional dalam menentukan pilihan media informasi yang akan diterima, seperti halnya mengadopsi inovasi. Pendidikan non-formal adalah proses belajar di luar sekolah, seperti kursus, pelatihan, magang dan sejenisnya. Tabel 13 menunjukkan bahwa responden yang tergolong sering mengikuti pendidikan non-formal seperti kursus, pelatihan-pelatihan, penataran dan sebagainya, sebesar 25,93 persen dengan frekuensi satu sampai tiga kali selama tiga tahun terakhir, sedangkan 7,41 persen responden sama sekali tidak pernah mengikuti pendidikan non-formal. Responden yang paling sering mengikuti pendidikan non-formal dengan frekuensi mengikuti pelatihan dan sejenisnya antara empat sampai tujuh kali selama tiga tahun terakhir saat penelitian dilakukan sebesar 66,66 persen. Keadaan ini menunjukkan bahwa kesadaran petani untuk mengembangkan diri dan mendapatkan informasi terbaru di bidang teknologi pertanian tergolong tinggi. Tingginya tingkat partisipasi untuk mengikuti pendidikan non-formal disebabkan beberapa hal, di antaranya responden merupakan perwakilan terpilih dari kelompoktaninya, yang harus mentrasfer teknologi baru kepada anggota lain. Oleh karena itu, pendidikan nonformal harus dikembangkan dengan mengacu pada efisiensi dan efektivitas pelaksanaan. Pengalaman bertani adalah lamanya satuan tahun usahatani yang dilakukan responden. Hasil penelitian (Tabel 13) menunjukkan bahwa berdasarkan pengalaman bertani, keadaan pengalaman responden dengan kategori pengalaman 3-20 tahun (40,74%), dengan kategori 29-50 tahun (44,45%) tidak jauh berbeda atau hampir sama. Dengan demikian pengalaman bertani yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas seseorang dalam hal-hal tertentu, misalnya dalam hal berusahatani. Asumsi tersebut menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara lamanya pengalaman berusahatani seseorang dengan tingkat kemandirian orang tersebut dalam penerapan teknologi usahatani. Sebagaimana dikemukakan oleh Rogers (2003) dalam Setiawan (2006) yang menyatakan bahwa petani yang tergolong dalam kelompok laggards, sebagian besar adalah petani berusia tua dan berpengalaman 58
tinggi. Namun seringkali potensi pengalaman yang dimilikinya menjadi faktor kebanggaan. Akibatnya proses difusi dan adopsi teknologi sulit diterima oleh petani tersebut. Status Petani, dalam penelitian ini status responden digolongkan ke dalam pengurus, anggota aktif dan anggota pasif. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden tergolong sebagai anggota aktif (70,37%) dan pengurus (29,63%). Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan kelompok mampu memotivasi petani lain untuk melakukan perubahan. Sesuai dengan tugas dan fungsinya, bahwa pengurus kelompok tani adalah sebagai media atau saluran untuk membangun komunikasi antar anggota, wadah untuk memecahkan permasalahan usahatani anggota, maupun sarana untuk mendapatkan inovasi atau informasi baru. Pada umumnya, anggota aktif dalam suatu kelembagaan adalah mereka yang mempunyai minat dan kemauan untuk melakukan perubahan dalam hal pengetahuan, sikap dan perilaku maupun perubahan lain yang ada di luar dirinya, tetapi berhubungan dengan kepentingan kelompok. Oleh karena itu, petani yang memiliki status sebagai anggota aktif, biasanya memiliki kemampuan untuk cepat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan. Para petani yang memiliki status sebagai anggota kelompok aktif dengan mudah menjadi petani koperator dalam suatu program pembangunan pertanian, termasuk program Primatani.
59
Karakteristik Petani Responden Karakteristik personal petani yang diamati dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan formal, pendidikan non-formal, pengalaman bertani, pendapatan rata-rata, pola tanam, status lahan, luas lahan, orientasi usahatani dan status usahatani (Tabel 13). Data tersebut digunakan sebagai gambaran kondisi umum personal petani peserta program Primatani. Jumlah responden yang diteliti sebanyak 27 Orang yang tersebar pada 4 kelompoktani yang telah di terpa dengan ketiga media yang akan diteliti. Tabel 13. Distribusi responden menurut karakteristik personal yang diamati, 2009 No. 1.
2.
3.
4.
5.
Karakteristik Personal Umur (Tahun) • Dewasa (31-47 tahun) • Paruh Baya (48-51 tahun) • Tua (52-73 tahun) Tingkat Pendidikan Formal • Tidak Tamat Sekolah Dasar • Tamat Sekolah Dasar (SD) • Sekolah Lanjutan (SMP-SMA) Tingkat Pendidikan Non-Formal • Tidak pernah • Jarang (1-3 kali) • Sering (4-7 kali) Pengalaman Bertani • Pemula (3-20 tahun) • Cukup Berpengalaman (21-28 tahun) • Berpengalaman (29-50 tahun) Status Petani • Anggota Pasif • Anggota Aktif • Pengurus
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
9 10 8
33,33 37,03 29,64
6 17 4
22,22 62,96 14,82
2 7 18
7,41 25,93 66,66
11 4 12
40,74 14,81 44,45
0 19 8
70,37 29,63
Umur seseorang merupakan salah satu karakteristik internal individu yang ikut mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden menunjukkan bahwa struktur umur responden di lokasi penelitian berkisar antara usia 31-73 tahun. Tabel 13 menunjukkan bahwa berdasarkan proporsi umur, paling banyak berada pada kisaran 48-51 tahun (37,03%). Dalam hubungannya dengan produktivitas, jika mengacu pada usia produktif 20-55 tahun, petani responden umumnya tergolong produktif, sebagian kecil tergolong usia kurang produktif. Kondisi umur produktif ini akan sangat berpengaruh terhadap motivasi individu untuk berperan aktif 56
dalam suatu kegiatan atau aktivitas. Hal ini sejalan, bahwa kisaran umur produktif seseorang berada pada puncak kematangan produktivitas terutama sekali untuk pekerjaan yang bersifat pencurahan tenaga kerja. Lebih jauh, Soekanto (2000) menyatakan bahwa masyarakat usia muda selain lebih mudah menerima ide baru juga cenderung lebih cepat mengambil keputusan tentang obyek yang diminati. Tingkat pendidikan formal merupakan cerminan tingkat penguasaan seseorang terhadap suatu pengetahuan yang penerapannya terlihat pada perilakunya dalam hidup bermasyarakat. Tingkat pendidikan juga memiliki peranan yang sangat besar dalam proses penerapan teknologi dan inovasi. Umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin cepat kemampuan penyesuaian terhadap suatu perubahan. Pendidikan formal responden dalam penelitian ini cukup bervariasi mulai dari tidak tamat SD sampai yang mengikuti pendidikan tingkat lanjutan (SMP). Dari hasil wawancara dengan petani responden menggambarkan bahwa tingkat pendidikan responden masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat di lokasi penelitian sebagian besar berpendidikan Sekolah Dasar. Tabel 13 menggambarkan dari seluruh responden yang diwawancarai, petani yang berpendidikan tamat SD mencapai persentase tertinggi yaitu sebesar 62,96 persen tamat SD dan 22,22 persen tidak tamat SD. Dari data ini dikaitkan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam model Prima Tani, ada kecenderungan bahwa pendidikan berpengaruh terhadap pemilihan penggunaan media. Secara teoritis tingkat pendidikan formal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang untuk berpikir lebih baik dan rasional, memilih alternatif-alternatif dan cepat untuk menerima dan melaksanakan suatu inovasi (Soekartawi 2005). Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, cenderung semakin kuat motivasinya untuk berpikir rasional dalam menentukan pilihan media informasi yang akan diterima, seperti halnya mengadopsi inovasi. Pendidikan non-formal adalah proses belajar di luar sekolah, seperti kursus, pelatihan, magang dan sejenisnya. Tabel 13 menunjukkan bahwa responden yang tergolong sering mengikuti pendidikan non-formal seperti kursus, pelatihan-pelatihan, penataran dan sebagainya, sebesar 25,93 persen dengan frekuensi satu sampai tiga kali selama tiga tahun terakhir, sedangkan 7,41 persen 57
responden sama sekali tidak pernah mengikuti pendidikan non-formal. Responden yang paling sering mengikuti pendidikan non-formal dengan frekuensi mengikuti pelatihan dan sejenisnya antara empat sampai tujuh kali selama tiga tahun terakhir saat penelitian dilakukan sebesar 66,66 persen. Keadaan ini menunjukkan bahwa kesadaran petani untuk mengembangkan diri dan mendapatkan informasi terbaru di bidang teknologi pertanian tergolong tinggi. Tingginya tingkat partisipasi untuk mengikuti pendidikan non-formal disebabkan beberapa hal, di antaranya responden merupakan perwakilan terpilih dari kelompoktaninya, yang harus mentrasfer teknologi baru kepada anggota lain. Oleh karena itu, pendidikan nonformal harus dikembangkan dengan mengacu pada efisiensi dan efektivitas pelaksanaan. Pengalaman bertani adalah lamanya satuan tahun usahatani yang dilakukan responden. Hasil penelitian (Tabel 13) menunjukkan bahwa berdasarkan pengalaman bertani, keadaan pengalaman responden dengan kategori pengalaman 3-20 tahun (40,74%), dengan kategori 29-50 tahun (44,45%) tidak jauh berbeda atau hampir sama. Dengan demikian pengalaman bertani yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas seseorang dalam hal-hal tertentu, misalnya dalam hal berusahatani. Asumsi tersebut menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara lamanya pengalaman berusahatani seseorang dengan tingkat kemandirian orang tersebut dalam penerapan teknologi usahatani. Sebagaimana dikemukakan oleh Rogers (2003) dalam Setiawan (2006) yang menyatakan bahwa petani yang tergolong dalam kelompok laggards, sebagian besar adalah petani berusia tua dan berpengalaman tinggi. Namun seringkali potensi pengalaman yang dimilikinya menjadi faktor kebanggaan. Akibatnya proses difusi dan adopsi teknologi sulit diterima oleh petani tersebut. Status Petani, dalam penelitian ini status responden digolongkan ke dalam pengurus, anggota aktif dan anggota pasif. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden tergolong sebagai anggota aktif (70,37%) dan pengurus (29,63%). Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan kelompok mampu memotivasi petani lain untuk melakukan perubahan. Sesuai dengan tugas dan fungsinya, bahwa pengurus kelompok tani adalah sebagai media atau saluran untuk 58
membangun komunikasi antar anggota, wadah untuk memecahkan permasalahan usahatani anggota, maupun sarana untuk mendapatkan inovasi atau informasi baru. Pada umumnya, anggota aktif dalam suatu kelembagaan adalah mereka yang mempunyai minat dan kemauan untuk melakukan perubahan dalam hal pengetahuan, sikap dan perilaku maupun perubahan lain yang ada di luar dirinya, tetapi berhubungan dengan kepentingan kelompok. Oleh karena itu, petani yang memiliki status sebagai anggota aktif, biasanya memiliki kemampuan untuk cepat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan. Para petani yang memiliki status sebagai anggota kelompok aktif dengan mudah menjadi petani koperator dalam suatu program pembangunan pertanian, termasuk program Primatani.
59
Karakteristik Media Komunikasi Primatani Karakteristik adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki oleh seorang individu atau benda yang ditampilkan. Karakteristik media dalam penelitian ini dilihat melalui persepsi petani terhadap media tersebut. Effendy (1998) mengemukakan bahwa persepsi adalah penginderaan terhadap suatu kesan yang timbul
dalam
lingkungannya.
