7
Frekuensi = Dominasi Spesies Angka dominasi spesies dihitung berdasarkan hasil perkalian antara kelimpahan nisbi dengan frekuensi nyamuk tertangkap spesies tersebut dalam satu waktu penangkapan. Dominasi Spesies = Kelimpahan Nisbi x Frekuensi Indeks Keanekaragaman Jenis (H) = -∑ Pi Ln (Pi) dengan Pi = Ni/N Keterangan: Pi : Perbandingan jumlah individu suatu spesies dengan keseluruhan spesies Ni : Jumlah individu ke-i N : Jumlah total individu semua spesies Kriteria indeks keanekaragaman menurut Krebs (1978) sebagai berikut: Tinggi (H > 3); Sedang (1 ≤ H ≤ 3); Rendah (H < 1) MHD menyatakan kepadatan nyamuk yang kontak dengan manusia dalam satu jam (/orang/jam). MHD dinyatakan dalam: MHD = CHD menyatakan kepadatan nyamuk yang kontak di sapi di dalam magoon trap dalam satu jam (/sapi/jam). CHD dinyatakan dalam: CHD =
HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaman Nyamuk yang Tertangkap pada Orang dan Sapi Nyamuk yang tertangkap di Desa Hanura dari semua penangkapan, baik pada orang maupun sapi, selama lima kali penangkapan berjumlah 6750 nyamuk. Nyamuk yang tertangkap terdiri atas dua spesies Aedes (Ae. aegypti dan Ae. albopictus), lima spesies Anopheles (An. aconitus, An. barbirostris, An. subpictus, An. sundaicus, dan An. vagus), satu spesies Armigeres (Ar. subalbatus), dan enam spesies Culex (Cx. bitaeniorhynchus, Cx. fuscocephalus, Cx. hutchinsoni, Cx. quinquefasciatus, Cx. sitiens, dan Cx. tritaeniorhynchus). Hampir 90% nyamuk yang tertangkap merupakan genus Culex, yaitu sebesar 89,38%. Banyaknya nyamuk Culex yang tertangkap karena sifatnya yang nokturnal, yaitu beraktivitas
8
pada malam hari. Sisanya adalah nyamuk Anopheles 10,21%, nyamuk Armigeres 0,37%, dan nyamuk Aedes 0,04% (Tabel 1). Di antara nyamuk Culex, Cx. sitiens (Gambar 1 D) merupakan jenis yang dominan (63,70%). Kondisi daerah penelitian sangat sesuai untuk perkembang biakan nyamuk ini, yaitu daerah pantai dengan tambak-tambak garam, rawa-rawa, dan hutan bakau. Spesies ini ditemukan pada penangkapan dengan umpan orang maupun sapi. Cx. sitiens merupakan spesies yang berkembang biak di pesisir air payau. Nyamuk ini sering ditemukan di daerah pantai, pelabuhan, dermaga, atau di daerah yang banyak terdapat kolam, hutan bakau, tambak-tambak garam, dan parit. Prummongkol et al. (2011) melaporkan bahwa stadium pradewasa Cx. sitiens terdapat pada genangan air yang terkena cahaya matahari, lubang-lubang kecil, danau, sumur, rawa-rawa, tambak udang, dan bekas galian tambang timah. Nyamuk Cx. tritaeniorhynchus (Gambar 1 C) ditemukan dalam jumlah cukup tinggi (23,64%). Hal ini dikarenakan adanya lahan persawahan yang merupakan habitat perkembangbiakan stadium pradewasa nyamuk ini dan banyak warga yang memelihara ternak di sekitar permukiman penduduk. Diketahui bahwa nyamuk Cx. tritaeniorhynchus bersifat antropozoofilik sebagaimana dilaporkan Dharma et al. (2004) dan Ginanjar (2011) yang