HASIL DAN PEMBAHASAN
Hematologi Hasil pemeriksaan hematologi disajikan dalam bentuk rataan±simpangan baku (Tabel 1). Hasil pemeriksaan hematologi individual (Tabel 5) dapat dilihat pada lampiran dan dibandingkan dengan kisaran referensi (Tabel 4) pada lampiran.
Tabel 1 Hasil pemeriksaan hematologi komodo Parameter
Rataan±Simpangan Baku
Eritrosit (× 106/mm3)
Rataan±Simpangan Baku Referensi*
1,24 ± 0,21
1,46 ± 0,42
Hematokrit (%)
38,00 ± 4,57
39,40 ± 5,00
Hemoglobin (g/dL)
13,33 ± 1,59
13,80 ± 1,90
MCV (fL)
311,43 ± 49,88
290,10 ± 135,70
MCH (pg)
109,37 ± 18,74
128,00 ± 30,70
35,09 ± 1,22
37,50 ± 7,90
MCHC (g/dL) Leukosit (× 103/mm3)
6,53 ± 9,47
7,23 ± 5,24
3
3
3,48 ± 4,97
3,19 ± 2,73
3
3
Limfosit (× 10 /mm )
2,96 ± 4,69
2,82 ± 2,65
Monosit (× 103/mm3)
0,10 ± 0,19
0,42 ± 0,52
0,00 ± 0,00
0,01 ± 0,10
Basofil (× 10 /mm )
0,00 ± 0,00
0,09 ± 0,07
Trombosit (× 103/mm3)
3,11 ± 1,60
-
Heterofil (× 10 /mm )
3
3
Eosinofil (× 10 /mm ) 3
3
LED (mm/jam) 3,94 ± 1,70 1,00 ± 0,00 *Nilai fisiologis pada komodo dewasa berumur di atas 3 tahun (Teare 2002).
Hasil
pemeriksaan
total
eritrosit
menunjukkan
nilai
rataan
1,24±0,21 × 106/mm3. Nilai ini sedikit lebih rendah dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 1,46±0,42 × 106/mm3. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 0,85-1,77 × 106/mm3 dan seluruhnya berada dalam kisaran normal yaitu 0,42-2,61 × 106/mm3 (Teare 2002). Hal ini menandakan tidak ada kelainan jumlah eritrosit. Kelainan jumlah eritrosit yang paling sering terjadi adalah penurunan
18
jumlah eritosit (anemia). Anemia pada reptil dapat disebabkan hemoragi, hemolisis, dan depresi. Anemia hemoragik dapat disebabkan oleh trauma, parasit penghisap darah, koagulopati, dan lesi ulseratif. Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh septisemia, parasitemia, dan toksemia. Anemia depresi dapat disebabkan oleh agen infeksius, penyakit hati dan ginjal kronis, zat kimia, dan hipotiroidismus (Campbell 2006). Anemia pada reptil juga dapat disebabkan infeksi kronis dan malnutrisi (Redrobe & MacDonald 1999; Stahl 2006). Kelainan jumlah eritrosit juga dapat berupa peningkatan (eritrositosis/polisitemia) yang dapat disebabkan dehidrasi, kontraksi limpa, hipertiroidismus, dan neoplasia (Stockham & Scott 2008). Nilai rataan dari hasil pemeriksaan hematokrit adalah 38,00±4,57 %, nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 39,40±5,00 %. Kisaran nilai yang didapat dari seluruh komodo adalah 28,50-48,20 %, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 25,00-50,00 % (Teare 2002). Jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu 29,00-45,00 %, terdapat 1 ekor dengan nilai diatas kisaran yaitu 48,20 %. Komodo ini (nomor 8) diduga mengalami sedikit kekurangan cairan tubuh. Nilai hematokrit dapat menentukan tingkat hidrasi reptil (Redrobe & MacDonald 1999; Stahl 2006). Nilai hematokrit yang tinggi dapat menandakan polisitemia atau dehidrasi sedangkan nilai yang rendah menandakan anemia atau overhidrasi (Rastogi 2007). Kadar hemoglobin dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataan 13,33±1,59 g/dL.Nilai ini cenderung sama dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 13,80±1,90 g/dL. Kisaran nilai hemoglobin dari 16 ekor komodo