HASIL DAN PEMBAHASAN
Hubungan Sifat-Sifat Tanah Dengan Peninggi Tegakan Acacia mangium Peninggi tegakan secara prinsip dipengaruhi faktor genetik, faktor sifat-sifat tanah dan sistim silvikultur. Hasil penelusuran di lapangan diperoleh untuk faktor genetik dan sistim silvikultur (sistim pengelolaan) relatif sama untuk semua lokasi. Sehingga yang mempengaruhi peninggi tegakan adalah sifat-sifat tanah. Pengumpulan data dilapangan meliputi umur, tebal horison A, kemiringan lereng. Data analisis tanah meliputi kadar liat tanah, kadar air tersedia, bobot isi, kandungan N, P, K, Ca, Mg, KTK, pH, C-Organik tanah. Untuk melihat peranan faktor tempat tumbuh terhadap pertumbuhan tegakan Acacia mangium dilakukan analisis regresi linear berganda yang menyertakan 14 peubah bebas tempat tumbuh. Hasil analisis stepwise dengan Program Minitab mendapatkan persamaan regresi terbaik yaitu log Y = 0,60 – 1,25 1/X1 – 0,01 X3 + 0,50 X13 + 0,21 X7, dengan R2 = 96,85%. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara peubah bebas X1, X3, X7, dan X13 dengan log Y. Persamaan terbaik tersebut dilakukan dengan cara penyusupan satu persatu peubah bebas yang mempunyai korelasi yang tinggi dengan log Y. Pada Tabel 2 disajikan nilai koefisien korelasi peubah bebas (X), koefisien dan nilai t hitung dari persamaan terbaik tersebut. Hasil analisis peranan sifat-sifat tanah terhadap peninggi tegakan didapatkan bahwa persamaan regresi yang bersifat positif yaitu kandungan K dan pH tanah, sedangkan umur tanaman dan kemiringan lereng berkorelasi negatif. Tabel 2
No 1
Peubah sifat-sifat tanah dan umur yang teruji berkorelasi dengan peninggi tegakan Acacia mangium Variabel (Xi)
Umur pohon (1/X1)
Koefisien
T hitung
R2
-1,25
-14,48**
96,85
*
2
Kelerengan (X3)
-0,01
-2,97
94,97
3
K (X13)
0,50
3,27*
93,45
4
pH (X7)
0,21
2,44*
91,23
Setelah umur tanaman maka sifat kimia tanah merupakan faktor yang berkorelasi sangat erat terhadap peninggi tegakan Acacia mangium. Penelitian ini menunjukkan bahwa sifat kimia tanah lebih banyak mempengaruhi peninggi tegakan Acacia mangium. Hal ini disebabkan karena Acacia mangium merupakan tanaman cepat tumbuh yang memerlukan unsur hara yang banyak untuk pertumbuhannya sehingga menyebabkan unsur hara dari tanah akan cepat terkuras. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Latifah (2000) yang menunjukkan bahwa selain umur tanaman maka bahan organik tanah merupakan sifat tanah yang paling berkorelasi dengan peninggi tegakan Acacia mangium.
Umur Berdasarkan nilai parsial masing-masing peubah bebas terhadap peninggi, faktor umur mempunyai korelasi terbesar terhadap peninggi hutan tanaman
Acacia mangium yaitu sebesar -1,25. Faktor umur tanaman mempunyai koefisien determinasi (R2) sebesar 96,85%, hal ini berarti sebagian besar peninggi ditentukan oleh umur. Korelasi yang bersifat negatif menerangkan bahwa semakin tua umur tanaman Acacia mangium maka sampai umur tertentu peninggi yang dihasilkan semakin tinggi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Latifah (2000) bahwa faktor umur memberikan sumbangan terbesar dalam menerangkan keragaman peninggi. Umur tanaman Acacia mangium di lokasi penelitian berkisar antara dua tahun sampai dengan enam tahun dengan peninggi antara 10,0 sampai 28,8 m. Data peninggi tegakan Acacia mangium di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Peninggi tegakan Acacia mangium di lokasi penelitian
2
Peninggi tegakan minimum (m) 10,5
Peninggi tegakan maksimum (m) 11,4
Peninggi tegakan rata-rata (m) 11,0
2
3
14,1
14,3
14,2
3
4
17,9
18,3
18,1
4
5
20,5
21,3
21,0
5
6
26,4
28,8
27,6
No
Umur (thn)
1
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa semakin bertambah umur tanaman maka peninggi yang dihasilkan semakin tinggi. Peningkatan peninggi ini menunjukkan bahwa tanaman masih mengalami percepatan pertumbuhan dari umur dua tahun sampai dengan umur enam tahun, sehingga tanaman masih produktif untuk dipelihara pada tahun berikutnya. Pada tahap awal, pertumbuhan tanaman berjalan lambat dan semakin cepat mengikuti pertambahan umur tanaman, kondisi ini berlansung hingga mencapai titik pertumbuhan maksimum. Setelah titik pertumbuhan maksimum dicapai maka pertumbuhan akan berjalan konstan (Bidwel 1979) diacu dalam Latifah (2000).
