6 Sampel yang akan diuji kemudian dimasukkan ke dalam sumuran-sumuran cawan ELISA sesuai dengan pola yang telah ditentukan. Setiap sumuran cawan berisi sebanyak 100 μL sampel. Cawan ELISA kemudian diinkubasi kembali pada suhu 37 ˚C selama 1 jam lalu dilakukan pencucian seperti prosedur di atas. Sebanyak 100 μL konjugat anti-bovine IgG peroxidase yang diencerkan 1:10000 dimasukkan ke dalam setiap sumur lalu diinkubasi pada suhu 37 ˚C selama satu jam. Cawan ELISA dicuci kembali lima kali dengan PBS Tween–20 dan sebanyak 100 μL substrat TMB dimasukkan ke dalam setiap sumur. Cawan ELISA kemudian diinkubasi pada suhu 37 ˚C selama 15 menit sampai ada perubahan warna. Hasil reaksi diukur dengan alat pembaca ELISA pada panjang gelombang 655 nm. Hasil pengujian dianggap positif bila absorbansinya lebih besar sama dengan nilai rataan absorbansi IgG kontrol negatif ditambah standart deviasinya.
Analisis Data Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan Microsoft excel 2007 dan dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan sampel pelet dan supernatan IgG anti E. coli hasil purifikasi. Purifikasi dilakukan untuk mendapatkan IgG anti E. coli murni dari kolostrum. Pelet dan supernatan IgG anti E. coli dimasukkan ke dalam mikrokapsul dengan lama penyalutan 30 dan 60 menit. Pengujian stabilitas IgG anti E. coli dalam mikrokapsul dilakukan dengan dua metode yaitu AGPT dan ELISA. Pengukuran Konsentrasi IgG Total dalam Mikrokapsul dengan ELISA Metode ELISA yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan IgG anti E. coli K99 dalam mikrokapsul dan IgG non-enkapsulasi yaitu metode ELISA tidak langsung. Hasil dari uji ini diekspresikan dalam nilai absorbansi. Semakin tinggi nilai absorbansi maka semakin tinggi konsentrasi antibodinya. Nilai absorbansi ini menunjukkan konsentrasi antibodi yang dideteksi. Hasil ELISA tidak langsung dari sampel IgG anti E. coli pada pH 8, 4, dan 9 dari mikrokapsul dengan waktu penyalutan 30 dan 60 menit ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi lebih pekat. Semakin pekat warna yang terbentuk, maka nilai absorbansinya semakin besar (Gambar 5). Banyaknya substrat yang terurai oleh enzim dalam larutan akan mempengaruhi kekuatan warna yang terbentuk. Kekuatan warna mununjukkan jumlah ikatan antigen-antibodi primer (Indardi 2005).
7
Gambar 3 Hasil Uji ELISA Hasil perhitungan kensentrasi IgG kontrol (standar IgG) pada Tabel 1 dengan menggunakan persamaan regresi linear (y=a+bx) diperoleh persamaan regresi liner y= 0.06+1.05x. Berdasarkan persamaan yang telah diperoleh maka dapat diketahui nilai konsentrasi IgG total pada masing-masing sampel (Tabel 2). Tabe l Rataan absorbasi standar dan persamaan regresi linear Sampel uji Kontrol PBS* 1 2 3 4 5
Rataan absorbansi (y) 0.095 1.071 1.268 1.486 1.163 1.565
X 0 0.5 1 2 4 8
Persamaan regresi linear → y = a+bx y = 0.06 + 1.05x Keterangan :* Phosphate buffer saline (sebagai kontrol negatif) y = nilai absorbansi standar x = konsentrasi standar IgG a = 0.06 b = 1.05
Tabel 2 Rata–rata konsentrasi IgG total (μg/ 100 μl) dalam mikrokapsul Sampel IgG anti E. coli penyalutan 30 menit pH 8 IgG anti E. coli penyalutan 30 menit pH 4 IgG anti E. coli penyalutan 30 menit pH 9 IgG anti E. coli penyalutan 60 menit pH 8 IgG anti E. coli penyalutan 60 menit pH 4 IgG anti E. coli penyalutan 60 menit pH 9 IgG anti E. coli non enkapsulasi pH 7 IgG anti E. coli non enkapsulasi pH 4 IgG anti E. coli non enkapsulasi pH 9
