IV.
4.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
KULTUR UJI 4.1.1 Kemurnian kultur Kemurnian kultur uji merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam melakukan validasi metode analisis karena dapat mempengaruhi hasil uji. Kultur uji yang akan digunakan dalam validasi harus diperiksa kemurniaannya dengan menggunakan media selektif dan pengamatan mikroskopik dengan pewarnaan Gram (Sac-Singlas 2002). Hasil konfirmasi kemurnian kultur dengan media selektif (MRSA) ditunjukkan dengan bentuk koloni yang seragam seperti yang terlihat pada Gambar 3. Koloni bakteri asam laktat yang tumbuh di permukaan media berbentuk bulat, berwarna putih, dan memiliki permukaan yang cembung. Beberapa koloni bakteri ada yang tumbuh di bagian tengah media dengan bentuk pipih seperti wijen dan ada sebagian kecil yang berada di dasar media.
Gambar 3. Koloni Lactobacillus bulgaricus pada media MRSA setelah inkubasi 3 hari pada suhu 37oC Kultur uji yang digunakan pada penelitian ini adalah Lactobacillus bulgaricus yang merupakan bakteri Gram positif yang berbentuk batang. Dalam penelitian ini selain dilakukan konfirmasi kemurnian kultur dengan media selektif, dilakukan pula konfirmasi secara sederhana dengan pewarnaan Gram. Pada Gambar 4 terlihat bahwa hasil pewarnaan Gram menunjukkan bakteri berwarna ungu dan berbentuk batang. Bakteri Gram positif merupakan bakteri yang mampu mempertahankan warna ungu kristal sehingga ketika dilakukan pewarnaan Gram akan terlihat berwarna ungu.
Gambar 4. Hasil pewarnaan Gram bakteri Lactobacillus bulgaricus dengan perbesaran 1000 kali
4.1.2 Jumlah bakteri asam laktat pada kultur uji Tabel 7.
Jumlah awal kultur uji pada MRSB setelah inkubasi 24 jam pada suhu 37oC, dihitung pada media MRSA yang diinkubasi secara aerob dan anaerob Jumlah BAL (cfu/mL) Ulangan Aerob Anaerob 8 1 4.6 × 10 4.8 × 108 9 2 2.5 × 10 2.6 × 109 3 2.4 × 109 2.3 × 109 9 4 1.9 × 10 2.0 × 109 5 3.4 × 109 3.9 × 109 Rata-rata 2.1 × 109 2.3 × 109 RSD 0.53% 0.40%
Berdasarkan hasil pembuatan spike diketahui bahwa jumlah awal koloni bakteri Lactobacillus bulgaricus sebanyak 2.1 × 109 untuk inkubasi secara aerob dan 2.3 × 109 cfu/mL untuk inkubasi secara anaerob (Tabel 7). Jumlah koloni bakteri spike ini sukar dijaga konstan meskipun telah ditumbuhkan dengan kondisi yang sama. Akan tetapi setelah dilakukan lima kali ulangan diperoleh jumlah koloni bakteri yang berkisar pada angka 109 cfu/mL. Hasil yang didapat ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan yang hasil penelitian dari Saccaro et al. (2011) yang hanya memperoleh 4.0 x 107 cfu/mL dengan media yang sama. Berdasarkan hasil penghitungan jumlah kultur awal diketahui bahwa untuk inkubasi aerob memiliki RSD hitung sebesar 0.53% dan untuk inkubasi anerob memiliki RSD hitung sebesar 0.40%. Jika RSD hitung lebih kecil dari 10%, maka metode tidak mengalami kesulitan-kesulitan yang artinya metode tersebut dapat diterima (Sac-Singlas 2002). Penghitungan jumlah koloni awal dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.2 PARAMETER UJI TERVALIDASI Validasi adalah konfirmasi melalui pengujian dan pengadaan bukti yang objektif bahwa persyaratan tertentu untuk suatu maksud khusus terpenuhi. Pada