HASIL DAN PEMBAHASAN Aplikasi Good Farming Practices (GFP) di Peternakan Sapi Perah Good Farming Practices (GFP) merupakan cara beternak yang baik dan benar, yang memperhatikan
lingkungan
dan
memenuhi
standar
minimal
sanitasi
dan
kesejahteraan ternak. GFP juga termasuk di dalamnya aturan yang berlaku terhadap lingkungan, higienitas atau sanitasi, kesejahteraan ternak, identifikasi dan registrasi ternak serta kesehatan ternak. Peternakan Eco Farm dan KWI merupakan peternakan pemasok susu segar ke unit pengolahan susu PT D-Farm Agriprima. Peternakan yang merupakan pemasok susu kepada unit pengolahan harus memperhatikan kualitas susu yang dihasilkan, baik secara fisik, biologi dan kimia, yang akan diperoleh dengan cara menerapkan teknis pelaksanaan beternak yang baik dan benar atau yang dikenal dengan Good Farming Practices (GFP). Aspek-aspek utama GFP yang dimiliki meliputi bangunan dan fasilitas, manajemen pakan, sumber daya manusia (SDM), proses pemerahan dan manajemen peternakan. Hasil penilaian aplikasi GFP pada kedua peternakan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Penilaian Aplikasi GFP pada Peternakan Pemasok Susu No. a. b. c. d. e. *)
Aspek Bangunan dan Fasilitas Peternakan Manajemen Pakan Sumber Daya Manusia Proses Pemerahan Manajemen Peternakan
Total Nilai (%)*) Peternakan Koperasi Wirausaha Eco Farm Indonesia 65,08 72,22 87,50 89,28 75,61 85,36 64,81 85,18 42,42 56,06
Perhitungan perolehan persentase nilai dapat dilihat pada Lampiran 1
Bangunan dan Fasilitas Peternakan Peternakan sapi perah Eco Farm maupun KWI berlokasi di Jl. Kayu Manis Laboratorium Lapang A Fakultas Peternakan. Pada Laboratorium Lapang A Fakultas Peternakan, selain peternakan sapi perah Eco Farm dan terdapat pula kandang untuk sapi pedaging, kandang untuk ternak ruminansia kecil (domba, kambing dan kelinci), unit pengolahan limbah, kandang untuk ternak unggas dan rumah pemotongan hewan. Sebelah barat Peternakan Eco Farm ini terdapat peternakan sapi perah dari Bagian Ilmu Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan IPB dan unit pengolahan
28
susu PT D-Farm Agriprima, di bagian selatan berbatasan dengan Rumah Pemotongan Hewan ‘ELDERS’, kandang untuk kambing dan kandang untuk sapi pedaging. Bagian utara Eco Farm terdapat kandang untuk domba penelitian yang sudah tidak digunakan. Bagian timur Eco Farm berbatasan dengan jalan dan kebun rumput. Pada area perkandangan terdapat ruangan khusus untuk para karyawan beristirahat, serta gudang pakan. Peternakan ini mempunyai tempat pembuangan dan pengolahan limbah yang terpisah dengan konstruksi kandang sapi perah yang berada tepat di samping peternakan (Gambar 1). Peternakan Eco Farm berada jauh dari pemukiman dan kegiatan industri, tetapi di sekitar lokasi terdapat tempat tinggal milik pegawai IPB.
Gambar 1. Bangunan Kandang di Eco Farm (Tampak Depan) KWI memiliki fasilitas seperti terdapatnya tempat tinggal khusus karyawan (mess), bangunan untuk ruang istirahat bagi karyawan dan satpam, milking palor (area proses pemerahan), tempat pembuangan dan pengolahan limbah yang berada di bagian belakang lokasi peternakan (Gambar 2). KWI berada jauh dari pemukiman dan kegiatan industri sekitar 20 m. Menurut Direktorat Jenderal Perternakan (2009) jarak kandang dengan bangunan umum dan perumahan minimal 10 m.
29
(b)
(a)
Gambar 2. Bangunan Kandang di KWI (a) Tampak Depan dan (b) Tampak Samping Bahan bangunan yang digunakan tidak menjadi sumber kontaminasi baik kimia ataupun fisik. Bahan yang digunakan pada peternakan Eco Farm dan KWI yaitu semen, batu bata, atap genting, atap asbes, baja tahan karat. Peralatan yang digunakan merupakan milik peternakan Eco Farm dan KWI yang dikelola oleh masing-masing peternakan dan selalu dijaga dalam keadaan bersih. Penggunaan peralatan peternakan secara bersama-sama dengan peternakan lain itu akan menimbulkan resiko penyebaran penyakit akibat tidak menjaga santasi dari peralatan tersebut. Tempat pakan dan minum merupakan salah satu perlengkapan yang penting dalam kandang ternak perah. Tempat pakan yang baik harus memenuhi ketentuan bahwa sapi dapat makan dengan leluasa tidak terganggu oleh sapi lain, tempat pakan tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah, sehingga memudahkan sapi pada saat hendak makan dan pakanpun dapat terlihat dengan jelas (Dinas Peternakan, 2009). Peternakan Eco Farm mempunyai tempat pakan dan minum bagi ternak yang masih berbentuk sudut, belum memiliki saluran pembuangan pakan, memiliki saluran air yang langsung mengalir pada masing-masing tempat air. Terdapat dua palungan yang dimanfaatkan untuk tempat pakan dan tempat air (Gambar 3). Pembersihan tempat pakan dan air minum menggunakan peralatan ember, sapu atau sekop dengan cara sisa-sisa pakan diangkat langsung dan dibuang dari palungan tersebut.
30
Gambar 3. Bentuk Tempat Pakan di Eco Farm KWI mempunyai tempat pakan yang lebih sesuai dan tidak membentuk sudut, berbentuk panjang mengikuti luasan kandang tanpa terdapatnya sekat-sekat, hanya terdapat satu palungan yang digunakan secara bergantian dengan tempat air. Pemberian pakan dilakukan terlebih dahulu, kemudian digunakan untuk pemberian air minum. Direktorat Jendral Perternakan (2006) menyatakan bahwa harus terdapat tempat khusus untuk minum yang diberikan secara tidak terbatas atau ad libitum. Tempat pakan harus mudah dibersihkan, permukaannya halus, tidak membuat pakan mudah berhamburan, bentuk yang disarankan adalah bentuk cekung (Dinas Peternakan, 2009). Tempat pakan dan minum pada kedua peternakan ini dibuat di bagian samping kandang tetapi masih di bawah atap (Gambar 4). Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan tidak dapat diinjak-injak atau tercampur oleh kotoran. (a)
(b)
Gambar 4. Bentuk Tempat Pakan di KWI (a) saat Pemberian Hijauan dan (b) Pemberian Air Minum
31
Pembatas lingkungan pada Peternakan Eco Farm dan KWI yaitu berupa pagar yang berfungsi untuk mencegah masuknya : hewan pengganggu, orang-orang yang tidak berkepentingan, ternak tidak keluar dari area peternakan. Pagar pembatas di sekeliling peternakan ini belum menjamin keamanan ternak dari hewan non ternak dan pengganggu. Pagar pembatas antar kandang terbuat dari bahan yang kuat dan menjamin hewan karantina tidak lepas serta dilengkapi dengan pintu. Air pembersih kandang dan air untuk memandikan sapi harus mudah mengalir menuju ke bak penampungan, maka lantai bagian belakang dan di sekeliling kandang harus dilengkapi parit dengan ukuran lebar 20 cm dan kedalaman 15 cm. Peternakan Eco Farm dan KWI memiliki selokan/saluran pembuangan kotorang di dalam kandang yang terdapat di bagian tengah kandang. Tujuannya, agar pekerja mudah membersihkan kotoran dan urin sapi. Limbah ternak harus tersalur dengan baik pada bak-bak penampungan limbah. Saluran pembuangan ini kurang berfungsi dengan baik bila rumput dan ilalang di sekitar selokan atau saluran pembuangan menutup saluran, sehingga perlu pembersihan secara berkala. Sistem pembuangan limbah cair (urin, sisa air untuk membersihkan kandang) pada peternakan Eco Farm disalurkan melalui selokan menuju bak penampungan, sedangkan limbah padat (sisa hijauan, feses sapi) diangkut dengan gerobak khusus pengangkut kotoran dan ditimbun di tempat pengelolaan limbah (Gambar 5). Limbah padat ini digunakan untuk pemupukan tanaman dengan cara dikeringkan terlebih dahulu.
Gambar 5. Pengelolaan Limbah Padat di Eco Farm
32
Baik limbah cair dan padat di KWI dialirkan melalui selokan menuju bak penampungan pada bak penampungan tersebut dipisahkan antara limbah cair dan padat. Limbah cair langsung dialirkan menuju lahan rumput untuk pemupukan, sedangkan limbah padat dikumpulkan untuk dikeringkan dan dijadikan sebagai pupuk.
Gambar 6. Pengelolaan Limbah Padat dan Limbah Cair (tanda Panah) di KWI Peternakan Eco Farm memiliki luas lahan peternakan yang sesuai dengan jumlah ternak dan kandang mempunyai ventilasi yang cukup. Kandang yang berada di peternakan ini merupakan kandang individu dengan ukuran untuk setiap sapi adalah 2,5x1,5 m. Tipe ini dapat memacu pertumbuhan lebih pesat, karena tidak terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan dan memiliki ruang gerak terbatas. Kandang pada peternakan tipe ganda, sedangkan ternak ditempatkan secara tail to tail yaitu penempatan ternak dilakukan pada dua jajaran saling bertolak belakang, diantara kedua jajaran tersebut terdapat jalur untuk jalan. Dinding kandang tidak tertutup seluruhnya, dibuat terbuka sebagian agar sirkulasi udara di dalam kandang cukup dan lancar. Bahan yang digunakan sebagai dinding berupa tembok beton. Dinding kandang sekaligus digunakan batas empat minum dan pakan yang dibuat dengan ukuran ketinggian 0,5 hingga 1 meter dari permukaan tanah. Menurut Sudono et al. (2003), kandang sapi perah yang baik adalah kandang yang sesuai dan memenuhi persyaratan kebutuhan. Keputusan Menteri Pertanian (2010) beberapa persyaratan yang sesuai dan diperlukan dalam mendirikan kandang antara lain (1) memenuhi persyaratan kesehatan ternak, (2) mempunyai ventilasi yang baik, (3) efisien dalam pengelolaan (4) melindungi ternak dari pengaruh iklim dan
keamanan seperti pencurian (5) serta tidak berdampak buruk terhadap
lingkungan sekitarnya. Persyaratan umum kandang untuk sapi perah yaitu sirkulasi 33
udara yang cukup dan mendapat sinar matahari sehingga kandang tidak lembab (kelembaban yang ideal dibutuhkan sapi perah adalah 60-70%), lantai kandang selalu kering, tempat pakan yang lebar dan tempat air dibuat agar air selalu tersedia sepanjang hari. Kandang yang berada di KWI bertipe ganda, namun penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran. Satu ekor sapi memerlukan tempat yang lebih luas daripada kandang individu. Kelemahan tipe kandang ini yaitu terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan sehingga sapi yang lebih kuat cenderung cepat tumbuh daripada yang lemah, karena lebih banyak mendapatkan pakan. Ventilasi kandang diperoleh dari bentuk dinding kandng yang terbuka. Dinding kandang tidak tertutup seluruhnya, dibuat terbuka sebagian agar sirkulasi udara di dalam kandang cukup dan lancar. Bahan yang digunakan sebagai dinding bisa berupa tembok beton, sama seperti pada peternakan Eco Farm. Sukmawati dan Kaharudin (2010) menyatakan, bahwa konstruksi kandang harus kuat dan tahan lama, penataan dan perlengkapan kandang hendaknya dapat memberikan kenyamanan kerja bagi petugas dalam proses produksi seperti, pemberian pakan, pembersihan, pemeriksaan dan penanganan kesehatan. Bentuk dan tipe kandang hendaknya disesuaikan dengan lokasi berdasarkan agroklimat, pola atau tujuan pemeliharaan dan kondisi fisiologis ternak. Ventilasi harus berfungsi dengan baik sehingga keluar ataupun masuknya udara dari dalam dan luar kandang berjalan sempurna. Pengaturan ventilasi yang sempurna berarti memperlancar pergantian udara di dalam kandang yang kotor dengan udara yang bersih dari luar. Jika ventilasi sempurna, maka ruangan kandang tidak pengap, lembab, kotor, berbau dan panas. Pengaturan ventilasi yang baik merupakan kunci dalam menciptakan kondisi ruangan kandang yang sehat. Peternakan Eco Farm memiliki lantai yang terbuat dari semen dan dibuat miring sehingga memudahkan dalam membersihkan dari kotoran sapi. Pembersihan kandang biasanya hanya dilakukan dua kali sebelum proses pemerahan. Peternakan KWI juga memiliki lantai yang terbuat dari semen dan dibuat dengan kemiringan kurang lebih 5%, lantai yang dibuat miring memudahkan air mengalir sehingga lantai terjaga selalu kering. Tingkat kemiringan lantai tidak boleh lebih dari 5% artinya perbedaan tinggi antara lantai depan dengan lantai belakang pada setiap panjang
34
lantai 1 meter tidak boleh lebih dari 5 cm (Direktorat Jenderal Peternakan, 2008). Kemiringan yang terlalu tinggi akan mempersulit ternak dalam menopang tubuhnya, licin sehingga beresiko mencelakakan ternak maupun pekerja dalam menangani sapid an lingkungannya. Peternakan sapi perah di KWI menyediakan alas kandang yang terbuat dari karet yang memberikan keuntungan berupa kebersihan kandang karena bahan tersebut membantu menyerap air sehingga lantai kandang selalu kering, mencegah luka pada kulit sapi, mencegah sapi terpeleset karena dapat berdiri dengan baik dan mencegah infeksi puting yang menyebabkan mastitis. Direktorat Jenderal Peternakan (2009) menyatakan, bahwa lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, sehingga mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering yang berfungsi pula sebagai alas kandang yang hangat. (a)
(b)
Gambar 7. Lantai Kandang pada Peternakan Eco Farm (a) dan KWI (b) Kandang isolasi sapi digunakan untuk memisahkan sapi-sapi yang diduga terserang penyakit agar sapi lain tidak tertular. Kandang isolasi ini letaknya harus terpisah dari kandang-kandang sapi yang sehat. Tujuannya adalah agar infeksi penyakit yang diderita tidak mudah menular pada kelompok sapi yang sehat dan penderita sendiri tidak terganggu oleh kelompok sapi yang sehat. Kandang isolasi ini biasanya digunakan juga sebagai tempat karantina sapi yang baru datang dari luar wilayah peternakan agar ternak tersebut dapat beradaptasi dengan kandang yang baru.
Peternakan Eco Farm belum memiliki kandang isolasi, untuk KWI telah
memiliki kandang isolasi yang berfungsi untuk memisahkan kandang bagi ternak yang sakit dari ternak yang sehat. Persyaratan kandang untuk keperluan pengamatan 35
intensif dan perawatan hewan sakit diperlukan kandang isolasi yang terpisah dari kandang pengamatan yang minimal berjarak 25 meter, tersedia ruang peralatan kesehatan dan obat-obatan serta peralatan laboratorium, spesifikasi kandang seperti kandang pemeliharaan, jauh dari aliran sungai tapi mudah dijangkau baik oleh tenaga kerja, ternak/angkutannya, luas kandang isolasi minimal 2% dari total luas kandang pengamatan (Badan Karantina Pertanian, 2006). Pemerahan pada Peternakan Eco Farm dan KWI langsung dilakukan di kandang dengan membersihkan terlebih dahulu daerah kandang tersebut. Tempat pemerahan secara khusus atau sistem untuk memfasilitasi pemerahan belum dimiliki Peternakan Eco Farm. Pada KWI sudah terdapat fasilitas tempat pemerahan secara khusus lengkap dengan mesin pemerahan otomatis dengan system walk through, hanya saja belum bisa dioperasikan karena kurangnya pasokan listrik yang mengalir pada peternakan tersebut. Aktivitas pemerahan pada KWI berlangsung di dalam kandang, sapi-sapi yang akan diperah tetap terikat ditempatnya.
Gambar 8. Fasilitas Pemerahan Otomatis dengan Sistem Walk Through di KWI Desain kandang Peternakan Eco Farm dan KWI, keduanya dibuat untuk mudah dalam pembersihan dan didesinfeksi. Kandang yang mudah untuk dibersihkan akan mengurangi resiko kontaminasi pada susu saat dilakukan proses pemerahan. Kandang dan lingkungan peternakan cukup bersih dan cukup terbebas dari genangan air. Genangan air merupakan tempat yang sesuai untuk berkembang biak mikroba dan dapat membantu penyebaran penyakit. Pengunjung peternakan seperti pekerja, petugas kesehatan berpotensi membawa penyakit ke dalam peternakan, maka harus terdapat area disinfeksi. Pada peternakan Eco Farm dan
36
peternakan KWI area disinfeksi ini belum tersedia, sehingga lalu lintas pengunjung dari luar peternakan harus betul-betul dikendalikan. Hasil penilaian aspek bangunan dan fasilitas pada peternakan Eco Farm sebesar 65,08%. Beberapa hal yang belum memenuhi dan mencukupi kesesuaian kondisi peternakan Eco Farm dengan GFP diantaranya adalah belum terdapatnya kandang isolasi, tidak terdapatnya alas kandang khusus bagi ternak, belum terdapatnya kandang khusus pemerahan dan bentuk tempat pakan yang masih berbentuk sudut. Hasil penilaian aspek bangunan dan fasilitas pada peternakan KWI sebesar 72,22%. Kekurangan yang didapatkan dari KWI diantaranya adalah belum dapat digunakannya kandang khusus pemerahan, juga letak bangunan peternakan dengan pengolahan limbah yang dinilai mempunyai jarak yang dekat yaitu ± 7 m. Manajemen Pakan Pakan merupakan salah satu faktor utama dan penting yang mempengaruhi produksi ternak.
Pakan yang baik juga akan meningkatkan daya tahan ternak
terhadap serangan penyakit ataupun pengaruh lingkungan yang buruk. Kekurangan nutrisi akan menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit tertentu.
Siregar (2007)
menyatakan bahwa pakan merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap kemampuan berproduksi susu sapi perah. Pakan yang diberikan oleh peternakan Eco Farm yaitu berupa hijauan, konsentrat komersial dan ampas tahu. Pakan yang diberikan umumnya dua kali dalam sehari, yaitu pagi hari setelah pemerahan sekitar pukul 09.00 WIB dan siang hari sebelum pemerahan sore sekitar pukul 15.00 WIB. Sistem pemberian pakan yaitu pemberian konsentrat terlebih dahulu yang dicampur dengan ampas tahu, selanjutnya hijauan yang diberikan kepada ternak. Pencampuran ini dilakukan secara manual dan harus dilakukan secara merata, tetapi pada kondisi tertentu terdapat pencampuran konsentrat dan ampas tahu yang kurang merata. Pencampuran dilakukan dengan alat bantu berupa cangkul dan sekop. Alat yang digunakan untuk memindahkan pakan dari tempat pencampuran ke bak-bak tempat pakan sapi adalah ember plastik. Direktorat Jenderal Peternakan (2006) menenkankan, bahwa pakan hijauan diberikan 2-3 kali sehari yaitu pagi dan siang sesudah pemerahan. Pakan hijauan diberikan sebanyak 10% dari berat badan. Pakan konsentrat diberikan dalam
37
keadaan kering, sesudah pemerahan 1-2 kali sehari sebanyak 1,5-3,0% dari berat badan.
Gambar 9. Pencampuran Konsentrat dan Ampas Tahu di Peternakan Eco Farm Hijauan yang diberikan yaitu rumput gajah dan rumput lapang yang didapatkan dari kebun Eco Farm.
Lahan rumput tersebut berada di sekitar
lingkungan IPB yang terjaga keamanannya karena tidak dilakukan penyemprotan ataupun pemupukan dengan bahan-bahan berbahaya yang dapat menimbulkan penyakit pada ternak, juga residu pada susu yang dihasilkan. Jumlah hijauan yang diberikan yaitu 35 kg per ekor/hari, konsentrat 5 kg/ekor/hari dan ampas tahu 2 kg/ekor/hari. Aryogi et al. (1994) menyatakan bahwa hijauan lebih penting karena berpengaruh terhadap kadar lemak susu yang dihasilkan. Pakan yang diberikan di KWI yaitu berupa hijauan (30 kg/ekor/hari) dan konsentrat (5 kg/ekor/hari). Pakan yang diberikan pada peternakan ini tiga kali dalam sehari. Siregar (2001) menyatakan, bahwa frekuensi pemberian pakan yang lebih dari dua kali akan dapat meningkatkan konsumsi bahan kering pakan, kadar lemak susu dan produksi susu. Pagi hari diberikan konsentrat terlebih dahulu setelah proses pemerahan pagi sekitar pukul 08.00 WIB, pemberian hijauan dilakukan sekitar pukul 08.30 WIB. Pemberian pakan konsentrat yang kedua kalinya dilakukan sebelum proses pemerahan sore sekitar pukul 10.30 WIB dan pemberian hijauan dilakukan sekitar pukul 12.00 WIB. Malam harinya sekitar pukul 19.00 WIB hanya diberikan hijauan saja.
Menurut Rachmawan (2001), pakan konsentrat yang
diberikan terlebih dahulu dimaksudkan agar nutrien dalam konsentrat dapat tercerna dengan mudah serta langsung dimanfaatkan oleh tubuh tanpa harus dirombak atau terdegradasi oleh mikroba rumen yang ada pada sapi. Selain itu pemberian
38
konsentrat dilakukan terlebih dahulu agar sapi dapat mencerna optimal pakan konsentrat karena pakan konsentrat sendiri memiliki palatabilitas yang rendah. Hijauan yang diberikan yaitu rumput gajah dan rumput lapang yang didapatkan dari lahan KWI itu sendiri. Lahan rumput tersebut berada di sekitar lingkungan IPB yang terjaga keamanannya.
