III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KEADAAN UMUM 1. Sejarah Perkembangan Perusahaan PT. “X” didirikan pada tanggal 08 November 1990 dengan akte pendirian No. 30, Notaris Sugiri Kadarisman di Jakarta. Modal dasar perseroan Rp. 500 juta dan modal disetor penuh Rp.100 juta. Pemegang saham adalah Chaidi The dan Merlinda Roshinta Ng. Bidang usaha adalah industri furniture dengan lokasi pabrik di Bekasi. Sesuai dengan maksud, tujuan serta kegiatan usaha seperti tercantum dalam akte pendirian, perusahaan bergerak dibidang usaha industri manufaktur wooden furniture (mebel yang terbuat dari kayu keras). Kegiatan yang dapat dilaksanakan antara lain : •
Menjalankan usaha dalam bidang perdagangan umum, impor ekspor, lokal dan interinsulair.
•
Menjalankan usaha dalam bidang perkayuan, diantaranya furniture, wood working
•
Menjalankan usaha dalam bidang distribusi dan leveransir
•
Menjalankan usaha dalam bidang keagenan dan komisi
•
Menjadi perwakilan dari badan-badan usaha baik dalam dan luar negeri. Perusahaan bergerak dalam industri manufaktur wooden furniture,
yaitu industri perabotan dan perlengkapan rumah tangga yang terbuat dari kayu, bambu dan atau rotan. Perusahaan memulai usahanya sejak tahun
23
1990 dengan menitikberatkan pada produksi mebel luar ruang (outdoor furniture) seperti folding chair, wooden bench serta beberapa perabotan dan perlengkapan rumah tangga lainnya dengan orientasi pasar 100% ekspor. Pasar utama dari produk yang dihasilkan adalah negara-negara Eropa, Kanada dan Amerika Serikat. Dalam rangka meningkatkan pangsa pasar dan mengembangkan usahanya, maka pada bulan Juli 2004. Perusahaan mengalihkan orientasi produknya dari outdoor furniture menjadi indoor furniture. Mebel dalam ruang (indoor furniture) yang dihasilkan secara umum direncanakan akan dikelompokan menjadi bedroom set, cabinet set dan lain-lain.
2. Lokasi Perusahaan Lokasi yang dipersiapkan untuk penambahan mesin produksi adalah lokasi yang sudah ada dan sudah berjalan, terletak di Kecamatan Bantar Gebang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, diatas tanah seluas ± 19.705 m² milik perusahaan. Letak kantor dan pabrik ini kurang lebih 2 km di sebelah timur jalan raya Narogong dan terletak di daerah yang diperuntukkan sebagai daerah industri. Bangunan-bangunan yang berdiri di daerah ini secara umum terdiri dari bangunan industri dan perumahan, dan penduduk disekitarnya adalah masyarakat berpendapatan menengah dan rendah. Pemilihan lokasi didasarkan atas beberapa pertimbangan diantaranya : (a) Lokasi merupakan daerah industri dimana banyak juga terdapat pabrik disekitar lokasi usaha, (b) Penyerapan tenaga kerja di kawasan tersebut dapat diperoleh dengan
24
mudah dan (c) Lokasi pabrik didukung oleh transportasi yang mudah dan memadai.
B. ASPEK MANAJEMEN OPERASI Manajemen PT. “X” didukung oleh Direksi dan Manajer yang rata-rata mempunyai pengalaman dalam bidangnya masing-masing selama minimal lebih dari 5 tahun. Dukungan SDM seperti tersebut diatas, ditambah dengan adanya program pelatihan reguler serta perencanaan yang cukup baik, maka PT. “X” diperkirakan dapat memenuhi target usahanya. Struktur organisasi dapat dilihat Pada Gambar 1. RUPS
KOMISARIS KOMITE AUDIT DIREKTUR UTAMA DIREKTUR PEMASARAN
DIREKTUR KEUANGAN & CORPORATE GENERAL MANAGER OPERASIONAL
KEUANGAN
PEMASARAN PRODUKSI I
SHIPMENT
AKUNTANSI PRODUKSI II
R&D
PERSONALIA UMUM LOGISTIK
EDP QUALITY CONTROL
Gambar 1. Struktur Organisasi PT. “X”
25
Top manajemen PT. ‘X”, memiliki pengalaman yang cukup baik dan pengalaman lama dalam mengelola industri wooden furniture pada umumnya dan khususnya industri outdoor furniture. Dalam mengelola industri ini tenaga-tenaga muda profesional dilibatkan, sehingga dapat dinilai bahwa manajemen lainnya cukup mampu dalam bidang manajemen industri wooden furniture ini.
C. ASPEK TEKNIS DAN PRODUKSI 1. Sarana Produksi Pengaturan tata letak bangunan disesuaikan dengan pola aliran proses produksi mesin dengan pola material handling yang tetap, sehingga diharapkan dapat mencapai beberapa target produksi yang telah direncanakan antara lain : (a) Produk yang dihasilkan harus dapat memenuhi standar kualitas ekspor, (b) Jumlah produksi yang dihasilkan harus sesuai dengan rencana pendistribusiannya serta harus tepat waktu dan (c) Dapat mencapai tingkat efisiensi kerja yang optimal dengan biaya yang dapat ditekan serendah mungkin. Bangunan yang ada terdiri dari kantor dan gudang komponen, pabrik, gudang bahan baku, gudang perlengkapan, rumah diesel, mess dan kantin, toilet, pos jaga. Total luas bangunan sebesar 11.187 m² dengan surat ijin mendirikan bangunan (IMB). Fasilitas lainnya berupa fasilitas pendukung berupa telepon sebanyak 10 sambungan dan AC sebanyak 7 unit.
26
2. Peralatan Produksi Perusahaan memiliki mesin-mesin di bagian produksi, bagian asah pisau,
bagian
bengkel
dan
bagian
utilitas.
Mesin-mesin
yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Peralatan dan mesin PT. “X” Jenis Mesin Bagian Produksi Jump Saw (Pneumatic Cutt Off Saw) Cross Cut Dowel and Cutting Jointer Circular Saw
Model 4CP180
MP 8 DW MBS – 300 TAS – 150 Cross Cut Saw Single Side Planner FJ500 Double Side Planner WP – 216 Single Rip Saw Multiple Rip saw SCA220T2.50 Moulding SK – 606 Band Saw YT – 28 WP 28 SB Double End Cutter YH – 424 AR SP – 124 A Double Spindle CMP – 522 TS – 220 Single Spindle H414 TS – 142 SS - 511M Copy Shaper LH – 40 Vertical Ruter GR – 7 Double Mortiser MOD MDO MDA Auto Round Shape TSG2T Tenover TSU TSU
Kuantitas
Merk
2
Juan Nan
2 1 1 4 1 10 2 1 1 1 1 1 2 1 1 1 3 3 1 2 1 3 1 1 2 1 1 2 1 1
Buatan Lokal AKS CKM Miki Way Kuang Young Buatan Lokal Buatan Taiwan King Woma Wood Pecker Buatan Taiwan CML Shun Kuang Yeng Tong Wood Pecker Yuan Hsin Sheng Pin Chang Iron Tai Chan Holywood Tai Chan Ru Long Lih Woei Holywood Paolino Bacci Pade Greda Paolino Bacci Greda Pade
27
Lanjutan Tabel 2. Peralatan dan mesin PT. “X” Jenis Mesin Dowel
Model FS601 Router CH – 101 Vertical & Horizontal CDH – 1R Boring Horizontal Boring HS – 502 Bench Drill LT – 16&ZQ – 4116 Knife Turfing Lathe 1100 Horizontal Boring HS – 311 Multiple Boring CDV – 10 Sanding Dowel CF-803 Wide Belt Sander KL – 24 RK Sponge Sander Oscilating Sander Drum Sander Belt Konveyor 1 Set Mesin Painting Bagian Asah Pisau Grinding JF – 230 Auto Planner Knife Grinding Bench Grinder Bengkel ARC Welder WT – 250 Utilitas Pembangkit Listrik Tenaga Diesel - Alternator HC 434 E - Mesin Diesel 2006 – TAG2 Tenaga Diesel - Alternator HC 434 F2 - Mesin Diesel 2006 – TAG2 Screw air compressor SA-II Kompressor Udara TA – 100 Sistem Pompa Hydrant Sistem Dust Collector Sumber : Laporan Tahunan PT. “X’ (2004).
