21
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari pengamatan diferensial leukosit pada mencit yang diinfeksi dengan P.berghei setelah pemberian ekstrak akar kayu kuning (C. fenestratum) dengan pelarut etanol yaitu sebagai berikut: Netrofil Berdasarkan Tabel 2 dan Gambar 9, persentase netrofil ketiga perlakuan E1, E2, dan E3 setiap harinya menunjukkan persentase yang lebih rendah dibanding pada perlakuan KN. Pada perlakuan E1, hari ke-1 menunjukkan penurunan dan persentase yang terendah dibandingkan perlakuan E2, E3, dan KP yakni 41.67%, sedangkan pada hari ke-2 hingga hari ke-7 menunjukkan peningkatan. Pada perlakuan E2, hari ke-1 menunjukkan persentase yang lebih tinggi dibanding E1, E3, dan KP yaitu sebesar 49.27%. Perlakuan E2 dan E3 mulai hari ke-3 hingga hari ke-7 menunjukkan peningkatan tetapi lebih rendah dibandingkan dengan KN. 70
Persentase
60 50
KN KP EI EII EIII
40 30 20 10 0 0
1
2 3 4 Hari pengamatan ke‐
7
Gambar 9 Rata-rata persentase netrofil pada mencit yang dinfeksi P.berghei setelah pemberian ekstrak etanol akar kayu kuning (C. fenestratum). KN: Kontrol negatif, KP: Kontrol positif, E1: Ekstrak pelarut etanol dosis 0.625 mg/25 gr BB, E2: Ektrak pelarut etanol dosis 1.25 mg/25 gr BB, E3: Ekstrak pelarut etanol dosis 3.75 mg/25 gr BB.
Persentase netrofil dari semua perlakuan lebih rendah dibandingkan KN pada semua hari pengamatan karena tingkat parasitemia pada semua perlakuan lebih tinggi dari KN. Menurut penelitian sebelumnya menyatakan bahwa tingkat parasitemia pada KN lebih rendah dari pada ketiga kelompok perlakuan (Kusuma 2011), sehingga netrofil yang dihasilkan lebih rendah pada kelompok perlakuan dikarenakan proses fagositosis parasit yang tinggi. Menurut Tizard (1988), netrofil
22
merupakan garis pertahanan pertama namun memiliki cadangan energi yang terbatas sehingga tidak mampu bertahan lama. Selain itu juga mungkin karena pengaruh ektrak etanol kayu kuning (C. fenestratum) yang lebih dominan mengandung alkaloid, flavonoid, phenol hidroquinon yang dapat menekan jumlah P. berghei (Kusuma 2011). Menurut Kumar et al (2007), alkaloid yang banyak terdapat di dalam C. fenestratum yaitu berberin yang berfungsi sebagai antiinflamasi dan antimikroba. Adanya pengaruh berberin ini, menyebabkan jumlah netrofil yang ada ditekan. Pengaruh berberin dalam tiap dosis ekstrak memiliki efektifitas yang berbeda. Pada perlakuan E1 mulai terjadi penurunan pada hari ke-1, sedangkan pada perlakuan E2 dan E3 mulai terlihat pengaruhnya pada hari ke-2.
Tabel 2 Rata-rata persentase netrofil pada mencit yang dinfeksi P.berghei setelah pemberian ekstrak etanol akar kayu kuning (C. fenestratum) dosis bertingkat Pengamatan hari ke...(setelah pemberian ekstrak) Perlakuan 0 1 2 3 4 7 KN 53.89 ± 8.03defgh 52.44 ± 8.11cdefgh 54.45 ± 6.87defgh 57.01 ± 8.06efgh 59.89 ± 3.83gh 61.67 ± 4.71h KP 55.60 ± 6.63efgh 46.20 ± 9.16abcde 41.73 ± 9.03abc 43.00 ± 10.39abcd 53.08 ± 10.84cdefgh 61.50 ± 4.12h abcdefg abc abcdef abcde efgh 41.67 ± 5.41 47.17 ± 3.18 45.97 ± 5.70 55.50 ± 8.51 56.67 ± 6.11efgh EI 49.00 ± 7.79 abcd abcdefg abcde abcde defgh E2 42.93 ± 11.00 49.27 ± 11.80 45.53 ± 7.65 46.40 ± 5.38 53.87 ± 7.45 58.44 ± 5.04fgh abcdefg abc a ab bcdefgh E3 48.27 ± 10.65 41.80 ± 10.96 38.42 ± 5.83 40.67 ± 7.81 50.67 ± 3.77 59.11 ± 3.03gh Keterangan: Huruf superscrip yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf p.0,05 (KN: Kontrol negatif, KP: Kontrol positif, EI: Ekstrak pelarut etanol dosis 0.625 mg/25 gr BB, E2: Ektrak pelarut etanol dosis 1.25 mg/25 gr BB, E3: Ekstrak pelarut etanol dosis 3.75 mg/25 gr BB).