(a)
(b)
Gambar 10. Pemberian Pakan (a) Hijauan dan (b) Konsentrat di Peternakan KWI Pakan konsentrat komersial yang dibeli oleh Eco Farm masih belum memiliki label dan belum terdapat pencatatan dari hasil pengamatan visual pada pakan yang masuk. Penilaian kualitas pakan pada proses pembelian oleh Eco Farm didasarkan pada kondisi yang dapat dilihat secara fisik dari pakan, jika terdapat pakan yang berjamur maka akan ditolak, namun hal tersebut belum pernah terjadi. Pemasok selalu memperhatikan persyaratan pakan yang diberikan Eco Farm, sehingga pakan selalu diterima dalam kondisi yang baik dan tidak berjamur. Persyaratan pelabelan pada pakan penting dilakukan agar diketahui komposisi pakan dan terbebas dari residu kimiawi dan bahan pencemar lainnya. Penyimpanan pakan ditempatkan di gudang khusus pakan, sedangkan ampas tahu diletakkan di area kandang sehingga dapat beresiko terhadap tumbuhnya jamur. Hasil penilaian pada aplikasi GFP untuk manajemen pakan pada peternakan Eco Farm adalah sebesar 87,50%. Beberapa aspek yang belum dipenuhi oleh Eco Farm yaitu belum melakukan uji lanjut terhadap pakan yang dapat mengidentifikasi residu terhadap susu dan belum secara berkelanjutan mencatat semua bahan pakan yang masuk.
39
(a)
(b)
(c)
Gambar 11. Penyimpanan Pakan (a) Hijauan dan (b dan c) Konsentrat di Eco Farm Pembelian pakan konsentrat komersial yang berlabel telah dilakukan oleh KWI, pemeriksaan terhadap pakan dilakukan agar pakan yang dibeli tidak tercemar oleh jamur dan dapat menimbulkan penyakit bagi ternak. Penyimpanan pakan ditempatkan pada gudang khusus pakan dalam keadaan tempat yang kering. Hasil penilaian pada aplikasi GFP untuk manajemen pakan pada KWI sebesar 89,28%. Beberapa aspek manajemen pakan di KWI yang belum dipenuhi yaitu belum dilakukan uji lanjut terhadap pakan yang dapat mengakibatkan adanya residu dalam susu.
Gambar 12. Penyimpanan Pakan Konsentrat di KWI Sumber Daya Manusia Berhasilnya suatu usaha peternakan tergantung juga pada sumber daya manusia. Karyawan pada suatu peternakan harus mengetahui semua hal yang berkaitan dengan peternakan, mulai dari pemeliharaan, manajemen pemberian pakan, juga tentang penyakit hewan ternak dan cara penanggulangannya. Pengetahuan mengenai kesehatan ternak merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan beternak yang baik dan benar. Secara umum karyawan Eco Farm sudah mengetahui penyakit sapi perah serta cara penanggulangannya, namun peternakan Eco Farm belum memiliki bagian khusus yang memiliki kompetensi dalam menangani ternak yang
40
sakit. Biasanya pengobatan dilakukan secara sederhana dan tradisional, tetapi jika penyakit yang diderita ternak cukup parah maka dikontrol oleh tenaga ahli yang mengetahui mengenai penyakit ternak berasal dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB . Obat-obatan disimpan bersamaan dengan barang lain di gudang penyimpanan. Hasil pengamatan pada aplikasi GFP untuk sumber daya manusia pada peternakan Eco Farm sebesar 75,61%. Beberapa aspek yang belum dipenuhi yaitu belum terdapatnya pencatatan khusus perlakuan terhadap ternak dan pengembangan program manajemen kesehatan ternak belum efektif. Peternakan KWI sudah memiliki bagian khusus kesehatan hewan yaitu bagian reproduksi dan kesehatan hewan yang dipimpin oleh seorang dokter hewan. Pemberian obat-obatan pada sapi yang sakit sudah sesuai dengan dosis yang ditentukan dan diberikan petugas kesehatan. Karyawan KWI secara umum sudah mengetahui penyakit sapi perah serta cara penanggulangannya. Penyimpanan obatobatan ditempatkan di dalam kotak khusus yang ditempatkan di dalam gudang penyimpanan obat-obatan. Hasil penilaian pada aplikasi GFP untuk sumber daya manusia pada peternakan KWI adalah sebesar 85,36%. Beberapa aspek yang belum terpenuhi yaitu karyawan di KWI belum sepenuhnya melakukan recording dengan mencatat perlakuan yang diberikan terhadap setiap ternaknya.
Gambar 13. Penyimpanan Obat-obatan yang tidak Memerlukan Pendingin di KWI Kebersihan karyawan di peternakan ini harus terjaga dengan baik dan memperhatikan aspek sanitasi dan higien. Karyawan harus terbebas dari penyakit kulit atau penyakit menular lainnya. Tindak-tanduk karyawan mampu mengurangi dan mencegah kontaminasi baik dari mikroba maupun benda asing lainnya seperti sebelum pekerja/tamu masuk ke dalam kandang mencuci tangan menggunakan
41
sabun, menggunakan baju khusus untuk bekerja, menggunakan alas kaki (sandal/sepatu boots) khusus untuk masuk ke dalam kandang, celup alas kaki dalam desinfektan (Antisep, Medisep). Hal-hal sederhana itu sebenarnya juga dapat meminimalkan terjadinya penularan penyakit. Proses Pemerahan Persiapan pemerahan yang perlu diperhatikan oleh para petugas antara lain adalah
menenangkan
sapi
yang
akan
diperah,
membersihkan
kandang,
membersihkan bagian tubuh bagi sapi yang akan diperah, mengikat sapi dan pencucian tangan petugas. Peralatan peternakan Eco Farm yang digunakan dalam kondisi yang cukup bersih dan cukup baik, namun pada saat pemerahan berlangsung peralatan yang akan digunakan atau sedang digunakan selalu dikelilingi lalat atau serangga pengganggu lainnya. Peralatan pemerahan yang digunakan di peternakan Eco Farm berupa milk can, saringan, ember dan mangkuk kuarter. Proses pemerahan dimulai dengan memandikan sapi secara satu persatu dan dilakukan pemerahan secara manual oleh petugas kandang, yang sebelumnya puting ternak tersebut diberi margarin. Saputro (2009) mengatakan, bahwa pelicin berupa margarin atau minyak kelapa bertujuan untuk mempermudah proses pemerahan dan sapi tidak merasa sakit, namun penggunaan pelicin dapat menyebabkan kontaminasi pada susu yang dihasilkan. Selain itu pelicin yang banyak mengandung lemak sering terbawa dalam susu sehingga menyebabkan mudah terjadi ketengikan. Pemerahan awal dilakukan dengan membuang susu perahan pertama pada mangkuk kuarter untuk pemeriksaan susu terkait dengan kesehatan ambing sapi perah adanya gejala mastitis atau tidak.
Proses pemerahan dilaksanakan secara
tuntas dan dilakukan pengukuran volume susu, jika proses pemerahan telah berakhir. Susu yang diperoleh dari hasil pemerahan dimasukkan ke dalam milk can setelah melalui tahap penyaringan. Tujuan penyaringan tidak untuk membersihkan susu kotor, tetapi hanya sebagai penanganan (Soetarno, 2000). Milk can yang telah berisi susu hanya ditutup sebagian karena terhalangi oleh penyaring, hal ini mengakibat milk can mudah untuk dihinggapi lalat. Hasil pengamatan pada aplikasi GFP untuk proses pemerahan pada peternakan Eco Farm sebesar 64,81%. Beberapa aspek yang belum dilakukan oleh KWI, seperti tidak adanya pembersihan ambing dengan air hangat, tidak dilakukan pre-dipping dan post dipping. Jika tidak melaksanakan 42
sucihama puting, mikroba dapat masuk ke dalam puting, sehingga beresiko pada berjangkitnya mastitis pada induk sapi perah. Direktorat Jenderal Peternakan (2009) menyatakan, bahwa keuntungan melakukan sucihama puting dapat terhindar dari mastitis. Proses pemerahan sapi perah di peternakan KWI dimulai dengan membersihkan ambing menggunakan air hangat agar merangsang pengeluaran susu. Sudono (1999) menyatakan, bahwa sebelum sapi diperah, kandang tempat sapi harus dibersihkan dan dihilangkan dari bau, baik yang berasal dari kotoran sapi maupun dari makanan atau hijauan yang berbau atau silage karena air susu mudah sekali menyerap bau-bauan yang dapat mempengaruhi kualitas susu. Pemerahan awal dilakukan dengan membuang pancaran susu perahan pertama hingga ketiga, lalu dilakukan pengolesan vaselin. Menurut Hidayat et al., (2002) penggunaan vaselin pada proses pemerahan akan menutupi permukaan puting. Bila terus menerus menggunakan pelicin (vaselin), maka penularan penyakit sulit untuk dihindari, sehingga sebaiknya vaselin tidak digunakan lagi. (a)
(b)
Gambar 14. Pembersihan (a) Kandang dan (b) Ambing dan Puting Sapi sebelum Pemerahan di Peternakan KWI Pemerahan dilakukan secara tuntas secara manual oleh petugas kandang, mengikuti kaidah pemerahan yang benar dengan full hand dan diakhiri dengan srtipping. Pemerahan dengan cara menarik puting susu dari atas ke bawah dapat membuat puting susu melar dan menjadi panjang ke bawah (Siregar et al., 1996). Susu yang telah diperah disaring terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam milk can. Saringan yang digunakan pada peternakan KWI ini berupa kain. Sapi laktasi yang sakit biasanya juga dilakukan pemerahan, hanya saja susu yang didapatkannya diberikan kepada pedet. Jika proses pemerahan telah selesai, maka puting
43
dibersihkan kembali dan diberikan desinfektan. Sudono (1999) menyarankan selesai diperah puting dibersihkan dan dicelupkan ke dalam larutan desinfektan klorin atau iodophor dengan kepekatan 0,01%.
Gambar 15. Pemerahan di KWI Peralatan yang digunakan KWI dalam proses pemerahan yaitu milk can, ember plastik, lap, kain saring dan alat pencelup puting. Susu harus disaring segera setelah pemerahan selesai. Alat saring yang khusus merupakan alat yang paling efisien dan bersih untuk keperluan ini, oleh karena itu saringan ini dibuang setelah dipakai. Jenis kain yang cocok dapat dipakai asalkan sering-sering diganti dan dicuci dengan baik serta disterilkan setelah dipakai. Setelah sapi selesai diperah bakteri dalam susu mulai berkembang. Pendinginan dengan segera dari susu akan sangat mengurangi perkembangan bakteri (Williamson, 1993). Hasil penilaian pada aplikasi GFP untuk proses pemerahan di KWI sebesar 85,18%. Beberapa aspek yang belum dilakukan oleh KWI pada proses pemerahan yaitu, belum dilakukannya pre-dipping. Aplikasi pre-dipping bertujuan untuk desinfeksi puting dan mencegah mikroba masuk ke dalam puting. Manajemen Peternakan Manajemen peternakan merupakan semua proses yang berkaitan dengan peternakan yaitu fasilitas, bangunan, proses produksi, pakan, kesehatan dan sumber daya manusia. Karyawan pada peternakan Eco Farm dan KWI belum pernah mengikuti pelatihan secara formal terkait dengan manajemen pelaksanaan peternakan sapi perah yang baik. Pelatihan secara formal ini sangat penting dalam manajemen peternakan dan harus dipenuhi, karena untuk menjamin mutu bahan pangan asal ternak yang akan diproses lebih lanjut. Pengetahuan dan pengalaman yang didapat oleh karyawan peternakan diperoleh melalui partisipasi langsung dalam kegiatan
44
sehari-hari diantaranya pemeliharaan ternak, dengan diberi bimbingan dan masukan oleh atasannya. Hasil penilaian pada aplikasi GFP untuk manajemen peternakan Eco Farm sebesar 42,42%, yang berarti bahwa peternakan baru dapat
memenuhi
ketentuan manajemen peternakan maksimal sebesar 50%, sisanya menunjukkan masih banyak hal terkait dengan manajemen yang harus diperbaiki atau ditingkatkan. Kesehatan pekerja juga perlu diperhatikan, jika pekerja sakit maka harus diistirahatkan di rumah karena dapat menimbulkan resiko atau menularkan penyakit pada ternak dan kontaminasi pada susu. Pemeriksaan kesehatan pekerja secara rutin belum dilakukan baik oleh peternakan Eco Farm maupun KWI. Hal ini penting dilakukan dan harus dipenuhi untuk dapat menjamin kesehatan para pekerja atau pegawai terlebih yang berurusan langsung dengan pemeliharaan sapi, penanganan susu segar atau kegiatan lain di kandang. Penerapan secara konsisten prosedur standar pemeliharaan, pembersihan dan sanitasi peralatan, kandang dan lingkungan harus, karena besar pengaruhnya terhadap kuantitas produksi dan kualitas produk yang dihasilkan. Area pembatasan akses keluar masuk untuk menghindari penyebaran penyakit, membatasi keluar masuknya orang maupun kendaraan yang tidak berkepentingan harus diberlakukan. Pembatasan akses pada peternakan Eco Farm dinilai belum intensif karena pintu masuk tidak selalu terkunci, selain itu karyawan yang bekerja di peternakan ini tidak selalu berada di area peternakan, hanya dijumpai keberadaannya pada pagi hingga sore hari saja, sehingga pemantauan tidak dapat dilakukan secara optimal. Hama dan serangga pengganggu yang biasanya terdapat dalam peternakan Eco Farm dan KWI lalat dan serangga lainnya. Pengendalian hama dan serangga pengganggu belum dilakukan di Eco Farm dan belum terdapat disinfektan di peternakan. Hal tersebut penting dilaksanakan dan harus dipenuhi untuk menjaga tidak terjadi perkembangbiakan mikroorganisme dan penyebaran penyakit. Peternakan KWI sudah melakukan pengendalian hama berupa pemberian disinfektan, tetapi belum dilakukan secara efektif. Pembatasan akses keluar masuk pada peternakan KWI ditunjukkan tanda larangan di pintu masuk utama bahwa yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Pegawai peternakan KWI tinggal di area kandang sepanjang hari, sehingga secara tidak langsung pemantauan terus dilakukan.
45
Kondisi ternak bibit yang dibeli oleh peternakan Eco Farm dan KWI harus terbebas dari penyakit dan terjaga kesehatannya. Ternak yang dibeli harus memiliki status kesehatan yang jelas, terdapat recording sebelumnya dan pemberian tanda pengenal, sehingga status kesehatan dan performa ternak tersebut jelas. Ternak yang baru dibeli sebaiknya diisolasi di kandang karantina, tetapi pada peternakan Eco Farm belum memiliki kandang karantina, sedangkan di KWI sudah terdapat kandang karantina. Kandang karantina berfungsi untuk adaptasi sapi yang baru dibeli terhadap lingkungan barunya. Jika terdapat ternak yang mati maka KWI dan Eco Farm mengeluarkan dan memusnahkan ternak tersebut dengan cepat agar tidak menjadi sumber percemaran mikroba dalam peternakan. Sudono (2003) menyatakan, bahwa peternakan juga harus mampu mengambil keputusan yang tepat jika terjadi penyakit menular yang menyerang ternaknya sebelum menjadi wabah. Manajemen kesehatan sangat penting diterapkan untuk mencegah berbagai penyakit menyerang ternak dan menjaga kondisi kesehatan setiap ternak, sehingga akan meningkatkan kuantitas maupun kualitas susu yang dihasilkan. Jika ternak mengalami sakit atau menunjukkan gejala kurang sehat, maka petugas kesehatan harus melakukan pemeriksaan terhadap keadaan tersebut. Peternakan KWI telah melakukan langkah-langkah tersebut karena telah memiliki bagian khusus kesehatan hewan di bawah pengawasan seorang dokter hewan, sehingga berkompeten dalam menangani penyakiat dan memberikan obat yang diperlukan sesuai dosis yang ditetapkan. Pada peternakan Eco Farm, jika terdapat ternak yang sakit langkah awal yang dilakukan adalah memberikan pengobatan secara tradisional. Bila penyakit ternak tergolong berat dan tak bisa ditangani maka akan diundang petugas kesehatan untuk melakukan pemeriksaan. Hasil penilaian pada aplikasi GFP untuk manajemen peternakan KWI adalah sebesar 56,06%, yang berarti bahwa perbaikan pada manajemen masih perlu ditingkatkan. Pada penerapan cara pemerahan yang baik dan benar, bulu ambing yang terlalu panjang sebaiknya langsung dilakukan pencukuran, karena bulu ambing yang panjang akan menjadi tempat kuman untuk berkembang biak. Bulu ambing yang panjang juga akan menghalangi proses pemerahan. Peternakan Eco Farm maupun KWI telah melakukan langkah tersebut dan membiasakan mencukur bulu ambing sapi-sapi laktasi yang sudah panjang.
46
Aplikasi Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan agar menghasilkan produk makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, untuk menghasilkan produk makanan yang bermutu dan sesuai dengan keamanan pangan dan tuntutan konsumen. Industri dalam bidang pengolahan pangan ini harus memperhatikan berbagai aspek, di mulai dari lokasi pabrik, bangunan, produk akhir, peralatan pengolahan, bahan produksi, higien personal, penyimpanan, pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi, laboratorium, kemasan dan transportasi. Bagian tersebut termasuk dalam Good Manufacturing Practices (GMP) yang sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 23/MenKes/SK/1978. Penilaian GMP berdasarkan daftar pengecekan cara produksi makanan yang baik (CPMB) sarana produksi pangan. Contoh form penilaian dapat dilihat pada Lampiran 17. Hasil penilaian terhadap penyimpangan GMP pada proses pembuatan yoghurt di PT D-Farm Agriprima dapat dilihat pada Tabel 4. SSOP merupakan alat bantu dalam penerapan GMP, yang berisi tentang perencanaan tertulis untuk menjalankan GMP, syarat agar penerapan GMP dapat dimonitor dan adanya tindakan koreksi jika terdapat komplain, verifikasi dan dokumentasi (FDA, 1995). Penilaian terhadap aplikasi SSOP pada unit pengolahan yoghurt D-Farm dilakukan pada pengamatan awal dan pengamatan akhir dengan kurun waktu yang berbeda yaitu sekitar 2 bulan pengamtan. SSOP menurut FDA (1995) terdiri atas delapan aspek kunci yaitu, keamanan air proses produksi, kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan, pencegahan kontaminasi silang dari objek yang tidak saniter, kebersihan pekerja, pencegahan atau perlindungan dari adulterasi, pelabelan dan penyimpanan yang tepat, pengendalian kesehatan karyawan dan pemberantasan hama. Hasil penilaian penyimpangan SSOP pada proses pembuatan yoghurt di PT D-Farm Agriprima dapat dilihat pada Tabel 5.
47
Tabel 4. Hasil Penilaian Penyimpangan GMP pada Proses Pembuatan Yoghurt di PT D-Farm Agriprima No.
Aspek
1. 2.
Pimpinan Sanitasi Lokasi dan lingkungan: Fisik
3.
Sanitasi lingkungan : Pembuangan/ Limbah • Saluran air/air hujan • Pembuangan limbah:cair, padat, sampah di lingkungan pabrik Sanitasi lingkungan : Investasi burung, serangga atau binatang lain Pabrik-umum Pabrik – Ruang pengolahan • Lantai • Dinding • Langit-langit Fasilitas pabrik • Fasilitas cuci tangan dan kaki • Toilet/urinoir karyawan
4. 5. 6.
7.
• Penerangan • Ventilasi • PPPK/Klinik/Fasilitas Keamanan Kerja 8.
9. 10. 11.
12. 13.
14.
Pembuangan limbah di pabrik • Sistem pembuangan limbah dalam pabrik (cair, sisa produk, padat/kering) • Tempat sampah dalam pabrik • Saluran pembuangan dalam pabrik Operasional sanitasi pabrik Binatang pengganggu/serangga dalam pabrik Peralatan produksi • Sanitasi • Desain • Peralatan tidak dipakai lagi • Kecukupan • Penyuci hama peralatan Pasokan air • Sumber air • Treatment air Sanitasi dan Higiene karyawan • Pembinaan karyawan • Perilaku karyawan • Sanitasi karyawan • Sumber Infeksi Gudang biasa (kering) • Kontrol sanitasi • Pencegahan serangga, tikus dan binatang lain • Ventilasi
Nilai Penyimpangan Tahap awal Tahap akhir OK OK 2 Minor 1 Minor 1 Mayor 1 Mayor 1 Minor OK
OK OK
1 Mayor
1 Mayor
1 Minor
1 Minor
2 Minor 1 Minor OK
1 Minor 1 Minor OK
2 Mayor 2 Serius 1 Minor OK OK 1 Mayor
2 Mayor 2 Serius OK OK OK
OK
OK
OK 1 Minor 1 Mayor OK 1 Mayor
OK 1 Mayor
OK OK OK OK OK
OK OK OK OK OK
OK OK
OK OK
1 Minor 1 Mayor OK 1 Serius OK
OK
OK 1 Mayor OK
OK 1 Mayor OK
OK 1 Mayor
OK OK OK
48
Tabel 4. Lanjutan No.
Aspek
15.
Nilai Penyimpangan Tahap awal Tahap akhir
Gudang kemasan produk • Kontrol sanitasi • Pencegahan serangga, tikus dan binatang lain • Ventilasi
16. 17. 18.
Tindakan pengawasan Bahan mentah dan produk akhir Hasil Uji • Pengujian bahan baku dan produk akhir • Hasil uji tidak memenuhi persyaratan
19.
Tindakan pengawasan • Jaminan mutu • Prosedur pelacakan & penarikan kembali (recall procedure) Sarana pengolahan/pengawetan Penggunaan bahan kimia Bahan, penanganan dan pengolahan • Bahan baku • Bahan tambahan • Penanganan bahan baku • Pengolahan • Pewadahan atau pengemasan • Penyimpanan • Penyimpanan bahan berbahaya • Pengangkutan dan distribusi
20. 21. 22.
Total Penyimpangan
1 Serius 1 Mayor
OK 1 Mayor
OK OK OK
OK OK OK
OK
OK
OK
OK
OK OK
OK OK
OK OK
OK OK
OK OK OK OK OK OK OK OK
OK OK OK OK OK OK OK OK
10 Minor 10 Mayor 4 Serius
4 Minor 4 Mayor 2 Serius
Tabel 5. Hasil Penilaian Penyimpangan SSOP Pada Produksi Yoghurt di PT D-Farm Agriprima No.