adalah 11,70-16,20 g/dL, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 11,00-17,40 g/dL (Teare 2002). Dua ekor (nomor 1 dan 16) menunjukkan nilai yang sedikit lebih rendah dari kisaran yaitu sebesar 10,90 dan 10,10 g/dL. Penurunan ini tidak terlalu berarti sehingga masih dianggap normal. Namun jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu 9,70-12,50 g/dL, hanya 5 ekor (nomor 1, 3, 7, 15, dan 16) yang menunjukkan nilai didalam kisaran yaitu antara 10,10-12,40 g/dL sedangkan 13 ekor lainnya menunjukkan nilai diatas kisaran yaitu antara 12,60-16,20 g/dL. Hal ini menandakan kondisi kadar hemoglobin
19
yang cukup baik. Kelainan Hb yang mungkin terjadi adalah penurunan kadar Hb. Nilai Hb yang rendah dapat menandakan anemia (Rastogi 2007). Hasil pemeriksaan MCV menunjukkan nilai rataan 311,43±49,88 fL. Nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 290,00±135,70 fL. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 233,12-443,53 fL dan seluruhnya berada dalam kisaran normal yaitu 134,10-952,40 fL (Teare 2002). Hal ini berarti tidak ada kelainan ukuran sel eritrosit. Kelainan nilai MCV dapat berupa penurunan ataupun peningkatan. Nilai MCV yang rendah menandakan ukuran eritrosit kecil (mikrositik), kelainan ini biasanya disebabkan defisiensi zat besi. Nilai MCV yang tinggi menandakan ukuran eritrosit besar (makrositik), kelainan ini dapat disebabkan defisiensi vitamin B12 atau asam folat (Rastogi 2007). Nilai rataan dari hasil pemeriksaan MCH adalah 109,37±18,74 pg. Nilai ini sedikit lebih rendah dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 128,00±30,70 pg. Sebanyak 14 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 98,6-158,8 pg, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 94,0-174,4 pg (Teare 2002). Empat ekor (nomor 6, 7, 8, dan 16) menunjukkan nilai lebih rendah dari kisaran yaitu antara 83,44-93,52 pg, namun penurunan ini tidak terlalu berarti sehingga masih dianggap normal. Hal ini menandakan kondisi jumlah hemoglobin yang cukup baik pada setiap eritrosit. Nilai MCH sangat dipengaruhi kadar hemoglobin dan total eritrosit. Hasil pemeriksaan MCHC menunjukkan nilai rataan 35,09±1,22 g/dL. Nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 37,50±7,90 g/dL. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 33,01-37,72 g/dL dan seluruhnya berada dalam kisaran normal yaitu 26,90-52,70 g/dL (Teare 2002). Hal ini menandakan kondisi konsentrasi Hb yang cukup baik dalam eritrosit. Kelainan yang sering terjadi adalah penurunan nilai MCHC. Nilai MCHC yang rendah menandakan eritrosit hipokromik (Rastogi 2007) yang biasanya disebabkan status nutrisi buruk (Reavill 2005). Total leukosit dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataan 6,53±9,47 × 103/mm3. Nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 7,23±5,24 × 103/mm3. Sebanyak 17 ekor komodo
20
