16
HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan Fitokimia Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang ada dalam fraksi heksan dan etil asetat ekstrak etanol daun alpukat. Fraksinasi dilakukan dengan mengocok larutan ekstrak etanol daun alpukat ditambah pelarut dengan perbandingan 1:1 yang kemudian terbentuk dua fase yang berbeda warna. Penelitian ini menggunakan fraksinasi cair-cair, yaitu menggunakan ekstrak etanol daun alpukat dan pelarut heksan serta etil asetat. Hasil yang diperoleh pada Tabel 1 dengan menggunakan pelarut etil asetat dan heksan menunjukkan bahwa kandungan daun alpukat dengan dua pelarut mengandung flavonoid dan tanin. Tabel 1 Hasil penapisan fitokimia fraksi heksan dan etil asetat ekstrak etanol daun alpukat Jenis pelarut
Metabolit sekunder
Heksan
Flavonoid, Tanin
Etil asetat
Flavonoid, Tanin
Flavonoid merupakan senyawa yang larut dalam air. Golongan flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan akan tetap berada dalam lapisan air setelah ekstrak dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid merupakan senyawa fenol yang akan berubah warna bila ditambah basa atau amonia, sehingga mudah dideteksi pada kromatografi atau dalam larutan (Harborne 1987). Flavonoid mempunyai sejumlah gugus hidroksil atau gula yang cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, aseton, dan lain-lain. Sebaliknya aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, flavon, dan flavonol cenderung lebih mudah larut dalam pelarut eter dan kloroform (Markham 1988). Flavonoid berfungsi sebagai vasodilatasi, menghambat reseptor adrenergik (Koffi et al. 2009), hipoglikemik (Chandrika et al. 2006), dan bekerja sebagai stimulan pada jantung dalam dosis kecil, diuretik dan antioksidan pada lemak apabila flavon terhidrolisis (Sirait 2007; Ebrahimzadeh et al. 2008). Tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air (Harborne 1987). Berdasarkan stuktur molekulnya, tanin
17
dibedakan menjadi tanin terkondensasi dan terhidrolisis. Tanin terhidrolisis dapat memetabolisis senyawa lebih lanjut seperti pirogalol yang beracun bagi ruminansia. Tanin terkondensasi dapat membantu mengontrol parasit dalam gastrointestinal dan mampu mengikat protein serta molekul lain pada pH mendekati normal (Min et al. 2003). Tanin memperlihatkan aktivitas antivirus, antibakterial, dan antitumor. Tanin juga dilaporkan mampu menghambat replikasi HIV secara selektif dan sebagai diuretik (Aiyelaagbe et al. 2009). Menurut Jouad et al. (2001) dan Zeggwagh et al. (2007), pemberian flavonoid menunjukan peningkatan kecepatan filtrasi glomerulus yang dapat meningkatkan eliminasi elektrolit melalui urinasi. Peningkatan kecepatan filtrasi glomerulus bersamaan dengan peningkatan diuresis. Peningkatan pengeluaran urin timbul secara sekunder akibat inhibisi reabsorpsi natrium tubulus karena natrium yang tersisa bekerja secara osmotik untuk menurunkan reabsorpsi air (Guyton et al. 2007). Laju filtrasi ditentukan oleh daya hidrostatik membran glomerulus dan koefisien filtrasi kapiler glomerulus. Koefisien filtrasi kapiler glomerulus merupakan hasil konduktivitas hidrolik dan area permukaan kapiler tubulus. Peningkatan koefisien filtrasi akan meningkatkan GFR dan penurunan koefisien filtrasi akan menurunkan GFR. Perubahan tekanan hidrostatik glomerulus merupakan alat pengatur