Parameter
1.
Keamanan air
2.
Pencegahan kontaminasi silang dari karyawan Pencegahan kontaminasi silang yang kontak dengan permukaan Fasilitas sanitasi
3. 4. 5. 6. 7. 8.
Perlindungan bahan pangan dari bahan cemaran (adulterant) Sistem pelabelan dan penyimpanan produk Kontrol kesehatan pegawai Pencegahan hama
Tahap Awal 62,5% 45%
Penilaian Penyimpangan (%) Keterangan Tahap Keterangan Akhir sangat kurang 37,5% kurang memenuhi memenuhi kurang memenuhi 20% cukup memenuhi
62,5%
sangat kurang memenuhi
50%
kurang memenuhi
75%
50%
kurang memenuhi
16,67%
sangat kurang memenuhi cukup memenuhi
0%
Memenuhi
37,5%
kurang memenuhi
25%
cukup memenuhi
100%
tidak memenuhi
100%
tidak memenuhi
31,25%
kurang memenuhi
31,25%
kurang memenuhi
49
Pimpinan Pimpinan adalah pemegang kendali suatu perusahaan.
Pimpinan harus
mempunyai wawasan terhadap metode pengawasan modern (HACCP) dan dapat melaksanakannya dengan baik dalam perusahaan itu sendiri. Pimpinan juga harus dapat bekerjasama dengan baik dan dapat menerima pengawasan serta menunjukkan data yang diperlukan dalam pemeriksaan atau inspeksi. Hasil pengamatan terhadap unit pengolahan susu PT D-Farm Agriprima telah memenuhi terhadap aspek pimpinan, terlihat dari hasil pengamatan tidak terdapat penyimpangan, baik pada tahap awal pengamatan maupun akhir pengamatan GMP. Sanitasi Lokasi dan Lingkungan : Fisik Lingkungan unit pengolahan susu PT D-Farm Agriprima berada di sekitar kompleks Laboratorium Lapang Kampus Darmaga, Institut Pertanian Bogor yang berada di lokasi Fakultas Peternakan, satu lokasi dengan Lab.
Lapang untuk
budidaya sapi perah, budidaya sapi potong, pengolahan limbah, budidaya unggas dan lain sebagainya. Salah satu faktor utama yang menyebabkan adanya bakteri pada susu adalah lokasi dan lingkungan industri tersebut. Jarak lokasi pengolahan susu dengan laboratorium lapang budidaya sapi perah yang terlalu dekat, menjadi faktor yang dapat mendatangkan pencemaran terhadap bahan baku untuk pengolahan maupun pada produk akhir. Hal ini disebabkan oleh polusi udara dari kandang sapi perah tersebut, sehingga menyebabkan terdapatnya satu penyimpangan mayor pada pengamatan awal. Terdapatnya rumput-rumput yang tumbuh berlebihan di sekitar perkandangan menyebabkan serangga atau adanya hewan-hewan berdatangan di daerah tersebut. Hal ini menyebabkan dua penyimpangan minor pada pengamatan tahap pertama. Pada pengamatan akhir, rumput-rumput yang tumbuh di sekitar perkandangan
sudah
dibersihkan
sehingga
memperbaiki
penilaian
dengan
menyisakan satu penilaian minor. Lokasi dan bangunan unit pengolahan D-Farm dapat dilihat pada Gambar 16. Air susu bersifat mudah menyerap bau di sekitarnya, dalam hal ini yang mudah menyerap bau adalah butiran lemak susu. Bau yang asam menunjukkan bahwa air susu sudah lama disimpan atau basi. Air susu yang berbau busuk menunjukkan bahwa air susu sudah rusak sama sekali dan tidak layak untuk dikonsumsi (Girisonta, 1995). Pencegahan yang dilakukan oleh unit pengolahan 50
susu D-Farm agar memenuhi persyaratan GMP yaitu membatasi ruangan dengan pintu dan tirai plastik, menjaga ruangan agar selalu tertutup rapat selama proses produksi, mencegah agar karyawan tidak keluar masuk ruang produksi, higien karyawan yang sangat terjaga, tersedia alat untuk mencegah serangga masuk dalam unit pengolahan. Lingkungan pengolahan harus terbebas dari sampah dan barang-barang yang tidak digunakan di areal pabrik maupun di luarnya. Faktor utama yang menyebabkan adanya bakteri pada susu adalah faktor kebersihan dan penyakit. Bakteri dapat berasal dari sapi, lingkungan, udara sekitarnya, peralatan yang digunakan dan petugas pemerah.
(a)
(b)
Gambar 16. Lokasi dan Bangunan Unit Pengolahan D-Farm : (a) Tampak Depan dan (B) Tampak Samping
Sanitasi Lingkungan a. Pembuangan/Limbah. Sistem pembuangan limbah cair atau saluran di sekitar pabrik harus tersedia cukup dan lancar alirannya. Penilaian menunjukkan bahwa sistem pembuangan masih perlu diperbaiki, karena kadangkala saluran (selokan) terdapat genangan air yang diakibatkan tersumbatnya saluran tersebut, sehingga merangsang serangga atau hewan-hewan lain untuk berada di daerah tersebut (Gambar 17). Hal ini menyebabkan terdapatnya satu penyimpangan minor pada pengamatan awal GMP. Kapasitas saluran di lingkungan mencukupi dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Limbah cair yang dibuang dialirkan melalui saluran pipa pembuangan dan langsung dialirkan ke selokan. Limbah produksi atau sisa-sisa produksi dikumpulkan dan ditangani dengan baik. Limbah produksi ini biasanya
51
dibuang setiap proses produksi berakhir. Winarno dan Surono (2004) menyatakan bahwa limbah harus dibuang dari ruang pengolahan sesering mungkin, minimal sekali dalam sehari. Limbah kering/padat pada Unit Pengolahan susu D-Farm telah ditangani dengan baik dan dikumpulkan pada wadah yang tertutup dan tersedia mencukupi jumlahnya untuk seluruh pabrik. (a)
(b)
Gambar 17. Saluran Pembuangan di Unit Pengolahan PT D-Farm yang (a) Tersumbat dan (b) Tidak Tersumbat b. Investasi Burung, Serangga atau Binatang lain Ruang produksi didesain secara detail agar hama ataupun serangga tidak dapat memasuki ruangan tersebut. Pencegahan hama tersebut diupayakan dengan menutup lubang angin yang ada dengan kawat kasa, saluran pembuangan air yang dilengkapi dengan katup penutup. Pintu gudang kering yang berada di bagian depan lokasi Unit Pengolahan selalu terbuka lebar, sehingga memungkinkan serangga seperti lalat masuk melalui pintu depan tersebut. Pembatas ruang dengan tirai plastik dan tersedianya pets control electric menyulitkan serangga tersebut masuk dan melindungi area produksi. Penumpukkan peralatan setelah digunakan untuk proses produksi di ruang cuci dapat mendatangkan semut, sehingga proses pencuciian harus dilakukan segera.
Belum tersedia
filter udara dalam ruang proses produksi,
sehingga terdapat penilaian penyimpangan SSOP yang terjadi baik pada awal dan akhir pengamatan yaitu sebesar 31,25% dan termasuk dalam kategori kurang memenuhi. Pembersihan ruangan di seluruh unit pengolahan ini dilakukan secara berkala baik sebelum proses produksi berlangsung ataupun setelah proses produksi. Hasil penilaian GMP menunjukkan bahwa terdapat satu penyimpangan mayor pada tahap awal dan akhir pengamatan, karena pengendalian untuk mencegah
52
serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya di lingkungan pabrik masih belum efektif dilaksanakan sepenuhnya. Beberapa usaha pengendalian hama yang telah dilakukan di Unit Pengolahan susu PT D-Farm dapat dilihat pada Gambar 18.
(a)
(b)
(c)
Gambar 18. Pengendalian Hama di PT D-Farm (a) Pets Control, (b) Perangkap Tikus dan (c) Perangkap Lalat Pabrik a. Kondisi Umum. Bangunan yang terdapat di Unit Pengolahan susu PT D-Farm Agriprima yaitu ruang uji kualitas, ruang penerimaan susu, ruang produksi, ruang pengemasan, ruang penyimpanan dan ruang cuci. Ruang penyimpanan produk akhir menempati ruang yang sama dengan ruang penyimpanan bahan baku, hal ini karena kekurangan ruangan yang dibutuhkan sehingga satu ruang berfungsi ganda. Ruang produksi sudah sesuai dengan kondisi peralatan, kapasitas produksi dan jumlah karyawan. Tata letak ruangan sesuai urutan proses mulai dari penerimaan susu, pengujian kualitas, proses produksi, pengemasan dan penyimpanan, semuanya memiliki ruangan tersendiri dan terpisah oleh tirai plastik. Belum tersedianya ruangan istirahat bagi karyawan, menyebabkan terdapatnya satu penyimpangan minor baik pada pengamatan GMP awal maupun akhir. b. Ruang Pengolahan Pengamatan GMP pada aspek bangunan dan ruangan yaitu lantai, dinding, atap dan langit-langit. Bangunan dalam keadaan terawat dengan baik dan terjaga sanitasinya. Lantai yang terdapat dalam ruang produksi unit pengolahan ini, merupakan keramik yang rapat air, mudah untuk dibersihkan, halus tetapi tidak licin, permukaan rata, memudahkan dalam aliran air, tahan terhadap air, garam, basa, asam dan bahan kimia lainnya, keramik tidak pecah dan tidak retak. Pertemuan antar lantai dengan dinding masih membentuk sudut siku-siku, seharusnya melengkung. Hasil 53
penilaian GMP menunjukkan terdapatnya penyimpangan minor pada tahap awal pengamatan. Saluran pembuangan air yang terdapat dalam ruang produksi sudah langsung dialirkan ke dalam pipa ke bawah tanah, terdapatnya saringan dan katup agar mencegah binatang atau benda asing yang masuk ke dalam ruang produksi, tetapi dalam saluran air ini belum terdapat penahan bau sehingga bisa terdapat bau yang masuk ke dalam ruangan produksi dari saluran limbah pembuangan. Lantai di unit pengolahan ini secara keseluruhan telah memenuhi persyaratan GMP. Bahan yang digunakan mudah diperbaiki/dicuci, konstruksi sudah sesuai dengan persyaratan teknik sanitasi dan higien. Hanya saja lantai yang terdapat di ruang produksi ini akan licin jika terdapatnya genangan air, sehingga dalam saluran pembuangan harus dibuat kemiringan yang sesuai, sehingga hal tersebut memudahkan aliran air terbuang dalam salurannya. Licinnya lantai yang disebabkan oleh genangan air, menyebabkan penilaian tahap awal memiliki penyimpangan minor. Pada pengamatan akhir kemungkinan adanya genangan air itu sudah bisa diatasi. Dinding pada setiap ruangan yang terdapat di pengolahan susu ini kedap air sampai pada ketinggian minimal 1,70 m, bahan dinding terbuat dari bahan yang mudah diperbaiki ataupun mudah dicuci, konstruksi sudah sesuai dengan persyaratan teknik sanitasi dan higien, memiliki konstruksi dinding yang halus, kuat, tidak retak dan cat tidak mudah mengelupas. Pertemuan antara dinding dengan dinding masih berbentuk siku-siku, sehingga sedikit menyulitkan dalam proses pembersihan dinding. Hasil penilaian menunjukkan terdapatnya penyimpangan minor pada tahap awal dan akhir pengamatan. Unit Pengolahan D-Farm memiliki instalasi listrik yang sebagian besar sudah tertanam dalam dinding, beberapa instalasi listrik masih ada yang belum tertanam dalam dinding, hal tersebut dapat membahayakan jika berdekatan dengan sumber air, sehingga perlu penanganan segera. Kebersihan dinding harus diperhatikan, jika terdapat debu dan kotoran yang menempel pada dinding dapat pula masuk ke dalam produk, sehingga frekuensi pembersihan dinding tersebut harus ditingkatkan. Setelah proses produksi dinding harus dibersihkan kembali dengan cara sanitasi kering seperti menggosok dan mengelapnya. Winarno dan Surono (2004) menyatakan bahwa sudut antar dinding,
54
antara dinding dan lantai dan antara dinding dengan langit-langit harus tertutup rapat dan mudah dibersihkan. Tidak terdapat langit-langit atau plafon di tempat tertentu yang diperlukan, langit-langit terbebas dari kemungkinan catnya mengelupas atau rontok atau adanya kondensasi, kedap air dan mudah untuk dibersihkan, tidak retak, tidak bocor dan tidak berlubang. Konstruksi langit-langit terbuat dari bahan eternit berwarna terang, tahan lama. Langit-langit tersebut memiliki ketinggian kurang dari 2,40 m dari permukaan lantai. Bagian langit-langit pada pengolahan ini telah memenuhi persyaratan GMP secara umum. Winarno dan Surono (2004) menyatakan bahwa langit-langit harus dirancang untuk mencegah akumulasi kotoran dan meminimalkan kondensasi serta mudah dibersihkan, tinggi langit-langit minimal 3 meter. Fasilitas Pabrik Pengamatan GMP pada aspek fasilitas pabrik yaitu fasilitas cuci tangan dan kaki, toilet/urinoir karyawan, penerangan, ventilasi dan PPPK/klinik/fasilitas keamanan kerja. Peralatan pencucian tangan mencukupi dan lengkap, tetapi belum terdapat fasilitas bak cuci kaki. Hal ini menunjukkan bahwa terdapatnya dua penyimpangan mayor baik pada pengamatan GMP awal dan akhir. Fasilitas pencucian seperti sabun dan alat pengering tangan (hand dryer) sudah disediakan tetapi masih belum sepenuhnya digunakan karena aliran listrik yang kurang memadai. Setiap sudut ruangan terdapat peringatan pencucian tangan sebelum melakukan pekerjaan, begitupun di dekat tempat pencucian tangan. Toilet di pengolahan ini ditempatkan di bagian belakang lokasi pengolahan, dengan letak tidak terbuka langsung dengan ruang pengolahan. Pintu toilet selalu tertutup, tetapi belum dilengkapi dengan lampu. Tersedia satu toilet untuk semua pegawai yang jumlahnya 6 orang, sehingga jumlah toilet mencukupi sesuai yang dipersyaratkan. Fasilitas atau bahan saniter seperti tissue, sabun (cair) dan pengering belum disediakan di dalam ataupun di sekitar toilet. Belum terdapat peringatan mencuci tangan setelah menggunakan toilet di sekitar daerah toilet tersebut. Peralatan toilet yang tersedia meliputi gayung dan tempat sampah berpenutup tanpa pijakan sebagai pembukanya, sedangkan sikat toilet, tempat sabun, bak larutan khlorin 200 ppm dan alas kaki khusus untuk toilet belum dilengkapi. Hal ini menunjukkan terdapatnya dua penyimpangan serius pada awal pengamatan GMP. 55
Hasil pengamatan akhir hanya terdapat satu penyimpangan serius karena peralatan toilet sudah dilengkapi. Saluran pembuangan dalam kondisi baik dan sumber air mengalir dengan baik. Toilet cukup terawat hanya saja lantai masih terdapat genangan air jika telah digunakan, hal tersebut karena saluran pembuangan yang tidak terlalu miring. Hal ini menunjukkan terdapatnya satu penyimpangan minor pada pengamatan awal GMP, tetapi pada akhir pengamatan GMP keadaan toilet sudah mengalami perubahan dan dinilai cukup baik. Lampu yang digunakan di ruang pengolahan, penyimpanan material dan pengemasan cukup aman karena menggunakan pelindung. Cahaya berfungsi untuk memberikan sinar bagi tempat yang gelap. Adanya penerangan dari cahaya lampu memudahkan dalam melakukan proses produksi dari awal hingga akhir proses. Lampu dengan penerangan yang cukup memudahkan karyawan mendeteksi adanya kontaminasi fisik pada suatu produk. Ventilasi udara yang terdapat dalam pengolahan ini sudah mampu menjamin peredaran udara dengan baik, cukup menghilangkan gas, uap, bau, asap, debu dan panas. Ruang pengemasan telah disertai dengan pendingin ruangan/Air Conditioner agar suhu dapat dipertahankan. Unit pengolahan susu D-Farm belum dilengkapi dengan fasilitas keamanan atau kesehatan kerja berupa klinik yang memadai, tetapi telah tersedia obat-obatan yang bisa digunakan utnuk pertolongan pertama. Hal ini dinilai sebagai satu penyimpangan mayor. Klinik pengobatan disediakan oleh institusi IPB, sehingga pegawai pengolahan ini dapat berobat ke klinik IPB dengan pembayaran gratis. Fasilitas sanitasi yang telah ada di unit pengolahan susu D-Farm yaitu wastafel untuk pencuci tangan beserta sabun dan alat pengering tangan (hand dryer) telah disediakan, namun belum bisa dioperasionalkan, telah tersedia toilet yang berada di luar unit pengolahan, penerangan dan ventilasi yang cukup baik, tetapi belum terdapat ruang ganti pakaian. Fasilitas pencucian tangan ini berada di ruang penerimaan susu, ruang produksi/pengolahan, ruang pencucian atau kebersihan. Belum terdapat fasilitas bak cuci kaki, fasilitas ini diperlukan untuk menghindari kontaminasi silang antara kaki dan sepatu boat yang akan digunakan karena terbilas oleh disinfektan terlebih dahulu. Penilaian penyimpangan pada pengamatan awal sebesar 75% termasuk dalam kategori sangat kurang memenuhi. Penilaian
56
penyimpangan pada pengamatan akhir SSOP sebesar 50% termasuk dalam kategori kurang memenuhi, peningkatan nilai merupakan adanya perbaikan berupa kebersihan toilet yang lebih terjaga. Fasilitas pada unit pengolahan susu D-Farm dapat dilihat pada Gambar 19.
a
b
c
Gambar 19. Fasilitas Pabrik : (a) Toilet Karyawan, (b) Ventilasi Udara dan (c) Wastafel dengan Pengering Tangan Pembuangan Limbah Pabrik Tempat sampah di dalam pabrik disediakan di ruang pencucian, ruang penyimpanan produk dan ruang penerimaan susu. Bentuk tempat sampah yang berada di dalam pabrik sudah sesuai dengan yang disyaratkan yaitu menggunakan tempat sampah tertutup yang menggunakan pijakan kaki sebagai pembuka sehingga lebih aman dari kontaminasi silang dan bau (Gambar 20). Tempat sampah tersebut biasanya dialasi terlebih dahulu dengan trash bag, jika telah selesai proses produksi maka sampah dibuang pada tempat pembuangan akhir yang berada di lingkungan IPB. Sistem pembuangan limbah cair/saluran dalam pabrik masih dinilai kurang baik, hal tersebut karena terdapat kebocoran pada bak pencucian peralatan. Hal ini menunjukkan terdapat satu penyimpangan minor pada pengamatan awal GMP. Pada pengamatan akhir GMP telah diperbaiki, sehingga tidak terdapat penyimpangan. Kapasitas saluran dalam pabrik sendiri telah sesuai, dinding saluran air halus dan kedap air, tetapi tidak tertutup dan tidak dilengkapi dengan bak kontrol. Saluran pembuangan ini dilengkapi dengan katup untuk mencegah masuknya binatang lain ke dalam ruangan pengolahan. Hal tersebut telah sesuai dengan persyaratan seperti dinyatakan Winarno dan Surono (2004), bahwa bagian-bagian selokan yang ke luar melalui dinding ruangan pengolahan harus dilengkapi dengan alat pelindung, 57
misalnya jeruji besi yang dapat diangkat sehingga mempermudah pembersihan dan mencegah masuknya tikus dan binatang lain ke dalam ruangan pengolahan. Hasil pengamatan ini menunjukkan terdapat satu penyimpangan mayor baik pada pengamatan awal maupun akhir GMP. (a)
(b
Gambar 20. Tempat Sampah dengan Pijakan Kaki (a) dalam Ruang Produksi dan (b) di Lingkungan Luar Bangunan Operasional Sanitasi di Pabrik Peralatan dan wadah untuk produksi dicuci hingga bersih dengan sabun dan dibilas hingga tidak ada noda ataupun sisa sabun yang menempel, disanitasi terlebih dahulu sebelum digunakan dan dibilas dengan air panas. Metode pembersihan atau pencucian dilakukan secara manual untuk pencegahan kontaminasi terhadap produk. Semua ruangan yang terdapat di lokasi ini dijaga kebersihan dan sanitasinya, seperti ruang penerimaan, ruang pengolahan, ruang pengemasan, ruang pencucian, ruang penyimpanan bahan baku/produk akhir. Hasil pengamatan GMP menunjukkan telah adanya kesesuaian dengan persyaratan. Binatang Pengganggu/Serangga dalam Pabrik Ruang dan tempat yang digunakan sebagai ruang penerimaan susu, pengolahan dan penyimpanan bahan baku atau produk akhir terpelihara kebersihannya dan sanitasinya. Hama diberantas dengan cara yang tidak mempengaruhi mutu dan keamanan pangan. Pemberantasan hama dilakukan secara fisik seperti dengan penyediaan perangkap tikus atau secara kimia seperti pemberian racun pada tikus. Perlakuan dengan bahan kimia diberikan dengan pertimbangan tidak mencemari pangan. Hasil penilaian GMP menunjukkan bahwa terdapat satu penyimpangan mayor pada tahap awal dan akhir pengamatan, karena pengendalian
58
untuk mencegah serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya di lingkungan pabrik masih belum efektif dilaksanakan sepenuhnya. Peralatan Produksi Peralatan yang terdapat di ruang pengolahan yaitu alat batch pasteurizer sebanyak 3 buah, untuk memanaskan susu dengan kapasitas masing-masing 20 liter, 40 liter dan 500 liter susu. Alat ini terbuat dari bahan stainless, aman untuk digunakan dan mudah dalam proses pembersihannya. Alat tersebut biasanya sebelum dan sesudah proses produksi dibersihkan terlebih dahulu, pemanasan awal mesin menggunakan air hingga mencapai suhu 90ºC. Peralatan yang terdapat di ruang pengemas yaitu alat pengemas otomatis yang digunakan untuk pengemasan produk yang kemasan cup.
