HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Seram Bagian Barat terletak di wilayah Pulau Seram berdiri sejak tahun 2003 merupakan pemekaran dari Kabupaten Maluku Tengah, secara 0
0
geografis terletak antara 2 5’-3 3’ Lintang Selatan dan 1270–550 Bujur Timur. Kabupaten Seram Bagian Barat di batasi oleh Laut Seram di sebelah Utara, Laut Banda di sebelah selatan, Laut Buru di sebelah Barat dan Kabupaten Maluku Tengah di sebelah Timur. Luas wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat seluruhnya 84.181 km2, lauas lautan 79.005 km2 dan luas daratan 5.176 km2, yang terdiri dari 4 Kecamatan, yaitu Kecamatan Huamual Belakang dengan luas 596,36 km2, Seram Barat seluas 879,92 km2, Kairatu seluas 1.811,60 km2 dan Taniwel seluas 1.915,12 km2 dengan 89 Desa, 126 Dusun persentase luas wilayah daratan Kabupaten Seram Bagian Barat menurut Kecamatan dapat dilihat pada Gambar 4. Kabupaten Seram Bagian Barat mempunyai pulau-pulau yang terpisah sebanyak 33 pulau, 7 pulau sudah dihuni sedangkan 26 pulau belum dihuni.
11% 35%
17%
39%
Keterangan: (1) 37% = Humual Belakang (2) 11% = Seram Barat (3) 35% = Kairatu (4) 17% = Taniwel
Sumber: Diolah dari data Badan Pusat Statistik Kabupaten Seram Bagian Barat, Tahun 2007.
Gambar 4. Luas Wilayah Daratan Kabupaten Seram Bagian Barat Menurut Kecamatan Tahun 2006 Jumlah penduduk Kabupaten Seram Bagian Barat berdasarkan registrasi di tahun 2005 sebanyak 148.861 jiwa, laki-laki sebanyak 75.988 jiwa dan perempuan sebanyak 73.873 jiwa, sedangkan pada tahun 2006 terjadi peningkatan penduduk sebesar 5,30 persen atau sebanyak 157.318 jiwa di mana jumlah jiwa
laki-laki sebanyak 80.141 jiwa dan perempuan 77.177 jiwa, secara rinci terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Distribusi Penduduk di Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2005 -2006 Tahun 2005 2006
Laki-Laki (jiwa) 75.988 80.141
Perempuan (jiwa) 73.873 77.177
Total (jiwa) 149.861 157.318
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Seram Bagian Barat, 2007.
Sektor pertanian yang terdiri dari sub sektor tanaman pangan, sub sektor hortikultura, kehutanan, sub sektor peternakan dan perikanan merupakan sektor yang dominan dibandingkan dengan sektor lain, dan mampu menjadi penyangga dalam meningkatkan struktur perekonomian di Kabupaten Seram Bagian Barat, hal ini perannya sangat penting untuk dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Peranan sektor pertanian ini harus mampu menunjang PAD, terjadinya penyerapan tenaga kerja dan dapat memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui komoditas lokal yang ada, dan diharapkan dapat berdampak pada supply dan atau demand dengan tujuan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga petani–peternak dan nelayan. Namun tampaknya tidak semudah yang kita lihat sesuai kondisi di lapangan, tetapi harus ada pola perubahan paradigma pembangunan pertanian pada berbagai tataran. Salah satu contohnya bahwa keberhasilan ketahanan pangan nasional dapat dicapai tidak melalui pendekatan terpusat secara nasional melalui Departemen Pertanian semata, tetapi perlu diubah pola pikir bahwa ketahanan pangan tercapai jika dilakukan di tingkat keluarga, komunitas, dan daerah-daerah. Orientasi pembangunan sub sektor peternakan yang berpusat pada produksi, misalnya khusus peternakan sapi potong, perlu direformasi menjadi pembangunan yang berorientasi pada pembangunan sumberdaya manusia peternak yang menjadi prioritas utama. Berdasarkan hasil statistik Pertanian tahun 2006 khusus di sub sektor peternakan terjadi kenaikan sebesar 9 persen di tahun 2006 untuk ternak sapi potong. Populasi ternak sapi potong berdasarkan data statistik Kabupaten Seram Bagian Barat untuk tahun 2004 adalah sebesar 9.490 ekor dengan jumlah peternak sebanyak 2.473 KK, sedangkan tahun 2006 sebanyak 9.579 ekor. Bila hal ini
dipertahankan akan dapat menunjang tingkat produksi guna meningkatkan nilai gizi protein hewani bagi masyarakat, sekaligus dapat memberikan peningkatan pendapatan keluarga. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Seram Bagian Barat selain ternak sapi potong ada juga jenis ternak lainnya yang dikembangkan di Kabupaten Seram Bagian Barat, yakni: kerbau, kambing, babi dan unggas. Secara rinci populasi jenis ternak di Kabupaten Seram Bagian Barat dapat terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Populasi Ternak di Kabupaten Seram Bagian Barat Menurut Jenis Tahun 2004 – 2006 Tahun 2004 2005 2006
Sapi 9.490 9.014 9.579
Jenis Ternak (ekor) Kerbau Babi Kambing 5 1.138 2.420 1.643 2.726 5 1.075 2.431
Unggas 46.568 75.586 61.226
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabuputen Seram Bagian Barat, 2007
Terjadi ketidak stabilan produksi ini disebabkan kurang dan terbatasnya modal yang dimiliki oleh peternak dalam pembelian bibit, terbatasnya biaya pemeliharaan untuk tenaga kerja, di samping terjadi serangan penyakit dan keterbatasan biaya transportasi dan pemasaran yang belum teratur. Faktor makanan turut memegang peranan penting, keterbatasan biaya untuk memperoleh konsentrat atau makanan penguat khusus ternak ruminansia besar (sapi dan kerbau) dan ruminansia kecil (kambing), ternak monogastrik (babi). Jumlah ternak sapi pada Kecamatan Humual Belakang populasinya sebanyak 233 ekor di tahun 2006 atau sebesar 2,43% dari jumlah populasi di Kabupaten Seram Bagian Barat. Berdasarkan data Sub Bidang Peternakan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Seram Bagian Barat telah di lakukan pemetaan dan penentuan lokasi atau wilayah pengembangan ternak di Kabupaten Seram Bagian Barat. Pengembangan ternak sapi potong diarahkan di tiga Kecamatan, yakni Kecamatan Kairatu, Kecamatan Seram Barat dan Kecamatan Taniwel berdasarkan potensi sumberdaya alam yang ada di tiga Kecamatan mampu menyediakan Hijauan Makanan Ternak (HMT), kemudian didukung oleh faktor geografis serta infra struktur yang ada.
Kelompok Tani/Ternak Jumlah kelompok tani-ternak yang ada di Kabupaten Seram Bagian Barat sebanyak 94 kelompok, di Kecamatan Kairatu sebanyak 61 kelompok, di Kecamatan Seram Barat ada 18 kelompok, dan di Kecamatan Taniwel ada 15 kelompok. Rata-rata anggota masing-masing kelompok terdari kurang lebih 20 orang. Kelompok tani-ternak yang ada berada pada tipe kolompok pemula, madya dan lanjut. Untuk lebih jelas rincian kelompok tani-ternak terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Dsitribusi Kelompok Tani -Ternak per Kecamatan di Kabupaten Seram Bagian Barat Tipe Kelompok
No
Kecamatan
Jumlah Kelompok
Pemula
Madya
Lanjut
1
Kairatu
61
40
5
16
2
Seram Barat
18
18
-
-
3
Taniwel
15
15
-
-
94
73
5
16
Total
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Seram Bagian Barat, 2007
Dari Tabel 6 memperlihatkan bahwa sebagian besar kelompok masih berada pada tipe pemula. Ini berarti kelompok tani-ternak yang ada di Kabupaten Seram Bagian Barat masih tergolong relatif muda usia kelompoknya atau masih baru yakni sebesar 77,7 persen. Kelompok tani-ternak ini untuk mendapatkan perhatian dari instansi terkait dan penyuluh agar dapat dikembangkan sebagai suatu kekuatan dalam mengembangkan usahanya. Ternyata di Kecamatan Kairatu memperlihatkan bahwa peminat peternak yang telah terlibat dalam kelompok cukup tinggi, yakni sebesar 64,9 persen, berikut di Kecamatan Seram Barat sebesar 19,1 persen, dan di Kecamatan Taniwel sebesar 16 persen. Kelompok ini dibagi menjadi tiga tipe kelompok, yakni Kelompok Pemula, Kelompok Madya dan Kelompok Lanjut. Persentase terbesar adalah kelompok pemula; di Kecamatan Kairatu sebesar 54,8 persen, di Kecamatan Seram Barat sebesar 24,7 persen, dan di Kecamatan Taniwel sebesar 20,5 persen. Tipe Kelompok Pemula adalah sebesar 77,7 persen, Kelompok Madya sebesar
5,3 persen dan Kelompok Lanjut sebesar 17 persen di Kabupaten Seram Bagian Barat. Lembaga Keuangan Lembaga keuangan turut menunjang usaha masyarakat yang ada di Kabupaten Seram Bagian Barat, bila masyarakat selalu melakukan interaksi dengan lembaga tersebut, maka prospek pengembangan lebih baik. Diharapkan para peternak dapat berakses bagi pengembangan dan peningkatan usahanya melalui lembaga-lembaga keuangan yang ada di daerah tersebut. Hal ini tergantung kepada peternak yang mempunyai hubungan dan kreaksi dalam melakukan kontak dengan lembaga keuangan yang ada. Bila peternak mampu untuk mengembangkan usahanya harus berani mengambil resiko agar dapat membuka jaringan kerja dengan lembaga-lembaga keuangan, sehingga usahanya semakin berkembang di masa mendatang. Hal ini sangat berkaitan dengan kemampuan peternak dalam memperoleh berbagai informasi dari berbagai sumber-sumber informasi yang ada hubungannya dengan lembaga keuangan. Lembaga keuangan di Kabupaten Seram Bagian Barat secara rinci terlihat pada Tabel 7. Tabel 7. Distribusi Lembaga Keuangan dan Koperasi di Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2004 – 2006 Jenis Bank Rakyat Indonesia Bank Daerah KUD KSU
Tahun 2004 1 30 44
Tahun 2005 2 1 33 46
Tahun 2006 3 1 36 54
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupten Seram Bagian Barat, 2007
Selain bank yang ada, koperasi juga tidak kalah pentingnya sebagai suatu lembaga untuk masyarakat dapat melakukan akses sebagai suatu sarana berlatih dalam dunia usaha. Bank yang ada di Kabupaten Seram Bagian Barat sampai saat penelitiaan ini dilakukan adalah BRI 3 unit, Bank Daerah 2 unit. Koperasi yang ada sebanyak 90 unit di tahun 2006, masing-masing KUD sebanyak 36 unit, dan KSU sebanyak 54 unit. Bank ini tersebar hanya pada 2 Kecamatan, yakni Kecamatan Kairatu dan Kecamatan Taniwel. Koperasi tersebar pada seluruh
Kecamatan di Kabupaten Seram Bagian Barat. Pada penelitian ini tidak diperoleh data banyaknya koperasi yang tersebar pada setiap Kecamatan. Pada
Tabel
8
menggambarkan
tentang
perkembangan
koperasi
di Kabupaten Seram Bagian Barat. Sejauh ini ternyata perkembangan koperasi cukup diminati oleh masyarakat karena koperasi merupakan sokoguru perekonomian bagi pembangunan. Manfaat koperasi yang dirasakan oleh masyarakat sangatlah berarti dalam mengembangkan usahanya. Bila masyarakat dapat memanfaatkan koperasi sebagai suatu lembaga yang turut membantu usaha, maka sangatlah memberikan peluang bagi peternak/petani dalam mengembangkan usahanya. Dalam meningkatkan perekonomian masyarakat, maka diharapkan ada peran dari masyarakat itu sendiri dalam mengembangkan dirinya melalui berbagai lembaga keuangan yang ada disuatu wilayah. Jumlah anggota koperasi sejak tahun 2004 sampai tahun 2005 memperlihatkan ada peningkatan (Tabel 8), sebanyak 7.701 orang anggota koperasi (tahun 2004) dan pada tahun 2005 sebanyak 9.827 orang, sebanyak 12.443 orang di tahun 2006, berarti terjadi peningkatan sebesar 38,1 persen. Hal ini mengidentifikasi bahwa minat masyarakat di Kabupaten Seram Bagian Barat cukup tinggi untuk mengembangkan diri melalui koperasi yang ada. Bila hal ini terus digalakkan, maka turut membantu menunjang usaha yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Tabel 8. Perkembangan Koperasi di Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2004 - 2006 Uraian Jumlah Koperasi Anggota (orang) Simpanan (Rp. 000) Cadangan (Rp. 000) Volume Usaha (Rp. 000) Hutang (Rp. 000) Piutang (Rp. 000) Sisa Hasil Usaha (Rp. 000)
Tahun 2004 74 7.701 2.286.118 11.745.171 6.404.990 61.300 1.729.000 1.254.997
Tahun 2005 79 9.872 2.417.806 11.795.151 43.676 83.900 2.987.060 1.412.661
Tahun 2006 90 12.443 2.724.023 11.725.171 19.221.135 11.725.171 2.980.060 634.548
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupten Seram Bagian Barat, 2007
Pasar Lokal Pasar merupakan pertemuan para pembeli dan penjual, yakni terjadi proses teransaksi antar masyarakat. Dengan adanya pasar, maka masyarakat dapat
menyalurkan hasil usaha untuk diperjual belikan. Pasar yang ada di Kabupaten Seram Bagian Barat ada sebanyak 5 unit dan tersebar di pusat-pusat Kecamatan. Khusus untuk los daging (sapi) hanya berada di dua Kecamatan, yakni pada Kecamatan Kairatu dan Kecamatan Seram Barat. Hal ini menggambarkan bahwa sangat terbatas pasar yang ada untuk peternak dapat menjual langsung akan produksinya. Sebagian besar peternak menjual hasil usaha (ternak sapi) ke Ambon melalui perantara, yakni pedagang sapi. Sarana Transportasi dan Komunikasi Ruas jalan di Kabupaten Seram Bagian Barat adalah seluas 545,9 km, yang terdiri dari jalan kota sepanjang 15 km, jalan Kabupaten seluas 229 km, jalan Provinsi sepanjang 259,5 km, jalan nasional sepanjang 42,94 km. Kapal penyeberangan fery tersedia tiga lintasan yang dilayani oleh Perum ASDP dan Swasta yang menghubungkan Hunimua–Waipirit, Wailey–Tulehu, Wailey– Kulur–Pelauw. Sedangkan dermaga yang sudah ada di Kabupaten Seram Bagian Barat sebanyak empat unit, yakni di Seram Barat, Waisarisa, Waipirit, Wailey. Sarana transportasi ini sangat penting guna memperluas hubungan atau komunikasi antar masyarakat, khusus untuk peternak yang sering melakukan pemasaran di Kota Ambon melalui perjalanan fery harus menempuhnya melalui darmaga fery Waipirit–Hunimua. Ada tiga kapal fery yang melayani masyarakat secara bergantian, namun karena intensitas bepergian dalam melakukan perjalanan ke Kota Ambon maupun dari Kota Ambon ke Kabupaten Seram Bagian Barat sangat tinggi, maka sangat terasa bahwa sarana tranportasi laut yang tersedia belum memadai. Telah tersedia jaringan telepon dan telepon seluler, namun belum berfungsi secara maksimal disebabkan listrik belum dinyalakan selama 24 jam. Wartel yang ada di Kabupaten Seram Bagian Barat ada sebanyak 14 Unit. Sarana Pendidikan dan Kesehatan Jumlah sekolah yang ada di Kabupaten Seram Bagian Barat sebanyak 274 unit, terdiri dari TK sebanyak 17 unit, SD/MI sebanyak 183 unit, SLTP/MIS sebanyak 52 unit, dan SMU/MA sebanyak 7 unit. Di Kabupaten Seram Bagian Barat sudah tersedia Rumah Sakit Umum (RSU), namun belum beroperasi secara maksimal, sedangkan Puskesmas
sebanyak 12 unit; dari 12 unit ada 3 unit yang berfungsi sebagai rawat inap dan Puskesmas Pembantu sebanyak 47 unit. Masyarakat di Kabupaten Seram Bagian Barat dapat memanfaatkan sarana kesehatan ini sebagai pemenuhan kebutuhan kesehatan. Kondisi Sosial Budaya Penduduk di Kabupaten Seram Bagian Barat sebesar 59,54 persen dikategorikan sebagai penduduk miskin (BPS SBB, 2007). Penyakit yang sering melanda penduduk adalah penyakit gizi buruk dan busung lapar, sedangkan penyakit malaria merupakan penyakit endemik. Jumlah Dokter umum ada sebanyak empat orang, Dokter gigi sebanyak satu orang, tenaga perawat sebanyak 83 orang, dan Bidan sebanyak 85 orang. Dari jumlah paramedis yang ada di Kabupaten Seram Bagian Barat bila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada sebanyak 148,998 jiwa, maka indikasinya bahwa pelayanan kesehatan masih jauh dari yang diharapkan. Di bidang pendidikan: jumlah usia sekolah sebanyak 37.895 orang, jumlah murid sebanyak 24.466 orang untuk tingkat SD/MI Rasio murid terhadap guru adalah 2:1, jumlah murid SLTP/MIS sebanyak 85.261 orang dengan rasio murid terhadap guru 4:2, jumlah murid SMU/MA sebanyak 44.051 orang dengan rasio murid terhadap guru 9:2 (Badan Pusat Statistik Kabupaten Seram Bagian Barat, 2007). Secara umum data ini menggambarkan bahwa murid lebih banyak dibandingan ketersedian tenaga pengajar atau guru. Pendidikan formal sangat menunjang potensi suatu wilayah karena bertujuan untuk menciptakan sumberdaya manusia yang handal. Iklim Iklim di Kabupaten Seram Bagian Barat adalah iklim laut tropis dan iklim musim, karena letak wilayahnya dikelilingi oleh laut yang luas. Oleh karena itu iklim di wilayah ini sangat dipengaruhi lautan dan berlangsung bersamaan dengan iklim musim, yakni musim Barat atau Utara dan musim Timur atau Tenggara. Pergantian musim selalu diselingi oleh musim pancaroba yang murupakan transisi dari kedua musim tersebut. Musim Barat umumnya berlangsung dari bulan Desember sampai dengan bulan Maret, sedangkan pada bulan April merupakan masa transisi ke musim Timur yang berlangsung dari bulan Mei sampai oktober
disusul musim Timur di bulan mei samapi bulan Oktober disusul masa pancaroba pada bulan Nopember yang merupakan transisi ke musim Barat. Curah hujan adalah cukup tinggi berada pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli, bahkan jumlah curah hujan ini cukup bervariasi hampir setiap tahun. Pada musim penghujan yang tinggi dapat berdampak bagi pertumbuhan tanaman khusus tanaman hijauan makanan ternak sapi potong, namun berdampak pula dalam sistem penggembalaan ternak sapi potong, yakni terjadi kesulitan dalam proses penggembalaan. Untuk lebih jelas dapat dilihat garafik curah hujan di Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2004–2006 pada Gambar 5.
Keterangan:
Tahun 2004
Tahun 2005
Tahun 2006
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Seram Bagian Barat, 2007.
Gambar 5. Curah Hujan di Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2004 -2006. Dari Gambar 5 terlihat bahwa curah hujan cukup bervariasi setiap tahun, hal ini harus diketahui oleh peternak untuk proses pengelolaan ternak sapi potong karena sangat berhubungan dengan sistem pemeliharaan. Sistem pemeliharaan yang dilakukan adalah ekstensif dengan pola ikat berpindah-pindah pada lahan yang berpotensi hijauan makanan ternak (HMT), di samping itu pada lahan perkebunan yang memiliki potensi hijauan atau rumput atau dilepaskan pada padang penggembalaan selama seharian (pagi sampai sore hari). Dari segi teknis pengelolaan, peternak harus mengetahui tentang waktu curah hujan yang selalu terjadi dalam setiap tahun, karena hal ini turut berpengaruh dalam proses pengelolaan (sistem penggembalaan dan pemanfaatan pakan hijauan, serta gangguan dari penyakit) agar adanya tindakan preventif yang perlu dilakukan oleh
peternak, guna mengatisipasi terhadap gangguan penyakit khusus pada musim pancaroba, maupun penanaman hijauan, dan sistem pengelolan ternak. Pada
musim
penghujan
yang
tinggi
beberapa
daerah
padang
penggembalaan akan tergenang air hujan dan ini menyulitkan peternak untuk menggembalakan ternaknya. Pada dataran rendah yang cukup potensi hijauan, seperti rumput lapangan pada satu padang penggembalaan dengan hamparan arealnya cukup luas bila daerah tersebut tergenang air, maka peternak mengalami kesulitan dalam pemberian pakan bagi ternak sapi potong. Pada sisi lain perkembangan pertumbuhan hijauan (rumput) pasti lebih cepat pada musim penghujan (berlimpah hijauan makanan ternak/rumput dan leguminosa), sehingga peternak harus melakukan pengambilan hijauan makanan ternak (HMT) yang tepat berdasarkan kondisi iklim. Sektor Pertanaian Sektor pertanian yang di dalamnya terdapat sub sektor peternakan menjadi tumpuan strategi pembangunan pertanian. Beberapa strategi pembangunan pertanian tahun 2005–2009 bertujuan untuk memperluas dan memanfaatkan basis produksi secara berkelanjutan, meningkatkan kapasitas kelembagaan dan memberdayakan
sumberdaya
manusia
(SDM)
pertanian,
meningkatkan
ketersediaan sarana dan prasarana pertanian, meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna, mempromosikan komoditas pertanian. Jenis komoditas unggulan yang ada di Kabupaten Seram Bagian Barat perlu ditingkatkan, guna menunjang pembangunan di sektor pertanian. Jenis komoditas unggulan pertanian yang ada di Kabupaten Seram Bagian Barat di rincikan dalam Tabel 9. Tabel 9. Jenis Komoditas Unggulan di Kabupaten Seram Bagian Barat Jenis Komoditas Tanaman Perkebunan Kakao Kelapa Cengkeh Sagu
Tanaman Pangan Kacang tanah Padi
Tanaman Hortikultura Jeruk Mangga Durian Salak Sayuran
Sumber: Badan Pusat Satatistik (BPS) Provinsi Maluku, 2007
Peternakan Sapi potong Kambing Ayam
Target Pengembangan Ternak Sapi Potong Berdasarkan Perda No. 5 tahun 1993 tentang tata ruang, maka kawasan pengembangan ternak ruminansia besar dipusatkan di Pulau Seram, Pulau-pulau Lemola, Pulau-pulau Tanimbar, Pulau Buru dengan kawasan penyangga Pulaupulau Aru, Pulau-pulau Babar dan Pulau Wetar, dengan pengembangan pusat perbibitan ternak rakyat berupa sapi potong dan kerbau. Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak melalui pengembangan ternak rakyat dalam rangka mendukung swasembada daging, peningkatan kesempatan kerja dan berusaha di pedesaan, peningkatan pendapatan. Sedangkan sasarannya adalah terjadinya peningkatan populasi sapi dan kerbau di Provinsi Maluku tahun 2012 sebanyak 115.060 ekor, tercapainya kebutuhan konsumsi daging sapi dan kerbau di Prrovinsi Maluku tahun 2012 sebesar 3,5 kg/kapita/tahun, tercapainya peningkatan tenaga kerja sebanyak 23.010 orang. Musyawarah Bersama Pengembangan Pertanian (MUSRENBANGTAN) Dinas Pertanian merancang program pengembangan ternak sapi potong untuk tahun 2009 di Kabupaten Seram Bagian Barat sebagai berikut: pengembangan perbibitan ternak sapi potong sebanyak 1.500 ekor, pengembangan poskeswan 1 unit, peralatan keswan 1 unit, pengembangan air untuk kebutuhan ternak Cek DAM 3 unit, pengembangan peralatan peternakan 1 paket, pengembangan hijauan makanan ternak (HMT) 50 ha. Potensi pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Seram Bagian Barat berdasarkan hasil MUSRENBANGTAN Dinas Pertanian Provinsi Maluku dapat di rincikan pada Tabel 10. Tabel 10. Distribusi Potensi Pengembangan Ternak Sapi Potong di Kabupaten Seram Bagian Barat per Kecamatan Kecamatan Kairatu Seram Barat Taniwel Total
Potensi (ekor) 8.227 13.438 3.484 25.149
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Maluku, 2008.
Yang Sudah Dikembangkan (ekor) 1.532 8.187 1.115 10.834
Potensi Pengembangan Ternak Sapi Potong di Kabupaten Seram Bagian Barat Pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Seram Bagian Barat dilihat dari beberapa aspek, yakni: (1) tujuan pemeliharaan, (2) sistem pemeliharaan, (3) pengelolaan reproduksi, (4) penyakit dan penanganannya, (5) pertumbuhan alami (natural increase), (6) sistem tataniaga, (7) aspek ekonomi, (8) aspek sumberdaya alam, dan (9) infrastruktur dan kelembagaan, berbagai aspek ini sangat menentukan untuk pengembangan suatu usaha peternakan, sebagaimana diungkapkan oleh Hardjosubroto dan Astuti (1994) bahwa ada tujuh pedoman usaha (sapta usaha peternakan) yang harus dilakukan oleh peternak untuk memperoleh hasil yang baik yakni; (1) pemilihan bibit yang baik, (2) pencegahan dan pemberantasan penyakit, (3) penggunaan kandang yang memenuhi syarat, (4) pemberian pakan tambahan, (5) pengelolaan reproduksi, (6) penanganan pasca panen dan pemasaran, dan (7) manajemen usaha yang baik. Tujuan Pemeliharaan Ternak Tujuan utama peternak dalam memelihara ternak, yakni untuk menambah tingkat pendapatan keluarga, pendapatan yang diperoleh dapat digunakan sebagai tabungan
bagi
kebutuhan
keluarga
peternak.
Tabungan
ini
kemudian
dimanfaatkan guna memenuhi kebutuhan keluarga yang mendesak, berupa; kebutuhan pendidikan anak, kebutuhan membangun rumah, dan kebutuhan anggota keluarga yang menikah. Menurut Tawaf dkk, (1994), pada umumnya pemeliharaan ternak di Indonesia adalah sebagai usaha sambilan dan tabungan, yakni pada saat petani-peternak membutuhkan uang kontan, ternak yang dimilikinya dapat dijual. Dari hasil penelitian Tim Peneliti Jurusan Peternakan FAPERTA Unpatti tahun 2007 menunjukkan bahwa tujuan utama pemeliharaan ternak sebesar 91,02 persen adalah sebagai tabungan dan pendapatan, dan sebagai sampingan adalah 8,98 persen. Sistem Pemeliharaan Ternak Sistem pemeliharaan ternak sapi di Kabupaten Seram Bagian Barat umumnya adalah pastural sistem dengan tipe manajemen ekstensif adalah sebesar 81,5 persen dan sistem intensif, semi intensif sebesar 18,5 persen (Gambar 6).
Sistem pemiliharaan yang dilakukan peternak menggambarkan pola pengelolaan usaha peternakan sapi potong yang cukup bervariasi dengan sistem ekstensif, intensif dan semi intensif. Hal ini turut mempengaruhi dalam pengembangan usaha yang dikolola peternak, karena peternak dengan sistem pemeliharaan ekstensif masih tergantung pada kondisi dan potensi sumberdaya alam sehingga dapat berdampak pada produksi dan mutu ternak. 18,50%
81,50%
Keterangan: 18,5% = Intensif dan semi intensif 81,5% = Ekstensif
Gambar 6. Manajemen Pemeliharaan Ternak Sapi Di Kabupaten Seram Bagian Barat. Peternak yang memiliki kandang hanya sebagian kecil, yakni (18,5%) dengan manajemen pemeliharaan secara intesif dan atau semi intensif. Secara intensif, ternak sapi berada di dalam kandang sepanjang hari, pemberian makan berupa hijauan (rumput dan leguminosa) dan konsentrat diberikan oleh peternak. Secara semi intensif ternak digembalakan atau dilepaskan pada pagi sampai siang hari di padang penggembalaan atau padang rumput maupun di lahan perkebunan untuk merumput, kemudian pada sore hari dimasukkan ke kadang. Pada saat ternak digembalakan, semua proses makan berlangsung di padang penggembalaan dan dikontrol oleh peternak. Sistem pemeliharaan secara ekstensif sebesar 81,5%, ternak sapi digembalakan sepanjang hari (pagi sampai sore hari) pada padang penggembalaan alam, baik pada lahan milik sendiri maupun pada lahan-lahan umum. Teknik yang dilakukan dalam sistem pemeliharaan ini adalah menggunakan pola ikat secara berpindah-pindah, dan dilepaskan. Sapi dilepaskan sejak pagi sampai sore hari.
Pada waktu sore hari sapi dimasukkan ke hutan atau lahan perkebunan untuk beristirahat di alam terbuka, hal ini mempersulit dalam pengontrolan, sehingga ternak mudah terserang penyakit, dan berbagai hal negatif lainnya bisa terjadi. Kompetensi Teknis Berdasarkan Sistem Pemeliharaan Secara Intensif dan Semi Intensif Kompetensi teknis berdasarkan sistem pemeliharaan intensif, semi intensif dan ekstensif meliputi: (1) teknis pemberian pakan dan minum, (2) efisiensi waktu kerja dan tenaga kerja (3) perawatan ternak, (4) penanganan kesehatan ternak, (5) pengontrolan dan pengawasan ternak, (5) kemudahan dalam proses pemasaran, (6) proses penampungan kotoran ternak dan penggunaannya sebagai pupuk, (8) ancaman dari gangguan luar/keamanan ternak. Kompetensi teknis yang dijelaskan di bawah ini hanya terkait dengan sistem pemeliharaan, yakni berdasarkan sistem pemeliharaan intensif, semi intensif dan sistem ekstensif bagi peternak yang menggunakan dan tidak menggunakan kandang dalam sistem pengelolaan ternaknya. Untuk mengetahui lebih jelas sistem pemeliharaan dalam kaitannya dengan kompetensi teknis, maka rinciannya disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Kompetensi Teknis Berdasarkan Sistem Pemeliharaan
Faktor-Faktor Sistem Pemeliharaan
Kompetensi Berdasarkan Sistem Pemiliharaan Intensif dan Semi Intensif Skor (n = 48)
Kategori
Ekstensif Skor (n = 212)
Teknis Pemberian Pakan dan Minum 4,6 Tinggi 4,6 Efesiensi Waktu Kerja dan Tenaga 4,4 3,2 Tinggi Kerja Perawatan Ternak 3,8 Tinggi 2,2 Penanganan Kesehatan Ternak 3,4 Sedang 1,2 Pengontrolan dan Pengawasan Ternak 4,8 Tinggi 2,2 Kemudahan Dalam Proses Pemasaran 4,6 Tinggi 3,2 Proses Penampungan Kotoran dan 4,8 2,2 Tinggi Penggunaannya Sebagai Pupuk Ancaman Dari Gangguan 3,8 2,2 Tinggi Luar/Keamanaan Ternak Rata-rata 4,25 Tinggi 2,62 Keterangan: 1 – 2,33 = Rendah, 2,34 – 3,67 = Sedang, > 3,67 = Tinggi
Kategori
Tinggi Sedang Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Sedang
Kompetensi teknis dengan komponen teknis pemberian pakan dan minum memperlihatkan nilai rataan skor 4,6 dengan kategori tinggi, hal ini
mengindikasikan bahwa peternak mampu mengatur waktu dengan baik dalam proses pemberian makan bagi ternak. Secara intensif ternak diberikan makan berupa hijauan dua kali sehari, yakni pada pagi dan sore hari. Sistem pemeliharaan secara semi intensif pemberian makan di dalam kandang dilakukan satu kali sehari, yakni pada waktu sore hari, sedangkan pada waktu pagi hari ternak digembalakan untuk merumput dan digiring oleh peternak, sesudah itu dimasukkan ke kandang. Umumnya air minum disediakan oleh peternak sepanjang waktu. Pakan yang diberikan bagi ternak sapi berupa hijauan makanan ternak (HMT) terdiri dari rumput, leguminosa dan makanan penguat (konsentrat). Jenis rumput dan leguminosa yang diberikan bagi ternak disesuaikan ketersediaan rumput dan leguminosa yang tumbuh di wilayah tersebut. Umumnya peternak memberikan makanan penguat atau konsentrat hanya 1-2 kali seminggu, konsentrat yang diberikan terdiri dari dedak, bungkil kelapa, ampas tahu ditambah dengan garam secukupnya dan pemberian jamu. Jenis rumput unggulan (rumput gajah) ditanam oleh peternak sekitar perkandangan maupun pada lereng/pinggiran lahan perkebunan hortikultura karena peternak mengetahui rumput tersebut lebih berkualitas dari jenis rumput lainnya. Efisiensi waktu kerja dan tenaga kerja diperoleh nilai rataan skor 4,4 berada pada kategori tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa peternak sangat efisien dalam penghematan waktu bagi tenaga kerja. Rata-rata curahan waktu kerja kurang lebih 6 jam sehari yang dihabiskan oleh peternak dalam mengelola ternaknya, sehingga peternak dapat mengatur waktu untuk mengelola usaha lainnya. Intensitas kerjanya lebih diarahkan untuk pengambilan hijauan, pemberian makan dan minum, perawatan, pembersihan kandang, pengontrolan ternak, dan penampungan kotoran ternak sebagai pupuk. Hal ini terlihat bahwa intensitas kerjanya lebih tinggi dan membutuhkan keterampilan dalam pengelolaan, namun peternak mampu untuk memanfaatkan waktu seefisien dalam mengelola ternaknya. Perawatan ternak diperoleh nilai rataan skor 3,8 berada pada kategori tinggi, hal ini mengindikasikan bahwa perawatan ternak baik. Perawatan ternak
seperti memandikan ternak dilakukan setelah ternak selesai makan yakni pada waktu pagi hari. Penanganan kesehatan memperoleh nilai rataan skor 3,2 berada pada kategori sedang, hal ini mengindikasikan bahwa penanganan kesehatan ternak cukup. Namun, penanganan kesehatan berupa vaksinansi, pengobatan semuanya dilakukan di dalam kandang, hal ini menunjukkan bahwa ternak yang sakit secara mudah dapat ditangani oleh peternak. Pengontrolan dan pengawasan ternak mendapatkan nilai rataan skor 4,8 dengan kategori tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa pengontrolan dan pengawasan ternak dapat dilakukan dengan baik oleh peternak. Pengontrolan dan pengwasan ini sangat memudahkan peternak, sebab seluruh aktifitas dikendalikan oleh peternak. Peternak dengan mudah dapat mengetahui ternak yang sakit, sehingga mempermudah dalam melakukan pengendalian kesehatan ternak. Kemudahan dalam proses pemasaran mendapatkan nilai rataan skor 4,6 berada pada kategori tinggi, hal ini mengindikasikan bahwa proses kemudahan untuk pemasaran produski lebih mudah, bila ternak berada di kandang. Pedagang yang datang ke lokasi peternak dengan mudah, cepat dapat melakukan negosiasi. Ternak dapat dijangkau secara cepat dan tidak sulit untuk diangkut ke pasar. Proses penampungan kotoran dan penggunaannya sebagai pupuk dan dengan nilai rataan skor 4,8 berada pada kategori tinggi. Kotoran ternak yang digunakan sebagai pupuk ditampung pada bak penampung kotoran dan mudah dijangkau serta digunakan ataupun dijual. Acaman dari gangguan luar/keamanan ternak dengan nilai rataan skor 3,8 berada pada kategori tinggi. Sesuai dengan fungsi kandang untuk melindungi ternak dari terik matahari, angin, hujan, terhindar dari gangguan luar, mempermudah dalam proses pengelolaan, maka dengan sistem intensif dan semi intensif lebih menjamin terhindarnya ternak terhadap ancaman dari gangguan luar serta kemanaan ternak. Penggunaan kandang sangat bermanfaat dalam melakukan pengontrolan dan pengendalian penyakit, pencegahan ternak yang kesehatannya terganggu lebih mudah dilakukan oleh peternak. Kompetensi Teknis Berdasarkan Sistem Pemeliharaan Secara Ekstensif
Dari seluruh komponen pada sistem ekstensif berada pada kategori rendah, kecuali: kompetensi teknis pemberian pakan dan minum berada pada tinggi, efesiensi waktu kerja dan tenaga kerja tergolong sedang, dan kemudahan dalam proses pemasaran tergolong sedang (masing-masing dengan skor 4,6, 3,2 dan 3,2). Teknis pemberian pakan dan minum memperoleh nilai rataan skor 4,6 tergolong kategori tinggi. Teknis pemberian pakan dan minum bagi ternak membutuhkan waktu sangat panjang dari pagi sampai sore hari, teknis yang dilakukan dalam sistem pemeliharaan ekstensif dibagi dalam dua pola, yakni: (1) Pola ikat secara berpindah-pindah tempat (2) Pola lepas Pola pertama, teknisnya adalah ternak diigiring oleh peternak ke lahan perkebunan yang terdapat potensi hijauan makanan ternak (HMT) atau pada padang penggembalaan kemudian ternak diikat untuk merumput, selang 1-2 jam ternak dipindahkan merumput pada areal lain, namun masih tetap pada lokasi padang penggembalaan yang sama. Kegiatan ini dilakukan secara rotasi untuk melihat areal mana yang banyak tumbuh hijauan, ada kalanya ternak diikat dari pagi sampai siang hari, kemudian dipindahkan lagi sampai sore hari. Teknis seperti ini cukup membutuhkan waktu yang lama, artinya peternak harus menunggu berjam-jam untuk memindahkan ternak agar dapat merumput pada areal yang kaya potensi rumput atau leguminosa. Kemudian untuk minum biasanya peternak menggiring ternaknya ke sungai atau pada sumber-sumber air yang berdekatan dengan lokasi penggembalaan. Setelah sore hari ternak digembalakan untuk beristirahat di hutan atau di biarkan saja beristirahat pada malam hari di lokasi pekarangan rumah. Curahan waktu kerja yang dibutuhkan oleh peternak kurang lebih 8 jam, namun waktu luang cukup besar dan terbuang begitu saja karena mencurahkan perhatian sepenuhnya bagi ternak dengan teknis seperti ini, sehingga kurang efisien. Peternak harus menunggu selama berjam-jam hanya untuk memindahkan ternak sambil mengontrolnya pada saat ternak merumput. Tetapi ada pula peternak yang hanya mengikat ternaknya secara berpindah-pindah 1-2 kali dan antara selang waktu ikat dapat digunakan untuk mengelola usaha lain, misalnya;
mengelola kebun atau mengerjakan kegiatan usaha lainnya. Dengan cara seperti ini peternak tidak dapat mengontrol ternaknya pada waktu makan, karena konsentrasi kerjanya terbagi-bagi untuk mengerjakan beberapa pekerjaan sekaligus dalam sehari. Pola kedua ini ada terbagi dalam dua mekanisme, yakni: (1) ternak digembalakan oleh peternak, dan (2) ternak dilepas bigitu saja untuk merumput sendiri. Mekanisme pertama, teknisnya adalah ternak digembalakan oleh peternak untuk merumput sambil diawasi oleh peternak. Mekanisme ini cukup membutuhkan waktu kerja lama dan peternak hanya berkonsentrasi untuk penggembalaan saja, seiring dengan waktu ternak beristirahat merumput pada siang hari peternak juga beristirahat, kemudian dilanjutkan sampai sore hari. Mekanisme kedua, setelah ternak digembalakan pada lahan perkebunan atau areal padang rumput, kemudian ternak dilepaskan sendiri untuk merumput selama seharian, yakni dari pagi sampai sore hari tanpa kontrol atau pengawasan dari peternak. Pada pola pertama dan kedua pemberian makanan penguat atau konsentrat jarang diberikan bagi ternak sapi, bahkan tidak diberikan. Peternak hanya mengandalkan hijauan makanan ternak (HMT) berupa rumput dan leguminosa dalam pemberian makan. Efisiensi waktu kerja dan tenaga kerja memperlihatkan nilai rataan skor 3,2 berada pada kategori sedang. Waktu pemberian makan dengan pola ikat secara berpindah-pindah membutuhkan curahan waktu kerja yang lama, yakni berkisar antara 8–9 jam dan cukup menyita waktu kerja, karena peternak harus memindahkan ternak ke beberapa areal padang penggembalaan, misalnya pada lahan perkebunan kelapa, lapangan rumput umum atau dipinggir jalan. Selang waktu yang dibutuhkan kurang lebih 1-2 jam untuk memindahkan ternak sapi. Sedangkan pola lepas peternak membiarkan ternaknya meruput sendiri seharian di lokasi padang rumput, pada waktu sore hari ternak di masusukan ke hutan untuk istirahat. Dengan pola ini, kurang membutuhkan waktu kerja dan tenaga kerja sedikit, namun ternak tidak dikontrol oleh peternak dan bisa saja terjadi hal-hal yang negatif, misalnya ternak dapat merusak kebun orang.
