15
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut lebih baik dari kebutuhan optimal tanaman teh. Dalimoenthe dan Johan (2008) menyatakan bahwa tanaman teh membutuhkan paling sedikit curah hujan 114 mm per bulan untuk tumbuh optimal. Jumlah curah hujan tersebut memiliki nilai yang sangat tinggi pada bulan pertama pengamatan sedangkan pada dua bulan terakhir pengamatan curah hujan cukup rendah. Suhu optimum untuk pertanaman teh berkisar antara 14 °C - 25 °C. Menurut Dalimoenthe dan Johan (2008) jika suhu udara lebih dari suhu optimum tetapi tidak melebihi 30 °C maka tanaman masih dapat tumbuh walaupun tidak optimal, tetapi jika suhu pertanaman melebihi 30 °C maka hasil fotosintesis akan berkurang karena banyak karbohidrat yang dirombak kembali pada proses respirasi sehingga fotosintat menurun. Suhu maksimum rata-rata per bulan pada lokasi percobaan adalah 27.5 ºC dan suhu minimum rata-rata sebesar 26.1 ºC sehingga pertanaman masih dapat tumbuh dengan baik walaupun suhu udara sedikit lebih tinggi dari suhu optimum (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Bogor, 2012) (Lampiran 2). Hasil pengamatan pendahuluan menunjukkan bahwa pertanaman teh memiliki keragaan yang relatif sama. Pengukuran tinggi tanaman pada tiap ulangan memberikan perbedaan tinggi yang tidak nyata. Jumlah daun tiap tanaman hampir sama pada tanaman yang memiliki tinggi yang sama, sehingga jumlah daun tidak berbeda nyata pada tiap ulangan. Pengukuran jumlah cabang primer dan jumlah cabang sekunder memberikan hasil yang tidak berbeda nyata sedangkan pengukuran diameter batang memberikan hasil yang nyata. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan sehingga terdapat perbedaan pada pengukuran diameter (Lampiran 3).
16 Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa nilai pH KCl dan H2O menunjukkan nilai yang sama pada tiap perlakuan yaitu 4.1 dan 4.8 yang termasuk dalam kategori sangat rendah pada kriteria penilaian sifat kimia tanah, tetapi masih dalam batas toleransi tanaman untuk tumbuh dengan baik karena nilai pH yang baik untuk pertanaman teh yaitu antara 4.5 - 5.6. Nilai C-organik dan N-total terbaik terdapat pada perlakuan 180 kg N/ha, secara berturut yaitu 2.95 % dan 0.25 %. Nilai C-organik dan N-total pada tiap perlakuan termasuk dalam kategori sedang pada kriteria penilaian sifat kimia tanah. Walaupun terdapat perbedaan penambahan jumlah nitrogen terhadap tanah, tetapi penambahan tersebut tidak menyebabkan peningkatkan jumlah bahan organik dan nitrogen dalam tanah. Nilai C-organik dan N-total tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain yaitu pengelolaan tanah, tekstur tanah, iklim, posisi lanskap, dan tipe vegetasi (Bot dan Benites dalam Munawar, 2011). Nilai C/N pada perlakuan 180 kg N/ha mencapai 11.80 % yang termasuk kategori sedang, padahal tanaman teh menghendaki nilai C/N yang termasuk kategori rendah karena baik untuk pertumbuhan vegetatif yaitu perlakuan 60 kg N/ha sebesar 9.09 %. Munawar (2011) menyatakan bahwa rasio C/N rendah berarti tanah banyak mengandung nitrogen dan mudah terdekomposisi, sehingga cepat memasok nitrogen pada tanaman (Lampiran 4). Unsur Ca pada tiap perlakuan berada pada kategori yang sama yaitu sangat rendah dengan nilai tertinggi terdapat pada perlakuan 60 kg N/ha yaitu sebesar 1.69 me/100 g. Nilai unsur Na tertinggi yaitu pada perlakuan 180 kg N/ha sebesar 0.67 me/100 g yang termasik dalam kategori sedang ketersediaannya di dalam tanah, sedangkan perlakuan lainnya berada pada kategori rendah. Unsur Mg menunjukkan nilai tertinggi pada perlakuan yang sama yaitu 60 kg N/ha dengan nilai sebesar 0.53 me/100 g dengan kategori rendah pada kriteria penilaian sifat kimia tanah. Kandungan Mg dalam tanah masih dalam kondisi yang sesuai karena menurut Havlin et al. dalam Munawar (2011) menyatakan bahwa pada umumnya tanah mengandung Mg berkisar 0.05 % di tanah (Lampiran 4). Nilai KTK (Kapasitas Tukar Kation) bergantung pada ketersediaan unsur K pada tanah karena pasokan K lebih efektif pada tanah yang memiliki nilai KTK tinggi. Nilai KTK pada tiap perlakuan pupuk termasuk dalam kategori rendah
