VI. 6.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari
beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul, pedagang pengirim, pedagang besar non lokal (Sumatera), pedagang besar non lokal (Jawa), pedagang besar lokal dan pedagang pengecer. Berdasarkan beberapa komponen tersebut dapat disimpulkan bahwa saluran pemasaran merupakan berbagai tingkatan pedagang perantara yang menjembatani kegiatan pemasaran antara petani dengan konsumen akhir. Lembaga pemasaran ini melakukan kegiatan berupa fungsi-fungsi pemasaran yaitu kegiatan yang menjadikan bentuk, waktu dan tempat komoditas bawang merah sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen. Skema saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes sebagai lokasi penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada bagan berikut : Pola I = 22 Orang (83,26 %) P. Pengumpul
P. Pengirim
P. Besar Non Lokal (Sumatera)
P. Pengecer Non Lokal (Sumatera)
Konsumen Non Lokal
P. Besar Non Lokal (Jawa)
P. Pengecer Non Lokal Jawa
Konsumen Non Lokal
Pola II = 3 Orang (10,63 %) P e t a n i
P. Pengirim
P. Pengumpul
Pola III = 2 orang (3,10 %) P. Besar Lokal
P. Pengecer Lokal
Konsumen Lokal
Pola IV = 3 Orang (3,01 %) P. Pengecer Lokal
Ket : Gambar 4
Konsumen Lokal
= batasan saluran pemasaran yang diteliti Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah di Kelurahan Brebes, Kabupaten Brebes
48
Skema saluran pemasaran yang terlihat pada Gambar 4 merupakan skema saluran pemasaran yang terjadi pada kegiatan pemasaran bawang merah yang dilakukan oleh pelaku pemasaran pada setiap musim tanam. Dalam penelitian ini, cakupan pelaku pemasaran yang diteliti adalah pelaku pemasaran yang berada di lingkungan Kelurahan Brebes dan pedagang besar non lokal, yaitu pedagang besar yang berada di luar Kabupaten Brebes. Dari Gambar 3, terbentuk suatu sistem pemasaran yang merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan dan bekerjasama dalam sistem yang terorganisir. Dari gambar 3 terlihat bahwa terdapat 4 saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes, yaitu : Saluran I : Petani
Pedagang Pengumpul
Pedagang Pengirim
Pedagang Besar non Lokal (Sumatra) Lokal (Sumatra) Saluran II : Petani
Pedagang Pengecer non
Konsumen non Lokal
Pedagang Pengumpul
Pedagang Besar non Lokal (Jawa) (Jawa)
Konsumen non Lokal
Saluran III : Petani
Pedagang Besar Lokal
Pedagang Pengirim Pedagang Pengecer non Lokal Pedagang Pengecer Lokal
Konsumen Lokal Saluran IV : Petani
Pedagang Pengecer Lokal
Konsumen Lokal
Proses pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes dimulai dari penjualan bawang merah oleh petani melalui tiga cara, yaitu penjualan melalui pedagang pengumpul, penjualan melalui pedagang besar lokal, dan penjualan melalui pedagang pengecer lokal. Dari 30 orang petani responden, 22 orang petani responden yaitu petani responden pada pola saluran pemasaran I menjual hasil panennya sebesar 83,26 persen atau sebanyak 94.000 kilogram kepada 8 orang pedagang pengumpul. Sebanyak 3 orang petani responden pada pola saluran pemasaran II menjual hasil panennya sebesar 10,63 persen atau sebanyak 12.000 kilogram kepada 2 orang pedagang pengumpul. Petani responden yang ada pada pola saluran pemasaran I dan pola saluran pemasaran II menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul karena beberapa alasan yaitu agar petani tidak mengalami kesulitan dalam mencari pasar dan tidak perlu melakukan kegiatan
49
panen serta pasca panen lain seperti pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan. Pedagang pengumpul datang langsung ke lahan petani untuk membeli hasil panen petani. Sisanya 2 orang petani responden pada pola saluran pemasaran III menjual hasil panennya sebesar 3,10 persen atau sebanyak 3.500 kilogram kepada 1 orang pedagang besar. Sebanyak 3 orang petani responden pada pola saluran pemasaran IV menjual hasil penennya sebesar 3,01 persen atau sebanyak 3.400 kilogram kepada 3 orang pedagang pengecer yang diambil sebagai sampel. Petani responden yang ada pada pola saluran pemasaran III dan pola saluran pemasaran IV menjual hasil panennya tanpa melalui pedagang pengumpul, karena petani responden tersebut hanya menghasilkan bawang merah dalam jumlah kecil. Pola saluran pemasaran tersebut diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara terhadap 30 orang responden petani di Kelurahan Brebes. 6.1.1. Pola Saluran Pemasaran I Dari hasil analisis pola saluran pemasaran dapat dilihat bahwa pola saluran pemasaran yang paling banyak digunakan oleh petani responden di Kelurahan Brebes adalah pola saluran pemasaran I, yaitu digunakan oleh 22 orang petani responden atau sebesar 83,26 persen. Melalui saluran pemasaran ini, volume bawang merah yang dipasarkan sebanyak 94.000 kilogram. Petani menjual hasil panennya langsung ke pedagang pengumpul, kemudian pedagang pengumpul menjualnya ke pedagang pengirim untuk dijual kembali ke pedagang besar non lokal di daerah Sumatra seperti Palembang dan Jambi. Dari pedagang besar non lokal, bawang merah dijual kembali ke pedagang-pedagang pengecer di daerah tujuan untuk dijual kembali ke konsumen akhir. Banyaknya petani responden yang menggunakan pola saluran pemasaran ini dipengaruhi oleh keterikatan antara petani dengan pedagang pengumpul. Keterikatan antara petani dengan pedagang pengumpul terjadi karena pedagang pengumpul meminjamkan modal kepada petani pada saat petani mulai menanam bawang merah. Hal ini menimbulkan rasa keterikatan pada petani sehingga petani menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul tersebut. Sistem penentuan harga antara petani dengan pedagang pengumpul ditentukan pada saat menjelang panen bawang merah. Pedagang pengumpul yang akan membeli hasil panen
50
petani akan mendatangi petani untuk melihat kondisi lahan petani dan tanaman bawang merah untuk dapat memperkirakan jumlah bawang merah yang akan dihasilkan. Setelah itu, pedagang pengumpul akan melakukan tawar menawar harga dengan petani untuk menentukan harga jual bawang merah hasil panen hingga mencapai harga kesepakatan dengan petani. Petani yang menggunakan pola saluran I adalah petani dengan skala usaha sedang hingga besar, dengan luas lahan rata-rata lebih dari 0,5 hektar. Hal ini dikarenakan pedagang pengirim lebih menginginkan kerjasama jangka panjang dengan petani yang berproduksi dalam skala besar. 6.1.2. Pola Saluran Pemasaran II Pola saluran pemasaran II digunakan oleh 3 orang petani responden atau sebesar 10,63 persen. Melalui pola saluran pemasaran ini, petani memasarkan bawang merah sebanyak 12.000 kilogram yang dijual kepada pedagang pengumpul. Sistem penentuan harga yang dilakukan antara petani dengan pedagang pengumpul sama seperti yang dilakukan pada pola saluran pemasaran I, yaitu pedagang pengumpul mendatangi petani menjelang panen untuk meminta persetujuan pembelian. Setelah itu pedagang pengumpul akan mendatangi lahan petani untuk memperkirakan jumlah yang akan dipanen dari lahan petani tersebut. Perkiraan hasil panen diperoleh pedagang pengumpul dengan melihat kondisi tanaman, serta sampel bawang merah yang dihasilkan dari tanaman tersebut. Selain itu, perkiraan hasil panen juga didapat pedagang pengumpul dari catatan hasil panen petani di musim panen sebelumnya. Setelah memperkirakan hasil panen yang akan dibelinya, pedagang pengumpul akan melakukan tawar menawar dengan petani mengenai harga total bawang merah yang akan dibeli hingga mencapai kesepakatan. Dari pedagang pengumpul kemudian bawang merah dijual ke pedagang pengirim yang akan mengirimkan hasil panen tersebut ke beberapa pedagang besar non lokal (Jawa) yang berlokasi di daerah-daerah di Jawa Barat, seperti Cirebon, Kuningan, Jakarta, dan beberapa daerah di Jawa Tengah. Dari pedagang besar non lokal (Jawa) bawang merah akan dijual kembali ke beberapa pedagang pengecer di daerah tujuan untuk dijual kembali ke konsumen akhir.
51
6.1.3. Pola Saluran Pemasaran III Pola saluran pemasaran III digunakan oleh 2 orang petani responden atau sebesar 3,10 persen. Dalam pola saluran pemasaran ini petani menjual hasil panennya kepada pedagang besar lokal untuk kemudian dijual kepada pedagang pengecer. Melalui saluran pemasaran ini, petani dapat menjual 3.500 kilogram bawang merah kepada pedagang besar lokal. Sistem penentuan harga pada saluran ini yaitu dengan sistem tawar menawar antara petani dengan pedagang besar lokal hingga mencapai kesepakatan. Petani memperoleh informasi harga dari rekan sesama petani dan dari harga pasar, sedangkan pedagang besar memperoleh informasi harga dari pedagang pengecer dan rekan sesama pedagang besar lainnya. 6.1.4.