penelitian ini dilakukan validasi dua metode pengujian bakteri asam laktat, yaitu metode ISO 7889-2003(E) dan SNI 2981-2009. Kedua metode ini merupakan metode pengujian kultur strater pada yogurt. Metode ISO 7889:2003(E) menyebutkan bahwa pengujian bakteri kultur starter yogurt dilakukan dengan media MRSA, suhu inkubasi 37 oC, dan kondisi anaerob yaitu tanpa adanya oksigen. Untuk metode SNI 2981-2009 media yang digunakan adalah MRSA, suhu inkubasi 35 oC, dan kondisi aerob. Penelitian ini dilakukan dua perlakuan yang berbeda yaitu kondisi inkubasi secara anaerob (ISO) dan kondisi inkubasi aerob (SNI). Kondisi inkubasi secara anaerob dilakukan dengan menggunakan jar anaxomat dengan komposisi CO2 sebesar 10%. Suhu inkubator yang digunakan untuk inkubasi dalam penelitian ini berkisar pada 35 oC sampai 37 oC dengan suhu aktual 36 oC. Kedua metode selanjutnya dikonfirmasi dengan beberapa parameter validasi. Beberapa parameter yang ditentukan dalam penelitian ini adalah akurasi, presisi, linieritas, limit deteksi, dan limit kuantifikasi.
18
4.2.1 Akurasi Akurasi adalah kemampuan suatu metode untuk mengukur suatu nilai yang aktual atau sebenarnya dari suatu analit, misalnya mikroba target (Sac-Singlas 2002). Akurasi biasanya dinyatakan dengan perolehan kembali atau persen recovery dari analit yang ditambahkan (Harmita 2004). Persentasi perolehan kembali adalah banyaknya inokulum yang dapat diisolasi kembali dari sejumlah inokulum yang dimasukkan ke dalam sampel.
9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
SNI (aerob)
uJ
ISO (anaerob)
10²
10⁴ 10⁶ Inokulum (cfu/mL)
10⁸
Gambar 5. Jumlah koloni bakteri asam laktat yang diperoleh pada tiap tingkatan inokulum dengan perhitungan mengacu pada metode SNI (25-250 koloni/cawan), n = 5
Hasil perolehan jumlah koloni pada tiap tingkatan inokulum dapat dilihat pada Gambar 5. Dari empat tingkatan inokulum, tiga diantaranya menunjukkan bahwa inkubasi secara anaerob memiliki jumlah perolehan kembali yang lebih tinggi. Perolehan kembali yang tinggi ini menunjukkan bahwa bakteri lebih optimal pertumbuhannya pada kondisi anaerob. Hasil ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Mirlohi et al. (2008) yang menyatakan bahwa inkubasi secara anaerob menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan inkubasi secara aerob. 9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
SNI (aerob)
ISO (anaerob)
10²
10⁴ 10⁶ Inokulum (cfu/mL)
10⁸
Gambar 6. Jumlah koloni bakteri asam laktat yang diperoleh pada tiap tingkatan inokulum dengan perhitungan mengacu pada metode ISO (15-300 koloni/cawan), n = 5
19
Perhitungan jumlah bakteri mengikuti aturan ISO diperoleh hasil yang tidak berbeda (Gambar 6) dengan penghitungan mengikuti aturan SNI. Pada Gambar 6 terlihat bahwa tiga dari empat tingkat inokulum yang dimasukkan dalam sampel juga menunjukkan bahwa cawan yang diinkubasi secara anaerob memiliki hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diinkubasi secara aerob. Hasil perhitungan persen recovery dari masing-masing tingkatan inokulum dapat dilihat pada Tabel 8 dan 9. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui rata-rata nilai recovery tiap inokulum dari kedua metode berkisar antara 97 sampai 101%. Menurut AOAC (2002) nilai perolehan kembali ini masih berada pada kisaran yang ditetapkan yaitu 80-120%, sehingga dapat dikatakan bahwa metode ini mempunyai ketepatan yang baik. Dengan demikian kedua metode, ISO maupun SNI dapat diadopsi untuk keperluan analisis. Tabel 8. Rata-rata persen perolehan kembali (n = 5) dengan perhitungan koloni mengacu pada metode SNI (25-250 koloni/cawan), pada kondisi aerob dan anaerob Aerob Anaerob No Inokulum Perolehan Inokulum Perolehan (log cfu/mL) kembali (%) (log cfu/mL) kembali (%) 1 2.32 98 2.36 98 2 4.32 98 4.36 97 3 6.32 101 6.36 100 4 8.32 99 8.36 99 Tabel 9. Rata-rata persen perolehan kembali (n = 5) dengan perhitungan koloni mengacu pada metode ISO (15-300 koloni/cawan), pada kondisi aerob dan anaerob Aerob Anaerob No Inokulum Perolehan Inokulum Perolehan (log cfu/mL) kembali (%) (log cfu/mL) kembali (%) 1 2.32 99 2.36 98 2 4.32 99 4.36 98 3 6.32 101 6.36 100 4 8.32 99 8.36 99 Nilai hasil perolehan kembali yang tinggi ditunjang oleh beberapa faktor diantaranya, kondisi pertumbuhan yang optimum dan nutrisi media yang sesuai. Menurut penelitian Cheriguene et al. (2007) media MRSA merupakan media yang baik untuk menumbuhkan bakteri Lactobacillus bulgaricus. Media MRSA memiliki komposisi pepton bakteriologis dan ekstrak daging sapi yang menyediakan nitrogen, vitamin, mineral, dan asam amino esensial untuk pertumbuhan bakteri. Dengan hasil recovery yang diperoleh menunjukkan bahwa media MRSA merupakan media selektif yang cocok untuk pertumbuhan bakteri asam laktat, khususnya Lactobacillus.
20
4.2.2 Presisi Karakteristik kinerja metode yang ditentukan selanjutnya adalah presisi. Presisi adalah tingkat kesamaan antara hasil uji individual ketika metode tersebut diterapkan secara berulang sampai dengan penggandaan sampling dari suatu sampel yang homogen. Presisi dari suatu metode biasanya ditunjukkan dengan relative standard deviation (RSD) dari suatu seri pengukuran (Sac-Singlas 2002). 3 2.47
2.5
2.09
2
1.9 1.31
1.5
SNI (aerob)
1.38 1.07
1
ISO (anaerob)
R
0.74 0.44
0.5
0
10² 10⁴ 10⁶ Jumlah inokulum (cfu/mL)
10⁸
Gambar 7. Presisi metode, dinyatakan sebagai nilai relative standard deviation (RSD) pada tiap tingkatan inokulum dengan perhitungan mengacu pada metode SNI (25-250 koloni/cawan), n = 5 Gambar 7 menunjukkan nilai RSD pada tiap tingkatan inokulum dengan perhitungan mengacu pada metode SNI (25-250 koloni/cawan). Sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 7 diketahui bahwa nilai RSD kedua metode, baik yang diinkubasi dengan kondisi aerob maupun anaerob kurang dari 2.50%. Dari keempat tingkatan inokulum yang dianalisis terlihat tiga di antaranya memiliki nilai RSD yang lebih kecil untuk inkubasi yang dilakukan secara anaerob. Hal ini berarti pada inkubasi secara anaerob memiliki presisi yang lebih baik daripada ketika cawan diinkubasi secara aerob. 3.5
3
3.03 2.75
2.5
SNI (aerob)
2.13
2
ISO (anaerob)
1.71
1.26
1.5
0.84
1
1.31
0.61
0.5
0
10²
10⁴ 10⁶ 10⁸ Jumlah inokulum (cfu/mL)
Gambar 8. Presisi metode, dinyatakan sebagai nilai relative standard deviation (RSD) pada tiap tingkatan inokulum dengan perhitungan mengacu pada metode ISO (15-300 koloni/cawan), n = 5
21