Penginderaan
tersebut
dipengaruhi
oleh
pengalaman, kebiasaan dan kebutuhan. Kemampuan mempersepsi antara orang yang satu dengan yang lain tidak akan sama meskipun mereka sama-sama dalam satu organisasi atau kelompok. Selanjutnya Rakhmat (2007) mengemukakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menafsirkan dan menyimpulkan informasi. Berikut persepsi petani terhadap media leaflet, gelar teknologi dan penyuluh. Media leaflet Penggunaan leaflet digunakan berdasarkan pada pertimbangan: (1) praktis dan mudah dibawa, (2) pesan dapat disajikan secara populer dan sederhana dan (3) dapat dibaca berulangkali sehingga memperjelas dan mempermudah pemahaman terhadap isi pesan (BPTP Jawa Barat 2007). Peneliti Badan Litbang Pertanian menggunakan media leaflet dalam menginformasikan hasil-hasil penelitian agar dapat diketahui oleh khalayak sasaran khususnya petani dan muatan informasinya mengenai teknologi terbaru yang berkaitan dengan pengembangan inovasi teknologi pertanian (BPTP Jawa Barat 2007). Dalam penelitian ini karakterisitik media leaflet dilihat dari persepsi petani terhadap penggunaan bahasa, format penyajian dan kesesuaian isi pesan yang ada dalam media leaflet. Berikut dijelaskan tingkat persepsi petani terhadap media leaflet (Tabel 14). Tabel 14 Persepsi petani terhadap media leaflet di Desa Citarik, 2009 Persepsi petani terhadap Leaflet Bahasa Format Penyajian Kesesuaian isi Materi
Rataan Skor *) 1,70 2,11 2,37
Keterangan: *)1,00 – 1,66 = buruk; 1,67 – 2,33 = cukup; 2,34 – 3,00 = baik
60
Persepsi petani responden terhadap media leaflet (Tabel 14) masuk kategori cukup baik hal ini ditunjukkan oleh nilai rataan skor di atas 1,66 artinya petani masih menilai cukup baik terhadap media leaflet yang diberikan karena masih terdapat manfaat yang dapat diperoleh dari media tersebut. Media leaflet ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi petani dalam menambah informasi baru teknologi budidaya padi. Media leaflet yang diberikan hanya menyajikan informasi umum teknologi budidaya padi. Lebih lanjut, petani harus mencari sumber informasi yang dapat dengan jelas memberikan petunjuk penerapan teknologi sesuai dengan yang tersaji pada leaflet. Responden umumnya lebih menyukai informasi yang disajikan dalam bentuk leaflet dengan format sederhana, bahasanya singkat dan disajikan dengan gambar dan warna yang menarik sehingga menimbulkan minat untuk membacanya. Menurut petani informasi yang dimuat pada leaflet masih terlalu banyak huruf dan ukurannya kecil sehingga agak sulit untuk mencerna dengan cepat informasi tersebut. Selain itu informasi yang terlalu banyak atau beraneka ragam menyebabkan petani tidak fokus dalam mencerna informasi yang sebenarnya dibutuhkan. Leaflet diberikan pada saat memulai pelaksanaan kegiatan dan pada saat pelaksanaan yaitu pada saat pertemuan petugas dengan para petani melalui pertemuan kelompok. Judul leaflet yang pernah disebarkan kepada petani antara lain: Model Klinik agribisnis, PTT padi, Musuh Alami, Pestisida Nabati dan Penggunaan Pestisida secara Bijaksana. Bahasa. Hasil penelitian (Tabel 15) menunjukkan bahwa faktor media leaflet yaitu bahasa, sebagian petani (44,5%) menyatakan mudah memahami dilihat dari penggunaan kata, istilah dan kalimat yang digunakan dalam leaflet. Untuk lebih jelasnya persentase jumlah petani terhadap bahasa disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Persepsi petani terhadap bahasa leaflet di Desa Citarik, 2009 No. 1. 2. 3.
Kategori Bahasa Tidak dipahami Kurang dipahami Mudah dipahami Jumlah
Jumlah petani (jiwa) 4 11 12 27
Persentase (%) 14,8 40,7 44,5 100 61
Berdasarkan wawancara dengan petani responden diperoleh informasi bahwa leaflet yang diberikan perlu disederhanakan bahasanya, mengingat petani secara umum di Desa Citarik sebagian besar hanya tamatan SD yang kemungkinan akan sulit untuk dapat memahami isi pesan dalam leaflet. Hal ini ditunjukan dengan masih terdapatnya responden yang masih kurang memahami sebanyak 40,7 persen dan 14,8 persen yang menyatakan tidak memahami bahasa dalam leaflet, padahal responden merupakan perwakilan atau utusan dari kelompoknya. Kesesuaian isi materi. Tabel 16 menunjukkan bahwa 51,9 persen petani menyatakan bahwa materi media cetak leaflet sesuai dengan kebutuhan petani, 33,3 persen menyatakan kurang sesuai dan 14,8 persen menyatakan isi materi tidak sesuai dengan kebutuhan. Artinya, isi pesan berupa materi PTT padi yang disebarkan oleh sumber informasi, masih sangat dibutuhkan oleh petani, walaupun masih terdapat beberapa komponen materi PTT yang dianggap oleh petani sebagai sesuatu yang pernah dilakukan. Oleh karena itu dalam penyusunan isi/materi perlu dirancang keterlibatan aktif petani, mulai dari proses pengidentifikasian sampai dengan pada penyusunan leaflet. Persepsi petani terhadap kesesuaian isi materi dalam leaflet disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Persepsi petani terhadap kesesuaian materi leaflet di Desa Citarik, 2009 No. 1. 2. 3.
Kategori kesesuaian Tidak sesuai kebutuhan Kurang sesuai kebutuhan Sesuai kebutuhan Jumlah
Jumlah petani (jiwa) 4 9 14 27
Persentase (%) 14,8 33,3 51,9 100
Format Penyajian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 66,7 persen petani menyatakan media cetak leaflet penyajiannya kurang menarik, 22,2 persen menyatakan tidak menarik dan 11,1 persen petani menyatakan penyajian menarik. persepsi petani terhadap format penyajian leaflet disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 No. 1. 2. 3.
Persepsi petani terhadap format penyajian leaflet di Desa Citarik, 2009 Kategori Penyajian Jumlah petani (jiwa) Persentase (%) Tidak menarik 6 22,2 Kurang menarik 18 66,7 Menarik 3 11,1 Jumlah 27 100 62
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, diperoleh informasi bahwa format penyajian perlu menggunakan illustrasi foto/gambar dengan kesesuaian format dan ukuran huruf yang baik yang dibaca oleh petani. Media Gelar Teknologi Untuk mempercepat pemasyarakatan teknologi PTT padi di tingkat petani, maka program Primatani melakukan Gelar Teknologi PTT padi dengan pendekatan SL-PTT (Gelar teknologi-SLPTT). Berdasarkan informasi dari petugas UPTD Kecamatan Tirtamulya, diperoleh informasi bahwa pelaksanaan gelar teknologi dalam Primatani selalu bertempat di lahan sawah milik petani di depan kantor UPTD Kecamatan Tirtamulya. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada lokasi mudah dijangkau oleh petani dan pemilik lahan (H.Adam) selalu bersedia lahannya dipergunakan untuk lokasi percobaan. Teknologi PTT yang diterapkan antara lain adalah varietas unggul, bibit muda tunggal dengan umur bibit padi 17 hari setelah semai dan penanaman satu bibit per lubang, pemupukan N berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD), pemupukan P dan K berdasarkan peta status hara, serta pengendalian hama penyakit secara terpadu. Gelar teknologi dengan pendekatan sekolah lapang PTT padi dilakukan selama 2 bulan, diikuti oleh petani yang mewakili kelompoktaninya masingmasing. Selanjutnya petani tersebut menyebarkan informasi tentang PTT padi kepada petani lain dikelompoktaninya. Setiap kelompoktani mengirim rata-rata tiga sampai empat orang anggota yang mempunyai tugas pengamatan lapangan masing-masing. Untuk mengetahui tingkat perkembangan pengetahuan dan keterampilan petani peserta gelar teknologi-SLPTT, dilakukan pre-tes dan post test. Sebagai kegiatan akhir dari pelaksanaan gelar teknologi diadakan acara temu lapang yang bermaksud menampilkan peragaan gelar teknologi. Acara Temu Lapang dihadiri oleh petugas lingkup Badan Litbang Pertanian, Dinas Pertanian dan Perkebunan Karawang beserta jajarannya, swasta, Pemda Kecamatan, perangkat Desa Citarik dan petani dari kelompoktani di Desa Citarik dan desa lain di Kecamatan Tirtamulya (Desa Parakan, Karang Sinom, Karang Jaya, Bojong Sari, Parakan Mulya, Kerta Waluya, Cipondoh, Kamurang, dan Desa Tirtasari). 63
Tabel 18 menunjukkan bahwa persepsi petani terhadap media gelar teknologi PTT padi yang pernah dilaksanakan pada kegiatan Primatani masuk kategori baik. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rataan skor yang cukup baik artinya petani menilai dan merespon positif terhadap pelaksanaan gelar teknologi. Ini mengindikasikan
bahwa
media
gelar
teknologi
lebih
berpeluang
diadopsi/diterapkan sebagai media yang paling sesuai untuk dikembangkan di wilayah lain dengan kondisi sosial, budaya yang sama dengan desa Primatani. Media gelar teknologi dengan pendekatan SL-PTT ini dapat dijadikan media informasi dan pelatihan praktek lapang bagi petani dalam menambah informasi dan keterampilan baru teknologi budidaya padi. Berikut Persepsi petani terhadap pelaksanaan gelar teknologi (Tabel 18). Tabel 18 Persepsi petani terhadap media gelar teknologi di Desa Citarik, 2009 Persepsi petani terhadap gelar teknologi Keuntungan relatif Kesesuaian penggunaan Kerumitan penggunaan Kemudahan ujicoba Kemudahan diamati
Rataan skor *) 2,44 2,26 2,41 2,33 2,52
Keterangan: *)1,00 – 1,66 = buruk; 1,67 – 2,33 = cukup; 2,34 – 3,00 = baik
Beberapa manfaat pelaksanaan gelar teknologi menurut petani responden dalam mendukung pembangunan pertanian di wilayah Desa Citarik, antara lain: 1) Tempat percontohan berbagai macam varietas padi melalui sistem pengelolaan tanaman terpadu (PTT-Padi). 2) Mendukung program pengembangan penerapan model PTT padi di wilayah Primatani. Dengan adanya media gelar teknologi PTT padi maka diharapkan komponen –komponen utama PTT padi dapat diterapkan oleh petani sehingga hasil yang diperoleh petani akan semakin meningkat, lahan usahatani semakin baik dan ramah lingkungan. 3) Merupakan tempat sekolah lapangan bagi petani sebagai pendidikan non formal. 4) Sarana konsultasi dan komunikasi antara peneliti, penyuluh dan petani. Peragaan gelar teknologi pada Primatani bertujuan yakni memperkenalkan sesuatu kegiatan atau inovasi baru dan memperbaiki praktek-praktek usahatani yang sudah lama atau yang sudah biasa dilaksanakan oleh petani. Dalam 64
mempraktekan teknologi, media gelar teknologi dengan pendekatan SL-PTT merupakan suatu metoda baru dimana media tersebut sebelumnya belum pernah dilakukan, media tersebut baru diperkenalkan setelah adanya Program Primatani. Suatu cara baru dalam memperkenalkannya haruslah memperhatikan sifat atau karakteristik dari metoda/cara baru (inovasi) itu sendiri. Sifat atau karakteristik inovasi dapat dilihat dari aspek keuntungan relatif pelaksanaan gelar teknologi, tingkat kesesuaian media tersebut dengan situasi lapangan, kemudahan diujicoba/dipraktekan oleh petani, tingkat kerumitan dan tingkat kemudahan media gelar teknologi untuk diamati haruslah menjadi perhatian dalam pelaksanaannya. Keuntungan relatif penggunaan media. Tabel 19 menunjukkan bahwa penggunaan media gelar teknologi dilihat dari keuntungan relatif, sebagian besar petani (55,6%) menyatakan tinggi dan 33,3 persen menyatakan sedang. Responden yang menyatakan keuntungan relatif penggunaan media gelar teknologi tinggi disebabkan media gelar teknologi lebih menonjolkan praktek lapang (70%) dan teori (30%), berbeda dengan media lainnya yang lebih menonjolkan teori dalam menyampaikan informasi. Tabel 19 Persepsi petani terhadap keuntungan media gelar teknologi, 2009 No. 1. 2. 3.
Kategori Keuntungan Penggunaan Media Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Jumlah petani (jiwa)
Persentase (%)
15 9 3 27
55,6 33,3 11,1 100
Petani menilai bahwa selain meningkatkan pengetahuan, dengan media gelar teknologi petani dapat melihat langsung pembuktian teknologi baru di lapangan, petani dapat memperkuat keyakinan menerapkan teknologi dan memilih teknologi baru yang sesuai dengan kondisi lahan setempat. Selain itu dengan adanya media gelar teknologi, petani dapat berkomunikasi langsung dan berdiskusi mengenai permasalahan usahatani dengan para peneliti sebagai sumber teknologi dengan cara dibimbing langsung dalam praktek lapang, sehingga proses alih teknologi dapat cepat sampai ke petani.
65
Kesesuaian penggunaan media. Tabel 20 menunjukkan bahwa penggunaan media gelar teknologi dilihat dari kesesuaian penggunaan media, 44,4 persen petani menyatakan sedang dan 40,8 persen menyatakan tinggi. Persentase tingkat kesesuaian penggunaan media gelar teknologi dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Persepsi petani terhadap kesesuaian media gelar teknologi, 2009 No. 1. 2. 3.