Pola Saluran Pemasaran IV Pola saluran pemasaran IV digunakan oleh 2 orang petani responden atau
sebesar 3,01 persen. Pola saluran pemasaran ini digunakan oleh petani yang memiliki skala usaha kecil dengan luas lahan kurang dari 0,25 hektar. Melalui pola saluran pemasaran ini, petani dapat memasarkan 3.400 kilogram bawang merah. Karena petani tersebut hanya menghasilkan sedikit hasil panen, maka petani lebih memilih untuk memasarkan hasil panennya di pasar lokal dengan menjual hasil panennya ke pedagang pengecer yang memiliki kios di Pasar Bawang Klampok. Hal ini dilakukan petani untuk mempermudah memasarkan hasil panennya yang berjumlah kecil. Sistem
penentuan harga antara petani
dengan pedagang pengecer pada saluran ini adalah dengan sistem tawar menawar hingga mencapai kesepakatan harga. Baik petani dan pedagang pengecer mendapatkan informasi harga dari harga yang berlaku di pasar. 6.2.
Fungsi Lembaga Pemasaran Setiap lembaga pemasaran yang berkontribusi dalam pemasaran bawang
merah hingga ke tangan konsumen memiliki fungsi-fungsi yang berbeda. Fungsi lembaga pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes, dapat dilihat di Tabel 11.
52
Tabel 9
Fungsi Pemasaran pada Lembaga Pemasaran bawang Merah di Kelurahan Brebes
Saluran dan
Fungsi-fungsi Pemasaran
Lembaga
Pertukaran
Pemasaran
Fisik
Fasilitas
Penju
Pembe
Pengang
Penyim
Pengol
Standa
Penang
Pembi
Info
alan
lian
kutan
panan
ahan
risasi,
gungan
ayaan
Pasar
Grading
Risiko
Pola Saluran Pemasaran I − Petani
D
-
-
-
-
-
D
D
D
− P. Pengumpul
D
D
D
D
-
-
D
D
D
− P. Pengirim
D
D
-
D
-
-
D
D
D
− P. Besar
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
D
-
-
D
D
D
− P. Pengecer
4
Pola Saluran Pemasaran II − Petani
D
-
-
-
-
-
D
D
D
− P. Pengumpul
D
D
D
D
D
-
D
D
D
− P. Pengirim
D
D
-
D
-
-
D
D
D
− P. Besar
D
D
D
D
-
D
D
D
D
D
D
D
D
-
-
D
D
D
− P. Pengecer
5
Pola Saluran Pemasaran III − Petani
D
-
D
D
D
-
D
D
D
− P. Besar
D
D
-
D
-
D
D
D
D
− P. Pengecer
D
D
D
D
-
-
D
D
D
Pola Saluran Pemasaran IV − Petani
D
-
D
D
D
-
D
D
D
− P. Pengecer
D
D
D
D
-
D
D
D
D
Sumber : Data Primer diolah, 2011 Keterangan :
D Melakukan fungsi pemasaran -
1.
Tidak melakukan fungsi pemasaran
Petani Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh sebagian besar petani
responden hanyalah fungsi pertukaran berupa
penjualan dan fungsi
fasilitas berupa fungsi, fungsi penanggungan risiko, fungsi pembiayaan 4
Data diperoleh dari hasil wawancara melalui telepon dengan Bapak Indra Wijaya pada tanggal 25 Februari 2011 5 Data diperoleh dari hasil wawancara melalui telepon dengan Bapak Alam pada tanggal 28 Februari 2011
53
dan fungsi informasi pasar. Hal tersebut karena sebagian besar petani responden yaitu petani responden pada saluran pemasaran I dan II menjual hasil panennya dengan cara tebasan atau cabutan. Sistem penjualan dengan cara tebasan atau cabutan merupakan sistem penjualan dimana petani menjual hasil panennya sebelum melakukan kegiatan pemanenan. Dalam sistem penjualan ini petani tidak melakukan fungsi fisik seperti fungsi pengangkutan, fungsi pengolahan dan fungsi penyimpanan serta kegiatan pasca panen lainnya. Seluruh kegiatan tersebut dilakukan oleh pedagang pengumpul yang membeli hasil panen petani. Dari 30 orang petani responden, sebanyak 25 orang petani responden melakukan penjualan hasil panennya dengan sistem tebasan, yaitu petani pada pola saluran pemasaran I dan II. Bagi petani yang menjual hasil panennya melalui pedagang pengumpul dengan sistem tebasan atau cabutan, dalam penentuan harga petani melakukan kegiatan tawar menawar harga dengan pedagang pengumpul hingga tercapai harga yang disepakati oleh kedua belah pihak. Kegiatan tawar menawar harga bawang merah ini dilakukan oleh petani dan pedagang pengumpul ketika tanaman bawang merah mendekati masa panen. Pedagang pengumpul yang akan membeli bawang merah hasil panen petani akan mendatangi petani untuk meminta persetujuan pembelian. Setelah petani menyetujui sistem pembelian yang diajukan oleh pedagang pengumpul, maka pedagang pengumpul akan mendatangi lahan petani untuk memperkirakan jumlah bawang merah yang akan dipanen oleh petani. Dalam melakukan perkiraan, selain melihat kondisi tanaman dan melakukan pengambilan sampel pada beberapa tanaman bawang, pedagang pengumpul membutuhkan data-data hasil panen petani pada periode tanam sebelumnya. Biasanya jumlah produksi yang diperkirakan oleh pedagang pengumpul lebih rendah dari hasil sebenarnya, namun sering pula jumlah produksi lebih sedikit dari jumlah yang diperkirakan oleh pedagang pengumpul. Dalam kasus tersebut petani akan diuntungkan karena menerima hasil pembayaran yang lebih tinggi dari pedagang
54
pengumpul. Setelah melakukan perkiraan, pedagang pengumpul akan melakukan tawar menawar harga dengan petani hingga tercapai harga kesepakatan. Untuk lahan seluas 0,5 hektar, pedagang pengumpul memperkirakan bawang merah yang dihasilkan sebanyak 4.000 kilogram. Harga kesepakatan yang dicapai dari kegiatan tawar menawar tersebut adalah Rp 39.200,000. Setelah tercapai kesepakatan, pedagang pengumpul akan membayar uang muka kepada petani sebesar Rp 2.000,000. Sebagian besar petani memilih menjual hasil panennya melalui pedagang pengumpul agar tidak mengeluarkan biaya tambahan untuk melakukan fungsi fisik dan kegiatan pasca panen lainnya. Seluruh kegiatan pasca panen, fungsi pengolahan, fungsi penyimpanan dan fungsi pengangkutan akan dilakukan oleh pedagang pengumpul hingga bawang merah siap diangkut ke gudang penyimpanan pedagang pengumpul. Semua biaya panen dan kegiatan pasca panen lainnya hingga fungsi fisik ditanggung oleh pedagang pengumpul. Harga jual bawang merah dengan sistem tebasan atau cabutan akan lebih rendah dari harga jual bawang merah langsung ke pedagang besar, hal itu disebabkan oleh banyaknya biaya-biaya yang harus ditanggung oleh pedagang pengumpul seperti biaya pekerja pemanenan, biaya penanganan pasca panen, biaya pengangkutan, biaya pengolahan, biaya penyimpanan dan biaya penyusutan bobot bawang merah. Jika petani melakukan sendiri kegiatan pemanenan, maka petani yang menanggung sendiri biaya-biaya tersebut. Fungsi penanggungan risiko yang dilakukan petani adalah fungsi penanggungan risiko gagal panen akibat bencana alam dan hama, penanggungan risiko jika harga yang dibayarkan pedagang pengumpul jauh lebih rendah daripada harga yang terjadi di pasar, serta penanggungan risiko jika harga jual bawang merah lebih rendah daripada biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani dalam kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman bawang merah. Sebanyak 5 orang petani responden atau sebesar 16,67 persen melakukan kegiatan panen, pasca panen dan fungsi pertukaran berupa
55
penjualan serta fungsi fisik lainnya seperti fungsi pengangkutan, fungsi pengolahan dan fungsi penyimpanan. Petani responden yang melakukan fungsi tersebut adalah petani yang menjual hasil panennya langsung ke pedagang besar lokal yaitu petani responden yang menggunakan pola saluran pemasaran III dan petani yang menjual hasil panennya langsung ke pedagang pengecer lokal yaitu petani responden yang menggunakan pola saluran pemasaran IV. Setelah waktu panen tiba, petani yang melakukan kegiatan panen dan pasca panennya, membayar pekerja untuk melakukan kegiatan pemanenan di lahan miliknya. Proses pemanenan dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan mencabut umbi bawang dengan tangan dari dalam tanah. Setelah umbi dipanen, maka akan dilakukan kegiatan pengikatan dan pembersihan. Pembersihan umbi dilakukan bersamaan dengan proses pengikatan daun dari beberapa rumpun tanaman bawang merah. Proses pembersihan bawang merah dilakukan dengan cara menggerak-gerakkan ikatan hingga tanah yang menempel pada umbi berjatuhan. Setelah dibersihkan, bawang merah yang telah diikat dijemur di lahan-lahan bekas penanaman hingga kering. Setelah kering, bawang merah dibersihkan dari daun-daun yang melekat dan kemudian dikemas ke dalam karung yang anyamannya jarang, untuk selanjutnya dibawa ke gudang penyimpanan milik petani dengan menggunakan mobil pick up dengan kapasitas 2 ton untuk satu kali angkut. Dalam melakukan fungsi pertukaran berupa fungsi penjualan, petani responden pada pola saluran pemasaran III menawarkan hasil panennya kepada pedagang besar lokal yang ada di Kelurahan Brebes. Bila pedagang besar lokal setuju untuk membeli bawang merah yang ditawarkan oleh petani, maka pedagang besar lokal dan petani akan tawar menawar mengenai harga jual dan harga beli bawang merah milik petani hingga tercapai harga kesepakatan. Setelah harga kesepakatan tercapai dan pedagang besar membayar bawang merah yang telah dibeli, maka petani akan mengangkut bawang merah ke gudang milik pedagang besar.
