19
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Telur Nyamuk Aedes aegypti yang telah diberikan pakan darah akan menghasilkan sejumlah telur. Telur-telur tersebut dihitung dan disimpan menurut siklus gonotrofik. Jumlah telur dihitung untuk menentukan rata-rata jumlah telur per ekor nyamuk Aedes aegypti (Lampiran 5). Cara perhitungan rata-rata jumlah telur per ekor yaitu : Jumlah telur per ekor = Jumlah telur Jumlah nyamuk Rata-rata jumlah telur per ekor terhadap umur nyamuk disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Rata-rata jumlah telur per ekor nyamuk Aedes aegypti Siklus Gonotropik
Umur Nyamuk
Jumlah Telur Per ekor
1
4 hari
61,46 ± 14,25f
2
8 hari
75,19 ± 27,67g
3
12 hari
88,4 ± 33,14h
4
16 hari
82,59 ± 24,67h
5
20 hari
54,23 ± 28,35e.f
6
24 hari
51,46 ± 29,85d.e
7
28 hari
45,96 ± 7,65c.d.e
8
32 hari
43,04 ± 23,06c.d
9
40 hari
47,59 ± 27,49c.d.e
10
44 hari
27,31 ± 15,52b
11
48 hari
28.89 ± 7,66b
12
52 hari
32 ± 9,98b
13
56 hari
28,48 ± 18,46b
14
60 hari
17,92 ± 3,6a
15
64 hari
41,87 ± 9,89c
16
68 hari
49,52 ± 22,55c.d.e
20 Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor nyamuk betina Aedes aegypti di bawah 100 butir, hal ini menunjukkan rendahnya jumlah telur yang dihasilkan oleh nyamuk tersebut. Jumlah tersebut lebih sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah telur yang dihasilkan oleh nyamuk Aedes aegypti pada umumnya yang mencapai 100 butir per ekor dan bahkan lebih (Hadi dan Susi 2000). Biasanya nyamuk Aedes aegypti menghasilkan telur antara 50 sampai 500 butir dalam waktu 2 hingga 4 hari (Becker et al. 2003). Menurut Clements (1963), jumlah telur nyamuk Aedes aegypti biasanya lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah telur dari spesies nyamuk lainnya. Jumlah telur per ekor yang dihasilkan pada siklus gonotrofik ke 1 cukup baik dengan rata-rata 61,46 butir karena nyamuk baru pertama kalinya menghasilkan telur dan nyamuk baru beradaptasi dengan lingkungan. Rata-rata jumlah telur nyamuk per ekor mengalami peningkatan pada siklus gonotrofik ke 2 yaitu 75,19 butir, peningkatan tertinggi terjadi pada siklus gonotrofik ke 3 dengan rata-rata jumlah telur per ekor mencapai 88,4 butir. Rata-rata jumlah telur yang dihasilkan nyamuk Aedes aegypti per ekor berbeda di setiap siklus gonotrofik (Tabel 1). Jumlah telur meningkat pada hari ke 12 (siklus gonotrofik 3) dan mengalami penurunan secara bertahap hingga hari ke 44 (siklus gonotrofik 10) yaitu 27,31 butir dan pada hari ke 48 (siklus gonotrofik 11) mengalami sedikit peningkatan dengan rata-rata jumlah telur per ekor nyamuk yaitu 28,48 butir. Jumlah telur per ekor terendah terjadi pada hari ke 60 (siklus gonotrofik 14) yaitu 17,92 butir (Gambar 10).