17 pada kriteria penilaian sifat kimia tanah. Nilai KTK tertinggi terdapat pada perlakuan 120 kg N/ha yaitu sebesar 13.55 % yang termasuk dalam kategori rendah tetapi kandungan K tertinggi terdapat pada perlakuan 180 kg N/ha yaitu sebesar 0.58 me/100 g yang termasuk kategori sedang. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan nilai KTK yang lebih tinggi efektifitas pasokan K terhadap tanaman berjalan baik sedangkan dengan tanah kandungan K yang tinggi belum tentu dapat memberikan pasokan K secara efektif pada tanah. Nilai kejenuhan basa (KB) dan kadar air tanah terbaik terdapat pada perlakuan 180 kg N/ha secara berurut 25.49 % dan 22.24 %. Nilai KB pada semua perlakuan berada pada kategori sangat rendah hingga rendah pada kriteria penilaian sifat kimia tanah sehingga tanah dikategorikan kurang subur, sedangkan kadar air tanah dalam kondisi cukup (Lampiran 4). Pada satu bulan setelah perlakuan (BSP) tanaman teh menunjukkan kondisi yang baik karena curah hujan yang masih tinggi. Tanaman terlihat segar dengan daun-daun yang berwarna hijau tua. Pada bulan pertama pengamatan pertanaman teh dibersihkan dari serasah daun agar memudahkan air meresap ke dalam tanah. Pada bulan keempat pengamatan, curah hujan sangat rendah sehingga serasah dibiarkan pada pertanaman agar tidak mempercepat laju penguapan air dari tanah. Perbedaan pertumbuhan tanaman terlihat sangat tinggi ketika dilakukan pengamatan setelah adanya hujan pada hari sebelumnya dan pengamatan tanpa ada hujan pada hari sebelumnya. Hasil pengukuran pada peubah-peubah pengamatan pada bulan awal percobaan menunjukkan hasil yang baik disebabkan curah hujan masih tinggi, berbeda dengan bulan akhir pengamatan yang sangat minim turunnya hujan menyebabkan daun-daun teh sangat kering sehingga perlu dilakukan penyiraman. Keadaan Kebun Percobaan Cikabayan Atas pada bulan pertama dan bulan keempat pengamatan menunjukkan pertumbuhan yang baik. Pertanaman teh ternaungi oleh tanaman karet sehingga penyinaran kurang optimal, namun tidak menurunkan potensi tumbuh tanaman yang terlihat dari pertambahan tinggi, jumlah daun, jumlah cabang serta pertambahan diameter batang yang cukup baik (Gambar 1).
18
A
B
Gambar 1. Kondisi Pertanaman Teh Saat 1 BSP (A) dan 4 BSP (B) Gangguan hama dan penyakit tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada pertanaman teh. Penyakit yang menyerang pertanaman teh pada saat percobaan diantaranya cacar daun teh yang disebabkan oleh jamur Exobasidium vexans (Gambar 2). Menurut Departemen Pertanian (2002) penyakit ini dapat menurunkan produksi pucuk basah hingga 50 % karena menyerang daun serta ranting yang masih muda. Pada umumnya serangan penyakit ini terjadi pada pucuk peko, daun pertama, kedua dan ketiga. Selain itu pada pertanaman teh terdapat penyakit mati ujung (die back) atau juga biasa disebut tea gray blight (Gambar 2) yang disebabkan oleh jamur Pestalotia longiseta. Penyakit ini menyerang tanaman terutama melalui luka atau daun yang rusak hingga ranting serta tunas mengering dan dapat juga menyerang ranting yang masih hijau. Pencabutan tanaman atau membuang bagian tanaman yang terkena penyakit dilakukan untuk menghindarkan serangan penyakit yang lebih tinggi.
