HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya
3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman yang tidak merata dimana banyak tanaman anggrek yang masih terlalu kecil. Bakteri patogen yang dipakai adalah bakteri Erwinia yang telah teridentifikasi (dalam laboratorium) baik jenis yaitu Erwinia carotovora, maupun jumlahnya. Bakteri tersebut juga telah teruji dapat menginfeksi (virulen) dan menyebabkan penyakit busuk lunak (soft-rot) pada umbi kentang (Gambar 1). Bakteri Erwinia carotovora memiliki aktivitas pektolitik yang kuat dan dapat menyebabkan penyakit busuk lunak (Agrios 1996).
A
B
Gambar 1. Uji virulensi Erwinia carotovora, A : Umbi kentang normal, B : Umbi kentang terinfeksi bakteri Erwinia carotovora Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan populasi, cara inokulasi, interaksi populasi dengan konsentrasi bakteri, dan interaksi populasi dengan cara inokulasi berpengaruh sangat nyata terhadap intensitas serangan penyakit busuk lunak pada Phalaenopsis. Hasil perlakuan tunggal konsentrasi bakteri, konsentrasi bakteri dengan cara inokulasi, dan populasi dengan konsentrasi bakteri dengan cara inokulasi tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan pada Phalaenopsis (Tabel 2).
Tabel 2 Hasil analisis sidik ragam perlakuan terhadap intensitas serangan Peubah Intensitas Serangan (%) Jenis Populasi
**
Konsentrasi Bakteri
tn
Cara Inokulasi
**
Jenis Populasi x Konsentrasi Bakteri
**
Jenis Populasi x Cara Inokulasi
**
Konsentrasi Bakteri x Cara Inokulasi
tn
Jenis Populasi x Konsentrasi Bakteri x Cara Inokulasi
tn
Keterangan : ** = sangat nyata, tn = tidak nyata pada α = 5 %
2.
Pengaruh Jenis Populasi Anggrek terhadap Intensitas Serangan Bakteri Erwinia carotovora Jenis populasi menunjukan pengaruh yang nyata terhadap intensitas
serangan penyakit. Populasi 508 merupakan populasi paling tidak tahan terhadap serangan bakteri Erwinia carotovora dengan rata-rata intensitas serangan sebesar 41.5%, dibandingkan dengan populasi 529, 655 dan 688 dengan rata-rata intensitas serangan berturut-turut 27.7%, 27.4% dan 26,5%. Berdasarkan tingkat ketahanan terhadap penyakit busuk lunak, populasi 508 merupakan populasi yang rentan sedangkan populasi 529, 655, dan 688 termasuk populasi yang agak rentan (Tabel 3). Berdasarkan kejadian penyakit setelah 10 hari pengamatan, menunjukkan bahwa bakteri Erwinia carotovora dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit busuk lunak pada tanaman Phalaenopsis sehingga sebagian besar tanaman terkena penyakit busuk lunak (98%-100%). Intensitas serangan dari masing-masing individu tanaman pada setiap populasi sangat bervariasi. Hal ini dapat dilihat pada setiap populasi kisaran intensitas serangan berbeda. Populasi 508 kisaran intensitas serangan antara 24.4% sampai 91.1%, sedangkan populasi 529, 655, dan 688 dengan kisaran intensitas serangan berturut-turut antara 8.9% sampai 77.8%, 0% sampai 77.8%, dan 0% sampai 77.8% (Tabel 3).