Kategori Kesesuaian Penggunaan Media Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Jumlah petani (jiwa) 11 12 4 27
Persentase (%) 40,8 44,4 14,8 100
Media gelar teknologi bisa diterima dan dilaksanakan karena potensi sumberdaya tersedia, bisa dilaksanakan karena pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi musim pertanaman padi, pelaksanaannya tidak mengganggu aktivitas petani, sesuai karena dimusyawarahkan dulu antara petugas dan petani yang lebih memadukan pengalaman petugas dan petani. Hal ini ditunjukkan dengan hanya 14,8 persen yang menyatakan tingkat kesesuaian penggunaan media rendah. Kerumitan penerapan media. Hasil penelitian (Tabel 21) menunjukkan bahwa penggunaan media gelar teknologi dilihat dari tingkat kerumitan penggunaan media, 51,9 persen menyatakan tingkat kerumitan rendah dan 44,4 persen menyatakan tingkat kerumitan sedang, hanya 3,7 persen yang menyatakan tingkat kerumitan penggunaan media tinggi. Lebih jelasnya data tentang persepsi petani terhadap keuntungan penggunaan media gelar teknologi disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Persepsi petani terhadap tingkat kerumitan media gelar teknologi, 2009 No. 1. 2. 3.
Kategori Kerumitan Penggunaan Media Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Jumlah petani (jiwa) 1 12 14 27
Persentase (%) 3,7 44,4 51,9 100
Penggunaan media gelar teknologi sangat cocok untuk digunakan sebagai media penyampai teknologi di lapangan karena media tersebut dapat dilakukan di 66
lahan percobaan petani, teknis pelaksanaanya sesuai dengan kebiasaan petani setempat dan petani dapat mengamati langsung peragaan teknologi baru di lahan petani. Kemudahan uji coba media. Tabel 22 menunjukkan bahwa penggunaan media gelar teknologi yaitu kemudahan ujicoba penggunaan media, sebagian besar petani menyatakan pada kisaran rendah sampai sedang yaitu sebanyak 51,9 persen menyatakan tingkat kemudahan diujicoba sedang dan 40,7 persen menyatakan tingkat kemudahan diuji coba di tempat lain rendah, hanya 7,4 persen yang menyatakan tingkat kemudahan diujicoba penggunaan media tinggi. Lebih jelasnya persepsi petani terhadap kemudahan ujicoba penggunaan media gelar teknologi disajikan pada Tabel 22. Tabel 22
No. 1. 2. 3.
Persepsi petani terhadap tingkat kemudahan ujicoba media gelar teknologi di Desa Citarik, 2009
Kategori Kemudahan Ujicoba Penggunaan Media Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Jumlah petani (jiwa) 11 14 2 27
Persentase (%) 40,7 51,9 7,4 100
Disadari petani bahwa pelaksanaan gelar teknologi yang paling sulit dilakukan yaitu memerlukan adanya sumber informasi teknologi yang dapat dipercaya dalam hal ini primatani menurunkan para peneliti di lapangan untuk bekerja bersama penyuluh dan petani dalam pelaksanaannya. Jadi apabila media gelar teknologi SL-PTT apabila akan dikembangkan di lokasi lain di luar Primatani haruslah didampingi oleh peneliti dan penyuluh yang ahli di bidangnya. Menurut responden, kemudahan ujicoba penerapan media gelar teknologi karena pada pelaksanaanya lebih disesuaikan dengan sumberdaya yang ada dan tidak mengganggu kebiasaan petani. Kemudahan penerapan media diamati. Tabel 23 menunjukkan bahwa penggunaan media gelar teknologi yaitu kemudahan diamati penggunaan media sebagian besar petani menyatakan tinggi yaitu sebanyak 59,3 persen, 33,3 persen petani menyatakan tingkat kemudahan diamati sedang dan 7,4 persen petani yang menyatakan tingkat kemudahan diamati penggunaan media rendah. Berikut 67
mengenai persepsi petani terhadap kemudahan diamati media gelar teknologi (Tabel 23). Tabel 23 Persepsi petani terhadap kemudahan diamati media gelar teknologi di Desa Citarik, 2009 No. 1. 2. 3.
Kategori Kemudahan Diamati Penggunaan Media Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Jumlah petani (jiwa)
Persentase (%)
2 9 16 27
7,4 33,3 59,3 100
Kemudahan diamati pelaksanaan media gelar teknologi karena petani berpartisipasi dan mempraktekannya langsung di lapangan, selain itu kemudahan diamati juga lebih disebabkan karena lokasi gelar teknologi mudah dijangkau karena dilaksanakan pada lahan petani dan petani dapat bertanya/berkomunikasi langsung dengan para petugas peneliti-penyuluh di lapangan. Media Penyuluh Penyampaian teknologi oleh PPL dilakukan dengan berbagai pendekatan baik melalui pertemuan ke kelompok, gapoktan dan kunjungan lapangan. Berdasarkan informasi dari petani dan petugas, hasil bimbingan yang dilakukan memperlihatkan kondisi lapangan yang cukup menggembirakan. Sebagian besar petani di empat kelompok tani telah menerapkan PTT Padi. Tanam padi cara legowo yang awalnya sulit diterapkan dengan melakukan pendekatan kelompok dan individu, kesulitan semakin hari semakin dapat dihilangkan. Penggunaan jasa tanam (odong-odong) yang sebelumnya masih terasa sulit, saat ini terdapat 4 kelompok jasa tanam yang sudah terbiasa dengan cara legowo 2:1. Petani telah dapat melihat hasil walaupun biaya jasa tanam lebih besar dibanding sebelumnya. Penggunaan bibit muda hasil pembimbingan cukup menggembirakan. Petani telah mulai menanam bibit dengan jumlah 2-3 batang per rumpun. Melihat hasil di lapang, petani telah semakin percaya akan keberhasilan teknologi yang disampaikan. Dalam hal pemberian pupuk, sebagian petani masih menggunakan BWD. Selain itu, petani yang telah mendapat bimbingan pengendalian OPT telah pula menerapkan konsep PHT di Lapangan. 68
Guna meningkatkan penerapan PTT padi, penyuluhan intensif dilakukan juga pada subkelompoktani dan diluar Desa Citarik. Selain itu tempat pertemuan rutin kelompoktani selalu berpindah-pindah agar penyebaran informasi lebih meningkat. Penyuluhan intensif ke luar Desa Citarik dilakukan ke Desa Parakan Mulya dan Karangjaya. Indikator persepsi petani tentang PPL yang diamati dalam penelitian meliputi: kemampuan penguasaan materi, kepercayaan diri dalam penyampaian informasi, keaktifan dan konsistensi penyampaian informasi. Seseorang akan mengembangkan sikap positif terhadap suatu objek tertentu apabila memiliki persepsi positif dan akan mengarahkan pada pencapaian tujuan dan dapat mencapai kepuasan. Apabila persepsi petani tentang PPL baik diharapkan inovasi teknologi yang terkait dengan pelaksanaan Primatani dapat diterima dengan baik pula. Berdasarkan hal tersebut berbagai hal yang terkait dengan diri PPL sangat penting untuk ditelusuri karena PPL sebagai agen pembaharu dan anggota tim Prima Tani yang selalu intensif melakukan komunikasi dengan petani. Hampir semua indikator yang digunakan untuk mengukur persepsi petani tentang PPL masuk kategori baik. Hal ini mengindikasikan bahwa berdasarkan persepsi petani pada perilaku atau aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh PPL terkait dengan pelaksanaan Primatani secara umum dipersepsi baik kecuali untuk konsistensi masuk kategori cukup. Hasil penelitian (Tabel 24) menunjukkan bahwa persepsi petani terhadap penyuluh mendekati cukup baik. Persepsi petani tentang PPL dibagi menjadi tiga kategori yaitu buruk, cukup dan baik. Persepsi petani tentang PPL diukur dengan melihat beberapa indikator seperti terlihat pada Tabel 24. Tabel 24 Persepsi petani tentang PPL di Desa Citarik, 2009 Persepsi petani tentang PPL Kemampuan penguasaan materi Kepercayaan diri Keaktifan Konsistensi
Rataan Skor *) 2,48 2,48 2,48 1,89
Keterangan: *)1,00 – 1,66 = buruk; 1,67 – 2,33 = cukup; 2,34 – 3,00 = baik
Tabel 24 menunjukkan bahwa persepsi petani tentang PPL yang paling baik pada kemampuan penguasaan materi, kepercayaan diri dalam penyampaian 69
dan keaktifan kunjungan penyuluh kepada petani yang ditunjukkan dengan nilai rataan skor yaitu sebesar 2,48. Hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas komunikasi yang dilakukan PPL dalam menyosialisasikan informasi yang terkait dengan pelaksanaan Primatani menunjukkan adanya suatu penilaian yang positif dari petani terhadap PPL yang terlibat dalam pelaksanaan Primatani. Penguasaan materi, kepercayaan diri dan keaktifan kunjungan ke kelompok tani dipersepsi baik oleh petani dan memiliki nilai rataan skor tertinggi dibandingkan persepsi petani tentang konsistensi PPL. Penguasaan Materi. Persepsi petani terhadap kemampuan penguasaan materi PPL (Tabel 25) masuk ke dalam kategori baik artinya petani mempunyai persepsi yang baik tentang kemampuan PPL dalam menguasai materi PTT padi. Menurut petani PPL mampu menyampaikan materi dan sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi wilayah setempat karena memiliki wawasan atau pengetahuan yang dianggap cukup luas terkait dengan materi tentang inovasi teknologi yang dianjurkan dalam Primatani. Tabel 25 Persepsi petani terhadap penguasaan materi PPL di Desa Citarik, 2009 No. 1. 2. 3.
Kategori Penguasaan Materi Penyuluh Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Jumlah petani (jiwa)
Persentase (%)
17 6 4 27
63,0 22,2 14,8 100
Tabel 25 menunjukkan bahwa 63,0 persen petani menyatakan bahwa penguasaan materi penyuluh tentang PTT padi baik. Kemudian petani yang menyatakan penguasaan materi penyuluh sedang sebanyak 22,2 persen dan hanya 14,8 persen petani yang menyatakan penguasaan materi penyuluh rendah. Selain sebagai penyampai informasi, PPL juga bertindak sebagai pengajar yang dituntut kemampuannya untuk menguasai materi secara luas. Hal ini didukung oleh kondisi PPL yang memiliki wawasan atau pengetahuan yang luas mengenai materi karena telah mengikuti banyak pelatihan yang dilaksanakan dari peneliti Badan Litbang sebelum Primatani disosialisasikan ke petani. Selain itu PPL mempunyai pengalaman yang cukup di lapangan dengan masa kerja yang rata-rata lebih dari 20 tahun di bidangnya. PPL telah dapat menguasai secara teknis sehingga bisa memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh
petani. 70
Materi yang disampaikan tentu sesuai dengan kebutuhan dan kondisi petani karena PPL sebagai anggota tim Primatani bekerjasama dengan instansi terkait dalam menyediakan informasi yang sesuai dengan kebutuhan petani. Kepercayaan diri. Persepsi petani tentang kepercayaan diri PPL dalam memberikan informasi kepada petani sangat tinggi, hal ini dirasakan petani pada saat petani mengharapkan suatu informasi, PPL dapat menyediakan informasi dengan lengkap. Dukungan lembaga penelitian seperti BPTP dan Balit-Balit di lapangan dirasakan PPL besar manfaatnya terutama dalam hal penyediaan informasi baru dan hal ini pula yang membuat kepercayaan diri PPL meningkat. Tabel 26 menunjukkan bahwa 62,9 persen petani menyatakan bahwa kepercayaan diri penyuluh dalam menyampaikan materi PTT padi tinggi, 22,2 persen petani menyatakan kepercayaan diri penyuluh sedang dan 14,9 persen petani menyatakan penguasaan materi penyuluh rendah. Lebih jelasnya persepsi petani terhadap tingkat kepercayaan diri penyuluh dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 26 Persepsi petani terhadap kepercayaan diri PPL di Desa Citarik, 2009 No. 1. 2. 3.