Derajat kemiringan lahan Derajat kemiringan lahan di lokasi penelitian berkisar antara 2-9% dengan nilai rata-rata sebesar 6,2%. Derajat kemiringan lahan berkorelasi negatif dengan peninggi Acacia mangium sebesar -0,01. Korelasi negatif berarti tanaman Acacia
mangium tumbuh lebih baik pada tempat-tempat yang lebih datar. Pada kondisi lereng yang tidak begitu curam mengakibatkan aliran permukaan yang terjadi tidak sampai berubah menjadi suatu kekuatan destruktif yang besar, sehingga daerah yang agak datar ini dapat menahan lebih lama muatan suspensi tanah dari daerah atasnya. Dengan demikian kenaikan persentase lereng sampai batas tertentu akan mengakibatkan terbentuknya drainase dan aerase yang optimal bagi pertumbuhan tanaman, ini terbukti di lokasi penelitian disetiap petak ukur dalam setiap kelas umur menghasilkan volume yang lebih besar di daerah kemiringan rendah dibanding daerah yang kemiringanya lebih besar (Lampiran 3). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hafiziansyah (1997) pada tanaman Acacia mangium umur 4 tahun menunjukkan produksi tegakan yang ditanam pada lahan kemiringan 0–8% menghasilkan produksi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam pada lahan dengan kemiringan 15-25%.
Kandungan Kalium Nilai kandungan K di lokasi penelitian berkisar antara 0,10-0,36 me/100g dengan nilai rata-rata sebesar 0,25 me/100g. Dari analisis stepwise kandungan K berkorelasi positif terhadap peninggi tegakan Acacia mangium sebesar 0,50.
Korelasi positif artinya semakin banyak kandungan K dalam tanah akan meningkatkan nilai peninggi tanaman Acacia mangium. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Chaerudy (1994) bahwa hubungan kualitas tempat tumbuh dengan peninggi tegakan Acacia mangium menunjukan faktor yang paling mempengaruhi peninggi yaitu umur dan kandungan K. Hal ini juga didukung hasil penelitian Kusnadi (1998) diacu dalam Wasis (2006) pada hutan tanaman Acacia mangium secara tegas mendiagnosis unsur K dan P masingmasing sebagai hara yang paling defisien urutan pertama dan kedua sehingga direkomendasikan untuk memberikan imput baik berupa pupuk maupun pengapuran. Ketersediaan K di dalam tanah dipengaruhi oleh tinggi rendahya pH tanah (Hakim et al. 1986) diacu dalam Latifah (2000). Pada tanah yang masam kekurangan K akan semakin besar yang berarti ketersedian K dalam tanah semakin menurun. Pengaruh pH terhadap kehilangan K dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Pengaruh kehilangan kalium dapat dipertukarkan oleh pencucian dari tanah Creedmore Lempung Berpasir No 1 2 3 4
pH tanah 4,03 5,30 5,63 7,03
Kehilangan K (dari % total) 70 49 26 16
Sumber : (Hakim, et al., 1986)
Kalium merupakan unsur hara terpenting yang dibutuhkan tanaman. Kalium diserap tanaman dalam bentuk K+ dan merupakan unsur hara makro yang sangat penting bagi proses fisiologis tanaman. Bagian tanaman yang banyak mengandung K adalah batang, daun, buah dan akar. K bukan hara pembentuk organ tanaman, namun hara ini dapat terdapat di dalam semua sel yaitu sebagai ion dalam cairan sel. Inti sel juga mengandung K (Mengel dan Kirby 1982) diacu dalam Wasis (2006). Unsur kalium dalam tanaman mempunyai peranan penting dalam proses metabolisme. Adanya kadar K tersedia yang cukup dalam tanah akan menjamin pertumbuhan tanaman dengan baik. Kalium dalam tanaman berguna untuk pembentukan hidrat arang dan translokasi gula, kalium juga diperlukan dalam
pembentukan klorofil. Kalium juga berfungsi sebagai katalisator proses fisiologis tanaman, mempengaruhi penyerapan unsur hara, mempertinggi daya tahan terhadap kekeringan dan penyakit serta membantu perkembangan akar. Kalium berfungsi mendorong aktifitas sebanyak 40 enzim dan membantu pembentukan protein dari asam amino (Meyer et al. 1960; Geus 1973, Mengel dan Kirby 1982) diacu dalam Wasis (2006). Pada lokasi penelitian pihak perusahaan tidak melakukan pemberian pupuk kalium, perusahaan hanya memberikan pupuk Urea dan SP36. Sehingga pada lokasi penelitian banyak pohon yang roboh. Supaya pohon tidak mudah