Kuantitas 1 1 1 1 1 15 1 2 1 1 1 1 2 2 3 1 11 1 2
Merk Hooy Hsiang Fong Yuan Long Jin Cywwm Worthing Lunan & West Lake Ching Yang Worthing Cywwm Ching Feng Buatan Taiwan Buatan Taiwan Chia lung Buatan Taiwan Buatan Lokal Speecon
1 11
Jeffer Buatan Taiwan Buatan China
1
AECO
1 1
Stamford Perkins
1 1 1 3 1 1 1
Stamford Perkins Fu Sheng Fu Sheng Ingersoll Rand Buatan Lokal
28
3. Proses Produksi Produk outdoor yang dihasilkan oleh PT. “X” antara lain adalah folding chair, wooden bench serta beberapa perabotan dan perlengkapan rumah tangga lainnya. Sedangkan produk indoor furniture dapat dikelompokkan menjadi bedroom set, cabinet set dan mebel lainnya. Sesuai dengan rencana perusahaan yang akan mengalihkan orientasi poduksinya ke arah indoor furniture, maka produksi outdoor hanya akan dilakukan pada tahun ke-1 sampai tahun ke-3. Rencana produksi tersebut juga didasarkan bahan baku yang tersedia pada akhir tahun saat dimulainya produksi indoor furniture. Proses produksi dalam industri manufaktur wooden furniture dapat dilihat pada Gambar 2. Proses produksi dapat dijelaskan sebagai berikut :
Sawn Timber
Klin dry (KD)
Rough Mill
Processing
Assembling
Finishing
Shipment Gambar 2. Proses produksi dalam industri wooden furniture
29
a. Sawn Timber Seluruh bahan baku yang diperoleh harus diperhatikan tingkat kekeringannya, tingkat persentase Content of Moisture (MC) (kadar air) kayu yang boleh diproses adalah sekitar 10%-12%, bila ada yang basah harus di QC Check untuk selanjutnya disusun satu persatu sesuai dengan ukurannya untuk persiapan pengeringan di Klin Drier (KD).
b. Klin drying (KD) Proses pengeringan kayu, sesuai dengan kebutuhan kayu yang akan diproses harus benar-benar kering, yaitu dengan persentase MC berkisar 10%-12%. Lama proses pengeringan (KD) tergantung ukuran/jenis kayu, rata-rata 10-20 hari dalam ruang kamar KD sampai kadar air yang ada dalam kayu stabil.
c. Rough Mill Proses pemotongan/pembelahan bahan baku kayu untuk ukuran yang di pakai untuk pembentukan komponen sesuai dengan ukuran tertentu/sesuai dengan bentuk komponen yang dibutuhkan.
d. Processing Proses pembentukan, pembuatan lubang, proses tenon/mortizer, proses penyambungan pada komponen sehingga menjadi suatu produk (dalam bentuk lipat/folding dan bongkar pasang/knock down). Pada tahap ini dipastikan bahwa komponen yang diproses sesuai dengan ukuran yang ada pada gambar teknik yang sudah dievaluasi atau distandarkan.
30
e. Assembling Proses penggabungan komponen satu dengan yang lain sehingga menjadi satu bentuk produk jadi atau setengah jadi. Dalam proses ini, diperlukan bahan pendukung seperti lem dan penghalusan terlebih dahulu sebelum dipasang.
f. Finishing Proses pelapisan permukaan, proses pengemasan pada produk dilapisi dengan bahan pelapis (coating), jenis pelapis teak oil digunakan agar dapat tahan terhadap cuaca dan awet dipakai sesuai dengan musim dimana saja, setelah dilapisi, produk dapat dikemas sesuai dengan perjanjian pembeli untuk pemakaian aksesoris seperti barcode, manual hand tag dan lain-lain. Pada tahap ini dipastikan barang telah mempunyai lapisan yang mulus dan konstruksi yang bagus serta layak dipakai konsumen. Setelah dikemas pada akhir proses produksi akan dicek lagi menggunakan random check system (acak) sesuai standar dunia memakai AQL-MIL standar 105D.
g. Shipment Proses
pengiriman
barang
ke
konsumen,
barang-barang
dimasukkan ke dalam kontainer yang ditunjuk, sesuai dengan kontrak dari konsumen yang umumnya memakai jalur laut.
4. Pengawasan Produksi Akhir Perusahaan menerapkan sistem Quality Control (QC) yang ketat pada setiap tahap produksi yang ada dan secara terus menerus
31
meningkatkan kemampuan dan teknologi dari peralatan dan prosedur QC Check produknya. Dalam setiap tahap produksi terdapat kelompok QC Check yang terlatih dengan baik. Selain itu, perusahaan juga membentuk suatu departemen penelitian dan pengembangan yang bertanggung jawab terhadap pengembangan produk yang sudah ada dan diversifikasi produk baru. Departemen ini juga bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas produk, peningkatan produktivitas dan efesiensi kerja. Untuk menunjang keberhasilan produksi perlu dilakukan langkahlangkah pengembangan usaha dalam peningkatan QC diantaranya adalah : (a) Pengembangan beberapa tipe dengan berbagai model produk, (b) Peningkatan volume produksi melalui peningkatan volume penjualan tiap item model produk, (c) Mengoptimalkan kapasitas produksi yang belum terpakai, (d) Menekan biaya produksi dari tiap item produk dengan memanfaatkan kapasitas terpasang secara efisien dan optimal, (e) Membuat dan mengembangkan produk yang low cost dengan desain yang menarik dan mutahir dan (f) Mengoptimalkan penggunaan bahan baku sehingga tidak menimbulkan bertambahnya limbah.
5. Perkembangan Kapasitas dan Realisasi Produksi Saat ini perusahaan memproduksi perabotan dan perlengkapan rumah tangga yang terbuat dari kayu, khususnya nyatoh dengan tingkat kapasitas produksi normal produk jadi hingga tahun 2004 sebesar 3.500 m³ per tahun. Perkembangan kapasitas produksi normal dan realisasi produksi selama tahun 2002 sampai 2004 dapat dilihat Tabel 3.
32
Tabel 3 . Perkembangan kapasitas produksi Tahun 2002 2003 2004
Kapasitas normal (m³) 3.500 3.500 3.500
Realisasi produksi (m³) 1.951 1.224 2.122
Tingkat utilitas (%) 55,74 34,97 60,63
Tahun 2003 kinerja produksi mengalami penurunan, namun tahun 2004 kembali mengalami perbaikan dan hingga akhir tahun 2004 produktivitas telah mencapai 60,63% dari kapasitas normal 3.500 m³. Dengan adanya rencana penambahan mesin dan sesuai dengan rencana perubahan orientasi produk menjadi indoor furniture, maka diproyeksikan akan terjadi penambahan kapasitas produksi sebesar 3.000 m³ sehingga total kapasitas produksi terpasang sebesar 6.500 m³. Saat ini produksi indoor furniture sudah dimulai dengan memanfaatkan fasilitas indoor yang ada. Realisasi ekspor saat ini sebanyak 20 kontainer per bulan dengan nilai ± USD 25.000 per kontainer. Pada akhir tahun 2005 direncanakan ekspor mencapai 40 kontainer perbulan. Dengan peningkatan kapasitas produksi tersebut, maka tahun 2005 diproyeksikan kapasitas terpakai baru mencapai 50% dan meningkat 5% setiap tahunnya hingga mencapai 85% pada tahun 2012. Setelah periode tersebut diproyeksikan pencapaian tingkat produksi relatif konstan. Produksi
dan
penjualan
hasil
produksi
outdoor
furniture
akan
diperhitungkan dalam satuan m³ dan untuk indoor furniture akan dikonversi kedalam satuan unit.