Tabel 3 Pengaruh jenis populasi terhadap intensitas serangan pada daun anggrek Phalaenopsis pada 10 hari pengamatan Jenis Kejadian Interval Rata-rata Tingkat Populasi Penyakit Intensitas Intensitas Ketahanan pada 10 Hsi Serangan Serangan (%) (%) (%) 508 100 24.4 – 91.1 41.5 a Rentan 529
100
20.0 – 77.8
27.7 b
Agak Rentan
655
99.0
0.0 – 77.8
27.4 b
Agak Rentan
688
98.3
0.0 – 77.8
26.5 b
Agak Rentan
Keterangan : Nilai pada baris perlakuan yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5%; Hsi : hari setelah inokulasi
Gejala penyakit yang disebabkan oleh Erwinia carotovora pada bibit anggrek dicirikan oleh terdapatnya bercak coklat kehitaman yang lunak, berlendir disertai bau yang khas (busuk) dan terus meluas pada masa inkubasi. Penyakit ini dapat menyebar dengan cepat karena pada bibit anggrek yang masih muda banyak terdapat jaringan lunak. Perlakuan dilakukan pada daun anggrek, akan tetapi dalam perkembangannya penyakit ini juga menyerang batang dan akar dengan cepat dan menyebabkan kematian pada bibit anggrek. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa semua populasi yang diuji (populasi 508, 529, 655 dan 688) merupakan populasi yang berdasarkan tingkat intensitas serangan tergolong tidak tahan terhadap serangan penyakit busuk lunak (rata-rata intensitas serangan > 20%). Setiap populasi yang diseleksi memiliki koefisien keragaman yang besar (> 20%). Nilai koefisien keragaman tiap-tiap populasi menunjukan bahwa pada setiap perlakuan populas memiliki ragam yang tinggi terhadap penyakit busuk lunak.
Ragam tersebut tercermin pada hasil respon setiap tanaman terhadap
intensitas serangan. Berdasarkan hasil nilai ragam, berturut-turut dari populasi yang memiliki ragam tertinggi yaitu populasi 655, 688, 529, dan 508 dengan nilai ragam berturut-turut 54.1%, 46.7%, 45.8%, dan 36.6% (Tabel 4).
Tabel 4 Perbandingan nilai koefisien keragaman tiap populasi Phalaenopsis pada inokulasi dengan pelukaan terhadap intensitas serangan Populasi Koefisien Keragaman (%) 508
36.6
529
45.8
655
54.1
688
46.7
Ragam yang tinggi pada setiap populasi terhadap intensitas serangan bakteri Erwinia carotovora, memberikan kemungkinan adanya tanaman yang tahan terhadap serangan penyakit busuk lunak. Selanjutnya jika dikaitkan dengan tingkat ketahanan tanaman terhadap penyakit busuk lunak, hasil seleksi individu mengindikasikan masing-masing tanaman baik dalam populasi yang sama maupun antar populasi memiliki tingkat ketahanan yang berbeda terhadap penyakit busuk lunak. Perlakuan konsentrasi inokulum 109 cfu/ml pada populasi 655 ditemukan enam tanaman Phalaenopsis yang memiliki ketahanan dengan kategori imun (satu tanaman), resisten (dua tanaman) dan agak resisten (tiga tanaman) (Lampiran 3). Pada populasi 688 terdapat tiga genotip yang tahan yaitu imun (satu tanaman), resisten (satu tanaman) dan agak resisten (satu tanaman) (Lampiran 4). Hasi seleksi pada konsentrasi bakteri Erwinia
carotovora 1010 cfu/ml,
populasi 529 ditemukan empat tanaman Phalaenopsis yang memiliki ketahanan dengan kategori resisten (satu tanaman) dan agak resisten (tiga tanaman) (Lampiran 6), pada populasi 688 terdapat dua genotip tahan yaitu kategori resisten (satu tanaman) dan agak resisten (satu tanaman) (Lampiran 8). Tanaman yang tahan tersebut menunjukkan perkembangan intensitas serangan yang lambat atau tanaman tidak terserang (luka mengering) atau serangan bakteri Erwinia carotovora tidak menyebabkan infeksi terhadap tanaman yang tahan, sehingga tanaman tersebut tidak terserang penyakit busuk lunak. Terdapatnya tanaman imun dan resisten menunjukan bahwa ragam yang tinggi memberikan peluang terdapatnya tanaman terpilih. Tanaman terplih tersebut merupakan kandidat tanaman tahan penyakit terhadap penyakit busuk lunak, kemudian tanaman tersebut dikembangkan lebih lanjut dan diseleksi kembali untuk menguji
kestabilan sifat ketahanannya. Gambar 2 merupakan salah satu contoh tanaman pada setiap populasi setelah 10 hari inokulasi bakteri Erwinia Carotovora dengan cara pelukaan pada daun Phalainopsis.