Pada ruang
pencucian terdapat kompor gas, milk can, mixer, separator yang semuanya terjaga kebersihannya. Peralatan yang terdapat di ruang penyimpanan atau gudang kering yaitu freezer, sealer, show case yang dirawat dengan baik. Rancang bangun, konstruksi dan penempatan peralatan serta wadah menjamin terjaganya sanitasi dan dapat dibersihkan secara efektif. Bahan yang terbuat dari kayu seperti pengaduk dilapisi dengan bahan yang tidak berbahaya atau kedap air, sebelum penggunaan alat tersebut disterilkan menggunakan air panas. Pengontrolan dilakukan untuk membuang wadah dan peralatan yang sudah tidak layak pakai, rusak atau pun tidak digunakan. Peralatan kebersihan sesuai dengan kapasitas produksi atau cukup tersedia dengan baik. Pasokan air panas atau dingin cukup tersedia, dengan memasaknya langsung sehingga jika membutuhkannya dapat langsung digunakan. Peralatan produksi di unit pengolahan ini pada pengamatan awal dan akhir telah sesuai dengan GMP. Pengamatan SSOP pada frekuensi pembersihan area produksi belum dilakukan secara optimal, sehingga nilai penyimpangan pada pengamatan awal sebesar 62,5% termasuk kategori sangat kurang memenuhi. Frekuensi pembersihan area produksi dilakukan ketika akan melakukan proses produksi dan setelah selesai proses produksi, sehingga mempengaruhi nilai pengamatan SSOP dan penyimpangan yang terjadi menurun menjadi 50% termasuk kategori kurang memenuhi. Area produksi ini pun terjaga sanitasinya setiap pergantian proses produksi. Pembersihan area produksi yang dilakukan secara rutin seperti, pembersihan jendela, lantai, alat 59
pasteurisasi, tirai plastik. Pembersihan dinding, langit-langit, freezer dilakukan satu minggu sekali. Setiap ruangan diberi catatan sanitasi untuk pemantauan terhadap proses kebersihan oleh manajer sehingga proses kebersihan terkontrol dengan baik dan tidak menyebabkan sumber kontaminasi pada proses produksi. Catatan sanitasi tersebut berisi tentang petugas yang membersihkan, waktu pembersihan dan paraf petugas serta manajer. Manajer harus melakukan pengujian mikrobiologis terhadap peralatan yang terdapat di area produksi setiap bulan agar teridentifikasi jumlah mikroba yang terdapat pada permukaan peralatan tersebut agar mencegah kontaminasi silang, unit pengolahan belum menerapkan pengujian tersebut secara kontinyu. Menteri Kesehatan Nomor 715/MENKES/SK/V/2003 menyatakan total mikroba maksimum permukaan alat atau mesin adalah 102 koloni/cm2 dan tidak terdapat E. coli. Pasokan Air Air merupakan salah faktor penting dalam suatu pengolahan dan juga merupakan salah satu dalam penilaian penerapan GMP dan SSOP. Pasokan air panas dan dingin yang dibutuhkan sangat terbilang cukup. Air panas biasanya digunakan untuk mensterilkan alat. Penggunaan air di PT D-Farm dibedakan menjadi dua, yaitu air yang digunakan untuk proses produksi, air untuk pencucian alat dan kegiatan lain diluar produksi. Hal tersebut telah memenuhi persyaratan GMP. Winarno dan Surono (2004) menyatakan bahwa air adalah komoditi yang sangat esensial dalam persiapan dan pengolahan pangan, meliputi air yang akan langsung menjadi bagian produk cair, maupun yang digunakan untuk membersihkan peralatan atau wadah pangan sebelum maupun sesudah persiapan dan pengolahan. Kualitas air untuk pengolahan pangan sama dengan kualitas air minum. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.416/MENKES/Per/IX/1990. Air baku yang digunakan yaitu air mineral yang telah memiliki sertifikasi untuk dapat digunakan sebagai air minum. Air di pabrik berasal dari water treatment IPB. Water treatment tersebut berasal dari air sungai yang telah ditambah kaporit dan dilakukan penyaringan sebelum masuk ke dalam bak-bak penampungan. Pengamatan SSOP pada tahap awal terdapat penyimpangan sebesar 62,5% atau masih sangat kurang memenuhi karena belum dilakukan pengujian terhadap keamanan air dan belum tersedianya pencatatan hasil pemeriksaan. Pengamatan SSOP pada tahap akhir 60
telah melakukan pengujian air yang berupa uji warna, bau, kekeruhan serta pH dan sudah memiliki dokumen kualitas air. Hanya saja pengujian ini belum dilakukan secara efektif, sehingga penilaian penyimpangan menurun menjadi 37,5% tetapi masih termasuk kategori kurang memenuhi. Air di unit pengolahan mudah dijangkau atau disediakan, apabila air tidak mengalir maka pihak perusahaan mengambil air dari sumber lain yang tidak jauh dari unit pengolahan. Air dapat terkontaminasi atau tercemar, namun unit pengolahan ini dapat mengantisipasi dengan menjaga sanitasi, penyimpanan dan penggunaan air.
Gambar 21. Tandon Penampungan Air Bersih untuk PT DFarm Sanitasi dan Higien Karyawan Kebersihan karyawan di unit pengolahan ini dijaga dengan baik dan memperhatikan aspek sanitasi dan higien. Karyawan harus terbebas dari penyakit kulit, atau penyakit menular lainnya. Tindak-tanduk karyawan mampu mengurangi dan mencegah kontaminasi baik dari mikroba maupun benda asing lainnya. Unit pengolahan susu D-Farm sudah dilengkapinya dengan lemari pakaian untuk mencegah kontaminasi silang antara pakaian luar dan pakaian produksi. Tempat penyimpanan sepatu kerja dan sepatu luar telah terpisah, hanya saja fasilitas ruang ganti pakaian masih kurang memadai karena ruangan yang terlalu sempit. Tersedia bak cuci tangan (wastafel) untuk karyawan yang melakukan pengolahan dilengkapi dengan sabun cair dan kertas pengering, begitupun dengan alat pengering tangan (hand dryer) hanya saja alat tersebut belum bisa digunakan. Unit pengolahan ini memiliki perlengkapan untuk mencegah kontaminasi silang dari pekerja terhadap produk, yaitu tersedianya seragam khusus, masker, penutup kepala dan sepatu boat khusus untuk produksi. Semua perlengkapan itu 61
digunakan hanya pada saat proses produksi atau ketika berada di ruang produksi, tetapi masih terdapat pegawai yang menggunakan perlengkapan di luar ruangan produksi. Pengamatan awal SSOP mendapatkan bahwa pengawasan terhadap pegawai masih belum terkontrol, terlihat dari penerapan pencucian tangan pada seluruh tahap proses pengolahan masih belum dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan SSOP pencucian tangan. Penilaian penyimpangan pada tahapan awal pengamatan didapatkan sebesar 45% atau termasuk pada kategori kurang memenuhi. Peringatan pencucian tangan di unit pengolahan ini ditempel pada setiap ruangan yang ada, dimulai di ruang penerimaan susu, ruang produksi/pengolahan, ruang pencucian atau kebersihan, ruang pengemasan dan gudang. Pengamatan akhir SSOP penyediaan fasilitas sanitasi tangan sudah lengkap. Pada setiap westafel pencucian tangan terdapat sabun cuci tangan dan kertas tissue, sehingga nilai penyimpangan SSOP menurun menjadi 20% termasuk dalam kategori cukup memenuhi. Higien personal lainnya yang sudah diterapkan yaitu tidak merokok di areal unit pengolahan, tidak melakukan perbincangan/mengobrol pada saat proses produksi berlangsung, tidak menggunakan perhiasan setiap melakukan proses produksi. Pengamatan mendapatkan belum terdapat pemisahan produk dan di dalam freezer masih terdapat bahan lain yang disimpan bersamaan dengan produk. Unit pengolahan ini telah membuat penugasan khusus pada setiap bagian, tetapi masih belum diperhatikan secara benar, karyawan masih dapat membantu pekerjaan karyawan pada bagian lain. Hal ini mungkin dapat disebabkan terbatasnya karyawan yang dimiliki oleh unit pengolahan ini. Secara umum fasilitas higien karyawan ini telah memenuhi persyaratan, hanya terdapat beberapa bagian yang belum bisa dilakukan, seperti manajemen unit pengolahan belum melakukan pengecekan kesehatan karyawan untuk mengetahui kondisi karyawan dan juga belum mempunyai catatan tentang riwayat kesehatan karyawan. Penilaian penyimpangan SSOP yang terjadi baik pada awal dan akhir pengamatan bernilai 100% termasuk dalam kategori tidak memenuhi. Hal ini penting dilakukan karena dengan pengecekan tersebut maka dapat diketahui penyakit yang dimiliki oleh karyawan tersebut. Unit pengolahan ini menetapkan kebijakan, bahwa jika terdapat karyawan yang sakit dan mengalami luka yang cukup serius atau parah maka diberi izin untuk tidak masuk kerja dan tidak diperbolehkan melakukan
62
pekerjaan seperti biasa hingga sembuh, hal tersebut dilakukan untuk menghindari kontaminasi mikrobiologi terhadap produk ataupun menularkan penyakit kepada karyawan lainnya. Unit pengolahan susu D-Farm belum melakukan pembinaan karyawan dalam manajemen unit pengolahan untuk mencegah karyawan yang diketahui mengidap penyakit, sehingga pada awal pengamatan GMP ini terdapat satu penyimpangan mayor. Selain itu, belum dilakukan pelatihan pekerja dalam hal sanitasi dan higien, maka menyebabkan terdapatnya satu penyimpangan minor pada pengamatan GMP. Kurangnya pengawasan dalam sanitasi, pencucian tangan dan kaki sebelum masuk ruang pengolahan dan setelah keluar dari toilet. Hal ini menunjukkan terdapatnya satu penyimpangan serius. Perlu disediakan sarana pembilas sepatu di depan ruang pengolahan. Gudang a. Gudang Biasa (Kering). Gudang kering ini biasanya untuk menyimpan bahan baku persedian berupa gula, flavour, agar-agar dan sirup. Persediaan bahan diatur dengan FIFO (first in first out). Penyimpanan gula biasanya disimpan didalam tempat khusus untuk gula dan dikondisikan bahan tidak menyentuh lantai (±20 cm dari lantai), dinding (±10 cm dari dinding) serta jauh dari langit-langit. Pencatatan pada penggunaan gula telah dilakukan yang terdiri atas, tanggal pembelian, jumlah pembelian, tanggal penggunaan, jumlah penggunaan. Flavour dan sirup disimpan di dalam kotak yang tertata rapi dan terjaga kebersihannya. Selain itu, terdapat juga kemasan yang belum digunakan seperti cup dan plastik kemasan yang tersimpan rapi di dalam kardus penyimpanan kemasan, yang diletakkan diatas lantai yang bersemen tidak menyentuh lantai ±20 cm dari lantai, ±10 cm dari dinding serta jauh dari langitlangit, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kultur starter disimpan di dalam refrigerator dengan suhu 0-7oC. Produk akhir disimpan dalam freezer (Gambar 22) tersendiri tanpa dicampur dengan produk lain, terdapat pencatatan tentang produk yang masuk dan keluar. Baik refrigerator ataupun freezer disimpan di gudang kering, sehingga ruangan ini pun dalam keadaan bersih, rapi, tidak terdapat hama, memiliki cahaya yang cukup dan freezer berfungsi dengan baik.
63
Pada gudang kering terdapat bahan lain yaitu bahan-bahan stok yang disimpan agar tidak tercemar oleh serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya. Cara penyimpanannya pun berbeda-beda sesuai dengan fungsi dan penggunannya. Biasanya bahan-bahan kimia ditempatkan pada bagian bawah dan dijauhkan dari bahan yang akan digunakan terhadap produk. Gudang ini selalu dibersihkan sebelum dan sesudah proses produksi, dirawat dengan baik dan terjaga sanitasinya. Ventilasi yang terdapat di sekitar gudang kering ini dapat berfungsi dengan baik, sehingga tidak membuat ruangan menjadi lembab, bau dan tidak berasap yang dapat merugikan kesehatan. Peralatan dan perlengkapan produksi masih disimpan di ruang pencucian atau ruang kebersihan, dengan disimpan di atas rak-rak yang tersusun rapi dan terdapat juga tempat penggantungan peralatan yang tidak menempel dengan dinding, lantai ataupun langit-langit. Seharusnya tersedia tempat penyimpanan khusus yang dapat berbentuk lemari dan tertutup rapat, sehingga dapat mencegah kontaminasi alat yang terkotori oleh debu dan pencemaran lainnya. Pengendalian untuk mencegah serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya telah dilakukan, dengan terdapatnya kotak perangkap dan lem tikus, perangkap serangga dan alat pendeteksi serangga yang diletakkan diatas pintu masuk. Hal ini belum efektif untuk pencegahan maka pada pengamatan awal dan akhir GMP terdapat satu penyimpangan mayor.
Gamabr 22. Freezer untuk Penyimpanan Produk di D-Farm b. Gudang Kemasan Produk Peralatan yang terdapat di ruang pengemas yaitu mesin pengemas yang digunakan untuk mengemas produk dalam kemasan cup. Cara kerja alat pengemas adalah otomatis atau semi otomatis. Ruang pengemasan ini selalu dibersihkan ketika
64
akan digunakan dan jika telah selesai digunakan, sanitasi terjaga dan dirawat dengan baik. Ruang pengemas ini merupakan salah satu ruangan yang dilengkapi AC, hal tersebut agar suhu tetap sejuk dan dapat mencegah perubahan pada produk akhir. Masih terdapat pengemas yang disimpan tidak pada tempatnya, hal ini menyebabkan terdapatnya satu penyimpangan serius pada awal pengamatan. Pengamatan akhir GMP tidak terdapat penyimpangan karena pengemas sudah tersusun rapi pada tempat yang bersih. Ruang pengemas ini terdapat di bagian tengah unit pengolahan dan dilengkapi dengan
pengendali serangga,
tikus dan binatang
pengganggu.
Pencegahan dan pengendalian tersebut diantaranya dengan penggunaan pest control electric, perangkap lem tikus dan lalat, namun dalam penggunaanya masih belum begitu efektif salah satunya pencegahan lalat, semut dan serangga lain. Pada pengamatan awal terdapat satu penyimpangan mayor dan pada akhir pengamatan terdapat satu penyimpangan mayor, karena pengendalian serangga telah dilakukan dengan cukup baik. Ruang pengemas ini dilengkapi dengan AC sehingga pintu harus selalu tertutup rapat agar suhu tetap konstan. Ventilasi di ruang pengemas ini berfungsi dengan baik. Ruang pengemasan ini juga berfungsi sebagai ruang steril untuk inokulasi starter sehingga proses inokulasi starter yoghurt ke dalam susu dilakukan pada ruang pengemas sehingga ruang pengemas ini sangat dijaga sanitasinya dari kontaminasi bakteri, agar tidak masuk ke dalam susu.
Gambar 23. Mesin Pengemas Produk Olahan Susu dalam Cup Tindakan Pengawasan Bahan baku atau bahan mentah selalu dilakukan pengujian mutu sebelum diolah. Susu selalu mendapat pengujian alkohol (70%) sedangkan pada gula, flavour
65
dan sirup dilihat secara fisik dan waktu tanggal kadarluarsa. Campuran bahan baku disesuaikan dengan spesifikasi penggunaannya. Proses produksi dilakukan pengawasan setiap tahapan mulai dari proses pemanasan susu, dilakukan pengontrolan pada suhu alat, waktu pemanasaan dan pendinginan, suhu susu ketika akan dipisahkan antara skim dan skim, pengawasan waktu inokulasi, pengecekan kadar gula pada produk akhir dan dilakukan pengujian kualitas pada produk akhir. Penyimpanan bahan baku dan produk akhir dipisahkan, bahan baku berupa susu disimpan dalam freezer di ruang penerimaan susu, sedangkan produk akhir disimpan dalam freezer di gudang kering. Penyimpanan dan penyerahan dilakukan secara FIFO (First in First Out) dan teradapat pencatatan. Bahan Mentah dan Produk Akhir Produk akhir yang akan dipasarkan terlebih dahulu dilakukan pengujian. Pengujian tersebut bertujuan untuk dapat mendeteksi terdapatnya kontaminasi atau tidak pada bahan baku dan bahan produk akhir. Bahan yang digunakan merupakan bahan yang aman, begitupun dengan produk akhir aman untuk dikonsumsi dan tidak terdapat kontaminasi silang. Penanganan, pengolahan, penyimpanan, pengangkutan dan pengemasan dilakukan secara higienis. Hal tersebut sesuai dengan persyaratan GMP. Bahan tambahan lainnya yang dibutuhkan dalam proses produksi disimpan di gudang kering dalam boks yang tertata rapi dan terjaga kebersihannya. Boks penyimpanan bahan ini tertutup dan terdapat label, dikeluarkan jika akan digunakan. Jika terdapat flavour (essens) yang telah dibuat sehingga sudah berbentuk cair/ sirup, maka disimpan di dalam refrigerator dalam wadah yang telah disterilkan terlebih dahulu menggunakan air panas dan di tutup rapat serta menggunakan label sehingga mencegah tumbuhnya mikroorganisme selama penyimpanan. Bahan-bahan tersebut tersimpan dengan kemasan asli dari suplier lengkap dengan tanggal kadaluarsa. Bahan kemasan yang digunakan seperti cup plastik dan plastik kemasan tersimpan rapi di dalam kardus penyimpanan kemasan, tempat tersebut bersih dan terbebas dari hama. Kemasan yang akan digunakan disimpan di ruang steril yang merupakan ruang kemasan itu sendiri sehingga tidak menjadi sumber kontaminasi bagi produk. Alkohol 70% yang ditempatkan di dalam botol disimpan di gudang kering yang tempat penyimpanannya berjarak jauh dengan bahan baku dan bahan 66
tambahan ataupun produk akhir. Alkohol 70% ini digunakan untuk mensanitasi meja yang akan digunakan untuk proses produksi atau pun meja stainless yang berada di ruang kemasan. Botol spray yang berisi alkohol ini diberi label dengan sangat jelas. Pada awal pengamatan SSOP, masih terdapat sampah yang menumpuk sehingga penilaian penyimpangan yang didapat sebesar 16,67% atau termasuk kategori cukup memenuhi. Pada pengamatan akhir sudah tidak terdapat tumpukan sampah yang berlebihan sehingga penilaian penyimpangan menurun menjadi 0% dan termasuk kategori memenuhi. Kualitas Susu dan Yoghurt a. Kualitas Susu Segar . Unit pengolahan ini selalu melakukan pengujian pada susu segar yang digunakan sebagai bahan baku yoghurt. Unit pengolahan telah mendapatkan izin untuk menggunakan Laboratorium Teknologi Hasil Ternak milik Fakultas Peternakan. Saat penerimaan susu dilakukan pengujian yang terdiri atas warna, bau, konsistensi dan uji alkohol. Jika terdapat pengujian yang tidak bisa dilakukan di laboratorium, maka unit pengolahan memberikan sampel ke Balai Besar Industri Agro Departemen Perindustrian. Pengujian yang dilakukan terdiri atas, bahan kering tanpa lemak, protein, lemak, kadar air, berat jenis, derajat keasaman, pengujian cemaran mikroba (TPC, Salmonella, Escherichia coli) dan pengujian cemaran logam (timbal, seng). Tabel 6. Hasil Pengujian Susu Segar Kriteria Uji Keadaan Warna Bau Rasa Konsistensi Uji alkohol 70% Berat jenis Protein Lemak Derajat keasaman Cemaran Logam Timbal Seng Cemaran mikroba Total kuman Salmonella E.coli
Satuan
Hasil
% % % o SH
Normal Normal Normal Normal Negatif 1,03 3,58 3,32 8,2
mg/kg mg/kg
< 0,048 4,18
CFU/ml CFU/ml
3,38 Negatif Negatif
67
Warna yang dimiliki oleh susu segar sebagai bahan baku utama yoghurt yaitu putih kekuningan. Warna pada susu dapat dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi oleh ternak, jenis hewan dan jumlah lemak atau padatan dalam susu. Girisonta (1995) menyatakan bahwa, warna air susu yang sehat adalah putih kekuningan atau oranye terang dan tidak tembus cahaya. Warna ini tergantung pada jumlah bahan kering dalam air susu. Menurut Buckle (2007) warna putih yang khas disebabkan oleh refleksi sinar dari partikel koloidal susu, sehingga dapat dikatakan air susu tidak tembus cahaya, sedangkan warna kuning pada air susu disebabkan karena lemak yang mengandung pigmen karotin dan riboflavin yang larut dalam air. Bau dan rasa susu memiliki aroma yang khas susu segar. Bau yang asam menunjukkan bahwa air susu sudah lama disimpan atau basi, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Bau dan rasa susu yang kecut, pahit dan asin bisa disebabkan karena penanganan setelah diperah tidak baik dan susu sudah mulai rusak, rasa yang hambar berarti air susu banyak dicampur air biasa. Girisonta (1995) menyatakan bahwa, air susu yang baru mudah menyerap bau disekitarnya dalam hal ini yang mudah menyerap bau adalah butiran lemak. Konsistensi pada susu segar yaitu lebih kental daripada air. Konsistensi air susu juga tergantung pada suhu lingkungan. Hasil pengujian alkohol 70% pada susu segar yaitu negatif. Koagulasi susu oleh alkohol juga disebabkan oleh faktor lain, misalnya adanya penyakit pada ambing, kolostrum dan ranin yang dihasilkan oleh mikroba. Berat jenis susu segar dari hasil pengujian yaitu sebesar 1,03 sesuai dengan SNI 01-3141-1998 pada susu segar minimal sebesar 1,0280. Rachmawan (2001) menyatakan, bahwa semakin besar berat jenis pada susu adalah semakin bagus karena komposisi atau kandungan dari susu tersebut masih pekat dan kadar air dalam susu adalah kecil, sedangkan semakin banyak lemak pada susu maka semakin rendah berat jenisnya, semakin banyak persentase bahan padat bukan lemak, maka semakin berat susu tersebut. Variasi berat jenis terjadi karena perbedaan besarnya kandungan lemak, laktosa, protein dan garam-garam mineral dalam susu (Mukhtar, 2006). Hasil pengujian protein susu segar sebesar 3,58%, nilai tersebut memenuhi persyaratan SNI 01-3141-1998 minimal nilai protein tersebut 2,7%. Protein didalam air susu juga merupakan penentu kualitas air susu sebagai bahan konsumsi. Hasil pengujian lemak pada susu segar sebesar 3,32% sesuai Standar Nasional Indonesia