Exobasidium vexans
Tea Gray Blight
Gambar 2. Penyakit yang Menyerang Pertanaman Teh
19 Hama yang menyerang pertanaman teh diantaranya adalah sejenis kutu putih Viburni pseudococcus (Gambar 3) berkoloni untuk menyerang daun dengan cara menyedot cairan pada daun. Selain itu terdapat ulat penggulung daun atau Homona coffearia. Menurut Departemen Pertanian (2002) cara yang dilakukan hama tersebut adalah dengan menyambungkan dua (atau lebih) daun bersamasama dengan sutra atau dengan menggulung satu daun lalu menyambungkan dengan yang lain. Ulat penggulung pucuk (Cydia leucostoma) atau short roller of tea dengan cara menggulung pucuk memakai benang-benang halus untuk mengikat daun pucuk sehingga tetap tergulung. Hama yang menyerang pertanaman diatasi dengan langsung membuang daun yang terdapat koloni hama atau dengan secara teknis diambil satu-persatu. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan dari kehilangan data akibat serangan hama.
Viburni pseudococcus
Cydia leucostoma
Homona coffearia Gambar 3. Hama yang Menyerang Pertanaman Teh
20 Rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan dosis pupuk memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada minggu kedua, jumlah daun pada minggu delapan hingga minggu keenam belas, diameter batang pada minggu pertama hingga minggu ketiga serta pada pengukuran jumlah cabang sekunder. Pada peubah lainnya menunjukkan bahwa perbedaan dosis pupuk memberikan pengaruh yang tidak nyata pada pertanaman teh (Lampiran 5). Tinggi Tanaman Hasil uji analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk nitrogen berpengaruh nyata pada pengamatan tinggi tanaman di minggu kedua (Lampiran 6). Pada minggu kedua tersebut terlihat bahwa perlakuan 180 kg N/ha memiliki tinggi tanaman yang lebih baik bila dibandingkan dengan semua perlakuan. Berdasarkan data pada Tabel 1, perlakuan 180 kg N/ha berbeda nyata dengan perlakuan 60 kg N/ha dan 120 kg N/ ha tetapi tidak berbeda dengan perlakuan 240 kg N/ha. Tabel 1. Tinggi Tanaman Teh dengan Dosis Nitrogen yang Berbeda pada Pengamatan Minggu Kedua. Perlakuan (kg N/ha) 60 120 180 240
Tinggi Tanaman (cm) 52.1 b 50.4 b 58.9 a 53.2 ab
Ket: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%
Pada Gambar 4, disajikan persentase tanaman teh yang telah mencapai tinggi lebih dari 70 cm. Persentase tanaman teh tersebut berasal dari banyaknya tanaman yang telah mencapai tinggi lebih dari 70 cm pada perlakuan yang sama. Tanaman-tanaman yang telah mencapai tinggi lebih dari 70 cm tersebut tidak diukur lagi tingginya pada pengamatan selanjutnya melainkan dilakukan bending pada batang utamanya. Tinggi tanaman harus mencapai lebih dari 70 cm agar memudahkan untuk melakukan bending. Bending tersebut dilakukan ke arah samping barisan tanaman sehingga jika tingginya kurang dari 70 cm khawatir tanaman akan patah, sedangkan jika terlampau tinggi dari 70 cm maka tanaman akan sulit dilakukan bending karena jarak antar perlakuan cukup rapat.