Kategori Kepercayaan Diri Penyuluh Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Jumlah petani (jiwa) 17 6 4 27
Persentase (%) 62,9 22,2 14,9 100
Pelatihan secara formal atau nonformal diperlukan untuk menambah wawasan PPL terkait dengan pelaksanaan Prima Tani atau meningkatkan kemampuan PPL untuk menyampaikan informasi. Pelatihan yang dimaksud lebih cenderung kepada pelatihan untuk meningkatkan kemampuan PPL dalam berkomunikasi agar informasi yang disampaikan dapat sampai kepada petani sesuai dengan yang diharapkan. Peningkatan pengetahuan atau wawasan ini harus selalu dilakukan secara terus menerus. Selain itu PPL hendaknya berusaha untuk mendapatkan berbagai informasi khususnya informasi pertanian dari berbagai sumber. Salah satu sumber yang dapat dijangkau karena posisinya dekat untuk memperoleh berbagai informasi yang terkait dengan Primatani yaitu BPTP yang ada di masing-masing provinsi. 71
Keaktifan Penyuluh. Menurut petani keaktifan kunjungan yang dilakukan oleh PPL ke kelompok tani menyebabkan petani dapat berkomunikasi langsung sehingga dapat memperoleh informasi atau bimbingan yang mendukungnya dalam berusahatani dan dengan seringnya berkomunikasi maka akan meningkatkan efektivitas komunikasi antara PPL dengan petani. Responden mempersepsi PPL bukan hanya sekedar memberikan informasi pada saat melakukan kunjungan tetapi langsung memberikan contoh dengan praktek langsung di lapangan dan memberikan kesempatan kepada petani untuk melakukan secara bersama-sama inovasi teknologi yang dianjurkan sehingga petani menjadi lebih mengerti. Selain itu, PPL dirasakan petani responden sering berkunjung kepada petani di luar jadwal pertemuan dan siap melayani petani kapanpun pada saat di perlukan. Persepsi petani terhadap keaktifan penyuluh dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27 Persepsi petani terhadap keaktifan PPL di Desa Citarik, 2009 No. 1. 2. 3.
Kategori Keaktifan Penyuluh Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Jumlah petani (jiwa)
Persentase (%)
18 7 2 27
66,7 25,9 7,4 100
Tabel 27 menunjukkan bahwa 66,7 persen petani menyatakan bahwa keaktifan penyuluh dalam melakukan pertemuan dengan petani tinggi. Kemudian petani yang menyatakan keaktifan penyuluh sedang sebanyak 25,9 persen dan hanya 7,4 persen petani yang menyatakan keaktifan penyuluh rendah. Menurut petani PPL sebagai seorang pembimbing intensif melakukan supervisi atau kunjungan secara langsung untuk memberikan penyuluhan tentang segala hal yang terkait dengan pelaksanaan Primatani. Hal ini dianggap penting karena dengan kunjungan yang cukup intensif dari PPL petani merasa dibantu dalam menggali dan menetapkan masalah dalam menjalankan usahatani sampai mencari solusinya. Kunjungan yang dilakukan PPL ke kelompok tani disesuaikan dengan waktu atau jadwal pertemuan yang disepakati bersama minimal dua kali seminggu (setiap tanggal 5 dan 10 pada setiap bulannya) atau tergantung kebutuhan petani disesuaikan dengan situasi dan kondisi artinya apabila ada serangan hama penyakit dan kondisinya sudah kritis (menyebar) maka kunjungan 72
PPL lebih intensif di luar jadwal pertemuan. Keempat kelompoktani yang ada di Desa Citarik telah secara rutin setiap bulan mengadakan pertemuan. Pertemuan kelompoktani Sri Maju I dan Sri Maju II secara paralalel dilakukan setiap tanggal 5, sedang kelompok Sri Mulya Sejati dan Sri Subur dilakukan setiap tanggal 10. Pertemuan kelompok biasanya dilakukan malam hari. Konsistensi.
Berdasarkan
persepsi
petani
tentang
konsistensi
penyampaian informasi PPL masuk kategori sedang. Hal ini bukan berarti petani memberikan persepsi yang kurang baik terhadap kemampuan penyampaian informasi PPL, karena menurut petani PPL cukup konsisten dalam menyampaikan informasi karena informasi yang disampaikan PPL sesuai dengan apa yang perlu disampaikan dari para peneliti, hanya terkadang PPL harus berkoordinasi terlebih dahulu atau menyampaikan arahan yang kadang berbeda dengan para peneliti. Hal ini bisa dimaklumi karena PPL di lapangan selain harus membina tentang PTT Padi, mereka juga dituntu untuk dapat menyampaikan teknologi lainnya (Multivalen). Penyampaian pesan kepada petani terkadang harus berulang kali agar sampai pata tahap petani emngerti dan mau melaksanakan. Untuk itu konsistensi penyampaian informasi kepada petani melalui PPL hendaknya terus dilakukan. Petani juga berharap bahwa PPL tidak perlu bosan untuk menyampaikan materi secara berulang kali walupun secara singkat namun tidak mengurangi makna dan dapat dipahami. Tabel 28 Persepsi petani terhadap konsistensi PPL di Desa Citarik, 2009 No. 1. 2. 3.
Kategori Konsistensi Penyuluh Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Jumlah petani (jiwa) 6 12 9 27
Persentase (%) 22,2 44,4 33,3 100
73
Proses Pemberdayaan dan Tingkat Keberdayaan Petani pada Program Primatani Pendekatan pemberdayaan banyak digunakan dalam pengorganisasian komunitas, pendidikan dan psikologi komunitas. Oleh karena itu, pemberdayaan dapat diartikan dalam banyak hal dan dapat diamati pada berbagai level yakni individual,
organisasi
dan
komunitas.
Fawcett
dalam
Melkote
2002
mengungkapkan bahwa di tingkat komunitas, pemberdayaan berarti proses peningkatan kontrol kelompok terhadap konsekuensi-konsekuensi yang penting bagi anggota kelompok dan orang lain dalam komunitas yang lebih luas. Sedangkan di tingkat individu pemberdayaan didefinisikan sebagai “perasaan psikologis berkenaan dengan pengendalian atau pengaruh pribadi dan kepedulian terhadap pengaruh sosial yang aktual, kekuasaan politis dan hukum legal (Rappaport 1987 dalam Melkote 2002). Dengan mencermati konsep-konsep pemberdayaan yang dikemukakan dalam bab pendahuluan, maka dapat diidentifikasi berbagai bukti diterapkannya pendekatan pembangunan yang berbasis empowerment pada program Primatani di Desa Citarik Kecamatan Tirtamulya Kabupaten Karawang. Primatani yang telah dirintis sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 telah memperlihatkan hasil perubahan terutama bagi petani di Desa Citarik. Salah satu dampak perubahan di tingkat petani sebagai akibat introduksi teknologi adalah perubahan pada cara budidaya usahatani padi. Perubahan pola usahatani padi di Desa Citarik dapat diamati baik pada level individu maupun pada level kelompok tani. Terkait dengan batasan penelitian yang hanya melihat perubahan dari segi hasil introduksi teknologi PTT Padi, maka peneliti hanya mendeskripsikan beberapa perubahan yang terjadi pada bidang/kajian usahatani padi. Proses pemberdayaan petani khususnya kelompoktani tanaman pangan padi, disajikan secara deskripsi kualitatif. Sedangkan keberdayaan petani disajikan melalui signifikasi hasil pemberdayaan petani yang dilakukan dalam Primatani. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan keberdayaan di lihat dari indikator kemandirian petani yaitu (a) kemandirian intelektual, (b) kemandirian manajemen dan (c) kemandirian material. Partisipasi petani dilihat dari (a) partisipasi dalam perencanaan, (b) pelaksanaan dan (c) Evaluasi. Tabel 29 menunjukkan tingkat efektivitas keberdayaan petani di Desa Citarik. 74
Tabel 29 Tingkat keberdayaan petani usahatani padi model Primatani, 2009 Rataan Skor*)
Kriteria Keberdayaan Kemandirian Intelektual Manajemen Material
2,70 2,19 1,96
Keterangan: *)1,00 – 1,66 = rendah; 1,67 – 2,33 = sedang; 2,34 – 3,00 = tinggi
Kemandirian Sejalan dengan penerapan konsep empowerment, maka Primatani juga berupaya mengembangkan kemandirian bagi petani untuk dapat melanjutkan sendiri terkait aktifitas usahatani yang telah dimulai yang sebelumnya didukung oleh berbagai pihak luarbaik itu petugas. Proses kemandirian tidak lahir dengan sendirinya pada setiap orang, tetapi merupakan hasil kerja keras individu dalam mengembangkan potensinya melalui proses belajar dan proses pemberdayaan yang berkelanjutan. Primatani bersifat mendidik, mengarahkan agar dengan kekuatan dan kemampuannya petani bisa berupaya untuk bekerjasama guna mencapai segala yang dibutuhkan dan diinginkan. Oleh sebab itu, pemberdayaan pada Primatani diarahkan pada peningkatan kemandirian petani dalam mengembangkan bisnis usahataninya. Kemandirian petani dapat dilihat dari kemandirian intelektual, kemandirian manajerial dan kemandirial material. Kemandirian Intelektual Bagi sebagian besar petani di Desa Citarik, keberadaan Primatani dirasakan telah membawa suatu dampak lebih baik terhadap pengetahuan petani, setelah sekian lama sebelumnya informasi pertanian sudah jarang diterima oleh para petani. Melalui media Primatani, petani mendapatkan informasi baru khususnya bidang usahatani padi. Althaeide dalam Wisnu (2006) mengemukakan bawa media dapat menjembatani kesenjangan informasi antar pihak. Kesenjangan informasi sendiri erat kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat. Salah satu cara memberdayakan suatu masyarakat adalah dengan membuka akses informasi seluas-luasnya, agar mereka bisa mendapatkan informasi yang sekiranya berguna dan dapat dimanfaatkan. Informasi bagi petani di Desa Citarik, mereka terima dari petugas Primatani melalui pertemuan-pertemuan kelompok, melalui selebaran leaflet dan 75
melalui gelar teknologi yang dilaksanakan. Melalui leaflet, mereka menjadi tahu bahwa ada hal baru/inovasi bagi usahatani padi yang mereka lakukan, melalui gelar teknologi mereka dapat melihat dan meyakinkan mereka dan melalui media penyuluh mereka diarahkan dan dibimbing dalam penerapannya. Dengan kemampuan membantu masyarakat, media memiliki potensi pembebas yang meluaskan cakrawala pemikiran agar tidak terpenjara dalam batas-batas ketidaktahuan dan keterbatasan lain yang umum ditemui pada masyarakat yang belum maju terutama di pedesaan. Media diketahui memiliki kekuatan mengendalikan pengetahuan khalayaknya melalui apa-apa yang ditampilkan. Karena itu dengan mengorganisir sedemikian rupa isi pesan yang disampaikan, media pada dasarnya dapat membantu masyarakat memusatkan perhatian pada masalah-masalah pembangunan (Nasution 1990). Menurut petani, peran penghantar teknologi seperti penyuluh dan peragaan gelar teknologi yang dilaksanakan pada Primatani dirasakan besar manfaatnya oleh petani. Berikut salah satu kutipan ungkapan ketua Gapoktan Sritani: “Saya lebih senang dengan adanya Primatani, saya jadi tahu dan sadar akan adanya teknologi baru, karena sudah lama kami tidak menerima informasi dan saya yakin teknologi PTT bisa meningkatkan hasil PTT setelah melihat langsung peragaan teknologinya” Penyadaran diri (conscienzacione), satu di antara argumen-argumen yang diajukan oleh Paulo Freire (1984) adalah merupakan inti dari usaha bagaimana bisa mengangkat rakyat dari kelemahannya selama ini. Kesempitan pandangan dan cakrawala rakyat yang tersekap harus diubah kearah suatu keinsyafan, perasaan,
pemikiran,
gagasan,
bahwa
tersedia
alternatif-alternatif
guna
memperbaiki kehidupan mereka. Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus mampu mengembangkan teknik-teknik pendidikan tertentu yang imajinatif untuk menggugah kesadaran masyarakat. Menurut Sikhondze (1999), orientasi pemberdayaan
masyarakat
haruslah
membantu
petani
agar
mampu
mengembangkan diri atas dasar inovasi-inovasi yang ada. Peran media bagi petani di Desa Citarik telah membuka wawasan pengetahuan inovasi baru dan membantu membuat keputusan yang tepat dalam pengelolaan usahatani. Beberapa teknologi yang dianggap baru bagi petani terkait 76
dengan teknologi PTT padi adalah penggunaan cara tanam legowo, penanaman bibit 1-3 batang per rumpun, penggunaan bibit muda umur 17 hari dan penentuan pemupukan urea berdasarkan alat bagan warna daun (BWD). Teknologi lain dari komponen PTT padi menurut petani hanya sebagai penyempurnaan dari teknologi yang biasa dilaksanakan seperti penggunaan varietas unggul, penggunaan bahan organik dan rekomendasi pemupukan. Teknologi yang sifatnya baru lebih pada teknologi itu belum pernah dilakukan, sedangkan teknologi yang sifatnya penyempurnaan lebih pada penyesuaian dengan rekomendasi terbaik lokal spesifik. Secara kuantitatif, tingkat kemandirian
intelektual petani diukur
berdasarkan kemampuan pengetahuan petani dalam memilih alternatif teknologi yang terbaik pada lahan usahataninya. Ukuran kemandirian diukur pada tingkat individu petani responden. Kemandirian intelektual dikatakan rendah jika tanggapan dari petani tentang penguasaan teknologi PTT memperoleh skor 1 – 1,66, dikatakan kurang jika tanggapan dari petani memperoleh skor 1,67 – 2,33 dan dikatakan tinggi jika tanggapan petani memperoleh skor 2,34 – 3,00. Tabel 30 Kemandirian intelektual petani PTT padi di Desa Citarik, 2009 No. 1. 2. 3.