56
Pada pola saluran pemasaran IV, dalam melakukan fungsi penjualan petani responden menawarkan hasil panennya kepada pedagang pengecer. Jika pedagang pengecer setuju untuk membeli hasil panen petani, pedagang pengecer dan petani akan melakukan tawar menawar harga hingga tercapai harga kesepakatan. Pada pola saluran pemasaran I, petani menjual bawang merah ke pedagang pengumpul dengan harga Rp 9.800 per kilogram. Pada pola saluran pemasaran II petani juga menjual bawang merah ke pedagang pengumpul Rp 9.800 per kilogram, sedangkan pada pola saluran pemasaran III petani menjual hasil panennya ke pedagang besar lokal dengan harga sebesar Rp 10.300 per kilogram. Pada pola saluran pemasaran IV petani menjual hasil panennya ke pedagang pengecer lokal dengan harga Rp 10.850 per kilogram. Dengan demikian petani yang menjual hasil panennya dengan sistem tebasan seperti pada saluran pemasaran I dan II hanya melakukan fungsi pertukaran, yaitu kegiatan penjualan dan fungsi fasilitas berupa fungsi penanggungan risiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar. Sedangkan petani yang menjual hasil panennya langsung ke pedagang besar lokal seperti pada saluran pemasaran III dan ke pedagang pengecer lokal seperti pada pola saluran pemasaran IV melakukan fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan petani sama dengan petani pada saluran pemasaran I dan II yaitu fungsi penjualan. Fungsi fisik yang dilakukan oleh petani meliputi fungsi pengangkutan, fungsi penyimpanan dan fungsi pengolahan. Fungsi fasilitas yang dilakukan berupa fungsi penanggungan risiko, fungsi pembiayaan, dan fungsi informasi pasar. 2.
Pedagang Pengumpul Dalam melakukan fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian,
pedagang pengumpul pada pola saluran pemasaran I dan II mendatangi petani yang memiliki tanaman bawang merah mendekati masa panen untuk melakukan negosiasi mengenai sistem pembelian yang akan
57
dilakukannya. Setelah mencapai kesepakatan mengenai sistem pembelian yang akan dilakukan, kemudian pedagang pengumpul mendatangi lahan petani untuk memperkirakan berapa hasil panen yang akan diperoleh petani pada musim panen tersebut. Perkiraan hasil yang dilakukan oleh pedagang pengumpul dilakukan dengan cara melihat data hasil panen pada musim tanam sebelumnya dan melihat kondisi umbi bawang dengan mengambil sampel pada beberapa tanaman bawang merah untuk dapat memperkirakan hasil yang diperoleh dari keseluruhan luas lahan milik petani. Setelah perkiraan ditentukan oleh pedagang pengumpul akan kembali melakukan tawar menawar dengan petani mengenai harga yang akan dibayarkan, hingga tercapai harga kesepakatan. Setelah waktu panen tiba, pedagang pengumpul yang telah membeli bawang merah petani dengan sistem tebasan atau cabutan akan datang ke lahan petani untuk melakukan pemanenan, dengan membawa 7 orang pekerja pemanenan untuk mengerjakan pemanenan di lahan seluas 0,5 hektar. Pemanenan dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan cara pencabutan umbi bawang dengan tangan dari dalam tanah. Setelah umbi dipanen, maka akan dilakukan kegiatan pengikatan dan pembersihan. Pembersihan umbi dilakukan bersamaan dengan proses pengikatan daun dari beberapa rumpun tanaman bawang merah. Proses pembersihan bawang merah dilakukan dengan cara menggerak-gerakkan ikatan hingga tanah yang menempel pada umbi berjatuhan. Setelah dibersihkan, kemudian bawang merah yang telah diikat dikeringkan dengan cara dijemur. Proses penjemuran dilakukan di lahan bekas penanaman. Proses penjemuran dilakukan selama satu hari di lahan bekas penanaman, dan sisanya yaitu selama kurang lebih dua hari dilakukan di halaman gudang milik pedagang pengumpul. Setelah dijemur bawang merah dibawa ke gudang penyimpanan milik pedagang pengumpul dengan menggunakan mobil pick up berkapasitas 2.000 kilogram untuk satu kali pengangkutan. Kegiatan sortasi dilakukan setelah bawang merah kering. Sortasi dilakukan untuk memisahkan umbi bawang merah yang baik dengan yang
58
cacat, busuk, terkena hama penyakit atau kerusakan lainnya. Untuk pedagang pengumpul pada saluran pemasaran II, setelah dilakukan sortasi bawang merah kemudian dibersihkan dari daun-daun yang melekat. Untuk kegiatan pembersihan dilakukan oleh 5 orang tenaga kerja dengan upah Rp 13.000 per karung berkapasitas 50 kg. Selanjutnya dilakukan kegiatan pengemasan untuk memudahkan dalam penyimpanan bawang merah di gudang penyimpanan, penimbangan dan pengangkutan. Pengemasan dilakukan dengan menggunakan karung yang anyamannya jarang, agar sirkulasi udara tetap terjaga dan mencegah bawang merah busuk. Setelah dikemas dan ditimbang, kemudian bawang merah disimpan di gudang milik pedagang pengumpul. Dalam
melakukan
fungsi
penjualan,
pedagang
pengumpul
menunggu pesanan dari pedagang pengirim. Untuk dapat memenuhi pesanan pedagang pengirim yang berjumlah besar, pedagang pengumpul bekerjasama dengan beberapa petani. Setelah pedagang pengirim mengajukan pesanan dan pedagang pengumpul menyatakan sanggup untuk memenuhi pesanan bawang merah pedagang pengirim, maka pedagang pengumpul dan pedagang pengirim akan melakukan tawarmenawar mengenai harga yang akan dibayarkan dan waktu pengiriman hingga mencapai kesepakatan. Pada saat waktu pengiriman tiba, pedagang pengumpul mengirimkan bawang merah ke gudang milik pedagang pengirim dengan menggunakan mobil pick up berkapasitas 2.000 kilogram untuk satu kali pengangkutan. Pedagang pengumpul memiliki modal yang besar untuk dapat menyimpan bawang merah hasil panen petani. Pada saat harga bawang merah rendah, yaitu ketika musim panen bawang merah
pedagang
pengumpul akan menyimpan hasil panen petani untuk jangka waktu tertentu hingga harga bawang merah kembali stabil yaitu hingga harga jual bawang merah lebih besar daripada harga yang dibayarkan pedagang pengumpul kepada petani. Hal ini dilakukan pedagang pengumpul untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
59
Fungsi penanggungan risiko yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah penanggungan risiko jika harga jual bawang merah ke pedagang pengirim lebih rendah dari harga beli bawang merah dari petani, risiko kerusakan bawang merah pada saat penyimpanan, risiko penyusutan bawang merah jika disimpan untuk waktu yang relatif lama, dan risiko umbi bawang terserang penyakit yang disebabkan oleh jamur akibat tempat penyimpanan yang lembab. Pada pola saluran pemasaran I, bawang merah diual pedagang pengumpul kepada pedagang pengirim dengan harga sebesar Rp 12.500 per kilogram. Pada pola saluran pemasaran
II bawang merah dijual
pedagang pengumpul kepada pedagang pengirim juga dengan harga sebesar Rp 12.500 per kg. Dengan demikian pedagang pengumpul pada pola saluran pemasaran I melakukan fungsi pertukaran, yaitu fungsi penjualan dan fungsi pembelian, fungsi fisik yaitu fungsi pengangkutan dan fungsi penyimpanan, serta fungsi fasilitas berupa fungsi penanggungan risiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar. Pedagang pengumpul pada pola saluran pemasaran II melakukan fungsi pertukaran, yaitu fungsi penjualan dan fungsi pembelian, fungsi fisik yaitu fungsi pengangkutan, fungsi pengolahan dan fungsi penyimpanan, serta fungsi fasilitas berupa fungsi penanggungan risiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar. 3.
Pedagang Pengirim Pedagang pengirim bekerjasama dengan beberapa pedagang
pengumpul untuk dapat memenuhi permintaan dari pedagang besar yang berjumlah relatif besar. Dalam melakukan pembelian, pedagang pengirim memesan jumlah yang dibutuhkan pada pedagang pengumpul. Sistem penentuan harga diakukan dengan sistem tawar menawar harga antara pedagang pengirim dengan pedagang pengumpul hingga tercapai harga kesepakatan. Setelah tercapai harga kesepakatan, pedagang pengumpul mengantarkan bawang merah yang telah dikemas ke dalam karung ke
60
gudang milik pedagang pengirim dengan menggunakan mobil pick up berkapasitas 2.000 kilogram untuk satu kali pengangkutan. Dalam melakukan fungsi penjualan pedagang pengirim menunggu adanya pesanan dari pedagang besar non lokal. Sistem penentuan harga antara pedagang pengirim dengan pedagang besar non lokal baik pada pola saluran pemasaran I maupun pola saluran pemasaran II dilakukan dengan sistem tawar menawar harga hingga tercapai harga kesepakatan. Setelah harga kesepakatan tercapai, maka pedagang besar akan menentukan waktu pengiriman dan mekanisme pengiriman. Sistem pembayaran yang berlaku adalah sistem pembayaran yang disepakati oleh kedua pihak, yaitu dibayar dengan sistem sebagian pada saat bawang merah akan dikirim oleh pedagang pengirim dan sebagian pada saat bawang merah telah tiba di daerah tujuan pengiriman. Untuk pedagang pengirim pada pola saluran pemasaran I, untuk tetap menjaga kepercayaan pedagang penerima, bawang merah yang telah diterima dari pedagang pengumpul ditimbang kembali dan dihitung jumlah ikatannya. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman pedagang besar di daerah tujuan pengiriman akibat banyaknya bobot bawang merah yang menyusut selama pengiriman. Setelah ditimbang dan dihitung jumlah ikatannya, bawang merah dikemas ulang ke dalam karung berkapasitas 50 kilogram dan disimpan ke gudang milik pedagang pengirim hingga waktu pengiriman yang disepakati tiba. Pada saat waktu pengiriman yang telah disepakati tiba, bawang merah dimasukkan ke dalam truk-truk pengangkut yang telah dikirimkan oleh pedagang besar non lokal. Untuk menaikkan bawang merah ke dalam truk, pedagang pengirim mempekerjakan satu orang pekerja pengangkutan untuk satu buah truk yang berkapasitas 7.000 kilogram bawang merah. Untuk pengiriman ke wilayah Sumatra, pedagang pengirim memberlakukan sistem pemberian bonus sebagai pengganti bawang merah yang menyusut selama perjalanan, yaitu 6 kilogram untuk setiap 100 kilogram bawang merah yang dikirim.