21 Pertanaman teh pada perlakuan 180 kg N/ha mencapai tinggi lebih dari 70 cm lebih cepat dibandingkan perlakuan lainnya. Padahal pada minggu kedua dan ketiga, perlakuan 240 kg N/ha memiliki persentase tanaman yang mencapai tinggi lebih dari 70 cm yang lebih baik daripada perlakuan 180 kg N/ha. Diawali pada minggu keempat, persentase perlakuan 180 kg N/ha selalu tertinggi hingga akhir pengamatan dan persentase akhirnya mencapai 90.62 %. 100.0
90.62
90.0
Persentase (%)
80.0 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Minggu Pengamatan ke60 kg N/ha
120 kg N/ha
180 kg N/ha
240 kg N/ha
Gambar 4. Persentase Tanaman Teh yang Telah Mencapai Tinggi 70 cm pada Berbagai Dosis Pupuk Nitrogen Jumlah Daun Hubungan jumlah daun pada suatu tanaman dapat mempengaruhi besaran energi yang dapat dihasilkan oleh tanaman tersebut. Pemberian pupuk nitrogen memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun tanaman teh pada minggu kedelapan hingga minggu terakhir pengamatan, sesuai dengan hasil uji analisis ragam pada Lampiran 7. Pada minggu kedelapan hingga minggu keenam belas terlihat bahwa perlakuan 180 kg N/ha memiliki jumlah daun lebih banyak apabila dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Berdasarkan data pada Tabel 2, perlakuan 180 kg N/ha berbeda nyata dengan perlakuan 60 kg N/ha tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 120 kg N/ha. Perlakuan 240 kg N/ha tidak berbeda nyata dengan perlakuan 180 kg N/ha hanya pada minggu ketiga belas, lainnya berbeda nyata.
22 Tabel 2.
Minggu Minggu ke-8 Minggu ke-9 Minggu ke-10 Minggu ke-11 Minggu ke-12 Minggu ke-13 Minggu ke-14 Minggu ke-15 Minggu ke-16
Jumlah Daun Tanaman Teh pada Minggu Kedelapan hingga Minggu Keenam Belas dengan Perbedaan Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen. Jumlah daun 60 kg N/ha 120 kg N/ha 180 kg N/ha 240 kg N/ha ·································· (helai) ································ 56.1 b 62.4 ab 69.7 a 59.0 b 59.1 b 66.3 ab 75.7 a 64.2 b 63.1 b 71.5 ab 82.4 a 68.3 b 65.8 b 75.9 ab 86.4 a 71.8 b 68.1 b 78.5 ab 89.1 a 75.1 b 74.2 b 86.6 ab 95.7 a 83.7 bc 78.4 b 90.5 ab 98.7 a 89.5 a 88.1 b 100.0 ab 107.8 a 97.5 ab 92.0 b 104.5 ab 108.8 a 100.2 ab
Ket: Angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%
Perkembangan jumlah daun pada pertanaman teh selama masa percobaan disajikan pada Gambar 5. Pada Gambar 5 tersebut terlihat bahwa jumlah daun pada perlakuan 180 kg N/ha selalu lebih tinggi daripada jumlah daun pada perlakuan lainnya hingga pengamatan minggu terakhir. Perbedaan jumlah daun terendah terdapat pada minggu kelima yaitu pada perlakuan 180 kg N/ha terdapat 57.1 helai daun sedangkan pada perlakuan 120 kg N/ha terdapat 55.3 helai daun. Perbedaan jumlah daun yang paling tinggi terdapat pada minggu kesepuluh yaitu perlakuan 180 kg N/ha dengan 82.4 helai daun dan perlakuan 120 kg N/ha dengan 71.5 helai daun. Rata-rata jumlah daun pada perlakuan 180 kg N/ha pada minggu terakhir pengamatan mencapai 108.8 helai daun, sedangkan untuk perlakuan 120 kg N/ha dan 240 kg N/ha secara berturut 104.5 dan 100.2 helai daun.