Nilai RSD tiap tingkatan inokulum dengan perhitungan berdasarkan metode ISO terlihat pada Gambar 8. Nilai RSD dari masing-masing tingkatan tidak terlihat adanya kecenderungan lebih tinggi ataupun rendah. Cawan yang diinkubasi secara anaerob dihasilkan RSD yang cenderung lebih tinggi yaitu pada inokulum 102 cfu/mL. Hal ini disebabkan jumlah koloni yang masuk ke dalam kisaran perhitungan lebih tinggi yaitu 15 sampai 300 koloni, sehingga data menjadi lebih bervariasi. Selain dilakukan perhitungan RSD pada masing-masing tingkatan inokulum juga dilakukan perhitungan nilai RSD total untuk tiap metode. Berdasarkan hasil penghitungan RSD total untuk metode SNI 2981-2009 (inkubasi aerob) diperoleh nilai RSD sebesar 1.58% (SNI) dan 1.88% (ISO). Untuk metode ISO 7889-2003 (inkubasi anaerob) diperoleh RSD sebesar 1.39% (SNI) dan 1.97% (ISO). Menurut Sac-Singlas (2002) nilai RSD yang melebihi 0.1 atau 10% menunjukkan adanya masalah atau kesulitan tertentu atau dengan arti lain metode tersebut tidak dapat diterapkan. Dari hasil perhitungan RSD kedua metode diperoleh nilai jauh lebih kecil dibandingkan ketentuan maka metode ini masih memenuhi persyaratan. Presisi yang diperoleh pada penelitian ini adalah presisi yang diukur dari tingkat repitabilitas. Selain dapat diukur dari tingkat repitabilitas, presisi juga dapat diukur dari tingkat reproduksibilitas dari metode analisis yang dilakukan pada kondisi normal (Sac-Singlas 2002). Tingkat repitabilitas dinyatakan dalam RSDr dan tingkat reproduksibilitas dinyatakan dalam RSDR. Sebagaimana penelitian validasi metode penghitungan bakteri probiotik pada beberapa media MRSA yang dimodifikasi yang dilakukan oleh Leuschener et al. (2002) diperoleh nilai RSDr sebesar 1.2% sampai 3.4% dan RSDR sebesar 2.2% hingga 5.2%. Apabila dibandingkan dengan nilai RSD yang diperoleh pada penelitian ini masih berada pada kisaran hampir yang sama dengan penelitian tersebut.
4.2.3 Linieritas Linieritas adalah kemampuan metode analisis yang menunjukkan bahwa larutan sampel yang berada dalam rentang konsentrasi memiliki respon analit yang proporsional dengan konsentrasi, secara langsung atau melalui transformasi (Harmita 2004). Penetapan linieritas minimal dilakukan dengan lima level konsentrasi inkokulum (Chan 2004). Dari kelima konsentrasi inokulum yang ditambahkan dibuat kurva regresinya. Regresi linear yang diperoleh dinyatakan dalam persamaan y = bx + a. Selain itu juga akan diketahui nilai R2 yang menjelaskan hubungan antara inokulum yang ditambahkan dengan hasil yang diperoleh. Tabel 10. Koefisien determinasi dan persamaan regresi linier (n = 5), dengan perhitungan mengacu pada metode SNI (25-250 koloni/cawan) Metode SNI (aerob) Metode ISO (anaerob) Ulangan 2 Persamaan regresi linier R Persamaan regresi linier R2 1 y = 0.9859x + 0.1306 0.9979 y = 0.9980x + 0.1466 0.9977 2 y = 1.0350x + 0.1327 0.9989 y = 1.0370x + 0.1242 0.9990 3 y = 1.0591x + 0.1380 0.9978 y = 1.0599x + 0.1405 0.9985 4 y = 1.0222x + 0.0057 0.9990 y = 1.0197x + 0.0097 0.9994 5 y = 1.0340x + 0.1561 0.9985 y = 1.0346x + 0.1595 0.9982 Rata-rata y = 1.0272x + 0.1104 0.9962 y = 1.0298x + 0.1161 0.9968
22