Perawatan ternak memperlihatkan nilai rataan skor 2,2 berada pada kategori rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa perawatan bagi ternak kurang memadai, karena ternak dibiarkan pada padang penggembalaan seharian. Kemudian pada waktu sore hari ternak sudah berada di hutan untuk beristirahat pada malam hari. Penanganan kesehatan ternak memperlihatkan nilai rataan skor 1,2 berada pada kategori rendah. Ini berarti penanganan kesehatan ternak kurang dilakukan oleh peternak, bila terdapat ternak yang sakit barulah dilakukan pengobatan sedangkan kegiatan vaksinasi jarang dilakukan oleh peternak, pengontrolan terhadap ternak yang sakit tidak dilakukan. Pengontrolan dan pengawasan ternak memperlihatkan nilai rataan skor 2,2 berada pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa pengontrolan dan pengawasan ternak kurang dilakukan oleh peternak. Hal ini sangat berakibat buruk bagi pengembangan usaha, kurangnya pengontrolan dan pengawasan memudahkan terjadi hal-hal yang negatif. Perlunya pengontrolan bagi ternak yang sakit, sehingga pengendalian atau pencegahan penyakit mudah dilakukan. Karena lemahnya pengontrolan dapat menimbulkan beberapa hal, yakni: (1) sering ternak memakan dan merusak tanaman perkebunan milik orang lain, (2) kualitas hijauan (rumput) rendah, dan (3) mudah terserang penyakit. Kemudahan dalam proses pemasaran memperlihatkan nilai rataan skor 3,2 berada pada kategori sedang. Bila ternak akan dipasarkan prosesnya agak sulit karena ternaknya berada pada lokasi atau padang penggembalaan yang jauh dari jalan umum, sehingga pedagang yang datang harus ke lokasi dan cukup menyita waktu dengan jarak tempuh yang jauh, angkutan sulit untuk menembus lokasi penggembalaan, membutuhkan beberapa kali negosiasi karena ternaknya harus dibawa ke rumah peternak baru dilakukan proses negosiasi. Proses penampungan kotoran ternak dan penggunaannya sebagai pupuk memperlihatkan nilai rataan skor 2,2 berada pada kategori rendah. Artinya lokasi penggembalan cukup luas dan ternak berpindah-pindah lokasi, sehingga mempersulit dalam pengumpulan kotoran ternak sebagai pupuk, peternak juga tidak membuat bak penampungan kotoran. Menurut peternak bahwa hanya sewaktu-waktu bila diperlukan sebagai pupuk bagi tanaman barulah dikumpulkan.
Acaman dari gangguan luar/keamanan ternak dengan nilai rataan skor 2,2 berada pada kategori rendah. Dengan tidak menggunakan kandang, maka ternak dengan mudah mengalami ancaman dari gangguan luar serta kemanaan ternak kurang terjamin. Peluang untuk terjadinya hal-hal yang negatif sangat besar karena perawatan ternak rendah, pengontrolan dan pengawasan ternak rendah, penanganan kesehatan rendah. Kandang bagi ternak sapi merupakan sarana yang diperlukan. Kandang berfungsi tidak hanya sekedar sebagai tempat berteduh atau berlindung dari hujan dan panas, melainkan bagi ternak sapi sebagai tempat istirahat yang nyaman. Kebutuhan air yang sering disediakan oleh peternak dengan jalan menggiring ternak pada sumber-sumber air terdekat (Gambar 7). Kebutuhan air bagi ternak sapi potong adalah suatu kebutuhan utama yang sangat penting diperhatikan oleh paternak sapi potong. Berdasarkan pengamatan sumber-sumber air yang dapat digunakan atau difungsikan sebagai kebutuhan ternak sapi potong, yakni air sungai, air sumur, dan air hujan. Kebutuhan air bagi ternak sapi potong diperoleh dari sumber-sumber air seperti: air sungai (73,65%), air sumur (21,74%), dan air hujan (4.61%).
4,61% Air Hujan
21,74% Air Sumur
73,65% Air Sungai
Keterangan: 1) air sungai 73,65%, 2) air sumur 21,74%, 3) air hujan4,61%
Gambar 7. Sumber Air bagi Ternak di Kabupaten Seram Bagian Barat Di samping air bagi kebutuhan ternak sapi, peternak juga kadang-kadang memberikan makanan tambahan berupa kulit pisang, kulit singkong selain hijauan makanan ternak (HMT) termasuk limbah pertanian seperti: limbah jagung, kacang tanah, kacang kedelai dan umbi-umbian. Konsentrat yang kadang-kadang diberikan bagi ternak sapi berupa: dedak, bungkil serta ampas tahu.
Beberapa Desa tertentu seperti Desa Waimital, Desa Waihatu, dan Desa Kairatu kadangkala ada terjadi sedikit kesulitan dalam perolehan pakan (hijauan) bagi sapi pada saat musim hujan kerena padang penggembalaan tergenang air hujan; di samping itu, sudah terjadi pergeseran lahan untuk tanaman perkebunan dan pembangunan fisik. Kalau di Desa Kairatu kesulitan dalam penggembalaan saat musim penghujan karena kebanyakan padang penggembalaan tergenang air hujan. Namun hal ini sangat mudah diatasi karena peternak dapat mengambil hijauan pada daerah pinggiran jalan, pada sela-sela lahan atau pada tepi-tepi lahan, di samping itu dapat diambil hijauan makanan ternak (HMT) pada Desa tetangga. Sistem pemeliharaan ekstensif pada sapi menyebabkan peternak sulit melakukan pengontrolan terhadap ternak terutama dalam hal perkawinan dan pengontrolan penyakit. Dari hasil survai Tim Peneliti Jurusan Peternakan FAPERTA Unpatti (2007) menunjukkan bahwa adanya ternak sapi yang sakit tanpa ada usaha pengobatan oleh peternak. Di samping itu dampak negatif lain dari sistem ini adalah sering kali ternak sapi merusak kebun petani yang lain, sehingga ada anggapan sebagian masyarakat bahwa ternak sapi di beberapa desa pada Kabupaten Seram Bagian Barat dianggap sebagai hama. Menurut Santoso (2007), sistem pemeliharaan secara ekstensif
perlu
dipertimbangkan dari beberapa segi, yakni: (1) penggunaannya berdasarkan daya tampung, dan (2) tata laksana padang penggembalaan. Bila dibandingkan dengan sistem pemeliharaan ekstensif yang dilakukan peternak di Kabupaten Seram Bagian Barat, maka unsur-unsur ini belum dilakukan sepenuhnya. Dari segi ketersediaan padang penggembalaan dapat dipenuhi karena ketersediaan sumber pakan hijauan yang melimpah, tetapi tata laksana padang penggembalaan belum dipahami oleh peternak, sehingga pelaksanaannya sederhana. Namun terlihat bahwa peternak juga menggunakan lahan peggembalaan secara bergantian maupun dilakukan berpindah-pindah. Artinya peternak melakukan rotasi dalam proses penggembalan di padang rumput, sedangkan pembagian tingkatan tidak dibedakan oleh peternak ke dalam beberapa cara, misalnya; padang rumput permanen, padang rumput jangka pendek, padang rumput rotasi jangka panjang, dan padang rumput sementara.
Untuk padang rumput rotasi jangka panjang, perlu dilakukan beberapa hal, yakni: (1) lahan perlu penggarapan dan pengolahan kembali pada waktu-waktu tertentu, (2) lahan perlu diisi dengan tanaman dalam satu atau dua tahun saja. Kemudian dilakukan kembali sebagai padang penggembalaan, hal ini belum dilakukan peternak. Seperti yang dikemukakan oleh Santoso (2007) bahwa tata laksana padang penggembalaan dibagi menjadi dua variabel, yakni: (1) tata laksana padang rumput atau hijauan, dan (2) tata laksana penggembalaan ternak. Dari berbagai uraian di atas terlihat bahwa sistem pemelihraan secara intensif dan semi intensif sangat menguntungkan dari segi teknis, berdasarkan Tabel 11 memperlihatkan bahwa tingkat kompetensi teknis peternak melalui sistem pemeliharaan intensif dan semi intensif lebih tinggi dibandingkan sistem pemeliharaan secara ekstensif. Beberapa alasan yang dikemukakan peternak sesuai hasil wawancara maupun pengamatan langsung di lapangan bahwa ada beberapa faktor penyebab, sehingga peternak menggunakan sistem pemeliharaan ekstensif berada pada persentase terbesar dibandingkan dengan sistem pemeliharaan secara intensif dan semi intensif. Beberapa faktor penyebabnya adalah: (1) Peternak sebagian besar tidak memiliki kandang (2) Ketersediaan hijauan makanan ternak (HMT) melimpah (3) Sudah merupakan kebiasan (4) Dianggap lebih mudah (5) Pengetahuan terhadap sistem pemeliharaan masih terbatas Solusi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Dinas pertanian dan peternakan harus memperketat persyaratan bila ada bantuan bibit ternak, maka setiap kelompok yang menerima bantuan terlebih dulu menyiapkan kandang atau perlunya anjuran khusus bagi peternak untuk memiliki kandang, karena dengan memiliki kandang besar manfaat yang diperoleh dalam pengembangan usahanya. (2) Penyuluh perlu berperan aktif untuk memberikan penyuluhan tentang manfaat kandang melalui sistem pemeliharaan secara intensif dan semi intensif maupun sistem ekstensif.
(3) Untuk
meningkatkan
kompetensi
teknis
peternak
melalui
sistem
pemeliharaan yang baik, maka peran penyuluh sebagai mediator dan motivator perlu digalakan demi meningkatkan pengetahuan dan wawasan peternak, perlu proses pembelajaran bagi peternak. (4) Dalam proses pembelajaran perlu penyesuaian materi dan motode yang berhubungan dengan sistem pemeliharaan secara intensif, semi intensif dan ekstensif. Perkandangan Kandang merupakan tempat untuk melindungi ternak sapi dari berbagai gangguan yang dapat merugikan, seperti gangguan cuaca, sebagai tempat beristirahat dengan nyaman, aman dari pencurian, tempat pengumpulan kotoran, memudahkan pengawasan terhadap ternaknya (Tabel 12). Menurut Santoso (2007), kandang diperlukan untuk melindungi ternak sapi dari keadaan lingkungan yang merugikan sehingga dengan adanya kandang ternak sapi memperoleh kenyamanan. Alasan yang sama dikemukakan oleh peternak yang memiliki kandang, bahwa dengan adanya kandang, mempermudah dalam proses pengawasan dan pemeliharaan ternak sapi, terutama pemberian makan dan minum, serta pengawasan terhadap kesehatan ternak, memudahkan dalam perkawinan, ternak tidak mudah berkeliaran dan dapat terhindar dari pencurian, tidak memasuki lahan milik orang lain sehingga dapat merusak tanaman perkebunan, pengumpulan kotorannya dapat dilakukan dengan mudah, serta memudahkan dalam proses penjualan. Alasan di atas diperkuat dengan pendapat Abidin dan Soeprapto (2006) yang menyatakan bahwa kandang memiliki banyak fungsi, yakni: (1) melindungi ternak sapi dari gangguan cuaca, (2) tempat beristirahat dengan nyaman, (3) tempat pengumpulan kotoran, (4) melindungi sapi dari ganguan luar, dan (5) memudahkan pelaksanaan pemeliharaan , terutama pemberian makan, minum dan pengawasan kesehatan. Tabel 12. Pemilikan dan Kondisi Kandang Peternak Sapi Potong per Kecamatan di Kabupaten Seram Bagian Barat Pemilikan
Kairatu
Seram
Taniwel
Total
dan Kondisi
Barat
Kandang (1) Pemilikan
(n= 92)
%
62
67,7
30 92
(n =
%
(n = 81)
74
85,1
76
32,6
13
14,9
5
6,2
48
100
87
100
81
100
260
87)
%
(n=260)
%
Kandang Tidak Memiliki Kandang Memiliki Kandang Total (2)
Kondisi Kandang
Permanen Semi Permanen Tidak Permanen Total
(n = 30)
%
(n = 13)
%
(n = 5)
93, 8
%
212
(n=48 )
2
6,6
1
7,7
1
20
4
14
46,7
5
38,5
2
40
21
14
46,7
7
53,8
2
40
23
30
100
13
100
5
100
48
81, 5 18, 5 100 % 8,3 43, 8 47, 9 100
Peternak yang memiliki kandang dalam proses pengelolaan usaha ternak sapi potong adalah sebesar 32,6 persen berada di Kecamatan Kairatu, berikutnya Kecamatan Seram Barat 14,9 persen, dan sebesar 6,2 persen di Kecamatan Taniwel. Peternak yang tidak menggunakan kandang dalam proses pengelolaan usahanya, masing-masing di Kecamatan Kairatu sebesar 67,4 persen, Kecamatan
Seram Barat
sebesar 85,1 persen, dan Kecamatan Taniwel 93,8 persen. Dilihat dani kondisi bangunan kandang yang ada dibagi menjadi tipe permanen, semi permanen dan tidak permanen. Tipe permanen atapnya dari zeng, lantainya semen, tipe semi permanen atap rumbia dan lantai semen, sedangkan todak permanen atap rubia dan lantainya tanah. Untuk Kecamatan Kairatu sebesar 6,6 persen adalah tipe permanen, sebesar
46,7 persen tipe semi permanen, dan tidak permanen sebesar 46,7 persen. Kecamatan Seram Barat sebesar 7,7 persen tipe permanen, sebesar 38,5 persen tipe semi permanen, dan sebesar 53,8 persen tidak peremanen. Kecamatan Taniwel sebesar 20 persen tipe permanen, sebesar 40 persen tipe semi permanen, dan sebesar 40 persen tidak permanen. Berdasarkan Tabel 12 dapat diprediksikan bahwa minat peternak untuk menggunakan kandang dalam proses pengelolaan usahanya walaupun rendah, tetapi sudah tercipta upaya dari dalam diri peternak betapa pentingnya dan bermanfaatnya kandang untuk mengelola ternaknya. Bila hal ini terus dikembangkan, ternak sapi tidak mudah mengalami gangguan atau ancaman dari luar yang dapat merugikan peternak. Pakan Ternak Sapi Potong Sumber pakan ternak sapi potong dapat terdiri dari tiga yakni: (1) hijauan makanan ternak (HMT) berupa rumput dan leguminosa, (2) pakan penguat atau konsentrat, dan (3) limbah pertanian. Makanan ternak sapi potong dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi ternak. Makanan sangat esensial bagi ternak sapi. Makanan yang baik menjadikan ternak sanggup menjalankan fungsi proses dalam tubuh secara normal. Dalam batas normal, makanan bagi ternak sapi potong berguna untuk menjaga keseimbangan jaringan tubuh dan membuat energi sehingga mampu melakukan peran dalam proses metabolisme. Pemberian makanan secara ekonomis dan teknis memenuhi persyaratan dapat digunakan sebagai kebutuhan hidup pokok, kebutuhan untuk pertumbuhan dan kebutuhan untuk reproduksi. Jenis Hijauan Jenis hijauan yang dapat diberikan bagi ternak sapi potong dalam bentuk hijauan segar, hijauan kering (hay), hijauan olahan atau hasil fermentasi yang disebut silase. Jenis-jenis hijauan makanan ternak dapat berupa rumput dan
leguminose yang terdapat di areal padang penggembalaan dan di sekitar areal padang penggembalaan biasanya dikonsumsi oleh ternak sapi potong. Di Kabupaten Seram Bagian Barat hijauan makanan ternak tersebar pada berbagai areal, yakni areal padang penggembalaan, lahan perkebunan dan lahan tanaman pertanian pangan di pinggiran jalan sepanjang jalan umum. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan diperoleh jenis hijauan yang ada di Kabupaten Seram Bagian Barat terdiri dari jenis rumput antara lain rumput lapangan (Natural grass), rumput ruzi (Brachiaria ruziziensis), rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput teki (Killinga monochepala), sapu-sapu ternate (nama lokal) dan kuda bunga (Paspalum notatum), rumput setaria (Setaria ancepts), rumput pangola (Digitaria decumbens), rumput pahit (Ceseonopus compressus), rumput merayap atau sukest grinting (Cynodon dactylon), putri malu (Mimosa pudica), rumput buffel (Cenchrus ciliaris), rumput berunda (Ccynodon dectylon), rumput sudan (Sudan grass), rumput beludru (Brachiaria holotricha), rumput rhodes (Cloris gayana), alang-alang (Imperata cylindrica), rumput gergaji (nama lokal), rumput kuda (nama lokal), siratro (Macroptiliun atropurpeum), calopo
(Calopogonium
mucunoides),
centro
(Centrosema
pubencens),
lamtoro/petai cina (Leucaena glauca), daun gamal (Gliricidia maculate). Rumput gajah (Pennisetum purpureum) telah ditanam sebagai bibit hijauan makanan ternak oleh pemerintah (Dinas Pertanian dan Peternakan Seram Bagian Barat) dan pihak swasta, yakni di Kecamatan Kairatu dan Kecamatan Taniwel telah ditanam pada areal khusus sebagai bibit hijauan makanan ternak yang cukup berkualitas kandungan nilai gizinya. Bahkan rumput gajah (Pennisetum purpureum) juga ditemui hampir di sepanjang jalan umum/utama (tumbuh secara liar) memasuki Ibu Kota Kabupaten Seram Bagian Barat. Sedangkan tanaman gamal sudah dijadikan sebagai tanaman pagar atau pelindung yang dapat dikonsumsikan oleh ternak sapi. Jenis tanaman ini ditanam hampir sepanjang jalan pada desa-desa di Kecamatan Seram Barat, Kecamatan Taniwel dan Kecamatan Kairatu. Di Kabupaten Seram Bagian Barat: hijauan makanan ternak bagi ternak sapi potong diperoleh atau diberikan oleh peternak dengan cara menggembalakan ternaknya di areal perkebunan kelapa, padang rumput dan di pinggir-pinggir jalan.
Bagi peternak yang memiliki kandang, hijauan makanan ternak dipotong atau diambil pada areal padang rumput atau di lahan perkebunan maupun di pinggir jalan kemudian di gunakan kendaraan roda dua (sepeda dan sepeda motor) dan mobil khusus untuk membawa hijauan makanan ternak. Menurut pengamatan di lapangan, hijauan yang paling banyak dikonsumsi ternak adalah rumput-rumput yang tumbuh di areal padang rumput dan areal pohon kelapa. Hal ini disebabkan hijauan-hijauan tersebut memiliki palatabilitas yang tinggi dan ketersediaannya tersedia sepanjang waktu. Hal ini sesuai dengan pendapat Reksohadiprodjo, (1985) bahwa vegetasi rumput dan pepohonan tidak hanya dilihat sebagai sumber makanan ternak saja tetapi juga bermanfaat sebagai tanaman penutup tanah yang dapat mencegah terjadinya erosi tanah agar unsur-unsur hara yang ada dipermukaan tanah tidak terkikis. Makanan Penguat atau Konsentrat Jenis makanan penguat atau konsentrat yang diberikan bagi ternak sapi terdiri dari dedak padi, bungkil kelapa, ampas tahu, sebagian besar peternak yang menggunakan kandang sering memberikan pakan penguat atau konsentrat bagi ternaknya.
Limbah Pertanian Salah satu produk sampingan dari tanaman perkebunan dan tanaman pertanian adalah limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan bagi ternak sapi sebagai salah satu alternatif bahan makanan ternak pada musim panas yang berkepanjangan atau musim paceklik. Limbah pertanian juga dapat dikombinasi secara bersamaan dengan hijauan makanan ternak. Beberapa jenis jerami yang biasa diberikan untuk makanan ternak sapi antara lain adalah jerami padi (Oriza sativa L), jagung (Zea mays), kacang tanah (Arachis hipogeae), kacang kedelai (Glycinen max) dan ketela pohon (Manihot utilisima). Potensi limbah pertanian tanaman pangan di Kabupaten Seram Bagian Barat tersedia dengan melimpah saat musim panen. Misalnya potensi limbah di Kecamatan Seram Barat dan Kecamatan Kairatu dengan hasil limbah produk
jerami padi sebesar 4. 207,66 ton/tahun, limbah ketela rambat 83,52 ton/tahun, jerami jagung 64,8 ton/tahun dan ketela pohon 493,2 ton/tahun dan jerami kacang tanah 250,8 ton/tahun, jerami kacang kedelai 3,23 ton/tahun. Limbah ini merupakan potensi yang dimiliki petani peternak di Kabupaten Seram Bagian Barat untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan ternak selingan ataupun tambahan. Kenyataannya limbah-limbah pertanian yang dihasilkan jarang bahkan hampir tidak diberikan untuk ternak peliharaannya, karena ketersediaan rumput di areal padang rumput, seperti rumput lapangan, rumput yang tumbuh secara alami di pinggir-pinggir jalan dan lahan-lahan kosong masih memenuhi kebutuhan makan ternak sapi. Pengelolaan Reproduksi Pengelolaan reproduksi dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal yang meliputi; sumber bibit, sistem perkawinan, sumber pejantan dan rasio kelahiran. Sumber bibit yang berkualitas dapat meningkatkan keturunan ternak berikutnya, sumber bibit yang diperoleh dengan cara membeli oleh peternak secara ekonomis harus menjadi pertimbangan peternak agar dapat memilih bibitbibit berkualitas dari keturunan tetua yang unggul atau baik, sehingga menguntungkan peternak di waktu mendatang. Sebelum membeli bibit ternak peternak harus memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang syarat-syarat bibit yang baik, artinya peternak perlu melakukan seleksi awal saat membeli bibit. Sumber bibit yang diperoleh peternak dilakukan dengan jalan membeli, warisan atau berupa bantuan. Sistem perkawinan umumnya berlangsung secara alami, pejantan yang hendak digunakan sebagai bibit haruslah pejantan unggul atau baik, sehingga keturunan yang diperoleh baik. Kalau pejantan yang digunakan untuk bibit sudah menghasilkan lebih dari empat keturunan perlu menjadi pertimbangan, karena berpengaruh pada generasi berikutnya. Teknis terhadap sistem perkawinan perlu dikuasai oleh peternak. Biasanya pejantan yang digunakan bersumber dari milik peternak, milik tetangga atau milik kelompok, bila pejantan sudah tidak lagi memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bibit, maka perlu upaya dalam perolehan pejantan yang unggul. Namun perlu menjadi pertimbangan bahwa penjantan yang digunakan sebagai bibit adalah pejantan yang dusah diseleksi.
Rincian sumber bibit, sistem perkawinan, sumber pejantan dan rasio kelahiran disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Pengelolaan Reproduksi Ternak Sapi Potong per Kecamatan di Kabupaten Seram Bagian Barat Kairatu No
Uraian
1.
Sumber Bibit a. Beli b. Bantuan c. Warisan
2.
3.
4.
Sistem Perkawinan - Alami Sumber Pejantan a. Milik sendiri b. Tetangga c. Kelompok Rasio Kelahiran a. Jantan b. Betina
Jumlah
Seram Barat Jumlah
Taniwel
Total
Jumlah
(n=92)
%
(n=87)
%
(n=81)
%
(n=260)
%
58 27 7 92
63,1 29,3 7,6 100
52 25 10 87
59,8 28,7 11,5 100
57 18 6 81
70,4 22,2 7,4 100
167 70 23 260
64,2 26,9 8,8 100
92
100
87
100
81
100
260
100
70 3 19 92
76,1 3,3 20,6 100
69 18 87
79,3 20,7 100
68 4 9 81
84,0 4,9 11,1 100
207 7 46 260
79,6 2,7 17,7 100
38 54 92
41,3 58,7 100
41 46 87
47,1 52,9 100
39 42 81
48,1 51,8 100
118 142 260
45,4 54,6 100
Sumber bibit terbesar dari tiga Kecamatan adalah cara membeli dengan proporsi terbesar adalah Kecamatan Taniwel (70,4%), berikutnya Kecamatan Kairatu (63,1%), dan Kecamatan Seram Barat sebesar (59,8%). Sistem perkawinan yang digunakan pada ketiga Kecamatan berlangsung secara alami. Sistem perkawinan ini dilakukan dengan sumber pejantan milik sendiri proporsi terbesar adalah Kecamatan Taniwel (84,0%), berikutnya Kecamatan Taniwel (79,3%), Kecamatan Kairatu (76,1%). Rasio kelahiran pada seluruh Kecamatan persentase terbesar adalah betina, dengan proporsi terbesar pada Kecamatan Kairatu (58,7%). Penyakit dan Penanganannya Pengontrolan, pencegahan dan penanganan penyakit adalah merupakan salah satu kunci keberhasilan dari usaha peternakan sehingga kesehatan ternak
yang dipelihara tetap terjaga. Pencegahan dan penanganan penyakit memerlukan pertimbangan dari berbagai aspek seperti; jenis penyakitnya ringan, menular atau tidak menular maupun dari aspek ekonomisnya. Berbagai jenis penyakit yang sering dijumpai oleh peternak, penangannya melalui pengobatan secara tradisional oleh peternak di samping ditangani oleh Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) atau petugas kesehatan hewan. Beberapa jenis penyakit yang biasanya menyerang ternak sapi merupakan penyakit yang ringan dan tidak menular, sehingga pengobatannya dapat diatasi dengan menggunakan cara tradisional maupun cara modern. Berikut ini adalah rincian jenis penyakit dan proses pengobatannya secara tradisional dan modern, disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Jenis Penyakit dan Cara Pengobatan Pada Berbagai Jenis Ternak di Kabupaten Seram Bagian Barat Jenis Penyakit (Ciri-Ciri) Kurap
Pengobatan Tradisional Modern Dioles dengan campuran bensin, tembakau dan serbuk baterei. Juga dioles pakai oli cambur belerang. Lumpuh, rematik Tidak diobati, minyak Disuntik. gosok Cacingan, radang usus Daun bambu muda. Teramicyn*, Sulfastrol, obat cacing, suntik. Caplak, Kutuk, kudis, Mandi pakai ditergen, Gusanex disemprot dengan racun scabies serangga, digosok dengan bensin. Perut Kembung Antibiotika Feces bercampur Antibiotika darah Luka Dioles dengan bensin atau Antibiotika campuran bensin dan tembakau Keterangan : *) dilakukan peternak
Pertumbuhan Alami (Natural Increase) Natural Increase (NI) atau pertumbuhan alami dihitung dari persentase kelahiran dikurangi persentase kematian, jadi tinggi rendahnya NI di suatu daerah
sangat tergantung dari jumlah kelahiran dan kematian. NI yang tinggi pada suatu daerah menunjukkan pertumbuhan alami sapi di daerah tersebut tinggi. NI (Natural Increase) adalah sapi potong yang diperkirakan pada Kabupaten Seram Bagian Barat (24,74%) cukup tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Sumadi, dkk (2004), pada Provinsi Nusa Tenggara Timur NI hanya sebesar (20,14%) dan Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar (18,92%). Tingginya NI pada desa-desa sampel disebabkan terjadinya pertambahan sapi betina dewasa, bahkan terjadi pula kenaikan tingkat kelahiran dan turunnya tingkat kematian, sehingga dapat diidentifikasi bahwa potensi pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Seram Bagian Barat mempunyai peluang besar untuk terus dikembangkan. Kondisi ini didukung oleh potensi sumberdaya alam dan iklim yang turut mendukung dalam proses pengembangan ternak sapi potong. Sistem Tataniaga Sistem tataniaga sangat penting dalan proses pemasaran hasil produksi, beberapa faktor penting dalam mendukung sistem tataniaga adalah saluran pemasaran, transportasi, informasi pasar dan fungsi-fungsi tataniaga yang efisien. Salah satu fungsi yang harus diperlukan dalam sistem tataniaga, yakni pengangkutan (Mosher, 1966). Peternak mempunyai keterbatasan dalam mengakses informasi pasar. Minimnya informasi pasar yang diperoleh peternak, membuka kesempatan bagi pedagang untuk mempermainkan harga ternak. Cara negosiasi yang dilakukan pedagang secara spekulasi berdasarkan pertimbangan; biaya transportasi berupa biaya sewa mobil, biaya tenaga buruh dan biaya retribusi. Gambaran tentang saluran pemasaran di Kabupaten Seram Bagian Barat disajikan pada Gambar 8. Pedagang Pengumpul
Pengecer
(II) (I)
Peternak
Pedagang Pengumpul/Pengecer
Konsumen
(III) Pengecer Keterangan: Saluran (I) dan (II) Pasar Provinsi/Kota Ambon Saluran (III) Pasar Kabupaten/Kecamatan
Gambar 8. Saluran Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kabupaten Seram Bagian Barat Gambar 8 memperlihatkan bahwa saluran pemasaran ternak sapi potong yang berlangsung di Kabupaten Seram Bagian Barat terbagi atas tiga saluran, yakni: (1) Saluran Pemasaran I: peternak menjual ternaknya kepada pedagang pengumpul dan atau pengecer selanjutnya ke konsumen. (2) Saluran Pemasaran II: peternak menjual ternaknya kepada pedagang pengumpul, kemudian pedagang pengumpul kepada pengecer, pengecer kepada konsumen. (3) Saluran Pemasaran III: peternak menjual ternaknya kepada pengecer, kemudian dari pengecer kepada konsumen. Saluran Pemasaran I dan II ternaknya dijual di pasar Kota Ambon sebagai pusat pemasaran Provinsi, sedangkan saluran pemasaran III berlangsung di Kabupaten Seram Bagian Barat, pada pasar lokal Kecamatan Kairatu, Kecamatan Seram Barat dan Kecamatan Taniwel. Umumnya proses pemasaran berlangsung pada saluran pemasaran I, di mana pedagang yang membeli ternak adalah pedagang dari Kota Ambon. Adapun alasannya bahwa peternak menghindari terhadap biaya pemasaran (biaya tunai) yang cukup tinggi, misalnya: (1) biaya transportasi darat maupun laut, (2) biaya retribusi, (3) rentang kendali yang panjang (pedagang harus ke lokasi peternak dengan menempuh perjalanan jauh), dan (4) pedagang langsung mendatangi peternak di lokasi peternak, sehingga pedagang membeli ternak dengan harga rendah, mengakibatkan pendapatan peternak rendah. Ternak yang dijual kepada pedagang dalam jumlah yang kecil, sehingga posisi tawarpun rendah. Di sini tergambar bahwa posisi pedagang sebagai price maker dan posisi peternak hanya sebagai price taker, artinya posisi peternak dalam proses negosiasi harga menjadi lemah. Saluran Pemasaran II, peternak langsung menjual ternaknya di Kota Ambon, dan lebih banyak dilakukan oleh para peternak yang berada pada wilayah Kecamatan Kairatu, karena tingkat aksesbilitas lebih tinggi, jarak tempuh lebih pendek, di samping itu pelabuhan fery berada di Kecamatan Kairatu, sehingga
biaya transportasi Kairatu ke Ambon lebih rendah di bandingkan Kecamatan Seram Barat dan Kecamatan Taniwel. Saluran pemasaran III, peternak menjual ternaknya lewat pengecer berlangsung di Kabupaten Seram Barat, beberapa perbedaan yang mengakibatkan saluran pemasaran III lebih rendah dibandingkan saluran pemasaran I dan II, adalah: (1) Demand atau permintaan rendah. (2) Fasilitas penunjang seperti Rumah Pemotongan Hewan (RPH) belum dimiliki secara permanen. (3) Pasar ternak belum memadai. (4) Jumlah pengecer sedikit. Berdasarkan uraian tersebut, beberapa solusi yang dapat ditawarkan, adalah sebagai berikut: (1) Perlu adanya azas keadilan di antara pelaku pasar (lembaga pasar), hal ini dapat dilakukan dengan cara: a. Peternak harus mengetahui informasi pasar b. Mendekatkan pasar ke peternak, sehingga lebih efisien dengan jalan meningkatkan demand atau permintaan. Dapat dilakukan dengan cara: - Peningkatan sektor-sektor informal. - Peningkatan daya beli masyarakat. - Adanya variasi pola konsumsi masyarakat, misalnya; kebiasan mengkonsumsi ikan lebih tinggi secara bervariasi dapat disesuaikan dengan mengkonsumsi daging yang tinggi nilai gizi protein hewaninya. Artinya bahwa pada musim-musim tertentu, misalnya; musim penghujan yang tinggi atau musim gelombang, maka daging dapat dikonsumsi. (2) Peningkatan kelembagaan peternak. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan penguatan terhadap para peternak dalam melakukan proses pemasaran hasil produksinya. Lembaga peternak ini dapat berfungsi untuk mencari dan menginformasikan harga pasar bagi para peternak, menetapkan titik pemasaran sebagai sentral pemasokan hasil produksi, mengkoordinir proses pemasaran hasil produksi, dan sebagai aliansi, maksudnya bahwa melalui
aliansi ini dapat meningkatkan posisi tawar dari peternak, misalnya; peternak menentukan harga standar berdasarkan umur, jenis kelamin dan bobot badan, sehingga pedagang tidak dengan mudah memainkan harga. Sehubungan dengan hal di atas, maka perlu upaya pemerintah dalam mengambil kebijakan, yakni: (1) menyiapkan fasilitas berupa pasar lokal untuk mempermudah penyaluran hasil produksi peternak, (2) adanya transportasi (angkutan darat) khusus disiapkan pemerintah dengan biaya transportasi yang dapat dijangkau oleh peternak, (3) penetapan standar harga ternak, dan (4) peningkatan peran kelembagaan peternak. Aspek Ekonomi Pendapatan peternak secara umum dalam setahun rata-rata berkisar antara Rp 6.500.000,- per tahun atau sebesar
Rp 541.666,66 per bulan, hal ini
disebabkan pemasaran hasil produksi sangatlah bervariasi jumlahnya, artinya jumlah ternak sapi yang dipasarkan oleh setiap peternak sangat berbeda-beda. Penerimaan sampel berasal dari nilai ternak dan nilai penjualan produksi dalam satu tahun. Nilai ternak didapat dari nilai ternak saat ini dikurangi dengan nilai ternak awal usaha (bibit). Besarnya penerimaan juga mengikuti nilai ternak yang dikonsumi selama satu tahun. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan sebesar Rp. 6.979.350.29 Penerimaan terbesar diperoleh dari nilai ternak. Perhitungan pendapatan berdasarkan selisih antara gross farm income (pendapatan kotor) dengan farm expense (biaya). Rata-rata pendapatan per desa sampel sebesar Rp. 6.549.348.86 per tahun atau Rp 545.779.07 per bulan. Pendapatan terbesar diperoleh dari peternakan sapi dengan rata-rata penjualan sapi anak 1,29 ekor, dara 0,43 ekor dan dewasa 4 ekor per tahun dengan rata-rata harga penjualan sapi jantan dewasa Rp. 2.609.242.43 per ekor, sapi betina dewasa dengan rata-rata harga penjualan Rp. 1.085.714.29 per ekor. Tipologi Usaha Soehadji (Saragih, 2003) mengatakan bahwa tipologi usaha dari bidang peternakan rakyat ke industri peternakan dibagi menjadi empat tipe usaha, yakni: (a) Usaha sambilan (pendapatan kurang dari 30 %) (b) Cabang usaha (pendapatan berkisar 30 – 70 %)
(c)
Usaha pokok (pendapatan berkisar 70 – 100 %)
(d) Industri peternakan (pendapatan 100 % dari usaha peternakan) Pendapat ini sama dengan Rahardi dan Hartono (2003) yang mengatakan bahwa usaha peternakan dapat dikelola secara sambilan. Artinya, bagi masyarakat yang memiliki pekerjaan lain, tujuan usaha adalah membantu pendapatan rumah tangga. Tingkat pendapatan yang dapat diperoleh dari usaha ternak sambilan ini di bawah 30 persen dari total pendapatan. Usaha peternakan dapat dijadikan sebagai salah satu cabang usaha lain. Tujuan usaha ternak sebagai cabang usaha tidak hanya sekedar membantu pendapatan, tetapi sudah berperan sebagai salah satu sumber pendapatan. Tingkat pendapatan yang bisa diperoleh dari usaha ternak sebagai cabang usaha sekitar 30–70 persen. Usaha ternak yang dijadikan sebagai usaha pokok, usaha ternak ini sudah menjadi sumber pendapatan. Tingkat Pendapatan yang bisa diperoleh dari usaha ternak sebagai usaha pokok berkisar antara 70–100 persen, sedangkan untuk industri peternakan pendapatan yang diperoleh 100 persen. Tipologi usaha dapat digolongkan berdasarkan pendapatan peternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi usaha peternakan terhadap pendapatan petani-peternak di Kabupaten Seram Bagian Barat adalah sebesar 46,20 persen. Dengan demikian dapat diindikasikan bahwa tipologi usaha peternakan di Kabupaten Seram Barat saat ini merupakan cabang usaha.