Jumlah Daun Tanaman Teh (helai)
23
100 82.4 71.4
75 57.1 55.3
50
25 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Minggu Pengamatan ke60 kg N/ha
120 kg N/ha
180 kg N/ha
240 kg N/ha
Gambar 5. Jumlah Daun Tanaman Teh pada Perlakuan Perbedaan Dosis Pupuk Nitrogen Diameter Batang Setelah melakukan uji analisis ragam, dihasilkan bahwa pengaruh pemberian pupuk nitrogen berpengaruh nyata pada diameter batang di minggu pertama hingga minggu ketiga pengamatan (Lampiran 8). Pada minggu pertama hingga ketiga tersebut terlihat bahwa perlakuan 180 kg N/ha memiliki diamater batang lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Berdasarkan Tabel 3 dari minggu pertama hingga ketiga pengamatan, perlakuan 180 kg N/ha berbeda nyata dengan perlakuan 60 kg N/ha dan 240 kg N/ha tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 120 kg N/ha di minggu kedua. Tabel 3.
Minggu Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3
Diameter Batang dengan Perbedaan Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen pada Minggu Pertama hingga Minggu Ketiga Pengamatan Diameter batang 60 kg N/ha 120 kg N/ha 180 kg N/ha 240 kg N/ha ····································cm··································· 0.43 b 0.45 b 0.49 a 0.46 b 0.44 b 0.46 ab 0.49 a 0.45 b 0.45 b 0.45 b 0.49 a 0.44 b
Ket: Angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%
24 Pola perkembangan diameter batang pada tanaman teh selama masa percobaan disajikan pada Gambar 6. Pada Gambar 6 terlihat bahwa diameter batang perlakuan 180 kg N/ha memiliki nilai yang lebih tinggi daripada perlakuan lain dari minggu awal hingga minggu terakhir pengamatan, padahal pada minggu keempat nilainya hampir sama dengan perlakuan 120 kg N/ha. Pada minggu keempat tersebut perlakuan 180 kg N/ha memiliki nilai diameter 0.50 cm sedangkan perlakuan 120 kg N/ha dengan nilai diameter 0.49 cm. Tetapi pengamatan pada minggu-minggu selanjutnya hingga akhir pengamatan nilai diameter perlakuan 180 kg N/ha memiliki pertumbuhan yang lebih baik daripada pertumbuhan diameter perlakuan 120 kg N/ha sehingga nilai diameternya berada dibawah nilai diameter perlakuan 180 kg N/ha. Pada pengamatan terakhir diameter batang, perlakuan 180 kg N/ha memiliki nilai diameter yang paling baik dengan rata-rata 0.88 cm pada tiap tanaman.
Diameter Batang Tanaman Teh (cm)
0.9
0.88
0.8 0.7 0.6 0.5 0.5 0.49 0.4 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Minggu Pengamatan ke60 kg N/ha
Gambar 6.
120 kg N/ha
180 kg N/ha
240 kg N/ha
Diameter Batang Tanaman Teh pada Berbagai Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen
Jumlah Cabang Primer dan Jumlah Cabang Sekunder Hasil uji analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh pemberian pupuk nitrogen dengan dosis yang berbeda berpengaruh nyata pada jumlah cabang sekunder sedangkan pada jumlah cabang primer tidak berpengaruh nyata (Lampiran 9). Walaupun jumlah cabang primer tidak berbeda nyata antar perlakuan tetapi perlakuan 180 kg N/ha menunjukkan hasil yang baik dengan
25 memiliki rata-rata jumlah cabang paling baik diantara perlakuan lainnya. Berdasarkan Tabel 4, nilai rata-rata jumlah cabang primer pada perlakuan 180 kg N/ha adalah 7.14 cabang, jumlah tersebut lebih tinggi dari perlakuan lainnya yang memiliki nilai rata-rata jumlah cabang pada kisaran 6 cabang per tanaman. Jumlah cabang sekunder pada perlakuan 180 kg N/ha berbeda nyata dengan perlakuan 60 kg N/ha tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 120 kg N/ha dan 240 kg N/ha. Jumlah cabang sekunder terbaik terdapat pada perlakuan 180 kg N/ha yaitu 3.25 buah cabang sekunder sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan 60 kg N/ha sebesar 1.42 buah cabang sekunder. Jumlah cabang sekunder tersebut sebagian didapatkan dari pengamatan tanaman awal dan sebagian lain didapatkan dari hasil perlakuan bending. Tabel 4. Jumlah Cabang Primer dan Cabang Sekunder Tanaman Teh dengan Perlakuan Perbedaan Dosis Pupuk Nitrogen Perlakuan (kg N/ha) 60 120 180 240