508
529
655
688
Gambar 2. Tanaman anggrek Phalaenopsis setelah 10 hari pengamatan pada setiap popupasi Perbedaan antara tanaman yang tahan dan tidak tahan terhadap penyakit busuk lunak dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 A menunjukan daun anggrek Phalaenopsis yang tidak tahan terhadap serangan bakteri Erwinia carotovora lunak dan intensitas serangannya telah meluas. Gambar 3 B menunjukan daun anggrek Phalaenopsis tahan terhadap serangan bakteri Erwinia carotovora, meskipun telah diinokulasi menggunakan jarum yang telah dicelupkan ke dalam bakteri Erwinia carotovora akan tetapi bakteri tersebut tidak dapat menginfeksi dan luka pada daun mengalami penyembuhan.
A
B
Gambar 3. A : anggrek Phalaenopsis yang tidak tahan terhadap serangan bakteri Erwinia carotovora, B : anggrek Phalaenopsis yang tahan terhadap serangan bakteri Erwinia carotovora Perbandingan intensitas serangan setiap populasi pada cara inokulasi yang berbeda, menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada cara inokulasi dengan pelukaan dan tanpa pelukaan. Inokulasi bakteri Erwinia carotovora melalui pelukaan menghasilkan intensitas serangan sangat tinggi dibandingkan dengan tanpa pelukaan. Populasi 508 menunjukan tingkat respon terhadap intensitas serangan tertinggi baik pada cara inokulasi dengan pelukaan maupun tanpa pelukaan, hal ini menunjukan bahwa populasi 508 merupakan populasi yang paling rentan terhadap serangan penyakit busuk lunak (Gambar 4 dan 5).
70
65.6
Intensitas Serangan %
60
54.4
51.5 45.7
50 40 30 20 10 0 508
529
655
688
Populasi
Gambar 4. Intensitas serangan pada setiap populasi dengan cara inokulasi melalui pelukaan
7
6.6
Intensitas Serangan %
6 5 4 3 2 0.8
1
0.2
0.2
0 508
529
655
688
Populasi
Gambar 5. Intensitas serangan pada setiap populasi dengan cara inokulasi tanpa pelukaan Mekanisme ketahanan yang terjadi pada tanaman yang resisten terhadap penyakit busuk lunak diduga berhubungan dengan reaksi pertahanan nekrotik yaitu patogen mungkin mempenetrasi dinding sel, tetapi segera setelah patogen kontak dengan protoplasma sel, reaksi hipersensitif menyebabkan hancurnya semua membran seluler dari sel-sel yang kontak dengan bakteri, dan kemudian diikuti dengan pengeringan dan nekrosis jaringan daun yang terserang bakteri tersebut. Resistensi terhadap penyakit busuk lunak diduga berhubungan dengan reaksi detoksifikasi salah satu faktor patogenitas yaitu kutinase yang dapat merombak kutin yang merupaka komponen utama kutikula, serta pektinase yang dapat menguraikan zat pektik yang merupakan penyusun utama dinding sel dan lamella tengah pada tumbuhan (Agrios 1996). Resistensi tersebut diwujudkan dalam berbagai mekanisme, misalnya modifikasi dinding sel, induksi sintesis enzim yang terlibat dalam biosintesis fitoaleksin, sintesis enzim hidrolitik dan sintesis inhibitor bermacam-macam proteinase (Yuwono 2006).
3.
Pengaruh Konsentrasi Bakteri terhadap Intensitas Serangan Bakteri Erwinia carotovora pada daun Phalaenopsis Perlakuan konsentrasi bakteri tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas
serangan, dengan kata lain penggunaan konsentrasi bakteri 109 cfu/ml dan 1010 cfu/ml menunjukkan hasil yang tidak berbeda terhadap tingkat intensitas serangan bakteri (Tabel 5). Tabel 5 Pengaruh konsentrasi bakteri terhadap intensitas serangan pada daun Phalaenopsis Konsentrasi Bakteri Intensitas Serangan (%) 109 cfu/ml 1010 cfu/ml
31.421 a 30.701 a
Keterangan : Nilai pada baris perlakuan yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5 %.