Aspek Sumberdaya Alam Kondisi Agroklimat Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi performans ternak adalah faktor lingkungan di mana ternak itu diusahakan. Faktor lingkungan terdiri dari lingkungan fisik seperti: temperatur, kelembaban, curah hujan dan topografi (ketinggian
tempat),
lingkungan
biotik
seperti:
tanaman,
hewan
dan
mikroorganisme serta lingkungan kimiawi (Sihombing dkk., 2000). Rata-rata curah hujan di Kabupaten Seram Bagian Barat dari tahun 2004 – 2006 sangatlah bervariasi setiap tahun. Rata-rata curah hujan pada tahun 2004 adalah 93 milimeter/tahun, tahun 2005 adalah 198 milimeter/tahun, tahun 2006 adalah sebesar 176 milimeter/tahun. Pada tahun 2004 curah hujan tertinggi ada di
bulan pebruari 139 milimeter, bulan mei 241 milimeter, bulan juni 143 milimeter, pada tahun 2005 curah hujan tertinggi di bulan maret 364 milimeter, bulan juni 267 milimeter, bulan juli 508 milimeter, pada tahun 2006 curah hujan tertinggi ada di bulan pebruari 209 milimeter, bulan juni 946 milimeter dan bulan juli 174 milimeter. Penyinaran matahari rata-rata setiap tahun bervariasi, tahun 2004 ratarata penyinaran matahari 60 persen/tahun, tahun 2005 penyinaran matahari ratarata 58 persen/tahun, tahun 2006 penyinaran matahri rata-rata 61 persen/tahun. Kecepatan angin rata-rata pada tahun 2004 adalah 3 knot, arah angin rata-rata 1350, tahun 2005 rata-rata kecepatan angin adalah 3 konot, arah angin rata-rata 1600, tahun 2006 rata-rata kecepatan angin 4 knot, arah angin rata-rata 2090. Kelembaban udara (lembab nisbi) tahun 2004 adalah 85 persen/tahun, tahun 2005 lembab nisbi rata-rata 86 persen/tahun, tahun 2006 lebab nisbi rata-rata 85 persen/tahun. Tekanan udara tahun 2005 rata-rata 1010,8 milibar/tahun, di tahun 2006 tekanan udara rata-rata 1010,7 milibar/tahun. Temperatur pada tahun 2004 rata-rata per tahun 26,3 0C, tahun 2005 temperatur rata-rata per tahun 26,4 0C, tahun 2006 temperatur rata-rata per tahun 26,1 0C (BPS Kabupaten Seram Bagian Barat, 2007). Kondisi klimat tersebut sangat mendukung peningkatan produktivitas ternak sapi, karena sesuai dengan zona kenyamanannya. Sapi Bali yang terdapat di Kabupaten Seram Bagian Barat mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan panas maupun cukup toleran terhadap pengaruh lingkungan yang dingin, sehingga temperatur lingkungan tersebut tidak menjadi kendala untuk pengembangannya. Soeprato dan Abidin (2006) mengemukakan bahwa kondisi agroklimat dan kondisi lingkungan yang ideal sangat dibutuhkan oleh ternak sapi dalam memacu pertumbuhan dan perkembangannya berdasarkan potensi genetis. Sekaligus penentuan lokasi dapat terpenuhi melalui beberapa syarat tertentu, seperti; suhu lingkungan, arah angin, curah hujan, arah sinar matahari, kelembaban, topografi, di samping aspek lainnya. Unsur-unsur iklim seperti; temperatur, curah hujan, intensitas penyinaran dan lamanya siang hari sangat berpengaruh terhadap ketersediaan dan kualitas pakan hijauan (Reksohadiprodjo, 1985). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hijauan pakan banyak mengandung air pada saat curah hujan dan kelembaban udara tinggi dapat mempengaruhi bahan kering pakan secara keseluruhan. Kapasitas Tampung Sistem penggembalaan ternak sapi yang diterapkan oleh peternak di Kabupaten Seram Bagian Barat adalah penggembalaan semi intensif, ekstensif dan diikuti dengan sistem lepas bahkan sistem ikat lepas berpindah pada areal perkebunan kelapa. Ada beberapa desa yang menggunakan sistem intensif (rumput dipotong pada areal padang rumput, maupun di arel perkebunan dan
di pinggir jalan) dan
diberikan bagi ternak sapi. Hasil pengukuran kapasitas tampung padang penggembalaan dilakukan melalui dua pendekatan yaitu
(1)
berdasarkan luasan pastura dan jumlah ternak yang digembalakan dan (2) berdasarkan estimasi populasi dan kebutuhan pakan ternak. Perbedaan dari hasil pengukuran kapasitas tampung
antara kedua
metode pengukuran ini sangat terkait dengan kondisi fisik dan faktor klimatologi setempat. Produksi Hijauan dan Limbah Pertanian Dalam menghitung produksi bahan kering rumput lapangan dan limbah pertanian tanaman pangan yang telah dianalisis bahan kering (BK) dan produksi bahan kering terlihat pada Tabel 15. Tabel 15. Produksi Hijauan Rumput Lanpangan dan Limbah Pertanian Tanamana Pangan (Ton/ Ha) Produksi BK Jenis Hijauan/Jerami
BK (%)
Kg/m
2
ton/ha
BK (ton/ha)
Rumput Lapangan
31,08
0,43
4,30
1,33
Jerami Padi
35,49
1,23
12,30
4,37
25,7
0,53
5,3
1,36
Jerami Ketela Pohon
22,50
1,37
13,70
3,08
Jerami Ketela Rambat
31,0
0,52
5,22
1,62
Jerami Jagung
Jerami Kacang Kedelai
47,50
0,47
4,70
2,23
Kacang Tanah
24,77
0,76
7,60
1,88
Sumber: Laporan Akhir Penelitian BAPEDA SBB Kerjasama FAPERTA UNPATTI, 2007
Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa rata-rata produksi BK hijauan rumput lapangan yang diperoleh dari areal padang penggembalaan adalah sebesar 1,33 ton/ha. Produksi limbah pertanian yang ada di Kabupaten Seram Bagian Barat adalah Jerami padi (Oriza sativa L), jerami jagung (Zea mays L), jerami kacang tanah (Arachis hypogaea), jerami ketela rambat (Ipomoeae batatas) dan ketela pohon (Manihot utilsima), jerami kacang kedelai (Glycinen max). Produksi BK jerami padi rata-rata adalah 4,37 ton/ha, produksi jerami BK jagung rata-rata1,36 ton/ha, produksi jerami BK ketela pohon 3,08 ton/ha, produksi jerami BK ketela rambat rata-rata 1,62 ton/ha, produksi jerami BK kacang tanah rata-rata 1,88 ton/ha, produksi jerami BK kacang kedelai rata-rata 2,23 ton/ha. Masing-masing produksi jerami BK sangat berbeda pada setiap daerah, hal ini sangat tergantung dari masa panen dan pola panen, kondisi kesuburan tanah dan iklim setempat. Total Produksi Hijauan Rumput Lapangan dan Limbah Pertanian Produksi hijauan rumput lapangan dan limbah tanaman pertanian akan digunakan sebagai standar untuk mengetahui bahan kering (BK) dan produksi total terdiri dari rumput lapangan, jerami padi, jerami jagung, jerami ketela pohon, jerami ketela rambat, jerami kacang tanah, jerami kacang kedelai, dan hijauan ketela pohon. Hijauan maupun limbah pertanian tanaman pangan diprediksikan dan telah dianalisis guna mendapatkan produk bahan kering (BK) dan produksi total berdasarkan luas panen. Data di bawah ini (Tabel 16) dimodifikasi berdasarkan data sekunder dari laporan akhir penelitian BAPEDA (Badan Perencanaan Daerah) Kabupaten Seram Bagian Barat kerjasama dengan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura tahun 2007 dan berdasarkan data Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2006 maupun data laporan akhir penelitian Badan
Perencanaan Daerah (BAPEDA) Kabupaten Seram Bagian Barat kerjasama dengan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura tahun 2006. Sebagai pertimbangan terhadap daya dukung lahan atau kapasitas tampung untuk pengembangan ternak sapi potong di masa mendatang perlu dilihat produksi hijauan dan produksi limbah. Untuk mengetahui produksi hijauan rumput lapangan dan limbah pertanian tanaman pangan secara keseluruhan, maka perlu diketahui luas lahan yang menghasilkan hijauan rumput lapangan dan limbah pertanian tanaman pangan, produksi bahan kering (BK) hijauan rumput lapangan dan limbah pertanian tanaman pangan. Produksi hijauan dan limbah yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan hidup ternak sapi potong berdasarkan jenis hijauan dan jerami dapat memberikan gambaran tentang volume produksi jenis hijauan dan limbah pertanian tanaman pangan menjadi acuan dalam proses perhitungan untuk mendapatkan ketersediaan dan kebutuhan hijauan dan limbah di Kabupaten Seram Bagian Barat, princiannya hasil perhitungan disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Produksi Bahan Kering (BK) Hijauan Rumput Lapangan dan Limbah Pertanian tanaman pangan di Kabupaten Seram Bagian Barat (Ton/Tahun)
Jenis Hijauan/Jerami
Rumput Lapangan Jerami Padi
Prod. BK (ton/Ha) 1,33 4,37
Ls. Pan.a) (ha) 7.284 1.375,5
Pengguna b)
(%)
Produksi Total (ton)
-
9.687,72
70
4.207,65
Jerami Jagung
1,36
10
75
10,02
Jerami Ketela Pohon
3,08
36
30
33,33
Jerami Ketela Rambat
1,62
16
30
7,78
Jerami Kacang Tanah
1,88
33
60
37,22
Jerami Kacang Kedelai
2,23
3,5
30
3,23
Hijauan Ketela Pohon
3,08
185,0
30
170,94
Sumber: Diolah Dari Laporan Akhir Penelitian BAPEDA SBB Kerjasama FAPERTA UNPATTI, 2007
Total produksi BK rumput lapangan dan limbah pertanian tanaman pangan tergantung pada seberapa luas areal tersebut serta penggunaannya bagi ternak, karena tidak semua bagian dari jerami yang dihasilkan digunakan untuk pakan ternak, tetapi beberapa bagian ada yang dibakar, ditimbun sebagai pupuk dan terbuang tidak dimanfaatkan. Persediaan limbah pertanian tanaman pangan yang ada di Kabupaten Seram Bagian Barat sebesar 4.299,23 ton/tahun. Produksi Protein Kasar (Pk) dan Total Digestible Nutrients (TDN) Hijauan Rumput Lapangan dan Limbah Pertanian Tanaman Pangan Persediaan hijauan rumput lapangan dan limbah pertanian tanaman pangan selain dihitung berdasarkan bahan kering (BK) juga dihitung berdasarkan kandungan protein kasar (PK) dan total digestible nutrients (TDN). Kandungan protein kasar (PK) dan total digestible nutrients (TDN) dalam hijauan rumput lapangan dan limbah pertanian tanaman pangan dihitung berdasarkan hasil analisis. Produksi protein kasar (PK) dan total digestible nutrients (TDN) dihitung berdasarkan produksi bahan kering (BK), dari hasil perhitungan dapat diketahui produksi protein kasar (PK) dan total digestible nutrients (TDN), disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Produksi Protein Kasar (PK) dan Total Digestible Nutrients (TDN) Hijauan Rumput Lapangan Dan Limbah Pertanian Tanaman Pangan (Ton/Tahun) Jenis Hijauan/Jerami Rumput Lapangan
BK 2.935,31
Produksi PK 349,31
TDN 1.761,17
Jerami Jagung
12,53
1,00
8,27
Hijaun
Ketela
33,26
0,86
11,41
Ketela
7,78
0,12
1,78
Pohon Hijauan Rambat
3.026,1
Jumlah
356,91
1806,47
Sumber: (a) Diolah Dari Dinas Pertanian SBB Dalam Angka Tahun 2006 (b) Diolah Dari Laporan Akhir Penelitian BAPEDA SBB Kerjasama FAPERTA UNPATTI, 2007
Berdasarkan perhitungan di atas dapat diketahui perbandingan antara persediaan dan kebutuhan bahan kering (BK), protein kasar (PK) dan total digestible nutrients (TDN) dari hijauan rumput lapangan dan limbah pertanian tanaman pangan di Kabupaten Seram Bagian Barat, rinciannya pada Tabel 18. Tabel 18.
Ketersedian dan Kebutuhan Hijauan Rumput Lapangan dan Limbah
Pertanian Tanaman Pangan Berdasarkan Bahan
Kering (BK), Protein Kasar (PK) Total Digestible Nutrients (TDN) Pada Ternak Sapi Potong BK
PK
TDN
Ketersediaan
21.181,65
2.232,55
12.428,81
Kebutuhan
9.390,09
797,61
5.438,28
11.791,56
1.434,94
6.990,53
Sisa (Kelebihan)
Sumber: Diolah Dari Laopran Akhir Penelitian BAPEDA SBB Kerjasama FAPERTA UNPATTI, 2007
Pada Tabel 18 terlihat bahwa persediaan hijauan rumput lapangan dan limbah pertanian tanaman pangan di Kabupaten Seram Bagian Barat melebihi kebutuhan ternak untuk produksi Bahan Kering (BK) yaitu sebesar 11.791,56 ton/tahun, untuk Protein Kasar (PK) sebesar 1.434,94 ton/tahun demikian juga dengan Total Digestible Nutrients (TDN) sebesar 6.990, 53 ton/tahun. Dari kelebihan tersebut dapat menampung 3.502.04 UT. Jumlah populasi ternak sapi yang sudah dikonversikan dalam Unit Ternak (UT) di Kabupaten Seram Bagian Barat sebanyak 3.628,52 UT dengan ketersediaan bagi ternak sapi potong untuk produksi BK sebesar 21.181,65 ton/tahun, PK sebesar 2.232,55 ton/tahun, TDN sebesar 12.428,81 ton/tahun. Sedangkan kebutuhan untuk jumlah populasi ternak sapi potong sebanyak 3.628,52 UT diperkirakan BK sebesar 9.390.09 ton/tahun, PK sebesar 797,61 ton/tahun, TDN sebesar 5.438,28 ton/tahun.
Kelebihan tersebut disebabkan selama ini peternak selalu menggembalakan ternak di daerah seperti lahan tidur, tegalan, dan pinggir-pinggir jalan serta di halaman rumah. Sedangkan untuk limbah pertanian tanaman pangan yang dihasilkan jarang bahkan hampir tidak diberikan kepada ternak yang dipelihara karena ketersediaan rumput pada areal padang penggembalaan cukup tersedia bagi kebutuhan makan ternak sapi potong. Infrastruktur Pengembangan peternakan di suatu wilayah perlu didukung oleh infrastuktur penunjang seperti Pos Kesehatan Hewan (Pokeswan), pasar ternak, Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan sarana transportasi guna menunjang sistem tataniaga. Poskeswan yang semula ada di Kabupaten Seram Bagian Barat sudah tidak berfungsi, hanya Pos Pembantu Pelayanan Kesehatan Hewan (PPPKH) yang sekarang berada di desa Neniari Kecamatan Kairatu, namun mempunyai kapasitas yang terbatas, seperti; tenaga medis dan peralatan. Rumah Pemotongan Hewan (RPH) belum dimiki secara permanen. Sarana
transportasi
berupa
jalan
utama,
mobil
dan
fery
penyeberangan telah tersedia, namun membutuhkan biaya tinggi. Pada desa-desa terpencil yang jauh dari pusat Kota Kabupaten/Kecamatan, sarana transportasi darat masih terbatas, sehingga hasil-hasil produksi yang dipasarkan menjadi rendah harga jualnya, maupun membutuhkan biaya pemasaran tinggi. Kecamatan Seram Barat dan Kecamatan Kairatu akses transportasi sangat lancar, kecuali desa-desa pegunungan. Menurut Daryanto (2007), infrastruktur di suatu wilayah termasuk wilayah pedesaan bila tidak memadai, maka akan berpengaruh terhadap kelancaran arus distribusi input dan ouput, sehingga sangatlah wajar kalau
dijumpai
harga
komoditas
yang
murah
karena
belum
berkembangnya infrastruktur. Kelembagaan Peran kelembagaan dalam menunjang usaha peternakan di Kabupaten Seram Bagian Barat belum berlangsung dengan baik.
Kelembagaan
dimaksud
adalah
semua
pemangku
kepentingan
(stakeholder) yang mempunyai tanggung jawab terhadap perkembangan usaha peternakan, yakni pemerintah (dinas terkait), perguruan tinggi dan lembaga penelitian, NGO, lembaga keuangan dan peternak yang bersangkutan. Dinas Pertanian dan Peternakan sebagai instansi teknik belum berfungsi secara makimal dalam hal penyuluhan, pengadaan infratruktur dan sapronak, serta pelayanan kesehatan ternak. Kurangnya tenaga penyuluh
peternakan dan belum profesional
menjadi kendala tersendiri dalam proses pendampingan bagi peternak. Keterbatasan dalam mengambil insiatif dalam pembentukan kelompokkelompok ternak mandiri secara permanen. Terbatasnya lembaga ekonomi penunjang seperti koperasi
di tingkat Kecamatan dan
desa, bahkan pada umumnya di desa koperasi belum tersedia. Di sisi lain, akses terhadap fasilitas perkreditan dari bank ataupun lembaga keuangan lainya belum dimanfaatkan oleh peternak dalam memajukan usahanya. Selanjutnya, untuk pengembangan peternakan ke depan di Kecamatan Seram Barat, perlu adanya kerjasama terkait dari pihak pemerintah (dinas, bank), perguruan tinggi maupun swasta (investor, LSM). Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Daryanto (2007) indikator penting dalam revitalisasi pembangunan peternakan rakyat harus terkait
erat
dengan
kebijakan
pembangunan
pedesaan,
aspek
kelembagaan begitu sangat penting, misalnya lembaga keuangan yang harus menjadi salah satu syarat. Lembaga penelitian, merupakan salah satu indikator penting dalam keberhasilan pembangunan peternakan dan pedesaan, ini berarti hasilhasil penelitian harus diaplikasikan di lapang. Sehingga, penyuluh peternakan harus mampu memainkan perannya dalam mengawal hasilhasil penelitian agar dapat diterapkannya, guna menjawab berbagai kebutuhan peternak. North (Daryanto, 2007) mengemukakan bahwa kelembagaan yang dimaksudkan adalah seperangkat aturan formal (hukum, sistem politik,
organisasi, pasar, dan lain-lain) serta informal (norma, tradisi, sistem nilai) yang mengatur hubungan antara individu dan kelompok masyarakat. Seluruh elemen terkait ini menjadi penting untuk dapat diolah seefektif dan seefisien mungkin dalam mengembangkan pembangunan peternakan secara menyeluruh. Gambaran di atas memberikan isyarat lebih lanjut dalam melihat kelembagaan sebagai prasyarat penting dalam pembangunan peternakan di Kabupaten Seram Bagian Barat. Para pemangku kepentingan (stakeholder) harus lebih memainkan perannya khusus dalam pengembangan usaha peternakan.
Profil Sampel Peternak Sapi Potong Karakteristik Peternak Sapi Potong Dalam penelitian ini dilihat tanggungan keluarga dalam satu keluarga dan pengalaman peternak dalam mengusahakan ternak sapi potong, Tanggungan keluarga terdiri dari seluruh anggota keluarga yang ada dalam satu rumah tangga dan menjadi tanggung jawab dari kelaurga tersebut, baik dari aspek sandang, pangan dan papan termasuk pula seluruh pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Jumlah anggota keluarga yang besar turut mempengaruhi tanggungan keluarga, sehingga ada kemungkinan berdampak pada tingkat kesejahteraan keluarga, jumlah anggota keluarga yang besar dapat pula difungsikan sebagai tenaga kerja keluarga dalam pengelolaan usaha ternak sapi potong. Tenaga kerja yang ada adalah tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga, oleh karena itu penting hal itu diketahui agar dapat diprediksi dalam menunjang pengelolaan usaha ternak sapi potong yang dikembangkan oleh setiap keluarga peternak sapi potong. Pengalaman usaha beternak sapi potong menjadi salah satu ukuran untuk adanya tambahan pengetahuan dan keterampilan dari peternak, seseorang peternak baru memulai akan usahanya pasti akan berbeda proses pengelolaannya dengan seseorang yang sudah berpengalaman dalam pengelolaan usaha ternak sapi potong. Sehingga semakin lama seseorang melakukan usahanya, maka semakin bertambah pengalaman yang diikuti dengan bertambah pula pengetahuan dan keterampilan bagi dirinya.