Selain itu, untuk memastikan
jumlah ikatan bawang merah yang dikirim sama dengan jumlah ikatan
61
bawang merah yang sampai di daerah tujuan pengiriman, pedagang pengirim mempekerjakan satu orang yang bertugas melakukan pencatatan untuk satu buah truk. Lama pengiriman untuk daerah Sumatera seperti Palembang dan Jambi, berkisar antara 2 hingga 3 hari, sedangkan pengiriman untuk daerah di Jawa Barat seperti Cirebon, dan Majalengka seperti pada pola saluranpemasaran II berkisar antara 4 hingga 5 jam. Fungsi penanggungan risiko yang dilakukan oleh pedagang pengirim adalah penanggungan risiko penyusutan bawang merah yang terjadi selama perjalanan dan risiko kerusakan dan penyakit bawang merah selama masa penyimpanan. Pada pola saluran pemasaran I, bawang merah diual pedagang pengirim kepada pedagang besar non lokal (Sumatra) dengan harga sebesar Rp 13.500 per kilogram. Pada pola saluran pemasaran II bawang merah dijual pedagang pengirim kepada pedagang besar non lokal (Jawa) juga dengan harga sebesar Rp 13.500 per kg. Dengan demikian fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengirim pada saluran pemasaran I dan II adalah fungsi pertukaran yaitu fungsi penjualan dan fungsi pembelian, fungsi fisik berupa fungsi penyimpanan serta fungsi fasilitas berupa fungsi penanggungan risiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar. 4.
Pedagang Besar Dalam melakukan fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian,
pedagang besar bekerjasama dengan satu orang pedagang pengirim yang berlokasi di Kelurahan Brebes. Dalam kegiatan pembelian, pedagang besar memesan jumlah yang dibutuhkan pada pedagang pengirim. Sistem penentuan harga dilakukan dengan sistem tawar menawar harga dan pemberian bonus antara pedagang besar dengan pedagang pengirim hingga tercapai harga kesepakatan. Setelah tercapai harga kesepakatan dan waktu pengiriman telah ditentukan, maka pedagang besar akan akan menyiapkan truk-truk pengangkut untuk dikirim ke gudang milik pedagang pengirim. Truk yang dikirim berkapasitas 7.000 kilogram bawang merah, dilengkapi
62
dengan penutup berupa terpal untuk menghindari kerusakan bawang merah akibat terkena air hujan. Untuk pengiriman ke daerah Sumatra seperti Palembang dan Jambi, seperti pada pola saluran pemasaran I truk diberangkatkan pada sore hari. Sedangkan untuk pengiriman ke daerah di Jawa Barat seperti Cirebon dan Majalengka, seperti pada pola saluran pemasaran II truk diberangkatkan pada malam hari. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan penyusutan bobot bawang merah akibat terjemur selama perjalanan. Pada pola saluran pemasaran I, setelah bawang merah sampai di gudang milik pedagang besar non lokal (Sumatra), maka dilakukan pembersihan bawang merah dari daun-daun yang masih melekat, sehingga dihasilkan bawang merah tanpa daun siap jual. Kegiatan pembersihan dilakukan bersamaan dengan kegiatan standarisasi dan grading. Tidak ada ukuran baku untuk standarisasi dan grading bawang merah. Kegiatan standarisasi dan grading hanya dilakukan untuk memisahkan bawang merah berukuran besar dengan bawang merah berukuran kecil berdasarkan penglihatan pekerja. Pembersihan dilakukan oleh 10 orang tenaga kerja dengan sistem pembayaran Rp 13.000 untuk setiap satu karung bawang merah dengan berat 50 kilogram. Setelah pembersihan selesai, bawang merah kembali ditimbang dan dikemas ke dalam karung untuk kemudian disimpan di gudang milik pedagang besar. Pada pola saluran pemasaran II, setelah bawang merah sampai di gudang milik pedagang besar non lokal (Jawa), hanya dilakukan kegiatan standarisasi dan grading untuk memisahkan bawang merah yang berukuran besar dengan bawang merah yang berukuran kecil, karena bawang merah yang dikirim sudah dalam bentuk bawang merah tanpa daun. Standarisasi dan grading dilakukan oleh 10 orang tenaga kerja dengan upah Rp 5.000 untuk setiap karung berkapasitas 50 kg bawang merah. Fungsi penanggungan risiko yang dilakukan oleh pedagang besar adalah penanggungan risiko adanya kecelakaan selama pengangkutan bawang merah hingga tiba di daerah tujuan, adanya keterlambatan waktu
63
pengiriman akibat kemacetan yang mengakibatkan penyusutan bobot bawang merah bertambah, dan risiko kerusakan dan penyakit bawang merah selama masa penyimpanan. Pada pola saluran pemasaran III, dalam kegiatan pembelian, pedagang besar lokal membeli hasil panen dari petani yang sudah dikeringkan dan dibersihkan dari daun yang melekat. Pedagang besar lokal memesan jumlah yang dibutuhkan pada petani. Sistem penentuan harga dilakukan dengan sistem tawar menawar harga antara pedagang besar lokal dengan petani hingga tercapai harga kesepakatan. Setelah tercapai harga kesepakatan petani akan mengirimkan bawang merah ke gudang milik pedagang besar lokal. Pengangkutan bawang merah dari gudang milik petani ke gudang milik pedagang besar lokal dilakukan dengan menggunakan mobil pick up berkapasitas 2.000 kilogram untuk satu kali pengangkutan. Setelah tiba di gudang milik pedagang besar lokal, maka dilakukan kegiatan standarisasi dan grading. Kegiatan standarisasi dan grading dilakukan untuk memisahkan bawang merah berukuran besar dengan bawang merah berukuran kecil. Standarisasi dan grading dilakukan oleh 3 orang tenaga kerja dengan sistem pembayaran Rp 5.000 untuk setiap satu karung bawang merah dengan berat 50 kilogram. Kemudian bawang merah kembali ditimbang, dikemas dan disimpan di gudang milik pedagang besar lokal. Informasi pasar mengenai harga yang akan ditawarkan diperoleh pedagang besar pada pola saluran pemasaran III dari sesama pedagang besar, harga yang terjadi di pasar, dari petani dan dari berita radio. Fungsi penanggungan risiko yang dilakukan oleh pedagang besar adalah penanggungan risiko kerusakan dan penyakit bawang merah selama masa penyimpanan. Dalam melakukan fungsi penjualan, pedagang besar menunggu pedagang pegecer yang datang untuk membeli bawang merah. Pedagang besar dan pedagang pengecer akan melakukan tawar menawar harga hingga mencapai harga kesepakatan. Sistem pembayaran dilakukan secara
64
tunai langsung pada saat pembelian bawang merah di gudang dan kios milik pedagang besar. Pada pola saluran pemasaran I dari pedagang besar non lokal (Sumatra) ke pedagang pengecer non lokal (Sumatra), bawang merah dijual dengan harga Rp 17.000 per kilogram. Pada pola saluran pemasaran II dari pedagang besar non lokal (Jawa) ke pedagang pengecer non lokal (Jawa) bawang merah dijual dengan harga Rp 14.500 per kilogram. Sedangkan dari pedagang besar lokal ke pedagang pengecer lokal pada pola saluran III bawang merah dijual dengan harga Rp 11.350 per kilogram. Dengan demikian fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang besar non lokal pada saluran pemasaran I adalah fungsi pertukaran yaitu fungsi penjualan dan fungsi pembelian, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan, fungsi penyimpanan, serta fungsi pengolahan dan fungsi fasilitas berupa fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan risiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang besar non lokal pada saluran pemasaran II adalah fungsi pertukaran yaitu fungsi penjualan dan fungsi pembelian, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan dan fungsi penyimpanan serta fungsi fasilitas berupa fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan risiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar. Sedangkan fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang besar lokal pada saluran pemasaran III adalah fungsi pertukaran berupa fungsi penjualan dan fungsi pembelian, fungsi fisik berupa fungsi penyimpanan serta fungsi fasilitas berupa fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan risiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar. 5.