menemukan nyamuk Cx. tritaeniorhynchus di lahan persawahan dan tersedianya ternak di sekitar permukiman. Cx. quinquefasciatus yang dikenal sebagai nyamuk rumah ditemukan dengan persentase sebesar 1,73%. Nyamuk ini memiliki habitat seperti pada genangan air yang keruh, kolam yang sudah tidak terpakai, selokan, dan tempat-tempat lembap lainnya (Hadi dan Koesharto 2006). Tabel 1 Keragaman nyamuk yang tertangkap pada orang dan sapi di Desa Hanura, Lampung (Juli-September 2014) Spesies Cx. sitiens Cx. tritaeniorhynchus An. sundaicus An. vagus Cx. quinquefasciatus An. barbirostris An. subpictus An. aconitus Ar. subalbatus Cx. hutchinsoni Cx. fuscocephalus Cx. bitaeniorhynchus Ae. aegypti Ae. albopictus Total
Jumlah 4300 1596 337 207 117 64 53 28 25 14 4 2 2 1
Persentase (%) 63,70 23,64 4,99 3,07 1,73 0,95 0,79 0,41 0,37 0,21 0,06 0,03 0,03 0,01
6750
100
9 A
B
C
D
E
F
G
H
Gambar 1 Ragam jenis nyamuk yang tertangkap pada orang dan sapi di Desa Hanura, Lampung (A) Ar. subalbatus, (B) Cx. quinquefasciatus, (C) Cx. tritaeniorhynchus, (D) Cx. sitiens, (E) An. sundaicus, (F) An. vagus, (G) An. barbirostris, (H) An. subpictus (Juli - September 2014) Nyamuk Anopheles yang tertangkap paling banyak adalah An. sundaicus, An. vagus, dan An. barbirostris. Jenis Anopheles yang ditemukan pada penelitian ini sesuai dengan kondisi daerah penelitian, yaitu daerah pantai dengan tambaktambak yang terbengkalai, rawa-rawa dan persawahan yang sangat sesuai untuk habitat jenis spesies Anopheles tersebut. An. vagus dan An. sundaicus merupakan vektor malaria di daerah pantai (Munif 2009). Prastowo (2011) melaporkan bahwa An. vagus dan An. barbirostris ditemukan pada daerah yang memiliki lahan persawahan. Selain itu, Suwito (2010) melaporkan bahwa An. sundaicus merupakan vektor utama malaria di Kecamatan Padang Cermin. Spesies lain yang tertangkap adalah nyamuk Ar. subalbatus (Gambar 1 A). Nyamuk ini tertangkap sedikit dikarenakan aktivitas nyamuk terutama pada sore hari menjelang matahari terbenam. Hal ini sesuai dengan Suwasono et al. (1995)
10
yang melakukan penelitian di kawasan Hutan Jati Desa Bandung, Batang dengan umpan orang dan Taviv (2005) yang melakukan penelitian di daerah perkebunan karet dan kopi di Desa Segara Kembang, Sumatera Selatan dengan umpan orang yang menemukan Ar. subalbatus dalam jumlah yang sedikit. Sebaliknya, Ikhsan (2014) melaporkan bahwa Ar. subalbatus merupakan spesies yang tertangkap paling banyak di peternakan sapi perah dengan metode lightrap. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan lingkungan lokasi penelitian. Tingginya jumlah Ar. subalbatus yang tertangkap pada penelitian Ikhsan karena tersedianya habitat yang menjadi tempat perkembangan stadium pradewasa nyamuk ini terutama genangan air hasil feses ternak. Habitat Ar. subalbatus adalah air kotor, seperti genangan air hasil feses ternak, genangan air pada pohon, tanggul, bambu, genangan air tanah, serta semak dengan kondisi lingkungan yang teduh (Harbach 2008). Selain itu, juga ditemukan nyamuk Aedes, yaitu Ae. aegypti dan Ae. albopictus walaupun dalam jumlah yang sangat rendah. Tempat perindukan Aedes berupa genangan-genangan air yang tertampung di suatu wadah, seperti tempayan, drum, bak air, tempat air burung piaraan, barang-barang bekas, lubang di pohon, dan pelepah daun (Sitio 2008). Sedikitnya jumlah nyamuk Aedes yang tertangkap karena nyamuk ini melakukan aktivitas menggigit siang hari (diurnal), sedangkan penangkapan dilakukan pada malam hari. Kelimpahan Nisbi, Frekuensi, dan Dominasi Tabel 2 Kelimpahan nisbi, frekuensi, dan dominasi nyamuk yang tertangkap dengan umpan orang di Desa Hanura, Lampung (Juli-September 2014) Spesies
Kelimpahan Nisbi (%)
Frekuensi
Dominasi (%)
R + Sapi
R – Sapi
R + Sapi
R - Sapi
R + Sapi
R – Sapi
Cx. sitiens Cx. tritaeniorhynchus
81,44 9,28
89,92 7,39
1 1
1 1
81,44 9,28
89,92 7,39
Cx. quinquefasciatus
6,94
1,73
1
0,8
6,94
1,38
Ar. subalbatus
1,00
0,07
1
0,2
1,00
0,01
Cx. hutchinsoni
0,67
0,41
0,4
0,6
0,27
0,25
An. sundaicus
0,17
0,07
0,4
0,2
0,07
0,01
Ae. aegypti
0,17
-
0,4
-
0,07
-
Cx. fuscocephalus
0,08
0,21
0,2
0,8
0,02
0,17
An. vagus
0,08
0,07
0,2
0,2
0,02
0,01
An. barbirostris
0,08
-
0,2
-
0,02
-
Ae. albopictus
0,08
-
0,2
-
0,02
-
-
0,07
-
0,2
-
0,01
Cx. bitaeniorhynchus
Keterangan: R + Sapi : Rumah yang ditempatkan sapi R – Sapi : Rumah yang tidak ditempatkan sapi
11
Hasil penangkapan nyamuk pada orang di rumah yang ditempatkan sapi ditemukan sebelas spesies nyamuk, yaitu Ae. aegypti, Ae. albopictus, An. barbirostris, An. sundaicus, An. vagus, Ar. subalbatus, Cx. fuscocephalus, Cx. hutchinsoni, Cx. quinquefasciatus, Cx. sitiens, dan Cx. tritaeniorhynchus. Penangkapan nyamuk pada orang di rumah yang tidak ditempatkan sapi ditemukan sembilan spesies nyamuk, yaitu An. sundaicus, An. vagus, Ar. subalbatus, Cx. bitaeniorhynchus, Cx. fuscocephalus, Cx. hutchinsoni, Cx. quinquefasciatus, Cx. sitiens, dan Cx. tritaeniorhynchus (Tabel 2). Hasil penelitian menunjukkan Cx. sitiens memiliki nilai dominasi tertinggi, yaitu 81,44% pada rumah yang ditempatkan sapi dan 89,92% pada rumah yang tidak ditempatkan sapi. Spesies ini ditemukan dalam jumlah yang tinggi berkaitan dengan habitatnya di pesisir pantai. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan Taviv (2005) dan Prummongkol et al. (2011). Nyamuk ini merupakan vektor potensial bagi penyebaran penyakit Japanese Encephalitis (JE), River Ross Virus, dan filariasis (Sendow 2005; New Zealand Biosecure 2006). JE merupakan penyakit yang dapat menginfeksi hewan maupun manusia. Menurut Hewitt (1999) dalam aplikasi zoprofilaksis, ternak yang digunakan bukan merupakan inang reservoar dari suatu penyakit. Jika hal ini terjadi, maka penularan penyakit dari hewan kepada manusia dan sebaliknya akan terus terjadi. Oleh sebab itu, penggunaan ternak sebagai media