33
D. ASPEK PEMASARAN 1. Gambaran Industri Wooden Furniture di Indonesia Industri mebel merupakan salah satu industri padat karya yang memiliki nilai tambah yang tinggi dan banyak menyerap tenaga kerja. Industri mebel juga mempunyai daya saing yang baik dan dapat memberikan devisa besar bagi negara. Pasar utama ekspor produk mebel nasional adalah Amerika Serikat, Jepang, Belanda, Inggris, Prancis, dan Jerman. Negara pesaing eksport utama Indonesia di pasar Internasional adalah Cina dan Mexico. Di pasar Internasional, Indonesia termasuk supplier produk mebel yang cukup besar, terutama untuk produk-produk mebel yang sifatnya natural fibre. Sedangkan untuk produk mebel yang sifatnya wooden furniture, Indonesia termasuk ke dalam lima besar negara pengekspor bagi pasar Amerika Serikat. Industri mebel di Indonesia khususnya mebel yang terbuat dari kayu (wooden furniture) sangat terpengaruh oleh pasokan bahan baku. Sejak pemerintah mengeluarkan larangan eksport log pada tahun 1985, maka industri pengolahan kayu mengalami pertumbuhan yang tinggi. Peraturan tersebut dapat memacu pengusaha untuk meningkatkan ekspor mebel dari kayu. Tingginya pertumbuhan industri mebel kayu ini tidak dapat terus berlanjut secara simultan, karena terus menurunnya jumlah bahan baku yang dapat digunakan sehingga pengusaha mebel kayu yang tidak memiliki usaha pengolahan kayu yang terintegrasi mengalami kesulitan
34
yang sangat besar dalam pemenuhan bahan bakunya. Hal ini menyebabkan pada tahun 1994, industri ini mengalami penurunan tajam. Krisis
moneter
pada
pertengahan
tahun
1997
juga
telah
mempengaruhi kinerja ekspor mebel kayu. Tahun 1998, untuk periode Januari hingga Juli, ekspor mebel kayu Indonesia hanya mencapai 80.878 ton atau hanya 24,8% dari total ekspor pada tahun 1997 untuk periode yang sama. Penurunan ini disebabkan tidak hanya oleh krisis yang terjadi secara global yang juga mempengaruhi negara-negara pengimpor, seperti Jepang tetapi juga karena kesulitan para pengusaha untuk memperoleh bahan baku langsung dari PT. Inhutani yang semula menjadi pemasok langsung, sekarang harus melalui perantara yang menetapkan harga yang jauh lebih tinggi. Pada tahun 1998 industri mebel kayu ini menunjukkan tanda yang kurang baik namun banyak investor asing yang masih tertarik untuk masuk ke industri ini, karena adanya pendapat bahwa Indonesia memiliki jaminan akan pasokan bahan baku sehingga dapat mempertahankan biaya produksi yang lebih rendah, disamping itu Indonesia juga memiliki tenaga-tenaga kerja yang trampil dalam bidang ini. Pasar mebel Indonesia kini terus menjadi incaran negara lain, terutama Cina. Bahkan saat ini Cina merupakan negara pengekspor mebel nomor satu ke Indonesia dengan harga yang relatif lebih murah dan desain yang lebih bagus. Produk mebel Cina tersebut harganya lebih murah sekitar 20% dengan desain serta polesan akhirnya lebih baik dari produk Indonesia.
35
Turunnya daya saing produk Indonesia di pasar global maupun pasar dalam negeri sendiri yang kini mulai dimasuki produk dari negara lain terutama akibat maraknya penyelundupan kayu dan perdagangan kayu ilegal di Indonesia. Sebelumnya Indonesia memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) dibandingkan negara pesaing karena memiliki bahan baku kayu tropis terbesar di dunia setelah Brasil dan Zaire, namun saat ini kondisi berubah akibat terjadinya illegal loging dan illegal trading yang sampai sekarang belum dapat diatasi. Selain itu, biaya produksi di Indonesia juga mengalami peningkatan yang diakibatkan adanya kenaikan bahan bakar minyak (BBM), listrik, telepon, dan bunga bank yang lebih tinggi dibandingkan negara pesaing, serta biaya bongkar di pelabuhan (THC) yang tinggi dan pemberlakuan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Pengurangan tebangan yang mencapai angka sekitar 60% (soft landing policy) telah menyebabkan pula semakin berkurangnya pasokan bahan baku kayu ke industri mebel dan naiknya harga bahan baku. Turunnya daya saing ekspor mebel ke Indonesia tidak lepas dari maraknya penyelundupan kayu ke negara pesaing Indonesia seperti ke Cina dan Vietnam, karena sebenarnya struktur biaya mebel sebagian besar atau 50 sampai 60 persen adalah biaya bahan baku kayu.
2. Gambaran Mebel Luar Ruang (Outdoor Furniture) di Indonesia Mebel dapat dibagi dalam 3 jenis sesuai dengan penempatannya dapat dikelaskan berikut :
36
a) Furniture untuk outdoor/alam terbuka (kebun, halaman dan taman). Furniture ini membutuhkan kayu yang kuat seperti jati bangkirai dan nyatoh. Selain kayu, outdoor furniture juga dapat menggunakan materi dari besi dan alumunium. b) Furniture untuk indoor/dalam ruangan. Kayu yang digunakan antara lain mahogani, jati, pinus, mindi, rotan dan bambu c) Furniture untuk veranda/teras. Yang dapat digunakan adalah rotan, bambu serta berbagai jenis kayu lain. Mebel luar ruang bukan termasuk barang yang populer untuk masyarakat Indonesia umumnya. Walaupun pasar untuk mebel luar ruang didalam negeri memang ada, namun dapat dikatakan volumenya kecil sekali bila dibandingkan dengan permintaan mebel luar ruang untuk diekspor. Berbagai jenis mebel luar ruang yang biasanya diekspor diantaranya adalah bangku panjang dengan atau tanpa sandaran tangan, kursi dengan atau sandaran kaki dari kayu untuk dikombinasikan dengan kain kanvas, meja piknik sampai kursi panjang untuk berjemur di tepi kolam atau pantai. Produsen mebel luar ruang banyak mengekspor produknya ke Amerika, Eropa dan Australia. Permintaan mebel luar ruang erat kaitannya dengan musim yang tengah berlangsung di negara masing-masing . High season order dari negara-negara Eropa dan Amerika biasanya pada bulan April sampai Agustus. Di luar bulan-bulan itu, biasanya produsen memenuhi permintaan dari Australia.
37
Saat ini kendala yang dihadapi oleh produsen mebel luar ruang ini adalah terbatasnya pasokan bahan baku yang berupa kayu jati. Selain itu, juga menghadapi persaingan yang makin ketat dengan produk negara lain seperti Malaysia, Vietnam, dan China. Ironisnya produsen mebel dari China justru mendapat pasokan bahan baku kayu selundupan yang sangat mungkin berasal dari Indonesia.
3. Perkembangan Kapasitas Produksi Mebel di Indonesia Industri mebel memproduksi berbagai macam variasi produk seperti lemari makan, kursi, rak, tempat tidur dan meja. Berdasarkan skala produksinya, umumnya produsen mebel skala menengah dan besar menggunakan mesin dan biasanya terintegrasi dengan industri kayu lainnnya seperti moulding, window/frame dan lain-lain. Sedangkan produsen skala kecil umumnya melakukan proses produksi secara manual dan
dapat
memproduksi
jenis-jenis
produk
mebel
yang
dapat
dikategorikan sebagai kerajinan (handycraft). Perkembangan kapasitas produksi industri mebel tahun 1999-2003 dapat dilihat pada Tabel 4. Selama tahun 1999 hingga 2003, kapasitas produksi industri mebel nasional mengalami peningkatan 2,64% pertahunnya. Pertumbuhan utilisasinya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kapasitas, yaitu 16.29%, bahkan di tahun 2000 tingkat utilisasi mencapai 100% sehingga pada tahun 2001 kapasitas produksi meningkat 4,49% lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan kapasitas.
38
Tabel 4. Perkembangan kapasitas produksi industri mebel Tahun
Kapasitas Produksi Pertumbuhan Pertumbuhan Ribu m3 (%) (%) 1999 N/A 1.645 N/A 2000 1.54 2.897 76.11 2001 4.49 2.450 - 15.43 2002 8.46 2.993 22.16 2003 - 3.93 2.463 - 17.70 Rataan 2.64 16.29 Sumber : Kapasitas Nasional, Deperindag (2002). Ribu m3 2.853 2.897 3.027 3.283 3.154
Utilisasi (%) 57.66 100.00 80.94 91.17 78.09
4. Perkembangan Ekspor Pada umumnya produsen-produsen kayu yang baru terjun ke dalam industri ini merupakan produsen dengan tujuan pasar ekspor khususnya produsen dengan modal asing. Hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah yang mendorong agar industri pengolahan kayu memasarkan hasil produksinya ke pasar ekspor sehingga memberikan nilai tambah yang lebih tinggi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Statistik Industri dan Perdagangan yang diterbitkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan pada bulan Agustus 2003, perkembangan penjualan ekspor berdasarkan negara tujuan selama tahun 1998 hingga Mei 2003 dapat dilihat pada Tabel 5. Perkembangan ekspor diatas dibagi dalam 3 kategori Standard International Trade Classification (SITC), yaitu : a. SITC 148 : Kayu dikerjakan sederhana dan bantalan kayu/Wood Simply Worked and Railway Sleeper od Wood. b. SITC 635 : Barang-barang kayu TDS/Wood Manufactures N.E.S c. SITC 821 : Perabotan/Furniture and Parts There of
39
Tabel 5 . Perkembangan penjualan ekspor berdasarkan negara tujuan Negara 1998 1999 2000 2001 Tujuan USA 113.146 321.801 433.057 445.069 Jepang 68.631 191.155 236.333 218.153 Belanda 20.767 122.602 123.905 96.832 Inggris 21.644 62.716 78.041 77.827 Perancis 15.044 56.193 71.454 65.032 Negara Lain 115.835 485.024 574.936 521.508 Jumlah 355.067 1.239.491 1.517.726 1.424.421 Pertumbuhan 249 22 -6 (%) Sumber : Statistik Industri dan Perdagangan, Deperindag (Agustus, 2003).