roboh maka perusahaan harus melakukan pemberian pupuk kalium. Menurut Soepardi (1983) pemupukan kalium terhadap tanaman dipengaruhi berbagai faktor, terutama kemampuan tanah dalam menyediakan unsur kalium, jenis tanaman, tingkat produksi dan pengelolaan pertanian yang dilakukan. Sumber kalium dalam tanah yang utama adalah pupuk buatan, pupuk kandang, pupuk hijau, sisa tanaman dan senyawa alamiah baik senyawa organik maupun senyawa anorganik dari unsur tersebut yang terdapat di dalam tanah. Kehilangan kalium dalam tanah dapat berupa kehilangan karena pencucian atau terangkut oleh tanaman. Adanya kalium tersedia yang cukup dalam tanah menjamin ketegaran tanaman. Sehingga kalium membuat tanaman lebih tahan terhadap berbagai penyakit dan meransang pertumbuhan akar. Pada umur 2 tahun kandungan kalium di lokasi penelitian cukup tinggi (Lampiran 2). Tingginya kandungan kalium tanah pada umur dua tahun kemungkinan disebabkan karena sebagian besar dari total kalium tanah masih berada dalam bentuk relatif tidak tersedia, sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Menurut Depdikbud (1991) diacu dalam Astuti (2004) bahwa sebanyak kurang lebih 90-98% dari seluruh kalium tanah berada dalam bentuk relatif tidak tersedia. Kalium berangsur-angsur tersedia disebabkan karena adanya pengaruh air yang mengandung karbonat dan adanya liat masam yang membantu proses penghancuran mineral-mineral primer. Kandungan kalium tanah kemudian mengalami penurunan pada umur 3 tahun, hal ini diduga disebabkan karena kalium terangkut oleh tanaman. Menurut Soepardi (1983) kehilangan kalium akibat terangkut oleh tanaman berjumlah
cukup besar, kadang-kadang bisa mencapai tiga atau empat kali lebih tinggi dari fosfor dan dapat pula menyamai nitrogen. Selain itu tanaman juga menyerap kalium jauh lebih banyak dari jumlah yang sebenarnya diperlukan, sehingga terjadi pemakaian yang berlebihan. Jumlah hara yang terangkut sangat tergantung kepada jenis, umur dan sifat tanaman itu sendiri (Depdikbud 1991) diacu dalam Astuti (2004). Kehilangan kalium juga dapat disebabkan oleh erosi, pencucian dan pemanenan unsur hara pada proses penebangan. Pada umur 4 tahun, 5 tahun dan 6 tahun kandungan kalium pada tanah mengalami peningkatan, hal ini dapat disebabkan karena adanya pengembalian hara-hara mineral dari serasah berupa daun-daun dan ranting yang gugur. Pernyataan ini diperkuat oleh Depdikbud (1991) diacu dalam Astuti (2004) bahwa pertambahan kalium dalam tanah dapat dari berbagai sumber, yaitu dari sisa-sisa tanaman dan hewan, dari pupuk perdagangan serta dari mineralisasi mineral kalium dan air irigasi. Pertambahan kalium dari sisa tanaman dan hewan (pupuk kandang) adalah sangat penting menjaga keseimbangan kadar kalium dalam tanah. Pertambahan kalium dari pupuk perdagangan sangat tergantung kebutuhan, sedangkan pertambahan dari mineral juga tergantung pada beberapa faktor, antara lain jumlah mineral dan tingkat pelapukan. Ketersedian
kalium
dalam
tanah
dapat
diartikan
sebagai
kalium
yang dibebaskan dari bentuk yang tidak dapat dipertukarkan ke bentuk yang dapat dipertukarkan, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Menurut Soepardi (1983) ketersedian unsur hara kalium di dalam tanah dipengaruhi beberapa faktor yaitu tipe koloid tanah, suhu atau temperatur, pembasahan dan pengeringan, pH tanah dan tingkat pelapukan. Pemupukan pada hutan tanaman industri yang menanam spesies cepat tumbuh sangat disarankan karena dengan pemupukan ketersedian unsur hara bagi tanaman akan cukup untuk dipakai tanaman dalam proses pertumbuhan sehingga keberlanjutan hasil dapat dipertahankan. Pemupukan pada dasarnya adalah usaha untuk menjaga keseimbangan antara kandungan unsur hara yang diambil oleh tanaman untuk tumbuh dan berproduksi dengan unsur hara yang tersedia bagi tanaman. Ginting et al. (1998) menyatakan bahwa secara umum jenis pupuk yang lazim diterapkan pada pengusahaan tanaman kehutanan adalah Urea, TSP dan
KCL dengan dosis masing-masing 100 gr per lubang tanaman sampai tanaman berumur 3 tahun.