Tabel 11. Koefisien determinasi dan persamaan regresi linier (n = 5), dengan perhitungan mengacu pada metode ISO (15-300 koloni/cawan) Metode SNI (aerob) Metode ISO (anaerob) Ulangan 2 Persamaan regresi linier R Persamaan regresi linier R2 1 y = 0.9859x + 0.1366 0.9978 y = 0.9980x + 0.1466 0.9977 2 y = 1.0350x + 0.1327 0.9989 y = 1.0358x + 0.1283 0.9988 3 y = 1.0558x + 0.1514 0.9975 y = 1.0471x + 0.1525 0.9986 4 y = 1.0222x + 0.0057 0.9990 y = 1.0197x + 0.0097 0.9994 5 y = 1.0398x + 0.1521 0.9986 y = 1.0372x + 0.1532 0.9984 Rata-rata y = 1.0277x + 0.1134 0.9961 y = 1.0276x + 0.1180 0.9972 Parameter linieritas dari kedua metode ditentukan dengan cara membuat kurva hubungan antara jumlah inokulum yang ditambahkan pada sumbu x dan hasil yang diperoleh pada sumbu y. Tabel 10 menyajikan persamaan linier dan koefisien determinasi (R2) dari lima ulangan yang dilakukan, dengan penghitungan koloni mengikuti metode SNI (25-250 koloni/cawan). Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh regresi linier rata-rata metode aerob dan anaerob secara berturut-turut, y = 1.0272x + 0.1104 dan y = 1.0298x + 0.1161. Rata-rata nilai koefisien determinasi (R2) dari metode aerob dan anerob secara berturut-turut yaitu sebesar 0.9962 dan 0.9968. Apabila dilihat dari nilai kedua nilai R2 tersebut metode anaerob memiliki nilai yang sedikit lebih tinggi dibandingkan metode aerob. Sebagaimana yang disebutkan AOAC (2002), nilai R2 dari kedua metode ini telah memenuhi syarat yang diterapkan yaitu 0.9900. Nilai R2 yang mendekati 1 menyatakan hubungan linieritas yang tinggi. 9 y = 1.0272x + 0.1104 R² = 0.9962
8 7
y = 1.0298x + 0.1161 R² = 0.9968
6 5 4
SNI (aerob)
3
ISO (anaerob)
2
J
1 0
0
2
4 6 Inokulum (log cfu/mL)
8
10
Gambar 9. Linieritas metode SNI 2981-2009 dan metode ISO 7889-2003 dengan penghitungan mengacu pada metode SNI (25-250 koloni/mL), n = 5
23
9
y = 1.0277x + 0.1134 R² = 0.9961
8 7
y = 1.0276x + 0.118 R² = 0.9972
6 5 4
SNI (aerob) ISO (anaerob)
3 2
J
1 0
0
2
4 6 Inokulum (log cfu/mL)
8
10
Gambar 10. Linieritas metode SNI 2981-2009 dan metode ISO 7889-2003 dengan penghitungan mengacu pada metode ISO (15-300 koloni/mL), n = 5
4.2.4 Limit deteksi dan limit kuantifikasi
Limit deteksi adalah konsentrasi terendah dari mikroorganisme dalam contoh yang dapat terdeteksi, tetapi tidak terhitung sebagai nilai yang sebenarnya di bawah kondisi pengujian yang disepakati. Untuk menentukan limit deteksi dari metode ini dilakukan inokulasi dengan konsentrasi inokulum yang rendah yaitu 3, 30, dan 60 cfu/mL. Penentuan limit deteksi ini dilakukan sebanyak enam kali ulangan. Seperti yang terlihat pada Lampiran 10, pada konsentrasi terendah yaitu 3 cfu/mL masih terdeteksi adanya koloni bakteri yang tumbuh. Sementara untuk sampel yang berbentuk padat atau semipadat pada konsentrasi 30 cfu/gram masih dapat terdeteksi adanya koloni. Namun, hasil limit deteksi yang diperoleh pada penelitian ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan limit deteksi yang diperoleh oleh Bottini et al. (2011) yang memperoleh limit deteksi untuk metode analisis E.coli yaitu sebesar 1 cfu/mL. Limit deteksi selain ditentukan dengan menambahkan inokulum dalam konsentrasi rendah pada sampel juga dapat ditentukan dari persamaan linier. Persamaan linier yang diperoleh pada uji linieritas selanjutnya