68
01-3141-1998 minimal nilai lemak tersebut sebesar 3,0%. Varnam dan Sutherland (1999) menyatakan bahwa, air susu merupakan suatu emulsi lemak dalam air yang didalamnya terkandung gula, garam-garam mineral dan protein dalam bentuk suspensi koloid. Rahman et al. (1992), menyatakan bahwa kandungan lemak dalam susu merupakan komponen utama yang menimbulkan flavor pada susu dan sebagian besar produk olahan susu. Nilai derajat keasaman pada susu segar sebesar 8,2%, sedangkan persyaratan mutu susu segar berdasarkan SNI 01-3141-1998 yaitu 6-7° SH hal ini tidak sesuai dengan persyaratan SNI. Hasil pengujian logam timbal pada susu segar yaitu < 0,048 mg/kg, nilai tersebut masih termasuk dalam syarat SNI 01-3141-1998 yaitu sebesar 0,3 ppm. Timbal tidak dibutuhkan oleh manusia, sehingga jika makanan tercemar oleh logam tersebut, tubuh akan mengeluarkannya lewat urin atau feses dan sebagian sisanya akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu seperti ginjal, hati, jaringan lemak dan rambut (Saeni, 1999; Widowati, 2008). Upaya untuk menghindari dan mengurangi pencemaran timbal (Pb) yaitu dengan menghindari penggunaan peralatan-peralatan dapur atau tempat makanan atau minuman yang diduga mengandung Pb misalnya keramik berglasur, wadah yang dipatri atau mengandung cat (Cahyadi, 2004). Hasil pengujian logam seng pada susu segar yaitu 4,18 mg/kg, sedangkan persyaratan mutu susu segar berdasarkan SNI 01-3141-1998 yaitu 0,5 ppm. Maka nilai tersebut melebihi nilai persyaratan SNI, hal ini dapat dimungkinkan karena peralatan yang digunakan mengandung logam Zn dan senyawa-senyawa pembentuk susu telah tercemar logam berat Zn. Hasil pengujian total kuman pada susu segar yaitu sebesar 3,38 CFU/ml sama dengan 3x104CFU/ml masih memenuhi persyaratan SNI 01-3141-1998 sebesar 1x106CFU/ml. jika terdapat kuman mengkontaminasi susu maupun bahan pangan dalam jumlah besar akan menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia. Frazier dan Westhoff (1998) menyatakan, bahwa tingkat kontaminasi berasal dari setiap sumber dan bergantung dari metode sanitasi yang dilakukan. Sumber kontaminasi yang sangat signifikan adalah dari permukaan yang kontak langsung dengan susu. Hasil pengujian Salmonella dan E.coli pada susu segar yaitu negatif sesuai dengan SNI 01-3141-1998. Jika terdapat kontaminasi, maka dapat berasal dari hewan produksi (peternakan) atau juga dari pekerja itu sendiri. Kontaminasi silang dapat
69
terjadi bila makanan jadi yang diproduksi berhubungan langsung dengan permukaan meja atau alat pengolah makanan selama proses persiapan yang sebelumnya telah terkontaminasi kuman patogen (Sartika et al., 2005). b. Kualitas Yoghurt Standar Nasioal Indonesia (SNI) untuk yoghurt yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional tahun 1992 dengan nomor SNI 01-2981-1992, lalu pada tahun 2009 dilakukan revisi. Pengujian yang dilakukan pada yoghurt berdasarkan SNI yaitu pengujian bau, rasa, konsistensi, total asam tertitrasi, derajat keasaman, protein, lemak, bahan kering tanpa lemak, kadar abu, pengujian cemaran mikroba (Coliform, Salmonella,), arsen dan pengujian cemaran logam (timbal, tembaga, timah, raksa). Pengujian tersebut dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak IPB Tabel 7. Hasil Pengujian Yoghurt Kriteria Uji Keadaan Penampakan Bau Rasa Konsistensi Lemak Bahan kering tanpat lemak Protein Abu Jumlah asam (dihitung sebagai asam laktat) Cemaran Logam Timbal Tembaga Timah Raksa Arsen Cemaran mikroba Coliform Salmonella
Satuan
Hasil
-
Cairan kental sampai semi padat Normal /khas Asam/khas Homogen 0,178 14,6 2,48 0,566 0,82
% % % % %
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
< 0,055 0,36 < 0,8 < 0,005 < 0.003
APM/ml 100/ml
210 Negatif
70
Yoghurt hasil produksi unit pengolahan ini memiliki penampakan berupa cairan kental sampai semi padat. Yoghurt adalah sebuah produk susu yang dihasilkan oleh bakteri fermentasi susu. Fermentasi dari laktosa menghasilkan asam laktat yang bekerja pada protein susu sehingga membuat yoghurt lebih padat serta memiliki tekstur dan aroma yang khas. Rasa yang asam pada yoghurt disebabkan karena adanya fermentasi dengan menambahkan bakteri-bakteri tertentu pada yoghurt tersebut. Buckle (2007) menyatakan bahwa, Streptococcus thermophillus memulai fermentasi laktosa menjadi asam laktat. Flavour khas yoghurt disebabkan karena asam laktat dan sisa-sisa asetalhida, diasetil, asam laktat yang dihasilkan oleh fermentasi bakteri. Hasil pengujian lemak pada yoghurt sebesar 0,178% nilai tersebut sesuai dengan SNI 01-2981-2009 maksimal kadar lemak yang dimiliki harus 0,5%. Yoghurt memiliki lemak sebanyak susu yang digunakannya. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa yoghurt tanpa lemak. Kandungan lemak dan padatan bukan lemak yang bervariasi untuk tiap-tiap produk susu yang menjadi bahan baku yoghurt akan berpengaruh langsung terhadap flavour, konsistensi (body) dan nilai gizi produk yoghurt yang dihasilkan (Fardiaz et al., 1992). Hasil pengujian bahan kering tanpa lemak pada yoghurt sebesar 14,6%, dilihat dari persyaratan SNI 01-2981-2009 minimal 8,2% maka nilai tersebut telah memenuhi. Untuk mencapai nilai bahan kering yang baik pada produk akhir yoghurt maka ditambahkan susu skim, umumnya dilakukan dengan kisaran 3-4%, atau 4-5%. Peningkatan bahan kering ini disebabkan karena susu skim bubuk memiliki bahan kering yang sangat tinggi dan memiliki kemampuan untuk mengikat air serta memberikan penampakan yang padat (plump) (Agus 2010). Hasil pengujian protein yoghurt sebesar 2,48% menurut SNI 01-2981-2009 minimal nilai protein sebesar 2,7%. Semakin tinggi susu skim yang ditambahkan semakin tinggi kadar proteinnya karena susu skim sendiri merupakan sumber protein. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Agus (2010), susu skim digunakan untuk mencapai kandungan solid non fat dan sebagai sumber protein jadi secara otomatis kadar protein semakin tinggi, sama halnya dengan jumlah asam (asam laktat), karena susu skim sebagai media pertumbuhan bakteri asam laktat.
71
Hasil pengujian kadar abu yoghurt yaitu 0,566 %, sedangkan menurut SNI 01-2981-2009 maksimal harus 1,0% maka nilai tersebut masih memenuhi persyaratan. Jumlah asam yang dihitung sebagai asam laktat yaitu 0,82%, nilai tersebut memenuhi SNI 01-2981-2009 karena masih berada dikisaran 0,5-2,0%. Hasil pengujian logam timbal pada yoghurt yaitu <0,055 mg/kg, sedangkan persyaratan mutu susu segar berdasarkan SNI 01-2981-2009 maksimal 3 ppm maka masih memenuhi persyaratan. Menurut SNI 01-7387-2009, timbal merupakan logam yang sangat beracun terutama bagi anak-anak. Sumber-sumber timbal antara lain cat usang, debu, udara, air, makanan, tanah yang terkontaminasi dan bahan bakar bertimbal. Hasil pengujian logam tembaga pada yoghurt yaitu 0,36 mg/kg sesuai dengan persyaratan mutu yoghurt berdasarkan SNI 01-2981-2009 yaitu maksimal 20,00 mg/kg. Hasil pengujian timah yoghurt yaitu < 0,8 mg/kg, sedangkan menurut SNI 01-2981-2009 maksimal harus 40,00 mg/kg maka nilai tersebut memenuhi persyaratan. Timah itu sendiri merupakan unsur logam yang dapat ditempa dan berwarna keperakan. Biasanya timah logam ditemukan pada debu dan asap polusi industri (SNI 01-7387-2009). Hasil pengujian raksa pada yoghurt sebesar < 0,005 mg/kg nilai tersebut sesuai dengan SNI 01-2981-2009 maksimal raksa yang dimiliki 0,03 mg/kg. Menurut SNI 01-2981-2009 arsen yang terdapat dalam yoghurt maksimal 0,03 mg/kg hasil pengujian arsen masih memenuhi persyaratan tersebut yaitu < 0.003 mg/kg. Arsen merupakan salah satu elemen yang paling toksik dan merupakan racun akultatif dapat menimbulkan efek penyakit yang akut bagi manusia (SNI 01-7387-2009). Logam berat tidak dibutuhkan oleh manusia, sehingga jika makanan tercemar logam berat tubuh akan mengeluarkan sebagian, sisanya akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu seperti ginjal, hati, kuku dan jaringan lemak (Saeni, 1997). Hasil pengujian coliform pada yoghurt yaitu sebesar 210 CFU/ml menurut persyaratan SNI 01-2981-2009 maksimal 10 APM/g. Susu merupakan media pertumbuhan yang sangat baik bagi bakteri dan dapat menjadi sarana potensial bagi penyebaran bakteri patogen yang mudah tercemar kapan dan dimana saja sepanjang penanganannya tidak memperhatikan kebersihan. Pencemaran pada susu terjadi sejak proses pemerahan, dapat berasal dari berbagai sumber seperti kulit sapi, ambing, air, tanah, debu, manusia, peralatan dan udara (Rombaut, 2005). Hasil pengujian
72
Salmonella pada yoghurt yaitu negatif sesuai dengan SNI 01-2981-2009. Salmonella merupakan bakteri yang berbahaya yang dapat menyebabkan gejala gastrointestinal (gangguan perut), juga menyebabkan demam tifus dan paratifus (Fardiaz, 1992). Tindakan Pengawasan Terdapatnya sistem jaminan mutu pada keseluruhan proses (in-proses), prosedur pelacakan dan penarikan produk yang rusak (Recall procedure) dilakukan dengan baik secara teratur dan kontinu. Sarana Pengolahan/Pengawetan Suhu dan waktu pengolahan sesuai dengan persyaratan seperti pemanasan susu dilakukan hingga mendidih (90-95oC selama 10 menit), pendinginan susu (maksimal hingga suhu 40oC), separasi krim hingga suhu 37-40oC. Terdapat pencatatan suhu dan waktu setiap proses pengolahan, sehingga dapat mengontrol proses pengolahan dengan tepat. Biasanya produk yang telah melalui proses pengemasan disimpan di dalam freezer yang suhunya telah sesuai. Penggunaan Bahan Kimia Bahan kimia yang digunakan sesuai dengan metode yang disyaratkan. Biasanya bahan kimia yang dipakai berupa sanitizer dan bahan kimia sebagai perangkap lalat dan tikus yang dilakukan secara aman. Bahan kimia dan sanitizer sudah memiliki label dari perusahaan produsen dan disimpan dengan baik dengan mengupayakan agar tidak terjadi kontaminasi silang dengan produk. Bahan, Penanganan dan Pengolahan Bahan yang digunakan sesuai dengan standar mutu dan persyaratan yang ditetapkan sehingga tidak membahayakan kesehatan manusia. Bahan-bahan tambahan berupa gula, flavour dan sirup yang digunakan sesuai dengan standar dan pemakaiannya sesuai dengan persyaratan, telah mendapat izin dari Depkes dan telah mendapat MD. Penerimaan bahan baku dilakukan pengujian terlebih dahulu sehingga dapat terlihat hasil yang
baik dan terlindung dari kontaminasi atau
pengaruh lingkungan yang tidak sehat. Suhu produk yang diolah di dalam ruang pengolahan sesuai dengan syarat yang telah ditentukan, sehingga produk yang
73
dihasilkan tidak rusak. Bahan baku yang datang terlebih dahulu diproses lebih dahulu (sistem First In First Out). Penanganan terhadap bahan baku ataupun produk dari tahap satu ke tahap berikutnya dilakukan secara higienis, sanitasi dan hati-hati. Mulai dari peralatan yang akan digunakan disterilkan dengan air panas, pengawasan sanitasi karyawan yang akan melakukan proses pengolahan. Penanganan produk yang menunggu giliran untuk diproses disimpan di tempat yang saniter, biasanya dimasukkan ke dalam refrigerator ataupun freezer. Proses pengolahan dilakukan sesuai dengan jenis produk dan suhu serta waktu yang telah dipersyaratkan. Produk akhir mempunyai ukuran dan bentuk yang teratur tergantung dari jenis produk akhir tersebut. Sistem pemberian etiket atau kode-kode dilakukan pada waktu memproses bahan baku, sehingga dapat membantu identifikasi produk. Perbedaan identifikasi produk terdapat dalam kemasan produk akhir. Pengemasan dilakukan dengan cepat, tepat dan aseptik untuk mencegah tidak terkena kontaminasi terhadap produk akhir yang dapat menyebabkan penurunan kualitas produk itu sendiri. Produk akhir diberi label yang memuat jenis produk, nama perusahaan, ukuran, tipe, tingkatan mutu, tanggal kadaluarsa, berat bersih, nama bahan tambahan makanan yang dipakai, kode produksi, label halal, MD dan customer service. Pelabelan ini dicantumkan dalam kemasan baik yang berupa cup maupun plastik. Penilaian penyimpangan SSOP yang terjadi pada pengamatan awal sebesar 37,5% termasuk kategori kurang memenuhi, sedangkan pada pengamatan akhir sebesar 25% termasuk kategori cukup memenuhi. Produk akhir disimpan dalam freezer di gudang kering yang bersatu dengan barang lainnya. Susunan produk akhir ini mengikuti sistem FIFO, dimana produk akhir yang lama disimpan dikeluarkan terlebih dahulu. Penyimpanan produk akhir ini terhindar dari bahan berbahaya dan ada pengecekan suhu untuk freezer. Pendistribusian produk akhir menggunakan motor roda tiga dengan produk disimpan pada ice-box dengan suhu dipertahankan rendah. Kontrol terhadap suhu produk dalam ice-box dengan penambahan es batu mampu mempertahankan kondisi atau keawetan yang dipersyaratkan.
74
a
b
c
Gambar 24. Retail Produk dalam (a) Cool Box dengan (b) Motor Roda Tiga dan Penyajian Produk dalam Show Case
75
Tabel 8. Rekapitulasi Penerapan GMP di PT D-Farm Agriprima Kondisi Lapangan
Kondisi Seharusnya
Pimpinan
Aspek GMP
• Pimpinan memiliki wawasan terhadap pengawasan modern. • Memimpin dan mengkoordinasikan semua kegiatan Divisi. • Melakukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan instansi terkait.
Lokasi dan Lingkungan Pabrik
• Lingkungan terbebas dari semak belukar dan rumput liar. • Memiliki tempat penampungan sampah sementara, setelah proses produksi berakhir dibuang di penampungan sampah yang berada di lingkungan IPB. • Berdekatan dengan rumah potong hewan dan beberapa peternakan sapi perah. • Terbebas dari genangan air dan akses menuju lokasi cukup baik • Ruangan penyimpanan perlengkapan cukup teratur dengan baik dan terpelihara. • Limbah cair dialirkan melalui saluran pipa pembuangan dan langsung dialirkan ke selokan. Limbah produksi atau sisa-sisa produksi dikumpulkan dan ditangani dengan baik. Limbah produksi ini biasanya dibuang setiap proses produksi berakhir. • Telah memiliki tempat sampah yang berpenutup dan terdapat pijakan untuk membukanya. • Saluran pembuangan telah dilengkapi dengan katup penutup, dinding saluran air halus dan kedap air.
• Pimpinan mempunyai wawasan terhadap metode pengawasan modern (HACCP dan melaksanakannya dengan baik) • Berkeinginan bekerja sama dengan Inspektur : a.l. menerima pengawasan dengan sepenuh hati dan mau menunjukkan data yang diperlukan oleh inspektur • Lingkungan bebas dari semak belukar/rumput liar. • Lingkungan bebas dari sampah dan barang-barang tak berguna di areal pabrik maupun di luarnya. • Terdapat tempat sampah disekitar lingkungan pabrik/tempat sampah dirawat dengan baik. • Bangunan yang digunakan untuk menaruh perlengkapan teratur, terawat dan mudah dibersihkan. Tidak terdapat tempat pemeliharaan hewan yang memungkinkan menjadi sumber kontaminasi. • Tidak terdapat debu, asap, bau yang berlebihan di jalanan, tempat parkir atau di sekeliling pabrik. • Sistem pembuangan limbah cair/saluran disekitar lingkungan pabrik baik. • Kapasitas saluran di lingkungan pabrik mencukupi. • Limbah cair disekitar lingkungan ditangani dengan baik. • Konstruksi tempat pembuangan limbah selayaknya. • Tempat/ wadah sampah terdapat penutupnya. • Limbah produksi/sisa-sisa produksi dikumpulkan dan ditangani dengan baik. • Limbah kering/padat ditangani dan dikumpulkan pada wadah yang baik • Dinding saluran air halus dan kedap air.
76 2
Tabel 8. Lanjutan Aspek GMP
Bangunan dan Ruangan Pabrik
Kondisi Lapangan
• Memiliki beberapa ruangan yang terdiri dari ruang penerimaan dan uji kualitas susu, ruang penyimpanan susu, ruang pengolahan, ruang pengemasan, ruang cuci, gudang produk dan bahan produksi, serta terdapat satu buah kamar mandi yang berada di bagian luar pabrik. • Terdapat alat pencegah masuknya hama dan hewan pengerat ke ruang produksi. • Tata letak pabrik sesuai dengan urutan proses tetapi terdapat beberapa proses yang dilakukan pada ruang yang sama. • Belum memiliki ruang istirahat bagi karyawan. • Lantai kedap air, terbuat dari keramik, tidak retak dan pecah, tidak licin serta mudah dibersihkan • Pertemuan antara lantai dan dinding mudah dibersihkan (tidak terdapat lengkungan). • Dinding kedap air hingga ketinggian sekitar 1,70 m. Kontruksi dinding • kuat, halus dan tidak mudah retak. • Jendela berpenutup kassa. • Langit-langit mudah dibersihkan, rata, tidak retak ataupun bocor dan cat yang digunakan tidak mudah mengelupas. • Langit-langit berwarna terang. • Penerangan ruangan cukup dan menggunakan lampu yang berpenutup. • Ventilasi udara cukup baik. • Ruang pengemas dilengkapi dengan AC.
Kondisi Seharusnya • Kapasitas saluran dalam pabrik mencukupi. • Saluran pembuangan dilengkapi dengan alat yang mempunyai katup utnuk mencegah masuknya air ke dalam pabrik. • Rancang bangun, bahan-bahan atau konstruksinya tidak menghambat program sanitasi. • Rancang bangun sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi. • Luas pabrik sesuai dengan kapasitas produksi. • Bangunan dalam keadaan terawat. • Terdapat fasilitas atau usaha lain untuk mencegah binatang atau serangga masuk ke dalam pabrik (kisikisi, kasa penutup lubang angin, tirai udara-air water curtain), kalaupun ada sudah efektif. • Tata ruang sesuai alur proses produksi. • Terdapat ruang istirahat, jika ada memenuhi persyaratan kesehatan. • Ruang pengolahan berhubungan langsung/terbuka dengan tempat tinggal, garasi dan bengkel. • Lantai terbuat dari bahan yang mudah diperbaiki/dicuci dan tidak rusak. Konstruksi sesuai persyaratan teknik sanitasi dan higien (rata, kuat, tidak retak atau tidak licin). Pertemuan antara lantai dan dinding mudah dibersihkan (tidak ada lengkungan). Kemiringan sesuai, kedap air. • Dinding kedap air sampai pada ketingian minimal 1,70 m. Terbuat dari bahan yang mudah diperbaiki/dicuci. Konstruksi sesuai persyaratan teknik sanitasi dan higien (halus, tidak, tidak retak, cat tidak mudah mengelupas). Pertemuan antara lantai dan dinding mudah dibersihkan (tidak ada lengkungan).
77 3
Tabel 8. Lanjutan Aspek GMP
Kondisi Lapangan
Kondisi Seharusnya • Terdapat langit-langit atau plavon di tempat tertentu
Gudang Biasa (kering) dan Gudang Kemasan Produk
• Belum terdapat lemari atau rak khusus untuk penyimpanan bahan-bahan tambahan. • Penyimpanan bahan pengemas, bahan kimia dan bahan tambahan lain disimpan secara berbeda sesuai fungsinya. • Terdapat alat pencegah masuknya hama dan hewan pengerat ke gudang kering dan kemasan. • Ventilasi udara cukup baik. • Wadah dan atau pengemas disimpan pada tempat yang bersih, rapi dan terlindung dari kontaminasi, terpisah pada tempat khusus
• • • • • • • • •
yang diperlukan. Langit-langit/plavon bebas dari kemungkinan catnya tidak mengelupas/rontok , tidak ada kondensasi, kedap air dan mudah dibersihkan, rata, tidak retak, tidak bocor dan tidak berlubang. Ketinggian kurang dari 2,40 m. Gudang kering menggunakan tempat penyimpanan seperti pallet, lemari, kabinet rak dan lain-lain yang dibutuhkan untuk mencegah kontaminasi. Metode penyimpanan bahan berpeluang terjadinya kontaminasi. Fasilitas penyimpanan bersih, saniter dan terawat dengan baik. Pemisahan barang secara teratur dan dipisahpisahkan (penyimpanan bahan pengemas dan bahanbahan lain : kimia bahan berbahaya dll). Terdapat pengendalian untuk mencegah serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya di gudang. Pencegahan serangga, burung, tikus dan binatang lain efektif. Ventilasi pada gudang kering dan gudang kemasan berfungsi dengan baik. Wadah dan atau pengemas disimpan pada tempat yang bersih, rapi dan terlindung dari kontaminasi. Terpisah pada tempat khusus.