Pedagang Pengecer Pada pola saluran pemasaran III, dalam kegiatan pembelian
pedagang pengecer lokal membeli langsung jumlah yang dibutuhkan pada pedagang besar lokal. Sistem penentuan harga dilakukan dengan sistem tawar menawar harga antara pengecer lokal dengan pedagang besar lokal
65
hingga tercapai harga kesepakatan. Setelah tercapai harga kesepakatan pedagang pengecer lokal akan mengangkut bawang merah dengan menggunakan sepeda motor ke kios milik pedagang pengecer. Pada pola saluran pemasaran IV, dalam kegiatan pembelian pedagang pengecer membeli langsung jumlah yang dibutuhkan pada petani. Sistem penentuan harga dilakukan dengan sistem tawar menawar antara pedagang pengecer lokal dengan petani hingga tercapai harga kesepakatan. Setelah tercapai harga kesepakatan, pedagang pengecer lokal akan mengangkut bawang merah ke kios miliknya dengan menggunakan sepeda motor. Setelah bawang merah sampai di kios milik pedagang pengecer lokal, maka pedagang pengecer lokal akan melakukan kegiatan standarisasi dan grading. Kegiatan standarisasi dan grading dilakukan pedagang pengecer lokal untuk memisahkan bawang merah yang berukuran besar dengan bawang merah yang berukuran kecil. Standarisasi dan grading dilakukan pedagang pengecer lokal tanpa standar ukuran yang jelas, hanya berdasarkan penglihatan pedagang pengecer lokal. Dalam melakukan fungsi penjualan, pedagang pengecer lokal menunggu konsumen lokal yang datang untuk membeli bawang merah. Pedagang pengecer dan konsumen lokal akan melakukan tawar menawar mengenai harga hingga mencapai kesepakatan. Sistem pembayaran dilakukan secara tunai langsung pada saat pembelian bawang merah di kios milik pedagang pengecer lokal. Fungsi penanggungan risiko yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah penanggungan risiko kerusakan dan penyakit bawang merah selama masa penyimpanan dan risiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar. Pada pola saluran pemasaran III, dari pedagang pengecer lokal ke konsumen lokal bawang merah dijual dengan harga Rp 12.500 per kilogram. Pada pola saluran pemasaran IV, dari pedagang pengecer lokal ke konsumen lokal bawang merah dijual dengan harga Rp 12.500 per kilogram.
66
Dengan demikian fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengecer lokal pada saluran pemasaran III dan IV adalah fungsi pertukaran yaitu fungsi penjualan dan fungsi pembelian, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan dan fungsi penyimpanan serta fungsi fasilitas berupa fungsi penanggungan risiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar. 6.3.
Struktur Pasar Struktur merupakan karakteristik yang menggambarkan kondisi suatu
pasar dalam hal jumlah penjual dan pembeli, keadaan produk atau komoditi yang dijual dalam pasar, kemudahan dalam keluar dan masuk pasar, serta bagaimana pelaku pasar dapat memperoleh informasi pasar yang dibutuhkan dalam transaksi dan kegiatan pertukaran yang terjadi di dalam pasar. Struktur pasar dan perilaku pasar yang nantinya akan memperlihatkan bagaimana keragaan pemasaran sehariharinya. 1.
Jumlah Penjual dan Pembeli Petani responden di Kelurahan Brebes berjumlah 30 orang, Jumlah
petani ini akan berhadapan dengan pedagang pengumpul yang hanya berjumlah 10 orang. Selanjutnya pedagang pengumpul akan menjual bawang merah yang telah dikumpulkan ke pedagang pengirim yang berjumlah 4 orang yang akan menjual bawang merah ke pedagang besar non lokal di daerah Jawa tengah dan Jawa Barat dan ke pedagang besar di daerah Palembang dan Jambi. Pedagang pengirim dalam menjual bawang merah asal Brebes ini bersaing dengan pedagang pengirim lainnya dari berbagai daerah di Jawa Tengah dan Jawa Barat seperti Majalengka, Cirebon, dan daerah lainnya. Pedagang besar yang terlibat sebagai responden dalam kegiatan pemasaran komoditas bawang merah baik di pasar lokal maupun di pasar non lokal berjumlah 5 orang. Pedagang besar lokal dan pedagang besar non lokal juga akan bersaing dengan pedagang besar lainnya untuk menjual bawang merah ke pedagang pengecer. Pedagang besar ini akan berhadapan dengan pedagang pengecer yang jumlahnya banyak dan tersebar di berbagai tempat.
67
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 30 orang petani responden tersebut, dapat dilihat bahwa pasar komoditas bawang merah terkonsentrasi pada saluran pemasaran I yaitu dengan volume sebesar 83,26 persen yang dilakukan oleh 22 orang petani responden yang berarti bahwa pola saluran pemasaran I menguasai pangsa pasar yang lebih besar daripada pola saluran pemasaran lainnya. 2.
Keadaan Produk Bawang merah yang dihasilkan petani Kelurahan Brebes beragam
dari segi harga jual, tergantung kualitas dan ukuran bawang merah tersebut dan hasil tawar-menawar yang dilakukan antar masing-masing lembaga pemasaran. Pada pola saluran pemasaran I dari petani hingga ke pedagang besar non lokal (Sumatra) bawang merah dikirim dalam bentuk bawang merah dengan daun dan homogen, dalam arti tidak dibedakan berdasarkan ukurannya. Penjualan bawang merah dalam bentuk bawang merah dengan daun bertujuan untuk memudahkan dalam penghitungan jumlah ikatan untuk memastikan jumlah yang dikirim oleh pedagang pengirim sesuai dengan jumlah yang diterima oleh pedagang besar non lokal (Sumatra). Dari pedagang besar non lokal hingga ke konsumen akhir, bawang merah yang diperdagangkan berbentuk bawang merah tanpa daun dan telah dibedakan berdasarkan ukuran besar kecilnya. Pada pola saluran pemasaran II dari petani hingga ke pedagang pengumpul bawang merah yang dijual berbentuk bawang merah dengan daun. Sedangkan dari pedagang pengumpul hingga ke konsumen bawang merah yang dijual berbentuk bawang merah tanpa daun. Bawang merah yang diperdagangkan dari petani hingga pedagang besar non lokal tidak dibedakan berdasarkan ukurannya atau homogen, sedangkan dari pedagang besar non lokal hingga ke konsumen akhir, bawang merah yang diperdagangkan dibedakan beradasarkan ukurannya. Pada pola saluran pemasaran III dari petani ke pedagang besar lokal bawang merah dijual dalam bentuk bawang merah tanpa daun dan
68
tidak dibedakan berdasarkan ukurannya, sedangkan dari pedagang besar lokal hingga ke konsumen akhir bawang merah juga dijual dalam bentuk bawang merah tanpa daun namun telah dibedakan berdasarkan ukurannya. Pada pola saluran pemasaran IV, dari petani hingga ke konsumen akhir bawang merah dijual dalam bentuk bawang merah tanpa daun. Dari petani hingga ke pedagang pengecer, bawang merah yang diperdagangkan tidak dibedakan berdasarkan ukurannya, sedangkan dari pedagang pengecer hingga ke konsumen akhir, bawang merah dibedakan berdasarkan ukurannya. Pada dasarnya tidak ada ukuran yang baku dalam penentuan ukuran dalam kegiatan standarisasi dan grading bawang merah, pembedaan ini tergantung dari ukuran dan pandangan yang diterapkan oleh masing-masing pedagang. 3.
Syarat Keluar Masuk Pasar Pada dasarnya, ada beberapa hambatan yang mempengaruhi
kebebasan bagi pelaku pasar untuk keluar dan masuk pasar. Bagi petani, hambatan masuk pasar tergolong relatif rendah, karena kebutuhan modal dalam menjalankan kegiatan usahatani bawang merah terhitung lebih rendah daripada kebutuhan modal pelaku pemasaran lainnya. Kebutuhan modal petani bawang merah untuk lahan seluas 0,5 Ha hanya sekitar Rp 22.000,000 dengan jumlah produksi 4.000 kilogram bawang merah. Sedangkan di tingkat pedagang pengumpul hambatan untuk keluar masuk pasar lebih besar, karena dibutuhkan modal yang besar untuk dapat membeli bawang merah dalam jumlah besar dan menyimpannya untuk jangka waktu tertentu pada saat harga bawang merah di tingkat petani lebih tinggi daripada di tingkat pedagang pengirim. Selain itu pedagang pengumpul dan pedagang pengirim juga memerlukan modal untuk menanggung biaya-biaya pemasaran. Pedagang pengumpul yang ada di Kelurahan Brebes umumnya telah memiliki keterikatan dengan petani sebagai produsen bawang merah dan dengan pedagang pengirim sebagai pembeli bawang merah yang dijual oleh pedagang pengumpul. Hal
69
tersebut juga menjadi hambatan bagi pedagang pengumpul untuk keluar dan masuk pasar. Bagi pedagang pengirim hambatan keluar dan masuk pasar juga besar. Hal tersebut disebabkan karena untuk menjadi pedagang pengirim memerlukan modal yang besar untuk dapat membeli bawang merah dalam jumlah yang sangat besar. Selain itu, pedagang pengirim yang ada di Kelurahan Brebes telah memiliki keterikatan dengan pedagang pengumpul sebagai pemasok bawang merah dan dengan pedagang besar sebagai pembeli bawang merah yang dijual oleh pedagang pengirim. Di tingkat pedagang besar, hambatan masuk pasar juga tergolong tinggi, karena besarnya modal yang dibutuhkan oleh pedagang besar untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran terutama fungsi pertukaran untuk membeli bawang merah dalam jumlah besar dan untuk melakukan fungsi fisik seperti penyimpanan dan pengangkutan. Fungsi pengangkutan bagi pedagang besar terutama yang berada di luar Jawa membutuhkan modal yang sangat besar, karena seluruh biaya dalam proses pengangkutan bawang merah dari daerah asalnya di Brebes hingga ke daerah tujuan membutuhkan biaya yang besar dengan risiko yang besar pula. Modal lainnya yang dibutuhkan oleh pedagang besar adalah biaya tenaga kerja. Selain itu pedagang besar juga memiliki keterikatan dengan pedagang pengirim sebagai pemasok bawang merah. Bagi pedagang pengecer hambatan masuk pasar sangat rendah, karena pembelian dilakukan dalam jumlah kecil, yaitu kurang dari 300 kilogram sehingga modal yang dibutuhkan pun relatif kecil. Pedagang pengecer tidak memiliki keterikatan dengan pedagang besar, sehingga pedagang pengecer dapat membeli bawang merah yang akan dijualnya dari pedagang besar lain. 4.
