HASIL DAN PEMBAHASAN Limbah Cair Fermentasi Biji Kakao dan Pelarut Tersier Pulpa Kakao
Limbah cair fermentasi biji kakao dan pelarut tersier pulpa kakao merupakan dua jenis pelarut yang akan digunakan untuk validasi model matematik yang telah dikembangkan, dan optimasi proses dekafeinasi biji kopi Robusta dalam reaktor kolom tunggal. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa limbah cair fermentasi biji kakao mengandung senyawa asam asetat sebesar 1.32% (v/v), sedangkan pelarut tersier pulpa kakao mengandung senyawa etanol dan asam asetat masing-masing sebesar 1.63% (v/v) dan 0.22% (v/v). Limbah cair fermentasi biji kakao yang dihasilkan dalam satu siklus proses sebanyak 15-18% (b/b), sedangkan pelarut tersier yang dihasilkan sebanyak 6567% (b/b) (Widyotomo et al., 2011). Limbah cair hasil fermentasi biji kakao dan pelarut tersier pulpa kakao ditampilkan pada Gambar 23. Proses fermentasi pulpa kakao telah dikembangkan dengan metode batch sederhana. Kendala yang dihadapi adalah proses pemisahan komponen serat halus dari pelarut tersier pulpa kakao. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serat halus yang dihasilkan dari proses fermentasi pulpa kakao antara 7 - 13% (b/b), dan pelarut tersier yang sulit dipisahkan secara manual dalam serat halus sebesar 11 21% (b/b) (Widyotomo et al., 2011).
(a)
(b)
Gambar 23. (a) Limbah cair fermentasi biji kakao, dan (b) Pelarut tersier pulpa kakao
60
Karakteristik Proses Dekafeinasi Biji Kopi Robusta Dalam Reaktor Kolom Tunggal Biji kopi Robusta yang digunakan sebagai bahan utama proses dekafeinasi dalam reaktor kolom tunggal adalah biji kopi kering hasil pengolahan kering (dry process). Biji kopi dikeringkan dengan metode kombinasi, yaitu tahap awal dengan cara penjemuran sampai diperoleh rerata kadar air 25% b.b, dan proses pengeringan dilanjutkan dengan pengering mekanis sampai diperoleh kadar air 13-14% b.b. Analisis fisik dan kimia dilakukan pada biji kopi dan kopi bubuk non dekafeinasi dan hasilnya ditampilkan pada Tabel 1. Densitas kamba biji kopi dan kopi bubuk dalam penelitian ini masingmasing berkisar antara 703-757 kg/m3 dan 350-420 kg/m3. Hal yang sama dilaporkan oleh Mulato (2002), Yusianto (2003) dan Widyotomo et al. (2010). Bersamaan dengan proses penguapan air selama proses penyangraian, beberapa senyawa volatil yang terkandung di dalam biji kopi ikut teruapkan. Peristiwa tersebut ditandai dengan penurunan kerapatan curah sebagai akibat dari perubahan fisik biji kopi sehingga berat per satuan volume menjadi lebih kecil (Sivetz & Foote, 1963; Sivetz & Desroiser, 1979; Illy & Viani, 1998). Kadar kafein kopi biji dan kopi bubuk masing-masing 2.28% b.k dan 2.2% b.k. Clifford (1985), Wilbaux (1963) dan Spiller (1999) melaporkan bahwa kafein yang terkandung di dalam biji kopi kering Robusta berkisar 1.16-3.27% b.k, sedangkan kafein yang terkandung di dalam biji kopi sangrai sebesar 2% b.k. Analisis nilai pH menunjukkan bahwa pH seduhan kopi bubuk lebih rendah jika dibandingkan nilai pH biji kopi. Proses penyangraian mengakibatkan terjadinya degradasi pada komponen-komponen biji kopi yang menghasilkan senyawa-senyawa asam (Mulato, 2002). Selama proses penyangraian, senyawa volatil akan teruapkan karena memiliki titik didih yang jauh lebih rendah daripada suhu penyangraian. Hal tersebut berakibat pada bertambahnya sejumlah ion H+ bebas di dalam seduhan (Sivetz & Desrosier, 1979; Clifford, 1985; Vincent, 1987; 1989). Nilai uji sensoris kopi Robusta menunjukkan nilai aroma, flavor, bitterness, bodi dan finish appreciation masing-masing 3.5. Hal tersebut menunjukkan bahwa biji kopi Robusta yang digunakan dalam penelitian ini
61
memiliki mutu seduhan antara medium-high dan dengan apresiasi akhir (finish appreciation) yang masih dapat diterima (acceptable) oleh konsumen.
Tabel 1. Sifat fisik dan kimia biji kopi dan bubuk kopi No.
Parameter
Satuan
Kopi biji
Kopi bubuk
1.
Kadar air
% b.b
13 - 14
2-3
2.
Densitas kamba
Kg/m3
703 - 757
350 - 420
3
3.
Volume
m /biji
6.55×10-8 – 2.21×10-7
-
4.
Luas area
m2/biji
7.85×10-5 – 1.77×10-4
-
5.
Distribusi diameter (d) biji
5.a
d < 5.5 mm
%
5.3
-
5.b
5.5 < d < 6.5 mm
%
26.9
-
5.c
6.5 < d < 7.5 mm
%
55.8
-
5.d
d > 7.5 mm
%
12
-
5.
Kafein
2.28
2.2
6.
pH
5.6
4.5
% b.k
A. Sifat fisik biji kopi pascapengukusan Pengukusan merupakan tahap awal proses dekafeinasi biji kopi dalam reaktor kolom tunggal yang bertujuan untuk mengembangkan pori-pori biji sehingga proses pelarutan kafein akan berlangsung lebih maksimum (Ensminger et al., 1994; Mulato et al., 2004; Widyotomo et al., 2010). Sumber panas kompor bertekanan (burner) berbahan bakar gas (LPG) yang digunakan mampu menyediakan energi panas untuk meningkatkan suhu air sampai mencapai titik didihnya. Uap air bebas (vaporization) bergerak cepat dan menembus tumpukan dan memanaskan permukaan biji kopi. Rambatan uap panas tersebut menyebabkan ukuran sel-sel bertambah besar dan sekaligus mengakibatkan meningkatnya porositas antar sel. Pori-pori jaringan kopi menjadi terbuka dan dimanfaatkan oleh air masuk ke dalamnya secara difusi (Mulato et al., 2004; Illi & Viani, 1998). Molekul air terperangkap di dalam sel sehingga kadar air biji kopi meningkat dan mencapai kondisi serapan maksimum dan tidak ada lagi ruang kosong yang dapat diisi air. Pada kondisi tersebut pengembangan biji telah
62
mencapai nilai maksimum, dan biji kopi telah mengalami proses pembasahan ulang (rewetting) (Mulato et al., 2004; Sivetz & Desroiser, 1979). Persentase pengembangan dimensi biji kopi yang terdiri dari ukuran panjang, lebar dan tebal ditampilkan pada Gambar 24. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase pengembangan panjang biji tertinggi 9.6% terjadi pada biji kopi dalam klasifikasi A4 (lebih kecil atau sama dengan 5.5 mm), sedangkan terendah 8.6% terjadi pada biji kopi dalam klasifikasi A1 (lebih besar dari 7.5 mm) (Gambar 24.A). Persentase pengembangan lebar biji tertinggi 13.2% terjadi pada biji kopi dalam klasifikasi A4, sedangkan terendah 12.2% terjadi pada biji kopi dalam klasifikasi A1 (Gambar 24.B). Persentase pengembangan tebal biji tertinggi 20.7% juga terjadi pada biji kopi dalam klasifikasi A4, sedangkan terrendah 18.2% terjadi pada biji kopi dalam klasifikasi A1 (Gambar 24.C). Dalam satu jam proses pengukusan biji kopi, ekspansi sel-sel biji hanya meningkat sebanyak 30% dari volume awal, dan mencapai nilai maksimum 3435% setelah proses pengukusan berlangsung selama 2 jam. Diduga fenomena tersebut terkait dengan ukuran dan jumlah sel-sel penyusun yang ada di dalam biji kopi (Mulato et al., 2004; Toledo, 1999). Pemanasan lanjut tidak menyebabkan biji pecah dan tidak menambah persentase pengembangan panjang, lebar maupun tebal biji. Diduga keberadaan air di dalam sel menyebabkan dinding-dinding sel bersifat ulet sehingga mampu bertahan dari akumulasi tekanan uap air dan gas senyawa volatil yang ada di dalamnya. Laju peningkatan kadar air biji selama proses pengukusan ditampilkan pada Gambar 25. Biji kopi memiliki kadar air awal antara 13-14% dan meningkat menjadi 35% setelah proses pengukusan berlangsung selama 30 menit. Peningkatan kadar air selanjutnya berlangsung relatif lambat dan satu jam kemudian baru mencapai nilai maksimum 55.5%. Fenomena tersebut berkaitan dengan kecepatan rambat uap air ke dalam jaringan sel biji semakin rendah. Makin tinggi kadar air dalam biji kopi, maka kecepatan rambat uap air akan menurun karena perbedaan konsentrasi air yang semakin rendah antara permukaan dan di dalam biji kopi.
63
12 Pengembangan panjang, % ..........
A1
A2
A3
A4
A
10
8
6
4
2
0 0
1
2
3
4
5
Lama pengukusan, jam
16 A1
A2
A3
A4
B
Pengembangan lebar, %..........
14 12 10 8 6 4 2 0 0
1
2
3
4
5
Lama pengukusan, jam
25
Pengembangan tebal, %.........