78 4
Tabel 8. Lanjutan Aspek GMP Fasilitas
Kondisi Lapangan • • • • • • • • • • •
Kondisi Seharusnya
Belum terdapat bak cuci kaki. Terdapat wastafel untuk mencuci tangan dibeberapa ruangan. Terdapat sabun dan alat pengering berupa hand drying namun belum berfungsi dengan baik.
•
Toilet berada di luar ruang produksi. Toilet dilengkapi sarana cuci tangan. Jumlah toilet mencukupi dan sesuai dengan jumlah karyawan. Belum terdapat peringatan mencuci tangan setelah dari toilet. Memiliki 1 toilet untuk 6 orang karyawan. Toilet berada bagian belakang lokasi pengolahan Pintu toilet selalu tertutup, belum dilengkapi dengan lampu sehingga cahaya kurang mencukupi. Ventilsai udara yang terdapat dalam pengolahan ini sudah mampu menjamin peredaran udara dengan baik. Belum dilengkapi dengan fasilitas keamanan/kesehatan kerja (klinik) yang memadai, hanya tersedia beberapa obat-obatan yang bisa digunakan.
•
• •
• •
• • •
• • • • •
Terdapat tempat cuci tangan, maupun bak cuci kaki, kalau ada mencukupi Tempat cuci tangan dan bak cuci kaki mudah dijangkau atau ditempatkan secara layak. Fasilitas pencuci disediakan (sabun, pengering, dan lain-lain). Terdapat peringatan pencucian tangan sebelum bekerja. Peralatan pencucian tangan cukup/ lengkap Terdapat fasilitas/bahan untuk pencucian tangan seperti tissue, sabun (cair) dan pengering agar karyawan mencuci tangan mereka setelah menggunakan toilet. Jumlah toilet mencukupi sebagaiman yang dipersyaratkan. Pintu toilet tidak berhubungan langsung dengan ruang pengolahan. Konstruksi toilet layak (lantai, dinding, langitlangit, pintu, ventilasi, dll). Dilengkapi dengan saluran pembuangan. Toilet terawat dan tidak digunakan untuk keperluan lain. Intensitas cahaya cukup atau tidak menyilaukan. Tidak terjadi akumulasi kondensasi di atas ruang pengolahan, pengemasan dan penyimpanan bahan. Tidak terdapat kapang (mold), asap dan bau yang mengganggu di ruang pengolahan. Tersedia PPPK atau fasilitas keamanan kerja (klinik) yang memadai. Fasilitas klinik pabrik tidak digunakan untuk cek up rutin seluruh karyawan khusunya di bagian produksi.
79 5
Tabel 8. Lanjutan Aspek GMP
Kondisi Lapangan
Keamanan Air
• Penggunaan air untuk proses produksi dan non produksi dibedakan. Air untuk produksi sama dengan mutu air minum, sedangkan air yang digunakan untuk proses non produksi berasal dari IPB yang telah melalui treatment. • Belum dilakukan pengujian terhadap kualitas air. • Air baku yang digunakan yaitu air mineral yang telah memiliki sertifikasi untuk dapat digunakan sebagai air minum.
Operasional Sanitasi dan Peralatan Produksi
• Sebagian besar peralatan yang digunakan aman, tahan korosif dan mudah dibersihkan, namun masih terdapat peralatan yang terbuat dari kayu. • Peralatan dicuci segera setelah digunakan dengan menggunakan sabun. • Sebelum digunakan peralatan disterilkan terlebih dahulu menggunakan air panas. • Peralatan ditempatkan dalam ruang terbuka (belum terdapat lemari khusus. • Barang yang sudah rusak atau tidak digunakan disimpan terpisah.
Kondisi Seharusnya • Pasokan air panas atau dingin cukup. Air mudah dijangkau/ disediakan. • Air tidak dapat terkontaminasi, misalnya hubungan silang antara air kotor dengan air bersih, sanitasi lingkungan. • Air baku layak digunakan (portable), dilakukan pengujian secara berkala. • Air mendapat persetujuan dari pihak berwenang untuk digunakan sebagai bahan untuk pengolahan (tidak ada hasil uji). • Permukaan peralatan, wadah dan alat-alat lain yang kontak dengan produk dibuat dari bahan yang sesuai seperti halus, tahan karat, tahan air dan tahan terhadap bahan kimia. • Bahan yang terbuat dari kayu dilapisi dengan bahan yang tidak berbahaya dan/atau kedap air. • Peralatan/wadah di cuci dan disanitasi sebelum digunakan. Metode pembersihan/pencucian mencegah kontaminasi terhadap produk. • Rancangan bangun, konstruksi dan penempatan peralatan serta wadah menjamin sanitasi dan dapat dibersihkan secara efektif. • Peralatan /wadah yang masih digunakan dirawat dengan baik. • Terdapat program pemantauan untuk membuang wadah dan peralatan yang sudah rusak/tidak digunakan. • Peralatan kebersihan sesuai kapasitas produksi atau cukup tersedia. • Dilakukan penyuci hamaan peralatan secara efektif.
80 6
Tabel 8. Lanjutan Aspek GMP Bahan, pengolahan dan produk akhir
Kondisi Lapangan • Bahan-bahan yang digunakan untuk proses pengolahan sesuai dengan persyaratan dan telah mendapat ijin dari Depkes. • Belum dilakukan pemeriksaan secara kimia dan biologis terhadap bahan yang digunakan kecuali bahan baku (susu segar). • Penggunaan bahan baku untuk pengolahan dilakukan secara sistem First in First Out (FIFO). • Proses pengolahan sesuai dengan jenis produk dengan formulasi untuk masing-masing pengolahan serta pelaksanaan proses pengolahan sesuai dengan instruksi tahapan proses produksi. • Produk akhir memiliki ukuran dan keteraturan bentuk dengan pemberian kode untuk masing-masing produk. • Pengemasan produk akhir dilakukan secara cepat, tepat dan saniter. • Wadah kemasan yang digunakan berupa cup aseptis tahan panas dengan penutup metalizing. • Produk akhir disimpan di dalam freezer di gudang penyimpanan dengan pemisahan dari bahan lain namun pernah ditemukan adanya bahan baku yang tidak terpisah dari produk akhir. • Produk diberi label di atas bagian penutup cup berupa sticker yang memuat merk dagang, volume kemasan, tanggal kadaluarsa, petunjuk penyimpanan, komposisi, No MD, nama unit pengolahan, alamat perusahaan dan cara penggunaan. • Dilakukan sistem FIFO dan sistem pencatatan untuk proses keluar masuk produk.
Kondisi Seharusnya •
• •
• • • • • •
• •
Bahan baku dan bahan tambahan sesuai dengan standar yang tidak membahayakan kesehatan manusia dan penerimaan bahan baku dilakukan dengan baik, terlindung dari kontaminan. Harus dilakukan pemeriksaan bahan secara organoleptik, fisik, kimia dan biologi. Bahan baku yang datang terlebih dahulu diproses terlebih dahulu juga (sistem FIFO) dan penangannya dari setiap tahapan dilakukan secara hati-hati higienis dan saniter. Proses pengolahan sesuai dengan jenis produk dan memiliki formulasi untuk setiap pengolahan. Terdapat instruksi tahapan proses produksi sesuai SOP produksi produk. Suhu dan waktunya pengolahan sesuai dengan persyaratan. Produk akhir memiliki ukuran keteraturan bentuk. Diberlakukan sistem pemberian etiket atau kode yang dapat membantu identifikasi produk. Produk akhir dikemas secara cepat, tepat dan saniter dengan mnggunakan wadah kemasan yang dapat melindungi dan tidak berpengaruh terhadap isi, mutu serta tidak merugikan dan membahayakan produk. Produk akhir disimpan dalam gudang dan dipisah dengan barang lain. Label produk memuat jenis produk, nama perusahaan pembuat, ukuran, tipe, grade (tingkatan mutu), tanggal kadaluarsa, berat bersih, nama bahan tambahan makanan yang dipakai, kode produksi dan persyaratan lain.
81 7
Tabel 8. Lanjutan Aspek GMP
Kondisi Lapangan
Kondisi Seharusnya
Penggunaan bahan kimia
• Penggunaan insektisida sesuai dengan persyaratan sesuai dosis penggunaan. • Penyimpanan bahan toksin berbeda dengan penyimpanan produk dan telah memiliki label berdasarkan merk dagangnya.
• Penggunaan isektisida/rodentisida/peptisida sesuai dengan persyaratan. • Penggunaan bahan kimia sesuai dengan yang diizinkan dan dengan metode yang dipersyaratkan. • Bahan kimia dan sanitizer disimpan dengan baik dan diberi label.
Tindakan Pengawasan
• Pengawasan dilakukan terhadap bahan yang digunakan untuk proses produksi dengan menjamin mutu bahan yang digunakan dengan menguji kulaitas bahan baku sesuai standar. • Pengawasan dilakukan pada setiap tahapan proses produksi. • Dilakukan pengujian mutu pada tahap akhir sebelum diedarkan. • Produk akhir disimpan di dalam freezer di gudang penyimpanan dengbahan baku dan produk akhir disimpan secara terpisah namun pernah ditemukan adanya bahan baku yang tidak terpisah dari produk akhir. • Prosedur pelacakan dan penarikan (recall procedure) dilakukan dengan baik, teratur dan kontinyu. • Dilakukan sistem FIFO dan sistem pencatatan untuk proses keluar masuk produk.
Pengujian bahan baku dan produk akhir
• Dilakukan pengujian bahan baku (susu segar) yaitu berupa uji fisik dan kimia sebelum diolah namun pengujian secara mikrobiologi belum dilakukan secara berkala. • Pengujian produk akhir baik fisik, kimia dan mikrobiologi masih belum intensif dilaksanakan.
• Pengawasan dilakukan pada setiap tahapan produksi. • Sistem jaminan mutu dilakukan pada keseluruhan proses (in process). • Sebelum diolah dilakukan pengujian mutu dari bahan baku. • Campuran bahan baku disesuaikan spesifikasi. • Bahan tambahan pangan sesuai dengan peraturan. • Sebelum diedarkan dilakukan pengujian mutu pada produk akhir. • Bahan baku dan produk akhir disimpan secara terpisah. • Penyimpanan dan penyerahan produk dilakukan secara FIFO. • Prosedur pelacakan dan penarikan (recall procedure) dilakukan dengan baik, teratur dan kontinyu. • Dilakukan pengujian pada bahan baku dan produk akhir. • Memiliki laboratorium yang minimal dilengkapi dengan peralatan dan media untk pengujian organoleptik dan mikrobiologi.
82 8
Tabel 8. Lanjutan Aspek GMP
Sanitasi dan higien karyawan
Pengendalian hama
Kondisi Lapangan • Belum memiliki laboratorium khusus untuk pengujian, namun pengujian bahan baku dan produk biasanya dilakukan di laboratorium teknologi hasil ternak dan Balai Besar Industri Agro dengan jumlah tenaga yang mencukupi dan memiliki kualifikasi yang memadai. • Hasil pengujian bahan baku dan produk akhir telah memenuhi persyaratan. • Pihak pengolahan memberikan pengarahan mengenai pentingnya sanitasi dan higien personal. • Pihak perusahaan memberikan kebijakan bahwa karyawan yang sakit sebaiknya tidak melakukan proses produksi. • Pemeriksaan karyawan secara berkala belum dilakukan. • Belum ada pencatatan kesehatan karyawan. • Karyawan bebas dari penyakit yang dapat mengkontaminasi produk (luka, TBC, hepatitis, typhus dll). • Kondisi karyawan saat bekerja dalam keadaan sehat. • Karyawan memakai atribut lengkap (pakaian, penutup kepala, masker dan sepatu boot) dan tidak melakukan tindakan yang dapat memberikan peluang pencemaran produk (makan, minum, mengobrol, merokok, mludah, dan kebiasaan buruk lain). • Karyawan mencuci tangan sebelum melakukan proses produksi. • Terdapat pencatatan mengenai kegiatan sanitasi ruangan yang dilakukan oleh karyawan di setiap ruangan. • Terdapat pest control berupa insect killer, perangkap tikus dan lalat, serta penggunaan tirai plastik didalam pabrik sebagai tindakan pencegahan dan pengendalian hama. Namun pelaksanaanya belum efektif.
Kondisi Seharusnya • •
Jumlah tenaga laboratorium mencukupi dan memiliki kualifikasi yang memadai. Hasil uji bahan baku dan produk akhir memenuhi persyaratan.
•
Manajemen unit pengolahan memiliki tindakantindakan efektif untuk mencegah karyawan yang diketahui mengidap penyakit yang dapat mengkontaminasi produk (luka, TBC, hepatitis, typhus dll). • Pelatihan pekerja mengenai sanitasi dan higien yang cukup. • Pemeriksaan karyawan secara rutinm dan terdapat catatan kesehatan karyawan. • Pemakaian pakaia kerja secara lengkap dan bersih, tidak meludah di ruang pengolahan, merokok dll. • Karyawan mampu mengurangi dan mencegah kontaminasi dari mikroba dan bahan lain. • Karyawan bebas dari penyakit kulit dan menular lainnya. • Pengawasan dalam sanitasi pencucian tangan dan kaki sebelum masuk ruang pengolahan dan setelah keluar dari toilet. • Pelaksanaan pengendalian dan pencegahan serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya di lingkungan pabrik secara efektif. • Pelaksanaan pengendalian dan pencegahan serangga, tikus dan binatang lainnya di dalam pabrik secara efektif.
83 9
Tabel 8. Lanjutan Aspek GMP
Kondisi Lapangan • Ruang dan tempat yang digunakan untuk penerimaan, pengolahan dan penyimpanan bahan baku /produk akhir dipelihara kebersihan dan sanitasinya. • Menjaga sanitasi lingkungan pabrik , menjamin penanganan limbah dengan baik serta memantau keefektifan prosedur pemeliharaan dan sanitasi untuk mencegah dan mengendalikan hama. Namun pelaksanaannya belum efektif. • Penggunaan obat pembasmi serangga, binatang pengerat, dan kapang dilakukan secara efektif. • Binatang peliharaan dicegah masuk ke dalam pabrik.
Kondisi Seharusnya • Ruang dan tempat yang digunakan untuk penerimaan, pengolahan dan penyimpanan bahan baku /produk akhir dipelihara kebersihan dan sanitasinya. • Binatang peliharaan dicegah masuk ke dalam pabrik. • Penggunaan obat pembasmi serangga, binatang pengerat, dan kapang dilakukan secara efektif.
84 10
Tabel 9. Rekapitulasi Penerapan SSOP di PT D-Farm Agriprima Aspek SSOP Keamanan Air
Kondisi Lapangan •
• Pencegahan Kontaminasi Silang
•
•
Pencegahan kontaminasi silang yang kontak dengan permukaan
•
• •
Penggunaan air untuk proses produksi dan non produksi dibedakan. Air untuk produksi sama dengan mutu air minum, sedangkan air yang digunakan untuk proses non produksi berasal dari IPB yang telah melalui treatment. Belum dilakukan pengujian terhadap kualitas air. Diwajibkan dalam menggunakan perlengkapan seperti jas lab, masker, penutup kepala dan sepatu boot selama proses produksi. Karyawan mencuci tangan sebelum melakukan prose produksi, melakukan penyemprotan alkohol pada tangan karyawan ketika akan melakukan proses pengemasan. Sebagian besar peralatan yang digunakan aman, tahan korosif dan mudah dibersihkan, namun masih terdapat peralatan yang terbuat dari kayu. Peralatan dicuci segera setelah digunakan dengan menggunakan sabun. Sebelum digunakan, peralatan disterilkan terlebih dahulu menggunakan air panas.
Kondisi Seharusnya •
•
•
•
•
Penilaian Penyimpangan Awal Akhir
Penggunaan air dibedakan antara air yang kontak langsung dengan bahan-bahan dan air yang digunakan untuk pencucian alat. Kualitas air untuk pengolahan pangan sama dengan kualitas air minum.
62,5% (sangat kurang memenuhi)
37,5% (kurang memenuhi)
Pakaian khusus produksi (seragam, masker, hair net, sepatu khusus) harus digunakan hanya pada saat melakukan produksi. Melaksanakan higien personal disetiap proses produksi
45% (kurang memenuhi)
20% (cukup memenuhi)
Peralatan yang digunakan harus dalam keadaan bersih, bebas jamur, minyak/oli, cat yang terkelupas, dan kotoran-kotoran lainnya sisa proses sebelumnya.
62,5% (sangat kurang memenuhi)
50% (kurang memenuhi)
85 11
Tabel 9. Lanjutan Aspek SSOP Fasilitas Sanitasi di Ruang Pengolahan
Kondisi Lapangan • • • •
Belum terdapat bak cuci kaki. Terdapat wastafel untuk mencuci tangan dibeberapa ruangan. Terdapat sabun dan alat pengering berupa hand drying namun belum berfungsi dengan baik. Belum terdapat ruang istirahat dan ruang ganti pakaian.
Kondisi Seharusnya •
• •
Perlindungan dari bahan cemaran (adulterant)
• •
Sistem Pelabelan dan Penyimpanan Produk
• •
Wadah kemasan yang digunakan yaitu cup aseptis tahan panas dengan penutup metalizing. Bahan baku seperti gula disimpan di dalam gudang kering yang terpisah dari ruang proses produksi. Pelabelan yaitu dengan penempelan sticker pada bagian tutu cup. Label memuat Merk dagang, volume kemasan, tanggal kadaluarsa, petunjuk penyimpanan, komposisi, No MD, nama unit pengolahan, alamat perusahaan.
• •
•
Sarana pencuci tangan diletakkan di tempat-tempat yang diperlukan, dilengkapi, dilengkapi dengan air mengalir, alat pengering tangan, dan tempat pembuangan berpenutup. Fasilitas ganti pakaian disesuaikan dengan jumlah karyawan. Tersedia fasilitas foot bath di area masuk ruang produksi. Terdapat tempat penyimpanan khusus untuk bahan pengemas atau alat-alat untuk produksi. Kemasan dan bahan-bahan lain yang digunakan disimpan terpisah dari bahan-bahan sanitasi. Pelabelan dapat digunakan untuk bahan-bahan yang berbahaya untuk menghindari kesalahan penggunaan.
Penilaian Penyimpangan Awal Akhir 75% (sangat kurang memenuhi)
50% (kurang memenuhi)
16,67% (cukup memenuhi)
0% (memenuhi)
37,5% (kurang memenuhi)
25% (cukup memenuhi)
86 12
Tabel 9. Lanjutan Aspek SSOP Kontrol Kesehatan Pegawai
Kondisi Lapangan • • •
Pencegahan Hama Pabrik
• •
Pemeriksaan kesehatan karyawan belum dilakukan secara berkala. Karyawan yang sakit tidak melakukan produksi. Pencatatn tentang riwayat kesehatan karyawan belum dilakukan. Terdapat perangkap serangga, perangkap tikus dan lalat. Pembatas setiap ruangan menggunakan tirai plastik untuk mencegah masuknya serangga.
Kondisi Seharusnya • • •
•
•
Penilaian Penyimpangan Awal Akhir
Kesehatan karyawan perlu di cek secara rutin, untuk mengetahui kondisi karyawan. Terdapat catatan tentang riwayat kesehatan karyawan.
100% (tidak memenuhi)
100% (tidak memenuhi)
Penumpukan barang-barang di ruang inkubasi harus dihindari untuk untuk mencegah munculnya sarang serangga. Perlu disediakan fasilitas pest control dan dilakukan pembersihan ruangan secara fasilitas pest control. Dilakukan pembersihan ruang produksi secara berkala.
31,25% (kurang memenuhi)
31,25% (kurang memenuhi)
87 13
Penyusunan HACCP Kebijakan Mutu PT D-Farm Agriprima adalah suatu unit usaha yang melakukan pelaksana teknis di Unit Pengolahan Susu untuk melakukan proses produksi dan pemasarannya. Unit Pengolahan Susu PT D-Farm Agriprima merupakan unit teaching industry dibawah bagian Teknologi Hasil Ternak yang memiliki kegiatan pelayanan praktikum, penelitian, kunjungan, pelatihan dan pendampingan. Unit ini dikelola atau berada di bawah naungan Unit Pengolahan Susu Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan IPB dan PT D-Farm Agriprima sebagai operator produksi. PT D-Farm Agriprima mempunyai visi yaitu, pengolahan susu yang menjamin kualitas dan kuantitas produk susu berdasarkan kualifikasi keamanan pangan serta berpartisipasi aktif dalam bidang pendidikan. Adapun misi PT D-Farm Agriprima yaitu melakukan proses olahan susu yang ASUH dan memberikan pelatihan pengolahan susu kepada masyarakat luas. Organisasi Tim HACCP Organisasi tim HACCP yaitu tim yang dalam hal ini dapat menyusun HAACP, memberikan jaminan bahwa pengetahuan dan keahlian spesifik produk tertentu tersedia untuk pengembangan Rencana HACCP yang efektif. Tim HACCP seharusnya beranggotakan divisi-divisi dari unit usaha (Quality Anssurance, Produksi, Pemasaran dan lain-lain) dan multi disiplin dengan memperhatikan jenis produk, teknologi pengolahan, teknik penanganan dan distribusi, cara pemasaran dan cara konsumsi produk, serta potensi bahaya (Winarno dan Surono, 2004). Adapun rancangan tim yang dapat disarankan ditampilkan pada Lampiran 18.
