39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Rata-Rata Jumlah Bakteri yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome Hasil perhitungan rata-rata jumlah bakteri coliform yang terdapat pada feses sapi potong sebelum (inlet) dan sesudah (outlet) proses pembuatan biogas dalam reaktor tipe fixed-dome tercantum pada Tabel 2., sedangkan, hasil identifikasi jumlah coliform (MPN) dapat dilihat pada Lampiran 1. Berikut adalah hasil penurunan rata-rata jumlah bakteri coliform sebelum (inlet) dan sesudah (outlet) proses pembentukan biogas:
Tabel 2. Rata-Rata Jumlah Bakteri Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Pembentukan Biogas (duplo) pada Reaktor Tipe Fixed-Dome.
Ulangan
Rata-Rata Jumlah Bakteri Sebelum Sesudah (Inlet) (Outlet) (MPN/ml) (MPN/ml)
Persentase Penurunan (%)
1
18
0,14
99,22%
2
18
0,08
99,55%
3
18
0,17
99,05%
Jumlah
54
0,39
297,82%
Rata-rata
18
0,13
99,27%
40 Tabel 2., menunjukan bahwa jumlah bakteri pada sampel 1, 2, dan 3 mengalami penurunan jumlah pada sebelum (inlet) proses pembentukan biogas sampai sesudah (outlet) proses pembentukan biogas. Pada tabel terlihat jelas persentase penurunan jumlah bakteri pada sampel 1 mencapai 99,22%, pada sampel 2 meningkat dari sampel sebelumnya hingga mencapai 99,55%, dan pada sampel 3 mengalami penurunan dari sampel sebelumnya pada angka 99,05%. Sampel 3 adalah sampel yang penurunannya paling rendah daripada sampel lainnya, sedangkan sampel 2 adalah sampel yang paling besar mengalami penurunan daripada sampel lainnya. Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu mencakup nisbah C/N bahan organik yang akan diolah, kandungan mikroorganisme, temperatur, pH dan kadar air (Merkel,J.A.1981) Rata-rata jumlah bakteri pada sampel sebelum (Inlet) dan sesudah (outlet) proses pembentukan biogas mengalami penurunan dari 18 MPN/ml menjadi 0,13 MPN/ml. Hal tersebut dipengaruhi oleh adanya persaingan hidup dengan bakteribakteri metanogenik yang berkembang selama proses pencernaan. Dalam kondisi anaerob, bakteri metanogenik akan tumbuh dengan baik sehingga pertumbuhan coliform dan Escherichia coli menjadi terhambat. Hal ini sejalan dengan pendapat Kornacki dan Johnson (2001) dan Francis dkk. (2002) yang menyatakan bahwa bakteri coliform tidak dapat bersaing dengan bakteri lain dalam kondisi tidak mendukung. Persaingan dalam memperoleh nutrisi untuk bertahan hidup salah satu faktor yang meyebabkan coliform terdesak oleh bakteri metanogenik. Demikian juga, metabolit-metabolit yang dihasilkan oleh mikroba dalam metabolismenya akan meracuni kehidupan bakteri coliform dan Escherichia coli. Alur proses pencernaan/digesting limbah organik sampai menjadi biogas dimulai dengan pencernaan limbah organik yang disebut juga dengan
41 fermentation/digestion anaerob. Pencernaan tergantung pada kondisi reaksi dan interaksi antara bakteri metanogen, non-metanogen dan limbah organik yang dimasukkan sebagai bahan input/feedstock kedalam digester. Suatu proses fermentasi yang terkendali, suhu akan meningkat secara bertahap mulai dari suhu mesofilik atau suhu awal yaitu < 40oC kemudian meningkat sampai suhu termofilik (40-70oC) dan kemudian turun kembali menjadi <40oC. Peningkatan suhu tersebut menyebabkan proses fermentasi mampu membunuh bakteri yang bersifat termofilik dan patogen seperti bakteri kelompok coliform yaitu Salmonella, Shigellae, dan Escherichia coli. (Rusdi dan Kurnani, 1994). Bakteri anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi untuk proses reaksi anaerob seperti mineral-mineral yang mengandung Nitrogen, Fosfor, Magnesium, Sodium, Mangan, Kalsium, Kobalt. Nutrisi ini dapat bersifat toxic (racun) apabila konsentrasi kandungan di dalam bahan bakar terlalu banyak (National Academy of Sciences, 1977) Penurunan jumlah bakteri ini juga dapat disebabkan oleh konsentrasi derajat keasaman (pH) yang tidak stabil. Derajat keasaman (pH) ini mempunyai efek terhadap aktivasi mikroorganisme. Pada tahap pengasaman, hanya bakteri anaerob yang dapat tumbuh pada keadaan asam yang mampu bertahan hidup (Marlina, 2009). Dalam pertumbuhannya Escherichia coli memerlukan kondisi pH netral (Robert dkk., 1996, Buckle dkk.,1987). Konsentrasi derajat keasaman (pH) yang ideal antara 6,6 dan 7,6. Bila pH lebih kecil atau lebih besar maka akan mempunyai sifat toksit (racun) terhadap bakteri metanogenik. Bila proses anaerob sudah berjalan menuju pembentukan biogas, pH berkisar 7-7,8 (Merkel, J.A. 1981). Tingkat kematian bakteri hidup telah dilaporkan tergantung pada suhu, waktu retensi, pH, asam volatil, spesies bakteri, dan nutrisi yang tersedia (Farrah
42 dan Bitton, 1983; Kearney dkk., 1993). Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Dumontet dkk., (1999) yang menyatakan bahwa temperatur adalah faktor yang terpenting dalam bertahan atau tidaknya bakteri patogen ketika proses fermentasi anaerob.
4.2
Jenis Bakteri yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome
Hasil isolasi dan identifikasi bakteri yang terdapat pada feses sapi potong sebelum (inlet) dan sesudah (outlet) proses pembentukan biogas dalam reaktor tipe fixed-dome tercantum pada Tabel 3. Berikut ini merupakan hasil identifikasi bakteri sebelum (inlet) dan sesudah (outlet) pembentukan biogas:
Tabel 3. Identifikasi Jenis Bakteri Coliform yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome. Ulangan Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Hasil Identifikasi Bakteri :
Duplo I II I II I II
Sebelum (Inlet) Sesudah (Outlet) Fekal & Non Fekal Fekal & Non Fekal Fekal & Non Fekal Fekal & Non Fekal Fekal Non Fekal Fekal & Non Fekal Non Fekal Fekal & Non Fekal Non Fekal Non Fekal Non Fekal Fekal : Escherichia coli Non fekal: Klebsiella sp.
Pada Tabel 3., menunjukkan bahwa sampel sebelum (inlet) ke sampel sesudah (outlet) mengalami degradasi jenis bakteri coliform yang terdapat pada
43 feses sapi potong sebelum (inlet) dan sesudah (outlet) proses pembentukan biogas dalam reaktor tipe fixed-dome. Pada Tabel 3., terlihat jelas bahwa jenis bakteri fekal lebih banyak pada sampel sebelum (inlet) daripada sampel setelah (outlet), sedangkan jenis bakteri non fekal banyak terdapat pada sampel setelah (outlet) daripada sampel sebelum (inlet). Pada sampel 1 terdapat jenis bakteri fekal dan non fekal pada sampel sebelum (inlet), sedangkan untuk sampel sesudah (outlet) terdapat juga jenis bakteri fekal maupun non fekal. Pada sampel 2 terdapat jenis bakteri fekal untuk uji ke I dan fekal serta non fekal untuk uji ke II pada sampel sebelum (inlet), sedangkan untuk sampel sesudah (outlet) terdapat jenis bakteri non fekal saja. Pada sampel 3 terdapat jenis bakteri fekal dan non fekal untuk uji ke I serta fekal saja untuk uji ke II pada sampel sebelum (inlet), sedangkan untuk sampel sesudah (outlet) terdapat jenis bakteri non fekal saja. Identifikasi jenis bakteri coliform yang terdapat pada feses sapi potong