A1
A2
A3
A4
C
20
15
10
5
0 0
1
2
3
4
5
Lama pengukusan, jam
Keterangan : A1 = lebih besar dari 7.5 mm; A2 = antara 6.5 mm dan 7.5 mm; A3= antara 5.5 mm dan 65 mm dan A4 = lebih kecil dari 5.5 mm
Gambar 24. Pengembangan (A) panjang, (B) lebar, dan (C) tebal biji selama proses pengukusan
64
Kadar air di dalam biji kopi mencapai nilai maksimum 55.5% bb setelah proses pengukusan berlangsung selama 1.5 jam. Pada kondisi tersebut biji kopi telah mengalami proses pembasahan ulang dengan kadar air mendekati keadaan semula saat biji kopi segar baru saja dipanen (Sivetz & Desroiser, 1979). Hasil analisis penggal garis pada rentang waktu (t) 0-1.5 jam menunjukkan laju peningkatan kadar air mengikuti persamaan y = -19x2 + 57.1x +12.55 dengan nilai koefisien determinasi (R2) 0.9964. Setelah proses pengukusan berlangsung selama 1.5 jam, hasil pengukuran menunjukkan bahwa kadar air dalam biji tidak meningkat secara signifikan. Proses pengukusan yang lebih lama, 2-4 jam tidak akan memberikan perubahan kadar air yang signifikan sehingga akan memberikan dampak inefisiensi jika diterapkan karena diperlukan energi lebih banyak. Pengukusan 1 kg biji kopi dalam reaktor kolom tunggal dengan kapasitas ketel 5 liter air akan diperoleh kadar air maksimum 65-67% setelah proses berlangsung selama 2 jam (Mulato et al., 2004). Ukuran biji kopi tidak berpengaruh nyata terhadap laju peningkatan kadar air di dalam biji selama proses pengukusan. 60
Kadar air, % .....
50
40
30
20
Ka-observasi
10
Ka-prediksi
0 0
1
2
3
4
Waktu pengukusan, jam
Gambar 25. Peningkatan kadar air biji selama proses pengukusan Perubahan diameter aritmatik (da) dan diameter geometrik (dg) biji kopi selama proses pengukusan ditampilkan pada Gambar 26. Proses pengukusan berpengaruh terhadap perubahan diameter aritmatik biji kopi. Pengembangan
65
jaringan sel-sel di dalam biji kopi menyebabkan peningkatan kadar air dan terjadi pengembangan dimensi biji mendekati kondisi segar. Diameter aritmatik biji kopi pasca pengukusan meningkat antara 8-13%. Diameter aritmatik tertinggi 8.5 mm terjadi pada biji kopi dengan klasifikasi ukuran A1, sedangkan diameter aritmatik terrendah 7.9 mm terjadi pada biji kopi dengan klasifikasi ukuran A2. Chandrasekar & Viswanathan (1999) melaporkan bahwa pada kadar air biji kopi Robusta berkulit cangkang antara 24-30% diperoleh nilai diameter aritmatik 8 mm. Diameter geometrik biji kopi pascapengukusan mengalami peningkatan 918%. Diameter geometrik tertinggi 8.3 mm terjadi pada biji kopi dengan klasifikasi ukuran A1, sedangkan diameter geometrik terrendah 7.7 mm terjadi pada biji kopi dengan klasifikasi ukuran A4. Chandrasekar & Viswanathan (1999) melaporkan bahwa pada kadar air biji kopi Robusta berkulit cangkang antara 2430% diperoleh nilai diameter geometrik 7.6 mm. Perubahan ukuran diameter aritmatik dan geometrik yang relatif kecil menunjukkan bahwa pengembangan biji terjadi merata ke arah tiga sisi, yaitu panjang, lebar dan tebal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pengukusan mengakibatkan biji mengalami pengembangan karena menyerap uap air, dan diameter biji relatif mendekati ukuran biji kopi berkulit cangkang pada kadar air 24-30%. Diameter aritmatik dan geometrik yang relatif tetap setelah proses pengukusan berlangsung 1 jam menunjukkan bahwa biji kopi mulai mengalami pengembangan dengan penyerapan uap air yang maksimum. Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
proses
pengukusan
tidak
mengakibatkan terjadinya perubahan yang nyata dari nilai sperisitas biji kopi (Gambar 27). Hal ini menunjukkan bahwa pascapengukusan biji kopi tetap memiliki bentuk yang sama jika dibandingkan dengan bentuk sebelum pengukusan karena pengembangan dimensi biji yang seragam. Perubahan luas permukaan biji kopi selama proses pengukusan ditampilkan pada Gambar 27. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas permukaan biji kopi pasca pengukusan meningkat 18-37%. Penambahan luas permukaan tercepat terjadi setelah 0.5 jam proses pengukusan berlangsung, yaitu 10-21%. Proses pengukusan yang lebih lama menyebabkan proses penambahan
66
luas permukaan berlangsung lambat dan mencapai titik maksimal setelah proses pengukusan berlangsung selama 1.5 jam. Pascapengukusan volume biji kopi dapat meningkat 34-35%.
9
Diameter aritmatik, mm...........
A 8,5
8
7,5
7
6,5
A1
A2
A3
A4
6 0
1
2
3
4
5
Lama pengukusan, jam
8,5
Diameter geometrik, mm... .....
B 8
7,5
7
6,5 A1
A2
A3
A4
6 0
1
2
3
4
5
Lama pengukusan, jam
Keterangan : A1 = lebih besar dari 7.5 mm; A2 = antara 6.5 mm dan 7.5 mm; A3= antara 5.5 mm dan 6.5 mm dan A4 = lebih kecil dari 5.5 mm
Gambar 26. Perubahan (A) diameter aritmatik, dan (B) geometrik biji selama proses pengukusan
67
1,2 1,15
Sperisitas, %....
1,1 1,05 1
A1
A2
A3
A4
0,95 0,9 0,85 0,8 0
1
2
3
4
5
Lama pengukusan, jam
Keterangan : A1 = lebih besar dari 7.5 mm; A2 = antara 6.5 mm dan 7.5 mm; A3= antara 5.5 mm dan 6.5 mm dan A4 = lebih kecil dari 5.5 mm
Gambar 27. Perubahan sperisitas biji kopi selama proses pengukusan
Pengukusan lanjut tidak berdampak pada peningkatan kadar air yang signifikan sehingga akan lebih berdampak pada penurunan efisiensi proses. Mulato et al. (2004) melaporkan bahwa berdasarkan uji statistik, interaksi waktu pengukusan dan ukuran biji kopi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap peningkatan volume biji kopi. Uap air yang masuk ke dalam jaringan atau pori-pori biji telah mencapai titik jenuh, dan elastisitas biji yang menyebabkan biji tidak pecah pada kondisi pengembangan maksimum. Nilai densitas kamba biji kopi pasca pengukusan mengalami perubahan 78% (Gambar 28). Biji kopi selama proses pengukusan mengalami peningkatan dimensi dan massa karena proses pengembangan biji akibat perlakuan panas dan masuknya uap air ke dalam pori-pori biji. Setelah proses pengukusan berlangsung selama 1 jam pertama, peningkatan densitas kamba biji kopi berlangsung relatif lambat dan mencapai nilai maksimum setelah proses pengukusan berlangsung selama 1.5 jam. Chandrasekar & Viswanathan (1999) melaporkan bahwa pada kadar air biji kopi Robusta berkulit cangkang antara 24-30% diperoleh nilai densitas kamba 490-520 kg/m3.
68
Perlakuan tekanan pada tahap pengukusan berdampak pada lama proses dan suhu pengukusan. Semakin tinggi tekanan yang dikenakan dalam proses, maka lama pengukusan relatif akan semakin cepat dan proses dapat dilakukan pada suhu yang lebih rendah. Selain itu, tekanan proses akan berpengaruh terhadap cita rasa mutu kopi rendah kafein yang dihasilkan. Pengembangan volume biji maksimum akan terjadi pada suhu yang relatif lebih rendah dan beberapa senyawa yang berpengaruh terhadap cita rasa relatif tidak banyak yang terikut dalam proses pelarutan kafein keluar dari matrik padatan biji kopi. 240
A
2...
... Luas permukaan, mm
220 200 180 160 140 120
A1
A2
A3
A4
100 0
1
2
3
4
5
Lama pengukusan, jam
400
300
3
/biji ... Volume biji, mm
B
200
100 A1
A2
A3
A4
0 0
1
2
3
4
5
Waktu pengukusan, jam
Keterangan : A1 = lebih besar dari 7.5 mm; A2 = antara 6.5 mm dan 7.5 mm; A3= antara 5.5 mm dan 6.5 mm dan A4 = lebih kecil dari 5.5 mm
Gambar 28. Perubahan (A) luas permukaan biji, dan (B) volume biji selama proses pengukusan
69
750
3
......... Densitas kamba, kg/m
800
700
650 A1
A2
A3
A4
600 0
1
2
3
4
5
Lama pengukusan, jam
Keterangan : A1 = lebih besar dari 7.5 mm; A2 = antara 6.5 mm dan 7.5 mm; A3= antara 5.5 mm dan 6.5 mm dan A4 = lebih kecil dari 5.5 mm
Gambar 29. Perubahan densitas kamba biji selama proses pengukusan B. Laju penurunan kafein pada lapisan tipis biji kopi Laju pelarutan senyawa kafein dari dalam biji pada lapisan tipis dengan pelarut air ditampilkan pada Gambar 31 dan Lampiran 1. Secara umum, senyawa kafein dalam biji kopi terlarut dalam air secara bertahap mengikuti persamaan sebagaimana ditampilkan pada Tabel 2. Laju pelarutan senyawa kafein lebih cepat pada suhu pelarut yang lebih tinggi dan perbedaan kadar kafein per lapis biji kopi semakin kecil. Kafein yang diisolasi dengan metode ekstraksi, kondisi suhu pelarut akan mempengaruhi efisiensi ekstraksi kafein (Perva et al., 2006). Pelarutan senyawa kafein biji kopi klasifikasi ukuran A1 dengan pelarut air pada suhu 60oC berlangsung relatif seragam pada kisaran perubahan 0.2-0.24% per jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada klasifikasi ukuran biji yang sama, suhu yang relatif tinggi juga memberikan kisaran perubahan yang relatif seragam yaitu 0.28-0.3% per jam. Pada biji kopi dengan klasifikasi ukuran A4, perubahan kadar kafein pada perlakuan suhu pelarut 60oC dan 100oC masingmasing sebesar 0.22-0.3% per jam dan 0.2-0.32% per jam. Laju perpindahan massa kafein keluar dari lapisan biji kopi akan semakin tinggi dengan semakin
70
kecil ukuran bahan karena luas bidang kontak antara padatan dan pelarut akan semakin besar, dan jalur difusinya menjadi semakin pendek (Widyotomo et al., 2009; Mulato et al., 2004; Kirk-Othmer, 1998). Persamaan regresi yang terbentuk dari laju penurunan kafein dari lapisan tipis sebagaimana ditampilkan pada Tabel 2 dapat digunakan untuk memprediksi kadar kafein biji kopi pada waktu tertentu selama proses pelarutan (7 jam) dengan menggunakan pelarut air. 2,5
1
2
3
4
5
Kada kafein, %bk ......