Tabel 19. Distribusi Karakteristik Sampel per Kecamatan di Kabupaten Seram Bagian Barat Karakteristik Kairatu Sampel 1. Besar Jumlah Tanggungan (n=92) % Keluarga (orang) 1– 3 35 38,1
Seram Barat
Taniwel
Jumlah
Jumlah
Total
(n = 87)
%
(n = 81)
%
(n = 260)
%
32
36,8
29
35,8
96
36,9
4– 7
51
55,4
54
62,1
47
58
152
58,5
8 – 11
6
6,5
1
1,1
5
6,2
12
4,6
Total
92
100
87
100
81
100
260
100
2. Umur (tahun) 20 – 38
18
19,6
29
33,3
37
45,7
84
32,3
39 – 57
63
68,5
47
54
41
50,6
151
58,1
58 – 74
11
11,9
11
12,7
3
3,7
25
9,6
Total
92
100
87
100
81
100
260
100
Tanggungan keluarga seluruh Kecamatan tidak memperlihatkan persentase yang bervariasi. Tanggungan keluarga dari sampel dengan proporsi terbesar berada pada kisaran 4-7 orang pada Kecamatan Seram Barat sebesar 62,1 persen, berikutnya Kecamatan Taniwel sebesar 58 persen, Kecamatan Kairatu sebesar 55,4 persen, ini berarti tingkat pengeluaran dari satu keluarga perlu untuk diatur sedemikian rupa sehingga kebutuhan keluarga dapat terpenuhi dari sisi BUTSARMAN
atau
untuk
memenuhi
kebutuhan
sehari-hari
termasuk
di dalamnya pendidikan dan kesehatan. Itu bukan berarti tanggungan keluarga dengan kisaran 1–3 orang dalam satu keluarga sudah memenuhi kebutuhan seharihari, tapi ini perlu menjadi perhatian dari seluruh anggota keluarga untuk secara bersama-sama berupaya keras dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Jumlah anggota keluarga yang besar dalam satu keluarga akan turut mempengaruhi tanggungan keluarga atau biaya hidupnya akan tinggi. Bila dalam satu keluarga ada sejumlah anggota keluarga yang dapat difungsikan sebagai tenaga kerja untuk mengelola usaha peternakan sapi potong akan lebih memudahkan dalam menghemat biaya pengeluaran tenaga kerja, sesuai dengan data yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan Peternakan bahwa umumnya tenaga
kerja dalam mengelola usaha ternak sapi potong di Kabupaten Seram Bagian Barat berasal dari dalam keluarga itu sendiri. Umur sampel dengan proposisi terbesar berada pada kisaran umur 39–57 tahun, Kecamatan Kairatu menempati persentase terbesar, yakni sebesar 68,5 persen, berikutnya Kecamatan Seram Barat dan Kecamatan Taniwel (54% dan 50,6%) berikutnya umur 20–38 tahun Kecamatan Taniwel menempati persentase terbesar, yakni sebesar 45,7 persen, berikutnya Kecamatan Seram Barat dan Kecamatan Kairatu (33,3% dan 19,6%), berarti umur termuda adalah sampel di Kecamatan Taniwel. Umur sampel 58-74 tahun Kecamatan Kairatu dan Kecamatan Seram Barat besar persentsenya 11,9 dan 12,7 persen, Kecamatan Taniwel sebesar 3,7 persen. Melihat kisaran umur sampel pada seluruh Kecamatan menunjukkan bahwa kisaran umur tersebut masih produktif dalam pengelolaan usaha peternakan sapi potong. Usia yang masih produktif ini dapat menggambarkan sebagai suatu potensi yang handal untuk diberdayakan dan dikembangkan dalam memajukan usaha ternak sapi potong dimasa yang akan datang. Keadaan Ternak Sapi Potong Sampel Jumlah ternak sapi potong yang dikelola oleh sampel di Kabupaten Seram Bagian Barat dari tahun 2005–2007 disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Distribusi Persentase Jumlah Ternak Sapi Sampel di Kabupaten SeramBagian Barat Jenis Kelamin (Dewasa) Jantan Betina (Anak) Jantan Betina Total
Tahun 2005 Jumlah Ternak (ekor) %
Tahun 2006 Jumlah Ternak (ekor) %
Tahun 2007 Jumlah Ternak (ekor) %
489 847
23,2 40,1
579 1.005
22,8 39,6
649 1.156
21,7 38,6
333 442 2.111
15,8 20,9 100.00
392 564 2.540
15,4 22,2 100.00
520 673 2.998
17,3 22,4 100.00
Dari Tabel 20 terlihat bahwa jumlah ternak sapi potong setiap tahun cukup berkembang, di mana terjadi kenaikan di tahun 2005 sebesar 16,89 persen,
sedangkan tahun 2007 terjadi kenaikan populasi ternak sapi potong sebesar 15,77 persen. Tabel 20 menunjukkan bahwa di Kabupaten Seram Bagian Barat populasi ternak sapi potong dapat digolongkan cukup berkembang, dan ini sangat berdampak pada peningkatan produksi di masa yang akan datang. Jumlah populasi ternak sapi pada peternak sampel terlihat bahwa ternak sapi betina lebih banyak dibandingkan dengan ternak sapi jantan, artinya sangat memberikan peluang untuk proses perkembangan produksi di masa yang akan datang. Populasi ternak sapi potong yang ada di Kabupaten Seram Bagian Barat berdasarkan data Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2007 sebanyak 9.579 ekor. Populasi ternak sapi potong ini perlu dikembangkan melalui proses pemberdayaan peternak, guna menunjang produksi ternak. Peluang seperti itu penting untuk proses pembinaan yang intensif bagi peternak melalui pendidikan non formal agar lebih membuka wawasan berpikir dan menambah pengetahuan serta meningkatkan keterampilan peternak. Jumlah rata-rata pemeliharaan ternak sapi potong di Kabupaten Seram Bagian Barat disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Rata-Rata Pemeliharaan Ternak Sapi Potong oleh Peternak di Kabupaten Seram Bagian Barat Uraian Jantan Betina Total
Tahun 2005 Jumlah (ekor) 3 5 8
Tahun 2006 Jumlah (ekor) 3 6 9
Tahun 2007 Jumlah (ekor) 4 7 11
Berdasarkan Tabel 21 rata-rata pemeliharaan ternak sapi jantan tahun 2005-2007 oleh peternak; tahun 2005 adalah sebanyak 3 ekor, tahun 2005 sebanyak 3 ekor dan tahun 2007 sebanyak 4 ekor. Rata-rata pemeliharaan ternak sapi betina tahun 2005-2007 oleh peternak; tahun 2005 adalah sebanyak 5 ekor, tahun 2005 sebanyak 6 ekor dan tahun 2007 sebanyak 7 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pemeliharaan ternak sapi potong oleh peternak setiap tahun mengalami kenaikan. Luas Lahan dan Status Kepemilikan
Luas lahan yang dimiliki oleh peternak, terdiri dari lahan milik sendiri dan milik bersama, lahan tersebut dimanfaatkan oleh peternak dalam proses pengembangan ternak sapi, tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman perkebunan. Kombinasi penggunaan lahan seperti ini yang dimiliki oleh sampel, luas lahan dan status kepemilikan lahan dimanfaatkan untuk beberapa komoditas, karena terkait dengan cabang usaha yang dilakukan oleh peternak. Umumnya sampel adalah petani tanaman pangan, tanaman hortikultura dan tanaman perkebunan. Sehingga lahan yang ada harus dimanfaatkan sedemikian rupa untuk pengembangan ternak sapi potong. Kombinasi berbagai komoditas dapat menunjang dalam pengembangan usaha secara integritas antara berbagai jenis usaha yang dilakukan oleh peternak, sehingga dapat memberikan keuntungan bagi peternak dalam proses pemanfaatan lahan. Luas lahan dan status kepemilikan lahan dapat dilihat secara rinci pada Tabel 22. Tabel 22. Distribusi Luas Lahan dan Status Kepemilikan Lahan Sampel per Kecamatan di Kabupaten Seram Bagian Barat 1. Luas Lahan (ha) Milik Sendiri dan Milik Bersama <4
Kairatu Jumlah
Seram Barat Jumlah
Taniwel Jumlah
Total
(n=92)
%
(n=87)
%
(n=81)
%
(n=260)
%
88
95,6
81
93,1
75
92,6
244
93,8
4–8
3
3,3
4
4,6
5
6,2
12
4,6
>8
1
1,1
2
2,3
1
1,2
4
1,5
Total
92
100
87
100
81
100
260
100
2. Status Lahan Milik Sendiri
80
86,9
76
87,4
73
90,1
229
88,1
Milik Bersama
12
13,1
11
12,6
8
9,9
31
11,9
Total
92
100
87
100
81
100
260
100
Pada Tabel 22 memperlihatkan bahwa luas lahan yang dimiliki oleh peternak terbesar adalah seluas < 4 ha, di Kecamatan Kairatu sebesar 95,6 persen dengan status lahan didominasi kepemilikannya adalah milik sendiri sebesar
86,9 persen, Kecamatan Seram Barat sebesar 93,1 persen dengan lahan milik sendiri sebesar 87,4 persen, dan Kecamatan Taniwel sebesar 92,6 persen, lahan milik sendiri sebesar 90,1 persen. Luas lahan 4–8 ha, masing-masing adalah Kecamatan Kairatu sebesar 3,3 persen, Kecamatan Seram Barat sebesar 4,6 persen, dan Kecamatan Taniwel 6,2 persen. Berikutnya luas lahan > 8 ha, masing-masing: Kecamatan Kairatu sebesar 1,1 persen, Kecamatan Seram Barat sebesar 2,3 persen, dan Kecamatan Taniwel sebesar 1,2 persen. Luas lahan yang dimiliki peternak pada seluruh Kecamatan hampir sama besar tingkat persentasenya. Hal ini mengindikasikan bahwa luas lahan memungkinkan untuk pengembangan ternak sapi potong dimasa mendatang, karena luas lahan juga merupakan salah satu penentu peluang berusaha, di samping itu luas lahan bila difungsikan dengan baik, maka dapat meningkatkan usahanya. Kenyataannya bahwa peternak mengandalkan luas lahan yang ada sebagai areal penggembalaan ternak, namun pengelolaan terhadap lahan belum dilakukan secara maksimal bagi pengelolaan ternak, artinya masih terdapat lahan yang terlatar begitu saja atau belum dikelola oleh peternak, misalnya; lahan yang masih kosong perlu ditanami dengan jenis tanaman leguminosa untuk menjamin tingkat kesuburan tanah dan menjaga terjadinya erosi sehingga tetap mempertahankan unsur hara, sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak, kemudian diselingi dengan jenis rumput unggul atau rumput yang berkaulitas sebagai pakan ternak bermutu. Rata-rata luas lahan kosong (belum digarap) yang dimiliki peternak adalah sebesar 0,9 ha. Lahan seluas ini harus dilihat sebagai peluang berusaha, peternak perlu mengelolanya, misalnya; membangun kandang, bak penampungan kotoran ternak sebagai pupuk, gudang penyimpanan makanan ternak, penanaman hijauan makanan ternak. Bila hal ini dilakukan, maka keberlangsungan pengembangan usaha semakin berkembang. Penggunaan Teknologi oleh Sampel Sebagai gambaran bahwa sejauhmana penggunaan dan penerapan teknologi pada tiga Kecamatan, yakni Kecamatan Kairatu, Kecamatan Seram Barat dan Kecamatan Taniwel Kabupaten Seram Bagian Barat dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Penggunaan Teknologi oleh Sampel dalam Pengembangan Ternak Sapi di Kabupaten Seram Bagian Barat Kairatu Penggunaan Teknologi Menggunakan Teknologi Tidak Menggunakan Teknologi Total
Jumlah
Seram Barat Jumlah
Taniwel Jumlah
Total
(n=92)
%
(n=87)
%
(n=81)
%
(n=260)
%
21
22,8
11
12,6
7
8,6
39
15
71
77,2
76
87,4
74
91,4
221
85
92
100
87
100
81
100
260
100
Pada Tabel 23 memperlihatkan bahwa peternak yang menggunakan teknologi dalam pengembangan ternak sapi potong dan menempati proporsi terbesar berada di Kecamatan Kairatu dengan persentasi sebesar 22,8 persen, berikut Kecamatan Seram Barat sebesar 12,6 persen, dan Kecamatan Taniwel sebesar 8,6 persen. Ini menunjukkan bahwa tingkat penggunaan teknologi oleh peternak sapi potong pada tiap Kecamatan di Kabupaten Seram Bagian Barat rendah, dan mengindikasikan bahwa peternak dalam mengelola usahanya sebagian besar masih bersifat tradisional. Teknologi yang diterapkan oleh beberapa peternak, seperti di Kecamatan Kairatu adalah melakukan kawin suntik antara sapi sumental dan sapi bali, sistem perkawinan, sistem penggemukan dan sistem penyimpanan hijauan apabila terjadi musim penghujan yang cukup tinggi. Penggunaan teknologi Inseminasi Buatan (IB) pernah dilakukan bersama antara peternak dengan petugas peternakan, namun pelaksanaannya sudah tidak lagi dilakukan sekarang, hal ini disebabkan keterbatasan fasilitas, peralatan dan keterbatasan tenaga teknis. Tidak ada fasilitas penunjang seperti laboratorim kesehatan hewan merupakan salah satu penyebab utama, terbatasnya peralatan yang digunakan dalam proses pelaksanaan IB, dan masih terbatasnya tenaga teknis. Di Kecamatan Seram Barat beberapa peternak menggunakan cap bakar pada kulit sebagai tanda yang sifatnya permanen kepada ternak sapi, tujuannya sebagai ciri kepunyaan, perhitungan umur, atau nomor. Penandaan ini berguna untuk pembibitan, perkawinan, penjualan dan tanda milik. Cap bakar yang
digunakan oleh peternak terbuat dari besi dan tembaga dan dibuat dalam bentuk angka atau nomor, alat ini dibuat sendiri oleh peternak. Caranya alat ini dibakar dengan suhu panas tertentu atau biasanya sampai alat tersebut berwarna merah, kemudian dicap pada bagian atas paha belakang, sesudah itu bagian yang sudah dicap dioleskan dengan alkohol. Biasanya peternak melakukan pengecapan pada sapi yang berumur 6-7 bulan. Pelaksanaan pengebirian atau kastrasi juga dilakukan oleh peternak, tujuannya adalah agar daging yang dihasilkan ternak jantan berkualitas baik, ternak menjadi tenang dan jinak sehingga mudah ditangani, dan diharapkan pertumbuhannya lebih cepat. Perlakuan biasanya dilakukan oleh peternak dan didampingi petugas. Di Kecamatan Taniwel beberapa peternak yang menggunakan kandang, disiapkan juga kandang jepit, yakni alat bantu untuk memudahkan proses perkawinan. Pembuatan silase juga dilakukan oleh peternak, namun perlakuannya sederhana termasuk penggunaan peralatan dan bahan pembuat silase. Salah satu faktor yang turut menunjang pengembangan dan peningkatan usaha peternakan sapi potong adalah penggunaan teknologi bahkan dapat menjadi salah satu syarat pokok dalam pengembangan usaha, yang bertujuan untuk peningkatan produksi usaha. Penggunaan teknologi ini dapat berupa cara untuk memperoleh bibit unggul, sistem penggemukan, pengedalian dan penanganan penyakit, penggunaan alat-alat dalam sistem pemeliharaan, pemberian pakan dan pengelolaan ternak sapi potong, bahkan dapat berupa pemanfaatan berbagai hasil ikutan ternak yang diolah dengan menggunakan teknologi, misalnya kulit dan kotoran ternak sapi potong; kulit dapat diolah sebagai bahan aneka industri dan kotoran dapat digunakan sebagai pupuk bagi tanaman pertanian serta pembuatan biogas dan sebagainya. Menurut Mosher (1966) bahwa dalam penggunaan teknologi haruslah memberikan harapan bagi peternak untuk terciptanya peningkatan produksi usahanya, sehingga perlu untuk diketahui sumber-sumber teknologi baru untuk pengembangan dan peningkatan usaha peternakan sapi potong. Pengertian baru dapat diartikan baru bagi peternak tertentu, Metode atau cara dan bahan yang mungkin telah umum dikenal atau belum dikenal sama sekali di kalangan
peternak, mungkin saja metode atau bahan baru itu hanya modifikasi dari yang telah ada atau penemuan yang benar-benar baru. Semua peternak pasti akan mempunyai cara atau teknik kerja yang berbeda pada masing-masing daerah tergantung kondisi setempat. Deskripsi Manajemen Usaha Sistem
manajemen
dan
teknis
pengelolaan
ternak
sapi
potong
di Kabupaten Seram Bagian Barat ternyata, sebagian besar peternak dalam mengusahakan ternak diawali dengan perencanaan, yakni sebesar 96,54 persen dan sisanya yang tidak melakukan perencanaan saat memulai usaha peternakan sapi potong. Dari perencanaan yang ada lebih didominasi untuk mempersiapkan bibit, pemberian sistem pakan, sistem pemeliharaan yang sifatnya konvensional artinya bahwa sistem pemeliharaan dilakukan secara turun temurun, yakni dengan melakukan sistem ikat berpindah pada lahan yang potensi hijauan. Sebagian besar peternak (88,85%) yang mengatakan bahwa cara memperoleh bibit selama ini yakni dengan jalan membeli, sedangkan sebagian kecil peternak (11,15%) memperoleh bibit melalui bantuan pemerintah. Pemberian hijauan yang diberikan ternak sapi potong oleh peternak (data responden sampel) adalah; (1) seluruh peternak memberikan hijauan (rumput) sebagai pakan ternak sapi potong, (2) sebanyak 83,85 persen jumlah peternak yang memberikan hijauan dalam bentuk rumput ditambah dengan leguminosa atau (daun-daunan dan jenis kacang-kacangan), dan (3) sebanyak 10,38 persen peternak memberikan hijauan ditambah dengan konsentrat atau makanan penguat. Persentase teknis pemberian pakan bagi ternak dilakukan secara; (1) melepaskan ternak untuk merumput seharian sebesar 90,77%, (2) hijauan diberikan dengan penaksiran para peternak (7,69%), dan (3) sebesar (1,54%) peternak yang melakukan penimbangan sebelum diberikan hijauan (rumput dan konsentrat) bagi ternak. Sistem pengontrolan dan pengendalian penyakit dilakukan peternak dengan teknis sebagai berikut: (1) melakukan vaksinasi bagi ternak dengan jalan pemberian vaksin ada yang tiga bulan sekali dan enam bulan sekali, (2) bila kedapatan ternak yang sakit dan penyakit ringan, maka peternak langsung
melakukan pengobatan dengan pemberian obat dan penyuntikan, (3) bila penyakit berat, maka peternak menghubungi petugas (mantri hewan) atau penyuluh untuk melakukan pengobatan, dan (4) peternak memisahkan ternak yang sakit dari ternak sehat. Sistem pemasaran yang dilakukan melalui; (1) pedagang langsung ke lokasi peternak untuk membeli (80,36%), dan (2) langsung menjual di pasar lokal di Kabupaten Seram Bagian Barat dan di Kota Ambon (19,64%). Harga bibit ternak yang dibeli oleh peternak rata-rata seharga Rp 2.500.000,-. Rata-rata harga ternak sapi yang
dijual bagi pedagang berkisar antara Rp 3.500.000,- s/d
4.500.000,- per ekor dewasa tergantung dari bobot dan besar ternak sapi, sedangkan yang dijual langsung ke pedagang di Kota Ambon dengan harga per ekor dewasa berkisar antara Rp 4.500.000,- s/d 5.500.000,- tergantung dari bobot dan besar badan ternak sapi. Namun, kenyataannya jarang dilakukan oleh peternak. Modal Manusia Peubah modal manusia terdiri dari pendidikan formal, pendidikan non formal dan pengalaman berusaha ternak sapi potong, untuk lebih jelas seluruh peubah yang dianalisis dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Distribusi Peubah Modal Manusia Komponen Peubah Modal Sosial
Kairatu
Seram Barat
Taniwel
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Total
(n = 92)
%
(n = 87)
%
(n = 81)
%
(n=260)
%
1. Pendidikan Formal SD
61
66,3
59
67,8
46
56,8
166
63,8
SMP
9
9,8
11
12,6
16
19,8
36
13,8
SMA
20
21,7
16
18,4
17
21,0
53
20,4
Diploma– Akademi Sarjana
2
2,2
1
1,2
1
1,2
4
1,5
0
0
0
0
1
1,2
1
0,5
Total
92
100
87
100
81
100
260
100
2. Pendidikan Non Formal (Kursus atau Pelatihan) Tidak Pernah
42
50
48
55,2
58
71,6
148
56,9
Mengikuti Mengikuti 1–3 kali Mengikuti 4–6 kali Mengikuti > 6 kali Total
36
39,1
25
28,8
18
22,2
79
30,4
12
13,0
9
10,3
4
5
25
9,6
2
2,2
5
5,7
1
1,2
8
3,1
92
100
87
100
81
100
260
100
60
65,2
45
51,7
53
65,4
158
60,8
21
22,8
31
35,6
25
30,9
77
29,6
6
6,5
11
12,6
3
3,7
20
7,7
5
5,4
0
0
0
0
5
1,9
92
100
87
100
81
100
260
3. Pengalaman Berusaha Ternak Sapi Potong 1–10 tahun 11–21 tahun 22–32 tahun > 32 Total
tahun
100
Pendidikan formal diukur berdasarkan tingkatan atau jenjang formal dan merupakan standar nasional pada tingkatan pendidikan di Indonesia secara formal. Pendidikan non formal diukur berdasarkan frekuensi dalam mengikuti kursus dan atau pelatihan yang berhubungan dengan usahanya dalam kurun waktu satu tahun terakhir, terhitung setahun sampai dengan penelitian ini berlangsung, sedangkan pengalaman berusaha ternak sapi potong diukur berdasarkan lama usaha ternak sapi potong sejak dipelihara sampai dengan penelitian ini berlangsung. Pendidikan formal merupakan jenjang pendidikan yang pernah dilalui oleh peternak secara formal, proporsi terbesar tingkat pendidikan formal pada seluruh Kecamatan adalah tingkatan SD. Proporsi terbesar pendidikan tingkat SD berada pada Kecamatan Seram Barat sebesar 67,8 persen berikutnya Kecamatan Kairatu sebesar 66,3 persen dan Kecamatan Taniwel sebesara 56,8 persen. Proporsi berikutnya adalah tingkatan SMA dengan persentase pada masing-masing; Kecamatan Kairatu sebesar 21,7 persen, Kecamatan Taniwel sebesar 21 persen dan Kecamatan Seram Barat sebesar 18,4 persen. Untuk tingkatan SMP, masingmasing; Kecamatan Taniwel sebesar 19,6 persen, Kecamatan Seram Barat sebesar 12,6 persen dan Kecamatan Kairatu sebesar 9,8 persen. Akumulasi dari angka atau persentase di atas mengindikasikan bahwa tingkat pengetahuan peternak tergolong rendah, sehingga peternak perlu untuk
meningkatkan pengetahuannya melalui pendidikan non formal yang berhubungan dengan usaha yang dilakukannya, agar dapat memberikan informasi baru dan menambah pengetahuan serta wawasan peternak guna dapat mengembangkan usaha peternakan sapi potong dengan lebih baik. Pendidikan non formal peternak diukur dengan frekuensi pelatihan/kursus, terlihat bahwa peternak yang tidak pernah mengikuti pelatihan/kursus menempati proporsi terbesar, masing-masing; Kecamatan Taniwel sebesar 71,6 persen, Kecamatan Seram Barat sebesar 55,2 persen dan Kecamatan Kairatu sebesar 50 persen. Namun sebagian peternak mengikuti pelatihan/kursus dengan frekuensi pelatihan/kursus sebanyak 1-3 kali, masing-masing; Kecamatan Kairatu sebesar 39,1 persen, Kecamatan Seram Barat 28,8 persen dan Kecamatan Taniwel sebesar 22,2 persen Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan non formal yang pernah peternak sapi potong ikuti di Kabupaten Seram Bagian Barat dikategorikan rendah. Peternak yang mengikuti pelatihan/kursus sebanyak 4-6 kali, masing-masing; Kecamatan Kairatu sebesar 13,0 persen, Kecamatan Seram Barat sebesar 5 persen. Peternak yang mengikuti pelatihan/kursus lebih dari 6 kali, masing-masing; Kecamatan Seram Barat sebesar 5,7 persen, Kecamatan Kairatu sebesar 2,1 persen dan Kecamatan Taniwel 1,2 persen. Terlihat bahwa persentasi terbesar dalam mengikuti pelatihan/kursus adalah peternak di wilayah Kecamatan Kairatu dan Kecamatan Seram Barat, mengingat peternak yang berada pada wilayah tersebut sangat mudah aksesibilitasnya dan pusat kegiatan pelatihan lebih banyak dilakukan di Kota Kabupaten Seram Bagian Barat yang pusat kotanya berada di Kecamatan Seram Barat. Akumulasi dari angka dan persentase di atas sangat memprihatinkan dalam dunia usaha atau bisnis bila tidak ditopang dengan pendidikan non formal yang secukupnya. Dari data yang ada peternak yang pernah mengikuti kursus atau pelatihan sebesar 43,1 persen dan peternak mengikutinya di Kabupaten Seram Bagian Barat sebesar 91,03 persen dan sisanya sebesar 8,97 persen mengikuti kursus atau pelatihan di Kota Ambon. Pendidikan non formal yang diikuti peternak dilakukan oleh berbagai instansi terkait, yakni Dinas Pertanian dan Peternakan Kabuputen Seram Bagian Barat, Dinas Sosial Kabupaten Seram Bagian Barat, Dinas Koperasi Seram Bagian Barat. Selain itu ada peternak yang
mengikuti pelatihan dan atau kursus di Kota Ambon, penyelenggaraannya adalah Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Maluku, Dinas Koperasi Provinsi Maluku dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Pengalaman
berusaha
atau
lamanya
usaha
dari
peternak
dalam
mengusahakan ternak sapi potong dengan lama usaha 1–10 tahun tergolong persentase terbesar, masing-masing; Kecamatan Taniwel sebesar 65,4 persen, Kecamatan Kairatu sebesar 65,2 persen dan Kecamatan Seram Barat sebesar 51,7 persen. Peternak dengan kisaran lama usaha 11-21 tahun, masing-masing; Kecamatan Seram Barat sebesar 35,6 persen, Kecamatan Kairatu sebesar 22,8 persen dan Kecamatan Taniwel sebesar 30,9 persen. Peternak dengan kisaran lama usaha 22-32 tahun, masing-masing; Kecamatan Seram Barat sebesar 12,6 persen, Kecamatan Kairatu sebesar 12,6 persen dan Kecamatan Taniwel sebesar 3,7 persen. Peternak dengan kisaran lama usaha lebih dari 32 tahun, adalah Kecamatan Kairatu sebesar 5,4 persen. Rata-rata pengelaman peternak dalam berusaha ternak sapi potong adalah 10,8 tahun. Berdasarkan gambaran di atas menunjukkan bahwa peternak seluruh Kecamatan di Kabupaten Seram Bagian Barat cukup berpengalaman dalam mengembangkan ternak sapi potong. Pengalaman ini merupakan bekal bagi peternak dalam mengembangkan ternak sapi potong. Hasil penelitian Tomatala (2004) mengungkapkan bahwa semakin tinggi pengalaman peternak, maka semakin tinggi pula respon peternak pada usaha yang dikembangkannya. Pengalaman yang telah dimiliki peternak biasanya ditularkan kepada sesama peternak lain, sehingga mempermudah peternak yang belum berpengalaman dalam melakukan usaha pengembangan ternak sapi potong. Namun hal ini tidak cukup untuk dapat meningkatkan usaha peternakan sapi potong, sehingga perlu dilakukan pembinaan agar peternak lebih meningkatkan produktivitas kerja dan kualitas kerjanya dalam berusaha ternak sapi potong. Modal Sosial Modal sosial yang diteliti meliputi beberapa komponen, yakni: (1) kerjasama, (2) percaya antar sesama, (3) kepedulian terhadap sesama, (4) keterlibatan dalam kelompok, dan (5) kepatuhan kepada nilai dan norma sosial budaya. Seluruh komponen
ini menggambarkan adanya hubungan interpersonal dan solidaritas serta percaya dari peternak dalam hidup bermasyarakat di lokasi penelitian.
Seluruh komponen yang ada pada peubah modal sosial di tiga Kecamatan tergolong kategori tinggi, kecuali komponen keterlibatan dalam kelompok memiliki kategori sedang. Komponen kerjasama pada ketiga Kecamatan tergolong kategori tinggi, ini menunjukkan bahwa tingkat kerjasama yang dilakukan oleh peternak sebagai anggota masyarakat baik. Kerjasama yang dilakukan oleh peternak akan menimbulkan rasa kepekaan sosial didalam diri peternak untuk selalu mempertahankan akan hubungan dengan sesama. Tujuan dalam melakukan hubungan kerjasama adalah untuk membangun hubungan antar anggota masyarakat sebagai suatu komunitas yang terus memelihara akan suasana keakraban antar sesama sebagai perwujudan dari hidup rukun, aman dan tentram. Tabel 25. Nilai Rataan Skor Peubah Modal Sosial
Modal
Kairatu
Seram Barat
Taniwel
Total rata-
(n=92)
(n=87)
(n=81)
rata
Sosial Kerjasama
Skor
Kategori
Skor
Kategori
Skor
Kategori
Skor
Kategori
4,2
Tinggi
4,1
Tinggi
4,2
Tinggi
4,16
Tinggi
3,8
Tinggi
4,6
Tinggi
3,8
Tinggi
4,06
Tinggi
4,6
Tinggi
4,4
Tinggi
4,6
Tinggi
4,53
Tinggi
3,2
Sedang
2,8
Sedang
2,7
Sedang
2.9
Sedang
4,8
Tinggi
4,6
Tinggi
4,3
Tinggi
4,56
Tinggi
Percaya antar sesama Kepedulian terhadap sesama Keterlibatan dalam kelompok Kepatuhan kepada nilai dan
norma sosial budaya Total rata-
4,12
Tinggi
4,1
Tinggi
3,92
Tinggi
rata Keterangan: 1 – 2,33 = Rendah, 2,34 – 3,67 = Sedang, > 3,67 = Tinggi
Hubungan kerjasama ini akan mengantar peternak untuk lebih dekat antara yang satu dengan lainnya. Kerjasama yang ada merupakan motivasi secara intrinsik dari dalam diri peternak guna mewujudkan hubungan harmonis antar sesama. Motivasi secara ekstrinsik mulai dibangun dari dalam keluarga dan diimplementasikan ke luar dengan anggota masyarakat lainnya. Selain melakukan hubungan kerjasama dengan sesama, peternak juga melakukan hubungan kerjasama dengan pihak-pihak tertentu, misalnya dengan tokoh masyarakat dengan pemerintah desa dan pihak luar yakni Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang melakukan kegiatan di desa. Percaya terhadap sesama dimulai dari dalam keluarga peternak, hal ini sudah merupakan suatu kebiasan pada tiap individu dalam keluarga karena telah diterapkan sejak lama dalam kehidupan berkeluarga dan merupakan nilai yang turut menunjang harga diri seseorang. Percaya tehadap sesama berada kategori tinggi, hal ini mengindikasikan bahwa percaya terhadap sesama adalah baik. Berbagai komponen yang turut menunjang tingkat percaya terhadap sesama adalah rasa saling percaya kepada tetangga, keterbukaan dalam menyampaikan kesulitan bagi sesama, memberikan percaya bagi tetangga bila meninggalkan rumah, selalu memberikan pujian atau penghargaan (recognition) bagi anggota keluarga yang berhasil melakukan sesuatu yang dianggap baik, menaruh percaya bagi pemerintah, menaruh percaya bagi organisasi swasta atau Lembaga Swadaya Masayarakat (LSM), selalu memperoleh pendapat atau nasihat dari tokoh masyarakat, bila menemui masalah, menerima masukan dari anggota keluarga, menerima masukan atau petunjuk dalam mengatasi masalah dari teman. Berbagai komponen di atas memberikan isyarat bahwa peternak selalu menaruh percaya yang tinggi terhadap sesama termasuk pemerintah dan
organisasi swasta, adanya solusi terhadap kebutuhan dan harapan yang diinginkan. Percaya terhadap sesama turut memberikan manfaat yang berarti, dengan memberikan jaminan dalam bentuk menjaga barang miliknya atau obyek yang dipercayakannya, memberikan solusi positif dalam mengahadapi permasalahan, atau program dari pemerintah dan swasta. Kepedulian
terhadap
sesama
tergolong
kategori
tinggi.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa tingkat kepedulian terhadap sesama adalah sangat baik. Beberapa komponen yang dilihat adalah kepedulian terhadap tetangga/sesama yang musibah, mengalami kesulitan, anggota masyarakat yang melakukan hari bahagia, syukuran atau pesta, kedukaan. Komponen keterlibatan dalam kelompok tergolong kategori sedang. Hal ini disebabkan, karena beberapa alasan, antara lain: (1) tanggung jawab angota kelompok dalam kelompok terkadang belum berlangsung sebagimana yang diharapkan kelompok, misalnya; karena harus memasarkan ternaknya di kota Ambon, maka terkadang tangung jawab itu diabaikan begitu saja dan tidak memberikan kelimpahan bagi anggota kelompok lainnya (2) keterlibatan peternak dalam berinteraksi di kelompok belum berlangsung secara efektif, dan (3) manajamen dalam pengaturan berbagai kegiatan kelompok masih belum berlangsung secara baik.. Jumlah kelompok tani-ternak yang ada di Kecamatan Kairatu, Kecamatan Seram Barat, dan Kecamatan Taniwel Kabupaten Seram Bagian Barat sebanyak 94 kelompok dengan rata-rata jumlah anggota setiap kelompok 27 orang, ada beberapa kelompok yang jumlah anggota kelompoknya lebih dari 27 orang, yakni sebanyak 29 kelompok atau sebesar 27,4 persen. Kelompok tani-ternak yang ada masih tergolong relatif muda usia kelompoknya atau masih baru kelompoknya yakni sebesar 77,7 persen. Terlihat bahwa minat peternak tinggi untuk terlibat dalam kelompok, namun kelompok tersebut dengan jumlah anggota sebanyak ini tidak ideal, sehingga berdampak pada efektifitas dan efisiensi kelompok yang rendah. Mengacu dari Indriyo dan Nyoman (2000), kelompok didefinisikan sebagai dua orang atau lebih berkumpul dan berinteraksi serta saling tergantung untuk mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya dikemukakan bahwa kelompok yang
jumlah anggotanya terlalu banyak atau kelompok terlalu besar jumlahnya kurang efektif, dapat terjadi hambatan dalam komunikasi, para anggota kurang kreatifitasnya, kurangnya komitmen dalam anggota kelompok. Kelompok tani-ternak tidak semuanya terfokus pada pengembangan usaha peternakan sapi potong, kelompok-kelompok ini dibentuk sebagai antispasi dalam proses pemberian bantuan dari pihak pemerintah maupun swasta dan proses pembentukannya atas dasar insiatif anggota masyarakat, dan instruksi pemerintah sebagai salah satu pra syarat memperoleh bantuan. Berdasarkan pengamatan di lapangan kelompok lebih berperan pada bidang pertanian tanaman pangan, tanaman perkebunan dan peternakan. Kelompok lebih bertahan dan lebih aktif, bila ada pembinaan langsung dari petugas (PPL). Harapan kelompok adalah adanya proses pembinaan dan pendampingan secara kontinyu bagi kelompok
sampai
kelompok
itu
matang
dalam
mengorganisir kelompoknya baru (sampai bisa mandiri) barulah PPL atau petugas meninggalkan kelompok tersebut. Beberapa komponen yang dilihat adalah tujuan kelompok, aktif dalam memberikan saran dalam kelompok, keterlibatan dalam kelompok, kehadiran dalam kelompok, menjaga kekompakan kelompok, menjaga keutuhan kelompok, komunikasi antar anggota kelompok, saling tenggang rasa antar anggota kelompok, tanggung jawab dalam kelompok, disiplin dan tepat waktu dalam menghadiri pertemuan kelompok. Komponen yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan adalah keaktifan anggota kelompok dalam memberikan saran, di samping komponen lainnya. Selanjutnya komponen tersebut harus mewujudkan adanya kedinamikaan kelompok. Menurut Slamet (2006), di namika kelompok adalah suatu keadaan suatu kelompok dapat menguraikan, mengenai kekuatan-kekuatan yang terdapat dalam situasi kelompok yang dapat membuka perilaku kelompok dan anggotaanggotanya. Ada sembilan faktor dalam dinamika kelompok yang berfungsi sebagai sumber energi bagi kelompok yang bersangkutan. Adanya keyakinan yang sama akan menghasilkan kelompok yang dinamis. Faktor-faktor dinamika kelompok adalah: (1) tujuan kelompok, (2) struktur kelompok, (3) fungsi tugas
(4) pembinaan dan pengembangan kelompok, (5) kekompakan kelompok, (6) suasana kelompok (group atmosphere), (7) ketegangan kelompok (group pressure), (8) keefektivan kelompok, dan (9) maksud tersembunyi (hidden agenda) Kepatuhan kepada nilai dan norma sosial budaya berada pada kategori tinggi. Beberapa komponen yang dilihat adalah ketaatan pada perintah atau anjuran dari aparat pemerintahan setempat (pemerintah desa), penerapan aturanaturan dalam keluarga, taat pada aturan kelompok atau organisasi sosial, ketaatan dalam mempertahankan nilai atau norma melalui aturan desa setempat (misalnya; sasi, kewang), ketaatan pada sistem nilai adat yang berlaku (pela, gandong) atau hubungan erat persaudaraan atar desa, baik desa yang penduduknya beragama islam maupun kristen serta memiliki jiwa dan semangat gotong royong. Ketaatan pada perintah atau anjuran dari aparat pemerintahan setempat sangat baik, masyarakat menghargai dan mengikuti berbagai anjuran yang dikeluarkan oleh pemerintah desa, misalnya dalam hal penataan lingkungan, baik tempat tinggal dengan pagar di depan rumah hal ini dianjurkan oleh pemerintah desa untuk seluruh rumah yang ada didepan jalan umum maupun selokan harus dibuat pagar karena dari aspek keamanan terjamin, sekaligus memperlihatkan batas-batas tanah atau lahan dari setiap keluarga. Hal yang berhubungan dengan pengembangan ternak sapi potong adalah ternak sapi dapat digembalakan pada lahan pekarangan, khusus untuk lahan pekarangan yang mumungkinkan bagi penggembalaan. Penerapan aturan-aturan dalam keluarga merupakan aturan internal dari setiap anggota keluarga yang perlu ditaati sebagai etika atau tatakrama dalam suatu keluarga. Taat pada aturan kelompok atau organisasi sosial ini merupakan kesepakatan bersama kelompok yang dituangkan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga atau aturan dalam bentuk kesepakatan bersama oleh kelompok secara lisan maupun tulisan. Hal ini perlu ditingkatkan melalui kesadaran bersama dari seluruh anggota kelompok. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden bahwa setiap anggota kelompok harus mempunyai tujuan
bersama, maka ada aturan yang menjadi kesepakatan kelompok, misalnya pengelolaan bersama bantuan ternak sapi dari pemerintah. Sistem yang dilakukan adalah gaduh, pengelolaan ternak secara bersama dengan pengaturan jadwal kegiatan yang telah diatur kelompok dan sistem pembagian jatah secara bergilir setelah induk melahirkan anaknya. Ketaatan dalam mempertahankan nilai atau norma melalui aturan desa setempat (misalnya; sasi, kewang), khusus untuk sasi di masyarakat Kabupaten Seram Bagian Barat sudah merupakan suatu budaya untuk tetap dilaksanakan, sasi dilakukan dengan tujuan untuk menjaga keutuhan hasil dari usaha seperti tanaman perkebunan agar hasil produksinya dipanen dengan baik. Sasi biasa dilakukan dengan upacara di gereja atau dalam bentuk acara upacara adat dengan beberapa aturannya, misalnya menentukan batas waktu panen, sehingga waktu sasi pemilik maupun masyarakat umumnya dilarang untuk mengambil hasilnya dan kemudian ada sangsi bagi yang melanggarnya, hal ini untuk
meletakkan
nilai
dari
setiap
anggota
masyarakat
untuk
tetap
mempertahankan dan menjaga sumberdaya yang ada. Sasi sudah merupakan suatu kearifan lokal di wilayah ini. Dengan pengelolan sasi yang baik, maka pola panen dapat dipertahankan dengan kualitas hasilnya dan menjaga agar tidak terjadi pencurian hasil, nilai dan sikap moral dari anggota masyarakat diuji karena harus menahan diri dari pola panen yang tidak teratur, pengelolaan sumberdaya alam dapat berkelanjutan. Dalam hubungannya dengan usaha peternakan, maka saat sasi berlangsung peternak dapat mengatur waktu dalam proses penggembalaan ternaknya, sehingga perhatian lebih diarahkan untuk pengelolaan ternak. Kewang sebagai organisasi adat di tingkat desa, sebenarnya telah memiliki visi yang kuat terutama dalam kaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam pesisir. Pernyataan visi yang umum dikemukakan dan dapat dirumuskan sebagai berikut: ”Pengelolaan Sumberdayaan Alam Secara Berkelanjutan Untuk Kesejahteraan Anak Cucu.” Struktur Badan Pengelola Kewang sebagai salah satu sumberdaya yang penting keberadaannya dalam operasionalisasi Kewang, dalam kerangka kerja pengembangan institusi dapat digambarkan lima komponen kunci, masing-
masing: (1) pengakuan hukum, (2) dewan pembina yang diakui, (3) kebijakan operasional, (4) peran aktif, dan (5) memajukan organisasi. Dalam konteks struktur badan pengelola kewang pada desa-desa sampel, ternyata kewang sampai sekarang, aturan-aturan adat yang berkaitan dengan eksistensi Kewang tidak pernah tertuang secara tertulis. Dalam operasionalisasi Kewang, aturan-aturan ini disosialisasi kepada pengelola atau anggota kewang dalam proses penuturan. Alasan yang diberikan dalam kaitan dengan kondisi ini ialah bahwa kondisi ini mungkin terjadi karena sudah sejak lama kewang tidak terakomodasi secara kelembagaan dalam sistem pemerintahan desa. Kelemahan yang ada dalam UU No. 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa memberikan batasan yang jelas bahwa lembaga yang bertugas mengawasi lingkungan sama sekali tidak terakomodasi di tingkat desa. Dalam UU ini, lembaga pengawas lingkungan hanya berada pada pemerintahan tingkat Kecamatan, yakni bagian lingkungan. Sebenarnya dalam UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, terutama dalam Bab I, Pasal 1, ayat 12 telah menggariskan bahwa: ”Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Ayat ini mengisyaratkan adanya kesempatan bagi setiap daerah untuk mengembangkan inisiatif dalam menentukan nama pemerintahan setingkat desa sesuai dengan adat istiadat. Setidaknya, pemerintahan setingkat desa sesuai dengan adat istiadat diharapkan dapat mengakomodasi eksistensi lembagalembaga adat internal desa seperti Saniri dan Kewang. Hasil wawancara dengan perangkat desa, pada beberapa desa sampel memberikan gambaran bahwa sebagian besar anggota kewang masih mengingat fungsi dan tugasnya dalam melakukan pengawasan. Dalam kaitan dengan usaha peternakan sapi potong, Kewanglah yang menentukan atau menjatuhkan sangsi bagi para peternak bila terjadi kasus. Bagi peternak yang tidak memiliki kandang, bila ternak sapi merusak perkebunan masyarakat, maka proses untuk ganti rugi atau sangsi akan diberikan pada pemilik/peternak.