88
Deskripsi Produk Tabel 10. Deskripsi Produk Yoghurt Komponen
Uraian
1. Kategori Proses
: Susu Fermentasi
2. Produk
: Yoghurt
3. Bahan Baku 4. Item Produk
: Susu segar, Gula, Pasta flavour, Starter ST dan LB : Yoghurt berperisa mangga, yoghurt berperisa stroberi, yoghurt berperisa sirsak, yoghurt berperisa jambu, yoghurt berperisa leci
5.Nama dagang
: FAPET
6.Cara Produk Digunakan
: Disimpan di freezer dan siap untuk dikonsumsi
7.Tipe Pengemasan
: Pengemasan dalam cup 120 ml
8.Waktu Kadaluarsa
: 1 bulan setelah produksi, dalam suhu 4-7oC
9.Penjualan
: Dijual langsung melalui retail dan langsung ke konsumen, titip jual, kredit
10.Instruksi Pelabelan
: Merk
dagang,volume
kemasan,
tanggal
kadaluarsa,
petunjuk
penyimpanan, komposisi, nama unit pengolahan, cara penggunaan, alamat perusahaan 11.Cara
: Yoghurt dingin atau beku disimpan dalam cool box yang suhunya < 200C
Transportasi/Penyimpanan 12. Standar BMCM dan BMCL
: SNI 2981 : 2009 PRODUK
JENIS PENGUJIAN
Yoghurt berperisa
Cemaran logam
mangga, yoghurt
Timbal (Pb)
Maksimum 0,3
berperisa stroberi,
Tembaga (Cu)
Maksimum 20
yoghurt berperisa
Timah (Sn)
Maksimum 40
sirsak, yoghurt
Raksa (hg)
Maksimum 0,03
berperisa jambu,
Arsen (As)
Maksimum 0,1
yoghurt berperisa
Cemaran mikroba
leci
a. Koliform
Maks 10
b. E. Coli
<3
c. Salmonella
Negatif/gram
12.Persyaratan pelanggan
: Umum kecuali bayi dibawah 1 tahun
13.Persyaratkan yang
:
direncanakan
BATAS MAKSIMUM Per gram/ml
PRODUK
JENIS PENGUJIAN Kadar lemak
BATAS MAKSIMUM Per gram/ml maksimal 0,5%
Sumber : Data primer
89
Penetapan deskripsi produk, perlu memperhatikan dan melakukan identifikasi informasi yang akan berkaitan dengan program HACCP. Deskripsi produk yang lengkap yaitu terdiri dari nama produk, komposisi, struktur kimia/fisika, perlakuanperlakuan (pemanasan, pembekuan), pengemasan, kondisi penyimpanan, daya tahan, persyaratan standar dan metode pendistribusian (Winarno dan Surono, 2004). Terdapatnya waktu kadaluarsa diperlukan agar konsumen mengetahui masa aman suatu makanan atau minuman untuk dikonsumsi. Tanggal kadaluarsa ini ditetapkan oleh PT D-Farm Agriprima. Ketentuan suhu penyimpanan di informasikan agar konsumen mengetahui cara penyimpanan produk yang sesuai hingga tanggal kadaluarsa itu tiba. Persyaratan pelanggan untuk masyarakat yang dapat mengkonsumsi yoghurt yaitu umum kecuali bayi di bawah umur satu tahun. Hal tersebut diberlakukan karena dikhawatirkan terjadi iritasi akibat rasa asam yoghurt pada daerah mulut dan dinding-dinding usus karena saluran ini lebih sensitif. Penyusunan Diagram Alir Tujuan dari pembuatan diagram alir proses adalah untuk menggambarkan garis besar tahapan proses secara singkat dan jelas. Ruang lingkup diagram alir mencakup semua tahapan proses. Sebagai tambahan, diagram ini juga bisa meliputi tahapan rantai bahan pangan sebelum dan setelah pengolahan di pabrik (Winarno dan Surono, 2004). Proses produksi yoghurt meliputi proses penerimaan susu, proses pemanasan atau pemasakan, proses pendinginan, separasi krim, pre heating, pemisahan krim dan skim, proses inokulasi starter, proses inkubasi, proses penambahan pasta flavour dan gula, proses pencampuran, proses pengemasan, proses penyimpanan produk akhir serta distribusi dingin dan retail. Proses Penerimaan Susu Bahan baku utama unit pengolahan ini yaitu susu, susu yang diterima berasal dari peternakan sapi perah Eco Farm dan peternakan sapi perah Koperasi Wirausaha Muda Indonesia (KWI). Pengiriman susu yang berasal dari Eco-Farm dan Koperasi Wirausaha Indonesia menggunakan milk can sekitar pukul 09.00 WIB. Pengujian kualitas yang dilakukan secara langsung pada saat proses penerimaan susu meliputi uji alkohol, warna dan bau. Sedangkan nilai bahan kering tanpa lemak, protein, lemak, kadar air, berat jenis, derajat keasaman, dilakukan sebelum proses
90
pengolahan, tetapi dengan mengambil sampel susu ±100 ml. Hasil pengujian kualitas susu tersebut mengacu pada SNI. Susu yang telah diterima dan diuji kualitasnya kemudian diukur volumenya sesuai jumlah produksi dan penerimaan susu dari peternakan tersebut. Pengukuran volume menggunakan gelas ukur yang telah disterilkan dengan air panas. Proses Pemanasan atau Pemasakan Pemasakan susu ini menggunakan batch pasteurizer. Unit pengolahan ini memiliki tiga batch pasteurizer yang berkapasitas sekitar 500 ml, 20 ml dan 40 ml susu. Alat ini terbuat dari stainless yang tahan terhadap korosif, memiliki pengontrol suhu dan terdapat alat pengaduk yang secara otomatis jika alat tersebut diputar. Pengadukan terjadi secara homogenisasi, maka panas akan merata menyebar ke seluruh bagian susu dan suhu yang tercatat tepat. Susu yang dimasak tergantung pada produksi yang akan dilakukan pada hari itu, pada proses pemanasan susu selalu dilakukan pengontrolan suhu dan waktu pemasakannya. Sebelum proses pemasakan berlangsung, mesin pasteurisasi harus dalam keadaan bersih dan dilakukan pemanasan mesin terlebih dahulu dengan menggunakan air hingga mencapai suhu 90ºC (pemanasan awal). Susu dimasukkan dalam batch pasteurizer dicatat suhu dan waktu awal ketika akan dimulai proses pemasakan, susu dimasak hingga suhu 9095oC dipertahankan selama 30 menit pada suhu tersebut. Setelah selesai proses pemasakan maka suhu akhir susu dicatat kembali, begitupun dengan waktu penyelesaian proses pemasakan susu. Proses Pendinginan Susu yang telah dimasak atau dipanaskan diturunkan dari batch pasteurizer dan dimasukkan ke dalam milk can yang telah disterilkan terlebih dahulu menggunakan air panas. Milk can yang telah berisi susu yang sudah dipanaskan ditutup rapat dan dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air serta dialiri oleh air yang mengalir. Susu tersebut didinginkan hingga suhu 40oC. Pengecekan susu dilakukan secara manual dengan menggunakan termometer. Proses Separasi Krim Pembuatan yoghurt ini menggunakan skim dalam susu, maka dilakukan proses separasi menggunakan separator. Dilakukan pembersihan separator terlebih dahulu 91
menggunakan air panas. Jika alat separator telah siap untuk digunakan, maka dituangkan susu dalam separator dan akan terpisah antara krim dan skim. Separasi krim hingga suhu 37-40oC. Proses Inokulasi Starter Penanaman bakteri atau biasa disebut juga inokulasi adalah pekerjaan memindahkan bakteri dari medium yang lama ke medium yang baru dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi. Untuk melakukan penanaman bakteri (inokulasi) terlebih dahulu diusakan agar semua alat yang ada, dalam hubungannya dengan medium agar tetap steril, hal ini agar menghindari terjadinya kontaminasi (Dwijoseputro, 1998) Proses inokulasi susu ini dilakukan pada saat suhu susu 40oC. Peralatan yang digunakan dalam proses inokulasi ini disterilkan menggunakan air panas. Karyawan sebelum memulai inokulasi starter diwajibkan menggunakan alkohol 70% untuk mensterilkan. Starter bakteri yang digunakan yaitu Streptococcus thermuphilus dan Lactobacillus bulgaricus diinokulasikan pada susu yang terdapat dalam milk can. Proses Inkubasi Inkubasi merupakan suatu teknik perlakuan bagi mikroorganisme yang telah diinokulasikan pada media (padat atau cair), kemudian disimpan pada suhu tertentu untuk dapat melihat pertumbuhannya. Bila suhu inkubasi tidak sesuai dengan yang diperlukan, biasanya mikroorganisme tidak dapat tumbuh dengan baik. Proses inkubasi pada pengolahan ini, dengan menyimpan susu yang telah diinokulasi pada wadah khusus yang telah disterilkan terlebih dahulu dengan kapasitas antara 20-40 ml susu, biasanya disimpan dalam ruang pengemas yang telah disterilkan terlebih dahulu. Suhu yang digunakan yaitu suhu kamar selama 4-6 jam, setelah itu dimasukkan ke dalam freezer selama 24 jam. Proses Penambahan Pasta Flavor, Gula dan Pencampuran Penambahan gula dilakukan setelah terbentuk yoghurt dan telah didinginkan. Penambahan gula ini tidak langsung berupa butiran-butiran gula tetapi dengan membuat larutan gula. Pembuatan larutan gula merupakan bagian dari disterilisasi dengan proses pemanasan gula. Hal tersebut mencegah terjadinya kontaminasi, karena gula atau sukrosa dapat menjadi sumber kontaminasi dari mikroorganisme 92
kapang dan khamir. Umumnya gula yang ditambahkan sekitar 5-7% (Rahman et al., 1992). Proses penambahan pasta flavor dilakukan ke dalam yogurt yang telah terbentuk. Proses mixing ini dilakukan dalam suatu wadah yang sebelumnya disterilkan menggunakan air panas. Bahan-bahan tambahan berupa gula, flavor dan sirup yang digunakan sesuai dengan standar dan pemakaiannya sesuai dengan persyaratan. Jenis flavour yang digunakan telah mendapat izin dari Depkes dan telah mendapat MD. Penambahan sirup flavor yaitu hingga kemanisan mencapai 1415oBrix. Apabila tingkat kemanisan kurang maka ditambahkan dengan sirup flavor hingga mencapai kemanisan tersebut sesuai. Proses Pengemasan Proses pengemasan dilakukan di ruang pengemas yang sudah terdapat AC sehingga suhu ruangan dapat terjaga. Ruangan tersebut dibersihkan terlebih dahulu dan disterilkan, selama menggunakan ruangan pintu tertutup rapat agar tidak mengkontaminasi produk akhir. Kemasan yang digunakan berupa cup yang aseptis berwarna putih dengan volume 120 ml. Pengisian produk ke dalam kemasan dilakukan secara manual dengan menggunakan gelas ukur yang telah disterilkan dengan air panas. Cup yang telah diisi kemudian disusun pada mesin pengemas untuk dilakukan penutupan cup dengan menggunakan penutup metalizing. Setelah selesai pengemasan kemudian yoghurt disimpan sementara pada freezer. Pelabelan dilakukan dengan menempelkan label berupa stiker pada permukaan penutup. Label tersebut menyajikan informasi yang terdiri dari Merk dagang, volume kemasan, tanggal kadaluarsa, petunjuk penyimpanan, komposisi, No MD, nama unit pengolahan, alamat perusahaan dan cara penggunaan. Proses Penyimpanan Produk Akhir Yoghurt yang telah dikemas dan siap untuk dipasarkan disimpan didalam freezer terlebih dahulu. Produk akhir yang disimpan di dalam freezer tidak dalam keadaan hangat agar proses pendinginan di dalam freezer berlangsung sempurna dan baik. Penyimpanan produk akhir ini terpisah dari ruangan pengolahan. Freezer yang digunakan memiliki suhu -4oC. Yoghurt yang telah terkoagulasi pada proses inkubasi harus segera disimpan pada suhu dingin (suhu refrigasi) dengan tujuan mencegah
93
pembentukan asam yang berkelanjutan dan menghambat aktifitas isolat laktat. Suhu dingin yang ideal untuk penyimpanan yoghurt adalah 70oC atau lebih rendah (Rahman et al., 1992). Penerimaan susu segar
Separasi krim hingga suhu 37-40oC
Terpisahnya krim dan skim
Pemanasan
Pendinginan
Inokulasi starter
Inkubasi
Penyimpanan Refrigerator
Penambahan pasta flavour
Mixing
Pengemasan
Sterilisasi kemasan
Gambar 25. Diagram Alir Yoghurt
94
Analisis Bahaya Bahaya yang dapat ditimbulkan adalah keberadaan pencemar (kontaminan) biologis, kimiawi, atau fisik bahan pangan. Selain itu, bahaya lain mencakup pertumbuhan mikrooganisme atau perubahan kimiawi yang tidak dikehendaki selama proses produksi, dan terjadinya kontaminasi silang pada produk antara, produk jadi, atau lingkungan produksi. Tujuan dari analisa bahaya adalah identifikasi bahaya dan tindakan pengendaliannya, identifikasi perlunya modifikasi proses atau produk sehingga jaminan keamanan meningkat, merupakan dasar penentuan titik kendali kritis (Critical Control Point). Terdapat beberapa jenis bahaya dalam pengolahan pangan yang dapat membahayakan konsumen, yaitu bahaya biologis, bahaya kimia dan bahaya fisik. Agar analisa bahaya ini dapat benar-benar mencapai hasil yang dapat menjamin semua informasi mengenai bahaya dapat diperoleh, maka analisa bahaya harus dilaksanakan secara sistematik dan terorganisasi. Secara umum terdapat dua tahapan dalam analisa bahaya. Tahap pertama adalah identifikasi ancaman terhadap kesehatan manusia yang mungkin timbul dalam produk pangan yang diproduksi. Pengelompokan lain yang perlu dipertimbangkan adalah terhadap bahaya kimia dan fisik. Secara sederhana penentuan tingkat bahaya kimia dan fisik dapat dikelompokkan sebagai berikut, tingkat keakutan bahaya tinggi yaitu bahaya yang mengancam jiwa manusia, tingkat keakutan bahaya sedang yaitu bahaya yang mempunyai potensi mengancam jiwa manusia, tingkat keakutan bahaya rendah yaitu bahaya yang mengakibatkan pangan tidak layak konsumsi. Tahap selanjutnya adalah menetapkan signifikansi bahaya dimana merupakan hasil analisa antara tingkat peluang kejadian (risk) dengan tingkat keakutan (severity) dari bahaya kemanan pangan. Tingkat kategori resiko dan keakutan bahaya diberi angka 10 untuk rendah, 100 untuk sedang dan 1000 untuk tinggi. Sedang signifikasi merupakan hasil perkalian antara resiko dan keakutan yang menghasilkan angka 1001.000.000 (Winarno dan Surono, 2004).
95
Gambar 26. Matriks Analisa Signifikansi Bahaya Resiko tinggi (1.000)
Resiko tinggi (1.000)
Resiko tinggi (1.000)
Keakutan rendah (10)
Keakutan sedang (100)
Keakutan tinggi (1.000)
R*K = (10.000)
R*K = (100.000)
R*K= 1.000.000
CCP
CCP
Resiko sedang (100)
Resiko sedang (100)
Resiko sedang (100)
Keakutan rendah (10)
Keakutan sedang (100)
Keakutan tinggi (1.000)
R*K = (1.000)
R*K = 10.000
R*K = 100.000 CCP
Resiko rendah (10)
Resiko rendah (10)
Resiko rendah (10)
Keakutan rendah (10)
Keakutan sedang (100)
Keakutan tinggi (1.000)
R*K = 100
R*K = 1.000
R*K = 10.000
Tingkat Keakutan Bahaya
Bahan baku utama dalam pembuatan yoghurt adalah susu segar yang harus memiliki kualitas yang baik, terhindar dari kontaminasi dan terjamin bebas dari kotoran, debu dan bahan kimia. Bahaya yang berasal dari susu segar ini dapat mempengaruhi kualitas dan lama simpan yoghurt. Sumber kontaminasi biologi, fisik dan kimia dapat disebabkan oleh kontaminasi saat proses pemerahan, kontaminasi dari pegawai saat pengujian kualitas, kontaminasi dari peralatan yang digunakan, kontaminasi dari pakan hewan dan obat-obatan serta udara. Bahaya mikroorganisme
biologis seperti
pada
susu
Salmonella,
dapat
diakibatkan
Escherichia
coli,
karena
terdapatnya
Bacillus
cereus,
Staphylococcus aureus. Salmonella dapat berasal dari kontaminasi kotoran hewan (Sulistyaningsih, 1993). Pengujian kualitas susu dilakukan secara cepat dan tepat agar susu segar tersebut tidak terkontaminasi. Pengujian dilakukan dengan cara mengambil sampel susu sebanyak 100 ml, selanjutnya dilakukan proses pengolahan. Peralatan yang dipergunakan untuk pengolahan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak bercelah-celah yang memungkinkan kuman hidup dari sisa air susu yang tertinggal di tempat itu. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan air bersih, dilanjutkan dengan sabun kemudian dibilas kembali dengan air bersih dan air panas. Peralatan disimpan terbalik pada rak, tidak terkena sinar matahari. Hal tersebut dilakukan agar mencegah kontaminasi yang berasal dari peralatan yang
96
digunakan. Bahaya biologis ini digolongkan ke dalam bahaya dengan tingkat keparahan yang sedang, peluang terjadinya kontaminasi tinggi dan memiliki tingkat resiko tinggi. Bahaya fisik pada susu yaitu terdapatnya kotoran sapi dan debu yang masuk dalam susu selama proses pemerahan. Dilakukan pencegahan dengan sanitasi alat, penyaringan pada susu yang akan diolah, sanitasi pekerja dan mempercepat proses pengambilan sampel. Bahaya fisik ini digolongkan ke dalam bahaya dengan tingkat keparahan yang sedang, peluang terjadinya kontaminasi rendah dan memiliki faktor resiko sedang. Bahaya kimia pada susu adalah antibiotik atau pestisida dalam pakan hijauan. Pencegahan dilakukan dengan pengujian kimia. Bahaya kimia yang timbul pada proses penerimaan susu segar terdapatnya residu antibiotik dan pestisida yang berasal dari hijauan dan residu antibiotik saat pengobatan penyakit pada ternak. Residu antibiotik dalam level rendah dapat menghambat aktivitas kultur starter dan pada level yang tinggi dapat menjadi bahaya bagi kesehatan manusia (Tamime dan Robinson, 1999). Suhu dan waktu dalam proses pemanasan harus diperhatikan betul, karena jika tidak sesuai dan kurang tepat maka akan menimbulkan kontaminasi biologis mikroorganisme pathogen (Salmonella, E.coli). Pencegahan dilakukan dengan pengontrolan waktu dan suhu, kalibrasi alat pengukur suhu, pengawasan kinerja pekerja, harus sesuai SSOP dan perawatan alat yang digunakan. Hal sama pun harus dilakukan pada proses pendinginan. Jika suhu pendinginan yang tidak sesuai maka akan menimbulkan bakteri patogen pada produk dengan tingkat keparahan yang cukup tinggi, faktor resiko yang sedang dan peluang terjadinya kontaminasi rendah, maka harus mempercepat proses pendinginan. Jika proses pendinginan tidak menjaga sanitasi alat yang akan digunakan, maka akan terjadi kontaminasi fisik dari peralatan, pekerja dan udara. Jenis bahaya fisik yang dapat pada produk yaitu, debu dan rambut. Sanitasi peralatan harus benar-benar diperhatikan dalam setiap tahap proses produksi, baik dalam separasi krim, inokulasi starter, penambahan gula, penambahan pasta flavour, pencampuran, pengemasan dan penyimpanan dalam refrigerator. Bahaya yang dapat timbul dalam proses separasi krim yaitu bahaya biologi (mikroorganisme), fisik (rambut, debu, serangga). Kontaminasi dapat terjadi selain
97
karena sanitasi alat yang tidak sesuai, bisa karena kontaminasi dari pekerja yang tidak mematuhi prosedur sanitasi dalam proses pengolahan. Proses inokulasi menimbulkan peluang bahaya biologis (mikroorganisme kapang dan khamir, Bacillus sp, Clostridium sp, Staphylococcus aureus, Salmonella sp dan koliform) yang rendah. Sedangkan pada proses inkubasi menimbulkan peluang bahaya biologis (mikroorganisme kapang dan khamir, Bacillus sp, Clostridium sp, Staphylococcus aureus, Salmonella sp dan koliform) yang tinggi, akibat dari suhu dan waktu proses penggunaan yang tidak tepat. Bisa juga diakibatkan dari suhu yang tidak tetap dan tidak dilakukan pengontrolan suhu dan waktu. Proses penambahan flavor dan mixing memiliki bahaya yang sama yaitu bahaya mikroorganisme kapang dan khamir, Staphylococcus aureus, sedangkan pada penambahan gula terdapat bahaya mikroorganisme pembentuk spora (B. cereus, C. Perfringens,
koliform).