Derajat keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) berkorelasi positif dengan peninggi tegakan di lokasi penelitian sebesar (0,21), korelasi positif tersebut menerangkan bahwa semakin masam tanah maka nilai peninggi akan semakin kecil. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Rukmini (1996) bahwa faktor yang mempengaruhi peninggi adalah umur, kandungan P, C organik, pH dan tebal horizon A. Kondisi pH tanah pada lokasi penelitian setiap kelas umur rendah, yaitu berkisar antara 4,4-4,8 dengan nilai rata-rata sebesar 4,5. Apabila kegiatan pengapuran dan pengelolaan secara intensif dilakukan maka pH tanah tidak akan rendah, ini mengindikasikan bahwa perusahaan tidak melakukan kegiatan pengapuran. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh pH melalui banyaknya ion+ di dalam tanah. Semakin besar kadar ion H+, maka tanah semakin masam (Hardjowigeno 1987) diacu dalam Latifah (2000). Setiap vegetasi mempunyai kebutuhan pH yang berbeda, perbedaan pH disebabkan oleh perbedaan toleransi tanaman terhadap kepekatan ion H+ atau ion beracun lainya (Hakim et al. 1986) diacu dalam Latifah (2000). Secara umum unsur hara tanah akan tersedia secara maksimal pada pH mendekati netral dengan nilai pH berkisar sekitar 6,5-7,0 (Killham 1999) diacu dalam Wasis (2006). Penelitian menunjukan bahwa tegakan hutan tanaman
Acacia mangium masih dapat tumbuh pada pH berkisar antara 4,40-5,80 (Astuti 1998), sehingga tanaman Acacia mangium merupakan jenis yang toleran terhadap kondisi tanah yang masam. Penelitian Habish (1970) diacu dalam Wasis (2006) mengimformasikan bahwa pembentukan bintil akar terbaik pada Acacia sp diperoleh pada kondisi pH sekitar 6,5–7,0. Hal ini sesuai dengan penelitian Widiastuti (1998) yang menyatakan bahwa kemampuan isolat Rhizobium pada tanaman Acacia mangium dan Acacia crassicarpa tumbuh terbaik pada pH tanah sekitar 7. Sementara itu menurut Peoples et al. (1989) diacu dalam Wasis (2006), pembentukan bintil akar oleh akar tanaman dengan bakteri Rhizobium akan mengalami penurunan apabila
kondisi pH tanah di bawah 5,5 atau lebih besar dari 7. Menurut penelitian Wasis (1996) pemberian kapur dosis 1,5 x Al-dd pada tanaman sengon (Paraserianthes falcataria ) yang ditumbuhkan pada media tanah masam dapat meningkatan bobot bintil akar sebesar 152%, meningkatkan aktifitas spesifik nitrogenase sebesar 7,8510 mmol/g bobot kering bintil/jam dan meningkatkan serapan N tanaman sebesar 10%. Sanchez (1992) menyatakan bahwa ketidaksuburan tanah masam disebabkan oleh keracunan aluminium, kekurangan kalsium atau magnesium, dan keracunan mangan. Ginting et al. (1998) menyatakan bahwa untuk memperbaiki pH tanah dapat dilakukan dengan pemberian kapur atau pupuk organik ke dalam tanah. Pemberian kapur dengan dosis 2–6 ton/ha cukup untuk menetralisir Al dan Mn yang bersifat racun, sedangkan pemberian pupuk kandang berkisar antar 1-2 kg per lubang tanam. Menurut Soepardi (1983) kapur yang diberikan umumnya sebanyak 2, 4 dan 6 ton per hektar. Pemberian kapur dapat meningkatkan pH tanah karena adanya ion hidrogen yang dapat dipertukarkan. Guna terciptanya kelestarian hutan tanaman Acacia mangium maka pihak perusahaan PT Bukit Raya Mudisa perlu melakukan pengapuran dan input pupuk yang cukup dan berimbang serta aplikasi bioteknologi. Hal ini penting karena tanaman HTI untuk dipanen memerlukan waktu yang lama, sehingga apabila ada kesalahan maka kerugian dari segi waktu untuk investasi sangat besar. Menurut Soekotjo (1999) guna meningkatan pertumbuhan hutan tanaman dengan penerapan bioteknologi seperti teknik sterilisasi yaitu teknik menghambat perkembangan organ reproduksi dan mengalihkan enersi yang ada untuk memacu pertumbuhan vegetatif seperti hal yang sudah berhasil dicoba pada pohon
Populus sp, dimana pohon ini dapat dipanen untuk bahan pulp pada umur 5 tahun dan dapat diterapkan untuk pembangunan hutan tanaman Acacia mangium.