Kategori Kemandirian Intelektual Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Jumlah petani (jiwa)
Persentase (%)
4 0 23 27
14,8 0,0 85,2 100
Tabel 30 menunjukkan bahwa kemandirian intelektual petani, sebagian besar petani 85,2 persen di atas tinggi dan 14,8 persen petani yang berada pada posisi penguasaan intelektual rendah. Rata-rata petani yang mempunyai kemandirian intelektual tinggi telah menguasai dan paham apa yang dimaksud dengan teknis pengelolaan sumberdaya terpadu PTT padi yang disertai dengan pengetahuan akan manfaat penerapan teknologi tersebut. Petani yang mempunyai intelektual tinggi rata-rata dapat menjelaskan kembali materi PTT kepada petani lain, mereka dapat menjelaskan kelemahan dan keunggulan dari beberapa komponen teknologi PTT, sehingga mereka telah dapat menilai manfaat dari penerapan teknologi tersebut. 77
Kemandirian Manajemen Ukuran kemandirian manajemen dilihat dari sejauhmana kemampuan individu petani dalam mengusahakan perubahan perbaikan dalam usahataninya dan mampu melaksanakan perubahan ke arah yang lebih baik. Hasil wawancara dengan petugas lapang, diperoleh informasi bahwa telah terjadi beberapa pola perubahan budidaya di tingkat petani sebelum dan sesudah Primatani di laksanakan. Perubahan yang terjadi merupakan suatu rangkaian proses, perubahan teridentifikasi dari proses waktu saat petani menerima informasi sampai petani melakukan perubahan pada usahataninya. Bagi sebagian besar petani di Desa Citarik, penerapan teknologi tidak langsung dapat diterima oleh petani, mereka rata-rata melihat terlebih dahulu keunggulan dari teknologi yang diintroduksikan. Keyakinan akan teknologi mereka peroleh dari pengalaman setelah melihat pada media gelar teknologi dan melihat petani yang lebih dulu menerapkan. Dengan demikian, pemberdayaan model Primatani di Desa Citarik lebih pada suatu rangkaian proses pemberdayaan yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan personal individu, keluarga atau masyarakat agar mampu melakukan tindakan guna memperbaiki pola usahatani yang telah dilakukan. Hal ini sejalan dengan pendekatan
pemasaran
sosial
yang
melihat
bahwa
proses
komunikasi
pembangunan harus dilihat sebagai proses yang bertahap yang memerlukan pesanpesan dan pendekatan yang berbeda pada setiap tahap proses perubahan perilaku. Sebagai suatu rangkaian proses, Wrihatnolo (2007) mengemukan pemberdayaan mempunyai tiga tahapan, yaitu : penyadaran, pengkapasitasan, dan pendayaan. Tahap pertama adalah penyadaran. Pada tahap ini target yang hendak diberdayakan diberi “pencerahan” dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk mempunyai “sesuatu”. Prinsip dasarnya adalah membuat target mengerti bahwa mereka perlu (membangun “demand) diberdayakan, dan proses pemberdayaan itu dimulai dari dalam diri mereka. Tahap kedua adalah pengkapasitasan atau “capacity building” atau sederhananya adalah memampukan (enabling). Proses pengkapasitasan dilakukan pada tiga aspek, yaitu (1) memampukan manusia, baik dalam konteks individu maupun kelompok; (2) memampukan organisasi, dapat dilakukan dalam bentuk 78
restrukturisasi organisasi yang hendak menerima daya atau kapasitas tersebut; dan (3) memampukan sistem nilai (aturan main). Dalam cakupan organisasi, sistem nilai berkenaan dengan AD/ART, sistem dan prosedur dan peraturan. Pengkapasitasan sistem nilai dilakukan dengan membantu target dan membuatkan “aturan main” diantara mereka sendiri. Tahap ketiga adalah pemberian daya itu sendiri. Pada tahap ini, kepada target diberikan daya, kekuasaan, otoritas atau peluang. Pada tahap penyadaran, petani di Desa Citarik terlebih dahulu diberikan informasi tentang adanya teknologi baru hasil penelitian yang dapat membawa pada perbaikan usahatani. Mereka disadarkan bahwa mereka harus dan bisa berubah sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki kearah yang lebih baik. Pada tahap ini, peran media yang diteliti hampir sebagian besar telah mampu menyadarkan petani akan adanya informasi teknologi, petani menjadi sadar bahwa di luar komunitas mereka terdapat teknologi baru yang belum mereka ketahui dan ternyata dapat mereka lakukan. Proses pengkapasitasan pada Primatani di Desa Citarik lebih pada memampukan individu petani pada level kelompok. Primatani merancang dan memperbaiki keterkaitan antar petani dengan kelompok, keterkaitan antar kelompok (Gapoktan Sri Tani), keterkaitan antar kelompok dengan mitrausaha (Pemasaran). Selain itu Primatani di Desa Citarik juga telah berhasil memampukan kapasitas kelompok dengan menjadikan kelompoktani sebagai wadah penyedia input produksi dan pemasaran hasil. Media yang paling berperan dalam tingkatan komunitas adalah penyuluh, dimana peran media penyuluh lebih pada peran fasilitator. Peran penyuluh dalam Primatani di Desa Citarik sejalan dengan pemikiran peran dari Ife (1995) yang membagi peran falitator menjadi empat kategori dalam pengembangan masyarakat yaitu; 1) peran fasilitaif, 2) peran pendidik, 3) peran peneliti dan 4) peran teknikal. Tahap akhir pemberdayaan pada Primatani adalah tahap pemberian daya itu sendiri. Dimana petani atau kelompok diberikan kebebasan untuk menentukan dan menjalankan perubahan aktifitas baik pada tingkat usahatani individu maupun pada tingkat kelompok (Kerjasama antar anggota).
79
Perubahan cara budidaya usahatani pada petani program Primatani bukan karena paksaan program, tetapi lebih pada petani telah yakin akan teknologi PTT. Dalam Primatani, tidak ada satu bentuk paksaan kepada petani untuk menerapkan teknologi, tetapi dibangun atas dasar kesadaran sendiri. Seperti diungkapkan oleh manager Primatani dan salahsatu anggota kelompoktani pada saat peneliti melakukan wawancara” “Di Primatani, petani tidak dipaksa untuk menerapkan teknologi tetapi lebih pada kesadaran sendiri. Primatani tidak membawa dana untuk masyarakat, tetapi lebih mengembangkan potensi setempat. Tidak ada reward and punishmen atas penerapan teknologi kepada petani”. Saya yakin petani dapat memilih yang terbaik bagi dirinya dengan melihat dan membuktikan sendiri hasilnya”. “Saya melakukan perubahan cara budidaya yang saya lakukan karena saya bisa melakukannya dengan cara melihat langsung cara penerapannya di lapangan, saya telah yakin teknologi PTT punya keunggulan karena sudah dua musim saya menerapkan dan hasilnya berhasil”. Perubahan pola budidaya seperti penggunaan bibit berlabel, penggunaan jumlah benih, pengolahan tanah, aplikasi umur bibit muda tidak sulit dilakukan dan sebagian besar petani di Desa Citarik telah menerapkannya. Perubahan lain yang masih dirasakan sulit dilakukan oleh sebagian besar petani adalah teknologi cara tanam legowo. Hal ini disebabkan petani mempunyai ketergantungan kepada jasa tanam, sementara jasa tanam yang telah terbiasa dengan cara tanam legowo jumlahnya masih terbatas. Tabel 31. Perubahan pola budidaya padi di Desa Citarik, 2009 Variabel Budidaya Sumber benih Jumlah benih Pengolahan tanah Penanaman Umur bibit Jumlah bibit Pengairan Pemupukan Pengendalian Hama Panen
Sebelum Primatani Belum berlabel/hasil panen sebelumnya (ngalean) 25-30 kg Tidak sempurna sistem tegel 25 cm x 25 20-25 hari 5-10 Sebagian sulit Urea dan TSP Tidak PHT Dijual bentuk gabah ke bandar
Setelah Primatani Berlabel/Gapoktan Primatani 7-10 kg Sempurna Legowo 2;1 17 hari 2-3 Terairi seluruhnya Urea, SP-36/18, KCL dan Organik Konsep PHT Sebagian Dijual ke Gapoktan
80
Dari perubahan pola budidaya Tabel 31, mengindikasikan bahwa petani di Desa Citarik telah mengetahui dan melaksanakan teknologi yang terbaik bagi usahataninya dan telah dapat menyesuaikan dengan potensi sumberdaya yang dimilikinya. Hal ini tidak terlepas dari peran media sebagai saluran komunikasi seperti media gelar teknologi yang berperan sebagai ajang pembuktian dan praktek lapang bagi petani. Selain itu penyuluh berperan sebagai penghantar informasi baru dan berperan sebagai pendidik yang melakukan pendampingan terhadap praktek lapang ditingkat. Gelar teknologi lebih menekankan petani agar mampu mempraktekan dan terampil dalam melaksanakan PTT. Peran media leaflet dirasakan petani hanya sebagai informasi dasar adanya PTT, lebih lanjut informasi secara mendalam dan melajutkan keinginan untuk pelaksanaannya didapatkan petani dari PPL dan Gelar teknologi. Sejalan dengan Lerner (1958) yang mengatakan bahwa media merupakan agen yang ampuh untuk menyebarkan informasi dan pengaruhnya kepada individu-individu dalam menciptakan iklim perubahan. Orang-orang yang terdedah oleh pesan-pesan media akan memiliki kemampuan berempati dengan kehidupan masyarakat disekitarnya. Kemampuan berempati ini penting agar orang bisa bersikap fleksibel dan efisien dalam menghadapi kehidupan yang berubah. Perubahan cara budidaya bagi petani di Desa Citarik lebih pada satu bentuk proses, dimana perubahan tersebut terjadi dalam dimensi waktu. Fluktuasi tingkat penerapan teknologi bergantung pada tingkat pengetahuan dan kepercayaan petani terhadap teknologi yang diintroduksikan sampai pada tahap terampil dalam memilih teknologi yang terbaik bagi usahataninya. Secara kuantitatif Tabel 32 menunjukkan bahwa kemandirian petani yaitu kemandirian manajemen, sebagian petani masuk dalam kategori cukup sampai dengan baik. 44,5 persen dalam kategori cukup dan 37,0 persen dalam kategori baik. Sedangkan 18,5 persen petani responden berada pada kategori kemandirian manajemen rendah. Tabel 32. Kemandirian manajemen petani PTT Padi di Desa Citarik, 2009 No. 1. 2. 3.