GFR secara fisiologis. Tekanan hidrostatik glomerulus ditentukan oleh tiga variabel, yaitu tekanan arteri, tahanan arteriol aferen, dan tahanan arteriol eferen (Guyton et al. 2007). Flavonoid yang berfungsi sebagai vasodilatator bekerja pada tahanan arteriol aferen yang akan meningkatkan tekanan hidrostatik glomerulus dan GFR. Diduga aktivitas diuretik pada fraksi heksan dan etil asetat ekstrak etanol daun alpukat karena adanya flavonoid dalam fraksi heksan dan etil asetat ekstrak etanol daun alpukat. Aktivitas Diuretik Pengujian aktivitas diuretik dilakukan dengan menggunakan metode Lipschitz (1943) dalam Adha (2009) yaitu tikus dipuasakan selama lebih kurang 18 jam sebelum perlakuan. Setiap kelompok perlakuan tikus diberikan loading dose berupa air hangat sebanyak 50 ml/kg bb secara peroral. Penelitian ini menggunakan enam kelompok perlakuan, yaitu aquades sebagai kontrol normal,
18
furosemid 1.8 mg/kg bb sebagai kontrol positif, fraksi etil asetat ekstrak etanol daun alpukat 100 mg/kg bb dan 300 mg/kg bb, serta fraksi heksan ekstrak etanol daun alpukat 100 mg/kg bb dan 300 mg/kg bb sebagai bahan yang akan diteliti. Setiap kelompok terdiri dari lima tikus. Pemberian bahan coba pada kelompok perlakuan dilakukan secara peroral menggunakan sonde lambung termasuk saat pemberian loading dose. Selain volume urin, variabel yang di ukur adalah pH dan warna. Tabel 2 Hasil analisis aktivitas diuretik tiap perlakuan selama 24 jam Volume urin (ml) Heksan dosis Aquadest Furosemid 300mg/kg (A) (B) bb (F) 1 0.56±0.74a 1.04±0.71ab 5.94±0.97c 6.52±1.46c 3.32±2.75b 6.66±3.24c a a a a a 2 4.44±1.13 5.14±1.40 9.40±0.78 10.36±1.23 7.48±1.75 10.68±1.19a a a a a a 3 7.04±0.20 8.46±0.59 12.26±1.04 13.74±0.88 9.50±0.95 15.56±1.64b a ab bc c ab 4 7.88±0.73 9.50±1.13 14.42±0.64 16.02±0.72 10.50±1.14 18.66±0.70c a ab bc bc bc 5 8.12±0.21 10.08±0.39 15.70±0.82 17.36±0.48 11.64±0.99 20.48±0.71c a ab cd bcd abc 6 8.26±0.17 10.60±0.38 17.14±0.54 18.46±0.58 12.38±0.68 22.14±0.84d a ab c a ab 24 9.48±0.44 12.10±0.28 20.36±1.33 20.52±1.45 13.82±0.21 24.70±1.60bc Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan dari pengeluaran urin pada tiap perlakuan (P<0.05). EA dosis 100mg/kg bb (C)
Jam ke-
EA dosis 300mg/kg bb (D)
Heksan dosis 100mg/kg bb (E)
Hasil analisis aktivitas diuretik selama 24 jam ditunjukkan pada Tabel 2. Aktivitas diuretik pada jam ke-1 menunjukkan kelompok C, D dan F terjadi perbedaan yang nyata terhadap perlakuan A. Ketiga kelompok ini memiliki onset untuk mempengaruhi pengeluaran urin (diuretik) pada jam pertama. Kelompok F menunjukkan perbedaaan yang nyata terhadap semua kelompok termasuk kelompok A sebagai kontrol normal perlakuan pada jam ke-3 (p<0.05). Hal ini memperlihatkan bahwa dengan pemberian heksan 300 mg/kg bb mampu meningkatkan aktivitas diuretik. Aktivitas diuretik kemungkinan dipengaruhi oleh rangsangan traktus urinarius, dan dihubungkan dengan aktivasi mekanisme neurohormon, mediator perangsang pada glomerulus, dan sifat asam pada gerakan pyelo-uretral. Efek tersebut disebabkan karena jumlah elektrolit, yang terdapat dalam tanaman, menekan epitel ginjal (Galati et al. 2002). Menurut Gowda et al. (2009), peningkatan konsentrasi elektrolit saat urinasi berarti meningkatkan pengeluaran urin. Perlakuan pada kelompok A, B, dan E baru menunjukkan peningkatan pada jam ke-2.