Pertumbuhan Dimensi Tegakan Hutan Tanaman Acacia mangium Diameter batang pohon Berdasarkan hasil analisis data diameter batang tegakan Acacia mangium di lokasi penelitian diperoleh bentuk kurva Y = 0,14*exp((-(6,69-x)2): (2*3,482)) dengan R2 = 0,98 dan dapat dilihat pada Gambar 2.
Diameter (m)
S = 0.00417493 r = 0.99295323 0.1
6
0.1
4
0.1
2
0.1
1
0.0
9
0.0
7
0.0
5
1.6
2.4
3.2
4.0
4.8
5.6
6.4
Umur (Tahun)
Gambar 2 Hubungan diameter batang pohon dengan umur tegakan. Gaussian Model: y=a*exp((-(b-x)^2)/(2*c^2)) Coefficient Data: a= 0,14 b= 6,69 c= 3,48 Pada gambar di atas (Gambar 2) dapat dilihat adanya hubungan antara diameter pohon dengan umur tegakan, semakin bertambah umur tegakan maka akan terjadi penambahan diameter pohon. Hal ini menunjukan bahwa diameter pohon masih mengalami peningkatan dari tahun kedua sampai umur enam tahun, sehingga tanaman masih produktif untuk dipelihara pada tahun berikutnya. Secara umum pertumbuhan riap diameter batang pohon tahun berjalan (MAI) mencapai maksimal pada umur 2 tahun yaitu sebesar 3,00 cm/tahun. Laju pertumbuhan riap diameter batang pohon tahun berjalan menunjukan adanya kecenderungan yang terus menurun sampai tanaman berumur 6 tahun (Tabel 5). Tabel 5 Pertumbuhan diameter batang tegakan Acacia mangium No 1 2 3 4 5
Umur (thn) 2 3 4 5 6
Diameter batang pohon (cm) 6,0 8,6 11,0 13,3 14,6
MAI (cm/thn) 3,00 2,86 2,75 2,66 2,43
Tinggi total Berdasarkan hasil analisis data tinggi total pohon diperoleh bentuk kurva dengan persamaan Y = 27,14*exp((-(10,08-x)2):(2*5,132)) dengan R2 = 0,99. Dari Gambar 3 bisa dilihat adanya hubungan antara umur tegakan dengan tinggi total tanaman, semakin bertambah umur tanaman maka akan terjadi peningkatan tinggi total tegakan. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi total tegakan masih mengalami peningkatan dari umur dua tahun sampai tanaman berumur enam tahun, sehingga tanaman masih produktif untuk dipelihara pada tahun berikutnya.
S = 0.20278829 r = 0.99908941 14 21.
Tinggi (m)
66 18. 18 16. 70 13. 22 11. 8.7
4
6.2
6
1.6
2.4
3.2
4.0
4.8
5.6
6.4
Umur (Tahun)
Gambar 3 Hubungan tinggi total dengan umur tegakan. Gaussian Model: y=a*exp((-(b-x)^2)/(2*c^2)) Coefficient Data: a= 27,14 b= 10,08 c= 5,13 Pertumbuhan riap tinggi total tahun berjalan menunjukkan kecendrungan yang terus menurun sampai tanaman berumur 6 tahun. Pertumbuhan riap tinggi total tahun berjalan mencapai maksimal terjadi pada saat tanaman berumur 2 tahun yaitu 3,90 m/tahun dan pertumbuhan riap terkecil terjadi pada tegakan berumur enam tahun yaitu sebesar 3,29 m/tahun (Tabel 6).