Tabel 3 Rata-rata persentase eosinofil pada mencit yang dinfeksi P.berghei setelah pemberian ekstrak etanol akar kayu kuning (C. fenestratum) dosis bertingkat Pengamatan hari ke...(setelah pemberian ekstrak) Perlakuan 0 1 2 3 4 7 KN 0.44 ± 0.54 0.55 ± 0.49 0.67 ± 0.47 0.56 ± 0.36 0.67 ± 0.47 0.44 ± 0.14 KP 0.40 ± 0.55 0.27 ± 0.43 0.53 ± 0.38 0.93 ± 1.04 0.25 ± 0.28 1.00 ± 0.00 EI 0.60 ± 0.68 0.53 ± 0.56 0.00 ± 0.00 0.50 ± 0.55 1.17 ± 0.90 0.45 ± 0.27 E2 0.47 ± 0.69 0.20 ± 0.18 0.07 ± 0.15 0.33 ± 0.47 0.07 ± 0.15 0.67 ± 0.63 E3 0.60 ± 0.55 0.60 ± 0.28 0.75 ± 0.28 0.44 ± 0.14 0.55 ± 0.27 0.33 ± 0.24 Keterangan: (KN: Kontrol negatif, KP: Kontrol positif, EI: Ekstrak pelarut etanol dosis 0.625 mg/25 gr BB, E2: Ektrak pelarut etanol dosis 1.25 mg/25 gr BB, E3: Ekstrak pelarut etanol dosis 3.75 mg/25 gr BB).
24
Eosinofil Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 10, hasil persentase eosinofil ini tidak berbeda nyata dari semua perlakuan. Namun pada perlakuan EI, hari ke-2 persentase eosinofil cenderung menurun bahkan tidak terdapat eosinofil, mulai hari ke-3 menunjukkan peningkatan dan hari ke-4 menunjukan persentase yang tertinggi dibandingkan semua perlakuan yaitu 1.17%. Perlakuan E1, hari ke-7 menunjukkan penurunan kembali. Perlakuan E2, mulai hari ke-1 hingga hari ke-4 menunjukkan penurunan dan hari ke ke-7 menunjukkan peningkatan yang merupakan persentase tertinggi dari pada semua perlakuan pemberian ekstrak yaitu sebesar 0.67%. Pada perlakuan E3, hari ke-1 menunjukkan persentase yang tetap namun lebih tinggi dibandingkan semua perlakuan, pada hari ke-2 menunjukkan peningkatan sebesar 0.75% dan menurun mulai hari ke-3 hingga hari ke-7 menunjukkan persentase terendah dibandingkan semua perlakuan yaitu sebesar 0.33%. 1,4
Persentase
1,2 KN
1
KP
0,8 0,6
EI
0,4
EII
0,2
EIII
0 0
1
2 3 4 Hari pengamatan ke‐
7
Gambar 10 Rata-rata eosinofil pada mencit yang dinfeksi P.berghei setelah pemberian ekstrak etanol akar kayu kuning (C. fenestratum). KN: Kontrol negatif, KP: Kontrol positif, EI: Ekstrak pelarut etanol dosis 0.625 mg/25 gr BB, E2: Ektrak pelarut etanol dosis 1.25 mg/25 gr BB, E3: Ekstrak pelarut etanol dosis 3.75 mg/25 gr BB.