Kategori Kemandirian Manajemen Baik Cukup Buruk Jumlah
Jumlah petani (jiwa) 10 12 5 27
Persentase (%) 37,0 44,5 18,5 100,0
Keterangan: *)1,00 – 1,66 = buruk; 1,67 – 2,33 = cukup; 2,34 – 3,00 = baik
81
Petani yang termasuk dalam kategori cukup baik, rata-rata telah mampu melaksanakan teknologi PTT padi yang direkomendasikan tanpa bimbingan lagi petugas. Mereka mengatakan bahwa dengan adanya Primatani telah menjadikan mereka
mampu
mengidentifikasi
permasalahan
budidaya
padi,
mampu
merumuskan kebutuhan teknologi PTT padi yang akan diterapkan, mereka mampu melihat beberapa kelemahan dan kelebihan teknologi yang akan berguna untuk memperbaiki/meningkatkan hasil usahatani selain itu mereka rata-rata mampu memprediksi peluang keberhasilan apabila mereka menerapkan teknologi. Kemandirian Material Kemandirian material pada penelitian ini diukur lebih pada kemampuan introduksi teknologi membawa pada satu perubahan pada petani guna memenuhi kebutuhan materi dasar. Penerapan teknologi PTT padi di tingkat petani berdasarkan data sekunder BPTP Jawa Barat telah membawa satu perubahan peningkatan hasil bagi petani. Rata-rata kontribusi penerapan PTT membawa peningkatan pendapatan petani pada tahun 2005-2006 sebesar 44,6 persen, 2006-2007 sebesar 31 persen atau 2005-2007 sebesar 75,5 persen. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani diperoleh keterangan bahwa peningkatan pendapatan yang mereka dapatkan diperoleh dari hasil produksi yang meningkat. Petani mengungkapkan bahwa apabila teknologi sudah dapat meningkatkan produksi hasil berarti teknologi tersebut telah secara layak untuk dikembangkan secara luas. Indikator peningkatan produksi, bagi petani merupakan indikator utama layak tidaknya teknologi tersebut di tingkat petani. Peningkatan produksi dirasakan oleh hampir seluruh petani Primatani yang menerapkan teknologi PTT. Pemberdayaan pada tahap ini lebih pada satu ukuran hasil dari dampak penerapan teknologi terhadap tingkat keberdayaan petani. Secara kuantitatif, kemandirian material diukur dari kontribusi penerapan PTT padi pada tingkat petani terhadap perubahan peningkatan produksi. Kemandirian material petani dikatakan rendah jika tanggapan dari petani yang telah melaksanakan teknologi PTT memperoleh skor 1 – 1,66, dikatakan kurang jika tanggapan dari petani memperoleh skor 1,67 – 2,33 dan dikatakan tinggi jika tanggapan petani memperoleh skor 2,34 – 3,00. 82
Hasil penelitian (Tabel 33) menunjukkan bahwa kemandirian petani yaitu kemandirian material, sebagian besar petani responden 88,9 persen masuk dalam kategori cukup. Hanya 3,7 persen yang masuk pada kategori tinggi dan 7,4 persen masuk dalam kategori rendah. Tabel 33. Kemandirian material petani PTT padi di Desa Citarik, 2009 No. 1. 2. 3.
Kategori Kemandirian Material Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Jumlah petani (jiwa) 1 24 2 27
Persentase (%) 3,7 88,9 7,4 100,0
Petani yang termasuk dalam kategori cukup dalam kemandirian material mengatakan bahwa dengan adanya Primatani mereka telah terdorong untuk berusaha meningkatkan hasil usahatani, mampu mengelola modal usahatani yang ada untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan cara mengefisienkan input usahatani. Mereka telah merasakan teknologi PTT padi telah dapat meningkatkan produksi hasil dibandingkan dengan cara biasa yang mereka lakukan sebelum adanya Primatani yang berakhir pada peningkatan pendapatan usahatani. Selain itu mereka telah mampu melakukan diversifikasi usaha dengan cara bergabung dengan gapoktan yang menjual hasil panen dalam bentuk beras. Bentuk kemandirian petani pada tingkat kelompok di Desa Citarik terkait dengan usahatani padi ditunjukkan dengan telah terbentuknya unit usaha Gapoktan dan terbentuknya agroindustri padi. Berikut gambaran kemandirian petani di Desa Citarik setelah dilaksanakannya program Primatani. Terbentuknya Usaha Gapoktan Sri Tani Gapoktan Sri Tani merupakan gabungan dari empat kelompoktani, dua kelompok ternak, satu kelompok jamur merang, dan satu kelompok wanita tani. Keempat kelompoktani tersebut adalah Sri Maju 1, Sri Maju 2, Sri Mulya Sejati, dan Sri Subur. Kelompok jamur merang adalah Cipta Karya, sedangkan kelompok wanita tani adalah Dewi Sri.
83
PEMBINA (PEMDA, DINAS, BPTP, BALIT, SWASTA) KLINIK AGRIBISNIS
BIDANG INPUT PRODUKSI :
•Saprodi •Alsintan •Pengairan •Jasa tanam •Benih
SEKRETARIS BENDAHARA
KETUA GAPOKTAN
BIDANG PRODUKSI
BIDANG PASCA PANEN
BIDANG PEMASARAN
Kelompok tani (padi, sayuran, ternak) : • S Maju 1 • S Maju 2 • S Subur • S Mulya • Dewi Sri • Cipta Karya • Regu PHT
Gambar 7. Struktur organisasi Gapoktan Sri Tani (Sumber : Laporan Tahunan BPTP Jawa Barat, 2008)
Pembentukan Gapoktan ditujukan guna membantu kelompoktani dalam berkoordinasi dengan berbagai lembaga ataupun kepentingan, baik di dalam maupun di luar Desa Citarik. Gapoktan menjadi wahana belajar, kerjasama dan usaha. Gapoktan sudah memiliki AD/ART yang disyahkan oleh Dinas Pertanian. Usaha produktif Gapoktan telah memberikan kontribusi keuntungan yang berarti bagi keberlangsungan Gapoktan. Saat ini baru usaha produktif kios sarana produksi, usaha pemasaran beras Gapoktan, dan benih Gapoktan yang telah berjalan baik dan memberikan kontribusi keuntungan ke Gapoktan. Gapoktan mengkoordinir kerjasama antar kelompok-kelompok dan antar kelompok dengan mitra usaha yang ada di Desa Citarik dan sekitarnya.
84
Usaha Unit Bibit Jamur GAPOKTAN
Dedak
Usaha Unit Penangkaran benih padi GAPOKTAN Usaha Unit Penggilingan Padi GAPOKTAN
Modal
Modal
Modal
Koperasi Gabah
Yarnen/tunai Kel. ternak Modal
Kotoran Tujuan = Citarik dapat memenuhi Kebutuhan saprodi sendiri secara mandiri
Usaha Unit Kios Saprodi GAPOKTAN
Kel.Tani Padi/sayuran /palawija Saprodi Jeram
Limbah media
Swasta (Pupuk, pestisida, benih)
Kel.Tani Jamur
Gambar 8. Model penyediaan saprodi Primatani Citarik (Sumber : Laporan Tahunan BPTP Jawa Barat, 2008)
Kerjasama Gapoktan Sri Tani telah banyak dilakukan dengan berbagai pihak luar seperti dengan pihak produsen benih (padi, jagung), pupuk (distributor pupuk), dan pestisida (formulator pestisida), dengan instansi pemerintah dalam hal pengolahan hasil (Dinas Pertanian, swasta : PT. Bangun Citra Mandiritama), PHT (BB Padi, BPTPH Jabar), dan penangkaran benih padi (IPSB Karawang, BB Padi). Terbentuknya agroindustri padi Desa Citarik Dalam model agroindustri padi di desa Citarik (Gambar 9). Gabah yang keluar dari Desa Citarik dalam bentuk beras yang dikoordinir oleh Gapoktan. Sebelum dilaksanakannya Primatani, sebagian besar padi dijual oleh petani kepada bandar dalam bentuk gabah kering panen. Untuk meningkatkan nilai tambah padi, maka gabah dari empat kelompoktani digiling menjadi beras oleh penggilingan milik Gapoktan dengan menerapkan sistem manajemen mutu. Usaha penggilingan padi mendapatkan modal dari koperasi dan pembinaan dari petugas
85
yang terlibat dalam Primatani. Penjualan beras dikoordinir oleh Pemasaran Gapoktan untuk dijual kepada pasar atau konsumen. Klinik Agribisnis
Koperasi Modal Sri Maju 1
Pembinaan mutu
Gabah Usaha Unit Penggilingan Padi GAPOKTAN
Sri maju 2
Beras Pemasaran Gapoktan Income
Sri Mulya Sejati
Income Hasil Samping
Sri Subur
Profit Pasar/Konsumen
GAP
GMP
GDP/GR
Gambar 9. Model agroindustri padi Primatani Citarik (Sumber: Laporan Tahunan BPTP Jawa Barat, 2008)
Pemasaran beras Primatani dijual dalam bentuk kemasan guna meningkatkan nilai jual. Berdasarkan informasi dari ketua Gapoktan, pemasaran dilakukan ke industri PT Johar dan pasar induk sekitar lokasi, rumah sakit, rumah makan dan perumahan di Bandung, dan Koperasi BPTP Jabar. Gabah petani Desa Citarik dibeli oleh Gapoktan dengan pembayaran maksimal satu minggu dengan harga sedikit lebih tinggi dari pasar. Dengan demikian, yang keluar dari Desa Citarik dalam bentuk beras, dan tidak dalam bentuk gabah lagi. Menurut ketua Gapoktan, petani yang tergabung dalam anggota Gapoktan telah mempercayai hasil gabahnya untuk di pasarkan oleh Gapoktan, mereka rata-rata menilai dengan adanya Gapoktan terdapat keuntungan hasil dari penjualan gabahnya, walaupun harus menunggu satu sampai dua minggu pembayarannya. Partisipasi Pemberdayaan dan partisipasi petani merupakan dua aspek utama yang selalu dikaitkan dan menjadi fokus utama dalam proses pembangunan pertanian. Hal ini dikarenakan sebagai tujuan akhir, pemberdayaan petani merupakan target yang hendak dicapai, sedangkan partisipasi petani adalah bentuk atau alat untuk 86
mencapai tujuan dari suatu program pembangunan pertanian yang ditargetkan. Dengan demikian, dari kondisi tersebut dapat dipahami bahwa partisipasi petani dapat diartikan sebagai suatu pendekatan yang cukup strategis kedudukannya dalam mewujudkan tercapainya pemberdayaan petani di pedesaan. Pemberdayaan
(empowerment)
merupakan
strategi/upaya
untuk
memperluas akses masyarakat terhadap suatu sumberdaya ataupun program (misalnya, kebijakan pembangunan pertanian dan pedesaan) melalui penciptaan peluang yang seluas-luasnya agar masyarakat lapisan bawah (petani, misalnya) mampu berpartisipasi. Partisipasi merupakan: 1) tindakan pemekaan terhadap pihak petani untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan dalam menanggapi program pembangunan pertanian di pedesaan; 2) kontribusi sukarela dan keterlibatan aktif dari petani kepada program pembangunan pertanian tanpa ikut pengambilan kepentingan; 3) suatu proses yang aktif, dimana petani atau orang yang terkait dapat mengambil insiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal tersebut; 4) pemantapan komunikasi (dialog) antara setiap pihak terkait dalam proses pembangunan agar memperoleh informasi semaksimal mungkin mengenai konteks lokal dan dampak sosial; 5) kerjasama yang sangat erat dan saling terkait antara pemerintah (good governance) dan rakyat dalam merencanakan, melestarikan, dan memanfaatkan hasil pembangunan yang dicapai. Partisipasi petani dalam Program Primatani diukur berdasarkan rataan skor dan persentase petani anggota kelompok tani yang terlibat (berperan serta) dalam proses perencanaan, evaluasi, dan persentase petani anggota kelompok yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan. Tabel 34 Tingkat partisipasi petani dalam kegiatan PTT padi di Desa Citarik, 2009 Kriteria Partisipasi Rataan Skor*) Perencanaan 2,56 Pelaksanaan 2,67 Evaluasi 1,96 Keterangan: *)1,00 – 1,66 = rendah; 1,67 – 2,33 = sedang; 2,34 – 3,00 = tinggi
Hasil analisis secara kuantitatif (Tabel 34) terhadap ketiga jenis partisipasi petani (partisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi) dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahap perencanaan dan pelaksana kegiatan 87
ditemukan tingkat partisipasi tergolong tinggi, sedang pada tahap evaluasi kegiatan tingkat partisipasi petani rata-rata kurang. Berikut tingkat partisipasi petani dalam kegiatan pengembangan PTT Padi pada program Primatani. Partisipasi tahap perencanaan Harus diakui bahwa selama ini, peran serta masyarakat hanya dilihat dalam konteks yang sempit, artinya manusia cukup di pandang sebagai tenaga kasar untuk mengurangi biaya pembangunan. Dengan kondisi ini, partisipasi masyarakat “terbatas” pada implementasi atau penerapan program; masyarakat tidak dikembangkan dayanya menjadi kreatif dari dalam dirinya dan harus menerima keputusan yang sudah diambil “pihak luar”. Akhirnya, partisipasi menjadi bentuk yang pasif dan tidak memiliki “kesadaran kritis” (Nasdian 2003). Konsep yang baru dalam menumbuhkan daya kreatif adalah dengan menghasilkan pengertian partisipasi yang aktif dan kreatif atau seperti yang dikemukakan oleh Paul dalam Nasdian (2003) yang mengatakan bahwa keterlibatan masyarakat harus dimulai dari tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan, penikmatan hasil dan evaluasi. Partisipasi mendukung masyarakat untuk mulai “sadar” akan situasi dan masalah yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan keluar yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah mereka (memiliki kesadaran kritis). Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program Primatani di Desa Citarik telah dimulai dari proses perencanaan pengembangan program. Penyusunan rancangan Primatani di Kabupaten Karawang dilakukan dengan menerapkan metode Participatory Rural Appraisal (PRA), yang dilakukan terutama oleh BPTP Jawa Barat sebagai pelaksana program tingkat lapangan dengan masyarakat. PRA merupakan istilah yang diberikan kepada pendekatan yang menggunakan metode partisipastif dengan menekankan kepada pengetahuan lokal dan kemampuan masyarakat untuk membuat penilaian sendiri, menganalisis sendiri, dan merencanakan sendiri. PRA memfasilitasi proses saling berbagi informasi (information sharing), analisis, dan aktifitas antar stakeholders. Masyarakat Desa Citarik terlibat langsung dalam pendataan potensi, masalah
dan
peluang
pengembangan
introduksi
teknologi.