Dalam kasus seperti ini Kewanglah yang berperan dalam memberikan sangsi dengan jalan ganti rugi bagi peternak berdasarkan laporan pemilik kebun. Berdasarkan hasil wawancara dengan peternak (responden sampel) tentang pemberian sangsi dengan jalan denda atau ganti rugi, maka yang menentukan besar kecil denda didasarkan pada permintaan pemilik kebun, dan diputuskan langsung oleh Kewang. Kelemahannya adalah bila denda yang dijatuhkan bagi peternak didasarkan atas permintaan pemilik kebun (korban) dan menjadi keputusan sepihak dalam proses pengambilan keputusan oleh Kewang. Bila Kewang tidak berfungsi pada salah satu desa, maka Kepala Dusun atau Kepala Desa yang berperan untuk kasus tersebut. Berkaitan dengan hal di atas, sisi positif adalah memberikan pelajaran bagi peternak untuk mengontrol ternaknya dalam proses pengelolaan. Hasil wawancara dengan peternak, bahwa 87 persen reponden sampel mengatakan bahwa ini perlu adanya suatu regulasi yang jelas, apakah itu diatur dalam PERDA atau aturan pada tingkat Desa tentang pemberian sangsi. Hasil wawancara dengan para perangkat Desa menyatakan bahwa setiap peternak harus memiliki kandang sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi peternak sapi potong, disarankan perlunya regulasi terhadap hal ini, jadi tidak sekadar untuk memperoleh bantuan ternak dari pemerintah, maka lebih awal para peternak harus membuat atau menyiapkan kandang, tetapi kandang harus dimiliki oleh para peternak. Hal ini untuk mengatisipasi terhadap sebagian masyarakat yang menganggap bahwa ternak sapi dapat menjadi hama bagi masyarakat, kaitannya dengan kasus diatas. Menurut Sharadder (Syahra, 2003), bahwa modal sosial dapat dibagi menjadi dua dimensi. Pertama, dimensi kognitif yang berkaitan dengan nilai-nilai, sikap dan keyakinan yang mempengaruhi kepercayaan, solidaritas dan resiprositas yang mendorong terciptanya kerjasama masyarakat guna mencapai tujuan bersama. Kedua, dimensi struktural, berupa susunan, ruang lingkup organisasi dan lembaga-lembaga masyarakat pada tingkat lokal yang mewadahi dan mendorong terjadinya kegiatan-kegiatan kolektif yang bermanfaat bagi masyarakat. Selanjutnya dikemukakan bahwa dimensi struktural ini sangat penting karena
berbagai upaya pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat akan lebih berhasil bila dilakukan melalui kelembagaan sosial pada tingkat lokal. Modal sosial dalam peranannya harus dimanfaatkan terus, guna mendorong terciptanya kerjasama, percaya antar sesama, kepedulian terhadap sesama, keterlibatan dalam kelompok agar memperkuat kelembagaan peternak dan kepatuhan dalam melestarikan nilai-nilai budaya yang ada secara lokal. Dengan mempertahankan dan meningkatkan modal sosial, maka salah unsur penting yang dapat melekat pada diri peternak adalah social glue atau perekat sosial dalam pertumbuhan demokrasi pembangunan masyarakat secara umum termasuk memacu pertumbuhan ekonominya. Modal Fisikal Peubah modal fisikal menunjukkan total nilai rataan skor di Kecamatan Kairatu, Kecamatan Seram Barat dan Kecamatan Taniwel tergolong kategori sedang (3,51, 3,33 dan 2,40). Pada modal fisikal terdiri dari beberapa komponen, yakni kemampuan komunikasi, akses kelembagaan, ketersedian sapronak, ketersedian prasarana usaha. Kemampuan komunikasi atau akses dengan sumber-sumber informasi oleh peternak di Kecamatan Kairatu dan Kecamatan Seram Barat tergolong kategori sedang, sedangkan di Kecamatan Taniwel berada pada kategori rendah. Alasannya bahwa peternak yang berada pada wilayah Kecamatan Kairatu dan Kecamatan Seram Barat aksesibilitasnya tinggi maupun dekat dengan sumbersumber informasi. Namun wilayah Kecamatan Taniwel tidak tergolong dalam wilyah yang terisolir. Kemampuan peternak berbeda-beda, sehingga tingginya kemampuan mengakses berbagai informasi dari sumber-sumber informasi yang ada tergantung dari kelincahan peternak untuk melakukan kujungan pada sumbersumber informasi terdekat. Tabel 26. Nilai Rataan Skor Peubah Modal Fisikal
Modal
Kairatu
Seram Barat
Taniwel
Total
Fisikal
(n=92)
(n=87)
(n=81)
rata-rata
Skor
Kategori
Skor
Kategori
Skor
Kategori
Skor
Kategori
Akses terhadap sumber
2,53
Sedang
2,4
Sedang
2,33
Rendah
2,42
Sedang
2,9
Sedang
2,7
Sedang
2,2
Rendah
2,6
Sedang
3,9
Tinggi
3,8
Tinggi
2,5
Sedang
3,4
Sedang
4,71
Tinggi
4,42
Tinggi
2,6
Sedang
3,91
Tinggi
3,51
Sedang
3,33
Sedang
2,40
Sedang
3,08
Sedang
informasi Akses terhadap kelembagaan Ketersediaan SAPRONAK Ketersediaan sarana & prasarana usaha Total rata-rata
Keterangan: 1 – 2,33 = Rendah, 2,34 – 3,67 = Sedang, > 3,67 = Tinggi
Sejumlah komponen dari kamampuan komunikasi adalah ketersediaan tempat khusus untuk melakukan komunikasi baik kelompok maupun dengan penyuluh, tokoh masyarakat, dan pihak lain selaku fasilitator dalam memberikan informasi sarana untuk melakukan pertemuan, ketersediaan jaringan komunikasi, ketersediaan alat-alat komunikasi, kepemilikan alat komunikasi secara umum, memiliki sumber informasi melalui media yang ada sebagai sumber informasi pribadi, keseringan menggunakan media, ketersediaan tempat atau sarana khusus proses komunikasi dengan sesama, kepemilikan alat komunikasi pribadi, keterdedahan terhadap media (waktu, frekuensi, jenis pesan), komunikasi interpersonal, kontak antar pribadi, dengan tokoh masyarakat, peneliti berkaitan dengan usaha peternakan sapi, intensitas berkunjung ke instansi terkait dalam memperoleh informasi, kunjungan keluar daerah pada sumber-sumber informasi yang berkaitan dengan usaha peternakan sapi potong. Tempat pertemuan seperti balai desa biasanya digunakan oleh peternak dan atau masyarakat sebagai sarana tempat berkumpul, baik antar kelompok dengan tokoh masyarakat atau para fasilitator yang datang dari luar daerah. Balai desa dianggap sebagai temapt yang starategis untuk pelaksanaan kegaiatan atau tempat
berkumpul, di samping pertemuan antar kelompok biasanya dilakukan secara bergantian pada anggota kelompok, khusus untuk kelompok sebagian besar pertemuan biasanya dilakukan atau tempat pertemuannya pada ketua atau sekretaris kelompok. Pertemuan dengan petugas atau penyuluh biasanya pada lokasi atau lahan masing-masing orang dan ini kadang dilakukan oleh penyuluh atau petugas, artinya bahwa intensitas kehadiran penyuluh atau petugas sangat rendah dalam bertatap muka dengan peternak. Jaringan komunikasi yang digunakan dalam menukar berbagai informasi juga sangat terbatas, sehingga perolehan informasi untuk para peternak sangatlah terbatas dan ini lebih banyak menggunakan hubungan interpersonal yang sangat terbatas antar individu. Kelemahannya bahwa dengan keterbatasan jaringan komunikasi ini mempersulit peternak dalam memperoleh berbagai informasi yang berkaitan dengan pengembangan usahanya. Ketersediaan alat-alat komunikasi juga sangat terbatas, pada masing-masing desa jarang terdapat telpon umum atau wartel lebih banyak terfokus pada pusat Kecamatan kecuali pada desa-desa yang berdekatan dengan pusat Kecamatan atau pusat Kabupaten, hal ini membuat kesulitan bagi seseorang untuk melakukan hubungan secara cepat dalam menemui suatu masalah atau ingin berhubungan secara cepat dengan petugas atau instansi terkait guna memperoleh berbagai informasi terkait dengan usaha yang dilakukan. Tingkat kepemilikan alat komunikasi seperti telpon, HP dan computer jarang dimiliki oleh peternak, kecuali peternak yang status sosialnya tinggi, seperti perangkat atau mantan pejabat desa atau peternak yang status awalnya adalah pensiunan PNS, ABRI atau mereka yang mempunyai usahanya maju disuatu desa. Kepemilikan media komunikasi (media elektronik) berupa televisi umumnya dimiliki oleh peternak adalah sebesar 93,5 persen dan sebesar 6,5 persen belum memiliki televisi, sedangkan radio dimiliki oleh peternak adalah sebesar 37,7 persen dan sebagian besar tidak memiliki radio. Media cetak berupa surat kabar jarang ditemukan adanya peternak yang berlangganan surat kabar, kecuali peternak yang kebutulan bepergian ke kota Kecamatan atau Kabupaten dan atau mereka yang bermukim dekat dengan kota Kecamatan atau Kabupaten. Surat kabar umumnya didatangkan dari Kota Ambon. Sebesar 19,6 persen yang
berlangganan surat kabar dan sisanya sebesar 80,4 persen tidak berlangganan surat kabar. Peternak yang memiliki buku bacaan dan atau brosur yang berkaitan dengan usaha peternakan sapi potong adalah sebesar 79,6 persen dan sebesar 20,4 tidak memiliki buku bacaan dan atau brosur. Di Kabupaten Seram Bagian Barat, khusus di Kecamatan Kairatu listrik dinyalakan selama 24 jam, kecuali pada Kecamatan Seram Barat dan Kecamatan Taniwel listrik dinyalakan setengah hari, mulai dari jam 18.00–08.00 WBTI, sehingga frekuensi menonton televisi sangat terbatas, kebiasan menenton televisi umumnya pada malam hari dan lebih banyak terfokus pada isi pesan adalah berita, sinetron, film. Informasi tentang peternakan sapi potong juga jarang ditayangkan melalui media televisi. Informasi peternakan yang diperoleh peternak lebih banyak diperoleh dari buku bacaan dan brosur tentang teknis beternak sapi potong. Hal ini mengindikasikan bahwa perolehan pengetahuan berupa informasi peternakan melalui media cetak lebih tinggi dibandingkan media elektronik. Semua
peternak
menggunakan
saluran
komunikasi
interpersonal,
komunikasi ini dilakukan antar peternak, peternak dengan tokoh masyarakat, penyuluh atau petugas. Tukar informasi biasanya ditularkan oleh peternak yang lebih berpengalaman, seiring dengan itu informasi yang diperoleh melalui buku bacaan dan brosur lebih banyak ditularkan oleh peternak yang sering membaca atau memperoleh informasi peternakan. Informasi yang diperoleh dari dinas terkait yang berkaitan dengan pengembangan usaha peternakan sapi potong sebesar 33,5 persen dan ini biasanya dilakukan umumnya oleh ketua dan atau sekretaris kelompok atau peternak yang punya kedekatan dengan staf yang ada di dinas atau peternak yang mempunyai kedekatan dengan staf dinas, mantan PNS dan mereka yang bermukim pada pusat Kecamatan atau Kabupaten. Tingkat kekosmopolitan dari peternak adalah sangat rendah bagi peternak yang biasanya melakukan kunjungan ke pusat-pusat informasi di luar daerah guna memperoleh informasi peternakan dan informasi mengenai pengembangan usahanya. Sebesar 8,08 persen peternak yang melakukan kunjungan ke pusatpusat informasi di luar daerah, dan ini tidaklah rutin kunjungannya, biasanya peternak yang mengikuti pelatihan di luar daerah atau yang sengaja bepergian ke luar daerah saja yang melakukan hal demikian.
Akses kelembagaan terlihat di Kecamatan Kairatu dan Kecamatan Seram Barat berada pada kategori sedang (nilai skor 2,9 dan 2,7), sedangkan di Kecamatan Taniwel berada pada kategori rendah (nilai skor 2,2). Hal ini mengidikasikan bahwa akses kelembagaan oleh peternak di Kecamatan Kairatu dan Kecamatan Seram Barat cukup baik, alasannya bahwa hampir seluruh kelembagaan lebih banyak berada di dua Kecamatan ini. Di Kecamatan Taniwel kelembagaannya juga ada, namun jumlahnya tidak sebanding yang ada di Kecamatan Kairatu dan Kecamatan Seram Barat. Hal yang terpenting adalah bagaimana peternak mampu berakses dengan kelembagaan-kelembagaan yang ada. Jarak tempuh antara wilayah Kecamatan Taniwel dan Kecamatan Kairatu maupun Kecamatan Seram Barat cukup jauh, ditambah lagi dengan sarana jalan umum kurang memadai. Komponen yang dilihat dalam penelitian adalah ketersediaan lembaga sebagai suatu sarana yang dapat menampung aspirasi dan kesulitan atau pemecahan masalah peternak yang berkaitan dengan usahanya, kerjasama peternak dengan lembaga, intensitas kehadiran penyuluh, keterkaitan materi dan metode dari penyuluh, pemantauan dalam koordinasi dan kontrol penyuluh , upaya peternak dalam menghadirkan penyuluh untuk perolehan informasi dan pendampingan. Lembaga yang tersedia untuk dapat menyalurkan aspirasi dan kebutuhan serta masalah-masalah yang dihadapi oleh peternak tidak tersedia secara memadai. Khusus lembaga penyuluhan berdasarkan UU No 16. tahun 2006 belum terimplementasi, membutuhkan waktu yang cukup dan pemahaman yang mendasar bagi pemerintah atau pejabat setempat dan instansi teknis terkait guna sosialisasi UU No. 16 tahun 2006 termasuk para stakeholder di wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat. Hal ini menjadi perhatian khusus bagi pemerintah daerah dan instansi teksnis terkait untuk dioperasionalisaikan, karena tanpa lembaga ini dapat memberikan dampak terhadap pengembangan usaha peternakan dan proses pengembangan penyuluhan bagi kebutuhan peternak. Pentingnya kelembagaan penyuluhan di setiap daerah, khusus di tingkat Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa, salah satunya mendorong peran dan aktivitas peternak, sebaliknya dengan kehadiran kelembagaan tersebut, maka
peternak dapat melakukan hubungan kerjasama untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan peternak. Kelembagaan peternak yang ada berupa kelompok-kelompok dan koperasi belum secara maksimal berperan melihat berbagai masalah peternak untuk dipecahkannya guna menjawab kebutuhan peternak, sebagaimana dikemukakan oleh Daryanto (2007), dalam merevitalisasikan pembangunan peternakan, maka salah satu unsur terpenting adalah kesiapan kelembagaan dalam memainkan peranannya. Intensitas kehadiran penyuluh ataupun petugas dalam melakukan kontak dengan para peternak sebesar 27,3 persen yang menyatakan bahwa penyuluh ataupun petugas yang intens dalam melakukan kontak dengan para peternak. Penyuluh atau petugas lebih banyak melakukan tugas-tugas lainnya atau kegiatan di luar tugas pokoknya sebagai penyuluh atau petugas. Artinya peran penyuluh sangat rendah dalam proses penyuluhan bagi para peternak. Kegiatan penyuluh lebih banyak untuk mempersiapkan para peternak dalam menerima bantuan yang dilakukan sesuai dengan jalannya suatu proyek. Penyuluhan tidak sekedar menyampaikan informasi, tetapi penyuluh harus berperan sebagai mediator dan motivator untuk memecahkan berbagai persoalan peternak. Proses koordinasi dalam membangun hubungan kerjasama antara peternak dengan para penyuluh sering dilakukan atas dasar inisiatif peternak, namun di desa-desa tertentu seperti Desa Waihatu, Desa Waimital, Desa Loki (Dusun Olas, Ani, Seaputi), Desa Taniwel, Desa Eti dan beberapa Desa lainnya kontak antar peternak dan atau kelompok ternak cukup intens dengan penyuluh atau petugas. Kendala yang dihadapi adalah sangat luasnya jangkauan daerah operasional atau wilayah kerja, terbatasnya fasilitas dan insentif menjadi alasan sehingga kontak dengan para peternak menjadi minim. Peternak di wilayah penelitian ini sangat mengharapkan kehadiran penyuluh di tengah-tengah peternak, sehingga penyuluh bersama peternak dapat memecahkan berbagai masalah yang dihadapi para peternak. Sebagaimana yang diutarakan oleh Mardikanto (1993) bahwa kehadiran penyuluh di tengah-tengah
masyarakat (klien) dapatlah menjawab berbagai kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan dapat memberikan harapan sesuai kebutuhan dan keinginan masyarakat (klien) atau diperlukan sebagai agen pembaharuan di tengah-tengah masyarakat. Selanjutnya dikemukakan bahwa kehadiran agen pembaharuan adalah sebagai perencana bersama masyarakat dalam pengembangan program, karena seorang agen pembaharuan harus memiliki empat peran utama perencana dalam pengembangan program, yakni: (1) ahli analisis, (2) ahli stimulasi, aktivator, motivator, (3) ahli fasilitas (pengetahuan yang perlu), dan (4) pendorong pembaharuan (peyakin yang handal, meyakinkan potensi, dan meyakinkan kebutuhan nyata/riil klien). Seorang penyuluh harus mampu memainkan perannya di tengah-tengah masyarakat, sehingga seorang penyuluh harus hidup bersama masyarakat dalam arti bergaul bersama, memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat, mampu mengawal berbagai hasil penelitian yang dapat dikembangkan pada masyarakat, dalam hal ini pengembangan ilmu dan teknologi bagi peternak untuk pengembangan dan peningkatan usaha peternakannya. Peran kelembagaan dalam menunjang usaha peternakan di Kabupaten Seram Bagian Barat belum berlangsung dengan baik. Kelembagaan dimaksud adalah semua pemangku kepentingan (stakeholder) yang mempunyai tanggung jawab terhadap perkembangan usaha peternakan, yakni pemerintah (dinas terkait), perguruan tinggi dan lembaga penelitian, NGO, lembaga keuangan dan peternak yang bersangkutan. Dinas Pertanian dan Peternakan sebagai instansi teknik belum berfungsi secara makimal dalam hal penyuluhan, pengadaan infrastruktur dan, SAPRONAK serta pelayanan kesehatan ternak. Kurangnya penyuluh peternakan dan belum profesional menjadi kendala tersendiri dalam proses pendampingan bagi peternak. Ketersediaan SAPRONAK mempunyai nilai total rataan skor 3,4 dengan kategori sedang, hal ini mengindikasikan bahwa ketersediaan SAPRONAK di Kabupaten Seram Bagian Barat menunjukkan cukup tersedia bagi peternak. Beberapa komponen yang diteliti dalam peubah ini adalah perolehan bibit, ketersediaan hijauan dan konsentrat sebagai makanan ternak sapi potong, dan ketersediaan obat-obatan.
Bibit ternak sapi diperoleh dengan jalan membeli dan dalam bantuan, bibit ini berasal dari lokasi Kabupaten Seram Bagian Barat. Bibit ternak sapi potong juga dimasukkan dari luar daerah, namun stok bibit unggul ternak sapi potong belum tersedia secara memadai. Khusus untuk mendapatkan bibit unggul terkait dengan seleksi yang ketat oleh dinas terkait dan ini sangat sulit untuk dilakukan, karena berkaitan dengan sarana, laboratorium, pos kesehatan hewan, peralatan dan teknologi, dan membutuhkan staf yang profesional. Lahan sebagai pusat pembibitan ternak sapi potong di Kabupaten Seram bagian Barat tidak ada. Ini yang merupakan kelemahan untuk mendapatkan bibit ternak sapi potong yang unggul dan berkualitas. Secara praktis bibit yang diperoleh baik dengan jalan membeli atau bantuan dari pihak pemerintah maupun swasta hanyalah sekedar menambah atau meningkatkan jumlah populasi saja. Bibit dibeli dengan cara mempertimbangkan bentuk fisiologi ternaknya saja, sebagai contoh bibit ternak sapi yang dipilih tidak kurus, bulunya tidak kusam, lincah, tidak sakit, matanya tidak berlendir (mata terang), bobot badan (panjang badan dan lingkar dada) dilihat secara kasat mata saja. Hijauan makanan ternak tersedia melimpah, baik jenis rumput maupun jenis leguminosa dan limbah pertanian, sedangkan konsentrat berupa dedak, bungkil kelapa dan ampas tahu tersedia, namun standar kualitasnya belum terjamin, karena dalam penelitian ini tidak diuji stadar kualitas dari konsentrat yang ada. Kelemahannya, peternak belum seluruhnya mampu memilih dan menanam jenis rumput unggul (misalnya; rumput gajah dan rumput raja), bahkan tidak ada areal khusus yang disiapkan untuk menanam jenis rumput unggul), hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan keterampilan peternak terhadap jenis rumput ungulan yang dapat dimanfaatkan bagi ternak sapi potong. Namun, ada areal khusus yang telah ditanami bibit rumput gajah dan ini disiapkan oleh pemerintah dan pihak swasta yang berada di daerah Kecamatan Kairatu dan Kecamatan Taniwel. Obat-obatan yang biasanya digunakan oleh peternak tersedia cukup di Kecamatan Kairatu, dan Kecamatan Seram Barat Kabupaten Seram Bagian
Barat, namun kenyataannya peternak lebih banyak menggunakan obat-obatan tradisional. Ketersediaan prasarana usaha dalam menunjang kelancaran usaha peternakan sapi potong memperlihatkan nilai rataan skor 4,71 dan 4,42 pada Kecamatan Kairatu dan Kecamatan Seram Barat dengan kategori tinggi, sedangkan Kecamatan Taniwel nilai rataan skor 2,6 berada pada kategori sedang. Dalam peubah ini beberapa komponen yang diteliti adalah ketersediaan transportasi, pemasaran hasil produksi. Jalan utama sebagai fasilitas umum sangat memadai, kecuali Kecamatan Taniwel kurang memadai (sebagian besar jalan utama rusak dan sementara diperbaiki). Transportasi darat berupa mobil, sepeda motor tersedia dengan memadai, sedangkan transportasi untuk menghubungkan masyarakat Kabupaten Seram Bagian Barat dengan Ibu Kota Provinsi, yakni dengan jalan menggunakan transportasi laut (kapal fery, motor laut) alat transportasi ini tersedia dengan memadai dan setiap hari beroperasi. Namun, biaya tarnsportasinya cukup tinggi. Pemasaran hasil produksi dari peternak berjalan dengan lancar, karena umumnya peternak sapi potong menjual hasil produksi (ternak sapi) bagi para pedagang. Kelemahannya adalah ternak sapi yang di jual bagi pedagang dengan harga yang murah. Belum tersedia pasar khusus untuk memasarkan ternak sapi potong di Kabupaten Seram Bagian Barat. Pasar yang ada di Kabupaten Seram Bagian Barat sebanyak lima unit dan tersebar di pusat-pusat Kecamatan. Khusus untuk los daging (sapi) hanya berada di dua Kecamatan, yakni pada Kecamatan Kairatu dan Kecamatan Seram Barat. Pada pasar tersebut terdapat los daging sapi untuk memenuhi kebutuhan konsumen secara lokal. Sarana penunjang atau pendukung lainnya seperti Rumah Pemotongan Hewan
(RPH) sangat terbatas dan hanya satu unit, bahkan tidak berfungsi
dengan memadai. Pos Pembantu Pelayanan Kesehatan Hewan (PPKH) yang ada berfungsi tidak optimal, kerena keterbatasan tenaga dan peralatan. Upaya-upaya untuk mengatasi kondisi ini sangat penting dilakukan, beberapa aspek yang perlu menjadi pertimbangan, yakni: (1) Penguatan penyuluhan,
kelembagaan lembaga
formal
maupun
informal
peternak,
lembaga
pemasaran
seperti
lembaga
agar
memacu
pertumbuhan usaha peternakan, dengan maksud agar; (1) lembaga-lembaga tersebut dapat membangun jaringan kekuatan untuk kerjasama, (2) peternak perlu memfungsikan diri sebagai warga belajar, dan (3) penyuluh, baik itu penyuluh pemerintah, penyuluh swasta, penyuluh swadaya termasuk peternak yang sudah terlatih, lembaga-lembaga swadaya masyarakat lebih berperan aktif. (2) Harus ada ketegasan sikap dari pemerintah daerah termasuk dinas-dinas terkait dengan melihat bahwa ternak sapi potong merupakan peluang sebagai salah satu komoditi unggulan di daerah ini. Modal Finansial Peubah modal finansial berdasarkan perhitungan total skor rata-rata seluruh Kecamatan adalah 1,9 berarti tergolong kategori rendah, seluruh komponen pada peubah finansial sebagaian besar rendah, rinciannya pada Tabel 27. Tabel 27. Nilai Rataan Skor Peubah Modal Finansial
Modal
Kairatu (n=92)
Seram Barat
Taniwel
Total
(n=87)
(n=81)
rata-rata
Finansial Pendapatan Peternak
Skor
Kategori
Skor
Kategori
Skor
Kategori
Skor
Kategori
2,6
Sedang
2,1
Rendah
2,1
Rendah
2,2
Rendah
2,4
Sedang
2,3
Rendah
2,1
Rendah
2,3
Rendah
1,4
Rendah
1,2
Rendah
1,2
Rendah
1,2
Rendah
2,13
Rendah
1,86
Rendah
1,8
Rendah
1,9
Rendah
Sumber Modal Usaha Akses terhadap lembaga keuangan Total ratarata Keterangan: 1 – 2,33 = Rendah, 2,34 – 3,67 = Sedang, > 3,67 = Tinggi
Pada peubah modal finansial beberapa komponen yang diteliti adalah pendapatan peternak, sumber usaha, akses dengan lembaga keuangan. Pendapatan peternak di Kecamatan Kairatu memperlihatkan nilai rataan skor 2,6 dengan
kategori sedang, sedangkan pendapatan peternak di Kecamatan Seram Barat dan Kecamatan Taniwel tergolong kategori rendah. Komponen pendapatan yang dilihat adalah pendapatan setahun dari usaha ternak sapi potong, pemenuhan kebutuhan keluarga, penggunaan hasil pendapatan. Pendapatan peternak akan turut menggambarkan ciri peternak dan dapat menjadi indikator daya, status dan pengaruh. Pendapatan keluarga dapat tercermin dari pengeluaran rumah tangga peternak untuk maksud keluarga, termasuk kebutuhan usaha dalam kurun waktu tertentu. Penerimaan peternak berasal dari nilai ternak dan nilai penjualan produksi dalam satu tahun. Nilai ternak didapat dari nilai ternak saat ini dikurangi dengan nilai ternak awal usaha (bibit). Besarnya penerimaan juga mengikuti nilai ternak yang dikonsumi selama satu tahun. Pendapatan yang diperoleh peternak biasanya digunakan untuk membeli bibit, kebutuhan keluarga, tabungan untuk keperluan yang mendesak dari keluarga, misalnya; pendidikan anak, acara-acara keluarga (pernikahan dan syukuran), membangun rumah. Sumber usaha yang diperoleh peternak memperlihatkan nilai rataan skor 2,4 pada Kecamatan Kairatu yang tergolong kategori sedang, sedangkan dua Kecamatan lainnya tergolong kategori rendah. Modal usaha yang digunakan oleh peternak diperoleh dari modal sendiri (tabungan), bantuan pemerintah dan swasta serta bantuan langsung masyarakat (BLM) maupun kredit, pinjam dari teman dan atau kelurga. Persentase sampel yang menggunakan sumber-sumber modal usaha diperoleh dengan cara; sebesar 60,4 persen adalah modal sendiri (tabungan), bantuan pemerintah dan swasta serta BLM maupun kredit sebesar 35 persen, dan sebesar 4,6 persen adalah pinjam dari teman dan keluarga. Akses dengan lembaga keuangan pada ketiga Kecamatan memperlihatkan kategori rendah. Akses dengan lembaga keuangan yang telah tersedia seperti koperasi, Bank oleh peternak sangat rendah disebabkan kemampuan akses yang dilakukan oleh peternak tidak berjalan sebagaimana yng diharapkan, peternak sangat ketakutan dengan berbagai persyaratan yang ada, tidak memahami prosedur, tidak mampu membangun jaringan, pengetahuan dan informasi serta pemahaman untuk melakukan akses belum dimiliki oleh peternak. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sampel yang hanya melakukan akses dengan lembaga keuangan sebesar 28,5 persen, dan peternak yang melakukan akses dengan lembaga keungan (koperasi, bank) adalah mereka yang punya hubungan kekerabatan dengan staf pada lembaga tersebut, mempuyai pengetahuan dan informasi yang cukup untuk berakses. Kelemahannya adalah peternak kurang mendapatkan informasi yang berkaitan dengan proses untuk berakses dengan lembaga-lembaga keungan dan sosialisasi yang tidak berjalan dari pihak lembaga terkait ataupun penyuluh/petugas di wilayah pedesaan. Berdasarkan gambaran di atas, maka perlu upaya yang dilakukan demi terciptanya peningkatan modal finansial, karena modal tersebut merupakan salah satu kekuatan dasar untuk meningkatkan usaha. Beberapa faktor yang perlu dipadukan sehubungan dengan upaya peningkatan modal finansial adalah sebagai berikut: (1) Menguatkan perilaku peternak, agar hidup hemat sesuai dengan standar kehidupan masyarakat setempat, artinya peternak harus memperhitungkan segala sesuatu pengeluaran dengan matang. (2) Peternak harus hidup dengan ”motto,” menabung untuk meraih sukses masa depan. (3) Peternak harus terlibat aktif dalam lembaga peternak dan mendorong kelembagaan itu sendiri (4) Harus ada kompensasi dari lembaga-lembaga keuangan yang melalui kemudahan seleksi adminstrasi, dan sosialisasi menyangkut peran mitra dari lembaga keuangan Modal Alami Peubah modal alami yang diteliti adalah komponen akses dengan sumberdaya alam (SDA) terlihat pada Tabel 28. Peubah modal alami yang dilihat adalah pemanfaatan lahan yang dimiliki oleh peternak sebagai sumber pakan ternak (hijauan, limbah pertanian), ketersediaan lahan dan pengelolaannya bagi pengembangan usaha. Tabel 28. Nilai Rataan Skor Peubah Modal Alami
Modal
Kairatu
Seram Barat
Taniwel
Total rata-rata
Alami Pengelol
(n=92)
(n=87)
(n=81)
Skor
Kategori
Skor
Kategori
Skor
Kategori
Skor
Kategori
4,5
Tinggi
4,4
Tinggi
4,2
Tinggi
4,3
Tinggi
3,8
Tinggi
2,7
Sedang
2,8
Sedang
3,1
Sedang
4,15
Tinggi
3,3
Sedang
3,2
Sedang 3,7
Tinggi
aan SDA Pemanfaatan SDA Sebagai Sumber Pakan Kemampuan mengelola untuk usaha Total ratarata Keterangan: 1 – 2,33 = Rendah, 2,34 – 3,67 = Sedang, > 3,67 = Tinggi
Tingkat kategori pada ketiga Kecamatan tergolong sedang sampai tinggi. Pemanfaatan SDA sebagai sumber pakan untuk ketiga Kecamatan berada pada kategori tinggi, sedangkan kemampuan pengelolaan bagi pengembangan usaha ketegori tinggi di Kecamatan Kairatu sementara kategori sedang berada pada Kecamatan Seram Barat dan Kecamatan Taniwel. Hal ini mengidikasikan bahwa kemampuan akses dengan ketersediaan SDA oleh peternak sedang. Gambaran hasil penelitian memperlihatkan bahwa peternak dalam memanfaatkan lahan lebih didominasi untuk tanaman pertanian, tanaman perkebunan dan tanaman tahunan yang sudah dirintis lebih awal oleh nenek moyang mereka. Peternak belum sepenuhnya mengelola lahan yang ada (lahan kosong) dengan memanfaatkan membuka areal padang rumput atau mengelolanya sebagai padang penggembalaan khusus untuk kebutuhan ternak sapi potong dengan menanam hijauan makanan ternak (HMT), karena hijauan ini (rumput dan leguminosa) tumbuh secara alami pada lahan-lahan yang kosong. Kenyataannya bahwa ada terdapat areal padang penggembalaan atau padang rumput yang luas yang dimiliki oleh peternak secara alami, bahkan pada areal perkebunan kelapa masih banyak terdapat hijauan makanan ternak (HMT), dan ini dimanfaatkan oleh peternak sebagai lahan penggembalaan ternak sapi potong. Di samping itu pada pinggiran jalan umum, hijauan (rumput dan leguminosa) dimanfaatkan peternak
sebagai lahan atau areal penggembalaan ternak sapi potong. Pada alur perkebunan coklat, dan jenis tanaman perkebunan lainnya ada rumput dan leguminosa yang tumbuh secara alami dan dimanfaatkan oleh peternak sebagai hijauan makanan ternak (HMT). Usaha peternak untuk menanam bibit rumput unggul belum dilakukan sepenuhnya, ini berarti peternak masih dimanjakan oleh ketersediaan sumberdaya alam (SDA) yang ada (ketersediaan rumput dan leguminosa cukup melimpah). Berdasarkan data yang diperoleh dari responden sampel bahwa sebesar 93,46 persen status kepemilikan lahan adalah milik sendiri dan sebesar 90 persen yang dimiliki oleh peternak.dengan luas lahan
<
4 ha. Lahan yang ada sebagian
telah ditanami tanaman pertanian, tanaman perkebunan dan tanaman tahun serta lahan tidur (belum digarap). Ada pula peternak yang menanam jenis leguminosa seperti tanaman gamal, petai cina, turi dan rumput gajah pada lahan yang dimiliki, berdasarkan pengamatan di lapangan ternyata ada beberapa desa sampel seperti: di Desa Taniwel dan Desa Loki (Dusun Olas, Dusun Ani), Desa Arite Kecamatan Seram Barat terlihat bahwa peternak memanfaatkan lahan kosong sebagai areal padang penggembalaan ternak sapi potong. Kandang ternak secara sederhana (tidak permanen) berhadapan dengan areal padang penggembalan dan dibuat pagar dari kayu/papan mengelilingi areal tersebut. Berbeda dengan dua desa sampel lainnya, yakni Desa Waihatu dan Desa Waimital Kecamatan Kairatu, kandang dibuat khusus untuk ternak sapi potong dan hijauan diambil atau dipotong pada areal-areal yang ditumbuhi rumput leguminosa, kemudian diberikan bagi ternaknya. Sebagian besar pada desa-desa sampel yang berada pada pinggiran Kota Kecamatan Seram Barat sepanjang jalannya telah ditanam tanaman gamal sebagai tanaman pagar yang dapat dimanfaatkan sebagai hijauan makanan ternak (HMT) ternak sapi potong. Di Kecamatan Taniwel dan Kecamatan Kairatu terdapat lahan khusus yang di tanami rumput gajah, tanaman gamal dan turi sebagai lahan lahan pembibitan dan percontohan hijauan makanan ternak (HMT) yang dilakukan oleh Dinas
Pertanian dan Peternakan Kabupaten Seram Bagian (berada di Kecamatan Kairatu) maupun pihak sawasta (berada di Kecamatan Taniwel). Bila perencanaan yang baik dari peternak untuk memanfaatkan lahan tidur/lahan kosong (belum digarap) sebagai areal khusus padang penggembalaan atau khusus padang rumput dan leguminosa sebagai padang penggembalaan ternak
sapi
potong,
lahan
untuk
perkandangan,
pergudangan
(tempat
penyimpanan pakan dan peralatan ternak), lahan pembibitan dan diolah secara baik, maka prospek pengembangan ternak sapi potong lebih baik di masa yang akan datang. Kemudian pada lahan perkebunan, lahan tanaman pangan dapat diselingi juga dengan rumput unggulan (rumput gajah), bahkan limbah tanaman pertanian, perkebunan, tanaman pangan sisa panennya berupa limbah pertanian dapat difungsikan bagi pakan ternak atau ditanam kembali limbahnya (jangan dibakar) untuk kesuburan tanah. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Yusdja dan Ilham (Daryanto, 2007) pola pengembangan sapi potong dapat dilakukan dengan cara: (1) sinkronisasi daerah pengembangan agribisnis peternakan dengan komuditas lain (kebun, pangan, perikanan), dan (2) menentukan prioritas pengembangan sapi potong pada daerah-daerah tertentu sesuai daya adaptasi ternak dengan tidak mengalihfungsikan lahan penggembalan menjadi daerah pertanian dan hutan industri, bahkan bila mungkin meningkatkan status lahan penggembalaan umum baik dari aspek legal maupun kualitasnya. Pendapat ini akan dijadikan sebagai referensi yang baik bagi stakeholder yang bertanggung jawab untuk mengembangkan dan meningkatkan pembangunan peternakan di Kabupaten Seram Bagian Barat di masa mendatang. Sudradjat (2000) menyatakan bahwa kendala yang dijumpai dalam pengembangan sapi potong adalah (1) penyempitan lahan usaha, (2) kualitas sumberdaya manusia rendah, dan (3) produktivitas rendah. Hal ini ditemukan dalam penelitian ini, sehingga perlu untuk diperbaiki di masa yang akan datang. Dari uraian di atas mengisyaratkan bahwa kemampuan akses peternak dengan sumberdaya alam (SDA) adalah sedang atau cukup. Keterbatasan kemampuan sumberdaya manusia (SDM) peternak dalam mengelola SDA, belum berfungsinya pemerintah daerah termasuk dinas terkait (Dinas Pertanian dan
Peternakan Kabupaten Seram Bagian Barat) dalam mensosialisasi dan mengambil kebijakan berkaitan dengan pengembangan potensi SDA. Pemberdayaan Peternak Melalui Program Pemerintah Peubah pemberdayaan peternak melalui program pemerintah terdiri dari komponen perencanaan dan tujuan program, proses pendekatan yang digunakan, bentuk keragaman materi yang disesuaikan dengan kebutuhan, rutinitas program, supervisi program dan fasilitator program. Dari seluruh komponen yang diteliti menunjukkan tingkat kategorinya adalah cukup dan baik, total nilai rataan skor sebesar 3,76 dengan tingkat kategori baik, ada dua komponen yang memiliki kategori cukup, yakni komponen rutinitas program dan bantuan program, supervisi program, rinciannya disajikan pada Tabel 29. Tabel 29. Nilai Rataan Skor Pemberdayaan Melalui Program Pemerintah
Proses Pemberdayaan melalui program pemerintah
Skor
Uraian
Perencanaan dan tujuan program
3,8
Baik
Proses pendekatan yang digunakan
4,1
Baik
Bentuk keragaman materi yang disesuaikan dengan kebutuhan Rutinitas program dan bantuan program
3,8
Baik
3,1
Cukup
Supervisi program
3,5
Cukup
Fasilitator program
4,3
Baik
Total rata-rata
3,76
Baik
Keterangan: 1 – 2,33 = Kurang, 2,34 – 3,67 = Cukup, > 3,67 = Baik
Pada peubah ini memperlihatkan bahwa nilai rataan skor dari komponen perencanaan dan tujuan program adalah 3,8 nilai rataan skor berada pada kategori baik, proses pendekatan yang digunakan nilai rataan skor 4,1 dengan kategori baik, bentuk keragaman materi yang disesuaikan dengan kebutuhan nilai rataan skor 3,8 dengan kategori baik, rutinitas program dan bantuan program nilai rataan skor 3,1 dengan kategiri cukup, supervisi program nilai rataan skor 3,5 dengan kategori cukup, fasilitator program nilai rataan skor 4,3 dengan tingkat kategori baik. Sehingga mengindikasikan bahwa pemberdayaan melalui program
pemerintah adalah baik dan bermanfaat bagi peternak sapi potong di Kabupaten Seram Bagian Barat. Hasil wawancara dengan peternak dan hasil diskusi melalui ”Focus Group Discussion” (FGD) dengan beberapa kelompok tani-ternak, bahwa implementasi dari pemberdayaan yang dilakukan melalui program pemerintah terdapat kelemahan bila hanya dilakukan sebatas jalannya suatu kegiatan proyek saja dari instansi terkait dan tidak berkelanjutan dengan proses pembinaan dan pendampingan secara rutin sampai masyarakat itu mandiri. Dari hasil wawancara terfokus bagi responden sampel yang memperoleh bantuan berupa pemberdayaan melalui program pemerintah, sebesar 88,88 persen menyatakan bahwa program ini turut membatu dalam bidang usaha yang digalahkan dan pendapat yang sama dinyatakan pula bahwa setelah berakhirnya batas waktu kegiatan, maka tidak lagi dilakukan proses pembinaan dan pendampingan secara kontinyu dan berkelanjutan dari pihak pemerintah, hanya pengontrolan yang dilakukan dalam bentuk koordinasi dengan ketua atau sekretaris kelompok yang menerima bantuan tersebut (bantuan berupa pengadaan bibit ternak sapi potong), sehingga ini akan berdampak bagi proses pembelajaran khusus untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan peternak dan berdampak pula bagi pengembangan masyarakat secara umum. Seolah-olah program yang dilakukan bagi masyarakat merupakan suatu intervensi dalam pengembangan masyarakat secara top down atau berupa instruksi dari pemerintah dan bukan dalam bentuk partisipasi untuk pengembangan masyarakat di pedesaan, hal ini belum menjawab sepenuhnya kebutuhan masyarakat (kebutuhan dan keinginan masyarakat atau real need and felt need). Pendapat seperti yang diutarakan di atas bila disinyalir lebih lanjut, menurut Lippitt, dkk. (Mardikanto, 1993) bahwa, adanya perubahan-perubahan yang tidak alami itu terutama disebabkan oleh dua alasan pokok, yaitu: (1) Adanya keinginan manusia untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau untuk
memecahkan
masalah-masalah
yang
dirasakan,
dengan
memodifikasikan sumberdaya dan lingkungan hidupnya melalui penerapan ilmu pengetahuan atau teknologi yang dikuasainya.