menunjukkan kisaran nilai antara 1,60-6,60 × 103/mm3, nilai ini berada dalam kisaran normal 1,00-24,00 × 103/mm3 (Teare 2002). Jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu antara 3,00-10,90 × 103/mm3, sebanyak 3 ekor (nomor 2, 7, dan 12) menunjukkan nilai dibawah kisaran yaitu antara 1,60-2,80 × 103/mm3. Nilai ini diduga normal karena penurunan yang terjadi tidak terlalu berarti. Kemungkinan lain adalah komodo ini hanya mengalami penurunan jumlah leukosit (leukopenia) ringan. Leukopenia dapat disebabkan stres, infeksi virus, septisemia, intoksikasi, penyakit imun, dan gangguan sumsum tulang (Mitchell & Tully 2009). Satu ekor (nomor 5) menunjukkan nilai 44,00 × 103/mm3, nilai ini jauh diatas kisaran baik menurut Teare (2002) maupun Gillespie et al. (2000). Komodo ini mengalami peningkatan jumlah leukosit (leukositosis) yang dipengaruhi oleh peningkatan heterofil (heterofilia) dan limfosit (limfositosis). Dengan demikian, komodo diduga kuat mengalami infeksi akut. Menurut Mitchell & Tully (2009), leukositosis dapat disebabkan infeksi akut, neoplasia, penyakit imun, trauma, dan gangguan endokrin. Rataan
nilai
dari
hasil
pemeriksaan
jumlah
heterofil
adalah
3,48±4,97 × 103/mm3. Nilai ini cenderung tidak jauh berbeda dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 3,19±2,73 × 103/mm3. Sebanyak 17 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 0,25-4,46 × 103/mm3, nilai ini berada dalam kisaran normal 0,06-17,30 × 103/mm3 (Teare 2002). Jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu antara 0,70-5,00 × 103/mm3, sebanyak 1 ekor (nomor 3) menunjukkan nilai dibawah kisaran yaitu 0,25 × 103/mm3. Namun nilai ini diduga normal atau mungkin komodo ini hanya mengalami
penurunan
jumlah
heterofil
(heteropenia)
ringan.
Penyebab
heteropenia cenderung sama dengan penyebab leukopenia antara lain stres, infeksi virus, septisemia, intoksikasi, penyakit imun, dan gangguan sumsum tulang (Mitchell
&
Tully
2009).
Satu
ekor
(nomor
5)
menunjukkan
nilai
22,88 × 103/mm3, nilai ini cukup jauh diatas kisaran baik menurut Teare (2002) maupun Gillespie et al. (2000). Komodo ini mengalami peningkatan jumlah heterofil (heterofilia) yang dapat disebabkan infeksi, peradangan, dan stres (Irizarry-Rovira 2010).
21
Hasil
pemeriksaan 3
jumlah
limfosit
menunjukkan
nilai
rataan
3
2,96±4,69 × 10 /mm . Nilai ini cenderung sama dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu 2,82±2,65 × 103/mm3. Sebanyak 17 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 0,42-5,52 × 103/mm3, nilai ini berada dalam kisaran normal 0,13-16,60 × 103/mm3 (Teare 2002). Jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu 1,10-6,30 × 103/mm3, sebanyak 4 ekor (nomor 7, 10, 12, dan 16) menunjukkan nilai dibawah kisaran yaitu antara 0,42-0,84 × 103/mm3. Namun, nilai ini masih dianggap normal karena penurunan yang terjadi tidak terlalu berarti. Kemungkinan lain adalah komodo ini hanya mengalami penurunan jumlah limfosit (limfopenia) ringan. Limfopenia dapat disebabkan peradangan akut, endotoksinemia, gangguan limfoid, atau obat imunosupresif (Stockham & Scott 2008). Satu ekor (nomor 5) menunjukkan nilai 21,12 × 103/mm3, nilai ini cukup jauh diatas kisaran baik menurut Teare (2002) maupun Gillespie et al. (2000). Komodo ini mengalami peningkatan jumlah limfosit (limfositosis) yang dapat disebabkan adanya penyembuhan luka, infeksi virus, dan infestasi parasit tertentu (Irizarry-Rovira 2010). Jumlah monosit dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataan 0,01±0,19 × 103/mm3. Rataan jumlah monosit menurut Teare (2002) adalah 0,42±0,52
103/mm3.