Sumber Informasi Pasar Dalam kegiatan pemasaran bawang merah, informasi pasar utama
yang paling diperlukan adalah informasi harga, karena harga bawang merah yang cenderung fluktuatif membuat pelaku pasar harus terus
70
mendapatkan informasi terbaru mengenai harga agar tidak dirugikan dalam transaksi-transaksi yang dilakukan dengan pelaku pasar lain. Informasi pasar mengenai harga yang akan ditawarkan pada saat memasarkan bawang merah diperoleh petani dari sesama petani, pedagang yang ada di pasar lokal dan dari berita di radio lokal. Petani tidak memerlukan biaya untuk mendapatkan informasi pasar mengenai harga bawang merah. Informasi pasar mengenai harga yang akan ditawarkan oleh pedagang pengumpul diperoleh pedagang pengumpul dari sesama pedagang pengumpul, dari petani produsen dan dari pedagang yang ada di pasar lokal. Untuk dapat mendapatkan informasi pasar mengenai harga yang berlaku, pedagang pengumpul tidak memerlukan biaya. Pedagang pengirim memperoleh informasi pasar mengenai harga yang akan ditawarkan dari sesama pedagang pengirim, pedagang yang ada di pasar lokal dan dari pedagang besar di daerah tujuan penjualan. Untuk dapat mengetahui harga yang berlaku di pasar di daerah tujuan, pedagang pengirim aktif mencari informasi melalui pedagang besar langganannya di daerah tujuan pengiriman. Informasi pasar mengenai harga yang akan ditawarkan diperoleh pedagang besar dari sesama pedagang besar, harga yang terjadi di pasar dan dari pedagang pengirim. Pada pola saluran pemasaran III informasi pasar mengenai harga diperoleh dari sesama pedagang besar, harga yang terjadi di pasar dan dari petani. Informasi pasar mengenai harga yang akan ditawarkan diperoleh pedagang pengecer dari harga yang terbentuk di pasar dan dari pedagang besar. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan untuk masing-masing jenis struktur pasarnya, maka dapat disimpulkan bahwa struktur pasar yang terjadi di tingkat petani bawang merah di Kelurahan Brebes bersifat pasar persaingan sempurna karena banyaknya jumlah petani yang terlibat dalam kegiatan pemasaran bawang merah, dimana petani tidak dapat mempengaruhi harga dan petani bebas untuk keluar masuk pasar. produk yang dihasilkan petani bersifat homogen yang terlihat dari tidak adanya fungsi standarisasi dan grading yang dilakukan oleh petani. Pada saat penelitian dilakukan, responden petani bawang merah berjumlah 30 orang.
71
petani tidak memerlukan biaya untuk mendapatkan informasi mengenai harga. Karena banyaknya jumlah petani yang terlibat dalam kegiatan pemasaran, maka kedudukan petani dalam sistem pemasaran sangat lemah, petani hanya bertindak sebagai price taker. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul di Kelurahan Brebes adalah oligopoli karena jumlah penjual dan pembeli yang terlibat dalam kegiatan pemasaran bawang merah pada tingkat pedagang pengumpul sedikit. Terdapat hambatan bagi pedagang lain untuk memasuki pasar pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul memiliki keterikatan dengan petani. Setiap pedagang pengumpul telah memiliki petani langganan. Jumlah pedagang pengumpul di Kelurahan Brebes lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah petani. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengirim di Kelurahan Brebes adalah oligopoli karena jumlah penjual dan pembeli yang terlibat dalam kegiatan pemasaran bawang merah pada tingkat pedagang pengirim sedikit. Terdapat hambatan bagi pedagang lain untuk memasuki pasar pedagang pengirim. Pedagang pengirim memiliki keterikatan dengan pedagang pengumpul. Setiap pedagang pengirim telah memiliki pedagang pengumpul langganan. Jumlah pedagang pengirim di Kelurahan Brebes lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pedagang pengumpul. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang besar di Kelurahan Brebes dan di luar Kelurahan Brebes adalah oligopoli karena jumlah penjual dan pembeli yang terlibat dalam kegiatan pemasaran bawang merah pada tingkat pedagang besar sedikit. Terdapat hambatan bagi pedagang lain untuk memasuki pasar pedagang besar. Pedagang besar memiliki keterikatan dengan pedagang pengirim dan dengan petani. Setiap pedagang besar telah memiliki pedagang pengirim dan petani langganan. Bawang merah yang dijual oleh pedagang besar bersifat heterogen, karena pedagang besar melakukan fungsi standarisasi dan grading pada bawang merah yang akan dijualnya, sehingga bawang merah yang dijual dibedakan berdasarkan ukuran besar dan kecilnya.
72
Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer adalah pasar persaingan monopolistik. Jumlah penjual dan pembeli yang terlibat dalam kegiatan pemasaran bawang merah di tingkat pedagang pengecer banyak. Bawang merah yang dijual di tingkat pedagang pengecer bersifat heterogen, karena dibedakan berdasarkan ukuran besar dan kecilnya. Hambatan keluar dan masuk pasar pada pasar yang dihadapi pedagang pengecer relatif mudah, karena tidak adanya hambatan bagi pedagang pengecer lain untuk memasuki pasar. 6.4.
Perilaku Pasar Perilaku pasar dapat dilihat dari sistem penentuan harga dan pembayaran
yang terjadi diantara masing-masing lembaga pemasaran serta kerjasama yang terjadi antar lembaga pemasaran yang terlibat dalam rantai tataniaga. 1.
Sistem Penentuan Harga dan Pembayaran Pada umumnya, sistem penentuan harga yang terjadi baik di
tingkat petani hingga pedagang pengecer adalah sistem tawar menawar antar lembaga pemasaran tersebut, namun sebenarnya harga terbentuk dari hasil penyesuaian terhadap harga yang berlaku di tingkat pedagang pengecer. Harga yang berlaku di tingkat pedagang pengecer adalah harga yang berlaku umum di pasar, dimana tingkat persaingan pasar sangat tinggi dan harga sangat bergantung pada volume bawang merah yang ada di pasar dan jumlah pembelian konsumen pada saat itu. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap lembaga pemasaran menghadapi harga yang telah ditetapkan oleh lembaga pemasaran lain yang berada di atasnya, sehingga baik petani maupun lembaga pemasaran lainnya hanya bertindak sebagai penerima harga (price taker). Sistem pembayaran bawang merah dari pedagang pengumpul ke petani yaitu dengan sistem pembayaran sebagian terlebih dahulu. Pedagang pengumpul biasanya membayar sebagian dari hasil tebasan yang diperkirakannya pada saat memperkirakan jumlah bawang merah yang akan dipanen di lahan petani, dan membayar sebagian sisanya setelah selesai melakukan panen dan mengangkut bawang merah ke gudang 73
miliknya. Dari pedagang pengumpul, bawang merah dijual kembali ke pedagang pengirim. Sistem pembayaran oleh pedagang pengirim juga hampir sama dengan pembayaran oleh pedagang pengumpul. Bawang merah yang dibeli oleh pedagang pengirim dibayar sebagiannya pada saat bawang merah tiba di gudang pedagang pengirim dan sisanya setelah pedagang pengirim mendapatkan bayaran dari pedagang besar yang akan membeli kembali bawang merah tersebut. Sistem pembayaran yang berlaku dari pedagang besar ke pedagang pengirim adalah sistem pembayaran yang disepakati oleh kedua pihak, yaitu dibayar dengan sistem sebagian pada saat bawang merah akan dikirim oleh pedagang pengirim dan sebagian pada saat bawang merah telah tiba di daerah tujuan pengiriman. Untuk pedagang besar ke pedagang pengecer, pembelian dilakukan secara tunai karena jumlah pembeliannya yang relatif kecil. 2.
Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran Kerjasama antara sesama pelaku pemasaran bawang merah baik di
tingkat pedagang pengumpul, pedagang pengirim, pedagang besar maupun pedagang pengecer sangat baik. Pola saluran pemasaran yang terbentuk umumnya telah berjalan untuk jangka waktu yang lama, karena pelaku pemasaran menganggap kerjasama secara berkelanjutan akan lebih menguntungkan dibanding bekerjasama dengan pelaku pasar yang berbeda dalam setiap penjualan. Bekerjasama dengan pelaku pemasaran yang sama dapat mengurangi pengeluaran pelaku pemasaran dalam pengeluaran biaya berganti pemasok. Diantara sesama pedagang dalam satu tingkat pemasaran tidak ditemui adanya kerjasama dalam penentuan harga jual. Harga jual yang terjadi di pasar terbentuk secara alami mengikuti hukum permintaan dan penawaran. Jika penawaran bawang merah di pasar tinggi sedangkan permintaan rendah, maka harga jual bawang merah di pasar akan rendah. Hal ini terjadi pada saat musim panen bawang merah. Sebaliknya jika tingkat permintaan tinggi dengan penawaran yang terbatas maka harga jual
74
yang terbentuk di pasar akan naik tanpa adanya kesepakatan diantara pelaku pemasaran yang terlibat. Di antara sesama pedagang pengecer juga tidak ditemui adanya kerjasama baik dalam hal pembelian maupun penjualan kembali. Masing-masing pedagang pengecer membeli dan menjual bawang merah di pasar secara individual. 6.5.
Analisis Efisiensi Pemasaran 1.