2
1,5
1
0,5
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Waktu pelarutan, jam
Keterangan : A1 = lebih besar dari 7.5 mm; A2 = antara 6.5 mm dan 7.5 mm; A3= antara 5.5 mm dan 6.5 mm dan A4 = lebih kecil dari 5.5 mm
Gambar 30. Penurunan kadar kafein dari 5 lapis tipis biji kopi dengan pelarut air
71
Tabel 2. Persamaan regresi laju pelarutan kafein per lapis tipis dengan pelarut air*) Ukuran biji A1 A2 A3 A4 Persamaan R2 Persamaan R2 Persamaan R2 Persamaan Suhu 60oC 5 4 3 2 1
y=-0.0214x20.0929x+2.4 y=-0.0321x20.0264x+2.28 y=-0.0214x20.1043x+2.34 y=-0.0304x20.0475x+2.21 y=-0.0125x20.1496x+2.23
0.9085 0.9869 0.9613 0.9752 0.9818
y=-0.0161x20.1561x+2.39 y=-0.0107x20.2021x+2.42 y=-0.0161x20.1332x+2.21 y=-0.0089x20.2061x+2.29 y=-0.0071x20.2014x+2.18
0.9784
y=-0.025x20.1079x+2.34 y=-0.0125x20.1982x+2.35 y=-0.0107x20.2021x+2.32 y=-0.0089x20.3311x+2.39 y=-0.2571x+ 2.2
0.9828
0.9952 0.9872 0.9937 0.9954
y=-0,0089x20.2289x+2.47 y=-0.0125x20.3675x+2.53 y=-0.0036x20.2936x+2.34 y=-0.0214x20.4214x+2.4 y=-0.0286x20.4743x+2.46
0.9841
y=-0.0196x20.1425x+2.23 y=-0.0125x20.3704x+2.39 y=-0.0214x20.4443x+2.48 y=-0.0357x20.5529x+2.56 y=-0.0339x20.5261x+2.41
0.9809
y=-0.0036x20.275x+2.4 y=-0.0143x20.3743x+2.36 y=-0.0054x20.2975x+2.11 y=-0.0304x20.5039x+2.37 y=-0.0196x20.3975x+2.11
0.9919
y=0.0214x20.4557x+2.62 y=0.0232x20.4768x+2.55 y=0.025x20.4521x+2.32 y=0.0125x20.3304x+1.95 y=0.0125x20.3246x+1.83
0.9867
0.9749 0.9764 0.9786 0.9809
R2
y=-0.0024x20.3018x+2.4628 y=0.0036x20.3221x+2.34 y=-0.0054x20.2425x+2.13 y=0.0089x20.3511x+2.21 y=-0.0018x20.2189x+1.81
0.9997
y=0.0062x20.3309x+2.405 y=-0.0018x20.2989x+2.29 y=-0.0107x20.1936x+1.94 y=-0.0036x20.2464x+1.9 y=-0.0071x20.1929x+1.7
0.9745
0.9824 0.9670 0.9555 0.8942
Suhu 70oC 5 4 3 2 1
y=-0.025x20.105x+2.38 y=-0.0196x20.1354x+2.38 y=-0.0321x20.0521x+2.22 y=-0.0071x20.1786x+2.2 y=-0.0125x20.3104x+2.33
0.9601 0.9463 0.9772 0.9816 0.9580
0.9870 0.9952 0.9937 0.9806
0.9843 0.9857 0.9760 0.9566
0.9936 0.9895 0.9858 0.9330
Suhu 80oC 5 4 3 2 1
y=-0.0161x20.1561x+2.39 y=-0.0134x20.1848x+2.425 y=-0.0143x20.1771x+2.32 y=-0.0107x20.3321x+2.4 y=-0.0161x20.3568x+2.38
0.9784 0.9619 0.9737 0.9843 0.9770
y=-0.0089x20.2318x+2.43 y=-0.0054x20.3346x+2.49 y=-0.0054x20.3261x+2.41 y=-0.0125x20.3532x+2.33 y=-0.0196x20.3804x+2.25
0.9936
y=-0.0089x20.2061x+2.29 y=-0.0089x20.3596x+2.49 y=-0.0089x20.2089x+2.15 y=-0.0063x20.2937x+2.125 y=-0.0036x20.2064x+1.86
0.9937
0.9786 0.9887 0.9788 0.9616
0.9931 0.9909 0.9918 0.9748
y=0.0071x20.3443x+2.38 y=0.0054x20.3518x+2.35 y=0.0009x20.2791x+2.005 y=-0.0054x20.2054x+1.75 y=0.0107x20.3007x+1.74
0.9929 0.9940 0.9855 0.9611 0.9581
Suhu 90oC 5 4 3 2 1
y=-0.0089x20.2318x+2.43 y=-0.0071x20.2286x+2.35 y=-0.0125x20.2054x+2.3 y=-0.0089x20.2061x+2.19 y=-0.25719x +2.2
0.9936 0.9912 0.9965 0.9937 0.9806
0.984 0.9728 0.959 0.9488
0.9974 0.9994 0.9716 0.9818
y=0.0018x20.3154x+2.31 y=-0.0089x20.2518x+2.15 y=-0.0161x20.1304x+1.65 y=0.0036x20.2779x+1.81 y=0.0223x20.3834x+1.795
0.9828 0.9990 0.9875 0.9801 0.9383
Suhu 100oC y=-4E16x20.9895 y=-0.0107x20.9831 y=0.0143x20.9874 y=0.0937x20.2829x+2.44 0.205x+2.28 0.4029x+2.46 0.932x+2.765 4 y=-0.0098x20.9870 y=-0.0054x20.9797 y=0.0179x20.9991 y=0.0714x20.333x+2.375 0.2368x+2.21 0.425x+2.4 0.7643x+2.45 3 y=-0.0089x20.9937 y=-0.0027x20.9461 y=1E-16x20.9802 y=0.0473x20.3311x+2.29 0.2887x+2.195 0.2343x+1.82 0.5598x+2.025 2 y=-0.0107x20.9796 y=-0.0098x20.9479 y=0.0009x20.9662 y=0.0536x20.3336x+2.28 0.2973x+2.025 0.2463x+1.765 0.6007x+2.04 1 y=-0.0107x20.9601 y=-0.017x20.9356 y=0.0179x20.9440 y=0.0464x20.1793x+2.02 0.0855x+1.565 0.3479x+1.78 0.5193x+1.78 Keterangan : *) untuk rentang waktu 7 jam proses pelarutan y adalah perubahan kadar kafein lapisan ke-n (% bk), dan x adalah waktu pelarutan (jam) 5
0.9220 0.9630 0.9385 0.9649 0.9583
72
C. Karakteristik pelarutan kafein dengan pelarut asam asetat Proses pelarutan senyawa kafein dari biji kopi diawali oleh pemecahan ikatan senyawa kompleks kafein akibat perlakuan panas. Senyawa kafein menjadi bebas dengan ukuran yang lebih kecil, mudah bergerak, mudah berdifusi melalui dinding sel, dan selanjutnya ikut terlarut dalam pelarut. Kafein yang terdapat di dalam sitoplasma dalam keadaan bebas (Sivetz & Desroiser, 1979), sedang selebihnya terdapat dalam kondisi terikat sebagai senyawa alkaloid dalam bentuk senyawa garam komplek kalium klorogenat dengan ikatan ionik (Clifford, 1985b). Ikatan kompleks ini menyebabkan kafein tidak dapat bergerak bebas di dalam jaringan biji kopi (Baumann et al., 1993; Horman & Viani, 1971) sehingga energi panas dapat menyebabkan ikatan tersebut terputus dan mudah larut. Penurunan kadar kafein dalam biji kopi dengan pelarut air dan beberapa konsentrasi pelarut asam asetat pada suhu pelarut 50oC dalam reaktor kolom tunggal ditampilkan pada Gambar 31, sedangkan suhu pelarut 60oC, 70oC, 80oC, 90oC dan 100oC ditampilkan pada Lampiran 2 dan 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan semakin tinggi suhu dan konsentrasi pelarut, maka laju pelarutan kafein semakin tinggi. Gambar 31 menunjukkan bahwa kadar kafein dalam biji kopi yang semula 2.28% b.k turun cepat menjadi 0.6-1.4% b.k setelah proses pelarutan berlangsung 2 jam. Setelah itu, penurunan kadar kafein berlangsung relatif lambat dan mencapai 0.3% bk pada selang waktu pelarutan 2-9 jam tergantung suhu dan konsentrasi pelarut (Lampiran 2 dan 3). Fenomena tersebut berkaitan dengan kecepatan rambat kafein di dalam jaringan sel biji. Makin rendah kandungan kafein dalam biji kopi, maka kecepatan pelarutan kafein akan menurun karena posisi molekul kafein terletak makin jauh dari permukaan biji kopi. Pada perlakuan suhu pelarut 50oC, kadar kafein 0.3% bk diperoleh setelah proses pelarutan berlangsung selama 8 jam dengan menggunakan konsentrasi pelarut 100%, dan 10 jam jika menggunakan konsentrasi pelarut 10%. Pada perlakuan suhu pelarut 100oC, kadar kafein 0.3% bk diperoleh setelah proses pelarutan berlangsung selama 4 jam dengan menggunakan konsentrasi pelarut 100%, dan 7 jam jika menggunakan konsentrasi pelarut 10%. Charley & Weaver
73
(1998) melaporkan bahwa kopi dapat dikatakan sebagai kopi rendah kafein (decaffeinated coffee) jika mengandung kafein maksimum 0.3% b.k. Perubahan fisik biji kopi selama pengukusan merupakan langkah awal proses pelunakan jaringan di dalam biji kopi, dan menjauhnya jarak antar sel. Kondisi tersebut mempermudah molekul pelarut berdifusi ke dalam biji kopi, dan mempercepat pelarutan senyawa kafeinnya (Ensminger et al., 1995). Jumlah senyawa kafein yang dapat diekstrak dari biji kopi tergantung pada lama ekstraksi, suhu dan konsentrasi pelarut (Widyotomo et al., 2009; Mulato et al., 2004; Jaganyi & Prince, 1999; Kirk-Othmer, 1998). 2,5 0%
10%
30%
50%
80%
100%
Kadar kafein, %bk ......