Tabel 6 Pertumbuhan tinggi total tegakan Acacia mangium No 1 2 3 4 5
Umur (thn) 2 3 4 5 6
Tinggi total (m) 7,81 10,53 13,36 16,63 19,76
MAI (m/thn) 3,90 3,51 3,34 3,32 3,29
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa laju pertumbuhan riap diameter batang dan tinggi total pohon terbesar terjadi pada tanaman berumur 2 tahun dan terjadi penurunan laju pertumbuhan sampai dengan tanaman berumur 6 tahun. Hal ini berarti bahwa laju pertumbuhan diameter batang pohon dan tinggi total pohon pada awal pertumbuhan merupakan hal yang harus dipertahankan pada tingkat pertumbuhan yang normal. Sehingga pertumbuhan tegakan pada tahun-tahun awal merupakan hal yang terpenting dari keseluruhan pertumbuhan pohon. Kehilangan pertumbuhan dimensi tegakan pada tahun awal sangat membahayakan kelestarian pengusahaan hutan tanaman dan koreksi terhadap kehilangan pertumbuhan pada tahun awal melalui pemberian input hara dan teknik silvikultur tahun berikutnya kurang banyak membantu untuk menghindari terjadinya kehilangan pertumbuhan tegakan. Hal ini disebabkan fase sensitif pertumbuhan organ vegetatif tanaman sudah dilampaui. Menurut Arisman dan Widyarsono (1999) hasil penelitian dari studi perlakuan pupuk pada tanaman Acacia mangium di PT MHP disimpulkan bahwa waktu pemupukan yang memberikan respon yang paling baik bagi percepatan pertumbuhan tanaman adalah saat penanaman sampai tanaman berumur 1 bulan dan semakin tua umur tanaman saat pemupukan dilaksanakan akan memberikan respon yang semakin berkurang. Penelitian tentang retranslokasi hara pada tanaman cepat tumbuh seperti
Acacia mangium telah dilaporkan (Hardiyanto et al. 2004). Penelitian ini berusaha untuk memahami strategi pohon untuk mempertahankan pertumbuhan yang cepat sampai dengan akhir daur. Pada tanaman Acacia mangium berumur 2 tahun retranslokasi hara di dalam pohon ternyata cukup besar. Misalnya, pada plot yang kurang subur ketika daun sedang berkembang dari fase hijau-hidup ke fase senesen (senescent) – kuning, persentase hara yang diretranslokasikan dari daun senesen adalah 26,8% N; 76,5% P; 30,8 % K, setara dengan (ha/th) 50 kg N;
5,2 kg P dan 18,3 kg K berdasarkan deposisi serasah sebesar 9,1 ton/ha/th. Pada plot yang lebih subur angka-angka ini adalah 30,3% N; 84,4% P; 34,5% K, setara dengan (ha/th) 56 kg N; 5,7 kg P; 20,3 kg K berdasarkan deposisi serasah sebesar 9,0 ton/ha/th. Pada tanah yang lebih subur ada kecenderungan dimana pohon tumbuh lebih cepat, retranslokasi hara terjadi dalam persentase yang lebih besar. Hubungan yang kuat antara besarnya hara yang diretranslokasi dan pertumbuhan juga telah dilaporkan juga pada species lain seperti Pinus radiata (Nambiar dan Fife 1991),
Eucalyptus
globulus
(Saur
et
al.
2000)
Eucalyptus
dan
grandis
(Goncalves et al. 2004). Tegakan yang kecukupan hara pada fase awal (tahun pertama) pertumbuhannya, ketika tajuk berkembang, akan memiliki hara dalam kuantitas yang besar dalam biomassanya, dengan demikian tersedia hara dengan kuantitas yang cukup besar pula untuk proses pendauran. Ini memiliki implikasi praktis dalam silvikultur hutan tanaman, terutama untuk species cepat tumbuh, yaitu mengoptimalkan pertumbuhan awal yang yang cepat, antara lain dengan masukan hara melalui pemupukan, sehingga kanopi segera menutup sebelum akhir tahun pertama. Pertumbuhan yang cepat ini akan terbawa sampai akhir daur.