Hasi perlakuan konsentrasi bakteri terhadap intensitas serangan menunjukan bahwa intensitas serangan bakteri Erwinia carotovora pada daun Phalaenopsis, tidak ditentukan oleh konsentrasi inokulum akan tetapi dipengaruhi oleh virulensi bakteri Erwinia carotovora dalam menginfeksi jaringan anggrek Phalaenosis. Bakteri Erwinia carotovora memiliki aktivitas pektolitik yang kuat dan dapat menyebabkan penyakit busuk lunak (Agrios 1996). 4.
Pengaruh Cara Inokulasi terhadap Intensitas Serangan Bakteri Erwinia carotovora pada daun Phalaenopsis. Perlakuan cara inokulasi berpengaruh sangat nyata terhadap intensitas
serangan bakteri Erwinia carotovora pada daun anggrek Phalaenopsis. Cara inokulasi dengan pelukaan menyebabkan intensitas serangan bakteri tinggi yaitu 54.1%, sedangkan inokulasi tanpa pelukaan intensitas serangannya kecil yaitu 1.9% (Tabel 6). Tabel
6 Pengaruh cara inokulasi Phalaenopsis Cara Inokulasi Pelukaan Tanpa Pelukaan
terhadap intensitas serangan pada daun Intensetas serangan (%) 54.1 a 1.9 b
Keterangan : Nilai pada baris perlakuan yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5 %
Berdasarkan hasil penelitian, bakteri Erwinia carotovora dapat dengan mudah menyerang daun Phalaenopsis melalui pelukaan dan hanya beberapa tanaman mengalami serangan Erwinia carotovora tanpa melalui pelukaan. Perbandingan perlakuan cara inokulasi terhadap rata-rata intensitas serangan bakteri Ewinia carotovora pada tiap populasi, menunjukan bahwa intensitas serangan tertinggi terdapat pada cara inokulasi melalui pelukaan (Gambar 6). 70
66.3
60 53.3
51.5
50
Intensitas Serangan %
44.7 40
30
20
10
6.6 0.8
0.2
0 508
529
655
0.2 688
Populasi Pelukaan
Tanpa pelukaan
Gambar 6. Pengaruh cara inokulasi terhadap intensitas serangan pada setiap populasi
Setelah satu hari inokulasi, daun Phalaenopsis yang diinokulasi dengan pelukaan pada umumnya menunjukkan gejala serangan bakteri Erwinia carotovora dengan skala 1 (bercak kecil berwarna coklat kehitaman), kemudian serangan terus berkembang hingga pengamatan hari kesepuluh. Semua populasi menunjukkan respon yang sama terhadap intensitas serangan penyakit busuk lunak yaitu perkembangan serangan penyakit terus meluas seiring dengan bertambahnya waktu. Laju perkembangan serangan penyakit tertinggi terdapat pada populasi 508 dan laju perkembangan serangan bakteri terkecil terdapat pada populasi 655 (Gambar 7).
Intensitas Serangan %
100 80
508 529
60
655 40
688
20
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Masa Inkubasi (hari) Gambar 7. Grafik perkembangan serangan pada inokulasi melalui pelukaan Setiap populasi memiliki tingkat ketahanan yang berbeda. Tingkat ketahanan setiap populasi diduga dipengaruhi oleh sifat pertahanan struktural yang terdapat pada tumbuhan tanaman, yang diduga diwariskan dari tetua. Interaksi antara populasi dengan konsentrasi membuktikan bahwa bakteri Erwinia carotovora merupakan bakteri patogen yang dapat menginfeksi daun tanaman anggrek secara nyata dan mengakibatkan penyakit busuk lunak (soft-rot) pada daun bibit anggrek Phalaenopsis.