2
1,5
1
0,5
0 0
2
4
6
8
10
12
Waktu pelarutan, jam
Gambar 31. Penurunan kadar kafein dalam biji kopi dari beberapa perlakuan konsentrasi pelarut asam asetat dengan suhu pelarut 50oC D. Energi proses dekafeinasi dengan pelarut asam asetat Proses dekafeinasi biji kopi dalam reaktor kolom tunggal terdiri dari dua tahapan proses. Tahap pertama adalah pengembangan volume biji kopi dengan proses pengukusan (steaming). Tahap kedua adalah proses pelarutan kafein dari dalam biji kopi dengan metode pengurasan (leaching). Energi panas merupakan faktor utama yang sangat menentukan laju peningkatan volume biji dan pelarutan kafein pada proses dekafeinasi biji kopi dalam reaktor kolom tunggal. Proses dekafeinasi akan berlangsung efisien jika energi panas yang dihasilkan oleh sumber panas, yaitu kompor bertekanan (burner) berbahan bakar LPG tesedia dalam jumlah yang cukup dan dapat diserap secara maksimum.
74
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai efisiensi panas pada proses dekafeinasi biji kopi dalam reaktor kolom tunggal berkisar antara 63-77% tergantung pada suhu pelarut dan lama proses dekafeinasi (Lampiran 4). Dengan semakin tinggi suhu pelarut, maka eneji panas yang harus dibangkitkan oleh sumber panas harus semakin tinggi. Namun demikian, dengan semakin tinggi energi panas yang dibangkitkan, efisiensi panas dari proses dekafeinasi semakin menurun (Gambar 32). Hal tersebut menunjukkan bahwa perpindahan panas yang berlangsung lebih lambat pada suhu yang rendah akan berdampak pada pemanfaatan panas yang lebih efisien. Pada proses pengukusan, suhu air meningkat secara perlahan, mengubah fase cair menjadi fase uap, bersentuhan dengan permukaan biji, masuk ke dalam pori-pori biji dan mengembangkan biji dengan interval yang relatif tetap per satuan waktu. Hal sebaliknya terjadi pada proses pemanasan dengan menggunakan suhu yang lebih tinggi. Pada tahap awal, energi panas yang dibangkitkan oleh sumber panas dapat dimanfaatkan secara maksimum. Namun pada saat suhu biji mendekati suhu air (proses pengukusan) dan suhu pelarut (proses pelarutan), maka penyerapan energi panas akan berlangsung relatif lambat sehingga energi panas yang tersedia tidak termanfaat secara maksimal. Selain itu, energi panas yang hilang akan lebih besar dengan semakin tinggi suhu permukaan reaktor kolom tunggal. Untuk meningkatkan efisiensi proses dapat dilakukan dengan menginsulasi permukaan ekstraktor dan pengendalian pembakaran LPG dalam burner bertekanan pada saat kadar air biji kopi telah mendekati kejenuhan dan pengendalian proses agar berlangsung pada suhu pelarut yang tepat. Laju pembakaran dikendalikan dengan mempertahankan debit bahan bakar pada suhu proses yang telah ditetapkan. Penggunaan burner bertekanan dengan bahan bakar LPG untuk proses penyangraian biji kopi dalam mesin sangrai tipe silinder horisontal telah dilakukan oleh Mulato (2002) dengan nilai efisiensi pembakaran mencapai 95%. Produksi panas pembakaran LPG akan mendekati nilai maksimum karena kesamaan fase dengan oksigen dan mobilitas yang tinggi sehingga proses pencampuran akan berlangsung cepat dan merata yang menyebabkan proses pembakaran berlangsung lebih sempurna (Smith & Van Ness, 1985).
75
80 78
Efisiensi, %.....
76 74 72 70 68 66
0%
10%
30%
50%
80%
100%
64 62 60 40
50
60
70
80
90
100
110
Suhu pelarut asam asetat, oC
Gambar 32. Efisiensi proses dekafeinasi dengan pelarut asam asetat pada beberapa suhu dan konsentrasi pelarut 2500 y = -0,3421x2 - 0,2759x + 77,37 R2 = 0,9878
76
71
1500
1000
66
500
61
Efisiensi, % ...
Energi, 1000 kJ .....
2000
56
0 50
60
70
80
90
100
Suhu pelarut, oC E-observasi
E-prediksi
Efisiensi
Gambar 33. Energi observasi, energi prediksi dan efisiensi dekafeinasi pada konsentrasi pelarut asam asetat 50% Tabel 3. Persamaan regresi efisiensi proses dekafeinasi Konsentrasi Persamaan regresi pelarut, % 10% Y = -0.6655X2 + 2.4459X + 71.961 30% Y = -0.664X2 +2.443X +71.935 50% Y = -0.3421X2 – 0.2759X + 77.37 80% Y = -0.432244X2 +0.3998X + 76.532 100% Y = -0.4257X2 + 0.3499X + 76.563
R2 0.9855 0.9865 0.9878 0.9852 0.9847
Nilai puncak, % 70.43 70.41 74.58 73.64 73.19
Keterangan : X adalah suhu pelarut (oC) dan Y adalah efisiensi proses dekafeinasi (%)
76
Tabel 3 menampilkan persamaan regresi yang menghubungkan antara nilai suhu pelarut terhadap efisiensi proses prediksi dari beberapa tingkatan konsentrasi pelarut. Persamaan regresi yang terbentuk berupa persamaan kuadratik dan hasil perhitungan menunjukkan bahwa konsentrasi pelarut 50% akan menghasilkan nilai efisiensi proses tertinggi, yaitu 74.58%. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.9878 menunjukkan bahwa persamaan tersebut cukup valid untuk memprediksi efisiensi proses.
Model Matematik Proses Dekafeinasi Biji Kopi Dekafeinasi kopi merupakan proses ekstraksi padat-cair, dan kadar kafein terlarut sangat tergantung pada waktu proses. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laju pelarutan kafein dari dalam biji kopi ke pelarut maupun penambahan kadar kafein ke dalam pelarut akan mengikuti persamaan eksponensial Arrhenius sebagaimana dilaporkan Doran (1995), Mulato et al. (2004), Espinoza-Perez et al. (2007) dan Widyotomo et al. (2009). Selain bentuk bulat (sperichal) dan lempeng (slab), biji kopi dapat diasumsikan dalam bentuk elipsoidal. Namun, model matematika kinetika kafein selama proses ekstraksi phase padat-cair dalam biji kopi dengan asumsi bentuk elipsoidal belum pernah dilakukan. Kesetimbangan materi dan energi mutlak terjadi dalam proses tersebut sebagai fungsi suhu dan konsentrasi pelarut yang ditentukan oleh lamanya waktu proses. Model mekanistik untuk ekstraksi kafein harus meliputi perhitungan difusi kafein di dalam biji biji, konveksi kafein pada kondisi batas pelarut dan padatan dalam hal ini permukaan biji kopi, dan hubungan kesetimbangan yang terjadi antara konsentrasi kafein dalam biji kopi dan pelarut. Perpindahan senyawa kafein dari dalam massa bahan berbentuk bulat (spherical) memiliki hambatan internal yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan hambatan eksternal. Berdasarkan hal tersebut laju perpindahan massa kafein dapat diprediksi dengan persamaan difusi kondisi tak mantap (unsteady-state) yang dikontrol oleh mekanisme difusi sebagaimana ditampilkan pada persamaan (3.1) dan (3.2). Solusi analitis untuk profil konsentrasi keadaan tak mantap cA (r, t) diperoleh dengan teknik pemisahan variabel (Gambar 12). Rincian solusi analitik dalam koordinat bundar telah dijabarkan oleh Crank (1975), Saravacos &
77
Maroulis (2001), Welty et al. (2001) dan Anderson et al. (2003) sebagaimana ditampilkan pada persamaan (3.5), (3.6) dan (3.11). Solusi analitis ini dinyatakan sebagai suatu penjumlahan deret infinit yang konvergen bila “n” mendekati takhingga. Namun, konvergensi ke suatu nilai numerik tunggal sulit dicapai dengan melakukan penjumlahan deret, terutama jika nilai parameter tak berdimensi Dk.t/R2 relatif kecil. Metode pengurasan (leaching) atau ekstraksi zat padat (solid extraction) merupakan mekanisme yang digunakan dalam reaktor kolom tunggal untuk mengeluarkan (ekstraksi) senyawa kafein dari dalam partikel padat biji kopi. Pada proses pengurasan, kuantitas zat mampu larut (soluble) yang dapat dikeluarkan umumnya lebih banyak dibandingkan dengan proses pengurasan filtrasi biasa. Pelarutan senyawa kafein terjadi dengan mekanisme pengurasan atau mengalirnya senyawa pelarut melalui rongga-rongga dalam hamparan biji kopi yang tidak teraduk. Metode tersebut dilakuan dalam sistem batch di dalam silinder tegak tunggal yang memiliki dasar berlubang yang berfungsi untuk mendukung zat padat tetapi masih dapat melewatkan pelarut keluar (McCabe et al., 1999). Persamaan (3.12) digunakan untuk menentukan laju pengurasan (leaching) yang terbukti mampu menggambarkan kinetika proses ekstraksi sistem padatan-cairan dalam hal ini larutan kafein-biji kopi di mana kafein akan diekstrak dari biji kopi.