× 3
Kisaran
nilai
yang
didapat
berkisar
antara
3
0,00-0,54 × 10 /mm . Hanya 6 ekor dari keseluruhan komodo yang menunjukkan adanya monosit dengan kisaran antara 0,05-0,54 × 103/mm3, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 0,02-2,40 × 103/mm3 (Teare 2002). Namun, tidak ditemukannya monosit pada 12 ekor komodo lainnya dapat dikatakan normal karena rataan dan batas bawah kisaran jumlah monosit menurut Teare (2002) telah mendekati nilai nol. Selain itu, Gillespie et al. (2000) juga melaporkan kisaran jumlah monosit adalah 0,00-1,10 × 103/mm3. Kelainan yang mungkin terjadi adalah peningkatan jumlah monosit (monositosis) yang dapat disebabkan infeksi akut maupun kronis, hemolisis, trauma, dan stres (Stockham & Scott 2008). Pemeriksaan pada seluruh komodo menunjukkan tidak ditemukannya eosinofil. Hal ini dianggap normal karena rataan dan batas bawah kisaran jumlah eosinofil
menurut
Teare
(2002)
telah
mendekati
nilai
nol
yaitu
0,01±0,10 × 103/mm3 dan 0,04-0,37 × 103/mm3. Selain itu, Gillespie et al. (2000)
22
juga melaporkan tidak ditemukan eosinofil dalam pemeriksaan darah komodo. Kelainan yang mungkin terjadi adalah peningkatan jumlah eosinofil (eosinofilia) yang biasanya disebabkan reaksi hipersensitifitas terhadap parasit (Stockham & Scott 2008). Pemeriksaan pada seluruh komodo menunjukkan tidak ditemukannya basofil. Hal ini dianggap normal karena rataan dan batas bawah kisaran jumlah basofil menurut Teare (2002) telah mendekati nilai nol yaitu 0,09±0,07 × 103/mm3 dan 0,01-0,26 × 103/mm3. Selain itu, Gillespie et al. (2000) juga melaporkan kisaran jumlah basofil hanya 0,00-0,10 × 103/mm3. Kelainan yang mungkin terjadi adalah peningkatan jumlah basofil (basofilia) yang dapat disebabkan reaksi alergi dan infestasi parasit (Stockham & Scott 2008). Hasil
pemeriksaan
jumlah
trombosit
menunjukkan
nilai
rataaan
3,11±1,60 × 103/mm3. Nilai yang didapat dari seluruh komodo berkisar antara 1,00-6,00 × 103/mm3. Tidak ada nilai referensi yang didapat sebagai perbandingan untuk parameter ini sehingga nilai yang didapat dianggap normal. Kelainan yang mungkin terjadi pada trombosit adalah penurunan jumlah (trombositopenia). Trombositopenia pada dapat disebabkan penggunaan yang berlebih pada darah perifer, penurunan produksi (Campbell 2006), dan hemoragi (Redrobe dan MacDonald 1999), splenomegali, dan endotoksemia (Stockham & Scott 2008). Rataan nilai dari hasil pemeriksaan LED adalah 3,94±1,70 mm/jam dengan kisaran 2,00-8,00 mm/jam. Nilai LED dari seluruh komodo berada jauh diatas nilai normal LED menurut Teare (2002) yaitu 1,00 mm/jam. Namun nilai LED ini diduga normal karena tidak ada peningkatan jumlah sel darah yang sangat tinggi pada kebanyakan komodo. Peningkatan nilai LED dapat saja disebabkan infeksi akut maupun kronis atau kondisi rheumatoid (Rastogi 2007).
Biokimia darah Hasil
pemeriksaan
biokimia
darah
disajikan
dalam
bentuk
rataan±simpangan baku (Tabel 2). Hasil pemeriksaan biokimia darah individual (Tabel 6) dapat dilihat pada lampiran dan dibandingkan dengan kisaran referensi (Tabel 4) pada lampiran.