sebelum (inlet) dan sesudah (outlet) proses pembentukan biogas dalam reaktor tipe fixed-dome ini menggunakan uji penguat (uji confirmed). Uji penguat merupakan kelanjutan dari uji penduga (uji presumtived) pada hari berikutnya. Hasil reaksi dari uji ini ditandai oleh terbentuknya warna hijau metalik dan merah jambu (pink) pada sampel yang diuji. Warna hijau metalik menunjukkan terdapatnya bakteri fekal pada sampel, sedangkan warna merah jambu (pink) menunjukkan terdapatnya bakteri non fekal pada sampel. Bakteri fekal adalah bakteri yang tidak diinginkan keberadaanya pada proses pembentukan biogas karena bakteri ini akan menghambat proses pembentukan biogas dan menjadi indikator dari sanitasi lingkungan. Salah satu contoh mikroba jenis bakteri fekal adalah Escherichia coli. Oleh karena itu, semakin sedikit jumlah bakteri fekal, terutama pada sampel sesudah (outlet) artinya menunjukkan bahwa proses pembentukan biogas pada
44 reaktor tipe fixed-dome dapat mereduksi jumlah bakteri fekal dan pada Tabel 3., data telah menunjukkan bahwa bakteri jenis fekal tidak terdapat banyak pada sampel sesudah (outlet). Diketahui bahwa bakteri coliform fekal maupun non fekal relatif tahan pada suhu dingin dibandingkan dengan suhu panas. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa Escherichia coli (bakteri coliform fekal) dapat bertahan pada suhu pendinginan dibandingkan suhu panas (Lund, B.M., 2000). Menurut Supardi dan Sukamto (1999), Escherichia coli tumbuh pada suhu antara 10-40oC, dengan suhu optimum 37oC. Media yang digunakan pada uji penguat ini adalah EMBA (Eosin Metylen Blue Agar) yang merupakan medium diferensial, yaitu medium yang dapat memisahkan antar koloni bakteri yang berbeda dan digunakan sebagai media isolasi dan identifikasi. Media ini digunakan untuk bakteri coliform (bakteri yang sebagian besar terdiri dari bakteri Escherichia coli) yang salah satunya dapat menfermentasi laktosa, dari koloni yang bewarna biru kehitaman menjadi koloni yang berwarna hijau metalik (Marietta, 2008). Identifikasi jenis bakteri kualitatif yang terdapat pada feses sapi potong sebelum (inlet) dan sesudah (outlet) proses pembentukan biogas dalam reaktor tipe fixed-dome adalah Escherichia coli untuk jenis bakteri fekal dan Klebsiella sp. untuk jenis bakteri non fekal. Identifikasi jenis bakteri kualitatif ini menggunakan uji biokimia tiga tabung dengan masing-masing untuk satu sampel terdiri dari satu deret tabung yang berisi media Kligler, MIU, dan Citrat. Kligler iron agar adalah tes
mikrobiologi
untuk
menguji
kemampuan
mikroorganisme
dalam
memfermentasi gula, gas, dan menghasilkan hidrogen sulfida. MIU (Motility, Indole, dan Urea) adalah tes mikrobiologi untuk mengetahui kemampuan bergerak
45 (motil), kemampuan bakteri dalam memproduksi indol dan asam amino (triptofan), dan kemampuan bakteri dalam mendegradasi molekul urea menjadi ammonia dan CO2, sedangkan Citrat adalah tes mikrobiologi untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam menggunakan citrat sebagai sumber karbohidrat tunggal. Perubahan warna dan bentuk dari ketiga media tersebut (Kligler, MIU, dan Citrat) dapat mengidentifikasi jenis bakteri apa yang terdapat pada sampel. Pada uji ini terdapat dua jenis bakteri kualitatif, yaitu: Escherichia coli dan Klebsiella sp.. Identifikasi bakteri Escherichia coli didapat karena media kligler tidak berubah warna (-), MIU disekitar bekas tusukan osse pada agar MIU terdapat kekeruhan yang menyebar (+), dan tidak terjadi perubahan warna (tetap hijau) (-). Pada identifikasi bakteri Klebsiella sp. semua media terjadi reaksi perubahan. Kligler berubah warna dari merah menjadi kuning (+), MIU disekitar bekas tusukan osse pada agar MIU terdapat kekeruhan yang menyebar (+), dan pada Citrat media berubah warna dari hijau menjadi biru (+). Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang tahan hidup dalam media yang kekurangan oksigen. Susunan dinding sel bakteri gram negatif memiliki struktur dinding sel yang lebih kompleks daripada sel bakteri gram positif. Bakteri gram negatif mengandung sejumlah besar lipoprotein, lipopolisakarida, dan lemak (Schlegel, 1993). Adanya lapisan-lapisan tersebut mempengaruhi aktivitas kerja dari zat antibakteri. Bakteri Escherichia coli merupakan organisme yang normal terdapat dalam usus
manusia sehingga keberadaannya bukan merupakan masalah. Namun,
beberapa strain tertentu dari bakteri ini dapat menimbulkan penyakit seperti diare, muntaber, dan gangguan pencernaan lainnya. Hal ini berkaitan dengan kemampuan strain ini dalam membentuk enterotoksin yang berperan dalam mengeluarkan cairan
46 dan elektrolit. Bedasarkan kebutuhan akan oksigen, Escherichia coli merupakan bakteri fakultatif anaerob, yaitu bakteri yang menggunakan respirasi aerobik, jika tanpa oksigen maka beberapa diantaranya berfermentasi, dan beberapa lagi menggunakan respirasi anaerobik. Temperatur optimal untuk Escherichia coli adalah 37O C. Dalam proses fermentasi di dalam reaktor yang terkendali, suhu akan meningkat secara bertahap mulai dari suhu mesofilik atau suhu awal yaitu < 40oC kemudian meningkat sampai suhu termofilik (40-70oC) dan kemudian turun kembali menjadi <40oC. Peningkatan suhu tersebut menyebabkan proses fermentasi mampu membunuh bakteri yang bersifat patogen seperti bakteri kelompok coliform yaitu Salmonella, Shigellae, dan Escherichia coli. (Rusdi dan Kurnani, 1994). Bakteri anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi untuk proses reaksi anaerob seperti mineral-mineral yang mengandung Nitrogen, Fosfor, Magnesium, Sodium, Mangan, Kalsium, Kobalt. Nutrisi ini dapat bersifat toxic (racun) apabila konsentrasi kandungan di dalam bahan bakar terlalu banyak (National Academy of Sciences, 1977) Dalam pertumbuhannya Escherichia coli memerlukan kondisi pH netral (Robert dkk., 1996, Buckle dkk.,1987). Konsentrasi derajat keasaman (pH) yang ideal antara 6,6 dan 7,6. Bila pH lebih kecil atau lebih besar maka akan mempunyai sifat toksit (racun) terhadap bakteri metanogenik. Bila proses anaerob sudah berjalan menuju pembentukan biogas, pH berkisar 7-7,8 (Merkel, J.A. 1981). Penelitian ini membuktikan bahwa dalam kondisi anaerobik pada fase temperatur termofilik dapat mereduksi jumlah bakteri Eschericia coli yang
47 merupakan bakteri coliform fekal dan tidak diinginkan keberadaannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Bendixen (1994) yang menyatakan bahwa diindikasikan temperatur termofilik pada tahap hidrolisis dapat mereduksi/menghilangkan bakteri patogen ketika pada saat temperatur mesofilik tidak mempunyai efek terhadap bakteri patogen, sehingga bakteri Eschericia coli jumlahnya berkurang. Selain itu, diketahui faktor yang mempengaruhi penurunan jumlah bakteri coliform selain temperatur adalah kebutuhan akan nutrisi dari bakteri tersebut, dan tingkat derajat keasaman (pH) pada reaktor biogas.