A. Mekanisme pelarutan kafein Pelarutan kafein dari dalam biji kopi merupakan proses transportasi dan transformasi. Proses tranportasi merupakan perpindahan senyawa kafein dari pusat matrik padatan sampai keluar dari permukaan biji kopi. Proses transformasi merupakan perubahan beberapa senyawa kimia karena masukannya pelarut ke dalam matrik padatan biji kopi. Mekanisme perpindahan senyawa kafein dari matrik padatan biji kopi meliputi proses difusi senyawa kafein di dalam biji biji, konveksi kafein pada kondisi batas pelarut dan padatan dalam hal ini permukaan biji kopi, dan hubungan kesetimbangan yang terjadi antara konsentrasi kafein dalam biji kopi dan pelarut. Proses dekafeinasi biji kopi Robusta dalam reaktor kolom tunggal dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pengukusan (steaming) biji
78
kopi dengan uap air pada suhu 100°C. Tahap berikutnya adalah pelarutan senyawa kafein dari matrik padatan biji kopi yang telah mengembang maksimum dengan menyemprotkan pelarut pada tumpukan biji kopi, dan sirkulasi pelarut dijaga secara kontinu. Pada tahap pengukusan, air dalam bentuk uap panas bebas (vaporization) bergerak cepat menembus tumpukan, dan memanaskan permukaan biji kopi. Rambatan uap panas tersebut menyebabkan sel-sel biji kopi bertambah besar dan sekaligus mengakibatkan meningkatnya porositas antar sel. Pori-pori jaringan kopi menjadi terbuka dan dimanfaatkan oleh air masuk ke dalamnya secara difusi. Molekul air terperangkap di dalam sel sehingga kadar air biji kopi meningkat, mencapai kondisi serapan maksimum dan tidak ada lagi ruang kosong yang dapat diisi air. Pada kondisi tersebut pengembangan biji kopi telah mencapai nilai maksimum, dan biji kopi telah mengalami proses pembasahan ulang. Kelarutan senyawa kafein dalam air akan meningkat dengan semakin tingginya suhu. Perlakuan panas mengakibatkan senyawa kafein bergerak lebih cepat dan bebas dengan ukuran lebih kecil sehingga mudah berdifusi melalui dinding sel. Senyawa kafein yang terdapat di dalam sitoplasma dalam keadaan bebas, sedang selebihnya terdapat dalam kondisi terikat sebagai senyawa alkaloid dalam bentuk senyawa garam komplek kalium klorogenat dengan ikatan ionik. Ikatan komplek ini menyebabkan kafein tidak dapat bergerak bebas di dalam jaringan biji kopi. Pengaruh energi panas dapat menyebabkan ikatan tersebut terputus sehingga mudah larut dalam air. Tahap selanjutnya adalah penyemprotan senyawa pelarut secara kontinyu ke dalam tumpukan biji kopi yang telah mengalami pengembangan maksimum oleh uap air. Sifat polaritas asam asetat menyebabkan senyawa kafein yang telah terlarut dalam air berdifusi keluar menembus permukaan biji kopi. Pada kondisi demikian terjadi konveksi kafein pada kondisi batas pelarut dan padatan dalam hal ini permukaan biji kopi. Selanjunya, sirkulasi senyawa asam asetat yang kontinyu akan mengisi jaringan pori-pori di dalam biji kopi, dan melarutkan senyawa kafein yang masih terikat sebagai senyawa alkaloid dalam bentuk senyawa garam komplek kalium klorogenat dengan ikatan ionik. Kelarutan senyawa kafein dalam senyawa asam asetat akan meningkat dengan semakin tingginya suhu pelarut.
79
Laju perpindahan massa kafein akan semakin tinggi dengan semakin kecil ukuran biji kopi karena luas bidang kontak antara biji kopi dengan pelarut akan semakin besar, dan jalur difusinya semakin pendek. Kesetimbangan konsentrasi senyawa kafein di dalam biji kopi dan pelarut akan terjadi jika daya larut pelarut untuk melarutkan senyawa kafein dari dalam biji kopi sudah maksimum. Rasio antara massa biji kopi dan volume pelarut yang cukup besar akan mencegah terjadinya kondisi tersebut sehingga akan tetap terjaga proses pelarutan senyawa kafein berlangsung optimal.
B. Laju pelarutan kafein dalam biji kopi (kf) Selama proses pengurasan (leaching) terjadi proses perpindahan senyawa kafein yang terdapat di dalam pori-pori menuju permukaan biji, dan terlepas dari biji yang kemudian terikut dalam pelarut. Proses tersebut berlangsung secara difusi. Suhu dan konsentrasi pelarut merupakan dua parameter yang sangat menentukan tinggi rendahnya laju pelarutan kafein dari dalam biji kopi. Laju pelarutan kafein (kf) dihitung dari gradien kurva waktu pelarutan terhadap rasio kadar kafein yang ditunjukkan pada Gambar 34. Kurva tersebut mendiskripsikan pengaruh suhu dan konsentrasi pelarut terhadap perubahan kadar kafein di dalam biji kopi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam notasi positif, dengan semakin tinggi suhu dan konsentrasi pelarut, maka nilai laju pelarutan (kf) semakin besar (Lampiran 6). Notasi negatif pada nilai kf menunjukkan arah peluruhan. Suhu pelarut menentukan thermal driving force. Makin tinggi suhu pelarut, maka thermal driving forcenya akan semakin besar. Kondisi tersebut menyebabkan proses perpindahan panas ke dalam biji kopi semakin cepat dan laju pelarutan kafein semakin besar. Nilai laju perpindahan kafein yang selalu negatif menunjukkan bahwa terjadi proses perpindahan senyawa kafein dari dalam poripori biji kopi menuju permukaan biji dan ikut terlarut dalam senyawa pelarut. Ekstraksi padat cair (leaching) adalah proses perpindahan solute (kafein) dari padatan ke pelarut karena adanya driving force berupa perbedaan konsentrasi solute dan kelarutan solute antara padatan dengan pelarut (Brown, 1950; Treyball,
80
1980; Earley,1983). Untuk pelarut yang bersifat cair dengan semakin tinggi suhu akan menurunkan viskositasnya sehingga difusivitas akan naik (Foust, 1959). Untuk mendapatkan hubungan laju pelarutan kafein terhadap suhu dan konsentrasi pelarut secara simultan dilakukan dengan membentuk persamaan berpangkat yang dinyatakan dalam persamaan (3.11). Analisis multi regresi dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) untuk menentukan nilai konstanta pada variabel suhu dan konsentrasi. Hasil analisis SPPS untuk menentukan persamaan laju pelarutan kafein sebagai fungsi suhu (T) dan kosentrasi pelarut (c) adalah sebagai berikut,
k f = 4.4106.c 0.01282 . exp( −1041.82 / T )
(5.1)
Nilai difusivitas kafein (Dk) dapat ditentukan dengan mengalikan nilai kf terhadap (r2/π2) sehingga diperoleh persamaan berikut, Dk =
r2
π2
× 4.4106.c 0.01282 . exp( −1041.82 / T )
(5.2)
Persamaan tersebut di atas menunjukkan bahwa hubungan konsentrasi dan difusivitas kafein ditunjukkan dengan pangkat positif. Perpindahan massa kafein atau difusivitas pelarut dalam membawa senyawa kafein akan semakin cepat dengan semakin tingginya konsentrasi pelarut. Pada rentang suhu pelarut 50100oC dan konsentrasi asam asetat 10-100% diperoleh nilai kf antara 0.18050.2865/detik. Pada rentang ukuran biji kopi antara 5.5-7.5 mm diperoleh nilai Dk antara 1.38–4.08×10-7 m2/detik. Adapun hubungan antara suhu dengan laju pelarutan kafein mengikuti pola linier dengan nilai energi aktivasi (Ea) sebesar 8.68 kJ/mol. Kelarutan bahan yang diekstraksi dan difusivitas akan meningkat dengan meningkatnya suhu. Laju perpindahan massa akan semakin tinggi dengan semakin kecil ukuran bahan karena luas bidang kontak antara padatan dan pelarut akan semakin besar, dan jalur difusinya menjadi semakin pendek. Kafein yang diisolasi dengan ekstraksi menggunakan pelarut organik, dan kondisi ekstraksi seperti pelarut, suhu, waktu, pH, dan rasio komposisi pelarut dengan bahan akan mempengaruhi efisiensi ekstraksi kafein (Perva et al., 2006). Untuk pelarut yang bersifat cair dengan semakin tinggi suhu akan menurunkan viskositasnya sehingga difusivitas akan naik.
81
Gambar 35 menunjukkan grafik scatter plot nilai observasi dan prediksi dari laju pelarutan kafein (kf) selama proses dekafeinasi dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut asam asetat pada rentang suhu 50-100oC dan konsentrasi pelarut 10-100%. Analisis statistik menghasilkan nilai koefisien (R2) determinasi sebesar 0.9328. Hasil tersebut menunjukkan bahwa persamaan yang telah dikembangkan valid untuk memprediksi laju pelarutan kafein dari dalam biji kopi pada proses dekafeinasi biji kopi dalam reaktor kolom tunggal dengan kisaran kondisi yang telah disebutkan. -4 -4,5
ln (cf.Rg) .
-5 -5,5 -6 -6,5
0%
10%
30%
50%
80%
100%
-7 0
2
4
6
8
10
12
Waktu pelarutan, jam
Gambar 34. Ploting rasio kadar kafein (ln cf.Rg) terhadap waktu pelarutan dari beberapa konsentrasi pelarut asam asetat dan suhu pelarut 50oC 0,31 0,29
kf-pred, 1/jam.....