2002 490.374 197.639 97.640 82.134 77.001 567.225 1.512.013 6
S/d Mei 2003 206.465 81.056 49.354 41.638 38.744 282.959 700.216 -54
Tahun 2003, nilai ekspor mebel Indonesia mencapai 1,5 miliar dollar AS dan 30 persen diekspor ke AS, hal ini didasari antusiasme pasar luar negeri dan rencana pengurangan impor mebel oleh AS dari Cina senilai 1 miliar dollar AS, menyusul tuduhan dumping terhadap Cina. Pengurangan impor mebel AS dari Cina ini merupakan peluang yang harus direbut Indonesia. Selama ini saingan terberat Indonesia dalam industri mebel adalah Malaysia yang pada 2003 lalu ekspornya mencapai 1,4 miliar dollar AS. Pesaing lain yang harus diwaspadai sebenarnya adalah pertumbuhan dari industri mebel Thailand dan Vietnam yang masing-masing lebih dari 50 persen, tahun 2002 ekspor mebel Thailand sebesar 400 juta dollar AS sedangkan pada 2003 mencapai lebih 800 juta dollar AS.
5. Konsumen/ Pelanggan Penjualan
PT. “X” 100% ditujukan untuk pasar ekspor. Ekspor
dilakukan secara sendiri maupun digabung dengan PT. AB. Ekspor juga dilakukan secara langsung kepada pembeli diluar negeri maupun melalui
40
perusahaan perdagangan di dalam negeri. Pembeli dominan antara lain sebagai berikut : 1. White Tiger
; 1F, No. 30 Kuo Hua ST, Chia-Yicity, Taiwan
2. Test Rite Pte Ltd ; 70 Anson Road # 22-05, Apex Tower Singapore 3. Andrea Bizzoto
; Via Motton N.9, 36061 Bassano Del Grappa, Italy
4. Itratuin Trade
; PO BOX 228, 3440 AE Woerden, The Nederlands
5. CED International ; 31 st Floor, 148 Electrical Road North Point, Hongkong 6. Conforma Espana ;
Parque De Negotios mas Blau, Edificio
Prima Muntadas, Solsones 2, 08820 El Prat De Llobregat, Barcelona 7. AMC
; Wisma Kyoei Prince, Lt.18 Suite 1803, Jl. Jend
Sudirman, Jakarta 8. Hubo/KTH
; Jl. Wijayakusuma 14 Pondok Labu, Jakarta.
6. Pemasok/Supplier PT. ”X” membutuhkan modal kerja untuk pembelian bahan baku (terutama kayu) dan bahan–bahan lain (seperti; Medium density fiberboard (MDF), Plywood, Particel Board, Cat, Amplas, Lem, karton) yang dipenuhi dari supplier lokal. Beberapa supplier dan diantara yang terbesar adalah : 1. Ekament (Jakarta), sebagai supplier amplas 2. Mulia Baru (Jakarta), sebagai supplier kanvas 3. Warnatama (Tangerang), sebagai supplier cat 4. Handal Sejati (Jakarta), sebagai supplier percetakan 5. Citra Mandiri (Cikarang), sebagai supplier hardware
41
6. Mitra Kartonindo (Bekasi), sebagai supplier karton 7. Harapan Indah (Tangerang) , sebagai supplier karton 8. Supplier kayu antara lain : (a) Kaseda (Banten), (b) PT. Pilihan Utama (Bekasi), (c) Hadinata Brothers (Jatiuwung), (d) Forestadora (Argentina), dan (e) Aurapel SA.
7. Keberhasilan Usaha Untuk menunjang keberhasilan usaha dibidang industri wooden furniture melakukan beberapa strategi yang tepat didasarkan pada kondisi perusahaan secara kualitatif diantaranya adalah : a. Pemasaran 1. Menawarkan produk dengan jenis dan harga yang bersaing 2. Mendistribusikan seluruh produk kepada pelanggan/konsumen langsung. 3. Menjual seluruh produk pada tangkat harga yang saling menguntungkan antara PT. ’X” dengan konsumennya. b. Harga 1. Penetapan harga jual yang bersaing dengan produk yang sejenis 2. Menetapkan harga jual yang sama untuk penjualan di seluruh Indonesia c. Distribusi PT.
”X”
memasarkan
produknya
100%
ekspor.
dominannya adalah negara-negara Eropa, Kanada dan Serikat.
Pasar
Amerika
42
d. Promosi Promosi dilakukan oleh PT.”X”, melalui Print Advertising, Majalah, Koran, Media Elektronik, Sale Promo, Campaign serta poster–poster. e. Pesaing Dalam menyiasati kompetitor yang lebih dahulu terjun dibidang usaha ini, PT.”X” perlu melakukan strategi : (1) Meningkatkan jalinan hubungan yang baik dengan supplier-supplier yang telah berjalan selama ini, (2) Harga yang kompetitif, (3) Produk yang lebih unggul dibanding dengan produk lain yang sekelas, (4) Mengembangkan jaringan dan distribusi pemasaran produk dinegara-negara lain dengan memberikan produk yang erkualitas dan bersaing dengan produkproduk hasil negara konsumen dan (5) Terus berinovasi terhadap produk.
9. Analisis SWOT Analisis SWOT digunakan untuk menyusun strategi perusahaan. Analisis dengan matriks ini dapat menggambarkan secara jells bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya secara kualitatif dapat dijabarkan sebagai berikut : • Strength/Kekuatan -
PT.”X” telah bergerak dibidang industri furniture sejak tahun 1990 dan didukung oleh group usaha yang juga bergerak dibidang yang sama.
43
-
Jaringan distribusi yang dimiliki sudah kuat.
-
Memiliki hubungan yang baik dengan pemasok.
-
PT.”X” telah memiliki departemen khusus yang menangani riset dan pengembangan yang dapat bertanggung jawab terhadap pengembangan produk yang sudah ada dan diversifikasi produk baru. Selain itu departemen ini juga bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas produk, peningkatan produktivitas dan efisiensi kerja.
-
Perusahaan selalu menciptakan produk yang inovatif yang mempunyai ciri khas, selalu mengikuti tren pasar serta memiliki cakupan produk yang luas (Wide Range Product).
• Weakness/Kelemahan -
Hingga saat ini belum dapat dilakukan pemisahan kinerja antara PT. AB dengan PT.”X” secara sempurna, hal ini menyebabkan kesulitan untuk mengukur prestasi Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Dimasa yang akan datang, pemisahan ini perlu dilakukan agar setiap unit bisnis yang ada dapat diukur kinerjanya serta meningkatkan tanggung jawab sumber daya manusia yang terlibat didalamnya.
-
Kekurangan modal untuk pengembangan usaha lebih lanjut karena kebijakan perusahaan dalam pengadaan persediaan bahan baku untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan. Manajemen perputaran persediaan yang sangat lama mengakibatkan perusahaan setiap tahunnya selalu kekurangan modal kerja (terlihat pada proyeksi arus kas).
44
• Opportunity/Kesempatan -
Walaupun belum dapat diukur secara kuantitatif, namun potensi pasar mebel dalam ruang (indoor furniture) di negara Amerika dan negaranegara Eropa seperti Perancis, Jerman dan Italia masih sangat besar.
• Threat / Hambatan -
Ketergantungan PT. PT.”X” kepada pemasok bahan baku kayu untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan produksinya sangat tinggi.
-
Jumlah perusahaan sejenis yang menekuni industri wooden furniture masih sangat banyak terutama perusahaan yang berada di negeranegara yang kaya akan bahan baku.
-
Untuk mempertahankan kualitas produk dan dapat bersaing dipasaran Amerika Serikat, Perusahaan harus meningkatkan kemampuan bersaing dengan melakukan perubahan sehingga dapat membedakan dengan produk-produk dari eksportir lain misalnya dari Negara-negara Asia Tenggara, Cina, Amerika Selatan seperti Mexico atau Kanada yang juga mengekspor produknya ke pasaran Amerika Serikat.
E. ANALISIS RISIKO Berdasarkan kondisi umum eksternal dan internal perusahaan dapat diidentifikasi risiko-risiko yang diperkirakan akan mempengaruhi manajemen dan bisnis industri mebel kayu (wooden furniture) secara kualitatif dapat adalah sebagai berikut :
45
•
Risiko Perekonomian dan Sosial Politik Ketidakstabilan politik dan ekonomi dapat menimbulkan kerawanan sosial, sehingga apabila terjadi ketidakstabilan di kawasan lokasi pabrik yang bersangkutan, maka dapat mengganggu proses produksi. Selain itu, dapat pula mengganggu jalur distribusi perusahaan bila kerawanan sosial terjadi di daerah pemasaran perusahaan.