Analisis Margin Pemasaran Margin pemasaran merupakan selisih harga yang dibayarkan
konsumen dengan harga yang diterima oleh petani produsen. Selisih harga tersebut memperlihatkan total biaya yang dikeluarkan oleh pelaku pemasaran, serta keuntungan, jasa dan peningkatan nilai tambah yang dilakukan oleh pelaku pemasaran yang terlibat. Analisis margin pemasaran digunakan untuk melihat tingkat efisiensi teknik pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes. Analisis margin pemasaran bawang merah pada saat dilakukan penelitian dapat dilihat pada Tabel 12. Dari Tabel 12 terlihat bahwa komponen dari pemasaran adalah biaya pemasaran, dan keuntungan pemasaran. Biaya pemasaran dalam hal ini adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran dalam memasarkan bawang merah dari Kelurahan Brebes hingga ke konsumen akhir. Biaya pemasaran tersebut meliputi biaya tenaga kerja (untuk pemanenan, pembersihan, penjemuran, sortasi, standarisasi dan grading, pengemasan dan pengangkutan), penyusutan dan transportasi. Sedangkan keuntungan pemasaran merupakan selisih antara harga jual dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran yang terlibat. Harga jual petani untuk komoditas bawang merah di Kelurahan Brebes berbeda untuk setiap saluran pemasarannya. Hal tersebut terjadi karena harga penjualan tergantung dari jumlah pembelian yang dilakukan oleh lembaga pemasaran. Pedagang yang membeli dalam jumlah besar akan mendapat harga yang lebih murah per kilogramnya dibandingkan dengan pedagang yang membeli dalam jumlah kecil. Selain itu perbedaan 75
harga tersebut juga dipengaruhi oleh fungsi-fungsi yang dilakukan oleh petani di masing-masing saluran pemasarannya. Tabel 10 Analisis Margin Pemasaran Bawang Merah pada Bulan FebruariMaret 2011 di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes Keterangan
Pola I Rp/Kg
Pola II
Pola III
Pola IV
%
Rp/Kg
%
Rp/Kg
%
Petani Biaya Pemasaran 0 - Harga Jual 9.800,00 Pedagang Pengumpul
0 56,00
0 9.800,00
0 65,33
417,50 10.300,00
-
Harga Beli
9.800,00
56,00
9.800,00
65,33
-
-
-
-
-
Biaya Keuntungan Margin Harga Jual
267,50 2.432,50 2.700,00 12.500,00
1,53 13,90 15,43 71,43
427,50 2.272,50 2.700,00 12.500,00
2,85 15,15 18,00 83,33
-
-
-
-
12.500,00 852,86 147,10 1.000,00 13.500,00
71,43 4,87 0,84 5,71 77,14
12.500,00 112,86 887,14 1.000,00 13.500,00
83,33 0,75 5,91 6,67 90,00
-
-
-
-
13.500,00 728,57 2.771,43 3.500,00 17.000,00
77,14 4,16 15,84 20,00 97,14
13.500,00 100,00 900,00 1.000,00 14.500,00
90,00 0,67 6,00 6,67 96,67
10.300,00 100,00 950,00 1.050,00 11.350,00
82,40 0,80 7,60 8,40 90,80
-
-
3,34 82,40
Rp/Kg
%
464,16 10.850,00
3,71 86,80
Pedagang Pengirim -
Harga Beli Biaya Keuntungan Margin Harga Jual
Pedagang Besar -
Harga Beli Biaya Keuntungan Margin Harga Jual
Pedagang Pengecer -
Harga Beli
17.000,00
97,14
14.500,00
96,67
11.350,00
90,80
10.850,00
86,80
-
Biaya Keuntungan Margin Harga Jual
233,30 266,70 500,00 17.500,00
1,33 1,52 2,86 100,00
150,00 350,00 500,00 15.000,00
1,00 2,33 3,33 100,00
166,67 983,33 1.150,00 12.500,00
1,33 7,87 9,20 100,00
233,34 1.416,67 1.650,00 12.500,00
1,87 11,33 13,20 100,00
2.082,23 5.617,73
11,90 32,10
790,36 4.409,64
5,27 29,40
684,17 1.933,33
5,47 15,47
697,50 1.416,67
5,58 11,33
7.700,00
44,00
5.200,00
34,67
2.200,00
17,60
1.650,00
13,20
Total Biaya Total Keuntungan Total Margin
Sumber : Data Primer diolah, 2011 *=Persentase terhadap harga di tingkat pedagang pengecer **=Informasi margin pedagang pengecer pada pola saluran pemasaran I dan II diperoleh dari hasil wawancara melalui telepon
76
Pada pola saluran pemasaran I dan II, seluruh kegiatan panen dan pasca panen dilakukan oleh pedagang pengumpul, sehingga seluruh biaya yang seharusnya dikeluarkan petani untuk melakukan fungsi tersebut diambil alih oleh pedagang pengumpul sehingga harga jual bawang merah petani ke pedagang pengumpul pun menjadi lebih rendah. Sedangkan pada pola saluran pemasaran III dan IV, petani melakukan sendiri kegiatan pasca panennya, sehingga biaya untuk melakukan fungsi tersebut ditanggung oleh petani yang menyebabkan harga jual bawang merah pun meningkat. Berdasarkan total margin yang diperoleh pedagang perantara, pola saluran pemasaran I memiliki margin pemasaran terbesar yaitu 44,00 persen dari harga jual pedagang pengecer yang kemudian diikuti oleh pola saluran pemasaran II dan pola saluran pemasaran III yaitu sebesar 34,67 persen dan 17,60 persen dari harga jual pedagang pengecer. Pola saluran pemasaran I memiliki margin yang paling besar diantara pola saluran pemasaran yang lain, hal ini disebabkan karena pola saluran pemasaran I memiliki saluran yang paling panjang dengan lokasi tujuan pemasaran yang jauh dari tempat asal bawang merah diproduksi. Selain itu, konsumen akhir dari produk bawang merah di jalur pemasaran I bukan penduduk lokal daerah Brebes, melainkan penduduk di daerah Palembang dan Jambi sehingga pedagang dapat menjual komoditinya dengan harga yang lebih tinggi. Daerah Sumatra merupakan daerah potensial untuk memasarkan bawang merah, karena Sumatra memiliki potensi pasar yang besar dengan harga jual yang tinggi. Pola saluran pemasaran IV memiliki total margin terkecil yaitu hanya sebesar 13,20 persen dari harga jual pedagang pengecer. Hal ini disebabkan karena daerah tujuan pemasaran bawang merah dari pola saluran pemasaran ini hanya pedagang pengecer di pasar lokal Brebes yang dianggap cukup dekat dari lokasi penanaman bawang merah sehingga pedagang tidak menjual dengan harga yang tinggi. Selain itu, pola saluran pemasaran ini juga merupakan pola saluran pemasaran terpendek diantara pola saluran pemasaran yang lain. Pada pola saluran
77
pemasaran I, II dan III besarnya margin pemasaran ditentukan oleh jarak distribusi serta fungsi pemasaran yang dilakukan pedagang perantara. Berdasarkan hasil analisis margin pemasaran tersebut, pola saluran pemasaran IV merupakan pola saluran pemasaran yang paling efisien, karena memiliki total margin pemasaran paling kecil, yaitu sebesar Rp 1.650 atau sebesar 13,20 persen dari harga jual di tingkat pedagang pengecer. Biaya pemasaran merupakan total keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan oleh lembaga pemasaran untuk untuk melakukan fungsi pemasaran dengan tujuan menyalurkan bawang merah dari produsen hingga ke konsumen akhir. Biaya pemasaran terbesar yang dikeluarkan yaitu pada pola saluran pemasaran I yaitu sebesar Rp 2.082,23 per kilogram atau sebesar 11,90 persen dari harga jual pedagang pengecer. Pada pola saluran pemasaran II dan III biaya pemasaran yang dikeluarkan yaitu sebesar Rp 790,36 dan Rp 684,17 per kilogram atau sebesar 5,27 persen dan 5,47 persen dari harga jual pedagang pengecer. Biaya pada pola saluran pemasaran IV yaitu sebesar Rp 697,50 per kilogram atau sebesar 5,58 persen dari harga jual di tingkat pedagang pengecer. Berdasarkan keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran, pola saluran pemasaran I memiliki keuntungan terbesar yaitu Rp 5.167,73 per kilogram, karena pola saluran pemasaran ini memiliki saluran pemasaran terpanjang dan konsumen akhirnya bukan merupakan konsumen lokal. Keuntungan terkecil terdapat pada pola saluran pemasaran IV, yaitu sebesar Rp 1.416,67 per kilogram. Hal ini terjadi karena selain saluran pemasarannya yang pendek, konsumen akhir dari pola saluran pemasaran ini adalah penduduk lokal, sehingga keuntungan yang diambil pedagang tidak besar. 2.