0,27 0,25 0,23 0,21 y = 0,9074x + 0,0211
0,19
R2 = 0,9328
0,17 0,15 0,150
0,200
0,250
0,300
0,350
kf-obs, 1/jam
Gambar 35. Scatter plot laju pelarutan kafein observasi (kf-obs) vs prediksi (kf-pred)
82
Proses tranportasi merupakan perpindahan senyawa kafein dari pusat matrik padatan sampai keluar dari permukaan biji kopi. Proses transformasi merupakan perubahan beberapa senyawa kimia karena masukannya pelarut ke dalam matrik padatan biji kopi. Model matematik yang dikembangkan dari persamaan (3.15) hanya mempresentasikan proses transportasi atau perpindahan senyawa kafein di dalam biji kopi.
C. Waktu pelarutan kafein Perbandingan antara luas permukaan biji kopi Ap (m2) dan volume pelarut Vp (m3) ditampilkan pada Gambar 36. Persamaan yang terbentuk adalah Ap/Vp (meter) = -3.3319d + 10,302 dalam hal ini d adalah diameter biji kopi (mm). Nilai koefisien determinasi (R2) persamaan tersebut sebesar 0.9567. Kurva yang terbentuk menunjukkan bahwa dengan semakin besar diameter biji kopi (d), maka nilai (Ap/Vp) akan semakin kecil. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka diperoleh model matematik untuk memprediksi waktu dekafeinasi sampai batas maksimum 0.3% bk adalah :
t (det) = − ((
c − 0.3 (5.3) ).(4.4106.c 0.01282 exp( −1041.82 / T ) )(−3.3319d + 10.302)) −1 ln AS π c A0 − 0.3 r
2
Persamaan (5.3) terbentuk dari susbtitusi variabel kf dan Dk dari persamaan (5.1) dan (5.2) ke dalam persamaan (3.16) dan (3.22). Persamaan (5.3) akan berlaku sesuai dengan nilai analisis dimensional jika nilai konstanta g, a dan (Ea/Rg) yang terdapat dalam persamaan (4.27) dan (5.3) masing-masing bernilai 4.4106, 0.01282 dan 1041.82. Gambar 36 merupakan kurva yang terbentuk dari proses perhitungan waktu pelarutan kafein menggunakan persamaan (5.3) dengan masukan asumsi data sebagaimana ditampilkan pada Tabel 4.
83
7,0
Ap/Vp, 1/m......
6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 1,001 1,201
1,401
1,601
1,801
2,001 2,201
2,401
2,601
Diameter, m
Gambar 36. Nilai rasio Ap/Vp untuk beberapa ukuran diameter biji kopi 2,5
cAS, %bk ...
2
1,5
1
0,5
0 0
2
4
6
8
10
12
14
Waktu pelarutan, jam
Gambar 37. Kurva prediksi penurunan kadar kafein (cAS) hasil pengembangan model
84
Tabel 4. Contoh nilai masukan data model perpindahan massa kafein selama proses dekafeinasi No. Parameter Nilai Satuan Keterangan 1 2 3 4 5
Kadar kafein awal (cA0) Kadar kafein akhir (cA) Diameter biji kopi (d) Suhu pelarut (T) Konsentrasi pelarut (c)
2.28 0.3 0.0065 70 80
% bk % bk m o C %
Pengukuran Pengukuran Pengukuran Pengukuran Pengukuran
Penyelesaian dari persamaan (5.3) akan menghasilkan prediksi waktu pelarutan kadar kafein sampai batas maksimum 0.3% bk. Perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan bahasa pemrograman (software) Visual Basic 6.0. Contoh perhitungan data dijabarkan dalam Lampiran 7, sedangkan algoritma perhitungan proses dekafeinasi dijabarkan dalam Lampiran 8. Tampilan layar masukan data dan keluaran nilai perhitungan waktu pelarutan ditunjukkan pada Gambar 38. Laju pelarutan kafein (prediksi) dari dalam biji kopi akan mengikuti persamaan eksponensial (5.3) sebagaimana ditampilkan pada Gambar 37.
Gambar 38. Tampilan menu program laju pelarutan kafein
85
D. Validasi Model Matematik Proses Dekafeinasi Biji Kopi Validasi dilakukan untuk mengetahui seberapa layak nilai yang diperoleh dari proses perhitungan, yaitu waktu pelarutan prediksi untuk mencapai kadar kafein 0.3% bk (t-prediksi) terhadap kedekatan nilai dari proses pelarutan sebenarnya (t-observasi). Waktu pelarutan prediksi (t-prediksi) ditentukan dari hasil perhitungan model matematik pelarutan kafein dalam reaktor kolom tunggal (5.3), dan waktu pelarutan observasi (t-observasi) ditentukan dari proses pelarutan kafein dari dalam biji kopi secara langsung dalam reaktor kolom tunggal sampai kadar kafein maksimum 0.3% bk. Penentuan t-observasi untuk validasi model dilakukan terhadap proses dekafeinasi biji kopi Robusta tanpa perlakuan sortasi ukuran (unsorted beans). Tahap awal biji kopi dikukus (steaming) selama 1.5 jam dengan menggunakan media air, dan dilanjutkan dengan proses pelarutan kafein dengan pelarut asam asetat, limbah cair fermentasi biji kakao dan pelarut tersier pulpa kakao. Selama proses pelarutan, contoh biji kopi diambil untuk dianalisis kadar kafein yang masih tersisa di dalam biji kopi. Titik pengamatan kadar kafein tersebut kemudian diplotkan dalam bentuk grafik bersamaan dengan laju pelarutan kafein yang terbentuk dari hasil perhitungan model matematik sebagaimana ditampilkan pada Gambar 38, 40 dan 42.
D.1 Validasi model dengan pelarut asam asetat Kurva laju pelarutan kafein yang terbentuk dari perhitungan model matematik (cAS-prediksi) disandingkan dengan kurva laju pelarutan kafein observasi (cAS-observasi) dengan pelarut asam asetat ditampilkan pada Gambar 39. Secara umum, laju pelarutan kafein yang diukur (observasi) memiliki trend yang sama dengan laju pelarutan kafein hasil perhitungan (prediksi) (Lampiran 10). Kinerja model secara umum menunjukkan kesesuaian antara nilai prediksi dan observasi terutama pada selang kadar kafein di dalam biji dari 2.28% bk sampai dengan 1% bk. Namun, setelah kadar kafein di dalam biji mencapai 1% dan terus menurun sampai 0.3% bk, angka observasi selalu lebih kecil dibandingkan angka prediksi. Hal ini dapat diterangkan bahwa bukan hanya difusivitas kafein di dalam biji kopi yang tergantung pada suhu dan konsentrasi
86
pelarut yang berpengaruh terhadap kinerja model, tetapi yang lebih penting disebabkan oleh pelarut pada periode itu telah mengandung kafein sehingga menurunkan driving force atau perbedaan konsentrasi kafein di permukaan biji dengan konsentrasi kafein di dalam pelarut sehingga model “over predict” dibandingkan data percobaan. Validasi waktu dekafeinasi dengan menggunakan pelarut asam asetat ditampilkan pada Gambar 40 yang menunjukkan bahwa garis linier regresi yang terbentuk, yaitu y = 0.8914x + 0.5045 menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.9326. Hal tersebut mendiskripsikan bahwa model matematik yang telah dibangun dapat digunakan untuk memprediksi laju pelarutan kafein biji kopi dalam reaktor kolom tunggal. 2,5 cAS-pred
cAS-obsr
cAS, %bk ...
2
1,5
1
0,5
0 0
2
4
6
8
10
12
14
Waktu pelarutan, jam
Gambar 39. Penurunan kadar kafein pada perlakuan suhu 50oC dan konsentrasi pelarut 100% (asam asetat)
87
12
t-prediksi, jam .....
10
8
6
4 y = 0,8914x + 0,5045 2
R = 0,9326
2
0 2
4
6
8
10
12
t-bservasi, jam
Gambar 40. Scatter plot waktu dekafeinasi observasi dan prediksi
D.2 Validasi model dengan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao Validasi model matematik juga dilakukan dengan cara melakukan proses dekafeinasi (test-run) menggunakan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao. Test run proses dekafeinasi dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao (Tabel 5) dilakukan dengan perlakuan paramater suhu dan konsentrasi pelarut yang ditentukan oleh Response Surface Methodology (RSM). Waktu proses dekafeinasi (t-prediksi) ditentukan berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan (5.3). Kurva laju pelarutan kafein yang terbentuk dari perhitungan model matematik (cAS-prediksi) disandingkan dengan kurva laju pelarutan kafein observasi (cAS-observasi) dengan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao ditampilkan pada Gambar 41. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu observasi (t-observasi) pelarutan kafein dengan menggunakan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao lebih tinggi jika dibandingkan dengan waktu prediksi (t-prediksi). Hal ini dapat diterangkan bahwa bukan hanya difusivitas kafein di dalam biji kopi yang tergantung pada suhu dan konsentrasi pelarut yang berpengaruh terhadap kinerja model, tetapi yang lebih penting disebabkan oleh pelarut pada periode itu telah mengandung kafein sehingga menurunkan driving force atau perbedaan
88
konsentrasi kafein di permukaan biji dengan konsentrasi kafein di dalam pelarut sehingga model “over predict” dibandingkan data percobaan. Tabel 5. Test-run percobaan dengan bantuan RSM limbah cair fermentasi biji kakao t-observasi, Laju pelarutan, Kadar kafein dari Suhu, Konsentrasi, t-prediksi, o C % jam jam %/jam t-prediksi, % bk 50 100 67 100 100 67 50 83 100
100 100 70 40 70 10 10 10 10
6.40 4.16 5.48 4.21 4.17 5.61 6.60 4.89 4.28
8 6 7 6 6 7 8 7 6
0.25 0.33 0.28 0.33 0.33 0.28 0.25 0.28 0.33
0.42 0.33 0.40 0.44 0.33 0.58 0.55 0.61 0.45
Keterangan : 1. t-prediksi (jam) adalah waktu proses dekafeinasi untuk mencapai kadar kafein 0.3% bk dengan perhitungan model matematik 2. t-observasi (jam) adalah waktu proses pengujian langsung yang diperlukan untuk mencapai kadar kafein 0.3% bk 3. laju pelarutan (%/jam) adalah persentase kafein yang terlarut dari dalam biji kopi per satuan waktu (jam)
Validasi waktu dekafeinasi dengan menggunakan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao ditampilkan pada Gambar 42. Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh dari persamaan garis linier regresi yang terbentuk dari hubungan waktu prediksi dan waktu observasi t-obsr = 0.771.t-pred + 2.8137 adalah 0.9556. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai laju pelarutan (kf) dengan menggunakan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao berada pada kisaran 0.1488-0.1984 per detik, nilai difusivitas kafein (Dk) sebesar 1.59×10-7-2.12×10-7 m2/detik, dan nilai koefisien perpindahan massa (kL) sebesar 4.90×10-5-6.53×10-5 m/detik tergantung pada suhu dan konsentrasi pelarut.