19
Furoosemid diguunakan sebaagai diuretiik pada praaktek klinikk sebagai standar obat pembbanding dallam respon famakologii. Obat ini meningkatk m kan produksi urin dan menggekskresikann Na+ denggan menghaambat Na+, K+, dan C Cl- pada segmen ascenden ansa Henle (Nalwaya et e al. 2009)), serta mennurunkan uriinasi K+ (Lahlou et al. 2007). Tabel 2 menunjjukkan furosemid meengalami aaktivitas diu uretik tertinggi pada p jam ke-2. k Menuurut Siswan ndono et all. (1995), ffurosemid mulai m bekerja daalam 0.5 saampai 2 jam m setelah pemberian oral, o dengann masa kerja 6-8 jam. Berddasarkan haasil analisis pada Tabeel 2 aktivitaas urinasi opptimal dari tikus hanya sam mpai jam kee-2, hal ini dapat d dilihaat dengan addanya perbeedaan yang tidak nyata untuuk setiap peerlakuan (P P>0.05). Jam m ke-3 sam mpai jam kee-24 volumee urin masih meenunjukkan perbedaan yang nyatta terhadap kelompok A tetapi masih m saling berrinteraksi anntar setiap perlakuan. p Aktivitas A urrinasi dari jjam ke-3 saampai jam ke-244 sudah meengalami peenurunan ju umlah urin. Hal ini dissebabkan karena k berkuranggnya cairan yang telah difiltrasi atau a dengann kata lain eefek dari ek kstrak etanol frakksi etil asettat daun alppukat sudah h menurun. Diuresis yyang timbull oleh cairan hippotonik yanng diminum m akan terjadi pada 15 menit seetelah masu uknya beban air (Ganong 20002). 25
volume (ml)
20 aquadest (A)
15
furosemid (B) EA 100 (C)
10
EA 300 (D) Heksan 100 0 (E)
5
Heksan 300 0 (F) 0 1
2
3
4
5
6
waaktu (jam)
Gam mbar 4 Aktivitas diurettik selama 6 jam awal.
20
Berddasarkan Gambar 4 daapat dilihat bahwa setiiap perlakuaan menunju ukkan adanya peeningkatan volume urrin. Perlaku uan pada A lebih renndah dari semua s perlakuan karena A sebagai konntrol normaal. Furosem mid yang diggunakan seebagai kontrol poositif menuunjukkan peningkatan yang signnifikan. Keeempat perlaakuan menunjukkkan kenaikkan volumee urin sejaajar dengann kontrol ppositif. Akttivitas diuretik teertinggi terddapat pada heksan h 300 mg/kg bb. Menurut M Raathi et al. (2 2006), dosis pada suatu fraaksi mempeengaruhi peeningkatan volume uriin dan elek ktrolit pada tikuss sehat. Selain volumee urin, variiabel lain yaang diukur adalah warrna dan pH urin. Tikus yanng diberi aqquades, furoosemid, etill asetat 1000 mg/kg bbb, etil asetaat 300 mg/kg bb,, heksan 1000 mg/kg bbb, dan heksan 300 mg//kg bb mem miliki warnaa urin secara berrturut-turut adalah cokllat tua, kuniing, kuningg, kuning puucat, kuning g, dan kuning puucat.