(2) Ditemukannya inovasi-inovasi yang memberikan peluang bagi setiap manusia untuk memenuhi kebutuhan atau memperbaiki kesejahteran hidupnya, tanpa harus mengganggu lingkungan sekelilingnya. Kedua alasan seperti itulah yang seringkali menumbuhkan motivasi pada seseorang untuk melakukan upaya-upaya tertentu yang mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan. Sebab, jika dia tetap tinggal diam, dia menjadi orang yang terbelakang atau ketinggalan jaman. Felt need ini benar-benar diharapkan oleh seseorang, sekelompok orang, masyarakat pada umumnya agar bagaimana seseorang
dapat
merasakan
kenyamanan
dalam
kehidupannya
menuju
kesejahteraan hidup. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan rasa kemanusian, pengakuan dan penghargaan bagi masyarakat terhadap hak-haknya dari penguasa sehingga proses pelayanan sosial yang erat hubungannya dengan pekerjaan, merupakan pengabdian terhadap masyarakat. Menurut Friedlander ”Concepts and Methods of Social Work” Ndraha (1990) mengungkapkan bahwa pelayanan sosial atau pekerjaan sosial mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut: (1) Keyakinan akan harga, integritas dan martabat manusia individu. Prinsip ini dijadikan dasar bagi usaha manusia untuk memperhatikan masalah yang menimpa setiap orang (social casework). (2) Setiap individu yang membutuhkan pertolongan, berhak untuk menentukan sendiri kebutuhannya, menyatakan keinginannya, menunjukkan kondisinya sebagaimana ada dan memilih cara terbaik untuk mengatasinya. Ia dituntut untuk menolong dirinya sendiri (self help). Secara populer dikatakan bahwa kepada seorang nelayan yang memerlukan pertolongan diberikan kail dan bukan diberikan ikan dan bagaimana upayanya untuk memperoleh ikan, sehingga dengan bantuan itu ia mampu menolong dirinya sendiri. (3) Prinsip ketiga ialah keyakinan bahwa di dalam suasana di mana setiap orang diberi atau mempunyai kesempatan yang sama, kemampuan setiap orang sajalah yang dapat mebedakannya dengan orang lain. (4) Prinsip yang ke empat ialah keyakinan bahwa hak individual manusia untuk dihormati, bermartabat, menentukan nasib sendiri. Kebutuhan manusia dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
(a) Kebutuhan fisikal; sandang, papan, dan pangan (b) Kebutuhan non-fisikal; Psikologikal (ketenangan, ketentraman, damai) dan Sosiologikal: interaksi dengan sesama, penghargaan (rewards), pengakuan (recognition) dari sesama. Pada dasarnya bahwa pemberdayaan bagi masyarakat sangatlah penting untuk adanya proses perubahan pada suatu komunitas dalam hal ini para peternak sapi potong untuk lebih berdaya dalam pengembangan taraf hidup masyarakat menuju kesejahteraan keluarga. Bila pengembangan masyarakat dengan pemberdayaan melalui berbagai program yang dilakukan oleh pihak pemerintah atau swasta bagi peternak sapi potong di Kabupaten Seram Bagian Barat dengan merujuk pada suatu pendekatan yang mendasar dalam menjawab dan memecahkan permasalahan sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat, maka memberikan hasil yang positif bagi pengembangan peternakan. Perencanaan pemberdayaan haruslah sesuai dengan model intervensi suatu pedekatan pengembangan masyarakat yang baik, karena tujuan inti dari pemberdayaan adalah perubahan hidup masyarakat menuju pada peningkatan produksi melalui usaha dan meningkatkan pendapatan keluarga peternak menuju peningkatan kesejahteraan keluaraga peternak. Kajian lanjut dari berbagai uraian diatas, maka sangat penting untuk membandingkannya dengan berbagai model yang dapat dilakukan sebagai bentuk simplikasi, terkait dengan proses pengambilan keputusan dan implementasi yang merujuk sebagai model intervensi suatu pendekatan pengembangan masyarakat. Menurut Batten (Isbandi 2003), model intervensi suatu pendekatan pengembangan masyarakat pada dasarnya ada dua, yakni: (1) Pendekatan Direktif (Instruktif) atau directive approach dilakukan berdasarkan asumsi bahwa community worker tahu apa yang dibutuhkan dan apa yang baik untuk masyarakat. Dalam pendekatan ini peranan community worker bersifat lebih dominan karena prakarsa kegiatan dan sumberdaya yang dibutuhkan lebih banyak berasal dari community worker. Community worker-lah yang menetapkan apa yang baik atau buruk bagi masyarakat, cara-cara apa yang perlu dilakukan untuk memperbaikinya, dan selanjutnya menyediakan sarana yang diperlukan untuk perbaikan tersebut.
Dalam
pendekatan seperti ini prakarsa pengambilan keputusan berada di tangan comumnity worker. Dengan pendekatan ini banyak hasil yang diperoleh tetapi hasil yang didapat lebih terkait dengan tujuan jangka pendek dan seringkali lebih bersifat pencapain secara fisik. Di samping itu melalui pendekatan ini muncul ketergantungan terhadap kehadiran petugas sebagai agen perubahan. (2) Pendekatan Non Direktif (Partisipatif) dilakukan berlandaskan asumsi bahwa masyarakat tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan dan apa yang baik untuk mereka. Pada pendekatan ini community worker tidak menempatkan diri sebagai orang yang menetapkan apa yang baik atau buruk bagi masyarakat. Pemeran utama dalam perubahan masyarakat adalah masyarakat itu sendiri, community worker lebih bersifat menggali dan mengembangkan potensi masyarakat. Masyarakat diberikan kesempatan untuk membuat analisis dan mengambil keputusan yang berguna bagi mereka sendiri, serta mereka diberi kesempatan penuh dalam penentuan cara-cara untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. Peran community worker di sini berubah menjadi katalisator, pemercepat perubahan (enabler) yang membantu mempercepat terjadi perubahan masyarakat. Dengan menggunakan pendekatan ini community worker berusaha untuk merangsang tumbuhnya kemampuan masyarakat untuk menentukan arah langkahnya sendiri (self determination) dan kemampuan untuk menolong dirinya sendiri (self help). Berdasarkan gambaran pada Tabel 29 dan didukung dengan beberapa muatan
pemikiran
di
atas,
beberapa
landasan
strategis
yang
perlu
dipertimbangkan untuk suatu kegiatan pemberdayaan adalah sebagai berikut: (1) Perlunya
strategis
memberdayakan
SDM
peternak
melalui
proses
pembelajaran bagi peternak sebagai warga belajar untuk mengubah perilaku lama menjadi perilaku baru, sehingga peternak lebih mampu melakukan berbagai kegiatan dengan usahanya. Peternak menjadi diperhitungkan dalam melakukakan berbagai kegiatan yang disesuaikan dengan kreasi dan kemampuannya, peternak harus menjadi subyek dan bukan sebagai obyek dalam pembangunan peternakan.
(2) Proses pembelajaran yang dimaksudkan lebih diarahkan pada pendidikan non formal bagi peternak, prinsip sebagai warga belajar harus diarahkan, dilatih untuk dapat memecahkan masalahnya agar peternak mampu menolong dirinya sendiri. Peternak yang masih tidur perlu dibangunkan dari tidurnya, peternak perlu disentuh untuk memahami dirinya sendiri, sehingga dengan sentakan ada muncul inisiatif agar lebih kraktif dan mampu berinspirasi mengembangkan dirinya sehingga keberdayaannya muncul secara optimal. (3) Proses ini sebaiknya diawali dengan saling bekerjasama memberikan informasi, memberikan contoh bagi sesama peternak, selanjutnya lebih komunikatif,
berdiskusi
memecahkan
persoalannya
agar
interaksi
berlangsung dengan baik. Peternak juga perlu mengusai materi berupa ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga mampu memanfaatkannya bagi dirinya dan juga bagi sesama peternak. (4) Hendaknya program pemberdayaan yang diupayakan lebih ditekan pada orientasi kebutuhan peternak dan bukan semata untuk kepentingan keberlangsungan atau kelancaran suatu proyek. (5) Peternak sudah harus mampu memainkan perannya dalam berbagai kegiatan yang ada. Sebagai contoh; bila ada program pemberdayaan, maka peternak harus terlibat untuk menggali masalahnya sendiri, dengan menganalisis, merancang sampai mengambil keputusan untuk melaksanakannya sendiri. (6) Membangun jaringan kerjasama dengan semua pihak yang berkepentingan. (7) Pemerintah perlu memfasilitasi berbagai program pengembangan yang berkaitan dengan usaha peternakan. (8) Penyuluh harus berperan aktif sebagai mediator dan motivator untuk secara bersama dengan peternak memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Oleh sebab itu tidak sekedar informasi yang disampaikan oleh penyuluh, tetapi lebih berorientasi pada berbagai kebutuhan peternak sesuai dengan usaha yang dilakukannya. Materi dan metode yang hendak diterapkan perlu disesaikan dengan kondisi peternak.
(9) Pengembangan kelompok dalam bentuk kerja kelompok penting guna mendorong dan membangun hubungan dengan semua elemen penting terkait dengan pengembangan usaha. (10) Perlu evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan oleh peternak untuk melihat kelemahan-kelemahan yang ada, agar dapat diperbaikinya di masa mendatang. (11) Peternak harus berdaya dan mampu menjadi dirinya sendiri, sehingga tidak selalu mengharapkan ketergantungan dari orang lain/pihak lain. Kompetensi Peternak Peubah kompetensi peternak yang diteliti dalam penelitian adalah komponen kompetensi teknis peternak dan kompetensi wirausaha. Kedua komponen kompetensi ini dilihat dari aspek teknis pengelolaan usaha peternakan sapi potong dan kemampuan wirausaha. Kompetensi teknis yang diteliti merupakan berbagai aspek teknis pengelolaan usaha peternakan sapi potong, sedangkan kompetensi wirausaha tingkat kemampuan peternak dalam mengembangkan usahanya. Kompetensi teknik terdiri dari pemilihan bibit dan penggunaan lahan, pemanfaatan pakan, sistem pemeliharaan, sistem penggemukan, sistem pengontrolan dan pengendalian penyakit, sistem pemasaran hasil, sistem manajemen/pengelolaan. Berbagai komponen pada kompetensi teknis didasarkan pada pedoman Sapta usaha petenakan. Secara rinci kompetensi teknis dan kompetensi wirausaha disajikan pada Tabel 30. Tabel 30. Nilai Rataan Skor Peubah Kompetensi Peternak
Kompetensi Peternak 1. Kompetensi Teknis
Pemilihan bibit dan penggunaan lahan Pemanfaatan pakan Sistem pemeliharaan
Kairatu
Seram Barat
Taniwel
Total rata-
(n=92)
(n=87)
(n=81)
rata
Skor
Kategori
Skor
Kategori
Skor
Kategori
Skor
Kategori
3,9
Tinggi
3,8
Tinggi
3,7
Tinggi
3,8
Tinggi
3,9
Tinggi
3,7
Tinggi
3,7
Tinggi
3,7
Tinggi
3,8
Tinggi
3,6
Sedan
2,1
Renda
3,2
Sedan
g Sistem penggemukaan Sistem pengontrolan dan pengendalian penyakit Sistem pemasaran hasil Sistem manajemen/ pengelolaan Total rata-rata
2,5
3,2
3,8
2,1
Sedan g Sedan g
Tinggi Renda h
3,3
Sedan
1
g
2,0
2,6
3,7
1,6
3,00
Renda h Sedan g
Tinggi Renda h
h 2,2
2,1
3,6
1,4
Renda h Renda h Sedan g Renda h
Sedan
2,6
Sedan
g
8
g
g 2,2
2,6
3,7
1,7
2,9
Renda h Sedan g
Tinggi Renda h Sedan g
Tabel 30 (Lanjutan)
2. Kompetensi Wirausaha
Kemampuan menetapkan dan mempertahank an tujuan usaha Kemampuan memotivasi diri Kemampuan berkreativitas dan inisiatif Kemampuan berinovasi Kemampuan mengambil resiko Kemampuan melihat peluang pasar untuk meraih keuntungan Kemampuan dalam bertanggung jawab Kemampuan pengendalian
3,8
Tinggi
3,8
Tinggi
3,8
Tinggi
3,8
Tinggi
3,9
Tinggi
3,9
Tinggi
3,7
Tinggi
3,8
Tinggi
2,4
2,6
4,7
3,6
Sedan g Sedan g Tinggi
Sedan g
2,3
2,4
4,5
3,6
Renda h Sedan g Tinggi
Sedan g
2,1
2,3
4,2
3,4
Renda h Renda h Tinggi
Sedan g
2,2
2,4
Renda h Renda h
4,5
3,5
Sedan g
4,8
Tinggi
4,5
Tinggi
4,0
Tinggi
4,4
Tinggi
3,9
Tinggi
3,8
Tinggi
4,2
Tinggi
3,9
Tinggi
diri dan berkomitmen Kemampuan dalam mengatur waktu Kemampuan dalam mengambil keputusan dengan menggunakan wewenang yang dimiliki Kemampuan menabung Total rata-rata
3,7
Tinggi
3,4
Sedang
3,2
Sedang
3,4
Sedang
3,8
Tinggi
3,8
Tinggi
3,8
Tinggi
3,8
Tinggi
4,1
Tinggi
4.0
Tinggi
3,7
Tinggi
3,9
Tinggi
3,75
Tinggi
3,63
Sedang
3,49
Sedang
3,6
Sedang
Keterangan: 1 – 2,33 = Rendah, 2,34 – 3,67 = Sedang, > 3,67 = Tinggi
Tingkat kompetensi teknis peternak, untuk seluruh Kecamatan memiliki kategori sedang, hal ini mengindikasikan bahwa kompetensi teknis peternak cukup dikuasai oleh peternak, walaupun seluruh komponen tidak tergolong kategori sedang. Kompetensi teknis yang dikuasai peternak, yakni: (1) pemilihan bibit dan penggunaan lahan, (2) pemanfaatan pakan, dan (3) sistem pemasaran hasil. Kompetensi teknis peternak yang dilihat adalah persepsi tingkat pengetahuan dan ketermpilan yang berkaitan dengan teknis pemeliharan dan manajemen pemeliharaan, sistem pemasaran hasil produksi yang dilakukan peternak serta kreaksi peternak dalam mengelola usaha peternakan maupun inovasi yang dilakukan oleh peternak dalam pengelolaan usahanya. Peternak dalam memilih bibit ternak sapi untuk dikembangkan berdasarkan bobot badan besar, tidak kurus, bulunya tidak kusut, ternak tidak sakit, matanya terang. Dari beberapa faktor yang dapat diketahui secara fisik oleh peternak menunjukkan bahwa penguasan pengetahuan dalam memilih bibit ternak sapi cukup baik. Pengetahun peternak dalam pemilihan bibit sama halnya dengan memilih ternak mana yang gemuk atau bobot badannya baik, selanjutnya ternak digunakan sebagai bibit pejantan dan induk. Pemilihan bibit dengan cara seperti ini tidak melalui seleksi getik berdasarkan keturunan terhadap pejantan dan induk sebagai bibit-bibit unggul, karena peternak tidak memiliki pencatatan.
Cara pemberian makan bagi ternak sapi oleh peternak terdiri dari dua cara, yakni: (1) dikandangkan, dan (2) digembalakan. Pemberian makan dengan cara di kendangkan, yakni hijauan dipotong atau diambil peternak dan diberikan bagi ternak sapi, biasanya hijauan tidak pernah ditimbang sebelum diberikan hanya berdasarkan taksiran. Digembalakan, yakni ternak sapi digembalakan atau digiring oleh peternak ke padang penggembalaan untuk merumput. Penggunaan padang penggembalaan dilakukan secara terus menurus dalam jangka waktu panjang dan teknik penggunaan padang penggembalaan dilakukan secara berpindah-pindah atau rotasi. Jenis hijauan yang diberikan bagi ternak sapi lebih didominasi dengan jenis rumput lapangan dan jenis leguminosa berupa colopo, centrosoma dan jenis lainnya yang banyak tumbuh secara alami di daerah tersebut. Peternak mengetahui tentang berbagai jenis rumput dan leguminosa yang dapat dimanfaatkan sebagai hijauan makanan ternak (HMT), namun kualitas rumput dan leguminosa tidak dapat dibedakan dan diketahui oleh peternak berdasarkan kandungan nilai gizinya. Umumnya peternak mengetahui bahwa rumput gajah memiliki nilai gizi yang tinggi dibandingkan beberapa jenis rumput yang tumbuh secara alami di daerah Kabupaten Seram Bagian Barat. Namun, peternak lebih banyak memberikan dan menggembalakan ternak pada rumput yang disukai ternak sapi (palatability) berdasarkan kebiasaan ternak merumput dan tidak diupayakan semaksimal mungkin oleh peternak dengan memberikan makanan hijauan ternak (HMT) berupa jenis-jenis rumput yang unggul. Sistem perkandangan yang dimiliki peternak belum sepenuhnya memenuhi persyaratan sesuai teori. Kandang digunakan sesuai dengan manfaat kandang dan tempat beristirahat pada waktu malam hari serta memberikan kenyamanan bagi ternak. Tipe kandang digunakan peternak belum sepenuhnya ideal, tetapi termasuk dalam tipe permanen, semi permanen dan tidak permanen. Sistem pemeliharaan didominasi oleh sistem pemeliharaan secara ekstensif, sedangkan sistem pemeliharaan secara intensif dan semi intensif belum membudaya. Pola yang digunakan dengan sistem manajemen ekstensif adalah ternak digembalakan pada pada rumput, dan areal perkebunan kelapa yang cukup
tersedia rumput, pola ikat berpindah-pindah juga diterapkan dalam sistem ini, pola lepas untuk ternak merumput sendiri merupakan sistem yang senantiasa dilakukan oleh peternak. Pola lepas pengamanan dan pengontrolan terhadap ternak sulit dilakukan oleh peternak, sehingga dapat berakibat buruk bagi keamanan dan kesehatan ternak. Sistem penggemukan yang dilakukan peternak adalah dengan sistem pasture fattening dan kereman sementara dry lot fattening belum diterapkan oleh peternak, karena dengan sistem ini ternak lebih banyak mengkonsumsi jenis makanan biji-bijian berupa jagung sebagai konsentrat dan hamparan areal ini tidak tersedia secara khusus oleh peternak di Kabupaten Seram Bagian Barat. Hijauan dan konsentrat diberikan saat proses penggemukan, namun teknik penggemukan yang baik belum diterapkan oleh peternak. Kendalanya adalah pengetahuan yang dimiliki peternak masih rendah terhadap teknik sistem penggemukan. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan ada dua desa sampel, yakni desa Waihatu, Desa Waimital yang peternaknya sudah menerapkan inovasi penggemukan dengan cara pemberian hijauan makanan ternak (HMT) yang berkualitas dan pemberian konsentrat sesuai dengan perbandingan hijauan dan konsentrat sesuai standar, dengan cara penyuntikan untuk merangsang nafsu makan serta pemberian vitamin maupun ramuan berupa jamu. Namun, peternak tidak menghitung berapa besar (kg/hari) pertambahan bobot badan ternak sapi yang digemukan. Zainal (2003) mengemukakan bahwa inovasi dalam usaha penggemukan sapi potong mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan pertambahan berat badan harian. Beberapa inovasi biasanya dilakukan dengan memanipulasi pakan dengan penambahan suplemen untuk meningkatkan laju pertumbuhan berat badan harian sapi potong, misalnya penggunaan urea dalam bahan pakan, penggunaan hormon perangsang pertumbuhan, kastrasi sapi jantan, penggunaan starbio (jenis suplemen), suplemen ini mudah diperoleh karena banyak dijual di pasaran. Sistem perkawinan silang untuk mendapatkan bibit ternak sapi yang baik dilakukan oleh peternak antara dua jenis sapi berbeda. Sistem perkawinan yang diterapkan oleh peternak di Desa Kairatu, yakni sapi Sumental dan sapi Bali.
Hasil pengamatan langsung di lapangan bagi peternak di Desa Kairatu yang melakukan perkawinan silang antara sapi Sumental dan sapi Bali menunjukkan bobot badannya besar atau gemuk dan berat badan ternak sapi jantan dewasa ratarata di atas 400 kg. Sistem pengendalian dan penanganan penyakit biasaya dilakukan oleh peternak
dengan
meminta
pertolongan
petugas
atau
peternak
jarang
melakukannya sendiri, dijumpai pada beberapa desa sampel bahwa ternak yang sudah mengalami kesakitan baru dilakukan pengobatan oleh peternak secara tradisional dan meminta bantuan petugas (mantri hewan) untuk melakukan proses pengobatan. Pengetahuan tentang berbagai jenis penyakit belum dikuasai oleh peternak. Peternak dalam proses pemasaran hasil produksinya atau ternak yang dijual umumnya dibeli oleh pedagang yang langsung datang ke lokasi peternakannya. Menurut Murtidjo (1990), budidaya ternak sapi potong secara garis besar dapat meliputi; (1) seleksi bibit, (2) perkandangan, (3) makanan, (4) sistem tatalaksana penggemukan, (5) perkembangbiakan, (6) perawatan, penyakit dan pencegahan, dan (7) hasil dan pemasaran. Penguasan pengetahuan dan keterampilan terhadap teknik pengelolaan ternak sapi potong oleh peternak masih terbatas, sehingga berpengaruh pada tingkat kompetensi teknik peternak, dan sangatlah mempengaruhi pada pengembangan usaha peternakan sapi potong. Peran penyuluh dalam memberikan penyuluhan bagi peternak harus menjadi perhatian yang sungguh-sungguh oleh pengambil kebijakan di daerah setempat, termasuk semua stakeholder guna mengembangkan dan meningkatkan pembangunan peternakan di Kabupaten Seram Bagian Barat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Djoko Susanto dan Amri Jahi(2006), unsur penting dari revitalisasi penyuluhan pertanian yang masih kurang mendapat tekanan adalah unsur kompetensi penyuluh dan kompetensi petani, serta cara kompetensi baru itu dapat dimiliki oleh subyek-subyek bersangkutan. Proses pencapaian kompetensi para petani pada gilirannya dapat memberikan pemahaman dan kemampuan mengidentifikasi berbagai permasalahan dan pemecahannya.
Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa keinginan belajar dari peternak perlu didukung melalui minat dan kemauan serta keterbukaan diri yang tinggi dari peternak dalam proses pembelajaran, dengan cara mengubah perilaku peternak untuk menajamkan cara padang, cara berpikir dengan meningkatkan kualitas sumberdaya peternak (SDM) sebagai pengelola usaha. Secara garis besar beberapa solusi dapat dilakukan, yakni: (1) Mendekatkan diri peternak dengan berbagai sumber informasi agar peternak dapat memperoleh informasi sehubungan dengan cara-cara atau teknis pengelolaaan usahanya. Apabila informasi dapat diperoleh dari berbagai instansi, sesama peternak yang sudah maju dalam usahanya atau peternak berpengalaman, penyuluh, baik penyuluh pemerintah maupun penyuluh swasta dan penyuluh swadaya, maka pengetahuan peternak dapat bertambah. (2) Dengan pengetahuan peternak bertambah, maka dapat meningkatkan keterampilan peternak; namun perlu dilakukan berbagai proses pendekatan, sebagai syarat bahwa peternak siap melibatkan dirinya dalam berbagai bentuk pendekatan proses pembelajaran, yakni: (a) peternak telah memiliki minat yang tinggi untuk mau belajar, karena disadari sungguh ada kebutuhan yang ada manfaatnya, dan (b) kesediaan atau keterbukaan peternak untuk menerima sesuatu yang baru buat pengembangan dirinya, pengetahuan baru penting agar adanya perkembangan dalam usahanya. (3) Peternak harus mampu mencari berbagai informasi sehubungan dengan teknis pengelolaan usahanya. (4) Peternak perlu meningkatkan pendekatan dengan penyuluh atau petugas peternakan untuk belajar dengan cara berlatih. (5) Peternak perlu menggabungkan diri dalam kelompok, agar saling membagi informasi diantara sesama peternak. (6) Peternak perlu melibatkan diri dalam berbagai bentuk pelatihan, sebagai suatu wahana pendidikan non formal. (7) Meningkatan motivasi diri peternak melalui proses belajar, yakni dengan mengfokuskan diri pada orientasi belajar dengan giat, tekun, dan penuh perhatian.
(8) Menyiapakan peternak dengan berbagai sarana, prasarana penunjang untuk menjawab berbagai kebutuhan usahanya, seperti; perlu adanya pusat informasi peternak, sarana pendukung yang berkaitan dengan kemudahan SAPRONAK, peningkatan pos pelayanan kesehatan. Komponen kompetensi wirausaha pada dua Kecamatan, yakni Kecamatan Kairatu dan Kecamatan Seram Barat memperlihatkan tingkat kategori tinggi, sedangkan Kecamatan Taniwel berada pada kategori sedang. Peternak yang mempunyai kemampuan tinggi pada kompetensi wirausaha, yakni kemampuan; (1) menetapkan dan mempertahankan tujuan, (2) memotivasi diri, (3) mengambil resiko, (4) bertanggung jawab dalam usaha, (5) pengendalian diri dan berkomitmen, (6) mengambil keputusan dengan menggunakan wewenang yang dimiliki, dan (7) menabung. Pada komponen ini yang dilihat adalah kemampuan menetapkan dan mempertahankan tujuan usahanya, kemampuan memotivasi diri, kemampuan berkreativitas dan inisiatif, kemampuan berinovasi, kemampuan mengambil resiko, kemampuan melihat peluang pasar untuk meraih keuntungan, kemampuan dalam bertanggung jawab, kamampuan pengendalian diri dan berkomitmen, kamampuan dalam mengatur waktu, kemampuan dalam mengambil keputusan dengan menggunakan wewenang yang dimiliki, kemampuan menabung. Gambaran dari hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa tujuan usaha ternak sapi potong sangat berkaitan dengan pengembangan usaha yang dilakukan, yakni meningkatkan produksi dan meningkatkan pendapatan keluarga. Di Desa Waihatu dan Desa Waimital di Kecamatan Kairatu selain usaha ternak sapi potong sebagai tujuan produksi daging, kotoran ternak sebagai pupuk juga dimanfaatkan bagi tanaman pertanian dan tanaman perkebunan. Bahkan berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa peternak mengemukakan bahwa di tahun 2007 telah dilakukan penjualan kotoran ternak sapi sebagai pupuk di Kabupaten Seram Bagian Barat dalam jumlah yang besar (dijual untuk penggunaannya di Pulau Kasa di Kabuapten Seram Bagian Barat – Pulau Kasa merupakan Lokasi Wisata). Kemampuan memotivasi diri dengan upaya bekerja keras telah tertanam dalam diri peternak, kemauan yang tinggi, keberanian dalam proses pengambilan
keputusan, keterbukaan diri, melaksanakan berbagai usaha lain berdasarkan kemampuan yang dimiliki, berusaha untuk betah terhadap suatu pekerjaan, bertahan dalam kondisi apapun. Ini menjadi dasar sebagai motivasi intrinsik. Sedangkan belajar dari orang lain, menghargai dan menerima pendapat sesama teman, berusaha untuk terlibat dalam berbagai kegiatan yang dilakukan merupakan bagian dari motivasi ekstrinsik. Mengembangkan diri dengan menerima berbagai pengetahuan dari orang lain dan mencoba mengembangkan potensi diri, inovatif artinya mencoba mengadopsi teknologi tepat guna berdasarkan keterlibatan dalam berbagai pelatihan yang berkaitan dengan pengembangan usaha peternakan sapi potong. Kemampuan mengambil resiko (baik atau buruk) suatu usaha sudah menjadi kunci utama dalam berusaha, mengalami kegagalan dan keberhasilan saat melakukan proses hasil produksi. Kemampuan melihat peluang pasar dengan membuka berbagai cabang usaha, sebagaimana yang dijumpai dalam pengamatan di lapangan adalah selain usaha ternak sapi potong, usaha pertanian, membuka kios atau warung, usaha meabiler, perbengkelan merupakan bentuk-bentuk usaha yang dikembangkan. Bertanggung jawab terhadap suatu usaha yang dilakukan, artinya seseorang harus betah dan tekun serta disiplin dalam mengembangkan usahanya. Sebagian besar sampel mempunyai beberapa usaha yang ditekuni, seperti bertani sambil menggembalakan ternaknya dengan pola pemeliharaan ikat berpindah pada lahan perkebunan, di samping itu peternak juga melakukan pengontrolan bagi ternakternaknya agar tidak sampai merusak atau memakan tanaman perkebunan orang lain, bila peternak ini melalaikan tugasnya dan ternak merusak atau tanaman orang lain, maka sudah menjadi kewajiban untuk bertanggung jawab menerima sangsi dalam bentuk denda. Bertanggung jawab terhadap tugas sebagai seorang peternak artinya mampu melakukan pekerjaannya sampai tuntas, bertahan dalam menjalani pekerjaannya sebagai peternak. Kemampuan pengendalian diri dan berkomitmen sebagaimana yang terwujud adalah menjaga stabilisasi emosial, tidak mudah tersinggung, mempunyai mental yang baik, mampu menempatkan diri ditengah-tengah masyarakat, tidak putus asa dalam menghadapi tantangan, penuh ketabahan dalam
menjalankan pekerjaan sebagai seorang peternak, menjaga perasaan sesama, tidak terlibat dalam kegiatan-kegitan yang dapat mencemarkan diri sendiri dan juga orang lain. Kemampuan berkomunikasi dengan sesama peternak, tokoh masyarakat, petugas atau penyuluh, berkomunikasi dengan pedagang. Pengaturan waktu kerja peternak memperlihatkan bahwa hampir seharian peternak bertahan dan mampu membagi waktunya untuk beberapa jenis pekerjaan selain beternak dengan baik. Misalnya pada beberapa desa sampel peternak membutuhkan sejak pagi sampai sore hari dalam mengelola ternaknya; mulai dari memberikan makan dan minum ternak sapi, kemudian mengingatnya sementara waktu untuk ternak merumput dan melakukan pekerjaan lain. Biasanya peternak yang melakukan pengambilan rumput untuk diberikan bagi ternaknya, yakni pada waktu pagi dan sore hari. Namun, tidak semua peternak yang tinggal seharian dalam melakukan pengelolaan ternak dari pagi sampai sore. Pada waktu pagi dari jam 06.00–10.30 WBTI melakukan penggembalaan ternaknya, siang hari beristirahat, dilajutkan pada sore hari dari jam 15.30–17.30 WBTI. Curahan waktu kerja seorang peternak kurang lebih 8 jam. Dari segi pemanfaatan waktu cukup efisien, namun konsentrasi terhadap satu pekerjaan belum memadai, sehingga berdampak bagi pengelolaan ternak sapi. Umumnya peternak dalam memperoleh keutungan dari usaha ternak sapi potongnya disimpan sebagai tabungan untuk kebutuhan-kebutuhan mendesak keluarganya, kebutuhan membeli bibit dan pakan (konsentrat) bagi ternaknya. Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat Soemahamidjaja (Suryana, 2003) bahwa kemampuan seseorang yang menjadi obyek kewirausahaan meliputi: (9)
Kemampuan merumuskan tujuan hidup/usaha.
(10) Kemampuan memotivasi diri. (11) Kemampuan untuk berinisiatif. (12) Kemampuan berinovasi. (13) Kemampuan untuk membentuk modal uang atau barang modal. (14) Kemampuan untuk mengatur waktu dan membiasakan diri. (15) Kemampuan mental yang dilandasi dengan agama. (16) Kemampuan untuk membiasakan diri dalam mengambil hikmah dari pengalaman yang baik maupun yang menyakitkan.
Menurut Wasty (1984) dan Meredith (1996), ciri-ciri dari kewirausahaan adalah sebagai berikut: (1)
Keinginan yang kuat untuk berdiri sendiri.
(2)
Kemauan untuk mengambil resiko
(3)
Memotivasi diri sendiri
(4)
Kemampuan untuk belajar dari pengalaman
(5)
Semangat untuk bersaing
(6)
Orientasi pada kerja keras
(7)
Percaya pada diri sendiri
(8)
Dorongan untuk berprestasi
(9)
Tingkat energi yang tinggi
(10) Tegas (11) Yakin pada kemampuan sendiri (12) Tidak suka uluran tangan dari pemerintah/pihak lain di masyarakat (13)
Tidak bergantung pada alam dan berusaha tidak menyerah pada alam,
(14) Kepemimpinan (15) Keorisinilan (16) Berorientasi ke masa depan dan penuh gagasan. Bila kemampuan wirausaha ditingkatkan, maka tingkat kompetensi peternak lebih baik. Beberapa langkah yang perlu untuk diperbaiki agar dapat mengembangkan tingkat kemampuan wirausaha peternak, adalah sebagai berikut: (1) Peningkatan motivasi peternak untuk pengembangan usahanya (2) Penguatan kelembagaan peternak sebagai sarana peningkatan aktivitas usahanya. (3) Menanamkan rasa percaya diri bagi peternak dengan berbagai kemudahan yang
dapat
administrasi
menunjang agar
kelancaran
memudahkan
usahanya,
aksesnya
seperti;
dengan
kemudahan
lembaga-lembaga
keuangan. (4) Minciptakan suasana kemadirian bagi peternak, dengan belajar menganalisis masalahnya sendiri serta solusi pemecahan, memberikan pengakuan atas usaha yang dilakukannya.