Persentase pada eosinofil menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini dikarenakan pada infeksi Plasmodium, eosinofil tidak terlalu berperan penting. Sesuai dengan pendapat Rothenberg (1998), kejadian eosinofilia di dunia umumnya terjadi akibat adanya infeksi dari parasit cacing. Begitu pula menurut Tizard (1988), eosinofil tidak seefisien netrofil dalam fagositosis, namun eosinofil ini cocok untuk menyerang dan menghancurkan larva cacing. Penurunan
25
persentase eosinofil pada perlakuan E1 hari ke-2, E2 hari ke-2 dan ke-4, serta E3 hari ke-7 karena ekstrak etanol C. fenestratum yang menghambat produksi eosinofil. Menurut Sudharshan et al. (2010) bahwa kandungan flavonoid dalam C. fenestratum berperan dalam aktifitas antiinflamasi. Persentase eosinofil yang tinggi pada perlakuan E1 hari ke-4, E2 hari ke-7, dan E3 hari ke-2 dibandingkan dengan perlakuan KN terjadi karena pengaruh meningkatnya jumlah parasitemia yang merangsang tubuh untuk memproduksi eosinofil. Menurut Tizard (1988), secara umum antibodi yang ada di dalam tubuh membantu mengontrol jumlah parasit dalam aliran darah. Monosit Berdasarkan Tabel 4 dan Gambar 11, persentase monosit antara perlakuan E1, E2 dan E3 pada hari pengamatan menunjukan tidak berbeda nyata, namun ketiga perlakuan tersebut menunjukkan persentase yang lebih rendah dibanding pada perlakuan KN dan KP sejak hari ke-2 dan berbeda nyata terhadap KP pada hari ke-7. Perlakuan E1, hari ke-1 hingga ke-2 menunjukkan persentase terendah dibandingkan semua perlakuan sedangkan mulai hari ke-3 hingga hari ke-4 menunjukkan peningkatan kembali dan pada hari ke-7 menunjukkan penurunan. Perlakuan E2, hari ke-2 hingga ke-4 menunjukkan penurunan, bahkan hari ke-4 persentasenya terendah dibandingkan semua perlakuan, sedangkan hari ke-7 menunjukkan peningkatan kembali. Perlakuan E3, pada hari ke-2 hingga ke-7 menunjukkan penurunan bahkan pada hari ke-3 dan ke-4 berbeda nyata dengan KN.
26
6
Persentase
5 KN
4
KP
3
EI
2
EII
1
EIII
0 0
1
2 3 4 Hari pengamatan ke‐
7
Gambar 11 Rata-rata monosit pada mencit yang dinfeksi P.berghei setelah pemberian ekstrak etanol akar kayu kuning (C. fenestratum). KN: Kontrol negatif, KP: Kontrol positif, EI: Ekstrak pelarut etanol dosis 0.625 mg/25 gr BB, E2: Ektrak pelarut etanol dosis 1.25 mg/25 gr BB, E3: Ekstrak pelarut etanol dosis 3.75 mg/25 gr BB.
Pada masing-masing ekstrak E1, E2, dan E3 pada hari ke-2 hingga ke-7 menunjukkan persentase yang rendah dibandingkan KN. Hal tersebut mungkin kandungan berberin dalam ekstrak C. fenestratum menekan produksi monosit. Berberin dapat menghambat produksi interleukin-8 (IL-8) dan monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1) yang diinduksikan oleh IL-1β atau tumor necrotic factor-α (TNFα) (Cui et al. 2006). Menurut Ganong (2002), baik IL-1β, IL-8, MCP-1 dan TNFα merupakan sitokin dalam tubuh, sitokin tersebut berperan dalam mengatur respon imun dan pengaktifan fagositosis. Penurunan persentase monosit ini juga dapat dikaitkan dengan peningkatan persentase limfosit yang mengeluarkan limfokin berlebih. Menurut Tizard (1988) limfosit dapat mengeluarkan zat yaitu limfokin yang salah satu perannya mencegah migrasi dari makrofag.