•
Risiko Pengadaan Bahan Baku Kontinuitas
pasokan
bahan
baku
sangat
mempengaruhi
kesinambungan aktivitas produksi, disisi lain pasokan bahan baku itu sendiri sangat tergantung pada kondisi alam, kebijakan pemerintah dan hubungan dengan para pemasok. Untuk menghindari risiko ini, perusahaan mengantisipasi dengan alternatif pengusahaan hutan tanaman industri di dalam negeri atau melalui konsesi di luar negeri seperti Brasil. Saat ini selain pemasok lokal, perusahaan juga memperoleh pasokan dari luar negeri. Apabila pasokan bahan baku dari negara-negara pemasok tidak dapat terjamin dengan baik, maka akan mengakibatkan terganggunya arus persediaan bahan baku utama perusahaan yang akhirnya mengganggu proses produksi. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan telah menetapkan strategi persediaan bahan bakunya menjadi lebih lama, yaitu lebih dari 6 bulan yang akhirnya menyebabkan tingginya kebutuhan modal kerja yang harus disiapkan oleh perusahaan. Kampanye internasional yang bertema konservasi hutan juga dapat berpengaruh terhadap kebijakan pengelolaan hutan dan produk kehutanan yang mungkin berpengaruh negatif terhadap perusahaan.
46
•
Fluktuasi Harga Bahan Baku Biaya bahan baku rata-rata mencapai lebih dari 70% dari harga pokok penjualan, oleh karena itu fluktuasi harga bahan baku akan sangat berpengaruh terhadap laba usaha yang dapat diperoleh perusahaan. Saat ini harga jual produk sangat ditentukan oleh mekanisme pasar internasional. Perubahan yang signifikan dalam harga beli kayu di pasar dapat mempengaruhi pendapatan perusahaan secara signifikan. Maraknya penyelundupan kayu ke negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Cina dapat menyebabkan rusaknya harga mebel kayu di pasar internasional yang berdampak langsung pada persaingan harga. Hal ini terjadi karena harga kayu yang dibeli pengusaha lokal dari Kalimantan menjadi lebih mahal dibandingkan dengan harga kayu yang diselundupkan ke Malaysia atau Cina.
•
Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah PT. “X” merupakan perusahaan yang penjualan produknya berorientasi ekspor, dengan demikian penerimaa penjualan ditentukan oleh mata uang asing terutama dolar AS. Penguatan rupiah akan mengurangi pendapatan perusahaan dalam penjabaran rupiah. Namun demikian karena sebagian pengeluaran perusahaan seperti pembelian kayu, perekat, mesinmesin dan suku cadang didinominasikan dalam dolar AS, maka di satu sisi penguatan nilai rupiah ini juga, mengurangi beban pengeluaran perusahaan dalam penjabaran rupiah.
47
•
Risiko Sumber Tenaga Listrik Dalam memproduksi barang jadi diperlukan energi listrik untuk dapat menjalankan mesin produksi secara terus menerus tanpa gangguan. Energi yang digunakan untuk menjalankan sebagian mesin-mesin produksi perusahaan adalah tenaga listrik yang berasal dari PLN. Gangguan listrik PLN akan menyebabkan terhambatnya proses produksi, penurunan hasil produksi perusahaan dan keterlambatan perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan. Hal-hal tersebut, dapat menurunkan pendapatan perusahaan. Dengan memiliki genset/diesel yang mampu menghidupkan seluruh mesin-mesin dan peralatan yang ada walaupun terjadi gangguan listrik yang permanen, Perusahaan dapat mengantisipasi risiko tersebut.
•
Persaingan Usaha Selama ini produk-produk perusahaan relatif menghadapi persaingan yang ketat karena banyak produsen di Indonesia yang mampu memenuhi kualifikasi produk seperti yang diminta pasar dimana perusahaan menjual hasil produksinya. Namun prospek bagi perusahaan diperkirakan masih relatif baik, karena negara yang dituju merupakan negara yang termasuk dalam 10 besar negara pengimpor mebel kayu, seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia, Belanda dan negara Asia sekitarnya. Saat ini pasar terbesar yang digarap oleh perusahaan mayoritas adalah negara Amerika Serikat, sedangkan potensi pasar di Eropa dan sekitarnya masih sangat besar. Disamping itu, negara-negara maju dimana produk-produk PT. “X” dipasarkan memiliki kecenderungan gaya hidup
48
yang berkembang sangat pesat, sehingga menciptakan kebutuhan akan produk mebel yang dapat memenuhi tuntutan gaya hidup tersebut. •
Risiko Pemogokan Tenaga Kerja Usaha manufaktur wooden furniture ini merupakan industri padat karya sehingga memerlukan tenaga kerja dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga apabila terjadi pemogokan tenaga kerja dapat mengakibatkan terganggunya aktivitas operasional PT. “X” dan dapat mempengaruhi pendapatan perusahaan. Untuk meminimalkan risiko ini, perusahaan telah menetapkan seluruh kebijakan pemerintah terutama yang menyangkut masalah tenaga kerja.
•
Risiko Penjualan Kegiatan produksi PT. “X” selama ini, dilakukan berdasarkan pesanan langsung yang diterima dari para pelanggan. Oleh karena itu, PT. “X” memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap perusahaan-perusahaan yang selama ini telah menjadi pelanggan sehingga apabila sewaktu-waktu pelanggan menghentikan pesanan-pesanannya, maka hal ini akan sangat mempengaruhi kegiatan usaha perusahaan. Untuk mengantisipasi hal ini, maka perusahaan terus melakukan terobosan baru untuk mencari peluang pasar yang masih sangat besar sekali seperti di Amerika dan negara-negara Eropa.
•
Risiko Kebijakan Negara Tujuan Ekspor Perubahan kebijakan negara tujuan ekspor perusahaan, seperti kebijakan fiskal dan kebijakan ”International Labelling Scheme” dapat mempengaruhi perolehan pendapatan Perusahaan. Namun hal ini, telah
49
dapat diantisipasi perusahaan melalui salah satu anak perusahaannya yang sudah dapat memproduksi produk mebel berlabel FSC (Forest Stewarship Council). •
Risiko Bencana Kebakaran Terjadinya bencana kebakaran merupakan risiko besar bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang wooden furniture, mengingat bahan-bahan produksi bersifat mudah terbakar. Kejadian bencana kebakaran akan berpengaruh besar terhadap tingkat produksi perusahaan.
•
Risiko Nilai Tukar Valas PT. “X” merupakan perusahaan yang penjualan produknya berorientasi ekspor, dengan demikian penerimaan penjualan ditentukan dalam mata uang asing, utamanya Dolar AS. Penguatan nilai rupiah yang terjadi akhir-akhir ini dapat mengurangi pendapatan perusahaan dalam penjabaran secara rupiah, sehingga dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan.
•
Regulasi Pemerintah / Politis Perubahan peraturan pemerintah terhadap penjualan produk mebel dan eksploitasi bahan baku kayu yang tidak mendukung kegiatan usaha dapat menjadi ancaman bagi PT. “X”. Regulasi yang seringkali berubah seiring dengan perubahan kekuasaan membuat para pengusaha tidak dapat membuat perencanaan jangka panjang karena terkendala dengan regulasi yang sering kali berubah-ubah.
50
•
Risiko Tidak Tercapainya Proyeksi Jika proyeksi yang disusun tidak tercapai dapat mengakibatkan jadwal pembayaran hutang dan pembiayaan menjadi terganggu dan dapat mengakibatkan terjadinya default.