(5) Melakukan berbagai sosialisasi, sehingga terbuka wawasan peternak terhadap pentingnya mengembangkan usaha secara profesional dan proporsional. (6) Adanya perhatian dari berbagai pihak yang berkompeten, misalnya; instansi terkait, dunia usaha, LSM dengan menggiatkan pelatihan yang berorientasi pada materi khusus tentang bisnis atau wirausaha yang suskses, cara-cara pengambilan keputusan tepat, berpikir kritis dan inovatif, manfaat menabung bagi masa depan. Prinsipnya materi dan metode disesuaikan dengan orientasi wirausaha dan pengembangan usahanya. (7) Anjuran yang perlu untuk dipahami peternak sebagai motivasi dan landasan guna berorientasi sebagai seorang yang mau mengembangan usaha dalam dusnia bisnis, harus terlihat karakteristik yang mengandung unsur-unsur 5 K semangat
dalam
mendorong
usahanya
sehingga
sukses,
yakni:
(1) keberanian, (2) kemampuan, (3) kreativitas, (4) ketangguhan hati, dan (5) keberuntungan. Bila berbagai uraian di atas dilakukan dengan baik, maka dapat meningkatkan kompetensi wirausaha peternak. Uraian di atas dimaksudkan untuk meningkatkan wawasan peternak dalam mengatur sistem pengelolaan usaha peternakan sapi potong dengan kemampuan manajerial yang baik. Seorang peternak yang memiliki kemampuan yang handal dalam mengatur atau mengelola usahanya dengan baik, maka pertumbuhan ekonomi keluarganya lebih baik, sehingga terjadi peningkatan kesejahteraan keluarga peternak di masa yang akan datang. Keberdayaan Peternak Peubah keberdayaan peternak dalam penelitian ini adalah aspek pengetahuan, aspek psikomotorik, aspek sikap mental. Dari ketiga aspek yang diteliti, aspek sikap mental peternak memiliki tingkat kategori tinggi. Aspek pengetahuan di Kecamatan Kairatu tergolong tinggi, Kecamatan Seram Barat dan Kecamatan Taniwel tergolong rendah. Aspek psikomotorik pada Kecamatan Kairatu dan Kecamatan Seram Barat berada pada kategori sedang, berikutnya Kecamatan Taniwel memiliki kategori rendah, rincian hasilnya disajikan pada Tabel 31.
Tabel 31. Nilai Rataan Skor Peubah Keberdayaan Peternak
Keberdayaan
Kairatu
Seram Barat
(n=92)
(n=87)
Peternak Aspek pengetahuan Aspek psikomotorik Aspek sikap mental Total rata-
Taniwel (n=81)
Total ratarata
Skor
Kategori
Skor
Kategori
Skor
Kategori
Skor
Kategori
2,6
Sedang
1,7
Rendah
1,4
Rendah
1,9
Rendah
2,5
Sedang
2,4
Sedang
1,3
Rendah
2,6
Sedang
4,3
Tinggi
3,8
Tinggi
3,8
Tinggi
3,9
Tinggi
3,1
Sedang
2,63
Sedang
2,1
Rendah
2,8
Sedang
rata Keterangan: 1 – 2,33 = Rendah, 2,34 – 3,67 = Sedang, > 3,67 = Tinggi
Aspek pengetahuan peternak di Kecamatan Kairatu berada pada kategori sedang dengan skor 2,6 sedangkan Kecamatan Seram Barat dan Kecamatan Taniwel tergolong rendah dengan nilai skor, masing-masing (1,7 dan 1,4). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pengetahuan peternak di Kecamatan Kairatu tidak cukup membekali peternak dalam mengembangkan dan meningkatkan usahanya. Alasan sebagian peternak di Kecamatan Seram Barat dan Kecamatan Taniwel yang pengetahuannya tergolong rendah, karena peternak kurang mendekatkan diri dengan berbagai sumber informasi. Kemampuan dan kemauan serta niat dalam berusaha memperoleh berbagai informasi, pedekatan dengan sesama peternak yang berpengalaman mendorong peternak untuk cukup memiliki pengetahuan berusaha. Pengetahuan
yang
diperoleh
dapat
dikembangkan
sebagai
suatu
kemampuan dalam memulai dan memutuskan untuk berbisnis, melihat sesuatu yang lebih besar dan mempunyai manfaat serta peluang menguntungkan. Pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang merasa ragu-ragu dalam menentukan pilihan usahanya, tidak berani mengambil resiko, tidak mampu milihat peluang, lambat dalam mengambil keputusan sehingga kemampuan untuk bisnis menjadi lemah. Pengetahuan peternak perlu ditingkatkan sebagai upaya menambah wawasan berpikir mulai dari berbagai hal teknis tentang pengelolaan usaha
peternakan sapi potong, wawasan berbisnis atau berwirausaha yang baik. Peternak membuka diri, melibatkan dirinya dalam berbagai bentuk kegiatan diawali dengan kegiatan-kegiatan sosial, melibatkan diri dalam kelompok, misalnya kelompok peternak, mencari berbagai informasi yang berhubungan dengan kegiatan usahanya, berlatih untuk mengelola berbagai keputusan, memilih dan menetapkan keputusan, mengatur waktu yang baik agar kegiatan usahanya terus menjadi prioritas, mencoba mengembangkan kreativitasnya dan tentunya dengan mempelajari pengalaman yang ada. Jangan selalu mendengar perkataan orang yang mendemotivasi, milikilah determinasi tinggi, fokus dan cintailah usaha. Aspek psikomotorik peternak memperlihatkan kategori berbeda, Kecamatan Kairatu dan Kecamatan Seram Barat berada pada tingkat karegori sedang, sedangkan Kecamatan Taniwel pada kategori rendah, hal ini mengindikasikan bahwa tingkat keterampilan peternak pada kedua Kecamatan, yakni Kecamatan Kairatu dan Kecamatan Seram Barat tergolong cukup baik. Tingkat keterampilan yang dimiliki peternak lebih banyak didasarkan atas pengalaman peternak dalam mengembangkan usaha ternak sapi potong. Pengetahuan yang dimiliki mendorong peternak untuk berupaya dalam menambah tingkat keterampilan artinya pengetahuan yang berkaitan dengan teknis pengelolaan usaha peternakan sapi potong, trampil dalam mengelola ternaknya, cepat mengatasi berbagai kendala secara mandiri dari sisi teknis, pemilihan bibit ternak yang baik, vaksinasi, melakukan perkawinan secara hand meeting walaupun sebagian besar ternak melakukan perkawinan secara pasture meeting atau alami dengan penggunaan bantuan kandang jepit, dapat mendetaksi atau mengetahui gejala-gejala birahi sebagai tanda ternak harus segera dikawinkan, melakukan kawin silang dengan bantuan petugas, pengobatan dengan melakukan injeksi bagi ternak yang sakit sendiri tanpa membutuhkan petugas (mantri hewan) atau penyuluh, melakukan pemasangan tali/tambang dengan menusuk dibagian hidung ternak sapi. Di beberapa desa sampel peternak memberikan kode berupa cap bakar pada bagian paha belakang sebelah atas untuk mempermudah dalam pengenalan ternak sapi milik peternak, sedangkan dalam pemberian pakan bagi ternaknya peternak dapat menaksir hijauan atau konsentrat berdasarkan prediksi atau perkiraanya sendiri. Dengan kemauan keras dan kreaksi
yang ada mendorong peternak untuk tetap berupaya sendiri dalam mengatasi dan mengelola ternaknya, sehingga semakin lama semakin mahir dan trampil dalam mengatasi berbagai faktor teknis yang terkait dengan pengelolaan ternaknya. Keterampilan atau skill jauh lebih baik bila dibandingkan dengan hanya mempunyai pengetahuan saja. Skill menurut Chandra dan Hendro (2006) adalah landasan bisnis, dengan skill didapatkan kecepatan tumbuh lebih besar dalam bisnis. Sehingga seorang peternak harus mempunyai skill dalam mengelola usahanya sebagai suatu bisnis. Aspek sikap mental peternak di ketiga Kecamatan tergolong berkategori tinggi, hal ini mengindikasikan bahwa sikap mental peternak cukup baik dalam usaha pengembangan ternak sapi potong. Diwujudkan melalui perencanaan tujuan usaha dengan baik, percaya diri yang tinggi dalam berusaha ternak sapi potong, kemampuan bekerjasama dalam pengembangan usaha, mampu mencari solusi sendiri dan meminta pertolongan sesama peternak dan petugas, bersedia menerima kritikan untuk selanjutnya menjadi pertimbangan, mempunyai semangat berusaha yang tinggi, keterbukaan dalam pergaulan, kerendahan hati, percaya kepada sesama, berusaha mencari informasi, berdiskusi dengan anggota keluarga untuk mengembangkan usaha, evaluasi diri dalam kaitannya dengan pengembangan usaha, mengatur waktu dengan baik, tidak bersikap masa bodoh terhadap suatu usaha yang dilakukan. Aspek sikap mental yang tinggi pada peternak dapat dijadikan sebagai suatu potensi diri untuk mendorong peternak agar lebih memacu dirinya lagi belajar menambah pengetahuan, bila peternak menyadari betapa pentingnya pengetahuan bagi dirinya, maka peternak berusaha membuka diri berlatih sebagai warga belajar. Peternak perlu terlibat dalam berbagai aktivitas, sehingga peternak dapat belajar dari sesama peternak, berusaha memperoleh berbagai informasi penting demi memperkaya dirinya. Bila peternak menggiatkan diri terlibat dalam proses pembelajaran, maka banyak pengetahuan dapat diserap melalui pelatihan sebagai bentuk dari pendidikan non formal. Formulanya adalah peternak terbuka membawa diri dalam sikap bekerjasama dengan peternak yang sudah maju dan tinggi pengetahuan mapun berpengalaman, sehingga proses saling memberi dan menerima dalam menolong sesama dapat tercipta. Menunjukkan sikap mental
terbuka, menandakan bahwa peternak siap menerima pembaharuan diri melalui berbagai pengetahuan baru. Peternak menerima berbagai masukan dari sesama peternak yang sudah berpengalaman dapat membantu peternak terbuka wawasannya agar dapat berinspirasi, sehingga inisiatif dari diri peternak terbentuk guna membangun dirinya sendiri selanjutnya berdaya guna mengembangkan usahanya. Sikap mental peternak yang tinggi, dapat memperkuat diri peternak untuk lebih berusaha mengembangkan dirinya, prinsipnya peternak mempunyai kemauan belajar agar lebih mengetahui berbagai inovasi berkaitan dengan usahanya dan mampu mengaplikasikannya. Sikap mental peternak yang tinggi, dapat juga memberikan spirit atau dorongan bagi darinya berdasarkan pengalaman yang sudah ada, artinya dengan pengalaman dapat digunakan sebagai titik sentral dalam menentukan pilihan untuk mengembangkan usahanya. Sikap mental melahirkan keberanian untuk memilih dan menetapkan tekadnya dalam mengembangkan usahanya, keberanian yang dimaksudkan bukan sekedar nekad, tetapi mampu mengatasi rasa takut untuk memanajemenkan resiko yang datang.
Resiko yang diambil itu perlu
dipertimbangkan, dikelola, diantisipasi dan dipersiapkan dengan matang dan tepat. Menurut Chandra dan Hendro (2006) sebagai penghalang dalam mengembangkan wirausaha atau bisnis adalah: (1) rasa ketakutan yang lebih besar dibandingkan kemampuan, (2) tidak mempunyai rasa percaya diri dan keyakinan akan dirinya, (3) bingung dan tidak tahu harus berbuat apa dan dari mana memulainya, (4) malas mencoba, (5) selalu menunggu datangnya peluang. Halhal ini menjadi penting untuk dihadiri sebagai langkah awal dalam bisnis.
Modal Manusia, Modal Sosial, Modal Fisikal, Modal Finansial, Modal Alami, Pemberdayaan Peternak melalui Program Pemerintah terhadap Kompetensi Peternak dan Keberdayaan Peternak serta Pengaruh Kompetensi Peternak terhadap Keberdayaan Peternak Berdasarkan analisis Structural Equation Modeling (SEM) membuktikan hasil yang diperoleh berdasarkan output berupa diagram dan kovarians konstruk.
Dari output ini akan memberikan jabaran tentang hasil yang diperoleh. Dalam penjelasan ini dijabarkan bentuk konstruk hasil analisis SEM, sehingga mempermudah dalam proses interpretasi berdasarkan output kovarians konstruk dan path diagram serta kovarians matriks (Lampiran 2). Untuk mengetahui pengaruh tidaknya suatu peubah laten eksogen atau peubah laten endogen dengan setiap indikator, peubah laten eksogen dengan peubah laten endogen yakni dengan menggunakan perbandingan antara nilai t-table dengan nilai hasil analisis t-hitung (Ghozali, 2005). Level signifikasi pengaruh yang digunakan untuk melakukan perbandingan adalah level 5 persen yaitu ± 1,960 dengan ketentuannya adalah sampel yang lebih dari 150 digunakan standar 1,960 pada level signifikasi pengaruh 5 persen. Standar yang sama juga digunakan untuk menilai hasil analisis model pengukuran
berdasarkan nilai
perhitungan dari kovarians konstruk, hasil anilisis perhitingan kovarias konstruk tertera pada Lampiran 2. Untuk melihat besar konstribusi peubah laten endogen dan peubah laten eksogen, peubah laten endogen dan peubah laten eksogen dengan indikator– indikatornya, serta melihat pengaruh pada masing-masing peubah laten endogen terhadap peubah laten eksogennya. Peubah-peubah yang dilihat adalah peubah modal manusia, modal sosial, modal fisikal, modal finansial, modal alami, pemberdayaan, kompetensi peternak maupun keberdayaan peternak. Hasil analisis beruapa nilai estimasi dan nilai t-value terlihat pada Gambar 9 dan 10).
0.88
Manusia
3.05
0.92
0.21
Sosial
3.30
0.78
0.04
Fisikal
0.27
4.20
Kompetensi
1.00
0.33 0.06
Finansial
0.29
0.13
0.18 0.12 0.97
Alam
0.00 0.92
Progpem
0.24
Keberdayaan
0.98
Chi – Square =106.996, df = 313, P - value = 0.00000, RMSEA = 0.0497
Gambar 9. Nilai Estimasi Model Struktural Peubah Laten Endogen Terhadap Peubah Laten Eksogen
Nilai Estimasi Peubah Laten Endogen dan Peubah Laten Eksogen Berdasarkan Gambar 9 nilai estimasi atau pendugaan seluruh peubah laten endogen dan peubah laten eksogen dapat dijelaskan sebagai berikut: Peubah laten endogen modal manusia dengan nilai koefisien konstruk 0,21 terhadap peubah laten eksogen kompetensi peternak menunjukkan peubah ini mempunyai kontribusi sebesar 21 persen terhadap peubah laten eksogen kompetensi peternak, dan peubah laten endogen terhadap peubah laten eksogen keberdayaan dengan nilai koefisien konstruknya sebesar 0,24 menunjukkan peubah ini mempunyai kontribusi sebesar 24 persen, sedangkan antar peubah laten endogen dan kedua peubah laten eksogen, yakni kompetensi peternak dan keberdayaan peternak nilai koefisien konstruk 0,88 artinya peubah modal manusia memberikan kontribusi sebesar 88 persen terhadap peubah kompetensi peternak dan keberdayaan peternak, sehingga semakin baik modal manusia akan semakin tinggi kompetensi peternak dan keberdayaan peternak. Peubah laten endogen modal sosial dengan nilai koefisien konstruk 0,04 terhadap peubah laten eksogen kompetensi peternak menunjukkan peubah ini mempunyai kontribusi sebesar 4 persen terhadap peubah laten eksogen kompetensi peternak, dan peubah laten endogen terhadap peubah laten eksogen keberdayaan peternak dengan nilai koefisien konstruknya sebesar 0,28 menunjukkan peubah ini mempunyai kontribusi sebesar 28 persen, sedangkan antar peubah laten endogen dan kedua peubah eksogen, yakni kompetensi peternak dan keberdayaan peternak nilai koefisien konstruk 0,92 artinya peubah modal manusia memberikan kontribusi sangat besar, yaitu 92 persen terhadap peubah kompetensi peternak dan keberdayaan peternak, sehingga semakin tinggi modal sosial akan semakin tinggi pula kompetensi peternak dan keberdayaan peternak dalam pengembangan usahanya. Peubah laten endogen modal fisikal dengan nilai koefisien konstruk 0,27 terhadap peubah laten eksogen kompetensi peternak menunjukkan peubah ini mempunyai kontribusi sebesar 27 persen terhadap peubah laten eksogen kompetensi peternak, dan peubah laten endogen modal fiskal terhadap peubah laten eksogen keberdayaan peternak dengan nilai koefisien konstruknya sebesar
0,35 menunjukkan peubah ini mempunyai kontribusi sebesar 35 persen, sedangkan antar peubah laten endogen dan kedua peubah eksogen, yakni kompetensi peternak dan keberdayaan peternak nilai koefisien konstruk 0,78 artinya peubah modal fisikal memberikan kontribusi sebesar, yaitu 78 persen terhadap peubah kompetensi peternak dan keberdayaan peternak, sehingga semakin tersedianya modal fisikal semakin menunjang peternak dalam proses pengelolaan usaha, sekaligus dapat meningkatkan kompetensi peternak dan keberdayaan peternak. Peubah laten endogen modal finansial dengan nilai koefisien konstruk 0,33 terhadap peubah laten eksogen kompetensi peternak menunjukkan peubah ini mempunyai kontribusi sebesar 33 persen terhadap peubah laten eksogen kompetensi peternak, dan peubah laten endogen modal finansial terhadap peubah laten eksogen keberdayaan peternak dengan nilai koefisien konstruknya sebesar 0,87 menunjukkan peubah ini mempunyai kontribusi sebesar 87 persen, sedangkan antar peubah laten endogen dan kedua peubah eksogen, yakni kompetensi peternak dan keberdayaan peternak nilai koefisien konstruk 0,66 artinya peubah modal finansial memberikan
kontribusi sebesar 66 persen
terhadap peubah kompetensi peternak dan keberdayaan peternak, nilai kontrubusi ini sangat lemah dalam menguatkan tingkat kompetensi peternak dan keberdayaan peternak dalam pengembangan usahanya. Peubah laten endogen modal alami dengan nilai koefisien konstruk 0,18 terhadap peubah laten eksogen kompetensi peternak menunjukkan peubah ini mempunyai kontribusi sebesar 18 persen terhadap peubah laten eksogen kompetensi peternak, dan peubah laten endogen modal fiskal terhadap peubah laten eksogen keberdayaan peternak dengan nilai koefisien konstruknya 0,00 yang menunjukkan kontribusi 0 persen atau tidak ada konstribusi yang diperoleh dari peubah ini, sedangkan antar peubah laten endogen dan kedua peubah eksogen, yakni kompetensi peternak dan keberdayaan peternak nilai koefisien konstruk 0,98 artinya peubah modal fisikal memberikan kontribusi sebesar, yaitu 98 persen terhadap peubah kompetensi peternak dan keberdayaan peternak, sehingga dapat diduga bahwa salah satu dari peubah laten eksogen yang mungkin dapat diperkuat melalui modal alami.
Peubah laten endogen pemberdayaan melalui program pemerintah dengan nilai koefisien konstruk 0,12 terhadap peubah laten eksogen kompetensi peternak menunjukkan peubah ini mempunyai kontribusi sebesar 12 persen terhadap peubah laten eksogen kompetensi peternak, dan peubah laten endogen pemberdayaan melalui program pemerintah terhadap peubah laten eksogen keberdayaan peternak dengan nilai koefisien konstruknya sebesar 0,24 menunjukkan peubah ini mempunyai kontribusi sebesar 24 persen, sedangkan antar peubah laten endogen dan kedua peubah eksogen, yakni kompetensi peternak dan keberdayaan peternak nilai koefisien konstruk 0,92 artinya peubah modal finansial memberikan
kontribusi sebesar 92 persen terhadap peubah
kompetensi peternak dan keberdayaan peternak, nilai kontrubusi sangat besar menguatkan tingkat kompetensi peternak dan keberdayaan peternak dalam pengembangan usahanya. Dari keseluruhan uraian di atas yang merupakan model penduga antar peubah laten endogen terhadap peubah laten eksogen dapat menggambarkan bahwa beberapa peubah laten endogen sebagai peubah tak bebas atau terikat dapat memberikan kontribusi dalam memperkuat atau memperlemah peubah eksogen sebagai peubah bebas. Kenyataan ini dibuktikan dengan munculnya nilai pengaruh t-value pada model struktural antar peubah laten endogen terhadap peubah laten eksogen maupun antar peubah manifest (indikator-indikator) terhadap peubah laten endogennya dan peubah manifest terhadap peubah laten eksogennya. Kalau demikian dapat dipastikan bahwa semakin kecil nilai t-value, maka sangat beralasan untuk menyatakan bahwa ada terdapat pengaruh nyata maupun tidak terdapat pengaruh nyata salah satu peubah laten terhadap peubah laten yang lain atau peubah laten endogen terhadap peubah laten eksogen.. Pengaruh antar peubah laten endogen terhadap peubah laten eksogen membuktikan bahwa adanya keterikatan antar peubah dapat memperkuat dan atau mendorong suatu peubah laten lainnya, sehingga dapat digunakan sebagai dasar bagi peningkatan kompetensi dan keberdayaan peternak guna pengembangan usaha peternakan sapi potong di wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat, model strukturalnya disajikan pada Gambar 10.
11.23
X1,1
0.00
X12
11.37
X13
11.08
X21
10.70
X22
9.47
X23
2.22
X24
10.56
X25
7.28 20.63 1.46
6.90 9.18 12.04 16.93 9.70
Manusia
Sosial
3.05 Y11
3.05 10.09
X31
4.07
X32
6.28
X33
11.37
X34
9.36
X41
11.04
X42
9.87
11.86 16.15 15.27 1.13
0.55 11.86
Fisikal
3.83 Kompen Kompetensi
3.30 4.20 0.29 0.29 0.29 0.29
10.16
Finansial
Finansi
2.61
X43 Y12
1.84 0.00
X51
10.44
X61
10.95
X62
10.79
X63
10.47
X64
7.66
X65
5.55
X66
1.37
22.63
5.54
Alam
0.29 1.48 20.35 18.86 19.54 20.30 21.50 21.70
0.00 Progpem
3.03 Dayaan Keberdayaan
8.88 7.22
Y21
6.81
Y22
9.05
Y23
9.94
6.04
Chi – Square =106.996, df = 313, P - value = 0.00000, RMSEA = 0.0497
Gambar 10. Nilai Pengaruh (t-value) Model Struktural Peubah Laten Endogen Terhadap Peubah Laten Eksogen
Pengaruh Peubah Modal Manusia, Modal Sosial, Modal Fisikal, Modal Finansial, Modal Alami, Pemberdayaan Program Pemerintah terhadap Kompetensi Peternak dan Keberdayaan Peternak serta Pengaruh Kompetensi Peternak terhadap Keberdayaan Peternak Hasil pengolahan Linier Structure Relation (LISREL) menunjukkan bahwa model pada Gambar 10 telah memenuhi syarat atau tidak beralasan untuk model ini ditolak sebagai suatu model yang Fit berdasarkan nilai chi square dibandingkan dengan nilai derajat bebas (degree of freedom) dengan nilai masingmasing, yakni 106.996 dan 313 nilai perbandingan antara chi square lebih kecil dari nilai degree of freedom . Sedangkan nilai Root Mean Square Error of Approximation (RSMEA) dapat dikatakan baik bila nilainya kecil dari 0,05, sehingga model memiliki ketepatan dan model fit. Nilai RMSEA yang diperoleh adalah 0,0497 berarti model fit atau model memiliki ketepatan yang baik, hasil ini sesuai dengan pendapat Browne dan Cudeck (Ghozali, 2005). Pengaruh Peubah Modal Manusia terhadap Kompetensi Peternak Hasil analisis Structural Equation Modeling (SEM), di mana nilai t-hitung antar peubah modal manusia dan kompetensi peternak sebesar 3,05 berarti terdapat pengaruh nyata modal manusia terhadap kompetensi peternak. Sehingga dapat diprediksikan bahwa modal manusia turut memberikan dukungan yang berarti dalam mendorong peningkatan kompetensi peternak. Peubah modal manusia berupa pendidikan formal, pendidikan non formal dan pengalaman beternak yang merupakan peubah laten endogen bersinergi dengan peubah laten eksogen yakni kompetensi peternak, di mana peubah laten endogen yang terdiri dari peubah manifest (indikator-indikatornya) dapat memberikan harapan bagi peubah endogennya yakni modal manusia dalam menujang kompetensi peternak. Sehingga pendidikan formal dan non formal cukup kuat (nilai t-hitung 7,28 dan 20,63) dalam meningkatkan kompetensi peternak. Hal ini berarti semakin sering pendidikan non formal peternak ditingkatkan melalui proses pembelajaran berupa pelatihan, kursus dan penyuluhan yang berkaitan dengan teknis pengelolaan usaha ternak sapi potong
dan kemampuan berwirausaha, maka dapat meningkatkan kompetensi peternak dalam berusahanya. Pengaruh Peubah Modal Sosial terhadap Kompetensi Peternak Hasil analisis Structural Equation Modeling (SEM) ternyata tidak terdapat pengaruh yang nyata antar modal sosial terhadap kompetensi peternak. Nilai t-hitung yang diperoleh adalah 0,55 lebih kecil dari nilai t-tabel (1,960). Hal ini menunjukkan bahwa modal sosial yang merupakan peubah laten endogen belum mampu memberikan sumbangan yang berarti atau sumbangannya sangat kecil terhadap kompetensi peternak sebagai peubah laten eksogen. Peubah modal sosial dilihat dari dimensi kognitif dan dimensi keterampilan secara teknis dalam operasionalisasi pengelolaan usaha ternak sapi potong kecil hubungannya dengan pengaruh terhadap kompetensi peternak, sedangkan dimensi kognitif yang berkaitan dengan nilai-nilai sikap dan keyakinan yang
mempengaruhi
kepercayaan, solidaritas dan resiprositas guna mendorong tercapainya kerjasama dalam hubungan sosial lebih dominan dan lebih kuat. Peubah manifest (indikatorindikator) modal sosial yang dilihat adalah kerjasama, percaya antar sesama, kepedulian terhadap sesama, keterlibatan dalam kelompok, kepatuhan kepada nilai dan norma sosial budaya yang berorientasi untuk membentuk moral sosial peternak dan hubungan sosial dalam bermasyarakat. Berbagai norma yang merupakan peubah manifest atau indikator-indikator yang mendukung peubah modal sosial terlihat nilai t-hitungnya besar, tetapi indikator-indikator pembentuk modal sosial lebih difokuskan pada kegiatan dan nilai sosial atau lebih menguatkan sikap moral sosial peternak dan kurang kaitannya dengan aspek teknis pengelolaan maupun aspek wirausaha dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong. Pengaruh Peubah Modal Fisikal terhadap Kompetensi Peternak Hasil analisis Structural Equation Modeling (SEM), di mana nilai t-hitung antar peubah modal manusia dan kompetensi peternak sebesar 3,83 berarti terdapat pengaruh nyata modal fisikal terhadap kompetensi peternak. Hal ini
menujukkan bahwa modal fisikal turut memberikan sumbangan yang berarti terhadap peningkatan kompetensi peternak. Peubah laten endogen modal fisikal dengan peubah manifest (indikatorindikatornya) memperlihatkan nilai t-hitung 11,86, 16,15 dan 15,27 yang cukup kuat menunjang modal fisikal, sehingga mempengaruhi peubah laten eksogen, yakni kompetensi peternak. Modal fisikal terdiri dari kemampuan komunikasi (akses terhadap sumber informasi), akses dengan kelembagaan (kelembagaan penyuluhan, peternak, sosial), ketersediaan SAPRONAK, ketersediaan prasarana usaha dianggap sangat menunjang kompetensi peternak. Kemampuan peternak dalam komunikasi dengan peternak lainnya, tokoh masyarakat, dan penggunaan buku bacaan yang berkaitan dengan teknis beternak sapi potong memberikan informasi yang cukup dalam pengembangan usahanya. Kelembagaan penyuluhan belum berperan positif dalam mendorong peternak, namun keterlibatan peternak dalam kelompok sebagai memberikan manfaat yang berarti, termasuk keterikatan peternak dengan lembaga-lembaga sosial yang ada. Ketersediaan SAPRONAK berupa bibit ternak, ketersediaan pakan, dan obat-obatan cukup menunjang dalam pengelolaan usaha peternak. Berbagai fasilitas umum yang ada seperti sarana transportasi (transportasi darat dan laut), jalan, jembatan, telpon, sangat menunjang dan memudahkan peternak untuk berakses. Namun, perlu dimaklumi bahwa Pos Kesehatan hewan belum berfungsi dengan baik, khusus Laboratorium sebagai penunjang usaha peternakan. Penjualan hasil produksi ternak sapi ditinjau dari saluran pemasaran, terbagi atas tiga tahap, yakni: (1) peternak menjual ke pedagang pengumpul/pengecer selanjutnya ke konsumen, (2) peternak menjual ke pedagang pengumpul selanjutnya ke pengecer, terakhir ke konsumen, dan (3) peternak menjual ke pengecer selanjutnya ke konsumen. Dari tiga tahapan saluran pemasaran ini terlihat bahwa ada penyesuaian dengan kondisi pasar, artinya fasilitas yang ada menjadi pertimbangan peternak dalam proses pemasaran, peternak mampu melakukan perhitungan dengan biaya transportasi, biaya tenaga buruh, biaya retribusi yang cukup tinggi oleh karena itu peternak menghindar dari seluruh biaya pemasaran, sehingga pemasaran dilakukan ke pasar provinsi yakni Kota
Ambon dan pasar lokal di Kabupaten Seram Bagian Barat melalui pedagang atau pengecer. Pengaruh Peubah Modal Finansial terhadap Kompetensi Peternak Hasil analisis Structural Equation Modeling (SEM) ternyata tidak terdapat pengaruh yang nyata antar modal finansial terhadap kompetensi peternak. Nilai t-hitung yang diperoleh adalah 0,29 lebih kecil dari nilai t-tabel (1,960). Hal ini menunjukkan bahwa modal finansial yang merupakan peubah laten endogen yang belum dapat memberikan sumbangan yang berarti atau sumbangannya sangat kecil terhadap kompetensi peternak sebagai peubah laten eksogen, artinya peubah laten endogen dengan berbagai indikatornya belum memiliki nilai koefisien yang besar dalam menunjang peubah laten eksogen. Alasannya bahwa dari berbagai komponen yang diuji memperlihatkan nilai t-hitung lebih kecil dari t-tabel. Dari tiga komponen pada peubah modal finansial, perlu didirong oleh berbagai elemen terkait, misalnya: pemerintah dan berbagai dinas terkait, swasta perlu bekerjasama dalam memperkuat dan menunjang berbagai kebutuhan peternak terkai dengan modal finansial guna menunjang pengelolaan usaha peternakan sapi potong. Pemerinatah harus berperan positif sebagai fasilitator, regulator dan mediator dalam menunjang pengelolaan usaha peternakan sapi potong dengan melihat berbagai kelemahan, kendalama yang selama ini dialami oleh peternak dalam pengelolaan usahanya. Peningkatan pendapatan peternak harus menjadi perioritas dalam upaya pengambilan berbagai kebijakan oleh pemerintah dalam menjawab kebutuhan peternak, misalnya: penyediaan bibit, pakan dan obat-obatan serta didukung oleh teknologi, penyediaan bantuan modal usaha dan mempermudah sistem birokrasi secara adaministrasi pada kelembagaan keuangan di wilayah setempat. Peran swasta dalam mendorong peningkatan usaha dengan memfasilitasi berbagai kebutuhan peternak dan meningkatkan kemampuan berbisnis ternak sapi potong. Partispasi masyarakat dalam membangun hubungan kerjasama dan menggunakan kesempatan yang ada sebagai peluang usaha, mempunyai kemauan serta mampu
mengelola dan memanfaatkana berbagai sarama prasarana yang ada guna menunjang usahanya. Peternak lebih menitikberatkan pada penumpukan kapital melalui menabung atau saving sebagai antisipasi untuk kebutuhan peternak, sumber modal terbesar digunakan adalah modal yang bersumber dari keluarga. Akses terhadap lembaga keuangan rendah. Hal ini sama dengan hasil kajian Daryanto (2007) bahwa sekitar 30 persen masyarakat di pedesaan yang memiliki akses terhadap lembaga keuangan. Pengaruh Peubah Modal Alami terhadap Kompetensi Peternak Hasil analisis Structural Equation Modeling (SEM), di mana nilai t-hitung antar peubah modal alami dan kompetensi peternak sebesar 2,61 berarti terdapat pengaruh nyata modal alami terhadap kompetensi peternak. Hal ini menunjukkan bahwa modal alami turut memberikan sumbangan yang berarti terhadap peningkatan kompetensi peternak. Potensi sumberdaya alam (SDA) yang ada dimanfaatkan oleh peternak berupa hijauan makanan ternak (HMT) sebagai pakan ternak sapi potong, sistem pengelolaannya masih bersifat tradisional, tetapi peternak mampu melihat ini sebagai potensi yang sangat bermanfaat untuk mengembangkan ternaknya. Lahan yang dimiliki peternak digunakan sebagai areal penggembalaan, karena ketersediaan hijauan cukup melimpah. Dapat daimaklumi bahwa sistem pengelolaan terhadap sumberdaya alam yang ada belum sepenuhnya dikolala dengan menggunakan teknologi modern, namun peternak sudah menunjukkan kemampuan pengelolaan dan pemanfaatan SDA secara tradisional. Bila hal ini diperbaiki dengan menggunakan teknologi secara tradisional dan teknologi modern dalam proses pengelolaannya, maka dapat meningkatkan tingkat kompetensi peternak. Pengaruh Peubah Pemberdayaan Melalui Program Pemerintah terhadap Kompetensi Peternak Hasil analisis Structural Equation Modeling (SEM) ternyata tidak terdapat pengaruh yang nyata antar pemberdayaan melalui program pemerintah terhadap kompetensi peternak. Nilai t-hitung yang diperoleh adalah 1,84 lebih kecil dari
nilai t-tabel (1,960). Hal ini menunjukkan bahwa pemberdayaan melalui program pemerintah yang merupakan peubah laten endogen belum dapat memberikan sumbangan yang besar atau sumbangannya belum mencukupi target yang menjadi dasar dalam penentuan nilai t-hitung. Kompetensi lebih difokuskan pada teknis pengelolaan usaha peternakan dan kemapuan berwirausaha dalam mengelola usaha peternakan, sedangkan komponen dari peubah pemberdayaan peternak melalui program pemerintah dinilai berjalan cukup baik, hal ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan dalam penyusunan program pemberdayaan di masa mendatang. Dari nilai t-hitung yang diperoleh sudah hampir mendekati nilai t-tabel, ini berarti perlu adanya perhatian yang sungguh dari pemerintah melalui bantuan, misalnya: (1) bibit ternak sapi harus ditingkatkan; baik kualitas bibit dan jumlah bibit ternaknya, (2) perlu adanya bantuan bibit rumput unggulan, dan (3) perlu adanya bantuan obat-obatan. Kemudian diikuti dengan proses pembelajaran, yakni: (1) peningkatan pelatihan dan kursus bagi peternak secara periodik dengan penyesuaian materi dan metode belajar yang mudah diterima dan dipahami oleh peternak,
dan (2) adanya pendampingan secara berkala oleh
petugas atau penyuluh peternakan setelah bantuan diberikan. Petugas atau penyuluh harus terus mengawal proses kegiatan ini sampai peternak itu mampu mengatasi persoalannya sendiri, sehingga peternak dapat menolong dirinya sendiri. Hal ini dimaksudkan agar peternak terus mendapat pembinaan dan peternak bersama penyuluh memecahkan persoalan atau masalah secara bersamasama. Pengaruh Peubah Modal Manusia terhadap Keberdayaan Peternak Hasil analisis Structural Equation Modeling (SEM), di mana nilai t-hitung antar peubah modal manusia dan keberdayaan peternak sebesar 3,05 berarti terdapat pengaruh nyata modal manusia terhadap keberdayaan peternak. Kekuatan modal manusia erat kaitannya pada pendidikan formal dan pendidikan non formal, di mana pendidikan non formal berpengaruh nyata terhadap keberdayaan peternak. Dari dua kompenen ini masih saling terkait dan berpengaruh terhadap keberdayaan peternak yang telah diuji dari hasil analisa statistik. Komponen yang dapat diperbaiki adalah pendidikan non formal berupa pelatihan dan kursus yang
telah diikuti peternak, sehingga dapat menambah wawasan pengetahuan peternak dalam mengelola usahanya, seterusnya akan meningkatkan keterampilan peternak dalam mendukung tingkat keberdayaan peternak. Pengalaman dalam berusaha ternak sapi dapat diandalkan sebagai upaya dalam menguatkan sikap mental peternak untuk tetap bertahan dalam mengelola usahanya, hal ini dapat mendudukung keberdayaan peternak. Pengaruh Peubah Modal Sosial terhadap Keberdayaan Peternak Hasil analisis Structural Equation Modeling (SEM), di mana nilai t-hitung antar peubah modal sosial dan keberdayaan peternak sebesar 3,30 berarti terdapat pengaruh nyata modal sosial terhadap keberdayaan peternak. Dari seluruh komponen modal sosial yang telah diuji berdasarkan analisis statistik memperlihatkan pengaruh nyata terhadap keberdayaan peternak. Beberapa komponen yang cukup kuat dalam memberikan pengaruh adalah melalui kerjasama, keterlibatan dalam kelompok. Dengan adanya kerjasama berarti saling tukar informasi dalam membuka wawasan sesama peternak terhadap usaha yang dikembangkannya, keterlibatan dalam kelompok menunjukkan adanya kemauan dan kesadaran peternak dalam memecahkan secara bersama berbagai masalah yang dihadapinya. Sedangkan percaya antar sesama, kepedulian terhadap sesama dan kepatuhan kepada nilai dan norma sosial budaya yang tinggi adalah bentuk perwujudan diri peternak dalam menguatkan dan memperteguh sikap mental sebagai potensi diri terhadap moral sosial dalam mendukung keberdayaan peternak. Pengaruh Peubah Modal Fisikal terhadap Keberdayaan Peternak Hasil analisis Structural Equation Modeling (SEM), di mana nilai t-hitung antar peubah modal fisikal dan keberdayaan peternak sebesar 4,20 berarti terdapat pengaruh nyata modal fisikal terhadap keberdayaan peternak. Hal ini menujukkan bahwa modal fisikal turut memberikan sumbangan yang berarti terhadap peningkatan keberdayaan peternak. Kompenen dari peubah modal fisikal meliputi: (1) kemampuan komunikasi (akses dengan sumber-sumber informasi), (2) akses dengan kelembagaan
penyuluhan, kelembagaan peternak, kelembagaan sosial, (3) ketersediaan SAPRONAK, dan (4) ketersediaan sarana prasarana usaha. Empat kompenen ini saling terkait dan berpengaruh terhadap keberdayaan peternak. Kemampuan komunikasi berupa akses dengan berbagai sumber informasi dapat menambah informasi peternak dan membuka wawasan peternak yang erat kaitannya dengan peningkatan pengetahuan peternak dalam mengelola usahanya. Bila peternak terus melakukan akses guna memperoleh informasi peternakan, maka dapat menambah tingkat keberdayaan peternak. Akses dengan kelembagaan adalah suatu sarana di mana peternak dapat difasilitasi dengan berbagai kebutuhan peternak guna menunjang usahanya. Namun, kelembagaan penyuluhan di Kabupaten Seram Bagian Barat sesuai UU 16 tahun 2006 belum berjalan sebagaimana mesitinya. Lembaga peternakan melalui kelompok-kelompok peternak dan koperasi sudah terbentuk dan telah berlangsung berbagai kegiatan, sehingga ini turut mendorong dan menggerakan peternak dalam mengelola usahanya. Lembaga sosial sangat membantu peternak dalam menciptkan kebersamaan dalam melakukan berbagai kegiatan, sekaligus menguatkatkan sikap mental berusaha yang pada gilirannya dapat meningkatkan keberdayaan peternak. Lembaga-lembaga ini berfungsi sebagai suatu wadah pembelajaran, di mana warga belajar adalah sebagian peternak. Kekuatan dari peubah pengaruh modal finansial erat kaitanya dengan sejumlah indikator atau peubah manifest terhadap peubah laten eksogennya. Pengaruh Peubah Modal Finansial terhadap Keberdayaan Peternak Hasil analisis Structural Equation Modeling (SEM) ternyata tidak terdapat pengaruh yang nyata antar modal finansial terhadap kompetensi peternak. Nilai t-hitung yang diperoleh adalah 0,29 lebih kecil dari nilai t-tabel (1,960). Peubah modal finansial sangat lemah dalam mendukung keberdayaan peternak, apabila peubah modal finansial melalui peubah manifest atau indikatorindiaktornya ditingkatkan (misalnya; pendapatan lebih meningkat, sumber modal usaha lebih bervariasi, akses dengan lembaga keuangan lebih ditingkatkan), maka peubah modal finansial lebih kuat untuk menunjang peubah keberdayaan peternak.