Konsentrasi IgG total 0.971 ± 0.062 1.068 ± 0.060 0.978 ± 0.157 1.059 ± 0.019 1.218 ± 0.092 1.012 ± 0.129 1.027 ± 0.000 0.291 ± 0.097 1.239 ± 0.000
8 Berdasarkan hasil rata-rata konsentrasi IgG total pada Tabel 1 menunjukkan bahwa teknik mikroenkapsulasi dapat mempertahankan kandungan IgG-nya. Hal ini tampak pada besarnya konsentrasi antara IgG yang disalut maupun yang tidak disalut. Konsentrasi IgG total sampel IgG anti E. coli pada pH 4 dari mikrokapsul dengan waktu penyalutan 30 dan 60 menit lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi IgG total pada pH 8 dan pH 9. Konsentrasi IgG total pada pH 4 yang tidak disalut mengalami penurunan sehingga konsentrasinya lebih rendah dibandingkan dengan IgG yang tidak mengalami perubahan pH asam (IgG normal). Suartini et al. (2007) menyatakan bahwa IgG lebih tahan terhadap pengaruh pH dibandingkan dengan IgY. Stabilitas IgG pada pH rendah (2–3) lebih tinggi dibandingkan IgY (Shimizu et al. 1993). Berbanding terbalik dengan IgG, IgY akan lebih cepat rusak pada pH asam dibandingkan dengan pH basa, hal ini berkaitan dengan struktur protein IgY yang lebih sensitif terhadap pH asam dibandingkan pH basa ( Shimizu et al. 1992). Deteksi IgG anti E. coli K99 dalam Mikrokapsul dengan Teknik AGPT Agar gel presipitation test (AGPT) dilakukan untuk mengetahui keberadaan antibodi spesifik (IgG anti E. coli) dalam mikrokapsul dengan waktu penyalutan 30 dan 60 menit terhadap antigen E. coli K99. Sampel yang diujikan baik kontrol maupun perlakuan menunjukan hasil negatif pada uji AGPT. Hasil AGPT ditunjukkan pada Gambar 3 dan 4.
Gambar 1 Hasil AGPT kontrol Keterangan: Ag= Antigen E. coli K99; 1, 2= supernatan IgG anti E. coli non enkapsulasi; 3, 4= Pelet IgG anti E. coli non enkapsulasi; 5= Supernatan IgG kontrol; 6= Pelet IgG kontrol.
Gambar 2 Hasil AGPT perlakuan Keterangan:
9 (A). Ag= Antigen Escherichia coli K99; 1, 2= supernatan IgG anti E. coli penyalutan 30 menit; 3, 4= Mikrokapsul berisi pelet IgG anti E. coli penyalutan 30 menit; 6, 7= Mikrokapsul blanko. (B). Ag= Antigen; 1,2= Mikrokapsul berisi supernatan IgG anti E. coli penyalutan 60 menit; 3,4= Mikrokapsul berisi pelet IgG anti E. coli penyalutan 60 menit; 6,7= Mikrokapsul blanko.
Reaksi negatif dari uji AGPT menunjukkan bahwa antibodi terhadap E. coli K99 tidak terdeteksi dalam mikrokapsul. Reaksi negatif ini ditandai dengan tidak terbentuknya garis presipitasi di antara sumur antigen dan sumur antibodi. Hal ini disebabkan karena kurangnya konsentrasi IgG anti E. coli yang diperoleh dari hasil pelarutan mikrokapsul sehingga proporsi antara antigen dan IgG spesifik (IgG anti E. coli) tidak mencapai proporsi yang optimal. Pembentukan garis presipitasi terjadi apabila konsentrasi antigen dan antibodi seimbang (Kresno 1996). Menurut Tizard (1996), pada uji AGPT apabila konsentrasi antibodi lebih sedikit dibandingkan dengan antigen, maka akan terbentuk kompleks antigenantibodi yang berukuran kecil sehingga larut dan tidak akan terbentuk garis presipitasi. Deteksi IgG Anti E. coli K99 dalam Mikrokapsul dengan Teknik ELISA Nilai cut off merupakan batas nilai positif dan negatif adanya antibodi anti E. coli K99 dalam sampel. Nilai cut off diperoleh dari rata-rata absorbansi sampel IgG kontrol non enkapsulasi pH 7 (1.097) ditambahkan dengan standar deviasinya (0.55). Berdasarkan nilai absorbansi IgG kontrol non enkapsulasi, sampel IgG anti E. coli dikatakan bernilai positif jika