F. ASPEK KEUANGAN 1. Rencana Perusahaan Dalam rangka pengembangan usaha melalui pengalihan orientasi produksi dari Outdoor furniture menjadi indoor furniture. Maka pada tahun 2005 perusahaan akan melakukan penambahan beberapa mesin dan peralatan, terutama pada bagian finishing serta sarana pendukung lainnya. Proses produksi indoor furniture relatif sama dengan proses produksi outdoor furniture, yang membedakan adalah proses finishingnya. Selain menambah
mesin-mesin
baru,
perusahaan juga berencana
untuk
menambah bangunan pabriknya, yaitu bangunan gudang utama dan bangunan lantai tingkat untuk stock barang. Dengan rencana pengembangan usaha ini, perusahaan secara bertahap juga akan meningkatkan jumlah tenaga kerjanya, khususnya tenaga kerja langsung. Total penambahan investasi yang dibutuhkan perusahaan
untuk
dapat
Rp. 9.868.105.870 (Tabel 6).
memproduksi
diperkirakan
mencapai
51
Tabel 6 : Rencana Investasi perusahaan Jumlah investasi (Rp)
Pembiayaan (Rp)
%
Modal Sendiri
%
Investasi Pembangunan lantai bertingkat untuk stock barang (72x6)m Pembangunan Gudang Utama (56x36) m Pembelian Mesin-mesin Total
284.545.000
184.954.250
65
99.590.750
35
2.507.147.070
1.629.644.296
65
877.500.775
35
7.076.415.800
4.599.670.270
65
2.476.745.530
35
9.868.105.870
6.414.268.816
65
3.453.837.055
35
2. Analisa Neraca dan Laba/Rugi a. Hasil Laporan Keuangan
PT. ”X” didirikan pada tanggal 8 Nopember 1990, laporan keuangan yang disampaikan adalah Laporan Keuangan Audited per 31-12-2003, 31-12-2004 dan laporan keuangan home statement per 30-06-2005. Hasil opini dari laporan audited PT. ”X” untuk periode tahun 2003 dan 2004 adalah disajikan secara Wajar dalam semua hal yang material.
PT. X mulai produksi komersial sejak 1992 dan pada tahun 2002 diakuisisi oleh PT. AB.
b. Pemaparan Laporan Keuangan Data keuangan PT. ”X” berdasarkan laporan keuangan audited periode per 31-12-2003; 31-12-2004 dan H/S 30-06-2005 yang menginformasikan hal-hal sebagai berikut.
52
Tabel 7. Laba/(Rugi) dan Neraca Uraian
Des Des 2003 2004 LABA / RUGI Pendapatan 4.160 6.723 Pertumbuhan 61.6 (%) Laba 411 1.076 Sales Margin % -2..87 6.12
(Rp.juta)
Juni 2005
Uraian
Des Des 2003 2004 NERACA 35.198 46.920 10.943 10.410
Juni 2005
7.836 133.11
Aktiva Lancar Aktiva Tetap
496
Hutang lancar
25.106
39.651
36.900
6.34
Total Harta
46.141
57.329
55.075
Sumber : Laporan Keuangan perusahaan
Hasil pendapatan (penjualan) dari usaha meningkat pada tahun 2004 sebesar 61.6% dan semester I 2005 meningkat 133.11% dari tahun 2004, hal ini karena perusahaan banyak melakukan diversifikasi usaha dan terus melakukan konsolidasi dan sudah mulai meningkatnya permintaan pasar karena kualitas yang dihasilkan sudah cukup teruji. Kondisi laba atau rugi (L/R) pada tahun 2003 perusahaan rugi sebesar -25.87% sedangkan pada tahun 2004, laba meningkat menjadi sebesar 6.12% dan pada semester I 2005 sebesar 6.34% dinilai masih wajar, mengingat perusahaan masih terus berupaya untuk berkembang dan berupaya meningkatkan kinerja perusahaan. Jumlah aktiva lancar menunjukkan tren yang meningkat sejalan dengan meningkatnya aktivitas usaha, aktiva lancar didominasi oleh persediaan (per 30-6-2005; Rp. 43.454 juta), yaitu persediaan bahan baku, bahan setengah jadi dan persediaan barang siap jual. Hal ini disebabkan kebijakan perusahaan untuk persediaan untuk menunjang kelancaran proses produksi maka strategi perputaran persediaan lebih lama terutama bahan baku kayu. Jumlah aktiva tetap tidak terdapat peningkatan, penurunan nilai aktiva tetap karena penyusutan. Hutang lancar memiliki kecenderungan
44.942 10.133
53
yang meningkat pada tahun 2004, hal ini disebabkan meningkatnya hutang usaha dan adanya kewajiban yang masih harus dibayar serta hutang bank jangka pendek (KMK di Bank XYZ). 3. Analisa Rekonsiliasi Modal dan Harta tetap Tabel 8. Rekonsiliasi Modal dan Harta Tetap Uraian
Des Des 2004 2003 REKONSILIASI MODAL Modal Awal 0 17.267 Pertambahan - Laba Bersih - Setoran Modal - Revaluasi akv. Tetap Pengurangan Deviden/Koreksi Modal Akhir
-1.076 20.200 301
441 0
Juni 2005 17.678
496 0
Uraian
Des Des Juni 2003 2004 2005 REKONSILIASI HARTA TETAP Saldo Akhir 10.791 10.257 9.981 Ht. Tetap Pertambahan - Penyusutan 546 547 276 Pengurangan
Saldo awal Ht. 11.338 Tetap Pengadaan Ht Tetap
2.159 17.267
Rp. Juta
17.678
10.791
10.257
14
0
18.174
Sumber : Laporan Keuangan perusahaan
•
Struktur modal PT. ”X” mulai tahun 2004 terdapat penambahan karena EAT meningkat namun laba ditahan sampai semester I 2005 masih negatif ( -2.823,47 juta). Sebelum tahun 2005 pencatatan penjualan PT. ”X” masih diakui sebagai penjualan PT. AB termasuk HPP-nya, sedangkan biaya-biaya lain diakui oleh PT. X sehingga mengurangi laba perusahaan. Hal ini terjadi sebelum dilakukan penataan perusahaan dimana PT.AB dan PT. ”X” masih digabung dan memproduksi outdoor furniture (sampai dengan akhir 2004).
•
Sejak tahun 2003 sampai semester I 2005 tidak ada penambahan investasi harta tetap, nilai harta tetap menurun karena adanya penyusutan.
54
3. Analisa Ratio Keuangan dan Pengadaan Kas •
PT. ”X” per 30 Juni 2005 memiliki CR = 1,22 kali dan DER = 2.04 kali, dengan demikian telah memenuhi financial covenant yang ditentukan Bank dimana untuk CR minimal 1,2 kali dan DER maksimal 2,5 kali untuk sub sektor industri pengolahan kayu dan kerajinan (Tabel 9).
Tabel 9. Ratio Keuangan Desember Desember 2003 2004 Ratio Keuangan Current Ratio (CR ) 1.40 kali 1.18 kali Debt Equity Ratio (DER) 1.45 kali 2.24 kali Pernyataan Pengadaan Kas (Rp.juta) Sumber Kas - Dana Operasi Bruto (530) 959 - Sumber Operasionil 12.306 14.667 - Sumber Non Operasionil 37.070 0 Sub. Total Sumber Kas. 48.846 15.626 Penggunaan Kas - Keperluan Operasional 35.135 11.447 - Keperluan Non Operasional 13.648 3.905 Sub.Total Penggunaan Kas 48.783 15.352 63 274 Kenaikan/penurunan Kas Uraian
Juni 2005
1.22 kali 2.03 kali
773 (3.328) 577 (1.978) 1.770 0 1.770 -208
Sumber : Laporan Keuangan perusahaan
•
Manajemen pembelanjaan perusahaan berdasarkan laporan keuangan 2003 dan 2004 terlihat perusahaan mengalami surplus kas, namun pada periode Semester I 2005 perusahaan mengalami defisit kas karena adanya pembelian bahan baku dan bahan pembantu yang cukup besar (keperluan
operasional),
perusahaan
dapat
membayar
seluruh
keperluan rutin perusahaan. •
Umur piutang relatif semakin cepat dari tahun ke tahun, pada tahun 2003 = 24 hari menjadi 55 hari pada Des 2004 dan pada Juni 2005 =
55
24 hari, hal ini menunjukkan manajemen piutang menjadi semakin baik.
Tabel 10. Komponen Aktivitas Deskripsi
Des 2003 (Audited)
Komponen Aktivitas a. Piutang Usaha b. Persediaan c. Hutang Usaha Aktivitas (Hari) a. Perputaran piutang b. Perputaran Persediaan (Inventory/hpp) c. Perputaran Hutang
•
Rp. Juta Jun 2005 H/S
Des 2004 (Audited)
278 34.743 6.099
1.030 45.333 9.881
1.048 43.454 8.867
24
55
24
31.190 528
3.458 529
1.302 204
Umur persediaan pada tahun 2003 sangat tinggi karena pencatatan penjualan masih digabung dengan PT. AB sehingga jumlah penjualan dan HPP tidak real, pada tahun 2004 umur persediaan 3.458 hari dan 1.302 hari pada Juni 2005, kebijakan perusahaan untuk umur persediaan terutama bahan baku kayu dibuat lebih dari 6 bulan karena untuk menjamin ketersediaan bahan baku, namun penumpukan persediaan
akan
mengganggu
perputaran
modal kerja secara
keseluruhan karena menimbulkan dana idle dan tidak produktif. Nilai persediaan yang sangat tinggi juga dapat mengindikasikan tingkat penjualan yang tidak sebanding dengan tingkat produksinya. •
Umur hutang di tahun 2003 adalah 528 hari, pada tahun 2004 = 529 hari dan pada Juni 2005 cenderung semakin cepat yaitu 204 hari. Hal ini menunjukkan pembayaran kepada supplier semakin lancar dan sesuai dengan kesepakatan dengan supplier.