Jumlah telur (butir)
21 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16
Siklus Gonotrofik Gambar 10 Rata-rata jumlah telur Aedes aegypti per ekor
Nyamuk akan melepaskan dirinya dari marmut ketika nyamuk telah cukup mendapatkan darah. Nyamuk betina Aedes aegypti pada keadaan optimum akan menghabiskan waktu 2 sampai 5 menit untuk menghisap darah (Christopher 1960). Darah manusia adalah pakan yang paling sesuai untuk nyamuk Aedes aegypti dibandingkan darah hewan. Hal ini dibuktikan oleh Niendria (2011), pada penelitian tersebut nyamuk Aedes aegypti dapat menghasilkan 341,3 butir per ekor karena menggunakan darah manusia, hasil tersebut lebih banyak dibandingkan dengan pakan darah marmut dari hasil penelitian ini yaitu 88,4 butir per ekor. Rahmawati (2004) melakukan penelitian serupa dari perkawinan alami antara 25 ekor jantan dengan 25 ekor betina Aedes aegypti dengan hasil 2155 butir telur sehingga dihasilkan rata-rata 86 butir. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah telur per ekor kurang dari 100 butir. Hasil penelitian Yulidar (2011) juga menunjukkan rata-rata telur per ekor sebanyak 96 butir. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Gunandini (2002) menunjukkan bahwa nyamuk Aedes aegypti akan menghasilkan telur dengan rata-rata 117,35 butir. Perbedaan jumlah telur yang dihasilkan ini disebabkan karena banyak faktor, diantaranya kondisi lingkungan yang kering, suhu tinggi, kelembaban yang rendah dan volume darah yang dihisap oleh nyamuk. Menurut Clements (1963) untuk menghasilkan rata-rata 85,5 butir telur seekor nyamuk memerlukan sejumlah 3-3,5 mg darah, telur tidak dapat dihasilkan bila jumlah darah yang
22 dihisap kurang dari 0,5 mg. Selain itu ukuran kandang dan kepadatan jumlah nyamuk yang tinggi berpengaruh terhadap jumlah telur yang dihasilkan. Penelitian Yulidar (2011) menunjukkan rata-rata jumlah telur adalah 96 butir dengan ukuran kandang 20 x 20 x 20 cm3 yang berisi 30 ekor nyamuk (20 ekor nyamuk betina dan 10 ekor nyamuk jantan) di dalamnya. Uji regresi (Lampiran 8) menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan (p<0.05) antara umur nyamuk terhadap jumlah telur (B = -0,736 dan β = -0,756) yang memiliki arti, semakin tua umur nyamuk jumlah telur akan semakin menurun. Model persamaan regresi yang disusun memiliki koefisien determinasi (adjusted R square) sebesar 0,54. Artinya 54% jumlah telur dipengaruhi oleh umur nyamuk. Gambar 11 menunjukkan adanya kecenderungan bahwa semakin bertambah umur nyamuk maka jumlah telur per ekor semakin menurun.
Jumlah telur per ekor (butir)
100 90 80 70 60 Jumlah Telur Perekor
50 40
Linear (Jumlah Telur Perekor)
30 20 10 0 0
20
40
60
80
Umur nyamuk (hari) Gambar 11 Hubungan antara jumlah telur dan umur nyamuk
Daya Tetas Telur Daya tetas telur diperoleh dari jumlah telur menetas yang dihasilkan oleh nyamuk Aedes aegypti pada setiap siklus gonotrofik. Daya tetas telur nyamuk Aedes aegypti dapat diketahui dengan cara jumlah telur menetas dibagi dengan jumlah telur total dikali 100% (Lampiran 2).