digunakan untuk menghitung limit deteksi. Limit deteksi yang diperoleh dari hasil penghitungan dengan kurva linier sebesar 2 cfu/mL untuk sampel cair dan 20 cfu/gram untuk sampel padat atau semipadat. Selain limit deteksi, parameter yang harus ditentukan dalam sebuah validasi metode kuantifikasi adalah limit kuantifikasi (LOQ). Limit kuantifikasi adalah konsentrasi terendah dari mikroorganisme yang dapat ditentukan dengan tingkat presisi dan akurasi yang dapat diterima di bawah kondisi pengujian yang disepakati. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai LOQ sebesar 5 cfu/mL untuk sampel cair dan 50 cfu/gram untuk sampel padat atau semipadat. Hal ini berarti konsentrasi bakteri asam laktat yang terhitung di bawah nilai ini memiliki nilai presisi dan akurasi yang kurang baik. Perhitungan nilai limit deteksi dan limit kuantifikasi seperti yang tertera pada Lampiran 8.
24
4.3
VERIFIKASI METODE PADA PRODUK SUSU 4.3.1 Susu fermentasi (yogurt) Empat jenis susu fermentasi komersial yang digunakan untuk verifikasi metode ini adalah susu merek A, B, C, dan D. Bakteri asam laktat yang mendominasi untuk sampel susu merek A adalah Lactobacillus casei, merek B adalah Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus, dan Bifidobacterium, sedangkan susu merek C dan D adalah Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Hasil verifikasi pada susu fermentasi dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan hasil terlihat bahwa secara keseluruhan pada inkubasi secara aerob diperoleh jumlah bakteri asam laktat yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan inkubasi secara anaerob, kecuali pada susu merek C ulangan 1. Hal yang serupa juga terjadi pada penelitian Mirlohi et al. (2008) yaitu inkubasi secara aerob menurunkan jumlah total koloni bakteri Gram positif. Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa bakteri lebih optimum pertumbuhannya pada kondisi tanpa oksigen. Untuk sampel merek B yang mengandung bakteri jenis Bifidobacterium jumlah koloni yang lebih tinggi pada inkubasi secara anaerob ini telah sesuai. Hal ini disebabkan bakteri Bifidobacterium merupakan bakteri obligat anaerob. Bakteri obligat anaerob yaitu bakteri yang hanya hidup dengan tanpa adanya oksigen (Ray and Bunia 2008). Susu merek A yang mengandung bakteri Lactobacillus casei juga terlihat memiliki jumlah koloni yang lebih tinggi dengan inkubasi secara anaerob. Lactobacillus casei termasuk golongan bakteri probiotik yaitu bakteri yang mampu bertahan hingga di usus manusia (Salminen et al. 2004). Bakteri probiotik biasanya lebih optimum apabila diinkubasi secara anaerob (Saccaro et al. 2011). Secara keseluruhan dari ketiga produk yogurt komersial yang diuji, semuanya memiliki total BAL yang lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah minimal yang dipersyaratkan SNI 2981-2009 yaitu sebesar 107 cfu/mL. Hanya sampel merek D yang berada di bawah syarat minimal tersebut. Hal ini diduga karena total BAL dalam produk D telah mengalami penurunan viabilitas selama penyimpanan akibat kondisi penyimpanan yang tidak sesuai. Tabel 12. Perbandingan jumlah bakteri asam laktat dalam susu fermentasi Sampel susu A* B* C*
D
Ulangan