Analisis Farmer’s Share Farmer’s share adalah perbandingan harga yang diterima petani
dengan harga yang diterima oleh konsumen akhir yang biasa dinyatakan dengan persentase. Farmer’s share berhubungan negatif dengan margin
78
pemasaran, artinya semakin tinggi margin pemasaran maka bagian yang akan diterima petani akan semakin rendah. Farmer’s share merupakan bagian yang diperoleh petani sebagai bayaran atas kegiatan yang dilakukan dalam usahatani bawang merah. Farmer’s share yang diterima petani pada saluran pemasaran bawang merah dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 11
Farmer’s Share pada Saluran Pemasaran Bawang Merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes
Pola Saluran Pemasaran Pola I Pola II Pola III Pola IV
Harga di Tingkat Harga di Tingkat Petani (Rp/Kg) Konsumen (Rp/Kg) 9.800,00 17.500,00 9.800,00 15.000,00 10.300,00 12.500,00 10.850,00 12.500,00
Farmer’s Share (%) 56,00 65,33 82,40 86,80
Sumber : Data Primer diolah, 2011
Farmer’s share yang diterima petani pada pola saluran pemasaran I yaitu sebesar 56,00 persen. Farmer’s share sebesar 56,00 persen berarti bahwa bagian yang diterima oleh petani sebesar 56,00 persen dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Pola saluran pemasaran ini memiliki farmer’s share terkecil diantara pola saluran pemasaran lainnya karena pola saluran pemasaran ini merupakan pola saluran pemasaran terpanjang jika dilihat dari jumlah lembaga pemasaran yang terlibat dan daerah tujuan pemasaran. Pada pola saluran pemasaran ini, petani hanya melakukan sedikit fungsi pemasaran. Fungsi pemasaran pada pola saluran pemasaran ini sebagian besar dilakukan oleh pedagang perantara yang terlibat. Pada pola saluran pemasaran II farmer’s share yang diterima petani sebesar 65,33 persen, sedangkan pada pola saluran pemasaran III sebesar 82,40 persen dan pada pola saluran pemasaran IV sebesar 86,80 persen dari harga jual pedagang pengecer. Pola saluran pemasaran IV merupakan pola saluran pemasaran dengan farmer’s share tertinggi dibandingkan dengan pola saluran pemasaran lainnya. Hal ini disebabkan karena pola saluran pemasaran IV merupakan pola dengan saluran pemasaran terpendek jika dilihat dari jumlah lembaga pemasaran yang terlibat dan pasar tujuan. Dari farmer’s share tersebut, terlihat bahwa pola 79
saluran pemasaran IV merupakan saluran pemasaran yang paling menguntungkan bagi petani karena memiliki nilai farmer’s share terbesar. 3.
Analisis Rasio Keuntungan Biaya Biaya pemasaran merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan
oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan penyaluran bawang merah dari petani hingga ke konsumen akhir yang dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram. Sedangkan keuntungan pemasaran merupakan selisih antara margin pemasaran dengan biaya yang dikeluarkan selama kegiatan pemasaran. Pada pola saluran pemasaran I, total biaya yang dikeluarkan yaitu sebesar Rp 2.082,23 per kilogram. Perhitungan komponen biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran pada saluran I dapat dilihat pada Lampiran 1. Biaya pemasaran terbesar pada pola saluran pemasaran I ditanggung oleh pedagang pengirim yaitu sebesar Rp 852,86 per kilogram dan biaya pemasaran terendah ditanggung oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 233,30 per kilogram. Sedangkan keuntungan terbesar diperoleh pedagang besar non lokal (Sumatra) yaitu sebesar Rp 2.771,43 per kilogram dan keuntungan terkecil diperoleh pedagang pengirim yaitu sebesar Rp 147,10 per kilogram. Pada pola saluran pemasaran II, total biaya yang dikeluarkan yaitu sebesar Rp 790,36 per kilogram. Perhitungan komponen biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran pada pola saluran pemasaran II dapat dilihat pada Lampiran 2. Biaya pemasaran terbesar pada pola saluran pemasaran II ditanggung oleh pedagang pengumpul yaitu sebesar Rp 427,50 per kilogram dan biaya pemasaran terendah ditanggung oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 150,00 per kilogram. Sedangkan keuntungan terbesar diperoleh pedagang pengumpul yaitu sebesar Rp 2.272,50 per kilogram dan keuntungan terkecil diperoleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 350,00 per kilogram. Pada pola saluran pemasaran III, total biaya yang dikeluarkan yaitu sebesar Rp 266,67 per kilogram. Perhitungan komponen biaya yang
80
dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran pada pola saluran pemasaran I dapat dilihat pada Lampiran 3. Biaya pemasaran terbesar pada pola saluran pemasaran III ditanggung oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 166,67
per kilogram dan biaya pemasaran terendah
ditanggung oleh pedagang besar yaitu sebesar Rp 100 per kilogram. Sedangkan keuntungan terbesar diperoleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 983,33 per kilogram dan keuntungan terkecil diperoleh pedagang besar yaitu sebesar Rp 950 per kilogram. Pada pola saluran pemasaran IV, total biaya yang dikeluarkan yaitu sebesar Rp 233,33 per kilogram. Perhitungan komponen biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran pada pola saluran pemasaran I dapat dilihat pada Lampiran 4. Sedangkan keuntungan dalam kegiatan pemasaran hanya diperoleh pedagang pengecer, karena pedagang pengecer
merupakan
satu-satunya
lembaga
pemasaran
yang
menghubungkan antara petani dengan konsumen akhir. Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa total rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran bawang merah terbesar terdapat pada pola saluran pemasaran III yaitu sebesar 7,25. Rasio 7,25 berarti untuk setiap Rp 100 per kilogram biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran tersebut akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 725 per kilogram bawang merah. Rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran terbesar pada pola saluran pemasaran III diperoleh pedagang besar, yaitu sebesar 9,50.
81
Tabel 12 Rasio Keuntungan dan Biaya pada Saluran Pemasaran Bawang Merah di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes Tahun 2011 Lembaga Pemasaran
1
Saluran Pemasaran 2 3
4
Pedagang Pengumpul Li (Rp/Kg)
2.432,50
2.272,50
-
-
Ci (Rp/Kg)
267,50
427,50
-
-
Rasio Li/Ci
9,09
5,32
-
-
Pedagang Pengirim Li (Rp/Kg)
147,10
887,14
-
-
Ci (Rp/Kg)
852,86
112,86
-
-
Rasio Li/Ci
0,17
7,86
-
-
Pedagang Besar Li (Rp/Kg)
2.771,43
900,00
950,00
-
Ci (Rp/Kg)
728,57
100,00
100,00
-
Rasio Li/Ci
3,80
9,00
9,50
-
Pedagang Pengecer Li (Rp/Kg)
266,70
350,00
983,33
1.416,67
Ci (Rp/Kg)
233,30
150,00
166,67
233,33
Rasio Li/Ci
1,14
2,33
5,90
6,07
Total Li (Rp/Kg)
5.617,73
4.409,64
1.933,33
1.416,67
Ci (Rp/Kg)
2.082,23
790,36
266,67
233,33
Rasio Li/Ci
2,70
5,58
7,25
6,07
Sumber : Data Primer diolah, 2011 Keterangan :
Li : Keuntungan Lembaga Pemasaran Ci : Biaya Pemasaran
Pada pola saluran pemasaran I rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran terbesar diperoleh pedagang pengumpul, yaitu sebesar 9,09. Pada pola saluran pemasaran II rasio keuntungan terhadap biaya terbesar diperoleh pedagang besar yaitu sebesar 9,00. Pada pola saluran pemasaran III, rasio keuntungan terhadap biaya terbesar diperoleh pedagang besar, yaitu sebesar 9,50. Sedangkan pada pola saluran pemasaran IV rasio keuntungan terhadap biaya terbesar diperoleh pedagang pengecer yaitu sebesar 6,07. Berdasarkan nilai rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran tersebut dapat disimpulkan bahwa pola saluran pemasaran
82
bawang merah tersebut tidak memberikan keuntungan yang merata pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Berdasarkan identifikasi saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes, terdapat empat pola saluran pemasaran. Analisis margin pemasaran menunjukkan bahwa pola saluran pemasaran IV merupakan pola saluran pemasaran yang memiliki nilai margin pemasaran terkecil, yaitu sebesar Rp 1.650 atau sebesar 13,20 persen dari harga jual di tingkat pedagang pengecer sehingga pola saluran pemasaran IV dianggap sebagai pola saluran pemasaran paling efisien. Farmer’s share juga dapat dijadikan sebagai indikator efisiensi pemasaran. Berdasarkan hasil analisis farmer’s share, farmer’s share yang diterima petani terbesar terdapat pada pola saluran pemasaran IV yaitu sebesar 86,80 persen dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Berdasarkan hasil perhitungan farmer’s share tersebut dapat disimpulkan bahwa pola saluran pemasaran IV merupakan pola saluran pemasaran yang paling menguntungkan bagi petani. Berdasarkan hasil analisis rasio keuntungan terhadap biaya, pola saluran pemasaran III memiliki rasio keuntungan terhadap biaya terbesar, yaitu sebesar 7,25. Berdasarkan analisis efisiensi tataniaga yang dilakukan terhadap empat pola saluran pemasaran bawang merah yang terjadi di Kelurahan Brebes, dapat disimpulkan bahwa pola saluran pemasaran IV merupakan pola saluran pemasaran yang paling efisien karena memiliki margin pemasaran peling kecil, farmer’s share paling besar, dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang cukup besar dibandingkan dengan pola saluran pemasaran lainnya. Namun pada pola saluran pemasaran IV, jumlah petani responden yang terlibat dalam kegiatan pemasaran relatif sedikit dibandingkan dengan jumlah petani responden pada pola saluran pemasaran I. Volume produk yang dipasarkan pada pola saluran pemasaran IV berjumlah kecil, sehingga nilai keuntungan total yang diperoleh petani dan lembaga pemasaran lainnya relatif sedikit. Pola saluran pemasaran yang dianggap lebih menguntungkan bagi petani dan lembaga pemasaran lainnya adalah pola saluran pemasaran I,
83
karena pada pola saluran pemasaran I petani dan lembaga pemasaran lainnya dapat menjual bawang merah dalam volume yang lebih besar sehingga menhasilkan keuntungan total yang lebih besar pula meskipun dengan margin pemasaran terbesar, farmer’s share terkecil dan rasio keuntungan terhadap biaya terkecil.
84