nilai absorbansi lebih besar atau sama dengan nilai cut off (≥ 1.647) dan bernilai negatif jika nilai absorbansi kurang dari atau sama dengan nilai cut off (≤ 1.647). Nilai absorbansi yang menggambarkan pengaruh pH terhadap keberadaan IgG anti E. coli K99 pada IgG anti E. coli dalam mikrokapsul dengan waktu penyalutan 30 dan 60 menit serta IgG anti E. coli non enkapsulasi disajikan pada Tabel 3. Hasil pengujian memperlihatkan rataan nilai absorbansi dan interpretasi berdasarkan nilai cut off. Absorbansi bernilai positif tampak pada IgG anti E. coli non-enkapsulasi pH 7, sedangkan absorbansi IgG anti E. coli pH 8, 4 dan 9 dari mikrokapsul dengan waktu penyalutan 30 dan 60 menit bernilai negatif. Hasil ini menunjukkan bahwa IgG anti E. coli K99 yang disalut dan dilarutkan pada buffer 0.2 M NaHCO3 dan 0.06 M Na3C6H5O7.2H2O dengan pH 8, serta perlakuan asam dan basa pada pH 4 dan 9 tidak dapat terdeteksi. Tabel 3 Nilai absorbansi IgG anti E.coli Sampel uji kePBS IgG anti E. coli penyalutan 30 menit pH 8 IgG anti E. coli penyalutan 30 menit pH 4 IgG anti E. coli penyalutan 30 menit pH 9 IgG anti E. coli penyalutan 60 menit pH 8 IgG anti E. coli penyalutan 60 menit pH 4 IgG anti E. coli penyalutan 60 menit pH 9 IgG non-enkapsulasi pH 4
Rataan absorbasi 0.357 0.012 0.118 -0.041 0.027 1.104 0.086 -0.077
Interpretasi -
10 IgG non-enkapsulasi pH 9 IgG anti E. coli non enkapsulasi pH 7 IgG anti E. coli non enkapsulasi pH 4 IgG anti E. coli non enkapsulasi pH 9 Interpretasi : (+) (-)
1.527 1.887 0.037 1.178
+ -
jika rata-rata nilai absorbansi ≥ 1.647 jika rata-rata nilai absorbansi ≤ 1.647
Tidak terdeteksinya IgG anti E. coli K99 dari mikrokapsul dengan waktu penyalutan 30 dan 60 menit diduga disebabkan karena rusaknya IgG anti E. coli pada saat pelarutan oleh larutan campuran natrium karbonat dan trisodium sitrat pada pH 8. Larutan campuran pH 8 ini akan mengganggu membran interphasic dan melarutkan semua fragmen dari mikrokapsul dalam waktu singkat (Xue et al. 2004) sehingga IgG anti E. coli dapat dikeluarkan. Menurut Davalos et al. (2000) stabilitas dan densitas permukaan IgG pada pH 8 lebih rendah dibandingkan dengan IgY. Stabilitas IgY yang lebih tinggi pada pH 8 akan menyebabkan densitas permukaan pada molekul antibodi IgY juga lebih tinggi, sehingga imunoreaktifitasnya kemungkinan lebih baik dibandingkan dengan IgG. Selain itu, IgY juga merupakan molekul yang lebih hidrofobik dibandingkan dengan IgG.
KESIMPULAN Teknik mikroenkapsulasi IgG anti E. coli berhasil menyalut IgG dengan konsentrasi berkisar antara 0.971–1.012 μg/ 100 μl. Namun demikian keberadaan antibodi spesifik (IgG anti E. coli) dalam mikrokapsul tidak dapat terdeteksi (negatif) berdasarkan uji stabilitas IgG anti E. coli dari mikrokapsul yang terlarut menggunakan teknik ELISA dan AGPT. Hal ini diduga akibat dari kerusakan struktur IgG anti E. coli pada proses pelarutan mikrokapsul.
SARAN Kajian lebih lanjut mengenai teknik pelarutan mikrokapsul yang mengandung IgG dan diperlukan teknik penyalutan mikrokapsul dengan variasi waktu yang berbeda-beda untuk melihat keberhasilan penyalutan mikrokapsul.
DAFTAR PUSTAKA Areekul W, Kruenate J, Prahsarn C. 2006. Preparation and in vitro of mucoadhesive properties of alginate/ chitosan microparticles containing prednisolone. Int J Pharm. 312 (1–2): 113–118. Carter GR, John RC Jr. 1990. Diagnostic Procedurs in Veterinary Bacteriology and Mycology. 5th Ed. San Diego (USA): Academic Pr.