Metode SNI (aerob) ∑ BAL (cfu/mL)
1
6.1 × 10
RSD (%)
8 8
2 1
3.9 × 10 8.7 × 108
2 1
6.1 × 108 1.4 × 108
2 1 2 3
9.1 × 107 1.4 × 106 < 103 < 103
0.66 0.27 0.63
-
Metode ISO (anaerob) ∑ BAL (cfu/mL) 9.2 × 10
RSD (%)
8
5.4 × 108 9.4 × 108 6.9 × 108 1.3 × 108 1.1 × 108 1.5 × 106 < 103 < 103
0.64 0.19 0.59
-
Keterangan : * = hasil uji t menyatakan sampel tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%
25
Uji t dilakukan terhadap logaritma jumlah koloni dari kedua metode untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang nyata dengan taraf signifikansi 5%. Hasil uji t menunjukkan dari ketiga sampel susu fermentasi yang diuji tidak ada perbedaan yang nyata pada signifikansi 5%, meskipun apabila dilihat hasilnya secara langsung terdapat perbedaan. Ketiga sampel yang diuji umumnya mengandung bakteri genus Lactobacillus yang bersifat fakultatif anaerob. Bakteri fakultatif anaerob ini dapat hidup pada kondisi dengan atau tanpanya oksigen sehingga kemungkinan ini yang membuat tidak adanya perbedaan yang signifikan karena bekteri dapat tumbuh pada kondisi dengan atau tanpanya oksigen. Dalam verifikasi ada parameter yang harus ditentukan salah satunya adalah presisi. Dari hasil verifikasi pada sampel susu fermentasi ini diperoleh nilai RSD yang berkisar antara 0.19 hingga 0.66% (Tabel 12). Nilai RSD ini masih sangat lebih rendah dari batas yang ditentukan yaitu 10%. Oleh karena itu kedua metode memiliki ketepatan yang dapat diterima. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun validasi dilakukan pada media MRSA dengan Lactobacillus bulgaricus sebagai mikroorganisme uji, tetapi metode dapat digunakan untuk menguji total BAL pada susu fermentasi.
4.3.2 Sampel Negatif Verifikasi metode dilakukan pada sampel negatif yaitu susu cair dan susu bubuk yang menurut SNI tidak dipersyaratkan adanya bakteri asam laktat. Jenis susu cair yang digunakan dalam verifikasi ini yaitu susu cair steril UHT dan susu pasteurisasi. Tabel 13. Hasil verifikasi metode pada susu UHT dan pasteurisasi ∑ Mikroorganisme pada MRSA (cfu/mL) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis susu Pasteurisasi Pasteurisasi UHT UHT UHT UHT UHT UHT
Aerob
Anaerob
Cawan 1
Cawan 2
Cawan 1
Cawan 2
0 0 2 1 0 2 0 1
0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0
Beberapa sampel susu cair digunakan dalam verifikasi kedua metode ini. Susu cair yang digunakan adalah susu cair komersial yang telah disterilisasi. Seperti yang dapat dilihat dalam Tabel 13 untuk inkubasi secara aerob pada beberapa cawan ditemukan 1 hingga 2 koloni sedangkan pada inkubasi secara anaerob tidak ditemukan adanya koloni. Padahal sesuai persyaratan SNI 01-6366-2000 seharusnya susu UHT tidak mengandung bakteri. Koloni yang ditemukan pada sampel susu tersebut diduga merupakan false positif (bukan bakteri asam laktat). Hasil ini dikuatkan dengan hasil penelitian Mirlohi et al (2008) yang dilakukan untuk mengisolasi bakteri asam laktat pada beberapa sampel kotoran bayi dengan beberapa media dan dua kondisi inkubasi yang berbeda yaitu aerob dan anaerob. Ketika media VMRS (MRS dengan penambahan vancomycin) digunakan untuk media isolasi ditemukan beberapa false positif pada beberapa cawan yang diinkubasi secara aerob.