Pengaruh Peubah Modal Alami terhadap Keberdayaan Peternak Hasil analisis Structural Equation Modeling (SEM) ternyata tidak terdapat pengaruh yang nyata antar modal alami terhadap keberdayaan peternak. Nilai t-hitung yang diperoleh adalah 0,00 sangat kecil dari nilai t-tabel (1,960). Peubah modal alami tidak memberikan sumbangan terhadap peubah keberdayaan peternak, berarti lemahnya indikator-indikator atau peubah manifest dalam mendukung peubah laten endogennya. Pengaruh Peubah Pemberdayaan Melalui Program Pemerintah terhadap Keberdayaan Peternak Hasil analisis Structural Equation Modeling (SEM), di mana nilai t-hitung antar peubah pemebrdayaan melalui program pemerintah terhadap keberdayaan peternak sebesar 3,03 berarti terdapat pengaruh nyata pemberdayaan melalui program pemerintah terhadap keberdayaan peternak. Hal ini menunjukkan bahwa pemberdayaan melalui program pemerintah turut memberikan sumbangan yang berarti terhadap peningkatan keberdayaan peternak. Pengaruh Peubah Kompetensi Peternak terhadap Keberdayaan Peternak Hasil analisis Structural Equation Modeling (SEM) ternyata tidak terdapat pengaruh yang nyata antar kompetensi peternak terhadap keberdayaan peternak. Nilai t-hitung yang diperoleh adalah 1,48 lebih kecil dari nilai t-tabel (1,960). Alasannya bahwa nilai t-hitung (0,55, 0,29, 1,84, dan 1,48) dari beberapa peubah laten endogen (modal sosial, modal finansial, pemberdayaan melalui program pemerinatah) belum cukup kuat untuk memberikan sumbangan bagi peubah laten eksogen yakni kompetensi peternak, sehingga tidak berpengaruh nyata bagi peubah laten eksogen (keberdayaan peternak). Artinya nilai t-hitung yang dimiliki Y1 berdasarkan nilai t-hitung dari X2, X4, dan X6 masih kecil dibandingkan dengan nilai t-tabel (1,96). Kompetensi peternak memiliki nilai t-hitung yang belum melebihi nilai t-tabel, bila dimaknai lebih lanjut kompetensi peternak dengan beberapa peubah laten endogen, misalanya: peubah modal sosial, modal finansial dan pemberdayaan peternak melalui program pemerintah harus ditingkatkan terkait dengan kompetensi peternak, dan hubungan deduksi antar Y1 dan Y2 kecil.
Model Peningkatan Kompetensi Peternak dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong Berdasarkan Peubah Yang Berpengaruh (Peubah Laten Endogen Terhadap Peubah Laten eksogen) Berdasarkan hasil analisis Statistik SEM, maka dibuat model peningkatan kompetensi peternak dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong, model ini merupakan konsep yang akan direkomendasikan dari hasil penelitian ini. Model ini disusun berdasarkan berbagai faktor terkait dan berpengaruh terhadap kompetensi peternak yang telah diuji dari hasil analisis statistik. Model ini dinamakan KP3M. Pengertian dari model KP3M, yakni: KP adalah kompetensi peternak, 3M terdiri dari; (a) modal manusia, (b) modala fisikal, dan (c) modal alami. Dari model ini terlihat bahwa kompetensi peternak didukung melalui kekuatan modal manusia, modal fisikal dan modal alami.
Modal Manusia
Akses Terhadap Sumber Informsi Akses Terhadap Kelembagaan Ketersediaan SAPRONAK
Kemampuan Pengelolaan SDA
Pendidikan Non Formal
Pendidikan Formal
Modal Fisikal
Kompetensi Peternak
Ketersediaan Prasarana
Modal Alami
Gambar 11. Model KP3M Peningkatan Kompetensi Peternak dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Seram Bagian Barat Peningkatan Kompetensi Peternak Melalui Modal Manusia Kompetensi merupakan karakteristik dasar seseorang yang memungkinkan dapat bekerja cepat dan tepat atau memberikan kinerja unggul dalam berbagai usaha pada berbagai situasi dan kondisi tertentu. Menurut Boulter, et al. (2003)
kompetensi ialah suatu karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinnya memberikan kinerja unggul dalam pekerjaan, peran, atau situasi tetentu. Kompetensi dapat meliputi keterampilan, pengetahuan, potensi sosial, citra diri. Keterampilan dan pengetahuan merupakan puncak, tengahnya pengendalian perilaku, bawahnya adalah peran sosial dan citra diri pada tingkat sadar. Pengetahuan adalah apa yang diketahui seseorang tentang sesuatu. Keterampilan adalah hal-hal yang orang bisa melakukannya dengan baik. Berkaitan dengan itu, maka betapa pentingnya pendidikan formal dan pendidikan non formal bagi seseorang. Pentingnya pendidikan formal sebagai bagian yang tidak dapat dilepas pisahkan dari proses peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM), seseorang yang tingkat pendidikan formalnya rendah, maka terbatas dalam pengetahuan dan teknologi bahkan secara psikologis merasa tidak percaya diri, selanjutnya akan menjadi lemah kemampuanya pada berbagai kondisi dan situasi. Untuk menutupi kekurangan atau kelemahan peternak yang tingkat pendidikan formalnya terbatas, maka dapat dimulai dengan membiasakan diri terlibat pada pendidikan non formal. Melalui pendidikan non formal peternak dapat berlatih dan dianjarkan berbagai cara yang berkaitan dengan pengembangan usaha. Oleh sesab itu dibutuhkan upaya-upaya kegiatan penyuluhan dan pelatihan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peternak. Beberapa hal yang dapat mendorong peternak agar mendekatkan diri melalui pendidikan formal, yakni peternak harus mengetahui lebih awal beberapa pentingnya belajar melalui pendidikan formal, peternak harus menyadari kelemahannya, terbuka dan bersedia sebagai warga belajar. Selanjutnya upayaupaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan peternak sebagai warga belajar, adalah: (1) peternak harus bergabung dalam komunitas peternak melalui kelembagaan peternak, sehingga dapat memperoleh bebagai pengalaman, informasi dan pengetahuan dari sesama peternak anggota kelompok yang berhasil dalam usaha peternakannya, (2) peternak harus berani membawa dirinya untuk mencari berbagai informasi berkaitan dengan usahanya, (3) peternak harus menyatakan sikapnya bahwa belajar melalui pelatihan sebagai bentuk kegiatan pendidikan non formal dapat menunjang kebutuhannya, (4) perlunya kesungguhan
penyuluh dalam memberikan penyuluhan dengan materi dan metode yang sesuai dengan kebutuhan usahanya, misalnya; berbagai inovasi perlu diterapkan sebagai informasi dan pengetahuan teknis tentang pengelolaan usahanya, (5) peternak perlu memberikan dukungan kuat bagi kelembagaan peternak dan harus bekerjasama dengan kelembagaan mitra, seperti; pedagang, pengecer yang perannya sebagai salah satu bentuk saluran informasi berkaitan dengan informasi pemasaran. Peningkatan Kompetensi Peternak Melalui Modal Fisikal Media komunikasi merupakan salah satu sarana atau fasilitas guna memperoleh berbagai informasi yang bermanfaat untuk membuka wawasan dan pengetahuan peternak. Pentingnya kebutuhan informasi bagi peternak dapat membawa manfaat dalam pengembangan dan peningkatan usahanya. Kemampuan komunikasi peternak tergantung dari seberapa besar peternak melalui akses terhadap berbagai sumber informasi, sumber-sumber informasi berupa media komunikasi, seperti media elektronik dan media cetak, komunikasi dengan penyuluh, komunikasi dengan berbagai instansi terkait, komunikasi secara interpersonal melalui sesama peternak, tokoh masyarakat, peneliti dimanfaatkan guna memperoleh sejumlah informasi memperkaya pengetahuan peternak. Hasil penelitian Krismiwati (2008) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan kompetensi peternak, salah satu cara yakni peternak perlu berinteraksi dengan sumber-sumber informasi, bahkan kemampuan mengakses informasi berhubungan dan berpengaruh nyata terhadap produktivitas peternak. Media komunikasi berupa media massa yang dimiliki peternak berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkatkan kepemilikan media terbanyak adalah media elektronik seperti televisi, berikutnya media cetak yakni buku bacaan, sedangkan frekuensi tertinggi dalam penggunaan media adalah menonton televisi, namun sayangnya informasi atau pesan yang diperoleh sangatlah terbatas berkaitan dengan usaha ternak sapi potong. Sedangkan informasi yang diserap lebih banyak oleh peternak adalah melalui buku bacaan tentang teknis budidaya usaha peternakan sapi potong. Informasi ini meliputi pengetahuan praktis dalam
pengelolaan usaha ternak sapi potong, sehingga dapat menjadi pedoman bagi peternak untuk mengembangkan usahanya. Kelembagaan peternak melalui kelompok-kelompok yang telah ada atau telah terbentuk dan sudah melakukan berbagai kegiatan dan koperasi merupakan kekuatan dalam mendorong terbentuknya kompetensi peternak, di samping kelembagaan lainnya. Ketersediaan SAPRONAK di suatu wilayah dapat menunjang kelancaran pengembangan usaha, ketersediaan yang memadai dapat meningkatkan daya kebutuhan pemanfaatannya bagi kelangsungan produktivitas kerja dalam peningkatan hasil produksi. Ketersediaan prasarana pendukung dapat meningkatkan aksesbilitas dalam memasarkan hasil-hasil produksi peternak dan memperoleh berbagai kebutuhan peternak, bahkan dapat mempermudah proses pembelian sarana produksi dan pemasokan sarana produksi dari luar daerah, seperti bibit unggul, peralatan dan obat-obatan. Peternak dapat melakukan kunjungan pada berbagai pusat-pusat informasi dengan lancar. Peningkatan Kompetensi Peternak Melalui Modal Alami Kemampuan pengelolaan potensi sumberdaya alam (SDA) merupakan kekuatan berharga bagaikan harta karun yang dapat dijadikan bagi pengembangan usaha peternakan. Pemanfaatan sumber pakan berupa hijauan makanan ternak, baik rumput maupun leguminosa dan limbah pertanian. Bila pengelolaan berjalan dengan sistem manajemen yang baik dari peternak serta kemampuan teknis dalam mengelolanya sesuai dengan sistem yang mendukung, maka percepatan pertumbuhan produksi ternak melalui pemberian pakan dapat membantu peningkatan produksi. Keamampuan mengelola tanah atau lahan sebagai padang penggembalaan dengan tipe padang rotasi jangka panjang, hal ini dimaksudkan untuk peternak dapat menggunakan padang penggembalaan dalam waktu yang cukup lama, sehingga membutuhkan tingkat keterampilan peternak dalam mengelolanya.
Kemampuan peternak untuk mempertahankan kelestarian sumberdaya alam yang ada, agar dapat berkelanjutan penggunaannya atau pemanfaatannya di masa-masa mendatang.
Model Peningkatan Keberdayaan Peternak dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong Berdasarkan Peubah Yang Berpengaruh (Peubah Laten Endogen Terhadap Peubah Laten eksogen) Dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki terbatas oleh peternak, maka peternak perlu menggabungkan drinya dengan kelembagaan peternak untuk membuat sistem perencanaan yang berjangka pendek dan menengah untuk mengelola potensi sumberdaya alam yang melimpah. Peternak perlu diajak bermitra dengan berbagai lembaga yang ada dalam mendukung usaha peternakannya. Berdasarkan Gambar 12 dapat dijadikan sebagai pedoman untuk meningkatkan keberdayaan peternak. Model KP3MP ini disusun berdasarkan berbagai faktor terkait dan berpengaruh terhadap keberdayaan peternak yang telah diuji dari hasil analisis statistik. Pengertian dari model KP3MP, yakni: KP adalah keberdayaan peternak, 3M terdiri dari; (a) modal manusia, (b) modal sosial, dan (c) modal fisikal, sedangkan P adalah pemberdayaan peternak melalui program pemerintah. Dari model ini terlihat bahwa keberdayaan peternak didukung melalui kekuatan modal manusia, modal sosial, modal fisikal dan pemberdayaan peternak melalui program pemerintah. Peningkatan Keberdayaan Peternak Melalui Modal Manusia Kekuatan pada modal manusia bertumpu pada pendidikan formal, pendidikan non formal, namun orientasi lebih dititikberatkan pada pendidikan non formal, pelatihan yang diprogramkan secara berkala dari instansi terkait, maupun kelembagaan formal dan informal penting guna membekali peternak sebagai subyek pembagunan peternakan, tidak lagi berperan sebagai obyek pembangunan olehnya itu diharapkan adanya keterlibatan peternak harus mendekatkan dirinya
dengan komunitas peternak, sehingga sistem membangun kerja sama dalam suasana demokratis akan mendorong peternak lebih kreaktif dan inisiatif memberdayakan dirinya sendiri. Peternak harus berpikir cepat, kritis dan tepat dalam mengahadapi berbagai masalah, harus mampu memcahkan masalah secara bersama-sama, peningkatan keberdayaan peternak harus terbangun melalui pelatihan yang sesuai dengan orientasi kebutuhan peternak. Modal Manusia
Pendidikan Non Formal
Pendidikan Formal Akses Terhadap Sumber Informsi
Modal Fisikal
Keberdayaan Peternak
Akses Terhadap Kelembagaan
Ketersediaan SAPRONAK
Kerjasama
Ketersediaan Prasarana Penduukung
Modal Sosial
Pemberdayaan Melalui Program Pemerintah
Percaya Antar Sesama
Kepedulian Terhadap Sesama
Kepatuhan Kepada Nilai & Norma Sosbud
Perencanaan & Tujuan Program
Proses Pendekatan
Keterlibatan Dlm Kelompok
Fasilitator Program
Materi Sesuai Kebutuhan
Supervisi Program
Rutinitas Prog ram & Bantuan Program
Gambar 12. Model KP3MP Peningkatan Keberdayaan Peternak
dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Seram Bagian Barat
Peningkatan Keberdayaan Peternak Melalui Modal Sosial Modal sosial sebagai kekuatan membangun kehidupan demokrasi dalam pembangunan bermasyarakat termasuk pengembangan peternak, maka diperlukan kekuatan kerjasama antar sesama peternak, antar kelompok, antar organisasi sehingga tercapai hubungan kerjasama dalam bentuk kebersamaan menguatkan kepentingan-kepentingan peternak. Penting kerja keras dari peternak, selain mengandalkan otot tetapi perlu mengandalkan otak dalam membuka wawasan berpikir untuk bertindak positif mengatasi berbagai masalah sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan usaha peternak. Percaya antar sesama harus terus ditingkatkan untuk mengerjakan suatu pekerjaan besar, pekerjaan besar dimaksudkan adalah membangun sendi-sendi perekonomian kerumahtanggan peternak melalui peningkatan pendapatan petenak, menaruh kepercayaan bagi pemerintah sebagai pendukung fasilitas. Kepedulian terhadap sesama, artinya tidak saling menjatuhkan, tetapi saling tolong menolong melalui kerja gotong royong terfokus pada pengembangan orientasi usaha maupun orientasi sosial dalam hidup bermasyarakat. Keterlibatan dalam kelompok merupakan sarana berdiskusi, bertukar informasi, bekerjasama, sebagai kekautan kelompok memperkuat kelembagaan peternak agar mempunyai posisi tawar dalam bernegosiasi, menentukan nasibnya sendiri dan tidak tergantung pada pihak pemerintah semata. Kepatuhan kepada nilai, norma sosial dan budaya merupakan bentuk perwujudan dari kehidupan yang berwatak, bercirikan etika sosial yang tinggi sehingga membentuk sikap mental moral sosial. Pela dan gandong penting dipertahankan dan ditingkatkan, mempertahankan kekuatan kearifan lokal, seperti; sasi, kewang yang mengatur kehidupan sosial dalam bermasyarakat. Semua komponen di atas menjadi penting bila didukung dengan cara bekerjasama dan saling menghargai serta saling memberikan pengakuan pada kelebihan
masing-masing orang yang terlibat dalam usaha kerjasama bagi pengembangan dan peningkatan usaha. Peningkatan Keberdayaan Peternak Melalui Modal Fisikal Pentingnya kebutuhan informasi bagi peternak dapat membawa manfaat dalam pengembangan dan peningkatan usahanya. Kemampuan komunikasi peternak tergantung dari seberapa besar peternak akses dengan berbagai sumber informasi, sumber-sumber informasi berupa media komunikasi, seperti media elektronik dan media cetak, komunikasi dengan penyuluh, komunikasi dengan berbagai instansi terkait, komunikasi secara interpersonal melalui sesama peternak, tokoh masyarakat, peneliti dimanfaatkan guna memperoleh sejumlah informasi memperkaya pengetahuan peternak. Kelembagaan peternak melalui kelompok-kelompok dan koperasi merupakan kekuatan dalam mendorong terbentuknya keberdayaan peternak, di samping kelembagaan lainnya, tingkat pengetahuan dan keterampilan peternak dapat diperkuat melalui kelembagaan peternak. Ketersediaan prasarana pendukung dapat meningkatkan aksesbilitas peternak. Peternak lebih diberdayakan bila berbagai fasilitas pendukung memperkuat sistem pengelolaan usaha peternak, proses pelatihan perlu ditunjang dengan berbagai sarana prasarana pendukung, Aksesbilitas yang tinggi mempermudah jangkauan kerja dari pihak swasta, lembaga donor yang masuk ke wilayah tersebut, kelancaran pemasaran hasil produksi peternak, perlunya pusat informasi dan pengembangan peternak mempercepat perolehan informasi sekaligus dapat menambah pengetahuan dan membuka wawasan peternak serta penyelenggaraan kegiatan/praktek guna meningkatkan keterampilan peternak, adanya terobosan yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak, misalnya aksi penyuluh untuk menerapkan inovasi dan teknologi tepat guna bagi perluasan pengembangan usaha. Peningkatan Keberdayaan Peternak Melalui Pemberdayaan Program Pemerintah Pemerintah menaruh perhatian bagi pengembangan kapasitas usaha peternak melalui program pemberdayaan, peternak harus memanfaatkan peluang
seperti itu, peternak harus belajar mengevaluasi diri lebih awal agar mampu mengevaluasi kegiatan yang sudah dilaksanakan. Melalui kegiatan-kegiatan pemberdayaan, maka peternak belajar memberdayakan dirinya sendiri sebagai sarana berlatih SDM peternak secara mandiri, upaya pengembangannya: (1) Program pemberdayaan lebih awal dilakukan dengan analisis kebutuhan peternak (2) Seleksi peternak untuk aksi sebagai tenaga perencana (3) Memfungsikan atau memberikan peran bagi peternak dan mengembangkan kelembagaan peternak (4) Membangun jaringan kerjasama dengan semua pihak yang berkepentingan. (5) Pemerintah perlu memfasilitasi melalui akasi program sesuai kebutuhan peternak (6) Penyuluh harus berperan aktif sebagai pemandu atau mediator dan motivator (7) Evaluasi kegiatan
Strategi Peningkatan Kompetensi dan Keberdayaan Peternak Dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong Berdasarkan pada uraian sebelumnya, maka dapat dikemukakan beberapa butir temuan melalui analisis, sehingga dirumuskan strategis peningkatan kompetensi dan keberdayaan peternak dalam pengembangan usahanya: (1) Potensi sumberdaya alam (SDA) berdasarkan kapasitas tampung sangat memungkinkan untuk pengembangan ternak sapi potong di masa mendatang. (2) Dalam sistem pemeliharaan yang dilakukan peternak di bagi dalam tiga sistem, yakni: (1) sistem intensif, (2) sistem semi intensif, dan (3) sistem ekstensif. Dari temuan yang didapat ternyata sistem pemeliharaan intensif dan semi intensif dengan menggunakan kandang kompetensi peternak lebih tinggi dibandingkan peternak yang menggunakan sistem pemeliharaan secara ekstensif dan tidak menggunakan kandang. (3) Kompetensi peternak dibagi menjadi dua, yakni kompetensi teknis dan kompetensi wirausaha, terlihat bahwa kompetensi yang dikuasai peternak adalah; (1) pemilihan bibit dan penggunaan lahan, (2) pemanfaatan pakan,
(3) sistem pemasaran hasil, sedangkan kompetensi wirausaha, meliputi tingkat kemampuan: (1)
menetapkan dan
mempertahankan
tujuan,
(2) memotivasi diri, (3) mengambil resiko, (4) bertanggung jawab dalam usaha, (5) pengendalian diri dan berkomitmen, (6) mengatur waktu, (7) mengambil keputusan dengan menggunakan wewenang yang dimiliki, dan (8) menabung. (4) Hasil analisis SEM membuktikan bahwa; (1) terdapat pengaruh nyata modal manusia, modal fisikal dan modal alami terhadap kompetensi peternak, dan (2) terdapat pengaruh nyata modal manusia, modal sosial, modal fisikal dan pemberdayaan melalui program pemerintah terhadap keberdayaan peternak. Berdasarkan temuan di atas, maka strategi yang perlu dirumuskan melalui program penyuluhan untuk peningkatan kompetensi dan keberdayaan peternak dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong, adalah sebagai berikut: Strategi pertama; peternak sebagai warga belajar, penyuluh (penyuluh pemerintah, penyuluh swasta, penyuluh swadaya), unsur lembaga swadaya masyarakat (LSM), target yang diharapkan adalah peningkatan kualitas SDM peternak. Langkah strategik yang perlu dilakukan, yakni: (1) Mengidentifikasi peternak; peternak diindentifikasi berdasarkan umur, tingkat pendidikan formal, pendidikan non formal (pelatihan/kursus) yang pernah diikuti, pengalaman berusaha dan luas lahan peternak, teknologi yang pernah diterapkan oleh peternak. (2) Setelah dilakukan indentifikasi peternak, peternak dibagi dalam kelompok melalui seleksi, yakni: (a) kelompok dibagi berdasarkan tahapan adopsi, (b) kelompok yang tingkat adopsinya tinggi satu kelompok, (c) kelompok yang adopsi lambat menjadi satu kelompok. Prinsipnya bahwa kelompok adopsi tinggi menjadi target pertama dalam pengembangan peternaknya. Hal penting yang perlu diingat adalah menggunakan falsafah dalam penyuluhan. Asngari (2003) penyuluhan adalah kegiatan mendidik orang (kegiatan pendidikan) dengan tujuan mengubah perilaku klien sesuai dengan yang direncanakan atau dikehendaki yakni orang makin modern. Ini merupakan usaha mengembangkan (memberdayakan) potensi individu klien agar lebih berdaya secara mandiri. Falsafah ”membakar sampah” artinya target yang
diharapkan bagaikan orang membakar sampah, mengutamakan yang kering sambil menyisihkan yang basah, bila masih basah disiram dengan minyak tanah kemudian dibakar sampai kering dan saling mempengaruhi kekeringan sampah lain. (3) Selanjutnya dilakukan pelatihan bagi kelompok-kelompok tersebut guna meningkatkan kemampuan atau kompetensinya. (4) Sistem pelatihan menggunakan materi yang disesuaikan dengan kebutuhan peternak, materi dibagi dalam dua tahap, yakni: (a) materi dasar, dan (b) materi lanjutan. Pokok materi yang dilatih dibagi menjadi dua bagian, yakni untuk meningkatkan kompetensi teknis; materinya berkaitan erat dengan teknis pengelolaan ternak sapi potong dan penguatan materi untuk meningkatkan kemampuan/kompetensi wirausaha berupa sistem manajerial berkaitan dengan perencanaan usaha, pengawasan usaha, evaluasi, dan pengendalian usaha, pengorganisasian terhadap penguatan kelembagaan peternak, sistem pemasaran hasil, kemampuan mengakses informasi, caracara mengakses dengan suatu kelembagaan/khusus kelembagaan keuangan, proses pengambilan keputusan, kemampuan menerima resiko, bertindak inovatif dan kreaktif, prinsip menabung. Hal ini dimaksud bagi peningkatan keterampilan manajerial, keterampilan konseptual, keterampilan memahami, mengerti, berkomunkasi dan berelasi, keterampilan merumuskan masalah dan mengambil keputusan. (5) Pembuatan jadwal pembelajaran disesuaikan dengan waktu peternak (6) Materi yang berkaitan dengan teknis pengelolaan, dirincikan sebagai berikut: (a) sistem pemilihan bibit dan penggunaan lahan, (b) pemanfaatan pakan ternak berkualitas, (c) sistem pemeliharaan, (d) penggunaan kandang yang memenuhi syarat, (e) sistem penggemukan, (f) sistem pencegahan dan pengendalian penyakit, dan (g) sistem pemasaran hasil dan pasca panen. (7) Metode penggunaannya harus bervariasi dan disesuaikan dengan kondisi, seperti; ceramah, diskusi kelompok, demonstrasi, praktek lapangan, kunjungan pada kelompok peternak yang berhasil di daerah lain. Metode ini perlu dibantu dengan penggunaan media pembelajaran yang sesuai menarik perhatian serta menampilkan bukti-bukti sebagai contoh, melalui slide, vidio
atau pemutaran film dan penggunaan gambar-gambar yang menghidupkan suasana kegairahan atau mudah dipahami oleh warga belajar. (8) Waktu dan tempat pelatihan harus disesuaikan, sehingga tidak membosankan warga belajar. (9) Materi yang berorientasi inovasi teknologi perlu disesuaikan atau dikolaborasikan dengan penggunaan teknologi yang pernah atau biasa dilakukan oleh peternak, artinya ada kombinasi antara teknologi tradisional dan teknologi modern. (10) Khusus untuk peningkatan kompetensi wirausaha, dilakukan sebagai pelatihan berikut secara berkala. (11) Setiap satu pokok bahasan materi disusul dengan evaluasi sebagai pendalaman terhadap materi yang diajarkan. (12) Warga belajar yang berprestasi diberikan penghargaan, sekaligus difungsikan sebagai pemandu pada pelatihan-pelatihan berikutnya. (13) Setiap warga belajar setelah masa akhir belajarnya diharapkan membuat perencanaan yang sesuai berdasarkan materi yang diperolehnya untuk diaplikasikan bagi pengembangan usahanya. Dengan demikian pemahaman terhadap keseluruhan materi yang diperoleh dapat menambah pengetahuan peternak dan keterampilannya semakin tinggi. Strategi kedua adalah peningkatan motivasi peternak. Hal ini dimaksudkan agar lebih meningkatkan kemampuan atau keberdayaan peternak. Langkah strategik yang dapat dilakukan, yakni: (1) Menumbuhkan motivasi berprestasi peternak melalui pelatihan khusus secara berjenjang bagi peternak. Materi pelatihan lebih difokuskan bagi; (a) analisis masalah dan penyelesaian masalah, (b) analisis keuangan/aspek ekonomi,
(c)
penjabaran
informasi
bagi
sesama
peternak,
dan
(d) pengelolaan dan pemanfaatan potensi terhadap sumberdaya alam (SDA) secara berkelanjutan. (2) Memberikan kompensasi atau penghargaan khusus peternak dengan cara; penyediaan bantuan bibit ternak unggul, bantuan obat-obatan, bantun bibit rumput unggul.
(3) Bantuan ini tidak dilakukan secara individu, tetapi diberikan bagi peternak berprestasi yang tergabung dalam kelompok atau dapat dikembangkan menjadi koperasi sebagai suatu kelembagaan peternak. (4) Adanya proses pendampingan oleh penyuluh atau petugas agar proses pembinaan terus berlangsung menuju pembaharuan diri agar adanya perubahan. Disini peran penyuluh dan atau petugas sebagai katalisator dan pemercepat pembaharuan kelompok. Diharapkan kelompok setiap triwulan memberikan laporan perkembangan kelompok usahanya. (5) Kelompok ini lebih diarahkan untuk melakukan penyusunan rencana kegiatan dan membuat pelaporan. (6) Pengembangan kelompok selanjutnya diwujudkan berdasarkan implementasi kelompok pertama, dan seterusnya. (7) Kelompok pada akhirnya diharapkan mandiri dan berkelanjutan. Dari beberapa langkah strategis di atas, selanjutnya ada action berikutnya, yakni penguatan kelembagaan peternak, perannya adalah mengatur sistem saluran pemasaran hasil produksi di wilayah, menjabarkan informasi pasar dan informasi teknis yang berkaitan dengan pengembangan usaha peternakan sapi potong sehingga dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata. Hasil yang diharapkan adalah peningkatan produksi ternak sapi potong dan berimplikasi pada perubahan pendapatan peternak. Dari seluruh uraian rumusan strategis peningkatan kompetensi dan keberdayaan peternak dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong di Kabupaten Seram Bagian Barat, maka dibuat model alur strategik pemberdayaan dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong sebagai konsep alur strategik yang dapat dipedomani dalam proses implementasinya berdasarkan faktor-faktor internal dan eksternal mendukung peningkatan kompetensi dan keberdayaan peternak serta berperannya semua elemen pendukung atau perangkat pemangku kepentingan (stakeholder) di Kabupaten Seram Bagian Barat, model alur strategik pemberdayaan dalam pengembangan peternakan usaha sapi potong. Perbaikan faktor internal, yakni modal manusia, modal sosial, modal alami dan faktor-faktor eksternal, yakni modal fisikal, modal finansial, pemberdayaan
peternak melalui program pemerintah untuk mendukung kompetensi dan keberdayaan peternak dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong serta transformasi perilaku peternak dengan cara menggalakan potensi sumberdaya manusia (SDM) peternak berupa kompetensi teknis dan kompetensi wirausaha dalam pengelolaan usahanya melalui pendidikan non formal. Perubahan perilaku peternak digalahkan melalui peningkatan aspek pengetahuan, aspek keterampilan, sikap mental, mind set atau cara berpikir peternak dalam mengembangkan usahanya, perlu didukung oleh stakeholder dalam menfasilitasi berbagai kebutuhan peternak, berfungsi kelembagaan yang ada, didukung oleh prasarana usaha, SAPRONAK dan teknologi, peran penyuluh peternakan sebagai motivator dan mediator serta didukung dengan modal dan kredit melalui lembaga keuangan yang ada di daerah, maka diharapkan kualitas SDM meningkat untuk meningkatkan kemampuan dalam mengelola usahanya. Produksi meningkat didukung oleh iklim usaha yang kondusif dan sarana usaha yang memadai sehingga pendapatan rumah tangga peternak juga meningkat. Targetnya dalam jangka menengah dan sekaligus memasuki swasembada daging tahun 2012 sudah berjalan dengan baik usaha peternakan sapi potong di Kabupaten Seram Bagian Barat, rincian alur starategiknya disajikan pada Gambar 13.
ALUR STRATEGIK PEMBERDAYAAN PETERNAK DALAM PENGEMBANGAN PETERNAKAN SAPI POTONG
PERBAIKAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL SERTA TRANSFORMASI PERILAKU PETERNAK
KOMPETENSI PETERNAK PROSES PEMBELAJARAN:
GALAKAN POTENSI SDM MENINGKATKAN KEMAMPUAN DALAM PENGELOLAAN USAHA PETERNAKAN SAPI POTONG MELALUI PENDIDIKAN NON FORMAL OLEH LEMBAGA TERKAIT DAN PENYULUH STAKEHOLDER PEMDA Dinas Pertanian & Peternakan Dinas Koperasi Legislatif LSM Dunia Usaha Masyarakat
Lembaga Penyuluh Lembaga Peternak Lembaga Sosial
Perubahan Perilaku Peternak * Aspek Pengetahuan, Keterampilan & Sikap Mental * Mind Set atau Cara Berpikir
KUALITAS SDM MENINGKAT
Teknologi SAPRONAK Prasarana Usaha
KEMAMPUAN MENGELOLA USAHA
PRODUKSI MENINGKAT DIDIKUNG OLEH: • Sarana Usaha Yang Memadai • Iklim Usaha Yang Kondusif PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK MENINGKAT
Gambar 13. Model Alur Strategik Pemberdayaan Peternak dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Potong di Kabupaten Seram Bagian Barat
MOTIVATOR MEDIATOR (Penyuluh Peternakan) & Didukung Oleh Kelembagaan Keuangan Dengan Upaya Penyederhanaan Proses Administrasi