Masyarakat
menganalisis sendiri permasalahan yang dihadapinya dan menentukan sendiri 88
solusi yang harus di lakukan. Koleksi dan analisis dilakukan oleh masyarakat lokal, sedangkan pihak luar lebih sebagai fasilitator dibandingkan sebagai pengontrol kegiatan. Ciri lain dari partisipatif petani dalam perencanaan program ditunjukkan dengan keikutsertaan petani dalam pertemuan perencanaan kegiatan penyebaran teknologi PTT padi, masuk menjadi anggota peserta program PTT padi, serta menyebarluaskan informasi rencana pelaksanaan PTT kepada petani lain. Pendekatan partisipatif pada Primatani lebih pada pendekatan untuk belajar bersama (shared learning) di antara masyarakat lokal dan pihak petugas. Secara kuantitatif, Tabel 35 menunjukkan bahwa partisipasi petani pada kegiatan perencanaan pengembangan PTT padi di Primatani berada pada kategori tinggi (55,6%) dan 37,0 persen petani pada kategori sedang dan 7,4 persen petani mempunyai partipasi kategori rendah. Persentase tingkat partipasi petani dalam perencanaan pengembangan PTT padi di wilayah Primatani dapat dilihat pada Tabel 35. Tabel 35. Tingkat partipasi petani dalam perencanaan PTT, 2009 No. 1. 2. 3.
Kategori Partisipasi Perencanaan Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Jumlah petani (jiwa) 15 10 2 27
Persentasse (%) 55,6 37,0 7,4 100,0
Tingginya partisipasi dalam perencanaan pengembangan PTT terutama disebabkan karena kegiatan tersebut sebelumnya telah disosialisasikan terlebih dahulu baik di tingkat kabupaten, kecamatan sampai pada tingkat desa di mana primatani akan dikembangkan. Selain itu, perencanaan pengembangan PTT padi di Primatani melibatkan berbagai pihak terkait dengan berbagai dukungannya. Sehingga tangggapan dan respon petani untuk ikut dalam perencanaan pengembangan PTT sangat tinggi. Respon petani terhadap perencanaan PTT juga tidak terlepas dari peran media yang pernah diterpakan kepada mereka. Seperti diungkapkan oleh ketua kelompoktani Srimaju I:
89
“ Pada awalnya saya tertarik untuk mengetahui PTT karena mendapat selebaran pada saat pertemuan di Desa.”lengkapnya informasi saya dapatkan dari pa entis (PPL)” Peran dimaksud adalah peran media leaflet yang pernah diterima responden. Dimana peran media leaflet dalam hal ini menggugah petani untuk melihat adanya teknologi baru. Lebih jauh, petani memperoleh informasi secara lengkap dari media gelar teknologi dan penyuluh. Jadi terlihat bahwa media merupakan penghantar informasi kepada pengguna. Petani
mengungkapkan
bahwa
bentuk
partisipasi
mereka
dalam
perencanaan dibuktikan dengan ikut sertanya dalam acara pertemuan perencanaan kegiatan penyebaran teknologi PTT padi pada program Primatani, masuk menjadi Anggota peserta program PTT padi pada Program Primatani ikut serta dalam kegiatan awal pendataan, identifikasi potensi dan permasalahan pada lokasi melalui PRA di desa dan menyebarluaskan rencana pengembangan PTT kepada petani lain. Hal ini mereka lakukan karena rata-rata responden merupakan perwakilan dari setiap kelompoknya untuk dapat menyebarluaskan informasi rencana pengembangan PTT padi pada kelompoknya. Partisipasi Pelaksanaan Keikutsertaan petani pada pelaksanan pengembangan PTT dapat dilihat dari kehadiran dalam pertemuan kelompok, peran serta dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh program Primatani, menghadiri praktek percontohan PTT padi yang diadakan Primatani dan penerapan teknologi PTT. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani Tabel 36, kelompoktani Sri Maju I dan Sri Maju II lebih sering melakukan pertemuan kelompoktani daripada kelompoktani Sri Mulya Sejati dan Sri Subur. Rata-rata anggota yang hadir pada pertemuan kelompok berkisar antara 20 sampai 70 persen. Berikut frekuensi pertemuan dan tingkat kehadiran anggota (Tabel 36). Tabel 36. Frekuensi pertemuan kelompoktani di Desa Citarik, 2009 No. 1. 2. 3. 4.
Nama Kelompok tani Sri Maju I Sri Maju II Sri Mulya Sejati Sri Subur
Frekuensi pertemuan 6 x /musim 6 x /musim 5 x /musim 5 x /musim
Rata-rata kehadiran anggota (%) 70 45 35 20 90
Dilihat dari kehadiran anggotanya, anggota kelompoktani Sri Maju I lebih sering hadir dalam setiap pertemuan kelompok. Topik pertemuan di setiap pertemuan kelompoktani antara lain adalah mengenai teknik budidaya padi model PTT dan beberapa diskusi masalah pemupukan, penggunaan benih, dan kegiatan usahatani lainnya. Keikutsertaan petani dalam kegiatan pengembangan PTT padi, secara umum responden mengatakan bahwa mereka ikut menerapkan PTT padi karena telah yakin akan keunggulan teknologi. Pernyataan tersebut ditegaskan oleh ketua Gapoktan yang mengatakan bahwa petani ikut menerapkan teknologi setelah melihat demontrasi teknologi yang dilaksanakan pada musim MK 2006 pada lahan H. Adam, dimana saat itu teknologi PTT mampu menghasilkan 8,2 ton per ha. “Bukti bahwa teknologi PTT dapat meningkatkan hasil adalah pada saat kita melihat dan menimbang hasilnya peragaan demontrasi gelar teknologi yang dilaksanakan di lahan H. Adam” Sejak saat itu, diakui bahwa banyak para petani yang semula tidak terdaftar sebagai anggota menanyakan langsung kepada saya untuk mengetahui lebih jauh tentang PTT padi” Media dalam hal ini, telah membantu membuka cakrawala wawasan pengetahuan inovasi baru, membantu membuat keputusan yang tepat dan media membuat masyarakat menjadi aktif untuk memperoleh informasi baru. Peran lain media primatani adalah memberikan saran dan rekomendasi yang jelas tentang praktek PTT padi yang dilakukan, membimbing dalam menerapkan teknologi PTT padi dan meyakinkan untuk menerapkan teknologi PTT. Dengan demikian jelas bahwa peran dari media telah membawa dan mendorong petani untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan. Secara kuantitatif (Tabel 37) menunjukkan bahwa 66,7 persen petani dengan tingkat partisipasi petani dalam pelaksanaan tergolong tinggi, 29,6 persen dengan partisipasi sedang dan hanya 3,7 persen dengan partisipasi rendah. Responden
yang
mempunyai
tingkat
partipasi
tinggi
dalam
kegiatan
pengembangan PTT ditunjukan dengan seringnya mereka menghadiri pertemuanpertemuan kelompok, kehadiran dalam praktek percontohan PTT padi yang
91
diadakan Primatani, menerapkan teknologi PTT padi sesuai anjuran dan menginformasikan hasil pelaksanaan PTT padi kepada petugas dan petani lain. Tabel 37. Persentase tingkat partipasi petani dalam Pelaksanaan PTT padi di Desa Citarik, 2009 No. 1. 2. 3.
Kategori Partisipasi Pelaksanaan Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Jumlah petani (jiwa) 18 8 1 27
Persentase (%) 66,7 29,6 3.7 100
Partisipasi Evaluasi Evaluasi kegiatan pengembangan PTT padi di Desa Citarik sangat diperlukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai, permasalahan yang ditemui, faktor-faktor yang menjadi penghambat, dan bagaimana cara pemecahannya. Indikator yang didekati untuk melihat tingkat partisipasi para petani/masyarakat dalam evaluasi kegiatan pengembangan PTT padi di desa Citarik adalah: pengamatan responden atas pelaksanaan PTT yang diterapkan petani, kehadiran pada pertemuan evaluasi, penyampaian laporan pelaksanaan kegiatan, serta penyampaian saran dan pendapat pada evaluasi kegiatan yang biasa diadakan oleh tim Primatani. Berdasarkan hasil diskusi dengan petani responden, diperoleh informasi bahwa partisipasi petani pada tahap evaluasi pengamatan PTT masih sebatas pada lahan miliknya, akan tetapi sebagian besar petani mampu membandingkan penerapan teknologi yang benar yang sesuai dengan rekomendasi dengan tingkat penerapan petani dilapangan. Rata-rata petani telah mengetahui tingkat penerapan teknologi yang benar yang sesuai dengan rekomendasi dan mana yang tidak. Dari pengamatan saat wawancara, juga terlihat mereka mampu berdiskusi dengan orang lain tentang kelemahan dan keunggulan PTT Padi dan dituturkan oleh sebagian petani bahwa mereka telah merekomendasikan teknologi kepada petani lain di luar Desa Citarik. Dengan indikasi ini, mereka sebenarnya telah ikut berpartisipasi pada tahap penilaian suatu inovasi.
92
Tabel 38. Persentase tingkat partipasi petani dalam evaluasi PTT padi No. 1. 2. 3.
Kategori Partisipasi Evaluasi Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Jumlah petani (jiwa) 4 18 5 27
Persentase (%) 14,8 66,7 18,5 100,0
Tabel 38 menunjukkan bahwa partisipasi petani responden dalam evaluasi kegiatan pengembangan PTT padi berada pada tingkat partisipasi sedang (66,7%), dimana sebagian besar atau petani responden masih kurang aktif dalam kegiatan evaluasi.
93
Hubungan Media Komunikasi Primatani dengan Keberdayaan dan Partisipasi Petani Hubungan Karakeritik Media Leaflet dengan Keberdayaan dan Partisipasi Faktor media cetak memiliki tiga variabel, yaitu penggunaan bahasa, format penyajian, dan isi materi yang diuji dengan menggunakan analisis korelasi rank spearman terhadap variabel keberdayaan dan partisipasi petani, dengan hipotesis yang digunakan untuk setiap variabel adalah H0 = ρ = 0 dan H1 = ρ ≠ 0, dengan pengambilan keputusan adalah jika nilai-p < dari α (0,05) maka H0 ditolak (terdapat hubungan), dan jika nilai-p > dari α (0,05) maka H0 diterima (tidak terdapat hubungan). Tabel 39 menunjukkan bahwa kedua variabel dari variabel faktor media cetak, dua variabel yaitu bahasa dan isi materi leaflet memiliki hubungan signifikan (P<0,05) dengan variabel kemandirian intelektual. Kesimpulan yang dapat diambil adalah faktor media cetak yang berperan dalam kemandirian intelektual petani adalah pengunaan bahasa dan isi materi dengan nilai korelasi secara berturut-turut adalah 0,458 dan 0,523 artinya semakin baik bahasa dan isi materi yang ada dalam leaflet maka kemandirian intelektual juga akan semakin baik. Selain itu, isi materi dalam leaflet berhubungan secara signifikan dengan kemandirian petani dalam hal manajemen, artinya semakin isi materi diperlukan, maka petani akan terdorong untuk menerapkan teknologi baru. Variabel format penyajian dianggap tidak berperan terhadap variabel kemandirian intelektual petani, kemandirian manajemen dan kemandirian material petani. Tabel 39 berikut memperlihatkan skor korelasi faktor media cetak terhadap keberdayaan petani. Tabel 39. Hubungan karakteristik media leaflet dengan kemandirian petani, 2009 No.