89
2,5
cAS-prediksi
cAS-observasi
cAS, %bk ..
2
1,5
1
0,5
0 0
2
4
6
8
10
12
Waktu pelarutan, jam
Gambar 41. Penurunan kadar kafein pada perlakuan suhu 50oC dan konsentrasi pelarut 100% (limbah cair fermentasi biji kakao) 8,5
8,0
t-obsr, jam...
7,5
7,0
6,5 y = 0,771x + 2,8137
6,0
2
R = 0,9556
5,5
5,0 4,0
4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
7,0
t-pred, jam .
Gambar 42. Validasi waktu dekafeinasi dengan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao D.3 Validasi model dengan pelarut tersier pulpa kakao Selain menggunakan senyawa asam asetat dan limbah cair fermentasi biji kakao, validasi model matematik juga dilakukan dengan cara melakukan proses dekafeinasi (test-run) menggunakan pelarut tersier pulpa kakao. Test run proses dekafeinasi dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut tersier pulpa kakao (Tabel 6) dilakukan dengan perlakuan paramater suhu dan konsentrasi pelarut yang ditentukan oleh Response Surface Methodology (RSM). Waktu proses
90
dekafeinasi
(t-prediksi)
ditentukan
berdasarkan
hasil
perhitungan
dengan
menggunakan persamaan (5.3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu observasi (t-observasi) pelarutan kafein dengan menggunakan pelarut tersier pulpa kakao lebih lama jika dibandingkan dengan waktu prediksi (t-prediksi) (Gambar 43). Hal ini dapat diterangkan bahwa bukan hanya difusivitas kafein di dalam biji kopi yang tergantung pada suhu dan konsentrasi pelarut yang berpengaruh terhadap kinerja model, tetapi yang lebih penting disebabkan oleh pelarut pada periode itu telah mengandung kafein sehingga menurunkan driving force atau perbedaan konsentrasi kafein di permukaan biji dengan konsentrasi kafein di dalam pelarut sehingga model “over predict” dibandingkan data percobaan. Sebagaimana yang terjadi pada proses pelarutan dengan menggunakan senyawa asam asetat dan limbah cair fermentasi biji kakao. Fenomena yang terjadi adalah perpindahan senyawa kafein keluar dari dalam pori-pori biji karena sifat pelarutan air yang ditingkatkan oleh kepolaran senyawa pelarut yang digunakan sehingga pada suhu yang sama akan diperoleh laju ekstraksi yang lebih tinggi. Validasi waktu dekafeinasi dengan menggunakan pelarut tersier pulpa kakao ditampilkan pada Gambar 44. Nilai koefisien determinasi (R 2) yang diperoleh dari persamaan garis linier regresi yang terbentuk dari hubungan waktu prediksi dan waktu observasi t-obsr = 0.8825.t-pred + 2.8354 adalah 0.7727. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai laju pelarutan (kf) dengan menggunakan pelarut tersier berada pada kisaran 0.1323-0.1984 per detik, nilai difusivitas kafein (Dk) sebesar 1.41×10-7-2.12×10-7 m2/detik, dan nilai koefisien perpindahan massa (kL) sebesar 4.35×10-5-6.53×10-5 m/detik tergantung pada suhu dan konsentrasi pelarut.
91
Tabel 6. Test-run percobaan dengan bantuan RSM pelarut tersier pulpa kakao t-observasi, Laju pelarutan, Kadar kafein dari Suhu, Konsentrasi, t-prediksi, o C % jam jam %/jam t-prediksi, % bk 50 50 100 67 75 100 50 67 50
6.45 6.40 4.16 5.48 5.08 4.17 6.45 5.61 6.60
55 100 100 70 100 70 55 10 10
8 9 7 8 8 6 8 8 9
0.25 0.22 0.28 0.25 0.25 0.33 0.25 0.25 0.22
0.56 0.40 0.30 0.42 0.35 0.33 0.44 0.61 0.56
Keterangan : 1. t-prediksi (jam) adalah waktu proses dekafeinasi untuk mencapai kadar kafein 0.3% bk dengan perhitungan model matematik 2. t-observasi (jam) adalah waktu proses pengujian langsung yang diperlukan untuk mencapai kadar kafein 0.3% bk 3. laju pelarutan (%/jam) adalah persentase kafein yang terlarut dari dalam biji kopi per satuan waktu (jam)
2,5
cAS-prediksi
cAS-observasi
cAS, % bk ....
2
1,5
1
0,5
0 0
2
4
6
8
10
12
Waktu pelarutan, jam
Gambar 43. Penurunan kadar kafein pada perlakuan suhu 50oC dan konsentrasi pelarut 100% (pelarut tersier)
92
9,5 9
t-obsr, jam .....
8,5 8 7,5 7 6,5 y = 0,8825x + 2,8354 R2 = 0,7727
6 5,5 5 4,00
4,50
5,00
5,50
6,00
6,50
7,00
t-pred, jam
Gambar 44. Validasi waktu dekafeinasi dengan pelarut tersier pulpa kakao
Optimasi Proses Dekafeinasi Biji Kopi Optimasi proses dekafeinasi dilakukan terhadap parameter laju pelarutan kafein (%/jam), dan waktu pelarutan kafein observasi (t-observasi, jam) dari beberapa perlakuan suhu dan konsentrasi pelarut dengan menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Proses dekafeinasi dilakukan dengan beberapa perlakuan suhu dan konsentrasi pelarut seperti yang ditampilkan pada Tabel 5 untuk pelarut limbah cair fermentasi biji kakao, dan Tabel 6 untuk pelarut tersier pulpa kakao. Kopi diminum oleh konsumen bukan sebagai sumber nutrisi, tetapi sebagai penyegar. Dengan demikian, biji kopi dianggap bernilai ekonomis jika dapat memberikan kepada konsumen rasa senang dan kepuasan dari aroma dan flavor yang dihasilkan. Kualitas minuman kopi ditunjukkan dengan kesatuan nilai dari aroma, flavor, bodi, dan bitterness. (Davids, 1996; Mulato, 2002). Optimasi proses dilakukan untuk mengetahui kondisi laju pelarutan kafein maksimum dan waktu proses observasi terbaik serta dapat memberikan produk kopi dekafeinasi dengan cita rasa prima. Parameter mutu dari aspek cita rasa yang digunakan adalah aroma, flavor, bodi, bitterness, dan finish appreciation (FA). A. Pelarut asam asetat Hasil analisis RSM menunjukkan bahwa laju pelarutan kafein optimum sebesar 0.497%/jam (Gambar 45) dan waktu observasi optimum sebesar 4.99 jam
93
(Gambar 46) diperoleh dari proses dekafeinasi pada suhu dan konsentrasi pelarut masing-masing 100oC dan 69%. Batas bawah (low limit) dan batas atas (high limit) untuk laju pelarutan sebesar 0.465 %/jam dan 0.529 %/jam, sedangkan batas bawah (low limit) dan batas atas (high limit) untuk waktu observasi sebesar 2.9 jam dan 9.8 jam. Waktu observasi (jam) adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar kafein 0.3% bk secara eksperimental. Hasil uji cita rasa contoh biji kopi terdekafeinasi pada suhu proses 100oC dan konsentrasi pelarut 69% diperoleh nilai aroma, flavor, body dan bitterness masing-masing sebesar 3.2; 2.7; 2.8; dan 1.6; sedangkan nilai finish appreciation (FA) sebesar 2.8. Hasil anova menunjukkan bahwa hanya suhu pelarut memberikan pengaruh nyata terhadap laju pelarutan kafein dari dalam biji kopi dan waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar kafein akhir 0.3% bk dalam biji kopi. Harga efek estimasi pada Tabel 7 menunjukkan besarnya pengaruh masing-masing variabel terhadap laju penurunan kadar kafein. Semakin besar harga efek estimasi suatu variabel menunjukkan semakin besar pengaruh variabel tersebut. Variabel linear konsentrasi dan interaksi antara suhu dan konsentrasi memberikan efek negatif terhadap laju penurunan kadar kafein. Sedangkan variabel suhu, variabel kuadrat suhu, dan variabel linear konsentrasi memberikan efek positif terhadap laju penurunan kadar kafein. Dengan demikian variabel linear suhu, kuadrat suhu, dan
variabel
linear
konsentrasi
akan
memberikan
pengaruh
terhadap
bertambahnya laju penurunan kadar kafein. Sedangkan variabel kuadrat konsentrasi dan interaksi antara suhu dan konsentrasi akan memberikan pengaruh terhadap berkurangnya laju penurunan kadar kafein. Tabel 7. Nilai efek estimasi dan koefisien regresi terhadap laju pelarutan kafein (asam asetat) No. Faktor Efek estimasi Koefisien regresi 1 Konstanta 0.3905 2 Suhu (L) 0.1604 3 Suhu (Q) 0.0250 4 Konsentrasi (L) 0.0168 5 Konsentrasi (Q) -0.0114 6 Suhu (L) – Konsentrasi (L) -0.0017 Keterangan : L adalah linier dan Q adalah kuadrat
0.3905 0.00321 4.007×10-5 1.868×10-4 -5.6262×10-6 -7.4119×10-7
Laju pelarutan, %/jam
94
P HI EC
20 40
% s ia r nt 80 se n ko 60
0 10
Gambar 45. Kurva RSM laju pelarutan kafein (%/jam) pada berbagai konsentrasi pelarut asam asetat dan suhu proses
. 6.0 5.5 5.0 4.5 E
IP CH
4.0 0 10
50
80
60
60
70
suh
u- o
40
80
C
20
90 10 0
ko
ns
e
a n tr
s i-
%
Gambar 46. Kurva RSM lama proses pelarutan kafein (t-observasi) pada berbagai konsentrasi pelarut asam asetat dan suhu proses Dengan menggunakan harga koefisien regresi yang terdapat dalam Tabel 7 dapat disusun suatu persamaan model matematika yang menghubungkan antara laju penurunan kadar kafein dengan variabel suhu dan variabel konsentrasi pelarut sebagai berikut:
95
Y = 0.3905 + 0.00321x1 + 1.868E −4 x2 − 7.4119E −7 x1.x2 + 4.007 E −5 x1 − 5.6262E −6 x2 X − 75 X − 50 x1 = 1 dan x2 = 2 10 20 2
2
Dalam hal ini x1 adalah variabel tak berdimensi suhu, X1 adalah variabel suhu (°C), x2 adalah variabel tak berdimensi konsentrasi, dan X2 adalah variabel konsentrasi (%)
B. Pelarut limbah cair fermentasi biji kakao Hasil analisis RSM menunjukkan bahwa laju pelarutan kafein optimum sebesar 0.3426%/jam (Gambar 47) dan waktu observasi optimum sebesar 5.68 jam (Gambar 48) diperoleh dari proses dekafeinasi pada suhu dan konsentrasi pelarut masing-masing 100oC dan 55%. Batas bawah (low limit) dan batas atas (high limit) untuk laju pelarutan sebesar 0.2714 %/jam dan 0.4139 %/jam, sedangkan batas bawah (low limit) dan batas atas (high limit) untuk waktu observasi sebesar 3.95 jam dan 7.40 jam. Waktu observasi (jam) adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar kafein 0.3% bk secara eksperimental. Hasil uji cita rasa contoh biji kopi terdekafeinasi pada suhu proses 100oC dan konsentrasi pelarut 55% diperoleh nilai aroma, flavor, body dan bitterness masing-masing sebesar 3; 2.4; 2.5; dan 1.8; sedangkan nilai finish appreciation
HIP EC
10
Laju pelarutan, %/jam
(FA) sebesar 2.7.