Bakteri Erwinia carotovora pada umumnya masuk ke dalam tanaman anggrek melalui luka-luka dan menyebabkan busuk lunak yang berkembang dengan pesat terutama pada masa pembibitan. Melalui perlakuan pelukaan pada daun dengan menggunakan jarum yang telah dicelupkan kedalam bakteri Erwinia carotovora menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap inveksi bakteri terhadap daun bibit Phalaenopsis. Berdasarkan hasil dari hari pertama pengamatan hingga hari kesepuluh, tiap populasi menunjukkan respon yang positif terhadap perkembangan intensitas serangan penyakit. Terutama pada populasi 508 menunjukkan respon terbesar terhadap serangan penyakit, hal ini menunjukkan populasi ini merupakan populasi yang paling rentan terhadap serangan penyakit busuk lunak dibanding dengan populasi yang lain, sedangkan pada populasi 655 menunjukkan nilai intensitas serangan terkecil. Masuknya bakteri Erwinia carotovora pada perlakuan cara inokulasi tanpa pelukaan diduga melalui lubang alami pada jaringan tanaman Phalaenopsis. Penyakit busuk lunak dapat ditularkan melalui berbagai cara yaitu infeksi antar tanaman, air, lubang-lubang alami, peralatan yang telah terinfeksi, dan serangga. Bakteri Erwinia carotovora dapat bertahan dalam usus serangga selama beberapa jam, sehingga dapat dipindahkan secara mudah oleh serangga (Semangun 2007). 5.
Interaksi Antar Perlakuan terhadap Intensitas Serangan Erwinia carotovora pada Daun Phalaenopsis Interaksi populasi dengan konsentrasi bakteri menunjukkan hasil berbeda
nyata terhadap intensitas serangan. Interaksi populasi 508 dengan konsentrasi bakteri respon intensitas serangannya tertinggi dan berdasarkan uji lanjut, populasi 508 berbeda nyata terhadap populasi 529, 655 dan 688 (Tabel 7). Tabel 7 Interaksi populasi dengan konsentrasi bakteri terhadap intensitas serangan pada daun Phalaenopsis Konsentrasi Populasi 508 529 655 688 Inokulum (cfu/ml) (intensitas serangan %) 109 40.5 a 29.5 b 28.0 b 25.7 b 1010
42.8 a
26.1 b
24.9 b
29.0 b
Keterangan : Nilai pada baris perlakuan yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5 %
Salah satu mekanisme yang dimiliki oleh tanaman untuk menekan serangan suatu patogen adalah dengan cara menghambat pertumbuhan dan perkembangan patogen dalam jaringan yang telah terinfeksi. Tanaman resisten menggunakan hasil metabolismenya berupa toksin untuk mempertahankan diri dari serangan suatu patogen atau dikenal sebagai fitoaleksin (Agrios 1996). Berkaitan dengan hasil percobaan
ini dapat
dikemukakan bahwa
individu-individu
yang
menunjukkan ketahanan tersebut diduga menghasilkan suatu senyawa toksin yang dapat mencegah perkembangan dan pertumbuhan patogen di dalam jaringan tanaman. Padahal patogen busuk lunak telah diinokulasikan secara langsung ke dalam jaringan tanaman. Interaksi populasi dan cara inokulasi menunjukkan berbeda nyata terhadap intensitas serangan. Setiap populasi memiliki respon yang berbeda terhadap intensitas serangaan bakteri Erwinia carotovora. Interaksi populasi 508 dengan cara inokulasi melalui pelukaan menunjukkan intensitas serangan tertinggi, sedangkan pada populasi 655 memiliki intensitas serangan terendah (Tabel 8). Tabel 8 Interaksi populasi dengan cara inokulasi terhadap intensitas serangan pada daun Phalaenopsis Cara Inokulasi Populasi (cfu/ml)
508
Pelukaan
65.9 a
Tanpa Pelukaan
6.6 d
529 655 (intensitas serangan %) 53.3 b 44.8 c 0.2 e
0,8 e
688 51,5 b 0,2 e
Keterangan : Nilai pada baris perlakuan yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5 %