Peninggi Hasil analisis data peninggi tegakan dengan umur tanaman dengan model terbaik diperoleh bentuk kurva dengan persamaan Y = -4,51+11,92x+2,61x2+0,25x3 dengan R2 = 0,98 (Gambar 4). S = 0.67152666 r = 0.99499406
Peninggi (m)
63 30. 26.
97
23.
31
19.
65
99 15. . 33 12 8.6
7
1.6
2.4
3.2
4.0
4.8
5.6
Umur (Tahun)
Gambar 4 Hubungan peninggi pohon dengan umur tegakan
6.4
3rd degree Polynomial Fit: y=a+bx+cx^2+dx^3 Coefficient Data: a= -4,51 b= 11,92 c= -2,61 d= 0,25 Dari Gambar 4 tersebut bisa dilihat adanya hubungan antara umur tanaman dengan peninggi tegakan, semakin bertambah umur tanaman maka akan terjadi peningkatan peninggi tegakan. Hal ini menunjukan bahwa peninggi tegakan masih mengalami peningkatan dari umur dua tahun sampai tanaman berumur enam tahun, sehingga tanaman masih produktif untuk dipelihara pada tahun berikutnya. Hasil pengamatan secara umum menunjukkan laju pertumbuhan peninggi tanaman cenderung mengalami penurunan mulai dari umur dua tahun sampai tanaman berumur lima tahun, tetapi pada umur enam tahun terjadi sedikit peningkatan peninggi. Pertumbuhan riap peninggi maksimal terjadi pada tegakan berumur dua tahun yaitu sebesar 5,5 m/thn dan pertumbuhan riap peninggi terkecil terjadi pada tegakan berumur lima tahun yaitu sebesar 4,2 m/thn (Tabel 7). Hal ini berarti laju pertumbuhan peninggi tegakan pada awal pertumbuhan merupakan hal yang harus dipertahankan pada tingkat pertumbuhan normal. Peningkatan peninggi pada umur enam tahun diduga dari pengembalian hara-hara mineral dari serasah berupa daun-daun dan ranting yang gugur. Serasah terurai menjadi unsur hara yang tersedia dalam tanah untuk menjamin kelangsungan pertumbuhan pohon. Mindawati (2000) menyatakan bahwa penambahan hara terjadi melalui dekomposisi serasah, serta aliran hara dari air hujan yang terdiri dari aliran tajuk dan aliran batang. Tabel 7 Riap peninggi tegakan Acacia mangium No
Umur (thn)
Peninggi tegakan rata-rata (m)
MAI (m/thn)
1
2
11,0
5,5
2
3
14,2
4,7
3
4
18,1
4,5
4
5
21,0
4,2
5
6
27,6
4,6
Volume pohon Berdasarkan hasil analisis volume pohon diperoleh bentuk kurva dengan persamaan Y = 37,67 : (1 + 107,66 * exp(-0,94)) dengan R2 = 0,99 (Gambar 5). Dari Gambar 5 tersebut dapat dilihat kurva volume tegakan masih menunjukkan adanya peningkatan volume pohon. Fenomena tersebut merupakan suatu hal yang wajar karena dalam penelitian ini pengukuran tegakan Acacia mangium dilakukan dari umur 2 tahun sampai dengan umur 6 tahun yang mana tanamannya masih relatif muda. Kurva pertumbuhan untuk dimensi volume tegakan Acacia mangium sampai umur 6 tahun masih mengalami peningkatan, hal ini berarti bahwa sampai umur 6 tahun Acacia mangium masih mengalami pertumbuhan yang cepat, belum mengalami pertumbuhan yang konstan.
Volume (m3)
S = 0.55136024 r = 0.99861412 30.
82
25.
72
20.