Pencegahan
kontaminasi
dapat
dilakukan
dengan
Mempercepat proses pengolahan, menjaga kebersihan alat, melakukan sesuai SSOP dengan benar. Proses pengemasan dapat menimbulkan kontaminasi jika kemasan yang akan digunakan tidak melalui proses sterilisasi secara sempurna, kontaminasi dari alat, pekerja dan lingkungan. Bahaya yang dapat mungkin terjadi yaitu bahaya mikroorganisme kapang dan khamir, Staphylococcus aureus, Bacillus sp, Clostridium sp, bahaya fisik (debu, rambut). Penggunaan alkohol sebagai bahan sterilisasi dapat menimbulkan kontaminasi jika peralatan yang digunakan kontak langsung dengan produk, hal tersebut dapat menimbulkan bahaya kimia. Bahaya mikroorganisme kapang dan khamir, Staphylococcus aureus, Clostridium sp, Bacillus sp yang terdapat pada proses penyimpanan pada refrigerator dan distribusi dingin serta retail. Hal tersebut dapat disebabkan oleh berubahnya suhu dalam refrigerator, kerusakan wadah dan fluktuasi suhu. Pencegahan yang dilakukan yaitu dengan pengontrolan suhu dan waktu, melakukan sesuai SSOP dengan benar. Penetapan Critical Control Point (CCP) Critical Control Point (CCP atau titik pengendalian kritis), adalah langkah dimana
pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk mencegah atau
menghilangkan bahaya atau menguranginya sampai titik aman (Bryan, 1995). Titik pengendalian kritis (CCP) dapat berupa bahan mentah, lokasi, praktek, prosedur atau pengolahan dimana pengendalian dapat diterapkan untuk mencegah atau mengurangi 98
bahaya. Terdapat dua titik pengendalian kritis yaitu, (1) titik pengendalian kritis 1 (CCP-1), adalah sebagai titik dimana bahaya dapat dihilangkan dan (2) titik pengendalian kritis 2 (CCP-2), adalah sebagai titik dimana bahaya dikurangi. Identifikasi CCP pada setiap tahapan proses dengan menggunakan Decision Tree atau pohon keputusan untuk mengidentifikasi bahaya-bahaya yang menjadi CCP. CCP ditetapkan pada setiap tahap proses mulai dari awal produksi suatu makanan hingga sampai ke konsumsi. Setiap tahap ditetapkan jumlah CCP untuk bahaya mikrobiologis, kimia, maupun fisik. Penetapan CCP pada produksi yoghurt dapat dilihat pada tabel Terdapat tujuh CCP pada produksi yoghurt di PT D-Farm Agriprima yaitu penerimaan susu segar, pasteurisasi, pendinginan, inokulasi starter, mixing (pencampuran), pengemasan dan penyimpanan. Proses penerimaan susu segar merupakan CCP pertama, dimana pada tahapan ini terdapat bahaya mikrobiologis yang dapat dihilangkan dengan proses pasteurisasi, sedangkan bahaya fisik pada susu segar dapat dilakukan penyaringan diawal penerimaan susu. Bahan tambahan lainnya tidak teridentifikasi kedalam CCP, karena terdapatnya tindakan pencegahan pada tahapan selanjutnya dan jika terdapat bahaya masih memiliki spesifikasi yang rendah. CCP kedua adalah pada proses pasteurisasi, tahapan ini merupakan tahapan yang dirancang untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya yang mungkin terjadi pada tahapan sebelumnya. Pasteurisasi ini dilakukan pada suhu 90-95oC selama 10 menit, pada tahapan ini harus benar-benar dilakukan pengontrolan terhadap suhu dan waktu selama proses pasteurisasi berlangsung. Pasteurisasi tidak berarti sterilisasi karena terdapat beberapa mikroorganisme yang dapat bertahan terhadap pasteurisasi, seperti anggota kelompok pembentuk spora Bacillus sp dan Clostridium sp yang dapat menyebabkan kerusakan terhadap produk. CCP ketiga yaitu pendinginan karena langkah selanjutnya tidak ada proses untuk mengeliminasi bahaya. Proses pendinginan ini harus selalu dilakukan pengontrolan suhu. Inokulasi starter merupakan CCP keempat setelah proses pasteurisasi. Inokulasi starter dilakukan setelah suhu susu diturunkan dengan cepat sampai sekitar 40-45oC, yang dianggap sebagai suhu optimum untuk pertumbuhan dan pembentukan asam oleh isolat starter. Menurut Rahman et al., (1992), penurunan
99
suhu susu sebaiknya dilakukan dengan cepat, kemudian langsung dilakukan inokulasi isolat starter karena pertumbuhan isolat akan lebih cepat pada keadaan demikian dibandingkan pada susu yang didiamkan cukup lama sebelum inokulasi. Hal ini berkaitan dengan suplai oksigen yang dapat mempengaruhi keberadaan isolat yoghurt yang sifatnya anaerob fakultatif. CCP kelima yaitu pada proses pecampuran (mixing) tahapan ini pekerja mempunyai peranan penting yang dapat menyebabkan kontaminasi mikroorganisme. Selain itu peralatan yang digunakan dan udara berperan dalam sumber kontaminasi. Kotaminasi silang dapat terjadi jika sarana, wadah atau alat pengolahan dan atau penyimpanan digunakan bersama-sama baik untuk bahan mentah maupun bahan yang telah matang. Kontaminasi ulang terutama terjadi karena kurangnya sanitasi dan higien. Kontaminasi ulang dapat disebabkan karena penggunaan air, sarana, wadah, atau alat penyimpanan yang tercemar serta oleh pekerja yang tidak menjaga kebersihan dirinya. Proses pengemasan dapat menimbulkan kontaminasi jika kemasan yang akan digunakan tidak melalui proses sterilisasi secara sempurna dengan penyinaran UV selama minimal 15 menit dan tidak menerapkan SSOP dengan baik. Maka proses pengemasan ini termasuk dalam CCP keenam. Winarno dan Surono (2004) menyatakan bahwa radiasi ultra violet (UV) dapat digunakan sebagai sanitizer dengan waktu kontak lebih dari 2 menit. Penggunaan utama sinar UV adalah dalam sanitasi wadah pengemas dan ruangan karena sinar UV hanya membunuh mikroorganisme termasuk virus yang mengalami kontak langsung dengan sinar tersebut. CCP yang ketujuh yaitu proses penyimpanan, proses ini dibuat khusus untuk mengendalikan bahaya. Maka harus dilakukan pengontrolan suhu selama proses penyimpanan, hal tersebut dapat merusak produk dan mengkontaminasi pada produk akhir. Penentuan Batas Kritis Batas kritis adalah nilai yang memisahkan antara nilai yang dapat diterima dengan nilai yang tidak dapat diterima pada setiap CCP. Titik pengendalian kritis (CCP) dapat merupakan bahan mentah/baku, sebuah lokasi, suatu tahap pengolahan, praktek atau prosedur kerja, namun harus spesifik. Sudarmaji (2009) menyatakan, 100
pada setiap titik pengendalian kritis, harus dibuat batas kritis dan kemudian dilakukan validasi. Kriteria yang umum digunakan dalam menentukan batas kritis HACCP pangan adalah suhu, pH, waktu, tingkat kelembaban, kadar air (Aw), ketersediaan klorin, dan parameter fisik seperti tampilan visual dan tekstur. Prosedur Pelaksanaan Pemantauan
atau
monitoring
dalam
HACCP
didefinisikan
sebagai
pengecekan terhadap suatu prosedur pelaksanaan pengolahan dan dalam suatu penanganan pada CCP yang dapat dikendalikan dengan pengujian dan pengamatan sehingga CCP dapat dikendalikan dan dapat menjamin keamanan produk. Winarno dan Surono menyatakan (2004), biasanya perlu dicantumkan frekuensi pemantauan yang ditentukan berdasarkan pertimbangan praktis. Terdapat lima macam pemantauan yang penting dilaksanakan antara lain, pengamatan, evaluasi, sensorik, pengukuran sifat fisik, pengujian kimia, pengujian mikrobiologi. Pemantauan dilakukan oleh manager produksi yang dapat mengambil keputusan dan berwenang dalam proses pengontrolan produksi. Tindakan Koreksi Terdapatnya tindakan koreksi dalam pengendalian CCP yaitu berfungsi sebagai pencegahan yang terjadi terhadap batas kritis yang ditemukan dalam setiap proses pengolahan. Jika terdapatnya kesalahan atau kegagalan dalam proses produksi, maka tindakan koreksi ini harus segera dilaksanakan. Tindakan koreksi ini harus dapat mengurangi potensi bahaya yang dapat terjadi sehingga dapat diterima sesuai dengan persyaratan yang diizinkan. Menetapkan Prosedur Verifikasi Prosedur verifikasi dalam HACCP yaitu melakukan pemeriksaan terhadap semua program HACCP sudah sesuai dengan rencana atau masih terjadi penyimpangan. Verifikasi yang dilakukan dapat mencakup peninjauan terhadap sistem HACCP dan catatannya, peninjauan terhadap penyimpangan dan pengaturan produk, konfirmasi CCP yang berada dalam pengendalian, serta melakukan pemeriksaan (audit) metode, prosedur dan uji. Setelah itu, prosedur verifikasi dilanjutkan dengan pengambilan sampel secara acak dan menganalisanya. Prosedur verifikasi diakhiri dengan validasi sistem untuk memastikan sistem sudah memenuhi 101
semua persyaratan Codex dan memperbaharui sistem apabila terdapat perubahan di tahap proses atau bahan yang digunakan dalam proses produksi. Sudarmaji (2009) menyatakan bahwa, verifikasi tidak pernah menggantikan pemantauan. Verifikasi hanya dapat memberikan tambahan informasi untuk meyakinkan kembali kepada produsen bahwa penerapan HACCP akan menghasilkan produksi makanan yang aman (ILSI-Eropa, 1996). Dokumentasi dan Rekaman Tahapan ini merupakan tahapan terakhir dalam HACCP. Penyimpanan data merupakan bagian penting pada HACCP. Penyimpanan data dapat meyakinkan bahwa informasi yang dikumpulkan selama instalasi, modifikasi dan operasi sistem akan dapat diperoleh oleh siapapun yang terlibat dalam proses, juga dari pihak luar (auditor) (Sudarmaji, 2009). Beberapa contoh catatan dan dokumentasi dalam sistem HACCP adalah analisis bahaya, penetapan CCP, penetapan batas kritis, aktivitas pemantauan CCP, serta penyimpangan dan tindakan korektif yang berhubungan. Pembuatan dokumentasi dan pencatatan sistem HACCP dilakukan oleh tim HACCP yang dibentuk dengan mekanisme administratif yang rapi sesuai dengan SOP dari perusahaan dan alur distribusi yang jelas terjamin kerahasiannya serta aturan perubahan dokumentasi yang jelas (Thaheer, 2005).
102
Tabel 11. Penetapan Analisis Bahaya No. 1.
Tahapan Proses Penerimaan susu segar
Jenis Bahaya Biologis : mikroorganisme (Salmonella, E.coli, S aureus)
Fisik : kotoran sapi, debu
2.
Pasteurisasi 90-95oC, 10 menit
3.
Pendinginan hingga suhu 40oC
4.
Separasi krim hingga suhu 37oC
Kimia : antibiotik, pestisida Biologis : mikroorganisme pathogen (Salmonella, E.coli) Biologi : bakteri patogen Fisik : debu, rambut Biologi : mikroorganisme
Penyebab Bahaya
Keparahan
Penilaian Bahaya Peluang
Kontaminasi saat pemerahan,dari pekerja saat pengujian kualitas, peralatan yang digunakan, udara dan lingkungan Kontaminasi saat pemerahan dan pengujian kualitas saat penerimaan susu Pakan hewan dan obat-obatan Suhu dan waktu pemanasan yang tidak sesuai
S (100)
T (1000)
Faktor Resiko T (100.000)
S (100)
R (10)
S (1.000)
R (10) S (100)
T (1000) T (1000)
S (10.000) T (100.000)
Suhu pendinginan yang tidak cukup Kontaminasi dari alat, pekerja dan udara Kontaminasi dari alat, pekerja dan udara
T (1000) S (10)
R (10) R (10)
S (10.000) S (100)
T (1000)
S (100)
S (100.000)
Tindakan Pencegahan Uji kualitas mikrobiologi susu, mempercepat proses pengambilan sampel
Sanitasi alat dan pekerja, dilakukan penyaringan susu, mempercepat proses pengambilan sampel Melakukan pengujian kimia Pengontrolan waktu dan suhu, kalibrasi alat pengukur suhu, pengawasan kinerja pekerja, sesuai SSOP dan perawatan alat yang digunakan Mempercepat proses pendinginan, pengecekan suhu Menjaga sanitasi alat Sanitasi alat
103 2
Tabel 11 Lanjutan No.
Tahapan Proses
Jenis Bahaya Fisik: rambut, debu, serangga
5..
Inokulasi starter
6.
Inkubasi pada suhu 40oC selama 48 jam
9.
Mixing
Biologis : mikroorganisme kapang dan khamir, Bacillus sp, Clostridim sp, Staphylococcus aureus, Salmonella sp dan koliform Biologis: mikroorganisme kapang dan khamir, Bacillus sp, Clostridim sp, Staphylococcus aureus, Salmonella sp dan koliform Biologis: mikroorganisme kapang dan khamir, Staphylococcus aureus
Penyebab Bahaya Kontaminasi dari peralatan yang digunakan dan pekerja Kontaminasi alat, pekerja dan lingkungan
Keparahan S (100)
Penilaian Bahaya Peluang Faktor Resiko S S (100) (10.000)
Tindakan Pencegahan Mempercepat proses separasi, sanitasi alat
T (1000)
S (100)
T (100.000)
Melakukan sesuai SSOP, sanitasi alat
Suhu dan waktu yang tidak sesuai
R (10)
T (1000)
S (10.000)
Dilakukan pengontrolan suhu dan waktu, melakukan sesuai SSOP
Kontaminasi dari alat dan pekerja
S (100)
R (10)
S (1000)
Mempercepat proses mixing, kebersihan alat, melakukan sesuai SSOP
104 3
Tabel 11. Lanjutan No.
10.
11.
Tahapan Proses
Pengemasan
Penyimpanan refrigerator
Jenis Bahaya
Penyebab Bahaya
Keparahan
Penilaian Bahaya Peluang Faktor Resiko R S (10) (1000)
Fisik : debu, rambut
Kontaminasi dari alat dan pekerja
S (100)
Biologis: mikroorganisme kapang dan khamir, Staphylococcus aureus, Bacillus sp, Clostridim sp Kimia : alkohol
Kontaminasi dari kemasan yang tidak steril, kontaminasi dari alat, pekerja dan lingkungan
S (100)
R (10)
S (1000)
Kontaminasi dari penggunaan alkohol sebagai bahan sterilisasi Kontaminasi dari berubahnya suhu dalam refrigerator
S (100)
S (100)
S (1000)
R (10)
R (10)
R (1000)
Biologis: mikroorganisme kapang dan khamir, Staphylococcus aureus, Clostridium sp, Bacillus sp
Tindakan Pencegahan Mempercepat proses mixing, kebersihan alat, melakukan sesuai SSOP Mengawasi kebersihan alat, melakukan sesuai SSOP
Mengawasi kebersihan alat, melakukan sesuai SSOP, melakukan penyinaran UV selama 15 menit Dilakukan pengontrolan suhu dan waktu, melakukan sesuai SSOP
105
4
Gambar 12. Penetapan CCP No.
Tahapan Proses Penerimaan susu segar
Bahaya Signifikan Biologis : mikroorganisme (Salmonella, E.coli, B.cereus, S aureus) Fisik : kotoran sapi, debu Kimia : antibiotik, pestisida
P1 Y
P2 Y
P3 -
P4 -
CCP CCP
Y T
T -
Y -
T -
Non CCP Non CCP
Pasteurisasi
Biologis : mikroorganisme (Salmonella, E.coli, B.cereus, S aureus)
Y
T
Y
T
CCP
Pendinginan
Biologi : bakteri patogen
Y
Y
-
-
CCP
Fisik : debu, rambut
Y
T
Y
Y
Non CCP
Biologi : mikroorganisme
Y
T
T
-
Non CCP
Fisik: rambut, debu, serangga
Y
T
T
-
Non CCP
Biologis : mikroorganisme kapang dan khamir, Bacillus sp, Clostridium sp, Staphylococcus aureus, Salmonella sp dan koliform
Y
T
Y
T
CCP
Separasi krim hingga suhu 37oC
Inokulasi starter
Alasan Keputusan Bahaya ini akan hilang pada proses pasteurisasi Terdapat pengujian fisik Belum terdapat pencegahan Proses ini dilakukan untuk mengurangi bahaya yang dapat terjadi Tidak ada proses eliminasi selanjutnya terhadap bahaya Dilakukan pemilihan bahan yang akan digunakan Proses ini dilakukan untuk mengurangi bahaya yang dapat terjadi Dilakukan pemilihan bahan yang akan digunakan Tahapan berikutnya dapat terkontaminasi
106
5
Tabel 12. Lanjutan No.
Tahapan Proses Inkubasi pada suhu 40oC selama 48 jam
Bahaya Signifikan Biologis: mikroorganisme kapang dan khamir, Bacillus sp, Clostridim sp, Staphylococcus aureus, Salmonella sp dan koliform
P1 Y
P2 T
P3 T
P4 -
CCP Non CCP
Mixing
Biologis: mikroorganisme kapang dan khamir, Staphylococcus aureus Fisik : debu, rambut
Y
T
Y
T
CCP
Y
T
T
-
Non CCP
Pengemasan
Penyimpanan refrigerator
Biologis: mikroorganisme kapang dan khamir, Staphylococcus aureus, Bacillus sp, Clostridim sp Fisik : debu, rambut
Y
T
Y
T
CCP
Y
Y
-
-
CCP
Kimia : alkohol
Y
Y
-
-
CCP
Biologis: mikroorganisme kapang dan khamir, Staphylococcus aureus, Clostridium sp, Bacillus sp
Y
Y
T
-
CCP
Alasan Keputusan Kontaminasi mikroorganisme tidak sampai pada taraf yang tidak aman Kontaminasi terjadi dari lingkungan luar Dilakukan pemilihan bahan yang akan digunakan Kontaminasi terjadi pada taraf yang tidak aman Kontaminasi berasal dari pekerja dan lingkungan Langkah ini dibuat untuk mengebdalikan bahaya Proses ini dilakukan untuk mengurangi bahaya yang dapat terjadi
107
6
Gambar 13. Pengendalian CCP No. CCP
Proses
Jenis Bahaya
Batas Kritis Metode
Monitoring Frekuensi
P. Jawab
Tindakan Koreksi
Dokumentasi
Susu segera ditolak oleh koordinator penerimaaan bahan mentah atau manajer produksi Dipasteurisasi ulang dan dipastikan alat berfungsi dengan baik
- Log penerimaan susu segar - Log tindakan koreksi
1.
Penerimaan Susu segar
Kimia: 7ntibiotic, pestisida
Tidak ada kandungan antibiotik, pestisida
Melalukan uji kimia susu
Setiap penerimaan susu
Manajer Produksi
2.
Pasteurisasi
Biologis: mikroorganisme pathogen (Salmonella, E.coli)
Suhu 9095oC, 10 menit
Dilakukan pengukuran suhu dan waktu secara langsung
Setiap proses produksi
Manajer produksi
3.
Pendinginan
Biologi : bakteri patogen
Peralatan yang digunakan
Menjaga sanitasi
Setiap proses produksi
Manajer produksi
Menjaga sanitasi alat dan lingkungan
4.
Inokulasi starter
Biologis : mikroorganisme kapangdan khamir, Bacillus sp, Clostridim sp, Staphylococcus aureus, Salmonella sp dan koliform
Penerapan higien personal dan sanitasi alat terjaga serta ruangan tertutup
Mengamati kinerja para pekerja secara langsung
Setiap proses inokulasi
Manajer Produksi
Segera menegur pekerja dan dilakukan pengawasan serta mengadakan instruksi
- Log pencatatan suhu dan waktu - Log tindakan koreksi - Log tindakan koreksi - Log tindakan koreksi
Verifikasi Metode P. Jawab Melakukan Direktur uji residu antibiotik secara berkala 1 bulan sekali Melakukan pengecekan bakteri patogen secara berkala
Direktur
Menjaga kesterilan dalam proses pendinginan Adanya internal audit (pekerja, alat, ruangan serta pengujian produk)
Direktur
Direktur
108
7
Tabel 13. Lanjutan No. CCP 5.
Proses
Jenis Bahaya
Batas Kritis
Mixing
Biologis: mikroorganisme kapang dan khamir, Staphylococcus aureus
Penerapan higien personal dan sanitasi alat terjaga serta ruangan
6.
Pengemasan
Biologis: mikroorganisme kapang dan khamir, Staphylococcus aureus, Bacillus sp, Clostridim sp
Kemasan telah disterilisasi dengan UV selama 15 menit, sanitasi pekerja dan alat terjaga
Metode Mengamati kinerja para pekerja
Mengamati kinerja para pekerja dan sanitasi ruang
Monitoring Frekuensi Setiap proses pencampuran
Setiap kali proses pengemasan
P. Jawab Manajer Produksi
Manajer Produksi
Tindakan Koreksi Segera menegur pekerja, menjaga sanitasi alat dan lingkungan serta melakukan pengujian oleh Manajer produksi Segera menegur pekerja dan melakukan sterilisasi ruangan dengan sinar UV dan melakukan pengawasan secara rutin oleh Manajer produksi
Dokumentasi - Log tindakan koreksi
- Log pengemasan - Log tindakan koreksi
Verifikasi Metode P. Jawab Melakukan Direktur pengecekan bakteri patogen secara berkala
Menjaga kesterilan dalam proses pengemasan, dan kesesuaian dengan GMP. Adanya internal audit (pekerja, alat, ruangan serta pengujian produk)
Direktur
109
8
Tabel 13. Lanjutan No. CCP
7.
Proses
Jenis Bahaya
Batas Kritis Metode
Penyimpanan refrigerator
Monitoring Frekuensi
P. Jawab
Tindakan Koreksi
Dokumentasi
Fisik : debu, rambut
Penerapan higien personal dan sanitasi alat terjaga
Mengamati kinerja para pekerja
Setiap proses pengemasan
Manajer Produksi
Segera menegur dan melakukan sterilisasi ruangan dengan sinar UV dan melakukan pengawasan secara rutin oleh Manajer produksi
- Log pengemasan - Log tindakan koreksi
Biologis: mikroorganisme kapang dan khamir, Staphylococcus aureus, Clostridium sp, Bacillus sp
Suhu refrigerator
Dilakukan pengontrolan suhu
Setiap produk masuk dalam refrigerator
Manajer Produksi
Melakukan pengawasan secara rutin oleh Manajer produksi
- Log penyimpanan - Log tindakan koreksi
Verifikasi Metode P. Jawab Menjaga Direktur kesterilan dalam proses pengemasan, dan kesesuaian dengan GMP. Adanya internal audit (pekerja, alat, ruangan serta pengujian produk) Melakukan Direktur pengecekan bakteri patogen secara berkala
110
9