Tabel 4 Rata-rata persentase monosit pada mencit yang dinfeksi P.berghei setelah pemberian ekstrak etanol akar kayu kuning (C. fenestratum) dosis bertingkat Pengamatan hari ke...(setelah pemberian ekstrak) Perlakuan 0 1 2 3 4 7 abcde abcde abcde cdef ef KN 3.44 ± 1.57 3.45 ± 1.11 3.67 ± 1.25 4.67 ± 0.85 4.89 ± 0.68 3.78 ± 1.19abcdef abcdef abcdef def abcdef abcde KP 4.27 ± 1.32 3.87 ± 0.73 4.80 ± 1.17 4.20 ± 1.12 3.75 ± 1.32 5.67 ± 0.24f abcdef abc a abcde abcdef EI 4.20 ± 1.77 2.73 ± 1.53 2.33 ± 0.24 3.34 ± 1.90 3.91 ± 1.72 3.22 ± 2.11abcde abce abcdef abcd ab a 3.80 ± 0.87 2.87 ± 1.95 2.67 ± 1.45 2.53 ± 0.90 3.22 ± 0.49abcde E2 3.33 ± 1.11 abcde bcdef abcde a a E3 3.47 ± 1.66 4.60 ± 1.52 3.67 ± 1.31 2.56 ± 0.54 2.56 ± 0.36 2.33 ± 0.47a Keterangan: Huruf superscrip yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf p.0,05 (KN: Kontrol negatif, KP: Kontrol positif, EI: Ekstrak pelarut etanol dosis 0.625 mg/25 gr BB, E2: Ektrak pelarut etanol dosis 1.25 mg/25 gr BB, E3: Ekstrak pelarut etanol dosis 3.75 mg/25 gr BB).
Tabel 5 Rata-rata persentase limfosit pada mencit yang dinfeksi P.berghei setelah pemberian ekstrak etanol akar kayu kuning (C. fenestratum) dosis bertingkat Pengamatan hari ke...(setelah pemberian ekstrak) Perlakuan 0 1 2 3 4 7 KN 42.22 ± 7.26abcdefgh 43.33 ± 8.38bcdefgh 40.89 ± 6.64abcdef 37.77 ± 7.43abc 34.45 ± 3.30ab 34.11 ± 5.20ab KP 39.66 ± 5.93abcde 49.67 ± 8.80defghi 52.87 ± 8.71ghi 51.66 ± 10.88fghi 42.92 ± 1.06abcdefgh 31.84 ± 4.36a cdefghi i efghi cdefghi abcde 55.93 ± 5.56 50.50 ± 3.20 48.92 ± 6.59 39.34 ± 7.24 41.55 ± 6.78abcdefg EI 46.20 ± 6.41 cdefghi cdefghi fghi efghi bcdefgh E2 53.27 ± 11.50 46.67 ± 2.50 51.53 ± 6.56 50.53 ± 5.02 43.53 ± 7.17 37.67 ± 4.02abc hi ghi i i cdefghi E3 47.67 ± 10.63 53.00 ± 11.21 57.17 ± 6.83 56.22 ± 7.93 46.22 ± 4.36 38.22 ± 2.91abcd Keterangan: Huruf superscrip yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf p.0,05 (KN: Kontrol negatif, KP: Kontrol positif, EI: Ekstrak pelarut etanol dosis 0.625 mg/25 gr BB, E2: Ektrak pelarut etanol dosis 1.25 mg/25 gr BB, E3: Ekstrak pelarut etanol dosis 3.75 mg/25 gr BB).
28
Limfosit Berdasarkan Tabel 5 dan Gambar 12, umumnya perlakuan E1, E2, E3 menunjukkan persentase limfosit yang lebih tinggi dibandingkan dengan KN. Perlakuan E1, hari ke-1 menunjukkan persentase yang tinggi dan berbeda nyata dengan KN yaitu sebesar 55.93%, namun mulai hari ke-4 nyata menurun dibandingkan hari ke-1. Perlakuan E2, hari ke-1 menunjukkan penurunan, namun pada hari ke-2 dan ke-3 menunjukkan peningkatan kemudian menunjukkan penurunan kembali hingga hari ke-7. Perlakuan E3, hari ke-1 menunjukkan peningkatan yang berlangsung hingga hari ke-3 dan berbeda nyata dengan KN, namun pada hari ke-4 hinga ke-7 mengalami penurunan. 70
Persentase
60 50
KN
40
KP
30
EI
20
EII
10
EIII
0 0
1
2 3 4 Hari pengamatan ke‐
7
Gambar 12 Rata-rata limfosit pada mencit yang dinfeksi P.berghei setelah pemberian ekstrak etanol akar kayu kuning (C. fenestratum). KN: Kontrol negatif, KP: Kontrol positif, EI: Ekstrak pelarut etanol dosis 0.625 mg/25 gr BB, E2: Ektrak pelarut etanol dosis 1.25 mg/25 gr BB, E3: Ekstrak pelarut etanol dosis 3.75 mg/25 gr BB.