23
Tabel 2 Hasil pemeriksaan biokimia darah komodo Parameter
Rataan±Simpangan Baku
Total Protein (g/dL)
Rataan±Simpangan Baku Referensi*
10,19 ± 3,39
8,10 ± 1,20
Albumin (g/dL)
2,51 ± 0,39
2,90 ± 0,60
Globulin (g/dL)
7,68 ± 3,07
5,10 ± 1,00
AST/SGOT (IU/L)
49,39 ± 20,71
16,00 ± 18,00
ALT/SGPT (IU/L)
45,39 ± 27,88
18,00 ± 14,00
Urea (mg/dL)
13,53 ± 5,88
3,00 ± 1,00
Kreatinin (mg/dL) 0,29 ± 0,11 0,30 ± 0,10 *Nilai fisiologis pada komodo dewasa berumur di atas 3 tahun (Teare 2002).
Hasil
pemeriksaan
total
protein
menunjukkan
nilai
rataan
10,19±3,39 g/dL. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 8,10±1,20 g/dL. Sebanyak 13 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 7,06-10,82 g/dL, nilai ini berada dalam kisaran normal yaitu 5,30-11,40 g/dL (Teare 2002). Empat ekor (nomor 10, 12, 15, dan 17) menunjukkan nilai sedikit lebih tinggi dari kisaran yaitu 11,60-12,06, namun nilai ini masih dianggap normal karena peningkatannya tidak terlalu berarti dan nilai parameter lainnya dari keempat komodo tersebut tidak menunjukkan kelainan yang berarti. Satu ekor (nomor 14) menunjukkan peningkatan total protein yang jauh lebih tinggi diatas kisaran (hiperproteinemia) yaitu 22,05 g/dL. Hiperproteinemia pada reptil dapat disebabkan dehidrasi, hiperglobulinemia, atau hiperalbuminemia (Campbell 2006). Hiperproteinemia pada komodo ini dipengaruhi oleh peningkatan globulin (hiperglobulinemia). Nilai kadar albumin pada komodo ini normal sehingga penyebab hiperproteinemia diyakini tidak dipengaruhi oleh hiperalbuminemia. Selain itu, dapat juga terjadi hipoproteinemia yang disebabkan malnutrisi kronis, malabsorbsi, maldigesti, penyakit usus (enteropati), parasitisme, kehilangan darah berlebih, dan penyakit hati atau ginjal kronis (Campbell 2006). Total albumin dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataan 2,51±0,39 g/dL. Nilai ini lebih rendah dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 2,90±0,60 g/dL. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 1,93-3,40 g/dL dan seluruhnya berada dalam kisaran normal 1,90-4,80 g/dL (Teare 2002). Kelainan jumlah albumin dapat berupa peningkatan (hiperalbuminemia) ataupun
24
penurunan (hipoalbuminemia). Hiperalbuminemia dapat disebabkan dehidrasi atau folikulogenesis pada reptil betina karena kebutuhan protein yang tinggi untuk pembentukan telur. Kadar total proteinnya akan kembali normal setelah ovulasi (Campbell 2006). Hipoalbuminemia dapat disebabkan penurunan sintesis, kehilangan darah, penyakit hati dan ginjal, malabsorbsi, dan maldigesti (Stockham & Scott 2008). Hasil
pemeriksaan
total
globulin
menunjukkan
nilai
rataan