62
52 15. 42 10. 5.3
2
0.2
2
1.6
2.4
3.2
4.0
4.8
5.6
6.4
Umur (Tahun)
Gambar 5 Hubungan volume pohon dengan umur tegakan Logistic Model: y=a/(1+b*exp(-cx)) Coefficient Data: a= 37,67 b= 107,66 c= 0,94 Dilihat dari data hasil setiap umur tanaman secara umum terjadi peningkatan volume tegakan Acacia mangium sejalan dengan bertambahnya umur tegakan (Tabel 8). Keadaan ini merupakan hal yang menggembirakan karena dengan
adanya peningkatan volume tegakan menunjukkan Acacia mangium mampu beradaptasi dengan kondisi tempat tumbuhnya. Hasil uji species di beberapa lokasi pengembangan HTI menunjukkan bahwa Acacia mangium merupakan jenis yang paling adaptif karena menduduki ranking tertinggi dibandingkan jenis-jenis cepat tumbuh lainya (Leksono dan Setiadi 2001). Tabel 8 Volume tegakan Acacia mangium di lokasi penelitian No 1 2 3 4 5
Umur (th) 2 3 4 5 6
Volume (m3/ha) 22,89 50,08 111,94 193,76 276,78
Produktifitas Lahan Produktifitas adalah banyaknya hasil tegakan yang dapat dipanen dan dikeluarkan pada jangka waktu tertentu. Hasil tegakan yang jadi perhatian utama dalam penelitian ini adalah berapa banyak volume tegakan yang dihasilkan oleh lahan hutan tanaman Acacia mangium di PT Bukit Raya Mudisa. Tegakan Acacia
mangium di lokasi penelitian tidak ada perlakuan penjarangan dan daur 7 tahun dengan luas keseluruhan adalah 4.023,2 ha. Hasil perhitungan volume dan riap tahunan dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil penelitian ini menunjukkan volume rata-rata/ha adalah 131,09 m3/ha dengan kisaran 22,89 m3/ha-276,78 m3/ha atau dengan riap volume (mean annual
increment) berkisar antara 11,45 m3/ha/thn-46,13 m3/ha/thn dengan riap rata-rata sebesar 28,21 m3/ha/thn. Hasil penelitian ini lebih rendah dibanding hasil penelitian Siahaan dan Leksono (2004) di Sumatera Selatan terhadap uji provenan tanaman Acacia mangium dengan umur tanaman 5 tahun yang menghasilkan volume rata-rata 233,79 m3/ha atau riap volume sebesar 46,76 m3/ha/thn. Tetapi hasil penelitian ini lebih besar dari pada penelitian Herbagung (2004) pada tanaman Acacia mangium dengan umur yang sama yaitu umur 6 tahun menghasilkan volume 175,60 m3/ha dengan riap rata-rata sebesar 29,27 m3/ha/thn.
Tabel 9 Riap volume tegakan Acacia mangium di lokasi penelitian No 1 2 3 4 5
Umur (thn)
Volume (m3/ha)
2 3 4 5 6 Rata-rata
22,89 50,08 111,94 193,76 276,78 131,09
Riap (m3/ha/thn) MAI CAI 11,45 16,69 27,19 27,99 61,86 38,76 81,82 46,13 83,02 28,21
Pada tabel di atas terlihat bahwa riap volume terus mengalami peningkatan dari umur dua tahun sampai tegakan berumur enam tahun. Peningkatan riap volume menunjukkan bahwa tegakan masih mengalami percepatan pertumbuhan dari umur dua tahun sampai umur enam tahun, sehingga tanaman masih produktif untuk dipelihara untuk tahun-tahun berikutnya. Hasil perhitungan riap rata-rata tahunan tegakan Acacia mangium di PT Bukit Raya Mudisa adalah 28,21 m3/ha/tahun, sehingga produktifitas yang dihasilkan setelah akhir daur adalah sebesar 197,47 m3/ha. Jadi produksi hutan tanaman Acacia mangium PT Bukit Raya Mudisa adalah 794.196,58 m3. Hasil produktifitas ini termasuk kategori sedang (National Academic of Science, 1983) diacu dalam Wasis (2006). Perusahaan perlu memperhatikan beberapa hal yaitu penggunaan jenis dan provenan yang tepat, penggunaan bibit unggul, pengolahan lahan yang baik, pemeliharaan tanaman yang intensif dan pengendalian kebakaran hutan yang efektif guna peningkatan produktifitas hutan tanaman (Wahyuningtyas et al. 2003). Penggunaan bibit unggul yang telah diketahui identitasnya secara ekonomi akan menambah biaya produksi, namun penambahan biaya tidak melebihi 5% dari biaya total pembuatan hutan tanaman, sehingga pengaruhnya relatif kecil terhadap biaya keseluruhan. Penggunaan bibit unggul yang telah diketahui identitasnya dapat meningkatkan produksi dari 10%-25% dibanding benih biasa (Dirjen RRL 1994). Taksiran peningkatan genetik terhadap volume pohon dari kebun benih semai (KBS) generasi pertama (F-1) Pusat Litbang Hutan Tanaman yang telah produksi dari tahun 2000 di beberapa lokasi pengembangan HTI telah meningkatkan volume pohon sebesar 17%-26% (Leksono 2000).