56
5. Analisa Proyeksi Keuangan Asumsi-asumsi proyeksi keuangan yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Produksi Sesuai dengan rencana perusahaan yang akan mengalihkan orientasi produksi ke arah indoor furniture, maka produksi outdoor furniture hanya akan dilakukan pada tahun 2005 dan 2006. Rencana produksi juga didasarkan pada bahan baku yang tersedia hingga akhir Desember 2004. Saldo akhir bahan baku sebesar 6.255 m³ yang kemudian akan digunakan untuk memproduksi produk outdoor, sebagian direncanakan akan digunakan untuk kebutuhan produksi indoor furniture. Komposisi produksi untuk indoor furniture selama masa proyeksi adalah 56,68% jenis bedroom set, 22,84% jenis cabinet set, dan 20,49% jenis produk mebel lainnya. Tingkat produksi disesuaikan dengan tingkat produksi finishing perusahaan tahun 2004 sebesar 2.122 m³(60,63%) dari kapasitas normal sebesar 3.500m³ (Tabel 11).
Tabel 11. Proyeksi Kapasitas Produksi Terpakai tahun 2005-2010 Tahun
Sem 2005 2006 2007 2008 2009 2010
II-
Kapasitas terpasang (m3/tahun) 3.250 6.500 6.500 6.500 6.500 6.500
Utilisasi Terpakai (m3) 50 1.625 %
55 60 65 70 75
3.575 3.900 4.225 4.550 4.875
Komposisi Produksi Outdoor Indoor 163
1.463
358
3.218 3.900 4.225 4.550 4.875
Adanya penambahan mesin dan rencana perubahan orientasi produk menjadi indoor furniture, maka diasumsikan kapasitas
57
produksi meningkat menjadi ± 6.500 m3. Proyeksi kapasitas produksi terpakai pada tahun pertama baru mencapai 50%, yang kemudian diasumsikan meningkat bertahap sebesar 5% tiap tahunnya. Produksi dan penjualan hasil produksi outdoor furniture akan diperhitungkan dalam satuan m3, sedangkan untuk indoor furniture akan dikonversi kedalam satuan unit. Komposisi produksi untuk indoor furniture yang direncanakan selama masa proyeksi adalah (a) Bedroom set (56.6%), (b) Cabinet set (22.9%) dan (c) Jenis Lainnya (20.5%)
b. Penjualan Volume penjualan didasarkan pada rencana produksi, penjualan outdoor hanya diperhitungkan dalam satuan m³, sedangkan proyeksi penjualan produk indoor furniture dikelompokkan menjadi bedroom set, cabinet set dan lainnya. Rencana volume penjualan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Proyeksi Penjualan PROYEKSI PENJUALAN TAHUN 2005-2010 2005 2006 Outdoor Furniture (m³) 1,351 1,615 Indoor Furniture Bedroom Set (m³) 207 996 Cabinet Set (m³) 84 402 Lainnya (m³) 75 360 Total Penjualan (m³) 1,716 3,373
2007 2008 2009 1,078 893 1,853 747 670 4,347
2,539 1,023 918 5,373
Harga jual produk : - Outdoor furniture
USD 1214.64 / m3
3,004 1,211 1,086 5,301
2010
3,310 1,334 1,197 5,840
58
- Indoor furniture terdiri dari : • Bedroom Set
USD
475 / unit
• Cabinet Set
USD
237.5/ unit
• Lainnya
USD
190 / unit
Penentuan harga jual disesuaikan dengan harga jual rata-rata yang diterapkan sesuai harga per Desember 2004 dan diproyeksikan akan mengalami kenaikan sebesar 5% setiap tahunnya. Penjualan dilakukan hanya untuk pasar ekspor. Harga jual diasumsikan mengalami kenaikan 5% pertahun dengan tingkat kenaikan nilai tukar terhadap rupiah 1%. (kurs US$ 1 dalam tahun I = Rp. 9.750). Syarat penjualan
secara tunai 10% dan 90% kredit dengan jangka
waktu 30 hari. Dengan dasar perhitungan tersebut diatas, dapat diketahui proyeksi total penjualan setiap tahunnya. Proyeksi total penjualan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Proyeksi total penjualan Uraian
Penjualan (m3) - Outdoor furniture - Indoor furniture Bedroom set Cabinet Set Lainnya Total Nilai penjualan (Rp. ribu) - Outdoor furniture - Indoor furniture Bedroom set Cabinet Set Lainnya Total
Th. ke-1 Sem II 2005
Th. Ke-2 2006
Th. ke-3 2007
Th. ke-4 2008
1,351
1,615
1,078
893
207 84 75 1,716
996 402 360 3,373
1,853 747 670 4,347
2,539 1,023 918 5,373
15,995,101
18,517,950
12,844,875
11,895,981
2,340,885 1,170,551 936,457 20,442,993
10,337,166 5,169,060 4,135,321 38,159,497
20,692,499 10,347,204 8,277,910 52,162,487
30,840,675 15,421,761 12,337,627 70,496,044
Th. ke-5 2009
Th. Ke-6 2010
3,004 1,211 1,086 5,301
3,310 1,334 1,197 5,840
39,523,284 19,763,466 15,811,053 75,097,803
46,845,612 23,424,967 18,740,306 89,010,885
59
Produk outdoor furniture diproyeksikan tidak dapat terjual seluruhnya sesuai dengan periode produksi yang hanya akan dilakukan pada tahun 2005 dan 2006, sehingga harga jual tidak mengalami peningkatan. Hal ini didasarkan pada perkiraan menurunnya nilai barang sebagai pengaruh perubahan kecenderungan atau tren, kondisi produk dan rencana perusahaan untuk melakukan pelunasan KMK lama diperoleh untuk operasional outdoor furniture.
c. Pembelian Bahan Baku Perhitungan biaya pembelian bahan baku didasarkan pada jumlah bahan yang digunakan dengan memperhitungkan persediaan selama 480 hari. Bahan baku utama yang diperlukan kayu Nyatoh dan bahan pembantu yang dibutuhkan adalah hardware, canvas, carton box, cat, dan MDF. Biaya bahan baku kayu ± USD. 288,89 per m3. Harga bahan baku diperkirakan meningkat ± 5% pertahun. Rendemen dari bahan baku kayu yang digunakan adalah ± 60%. Penggunaan bahan baku pembantu dapat mencapai 50% dari total biaya bahan baku untuk outdoor furniture dan 60% untuk indoor furniture. Pembelian dilakukan secara tunai ± 15% dan 85% kredit dengan jangka waktu ± 10 hari.
d. Upah Langsung Perhitungan upah langsung didasarkan pada jumlah tenaga kerja langsung dan gaji/bln/orang. Jumlah tenaga kerja langsung pada kondisi
60
kapasitas penuh berjumlah 350 orang, setelah pengembangan diperkirakan akan berjumlah 485 orang. Biaya tenaga kerja langsung diperkirakan ± 8% dari nilai penjualan.
e. Overhead Pabrik Biaya overhead pabrik diperkirakan ± 10% dari total penjualan, terdiri dari biaya tenaga kerja tak langsung, biaya pengeringan kayu, biaya angkut kayu, biaya perawatan, biaya perlengkapan produksi, biaya listrik dan penerangan, asuransi pabrik, biaya kebersihan, transportasi, biaya pabrikan lainnya. f. Biaya bahan pembantu, biaya overhead, biaya tenaga kerja dan beban usaha diperkirakan meningkat ± 10% pertahun kecuali untuk beban usaha tahun 2005 diasumsikan meningkat 20% karena adanya perubahan orientasi produksi. Tahun 2005 terdapat penambahan tenaga kerja produksi sebesar 40%. g. Biaya Operasional Kantor Biaya operasional kantor yang meliputi biaya administrasi umum dan pemasaran terdiri dari : -
Biaya Pemasaran , diasumsikan ± 3% dari total penjualan, biaya pemasaran dialokasi untuk (a) Gaji dan tunjangan Bag. Pemasaran, (b) Komunikasi, (c) Ekspor, (d) Pengangkutan dan (e) Promosi.