7,68±3,07 g/dL. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 5,10±1,00 g/dL. Sebanyak 11 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 5,13-7,26 g/dL, nilai ini masih berada dalam kisaran normal 3,40-7,40 g/dL (Teare 2002). Enam ekor menunjukkan nilai sedikit lebih tinggi dari kisaran yaitu 7,47-9,47 g/dL. Namun nilai ini dianggap normal karena peningkatannya tidak terlalu berarti. Satu ekor (nomor 14) menunjukkan nilai kadar globulin jauh diatas kisaran (hiperglobulinemia) yaitu 18,65 g/dL. Komodo ini adalah betina sehingga diduga hiperglobulinemia yang terjadi disebabkan aktifnya siklus reproduksinya. Menurut Campbell (2006), hiperglobulinemia pada reptil betina dapat disebabkan folikulogenesis karena peningkatan kebutuhan globulin untuk produksi kuning telur. Selain itu, hiperglobulinemia dapat juga disebabkan oleh peradangan kronis oleh agen infeksius. Namun kemungkinan ini tidak didukung oleh parameter leukosit yang cenderung normal pada komodo ini. Rataan nilai dari hasil pemeriksaan AST adalah 49,39±20,71 IU/L. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 16,00±18,00 IU/L. Kisaran nilai yang didapat berkisar antara 16,00-108,00 IU/L dan seluruhnya berada dalam kisaran normal 1,00-112,00 IU/L (Teare 2002). Namun jika dibandingkan dengan kisaran menurut Gillespie et al. (2000) yaitu 7,00-30,00 IU/L, hanya 1 ekor (nomor 14) yang menunjukkan nilai didalam kisaran yaitu 16,00 IU/L. Empat ekor (nomor 2, 10, 15, dan 16) menunjukkan nilai yang jauh diatas kisaran yaitu 55,00-76,00 IU/L. Hal ini kemungkinan besar disebabkan penyakit hati karena keempat komodo ini juga menunjukkan nilai ALT yang relatif tinggi. Dua ekor (nomor 8 dan 17) menunjukkan nilai 108,00 dan 75,00 IU/L dengan nilai ALT normal sehingga diduga komodo ini mengalami kerusakan otot. Menurut Campbell (2006), peningkatan AST dapat menandakan
25
penyakit hati atau otot. Selain itu kerusakan eritrosit juga dapat meningkatkan kadar AST (Rosenfeld & Dial 2010). Namun kemungkinan ini tidak didukung oleh eritrosit yang cenderung normal dari seluruh parameter maupun komodo yang diperiksa. Nilai AST dari 11 ekor lainnya juga menunjukkan nilai diatas kisaran yaitu 32,00-47,00, namun nilai ini diduga masih normal karena rataan yang didapat pada komodo yang diperiksa cenderung lebih tinggi dibandingkan nilai baik menurut Teare (2002) maupun Gillespie et al. (2000). Hasil pemeriksaan ALT menunjukkan nilai rataan 45,39±27,88 IU/L. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 18,00±14,00 IU/L. Sebanyak 13 ekor komodo menunjukkan kisaran nilai antara 18,00-44,00 IU/L, nilai ini berada dalam kisaran normal 2,00-62,00 IU/L (Teare 2002). Lima ekor (nomor 2, 10, 15, 16, dan 18) menunjukkan nilai diatas dari kisaran yaitu 73,00-102,00 IU/L. Komodo ini diduga mengalami penyakit hati seperti yang telah dijelaskan di atas karena peningkatan ALT pada kelima komodo ini juga disertai nilai AST yang cenderung tinggi. Menurut Rosenfeld & Dial (2010), peningkatan nilai ALT dapat menandakan penyakit hati. Hasil pemeriksaan urea menunjukkan nilai rataan 13,53±5,88 mg/dL. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan rataan menurut Teare (2002) yaitu 3,00±1,00 mg/dL.