Jumlah Cabang Primer 6.23 6.48 7.14 6.66
Cabang Sekunder 1.42 b 2.42 ab 3.25 a 1.97 ab
Ket: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%
Waktu yang Dibutuhkan Tanaman Teh untuk Mencapai Tinggi 70 cm Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tinggi lebih dari 70 cm berbeda pada tiap tanaman. Hasil uji analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh pemberian pupuk nitrogen dengan dosis yang berbeda tidak berpengaruh nyata pada lama waktu tanaman teh untuk mencapai tinggi 70 cm sebagai syarat bending. Waktu yang dibutuhkan tanaman untuk mencapai tinggi 70 cm tidak berbeda nyata antar perlakuan (Lampiran 10). Berdasarkan Tabel 6, pertanaman teh yang lebih cepat mencapai tinggi 70 cm terdapat pada perlakuan 180 kg N/ha dengan waktu sekitar 8 minggu, selanjutnya perlakuan 240 kg N/ha dengan waktu 9 minggu sedangkan 60 kg N/ha dan 120 kg N/ha dengan waktu 10 minggu. Waktu tanaman mencapai tinggi 70 cm diukur untuk mengetahui efisiensi penggunaan pupuk nitrogen serta bending tanaman teh.
26 Tingkat Kehijauan Daun Hasil uji analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan dosis pupuk nitrogen yang diberikan tidak berpengaruh nyata pada tingkat kehijauan daun (Lampiran 11). Pengukuran tingkat kehijauan daun secara destruktif berkorelasi positif dengan kadar nitrogen daun. Berdasarkan Tabel 5, perlakuan pupuk 180 kg N/ha memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu sebesar 38.0 satuan unit sedangkan untuk perlakuan 240 kg N/ha rata-rata jumlah, 120 kg N/ha dan 60 kg N/ha secara berurut adalah 35.8 satuan unit, 34.7 satuan unit, dan 33.7 satuan unit. Tabel 5. Rataan Tingkat Kehijauan Daun serta Waktu yang Dibutuhkan untuk Mencapai Tinggi 70 cm pada Tanaman Teh dengan Pemberian Dosis Pupuk yang Berbeda Perlakuan (kg N/ha) 60 120 180 240
Tingkat Kehijauan Daun (satuan unit) 33.7 34.7 38.0 35.8
Lama Waktu Tanaman Mencapai Tinggi 70 cm (minggu) 10.3 10.2 8.4 9.4
Ket: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT 5%
Pembahasan Aplikasi pupuk organik beberapa minggu sebelum pindah tanam dapat membantu penyediaan hara yang teratur dan seimbang dari tanah untuk tanaman. Hasil penelitian Hanafiah dalam Hanafiah (2005) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik pada tanah dapat memperbaiki sifat kimiawi tanah. Penggunaan pupuk organik juga dapat mempengaruhi warna tanah menjadi coklat-hitam, merangsang granulasi, menurunkan plastisitas dan kohesi tanah, memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah dan meningkatkan daya tanah mengikat air (Hanafiah, 2005). Untuk mendapatkan bentuk bidang petik (frame) yang baik tanaman teh harus memiliki komponen pembentuk frame yang sesuai. Dalimoenthe dan Johan, 2008 menyatakan bahwa pemilihan cara pembentukan bidang petik dapat