zooprofilaksis dalam penanganan penyakit tular vektor yang bersifat zoonosis perlu dipertimbangkan. Cx. tritaeniorhynchus memiliki nilai dominasi lebih tinggi pada rumah yang ditempatkan sapi, yaitu sebesar 9,28%. Pada rumah yang tidak ditempatkan sapi nyamuk ini memiliki nilai dominasi sebesar 7,39%. Nyamuk ini merupakan vektor utama JE (Hariastuti 2012). Nyamuk Cx. quinquefasciatus memiliki nilai dominasi sebesar 6,94% pada rumah yang ditempatkan sapi dan 1,38% pada rumah yang tidak ditempatkan sapi. Rendahnya nilai dominasi nyamuk ini pada penangkapan di rumah yang tidak ditempatkan sapi karena rumah yang digunakan lama tidak dihuni sehingga aktivitas menggigit nyamuk lebih sedikit. Di daerah urban Cx. quinquefasciatus merupakan vektor utama filariasis yang disebabkan Wuchereria bancrofti. Di Kansas dan California, Amerika Serikat nyamuk ini merupakan vektor penyakit yang disebabkan oleh West Nile Virus (Solichah 2009). Nyamuk Aedes tertangkap hanya pada penangkapan dengan umpan orang di rumah yang ditempatkan sapi. Ae. aegypti pada penelitian ini tertangkap di dalam rumah, sedangkan Ae. albopictus tertangkap di luar rumah. Hal ini sesuai dengan laporan Bahari (2011) bahwa Ae. aegypti bersifat endofagik (aktivitas menggigit di dalam rumah) dan Ae. albopictus bersifat eksofagik (aktivitas menggigit di luar rumah). Nyamuk Aedes dikenal sebagai vektor demam berdarah dengue dan chikungunya di permukiman di Indonesia. Nilai indeks keragaman jenis pada penangkapan dengan umpan orang rendah, yaitu sebesar 0,4276 pada rumah yang ditempatkan sapi, dan 0,415 pada penangkapan di rumah yang tidak ditempatkan sapi.
12
Tabel 3 Kelimpahan nisbi, frekuensi, dan dominasi nyamuk yang tertangkap dengan umpan sapi di Desa Hanura, Lampung (Juli-September 2014) Spesies Cx. sitiens Cx. tritaeniorhynchus An. sundaicus An. vagus An. barbirostris An. subpictus An. aconitus Ar. subalbatus Cx. quinquefasciatus
Kelimpahan Nisbi (%) 49,29 33,56 8,13 4,99 1,53 1,29 0,68 0,29 0,22
Frekuensi 1 1 1 1 1 0,8 1 1 0,6
Dominasi Spesies (%) 49,29 33,56 8,13 4,99 1,53 1,03 0,68 0,29 0,13
Hasil penangkapan nyamuk pada sapi ditemukan sembilan spesies nyamuk, yaitu An. vagus, An. aconitus, An. sundaicus, An. barbirostris, An. subpictus, Ar. subalbatus, Cx. sitiens, Cx. tritaeniorhynchus, dan Cx. quinquefasciatus (Tabel 3). Cx. sitiens memiliki nilai dominasi tertinggi sebesar 49,29%. Cx. tritaeniorhynchus memiliki nilai dominasi sebesar 33,56%. Selain sebagai vektor JE pada manusia, nyamuk Cx. tritaeniorhynchus merupakan vektor JE pada ternak ruminansia, babi, dan kuda (NVBDCP 2006). Selain Ar. subalbatus, nyamuk Cx. tritaeniorhynchus dan Cx. quinquefasciatus merupakan vektor penyakit dirofilariasis pada anjing (Hadi dan Soviana 2010). Nyamuk Anopheles yang ditemukan pada penangkapan dengan umpan sapi yang paling banyak adalah An. sundaicus dan An. vagus. Keduanya memiliki nilai dominasi sebesar 8,13% dan 