Kisaran
normal
blood
urea nitrogen
(BUN)
adalah
1,00-9,00 mg/dL (Teare 2002). Hanya sebanyak 4 ekor komodo (nomor 4, 5, 7, dan 8) menunjukkan nilai dalam kisaran normal 7,60-8,90 mg/dL. Sebanyak 13 ekor menunjukkan nilai lebih tinggi dari kisaran yaitu 9,40-18,70 mg/dL. Tingginya nilai urea ini kemungkinan besar karena pemeriksaan urea pada penelitian ini dilakukan pada serum sehingga memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan pemeriksaan BUN pada darah utuh. Oleh karena itu, nilai ini diduga masih normal. Satu ekor (nomor 14) menunjukkan nilai yang sangat tinggi dibandingkan rataan yaitu 32,80 mg/dL. Tingginya kadar urea (azotemia) pada komodo ini kemungkinan besar dipengaruhi tingginya kadar protein dan globulin (hiperproteinemia dan hiperglobulinemia). Kemungkinan lain adalah adanya dapat disebabkan penyakit ginjal, pakan tinggi protein (Campbell 2006), peningkatan metabolisme protein (Stockham & Scott 2008), dehidrasi, dan puasa (Reavill
26
2005). Penurunan kadar urea juga dapat terjadi karena penyakit hati dan pakan rendah protein (Rosenfeld & Dial 2010). Kadar kreatinin dari hasil pemeriksaan menunjukkan nilai rataaan 0,29±0,11 mg/dL. Nilai ini cenderung sama dengan rataan menurut Teare (2002) yaitu
0,30±0,10
mg/dL.
Kisaran
nilai
yang
didapat
berkisar
antara
0,17-0,60 mg/dL dan seluruhnya berada dalam kisaran normal 0,10-0,60 mg/dL (Teare 2002). Peningkatan kreatinin dapat terjadi saat dehidrasi (Reavill 2005). Sebagai inisiasi untuk data dasar komodo, data yang diperoleh dari penelitian ini ditentukan kisaran normalnya yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Dugaan kisaran normal hematologi dan biokimia darah komodo Hematologi Eritrosit (× 106/mm3)
0,85 - 1,77
Biokimia Darah Total Protein (g/dL)
7,06 - 12,06
Hematokrit (%)
28,50 - 42,50
Albumin (g/dL)
1,93 - 3,40
Hemoglobin (g/dL)
10,10 - 16,20
Globulin (g/dL)
5,13 - 9,47
MCV (fL)
233,12 - 443,53
AST/SGOT (IU/L)
16,00 - 47,00
MCH (pg)
83,44 - 158,82
ALT/SGPT (IU/L)
18,00 - 44,00
MCHC (g/dL)
33,01 - 37,72
Urea (mg/dL)
7,60 - 18,70
Kreatinin (mg/dL)
0,17 - 0,60
Leukosit (× 103/mm3)
2,60 - 6,60
3
3
0,94 - 3,96
3
3
0,42 - 5,52
3
3
0,00 - 0,50
Heterofil (× 10 /mm ) Limfosit (× 10 /mm ) Monosit (× 10 /mm ) 3
3
Eosinofil (× 10 /mm ) 3
3
0,00 - 0,00
Basofil (× 10 /mm )
0,00 - 0,00
Trombosit (× 103/mm3)
1,00 - 6,00
LED (mm/jam)
2,00 - 8,00
Morfologi Sel Darah Pemeriksaan terhadap ulas darah dan hematologi reptil cukup sulit. Hal ini karena perbedaan morfologi sel darah reptil dengan mamalia maupun antar spesies reptil, kurangnya teknologi penghitungan sel otomatis yang baik untuk reptil, dan pemahaman yang masih kurang baik terhadap fisiologi darah dan hematologi reptil. Pemeriksaan yang baik diperlukan untuk mendapatkan hasil yang baik (Calle et al. 1994; Gillespie et al. 2000). Oleh karena itu, morfologi
27
sel-sel darah dari hasil penelitian ini ditampilkan pada Gambar 5-10. Seluruh gambar yang ditampilkan difoto dari sediaan ulas darah komodo yang diwarnai Giemsa dan diamati dengan perbesaran mikroskop 10 × 100.
Gambar 5 Eritrosit
Gambar 6 Heterofil
Gambar 7 Limfosit kecil
Gambar 8 Limfosit besar
Gambar 9 Monosit
Gambar 10 Trombosit