-
Biaya Administrasi & Umum,
diasumsikan ± 3% dari total
penjualan, biaya administrasi dan umum dialokasi untuk (a) Gaji dan tunjangan Bag, Adm & umum, staff pabrik dan direksi, (b) Biaya administrasi kantor, (c) Biaya bank (administrasi dan selain
61
biaya margin/bagi hasil), (d) Jasa profesional. Secara keseluruhan biaya-biaya (selain gaji) diasumsikan naik 2% pertahun. h. Biaya Non Operasional a. Pajak Perseroan Besarnya pajak perseroan (Badan) diperhitungkan sebesar 30% dari keuntungan sebelum pajak / Earning Before Tax (EBT) b. Depresiasi dan Amortisasi dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Penyusutan dan amortisasi No. 1 2 3 4 5
Jenis aktiva
Rate per tahun 0% 5% 12.5% 25% 25%
Tanah Bangunan & Prasarna Mesin & Perlengkapan Inventaris Kantor Kendaraan Operasional
i. Pajak Penghasilan Perusahaan Pajak penghasilan PT. X dihitung sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku yakni : - Penghasilan
Rp
s/d
Rp 50.000.000 10%
- Penghasilan
Rp 50.000.000 s/d
Rp.100.000.000 15%
- Penghasilan
0
> Rp 100.000.000
30%
6. Evaluasi Proyeksi Keuangan Berdasarkan asumsi – asumsi yang digunakan di peroleh hal-hal sebagai berikut :
Proyeksi Laba (Rugi)/Neraca Dengan asumsi peningkatan penjualan sebesar rata-rata +/13.00% per tahunnya. maka diproyeksikan persero dapat mencapai
62
laba dan meningkatkan modal perusahaan. Aktiva lancar cenderung meningkat sesuai aktivitas usaha, sedangkan aktiva tetap menurun karena penyusutan tiap tahun. Untuk hutang lancar (berupa hutang usaha dan pembiayaan modal kerja) diproyeksikan berfluktuasi sesuai aktivitas usaha dan hutang jangka panjang diproyeksikan berkurang karena Pembiayaan Musyarakah (investasi) dapat diselesaikan pada tahun 2009.
Tabel 15. Proyeksi Laba (Rugi) /Neraca Perusahaan Uraian Laba / (Rugi) Revenue (Rp.juta) Pertumbuhan % Laba (Rp.juta) Sales Margin % Neraca (Rp.Juta) Aktiva Lancar Aktiva Tetap Hutang Lancar Hutang J.P. Total Modal Total Aktiva
•
31-12-05 6 bulan 21,640 176.16 1,252 5.78 31-12-05
31-12-06
31-12-07
31-12-08
31-12-09
31-12-10
45,783 5.78 1,271 2.78 31-12-06
53,354 16.54 2,053 3.85 31-12-07
61,297 14.89 2,867 4.68 31-12-08
70,006 14.21 3,808 5.44 31-12-09
79,544 13.63 5,096 6.41 31-12-10
46,431 19,029 36,166 6,400 22,894 65,460
50,908 17,098 38,388 5,452 24,166 68,006
58,605 15,188 43,545 4,030 26,219 73,73
66,786 13,301 48,393 2,607 29,086 80,087
75,759 11,414 53,094 1,185 32,894 87,173
85,592 9,526 57,129 0 37,990 95,118
Proyeksi Ratio Keuangan Ratio Likuiditas (CR) dan Leverage (DER) perusahaan dapat terpenuhi sebagaimana persyaratan Bank, minimal CR = 1.2 kali dan maksimal DER = 2.5 kali, hal ini dapat dipenuhi perusahaan, dengan syarat tahun 2005 kebutuhan modal kerja / pembelian bahan baku dan bahan pembantu dapat dipenuhi dari penggunaan kasnya ditambah dengan pembiayaan bank.
63
Ratio arus kas (EBITDA/debt dan EBITDA/int(marjin)) menunjukkan kecenderungan semakin baik, pada tahun ke 5 atau tahun 2008, EBITDA perusahaan sudah lebih besar dari jumlah hutang hal ini menunjukkan bahwa sejak tahun 2010 operasional perusahaan sudah cukup baik (surplus) dan perusahaan telah dapat membukukan keuntungan, kemampuan membayar marjin dari hasil operasinya (EBITDA/marjin) dapat tercapai sejak tahun 2005 .
Tabel 16. Proyeksi Ratio Keuangan Proyeksi Ratio Current Ratio X DER X EBITDA/ % DEBT EBITDA/ % INT EAT/Sales %
2005 1,28 1,86 24,14
2006 1,33 1,81 36,85
2007 1,35 1,81 47,86
2008 1,38 1,75 64,36
2009 1,43 1,65 88,29
2010 1,50 1,50 116,66
734,00
614,75
696,58
775,06
788,14
1.670,34
8,26
8,63
9,33
9,51
9,19
9,75
Ratio Profitabilitas (EAT/sales) sejak awal proyeksi (semester II 2005) sudah positif , namun laba ditahan masih negatif sampai periode 2006. EAT menunjukkan kecenderungan yang meningkat dan sejak tahun 2005, diharapkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba semakin lama semakin baik sejalan dengan berkembangnya perusahaan.
7. Analisa Kelayakan Keuangan Analisis kelayakan dari aspek keuangan akan memberikan pemahaman tentang laporan keuangan dan berbagai kriteria penilaian kelayakan investasi. Data yang digunakan dalam analisa kelayakan adalah data pendapatan bersih, yang diperoleh dengan cara mengurangkan arus
64
kas masuk dengan arus kas keluar. Kriteria kelayakan yang digunakan untuk menilai kelayakan keuangan dalam kajian ini adalah PBP, NPV, B/C ratio, BEP dan IRR. Setelah
diperoleh
pendapatan
bersih
kemudian
dilakukan
pendiskontoan terhadap pendapatan bersih tersebut sebagai pendekatan adanya nilai uang terhadap waktu. Tingkat diskonto yang digunakan adalah sebesar 16% yang merupakan rata-rata suku bunga deposito bank umum pada saat kajian. Hasil perhitungan PBP, NPV, B/C ratio, dan IRR dapat di lihat pada Tabel 17.
Tabel 17 . Hasil analisis keuangan PT. “X”. Uraian Nilai
PBP (tahun) 3,1
NPV (Rp juta)
BEP (Rp.juta)
B/C ratio
IRR (%)
11.095
23.622
3,90
45.25
Berdasarkan Tabel 17 tersebut, PT. “X” dalam berproduksi mempunyai nilai PBP 3,1 tahun, artinya perusahaan tersebut mampu mengembalikan investasinya dari modal awal selama tiga tahun satu bulan. Nilai BEP yang diperoleh dalam rupiah karena produk yang dihasilkan oleh PT.”X” adalah produk yang mempunyai satuan unit dan nilainya tidak sama, sehingga untuk mempermudah, maka satuan yang digunakan adalah rupiah. Nilai BEP yang diperoleh adalah Rp. 23.622 juta, artinya jika usaha indoor furniture ini dapat menghasilkan penjualan rata-rata sebesar Rp. 23.622 juta, maka usaha ini mencapai titik impas. Nilai NPV yang dihasilkan adalah Rp. 11,095 juta artinya perusahaan selama menjalankan usahanya mendapatkan keuntungan
65
Rp. 11,095 juta setelah dikurangi modal awal. Hasil perhitungan B/C ratio diperoleh nilai 3,90 artinya biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan 1 satuan akan menghasilkan tingkat pendapatan sebesar 3,90 satuan. Untuk penilaian IRR, menghasilkan nilai 45,25%, nilai tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan suku bunga deposito bank umum pada saat kajian (16%), sehingga usaha indoor furniture ini layak untuk dilaksanakan.
8. Analisis Kepakaan (Analisis Sensitivitas). Untuk menganalisis perkiran arus kas di masa datang, perusahaan berhadapan dengan ketidakpastian. Hal ini berakibat, hasil perhitungan di atas kertas dapat menyimpang jauh dari kenyataannya. Ketidakpastian itu dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan suatu proyek bisnis dalam beroperasi untuk menghasilkan laba perusahaan. Secara jelas dapat dilihat pada table 18.
Tabel 18. Analisis Sensitivitas PBP Kenaikan Kurs 5 %
2 th 10 bln
Kenaikan
Melebihi masa
baku 10%
Bahan
NPV
B/C Ratio
IRR
Rp.11.037 jt
4,23
55,25%
( -)
1,09
(-)
project
Pada analisis kelayakan dari usaha PT.”X” ini juga dilakukan analisis sensitivitas. Kepekaan yang diuji adalah terhadap kemungkinan kenaikan harga bahan baku dan fluktuasi kurs. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa ternyata perusahaan memang sangat sensitive terhadap kenaikan
66
harga bahan baku yang juga akan diikuti dengan kenaikan harga jual produk. Sedangkan terhadap fluktuasi kurs tidak terlalu berpengaruh karena perusahaan dalam melakukan pembelian bahan baku serta penjualan produk juga menggunakan kurs dollar.