4,99%. Nilai indeks keragaman jenis pada penangkapan nyamuk pada sapi adalah sedang, yaitu 1,065. Kepadatan Nyamuk yang Tertangkap pada Umpan Orang dan Sapi Kepadatan nyamuk tertinggi ditemukan pada nyamuk Cx. sitiens pada penangkapan nyamuk dengan umpan sapi, yaitu sebesar 54,38 nyamuk/sapi/jam. Umumnya, kepadatan nyamuk yang tertangkap pada orang di rumah yang ditempatkan sapi lebih rendah dibandingkan terhadap orang di rumah yang tidak ditempatkan sapi. Contohnya, kepadatan Cx. sitiens pada orang yang di rumahnya ditempatkan sapi sebesar 12,05 nyamuk/orang/jam, tidak ditempatkan sapi sebesar 16,31 nyamuk/orang/jam, dan pada sapi sebesar 54,38 nyamuk/sapi/jam. New Zealand Biosecure (2006) menyebutkan bahwa nyamuk ini mempunyai waktu aktivitas menggigit terutama pada malam hari (nokturnal) dan inang yang beragam (manusia, ayam, kuda, domba, unggas, babi, dan sapi). Kepadatan Cx. tritaeniorhynchus pada orang yang di rumahnya ditempatkan sapi sebesar 1,32 nyamuk/orang/jam, tidak ditempatkan sapi sebesar 1,37 nyamuk/orang/jam, dan pada sapi sebesar 38,17 nyamuk/sapi/jam.
13
Tabel 4 Kepadatan nyamuk yang tertangkap di Desa Hanura, Lampung (JuliSeptember 2014)
Cx. sitiens Cx. tritaeniorhynchus An. sundaicus An. vagus An. barbirostris An. subpictus An. aconitus Ar. subalbatus Cx. quinquefasciatus Cx. hutchinsoni Cx. fuscocephalus Cx. bitaeniorhynchus Ae. aegypti Ae. albopictus
MHD Rumah + Sapi 12,05 1,32 0,03 0,01 0,01 0 0 0,15 0,96 0,09 0,01 0 0,03 0,01
MHD/ CHD MHD Rumah - Sapi 16,31 1,37 0,01 0,01 0 0 0 0,01 0,29 0,07 0,03 0,03 0 0
CHD pada Sapi 54,38 38,17 9,63 6,12 1,93 1,49 0,76 0,33 0,27 0 0 0 0 0
Keterangan: R + Sapi: Rumah yang ditempatkan sapi R – Sapi: Rumah yang tidak ditempatkan sapi
Kepadatan nyamuk Anopheles yang merupakan vektor malaria di Desa Hanura menunjukkan bahwa nyamuk ini bersifat zoofilik. Kepadatan nyamuk Anopheles yang tertangkap pada sapi lebih tinggi dibandingkan terhadap kepadatan nyamuk yang tertangkap pada orang, baik pada rumah yang ditempatkan sapi maupun tidak ditempatkan sapi. Tingginya kepadatan nyamuk yang tertangkap pada sapi membuktikan sapi sebagai media zooprofilaksis yang potensial untuk mengalihkan gigitan nyamuk dari ke manusia ke hewan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Nyamuk yang ditemukan di di Desa Hanura terdiri atas Ae. aegypti, Ae. albopictus, An. aconitus, An. barbirostris, An. subpictus, An. sundaicus, An. vagus, Ar. subalbatus, Cx. bitaeniorhynchus, Cx. fuscocephalus, Cx. hutchinsoni, Cx. quinquefasciatus, Cx. sitiens, dan Cx. tritaeniorhynchus. Spesies yang dominan ditemukan selama penangkapan adalah Cx. sitiens dan Cx. tritaeniorhynchus. Penempatan sapi sebagai media zooprofilaksismampu mengalihkan gigitan nyamuk pada manusia, contohnya pada nyamuk Cx. sitiens dan nyamuk Anopheles sehingga dapat dijadikan sebagai metode pengendalian nyamuk di daerah endemis penyakit tular vektor nyamuk.