26
Gambar 11. Hasil pewarnaan Gram koloni bakteri terduga false positif Koloni yang tumbuh pada cawan yang diinkubasi secara aerob dikonfirmasi dengan pewarnaan Gram. Hasil pewarnaan Gram terlihat seperti pada Gambar 11. Hasil pengamatan di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000 kali memperlihatkan jenis mikroorganisme yang diduga khamir karena ukurannya yang jauh lebih besar dari ukuran bakteri. Verifikasi juga dilakukan terhadap beberapa sampel susu bubuk, baik susu skim ataupun full cream. Hasil uji menunjukkan pada sampel susu merek Q dan S tidak ditemukan adanya bakteri asam laktat pada sampel. Akan tetapi terdapat kontaminasi kapang pada sampel uji yang diinkubasi dengan kondisi aerob (Tabel 14). Kontaminasi kapang ini kemungkinan berasal dari susu bubuk yang digunakan sebagai sampel uji. Tabel 14. Hasil verifikasi metode pada susu bubuk U
Jenis susu
Aerob Cawan 1
1 Merek P 2* 2 Merek P 0 1 Merek Q 0* 2 Merek Q 0 1 Merek R 3 2 Merek R 1* 1 Merek S 0* 2 Merek S 0* Keterangan : * = berkapang
Anaerob
Cawan 2
C awan 1
Cawan 2
5* 0 0* 0 4 3* 0* 0*
0 0 0 0 1 3 0 0
0 0 0 0 3 1 0 0
Susu bubuk merupakan susu yang dibuat dengan beberapa tahapan proses yaitu pengujian mutu, proses klarifikasi, pasteurisasi, evaporasi, homogenasi, pencampuran, pengeringan, dan pengemasan. Tahapan pasteurisasi pada proses pembuatan susu bubuk bertujuan membunuh semua sel vegetatif bakteri patogen, bakteri pembusuk, kapang, dan khamir sehingga dihasilkan produk yang aman secara mikrobiologi. Meskipun dalam pengolahannya terdapat tahapan pasteurisasi, tetapi susu bubuk masih rentan terhadap kontaminasi mikroba. Sebagaimana disebutkan dalam SNI 01-2970-2006 masih ada batasan cemaran yang diizinkan dalam susu bubuk diantaranya ALT < 5 x 104 cfu/gram. Melihat dari standar SNI tersebut sangat memungkinkan sekali ketika terdapat kontaminasi kapang pada sampel uji, seperti terlihat pada Gambar 12.
27
Gambar 12. Cawan yang terkontaminasi kapang Adanya kontaminasi kapang hanya ditemukan pada cawan yang diinkubasi secara aerob, karena kapang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Hal ini yang menyebabkan cawan yang diinkubasi dengan kondisi anaerob tidak terdapat kapang. Kehadiran kapang pada media ini tentunya akan mengganggu penghitungan koloni bakteri asam laktat dan kapang akan menggunakan nutrien yang seharusnya digunakan oleh BAL. Berdasarkan hasil verifikasi metode secara keseluruhan metode ISO (inkubasi anaerob) memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan dengan inkubasi secara aerob. Hal ini didukung dengan hasil yang menunjukkan inkubasi secara anaerob memberikan jumlah koloni yang lebih tinggi dibandingkan dengan inkubsi secara aerob. Mengingat saat ini produk susu fermentasi biasanya mengandung bakteri probiotik yang lebih optimum pertumbuhannya jika ditumbuhkan pada kondisi anaerob. Selain itu, beberapa kelemahan dari inkubasi secara aerob juga ditemukan diantaranya cawan sangat rentan dengan kontaminasi kapang, terutama untuk sampel yang telah mengandung kontaminasi kapang. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil analisis yang lebih baik disarankan untuk menggunakan metode ISO (inkubasi anaerob) seperti yang juga disarankan oleh SNI.
28