Faktor Media Cetak Leaflet
Keberdayaan Petani (Kemandirian) Intelektual
Manajemen
Material
1. Bahasa
,458*
,279
,242
2. Format Penyajian
,256
,227
,116
3. Isi Materi
,523**
,418*
,292
Keterangan:
** *
Korelasi pada taraf sangat nyata 0,01 Korelasi pada taraf nyata 0,05
94
Tabel 40. Hubungan karakteristik media leaflet dengan partisipasi petani, 2009 No. Faktor Media Cetak Leaflet 1. Bahasa 2. Format Penyajian 3. Isi Materi
Perencanaan ,221 ,422 ,265
Partisipasi Petani Pelaksanaan ,470* ,373 ,463*
Evaluasi ,041 ,332 ,317
Keterangan: * Korelasi pada taraf nyata 0,05
Pada korelasi antara karakteristik media cetak leaflet dengan partisipasi petani (Tabel 40), hanya variabel bahasa dan isi materi yang mempunyai hubungan signifikan dengan partispasi petani pada tahap pelaksanaan. Artinya semakin bahasa dimengerti dan semakin isi materi leaflet dibutuhkan petani maka partisipasi petani untuk melaksanakan PTT padi akan semakin tinggi. Variabel lain dari karateristik media leaflet tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan partisipasi petani baik dalam perencanaan maupun evaluasi. Hubungan Karakteristik Media Gelar Teknologi dengan Keberdayaan dan Partisipasi Petani Karakteristik media gelar teknologi yang diamati pada penelitian ini meliputi: keuntungan relatif penggunaan media, kesesuaian penggunaan media, kerumitan penerapan media, kemudahan diujicoba ditempat lain dan kemudahan diamati penggunaan media. Tabel 41 menunjukkan bahwa kesesuaian penggunaan media dan kemudahan diujicoba berhubungan dengan ketiga variabel keberdayaan yaitu kemandirian intelektual, kemandirian manajemen dan kemandirian material. Artinya semakin gelar teknologi sesuai dan mudah diujicoba untuk dilaksanakan maka kemandirian intelektual, kemandirian manajemen dan kemandirian material petani akan semakin meningkat. Ini menunjukkan bahwa kesesuaian dan kemudahan diujicoba media pada kondisi setempat, berhubungan dengan keberdayaan petani dalam memahami dan menerapkan pesan yang disampaikan. Tabel 41 Hubungan media gelar teknologi dengan kemandirian petani, 2009 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Faktor Media Gelar Teknologi SL-PTT Keuntungan Relatif Kesesuaian Penggunaan Kerumitan Penggunaan Kemudahan Ujicoba Kemudahan Diamati
Keberdayaan Petani (Kemandirian) Intelektual Manajemen Material ,471* ,311 ,348 ,572** ,461* ,391* ,424* ,413* ,235 ,455* ,398* ,488* ,348 ,321 ,577*
95
Keterangan:** Korelasi pada taraf sangat nyata 0,01 * Korelasi pada taraf nyata 0,05
Variabel tingkat kerumitan penggunaan media berhubungan dengan kemandirian intelektual dan kemandirian manajemen. Artinya semakin rendah tingkat kerumitan penggunaan media gelar teknologi maka semakin dapat meningkatkan kemandirian intelektual dan kemandirian manajemen petani. Ini menunjukkan bahwa pemanfaatan media berhubungan dengan kesesuaian penggunanya. Pesan yang disampaikan sumber melalui media yang tidak rumit akan dapat dengan mudah dipahami oleh sasarannya. Dengan demikian, sumber dalam menyampaikan pesannya haruslah dapat memanfaatkan media-media yang mudah dipahami dan dimengerti oleh sasarannya. Keuntungan relatif penggunaan media gelar teknologi hanya berhubungan signifikan dengan kemandirian intelektual petani. Artinya semakin media gelar teknologi memiliki keuntungan relatif yang lebih baik dari media lain, maka semakin cepat proses kemandirian intelektual petani untuk berkembang. Variabel lain yang hanya mempunyai satu hubungan dengan variabel kemandirian adalah tingkat kemudahan diamati yang hanya berhubungan dengan kemandirian material. Artinya semakin media gelar teknologi mudah diamati oleh petani maka petani akan lebih bisa mempraktekan teknologi dan lebih berpeluang untuk meningkatkan hasil produksinya. Tabel 42 menunjukkan bahwa karakteristik media gelar teknologi yang mempunyai hubungan secara signifikan dengan partisipasi petani dalam perencanaan adalah variabel keuntungan relatif, tingkat kerumitan penggunaan media, kemudahan diujicoba dan tingkat kemudahan diamati penerapan media gelar teknologi. Artinya semakin media gelar teknologi mempunyai keuntungan relatif lebih dibandingkan media lain, maka semakin tinggi partisipasi petani dalam merencanakan pengembangan teknologi pada lahan usahataninya. Tabel 42. Hubungan karakteristik media gelar teknologi dengan partisipasi petani, 2009 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Faktor Media Gelar Teknologi SL-PTT Keuntungan Relatif Media Kesesuaian Penggunaan Media Kerumitan Penggunaan Media Kemudahan Ujicoba Media Kemudahan Diamati Media
Perencanaan ,494* ,271 ,481* ,454* ,418*
Partisipasi Petani Pelaksanaan ,459* ,554* ,497* ,432* ,326
Evaluasi ,334 ,346 ,231 ,214 ,414*
96
Keterangan: ** Korelasi pada taraf sangat nyata 0,01 * Korelasi pada taraf nyata 0,05
Rendahnya tingkat kerumitan penerapan media gelar teknologi akan meningkatkan partisipasi petani dalam merencanakan pengembangan PTT padi. Pesan yang disampaikan melalui media yang tidak rumit akan lebih mudah dipahami oleh petani, petani akan termotivasi untuk merencanakan penerapan teknologi baru setelah sebelumnya memahami terlebih dahulu isi pesannya. Kemudahan diujicoba dan kemudahan diamati penerapan media gelar teknologi juga mempengaruhi petani dalam merencanakan pengembangan PTT padi pada lahan usahataninya. Pesan yang disampaikan melalui media yang mudah diujicoba dan sesuai dengan kondisi setempat, akan memotivasi petani untuk melaksanakan penerapan teknologi. Variabel dari karakteristik media gelar teknologi (Tabel 42) yang mempunyai hubungan dengan partisipasi petani dalam pelaksanaan penerapan PTT padi adalah keuntungan relatif penggunaan media, kesesuaian penggunaan media, kerumitan penerapan media dan kemudahan ujicoba. Artinya media yang mempunyai tingkat keuntungan relatif lebih dibandingkan dengan media lain akan berpengaruh secara signifikan terhadap partisipasi petani dalam pelaksanaan. Kesesuaian penerapan media juga akan mempengaruhi petani untuk dapat melaksanakan PTT padi. Semakin rendah tingkat kerumitan penerapan media berpengaruh terhadap partisipasi petani dalam melaksanakan teknologi. Selain itu kemudahan diujicoba media gelar teknologi akan mempengaruhi petani dalam melaksanakan teknologi. Artinya pesan yang disampaikan melalui media yang lebih mudah untuk diujicoba, lebih berpeluang untuk dapat dipraktekan oleh petani. Hubungan Faktor Media Penyuluh dengan Keberdayaan dan Partisipasi Petani Karakteristik media Penyuluh yang diamati pada penelitian ini meliputi: penguasaan materi, kepercayaan diri, keaktifan dan konsistensi penyuluh. Tabel 43 menunjukkan bahwa penguasaan materi penyuluh berhubungan nyata dengan ketiga variabel keberdayaan yaitu kemandirian intelektual, kemandirian manajemen dan kemandirian material. Artinya penguasaan materi oleh penyuluh menjadi variabel penting yang harus diperhatikan oleh sumber teknologi dalam 97
meningkatkan keberdayaan petani. Semakin penyuluh mempunyai penguasaan materi yang baik maka intelektual petani akan semakin bertambah. Penguasaan materi yang dimiliki penyuluh juga akan mempengaruhi
petani untuk dapat
memilih dan menerapkan teknologi yang terbaik pada lahan usahataninya. Tabel 43. Hubungan karakteristik penyuluh dengan kemandirian petani, 2009 No. Faktor Media Penyuluh 1. 2. 3. 4.
Penguasaan materi Kepercayaan diri Keaktifan Konsistensi
Keterangan: * Korelasi pada taraf nyata 0,05
Keberdayaan Petani (Kemandirian) Intelektual Manajemen Material ,540* ,448* ,443* ,254 ,314 ,064 ,595* ,373 ,200 ,419* ,542* ,234
Dengan penguasaan materi penyuluh yang baik juga akan lebih memungkinkan petani untuk menerapkan teknologi dan petani akan lebih berpeluang untuk meningkatkan pendapatan dari hasi usahataninya. Variabel yang berhubungan secara signifikan dengan kemandirian intelektual dan kemandirian manajemen petani adalah variabel konsistensi. Artinya konsistensi penyuluh dalam program pengembangan PTT padi juga berpengaruh terhadap kemandirian intelektual dan manajemen petani. Artinya konsistensi penyuluh dalam penyebaran informasi mengenai PTT padi akan menjadikan petani semakin mengetahui dan mampu melakukan satu perubahan usahatani padi kearah yang lebih baik dengan memilih alternatif teknologi yang direkomendasikan. Variabel lain yang berhubungan dengan hanya satu variabel keberdayaan (kemandirian intelektual) petani adalah variabel tingkat keaktifan. Artinya semakin penyuluh aktif dalam memberikan informasi PTT padi kepada petani maka akan menjadikan petani semakin berkembang intelektualnya khususnya dalam penguasaan teknologi PTT padi. Tabel 44. Hubungan karakteristik penyuluh dengan partisipasi petani, 2009
No. Faktor Media Penyuluh 1. 2. 3. 4.
Penguasaan Informasi Kepercayaan Diri Keaktifan Konsistensi
Keterangan:
*
Perencanaan ,404* ,238 ,411* ,441*
Partisipasi Petani Pelaksanaan ,534* ,400* ,462* ,566*
Evaluasi ,392* ,054 ,217 ,415*
Korelasi pada taraf nyata 0,05
98
Tabel 44 menunjukkan bahwa penguasaan materi dan konsistensi penyuluh berhubungan signifikan (p>0,05) dengan ketiga variabel partisipatif (perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi). Artinya penguasaan materi yang dimiliki oleh penyuluh berpengaruh terhadap partisipasi petani secara keseluruhan. Semakin penguasaan materi yang dimiliki penyuluh baik, maka partisipasi petani untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pengembangan penerapan PTT padi akan semakin meningkat. Selain itu, semakin konsisten penyuluh dalam menyampaikan informasi, maka tingkat partisipasi petani dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pengembangan PTT padi akan semakin tinggi. Variabel
karakteristik
penyuluh
(keaktifan)
berhubungan
dengan
partisipasi petani dalam perencanaan dan pelaksanaan. Artinya keaktifan penyuluh dalam menyebarkan teknologi PTT padi berpengaruh terhadap partisipasi petani dalam merencanakan dan melaksanakan teknologi PTT padi. Semakin aktif penyuluh dalam menyebarkan teknologi maka petani akan semakin termotivasi untuk berperan aktif dalam merencanakan dan melaksanakan teknologi. Variabel kepercayaan diri hanya berhubungan dengan partisipasi petani dalam pelaksanaan penerapan teknologi. Artinya kepercayaan diri penyuluh berpengaruh terhadap pelaksanaan penerapan teknologi oleh petani. Semakin percaya diri penyuluh dalam menginformasikan teknologi maka semakin meyakinkan petani untuk melaksanakan teknologi. Hubungan yang sebagian besar signifikan antara penyuluh dengan keberdayaan dan partisipasi petani lebih disebabkan petani melakukan komunikasi atau berinteraksi langsung dengan penyuluh dalam mendapatkan informasi terkait dengan usahatani sejak pertama kali teknologi PTT padi disosialisasikan sampai teknologi itu direkomendasikan untuk menjadi alternatif perbaikan teknologi yang biasa dilaksanakan oleh petan. Terkait dengan persepsi petani tentang penyuluh sangat penting untuk diketahui karena penyuluh adalah petugas yang terlibat langsung dalam menyosialisasikan Primatani kepada petani. Informasi yang disampaikan oleh penyuluh harus dapat dipahami dan diterima oleh petani. Persepsi petani tentang penyuluh yang baik akan menyebabkan penerimaan yang baik pula terhadap informasi yang disampaikannya. 99
Menurut petani, penyuluh yang ditugaskan dalam program Primatani dianggap terampil dan menguasai dalam rangka menyosialisasikan PTT padi kepada petani. Penggunaan bahasa yang mudah dimengerti, bahasa yang tidak terlalu ilmiah disesuaikan dengan tingkat pemahaman petani, berbicara jelas saat berkomunikasi dengan petani memungkinkan petani untuk lebih memahami dan melaksanakan teknologi anjuran. Selain itu, penyuluh membuka diri agar petani merasa lebih dekat dan akrab agar dapat menyesuaikan diri dengan sistem sosial budaya setempat artinya cara ataupun informasi yang disampaikan oleh penyuluh tidak melanggar norma yang berlaku pada masyarakat setempat.
100