Pertahanan struktural yang terdapat pada tumbuhan antara lain jumlah dan kualitas lilin dan kutikula yang menutupi sel epidermis, struktur dinding sel epidermis, ukuran, letak, dan bentuk stomata dan lentisel, dan jaringan dinding sel yang tebal. Meskipun pertahanan internal ada yang telah ada sebelumnya, tetapi sebagian besar patogen masih mampu melakukan peleburan
inangnya dan
menyebabkan infeksi, oleh sebab itu biasanya tumbuhan memberikan tanggapan dengan membentuk suatu jenis struktur atau lebih untuk mempertahankan serangan patogen. Bentuk struktural tersebut antara lain struktur pertahanan jaringan (histological defense structure), struktur pertahanan sel (cellular defense
structure), reaksi pertahanan sitoplasma (cytoplasmic defense reaction), nekrotik atau sistem pertahanan hipersensitif (hypersensitive defense reaction) (Agrios 1996). Menurut Janse (2006) perkembangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora tergantung pada : 1) kelembaban (air hujan, embun, air dari semprotan/penyiraman/pengairan, dan debu/tanah), 2) ketahanan varietas, umur, vigor, dan asal bunga induk, 3) kemampuan perkembangan koloni bakteri. 4) terbawa serangga, 5) terbawa angin dari tanaman sakit/sumber penyakit, 6) suhu terutama pada tanaman muda. Melalui
pengetahuan terhadap sistem
perkembangan penyakit dan akibat yang ditimbulkan, dapat membantu dalam memprediksi dan mengendalikan penyakit. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bakteri Erwinia carotovora dapat menyebabkan penyakit busuk lunak pada daun bibit Phalaenopsis. Penyakit ini pada umumnya menyerang melalui pelukaan, akan tetapi penyakit ini juga dapat menyerang bibit Phalaenopsis tanpa pelukaan. Masuknya inveksi bakteri Erwinia carotovora tanpa pelukaan diduga melalui lubang-lubang alami. Cara mendapatkan tanaman yang tahan terhadap penyakit busuk lunak, dapat menggunakan metode seleksi in vitro dengan agensia penyeleksi (bakteri Erwinia carotovora) yang telah terbukti virulen. Berdasarkan hasil dari keempat populasi yang diuji terhadap tingkat ketahanan terhadap penyakit busuk lunak (intensitas serangan), menunjukkan bahwa populasi 508 merupakan populasi yang rentan (40% < x ≤ 60%) dan populasi 529, 655, dan 688 termasuk ke dalam populasi yang agak rentan (20% < x ≤ 40%). Berdasarkan kejadian penyakit setelah sepuluh hari masa inkubasi, menunjukan penyakit ini melalui pelukaan dapat menyerang bibit Phalaenopsis hingga 98% - 100%. Hasil analisis ragam pada populasi yang diuji, menunjukkan setiap populasi memiliki koefisien keragaman yang tinggi (>20%). Nilai koefisien keragaman menunjukan nilai ragam dalam populasi dan ragam yang tinggi memberikan peluang adanya kemungkinan terdapatnya tanaman yang tahan, hal ini terbukti dengan didapatnya beberapa tanaman yang tergolong imun (dua tanaman) dan resisten (lima tanaman) terhadap penyakit busuk lunak, akan tetapi tanaman
tersebut
membutuhkan
penelitian/pengujian
lebih
lanjut
untuk
mengetahui kestabilan sifat ketahanan terhadap penyakit busuk lunak baik dalam kultur maupun diluar kultur (alam), dan pada akhirnya kegiatan pemuliaan ini harus memperhatikan apakah tanaman hasil seleksi tersebut memiliki nilai ekonomis atau tidak. Metode seleksi in vitro juga telah banyak dilakukan untuk mendapatkan tanaman yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit baik pada tanaman hortikultura maupun pada tanaman perkebunan, antara lain pada tanaman abaka yang tahan terhadap layu fusarium yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp. cubeuse (Purwati 2007), kacang tanah resisten penyakit busuk batang yang disebabkan oleh infeksi Sclerotium rolfsii (Hemon 2006), tebu toleran terhadap fitotoksin yang dihasilkan oleh Dreehslera sacchari (toksin DS) (Purwati 2007), dan kentang tahan layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanaccarum (Palupi 2001).