27 mempercepat penutupan perdu sehingga masa tanaman belum menghasilkan (TBM) dapat dipersingkat. Pembentukan bidang petik dilakukan pada masa tanaman belum menghasilkan (TBM) yang didominasi pertumbuhan vegetatifnya sehingga kecukupan nitrogen dalam tanah perlu diperhatikan. Rachmiati (1988) menyebutkan bahwa nitrogen merupakan hara utama untuk pertumbuhan dan produksi tanaman teh, karena bagian yang dipanen adalah pucuk (tunas muda) yang merupakan bagian vegetatif tanaman. Syarief dalam Rachmiati et al. (2004) menambahkan bahwa pupuk nitrogen diperlukan tanaman untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar. Pembentukan bidang petik (frame) adalah perlakuan kultur teknis terhadap tanaman teh yang belum menghasilkan untuk membentuk perdu dengan kerangka percabangan yang ideal dan bidang petik yang luas, agar dapat menghasilkan pucuk yang banyak dalam waktu relatif cepat. Pemilihan bending untuk pembentukan frame pada percobaan ini agar bentuk perdu terancang lebih awal, frame lebih rendah, cepat menutup tanah, tidak ada pembuangan bagian tanaman, dan produksi awal akan lebih tinggi dibandingkan dengan centering. Mata tunas pada batang yang lebih tua memiliki sifat dormansi yang lebih kuat sehingga pertumbuhan mata tunas yang baru akan menjadi lebih lambat. Selain itu tanaman teh akan memasuki periode pangkas pada tiga tahun berikutnya agar terus pada fase vegetatif, akan lebih baik jika bidang petik (frame) telah terbentuk sebelum periode pangkas tersebut. Perlakuan pemberian pupuk nitrogen berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada minggu kedua pengamatan. Hal ini diduga tanaman memiliki kemampuan memanfaatkan nitrogen dalam tanah pada minggu-minggu awal pengamatan sehingga hasil tinggi pada tanaman berbeda dengan perlakuan lainnya. Ketersediaan nitrogen dalam tanah dipengaruhi antara lain oleh bahan organik tanah, kadar air tanah, suhu serta fiksasi nitrogen oleh baktreri tanah. Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan 180 kg N/ha menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik serta memiliki kemampuan untuk mencapai tinggi lebih dari 70 cm lebih cepat dibandingkan perlakuan lainnya. Pada perlakuan 180 kg N/ha, tanaman telah dapat dilakukan bending dalam waktu 8 minggu
28 setelah perlakuan, sedangkan perlakuan lainnya baru dapat dilakukan bending pada 10 minggu setelah perlakuan. Pertambahan tinggi tanaman tersebut sangat dipengaruhi oleh ketersedian nitrogen dalam tanah (Rusmana dan Salim, 2003), yang menyatakan bahwa peranan unsur nitrogen bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, khususnya batang, cabang dan daun. Ketersediaan nitrogen pada penelitian ini terdapat pada kategori sedang walaupun
penambahan
dosisnya
berbeda
tiap
perlakuan
sehingga
pertumbuhannya berbeda pada minggu kedua pengamatan. Jumlah daun pada suatu tanaman sangat berperan penting bagi perkembangan tanaman karena daun sebagai media terjadinya proses fotosintesis yang menghasilkan energi bagi tanaman untuk tumbuh. Pemberian pupuk nitrogen berpengaruh nyata pada jumlah daun pada minggu kedelapan hingga minggu keenam belas. Hasil menunjukkan bahwa jumlah daun pada perlakuan 180 kg N/ha memiliki jumlah daun paling banyak dibandingkan dengan perlakuan lain, tetapi perlakuan 120 kg N/ha memiliki pertambahan jumlah daun yang lebih baik. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa perlakuan 120 kg N/ha lebih efektif untuk pertambahan jumlah daun tanaman teh. Menurut Hanafiah (2005) penggunaan pupuk nitrogen berperan menonjol terhadap bagian vegetatif tanaman (dedaunan dan pucuk). Penggunaan dosis yang tepat akan lebih mengoptimalkan hasil pucuk dari tanaman teh. Pada dua bulan terakhir pengamatan curah hujan sangat rendah sehingga kadar air tanah berkurang (Hall, 2007), menyatakan bahwa tanaman membutuhkan dosis pupuk nitrogen yang tepat bagi kecepatan tanaman untuk tumbuh, khususnya pada saat cuaca panas atau ketika tanah menunjukkan kekeringan. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman membutuhkan nitrogen pada saat tanah kekurangan air, walaupun ketersediaan nitrogen dalam tanah tinggi tetapi tanaman belum membutuhkan maka tidak akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk nitrogen yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata pada diameter batang tanaman teh pada pengamatan minggu pertama hingga minggu ketiga. Diameter batang pada perlakuan 180 kg N/ha telah memiliki nilai yang lebih tinggi pada awal pengamatan tetapi setelah dilakukan uji lanjut DMRT,
29 pada minggu tersebut perlakuan 180 kg N/ha memang lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Diameter batang pada perlakuan 180 kg N/ha meningkat lebih cepat tiap minggunya sedangkan perlakuan lain peningkatannya stagnan. Hal tersebut didukung dengan ketersediaan air pada bulan pertama pengamatan dengan curah hujan yang cukup tinggi. Menurut Hanafiah (2005) air yang diserap tanaman selain sebagai komponen sel-selnya, juga berfungsi sebagai media reaksi pada hampir seluruh proses metabolismenya. Metabolisme
nitrogen
dalam
tanaman
merupakan
faktor
utama
untuk
pertumbuhan vegetatif, batang, dan daun tanaman sehingga terdapat pengaruhnya pada pertambahan diameter batang tanaman teh tersebut. Pada penghitungan jumlah cabang primer dan sekunder, dosis pupuk nitrogen berpengaruh nyata pada jumlah cabang sekunder sedangkan pada jumlah cabang primer tidak berpengaruh nyata. Hasil yang berbeda antara jumlah cabang primer dan cabang sekunder ini sangat berkaitan dengan genetik dari tanaman tersebut. Klon tanaman teh yang berbeda memungkinkan dapat mempengaruhi perbedaan antara jumlah cabang primer dan sekunder sehingga berbeda nyata hanya pada cabang sekunder. Lina et al. (2009) menemukan bahwa pemupukan nitrogen memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah anak daun sedangkan tidak berpengaruh nyata pada jumlah daun. Tiap tanaman memiliki genetik yang berbeda untuk pertambahan jumlah cabang primer dan cabang sekunder, sehingga masih sangat sulit untuk mengetahuinya. Menurut Barchia (2009) dalam suatu tanaman, nitrogen berfungsi sebagai penyusun penting dari klorofil, protoplasma, protein, peningkat pertumbuhan dan perkembangan semua jaringan. Kandungan klorofil pada daun dapat diketahui dengan mengukur tingkat kehijauan daun pada suatu tanaman. Hasil pengukuran kehijauan daun didapatkan bahwa antar perlakuan tidak berbeda nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh nitrogen sangat kecil terhadap tingkat kehijauan daun walaupun terdapat daun dengan tingkat kehijauan yang tinggi. Tingkat kehijauan daun menunjukkan bahwa tanaman memiliki kadar nitrogen yang cukup serta menunjukkan kondisi pertanaman yang sehat. Pengukuran tingkan kehijauan ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk nitrogen. Pengelolaan unsur hara serta aplikasi pupuk adalah faktor yang sangat
30 menentukan pencapaian serapan hara yang optimal bagi produksi tanaman yang tinggi. Penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan pupuk nitrogen dengan dosis 180 kg/ha dapat menghasilkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan dosis pupuk yang lainnya, tetapi semakin tinggi dosis yang diberikan tidak berkorelasi positif terhadap tanaman teh. Hal tersebut mungkin terjadi akibat pencucian nitrogen dalam tanah sehingga pengaruh penambahan pupuk nitrogen tidak berpengaruh pada tanaman teh. Jika terdapat kelebihan jumlah nitrogen maka bergantung pada kapasitas tanaman menyerap nitrogen untuk digunakan sebagai pertumbuhan vegetatif tanaman teh.