23 Rumus daya tetas telur :
Jumlah Telur Menetas x 100 % Jumlah Telur Total
Tabel 2 Persentase daya tetas telur nyamuk Aedes aegypti Lama Penyimpanan
Siklus Gonotrofik ke
Daya Tetas (%)
180 Hari
1
0
150 Hari
2
0.08
120 Hari
3
0.21
90 Hari
4
0.97
60 Hari
5
30.28
30 Hari
6
0.49
21 Hari
7
52.79
14 Hari
8
1.56
7 Hari
9
67.4
6 Hari
10
0.74
5 Hari
11
3.46
4 Hari
12
2.22
3 Hari
13
1.69
2 Hari
14
4.59
1 Hari
15
3.18
0 Hari
16
3.8
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tetas telur tertinggi didapat pada penyimpanan telur selama 7 hari (siklus gonotrofik ke 9) sebesar 67,4%. Daya tetas telur yang tinggi juga ditunjukkan pada penyimpanan telur selama 21 hari (siklus gonotrofik ke 7) sebesar 52,79%. Urutan ketiga daya tetas telur didapatkan dari lama penyimpanan telur 60 hari (siklus gonotrofik ke 5) yaitu sebesar 30,28% (Gambar 12). Penetasan pada hari ke 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 14, 30, 90, 120, dan 150 sangat rendah hanya sekitar 1-3% saja (Tabel 2). Penetasan terendah terjadi pada hari ke 180 (siklus gonotrofik 1) sebesar 0%, hal ini berarti tidak adanya telur yang menetas.
24 80
Daya tetas (%)
70 60 50 40 30 20 10 0 180 150 120 90 60 30 21 14 7
6
5
4
3
2
1
0
Lama enyimpanan (hari) Gambar 12 Rata-rata daya tetas telur Aedes aegypti
Pada penelitian Gunandini (2002) nyamuk Aedes aegypti memiliki daya tetas telur sebesar 62%. Daya tetas telur yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan penelitian ini yaitu 67,4%. Berbeda halnya dengan penelitian Yulidar (2011) yang menghasilkan daya tetas telur yang tinggi sebesar 80,09%. Hal ini disebabkan oleh faktor pakan darah nyamuk yang digunakan berupa darah manusia, sedangkan pada penelitian ini dan penelitian Gunandini (2002) pakan darah yang digunakan berupa darah marmut. Faktor lain yang mempengaruhi daya tetas telur nyamuk Aedes aegypti antara lain suhu, kelembaban, dan waktu simpan atau lama penyimpanan telur. Suhu Insektarium Entomologi antara ± 28-30,7 oC dengan rata-rata suhu 28,4 oC, sedangkan kelembaban berkisar antara ± 55-72% dengan rata-rata kelembaban 69% (Lampiran 4). Suhu dan kelembaban tersebut masih termasuk suhu dan kelembaban yang optimum. Menurut Yotopranoto et al. (1998) dijelaskan bahwa rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25-27
o
C dan
pertumbuhan akan berhenti sama sekali apabila suhu kurang 10 oC atau lebih dari 40
o
C. Kelembaban yang tinggi mengakibatkan daya tetas telur semakin
meningkat, untuk bertahan hidup telur harus disesuaikan pada kelembaban yang tinggi yaitu 81,5-89,5%. Suhu dan kelembaban yang rendah dapat menyebabkan metabolisme berlangsung lambat, sehingga mempengaruhi perkembangan dan daya tetas telur (Mintarsih et al. 1996; Neto dan Silva 2004). Selain faktor suhu
25 dan kelembaban, faktor nutrisi terutama protein yang terkandung dalam darah juga mempengaruhi jumlah dan daya tetas telur (Papaj 2000).
80
Daya Tetas (Persen)
70 60 50 40
Daya Tetas
30
Linear (Daya Tetas)
20 10 0 0
50
100
150
200
Lama Penyimpanan (Hari)
Gambar 13 Hubungan antara daya tetas telur dengan lama penyimpanan
Gambar 13 memperlihatkan adanya pengaruh antara daya tetas telur dengan lama penyimpanan atau waktu simpan. Hasil tersebut menunjukkan kecenderungan bahwa waktu simpan yang semakin lama menyebabkan daya tetas telur akan semakin menurun, bahkan sampai tidak adanya telur yang menetas (Tabel 2 dan Gambar 13). Meskipun demikian pada gambar 12 terlihat bahwa daya tetas telur pada penyimpanan 7 hari, 21 hari dan 60 hari menunjukkan hasil yang cukup baik, masing-masing sebesar 67,4%; 52,79%; dan 30,28%. Hal ini dikarenakan umur nyamuk lebih berpengaruh dibandingkan lama penyimpanan.