20
0 90
40 80
su h
u-
oC
% sia r t en ns o k 60
70
80
60 50
0 10
Gambar 47. Kurva RSM laju pelarutan kafein (%/jam) pada berbagai konsentrasi pelarut limbah cair fermentasi biji kakao dan suhu proses
Lama proses, jam
96
50 60
su
70
hu
80
- oC
90 10 0
Gambar 48. Kurva RSM lama proses pelarutan kafein (t-observasi) pada berbagai konsentrasi pelarut limbah cair fermentasi biji kakao dan suhu proses Tabel 8. Nilai efek estimasi dan koefisien regresi terhadap laju pelarutan kafein (limbah cair fermentasi biji kakao) No. Faktor Efek estimasi Koefisien regresi 1 Konstanta 0.30519 2 Suhu (L) 0.05131 3 Suhu (Q) 0.01180 4 Konsentrasi (L) 0.00511 5 Konsentrasi (Q) -0.02322 6 Suhu (L) – Konsentrasi (L) -0.00220 Keterangan : L adalah linier dan Q adalah kuadrat
0.30518 0.00103 1.888×10-5 5.676×10-7 -1.146×10-5 -9.791×10-7
Hasil anova menunjukkan bahwa hanya suhu pelarut memberikan pengaruh nyata terhadap laju pelarutan kafein dari dalam biji kopi dan waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar kafein akhir 0.3% bk dalam biji kopi. Harga efek estimasi pada Tabel 8 menunjukkan besarnya pengaruh masing-masing variabel terhadap laju penurunan kadar kafein. Semakin besar harga efek estimasi suatu variabel menunjukkan semakin besar pengaruh variabel tersebut. Variabel linear konsentrasi dan interaksi antara suhu dan konsentrasi memberikan efek negatif terhadap laju penurunan kadar kafein. Sedangkan variabel suhu, variabel kuadrat suhu, dan variabel linear konsentrasi memberikan efek positif terhadap laju penurunan kadar kafein. Dengan demikian variabel
97
linear suhu, kuadrat suhu, dan variabel linear konsentrasi akan memberikan pengaruh terhadap bertambahnya laju penurunan kadar kafein. Sedangkan variabel kuadrat konsentrasi dan interaksi antara suhu dan konsentrasi akan memberikan pengaruh terhadap berkurangnya laju penurunan kadar kafein. Dengan menggunakan harga koefisien regresi yang terdapat dalam Tabel 8 dapat disusun suatu persamaan model matematika yang menghubungkan antara laju penurunan kadar kafein dengan variabel suhu dan variabel konsentrasi pelarut sebagai berikut: Y = 0.30518 + 0.00103 x1 + 5.676 E −7 x2 − 9.791E −7 x1.x2 + 1.888 E −5 x1 − 1.146 E −5 x2 2
x1 =
X 1 − 75 10
dan
x2 =
2
X 2 − 50 20
Dalam hal ini x1 adalah variabel tak berdimensi suhu, X1 adalah variabel suhu (°C), x2 adalah variabel tak berdimensi konsentrasi, dan X2 adalah variabel konsentrasi (%)
C. Pelarut tersier pulpa kakao Hasil analisis RSM menunjukkan bahwa laju pelarutan kafein optimum sebesar 0.3016%/jam (Gambar 49) dan waktu observasi optimum sebesar 6.57 jam (Gambar 50) diperoleh dari proses dekafeinasi pada suhu dan konsentrasi pelarut masing-masing 100oC dan 70%. Batas bawah (low limit) dan batas atas (high limit) untuk laju pelarutan sebesar 0.2556 %/jam dan 0.3477 %/jam, sedangkan batas bawah (low limit) dan batas atas (high limit) untuk waktu observasi sebesar 5.24 jam dan 7.90 jam. Waktu observasi (jam) adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar kafein 0.3% bk secara eksperimental. Hasil uji cita rasa contoh biji kopi terdekafeinasi pada suhu proses 100oC dan konsentrasi pelarut 70% diperoleh nilai aroma, flavor, body dan bitterness masing-masing sebesar 3.1; 2.5; 2.7; dan 1.5; sedangkan nilai finish appreciation (FA) sebesar 2.6. Hasil anova menunjukkan bahwa hanya suhu pelarut yang memberikan pengaruh nyata terhadap laju pelarutan kafein dari dalam biji kopi dan waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar kafein akhir 0.3% bk dalam biji kopi.
98
.. 0.28 0.26 0.24 P HI EC
0.22 10 0
20
90
su hu
40
80
-o C
60
70
80
60 50
0 10
ko
ns
e
a nt r
% si -
Lama proses, jam
Gambar 49. Kurva RSM laju pelarutan kafein (%/jam) pada berbagai konsentrasi pelarut tersier pulpa kakao dan suhu proses
50 60 70
su 8 hu 0 -o C
90 10 0
Gambar 50. Kurva RSM lama proses pelarutan kafein (t-observasi) pada berbagai konsentrasi pelarut tersier pulpa kakao dan suhu proses Tabel 9. Nilai efek estimasi dan koefisien regresi terhadap laju pelarutan kafein (pelarut tersier pulpa kakao) No. Faktor Efek estimasi Koefisien regresi 1 Konstanta 0.2629 2 Suhu (L) 0.0476 3 Suhu (Q) 0.0133 4 Konsentrasi (L) 0.0109 5 Konsentrasi (Q) -0.0253 6 Suhu (L) – Konsentrasi (L) 0.0149 Keterangan : L adalah linier dan Q adalah kuadrat
0.2629 9.51×10-4 2.13×10-5 1.21×10-4 -1.25×10-5 6.63×10-6
99
Harga efek estimasi pada Tabel 9 menunjukkan besarnya pengaruh masing-masing variabel terhadap laju penurunan kadar kafein. Semakin besar harga efek estimasi suatu variabel menunjukkan semakin besar pengaruh variabel tersebut. Variabel linear konsentrasi dan interaksi antara suhu dan konsentrasi memberikan efek negatif terhadap laju penurunan kadar kafein. Sedangkan variabel suhu, variabel kuadrat suhu, dan variabel linear konsentrasi memberikan efek positif terhadap laju penurunan kadar kafein. Dengan demikian variabel linear suhu, kuadrat suhu, dan variabel linear konsentrasi akan memberikan pengaruh terhadap bertambahnya laju penurunan kadar kafein. Sedangkan variabel kuadrat konsentrasi dan interaksi antara suhu dan konsentrasi akan memberikan pengaruh terhadap berkurangnya laju penurunan kadar kafein. Dengan menggunakan harga koefisien regresi yang terdapat dalam Tabel 9 dapat disusun suatu persamaan model matematika yang menghubungkan antara laju penurunan kadar kafein dengan variabel suhu dan variabel konsentrasi pelarut sebagai berikut: Y = 0.2629 + 9.51E −4 x1 + 1.216 E −4 x2 + 6.63E −6 x1.x2 + 2.13E −5 x1 − 1.25 E −5 x2 2
x1 =
X 1 − 75 10
dan
x2 =
2
X 2 − 50 20
Dalam hal ini x1 adalah variabel tak berdimensi suhu, X1 adalah variabel suhu (°C), x2 adalah variabel tak berdimensi konsentrasi, dan X2 adalah variabel konsentrasi (%).