Aquades (A A)
Furosemid (B)
EA 100
Etil A Asetat 100mg//kg bb (C)
Etill Asetat 300m mg/kg bb (D)
Heksan H 100mgg/kg bb (E)
Heksan 300m mg/kg bb (F)
G Gambar 5 Warna W urin pada p tiap perrlakuan. Waarna urin normal addalah kuniing-kekuninngan. Setiaap warna yang dihasilkann tergantungg konsentrasi pigmen urokrom u (zaat empedu hhasil pemeccahan hemoglobin). Urin yang y tidak berwarna cenderung c s sangat cair (Schrier 2007). 2
21
Banyaknya volume urin yang dikeluarkan (diuresis) akan mempengaruhi warna urin yang terbentuk yaitu semakin banyak urin yang diekskresikan dalam satu waktu akan menghasilkan warna urin yang semakin jernih. Ginjal yang berfungsi mengatur keseimbangan asam-basa berperan penting dalam mengoreksi abnormalitas konsentrasi H+ cairan ekstrasel dengan mengekskresikan asam atau basa pada kecepatan yang bervariasi. Ginjal mengatur asam-basa bersama dengan paru dan sistem dapar cairan tubuh dengan cara mengatur pengaturan dapar cairan tubuh (Guyton et al. 2007). Pegaturan asam-basa oleh ginjal dengan cara mengeksresikan urin yang asam atau basa. Apabila sejumlah HCO3- difiltrasi secara terus menerus ke dalam tubulus dan bila HCO3- dieksresikan kedala urin, maka akan menghilangan basa dari darah. Sebaliknya, bila sejumlah H+ dieksresikan kedalam urin, maka akan menghilangan asam dari darah (Guyton et al. 2007). Urin tikus mempunyai pH normal antara 7.3 sampai 8 (Nor et al. 2009). Tabel 3 pH urin awal perlakuan Perlakuan Aquades Furosemid Etil asetat 100 mg/kg bb Etil asetat 300 mg/kg bb Heksan 100 mg/kg bb Heksan 300 mg/kg bb
pH 7 6 6.8 6.6 7 6.8
Tabel 3 menunjukkan ukuran pH dari semua perlakuan. Tingkat keasaman pada masing-masing perlakuan seperti aquades sebesar 7; furosemid 6; etil asetat 100 mg/kg bb sebesar 6.8; etil asetat 300 mg/kg bb sebesar 6.6; heksan 100 mg/kg bb sebesar 7; dan heksan 300 mg/kg bb sebesar 6.8. Berdasarkan data tersebut setiap perlakuan mempunyai pH yang hampir sama. Rendahnya pH urin yang dihasilkan dapat disebabkan peningkatan ekskresi asam, lemahnya bufer urin, atau keduanya (Maalouf et al. 2007). Pemberian diuretikum akan meningkatkan aliran cairan disepanjang tubulus distal dan tubulus koligentes. Keadaan ini menimbulkan peningkatan reabsorpsi Na+ dari bagian nefron ini. Reabsorbsi Na+ yang berpasangan dengan sekresi H+ pada pompa Na-K ATPase menyebabkan peningkatan reabsorpsi Na+ juga
22 menimbulkan peningkatan sekresi H+ serta reabsorbsi bikarbonat. Perubahan ini menyebabkan terjadinya alkalosis (Guyton et al. 2007). Daun alpukat selain memiliki flavonoid yang mempengaruhi aktivitas diuretik juga memliki kandungan kalium (Adha 2009). Penumpukan kalium yang berlebih dalam darah merangsang kerja Na-K ATPase untuk menurunkan sekresi H+ dan reabsorsi HCO3- yang cenderung menyebabkan asidosis (Guyton et al. 2007). Berdasarkan hasil yang diperoleh dari masing-masing variabel dapat diketahui bahwa dengan adanya peningkatan volume urin akan menghasilkan warna urin yang semakin jernih dan pH yang cenderung basa. Namun, dengan adanya kalium yang terdapat pada daun alpukat menyebabkan terjadi perubahan pada pompa Na-K ATPase yang menimbulkan pH menjadi asam.