Tingginya persentase limfosit pada perlakuan E1, E2, dan E3 dibandingkan KN terjadi karena pengaruh kandungan zat yang terdapat dalam ekstrak etanol C. fenestratum yang dapat menggertak tubuh untuk memproduksi limfosit. Menurut Wongbutdee (2009), C. fenestratum ini mengandung berberin yang berfungsi sebagai imunostimulator, sehingga merangsang untuk memproduksi limfosit di dalam darah. Peningkatan limfosit ini berbeda tergantung dosis perlakuannya seperti pada E1 mulai meningkat pada hari ke-1, E2 dan E3 mulai meningkat pada hari ke-2. Adanya penurunan persentase pada hari ke-3 hingga hari ke-7 mungkin karena jumlah parasit yang menginfeksi sudah berkurang, sehingga limfosit yang
29
dihasilkan juga sedikit. Sejalan dengan penelitian sebelumnya yakni jumlah parasitemia pada hari ke-7 menunjukkan penurunan baik pada ekstrak E1, E2 maupun E3 (Kusuma 2011). Basofil Berdasarkan Tabel 6 dan Gambar 13, tiap perlakuan EI, E2, dan E3 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Pada perlakuan E1, hari ke-1 mengalami peningkatan yaitu sebesar 0.13% kemudian mengalami penurunan. Perlakuan E2, hari ke-1 menunjukkan peningkatan sebesar 0.07% dan puncaknya terjadi pada hari ke-4 yaitu 0.20%, kemudian mengalami penurunan pada hari ke-7. Pada perlakuan E3, hari ke-1 menunjukkan perbedaan yang nyata dan lebih rendah dibandingkan dengan KN. Perlakuan E3, pada hari ke-3 baru menunjukkan peningkatan sebesar 0.11% kemudian menurun kembali sampai hari ke-7. 0,3
Persentase
0,25 KN
0,2
KP
0,15
EI
0,1
EII
0,05
EIII
0 0
1
2 3 4 Hari pengamatan ke‐
7
Gambar 13 Rata-rata basofil pada mencit yang dinfeksi P.berghei setelah pemberian ekstrak etanol akar kayu kuning (C. fenestratum). KN: Kontrol negatif, KP: Kontrol positif, EI: Ekstrak pelarut etanol dosis 0.625 mg/25 gr BB, E2: Ektrak pelarut etanol dosis 1.25 mg/25 gr BB, E3: Ekstrak pelarut etanol dosis 3.75 mg/25 gr BB.
Persentase basofil pada tiap perlakuan tidak menunjukan hasil yang berarti. Hal ini dikarenakan basofil tidak merespon akan adanya parasit. Menurut Guyton dan Hall (1996), basofil ini berperan dalam reaksi alergi. Selain itu juga berperan dalam penutupan luka dan kurang berperan terhadap adanya parasit (Campbell et al. 2004). Adanya peningkatan persentase basofil mungkin karena peningkatan persentase limfosit. Menurut Tizard (1988), adanya infiltrasi basofil dapat disebabkan karena adanya pelepasan limfokin basofil-kemotaktik dari sel T.
Tabel 6 Rata-rata persentase basofil pada mencit yang dinfeksi P.berghei setelah pemberian ekstrak etanol akar kayu kuning (C. fenestratum) dosis bertingkat Pengamatan hari ke...(setelah pemberian ekstrak) Perlakuan 0 1 2 3 4 7 a b a a ab KN 0.00 ± 0.00 0.22 ± 0.13 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 0.11 ± 0.13 0.00 ± 0.00a ab a ab b a KP 0.07 ± 0.15 0.00 ± 0.00 0.07 ± 0.15 0.26 ± 0.15 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00a a ab a ab ab EI 0.00 ± 0.00 0.13 ± 0.30 0.00 ± 0.00 0.08 ± 0.14 0.08 ± 0.14 0.00 ± 0.00a a ab ab ab ab 0.07 ± 0.15 0.07 ± 0.15 0.07 ± 0.15 0.20 ± 0.45 0.00 ± 0.00a E2 0.00 ± 0.00 a a a ab a E3 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00 0.11 ± 0.13 0.00 ± 0.00 0.00 ± 0.00a Keterangan: Huruf superscrip yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf p.0,05 (KN: Kontrol negatif, KP: Kontrol positif, EI: Ekstrak pelarut etanol dosis 0.625 mg/25 gr BB, E2: Ektrak pelarut etanol dosis 1.25 mg/25 gr BB, E3: Ekstrak pelarut etanol dosis 3.75 mg/25 gr BB).