IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK KOPI BUBUK Karakteristik awal kopi sangrai diketahui dengan melakukan analisis kadar air, kadar abu, kadar sari, kadar kafein, kadar VRS, derajat keasaman (pH), dan total asam terhadap kopi Arabika dan Robusta sangrai serta campuran keduanya. Hasil dari pengujian dibandingkan dengan standar kopi bubuk berdasarkan SNI kopi bubuk 01-3542-2004 yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik kopi bubuk Perbandingan Robusta : Arabika Karakteristik
Satuan
Pustaka* 100:0
80:20
70:30
60:40
0:100
Bau
-
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Rasa
-
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Warna
-
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Kadar Air
% b/bb
Mks. 7
2,70
2,19
2,03
2,40
2,81
Kadar Abu
% b/bb
Mks. 5
5,57
5,52
5,50
5,57
5,64
Kadar Sari
% b/bb
20-36
29,52
27,11
29,80
28,39
28,59
Kadar Kafein
% b/b
0,9-2
2,29
2,11
2,04
2,00
1,26
19,95
17,10
19,95
19,00
20,90
5,67
5,60
5,53
5,63
5,69
15,84
16,8
17,28
16,8
17,76
Kadar VRS
ml ekuivalen
Nilai pH Total Asam
mg/g
* SNI kopi bubuk 01-3542-2004 Kopi yang telah disangrai memiliki komposisi kimia yang berbeda-beda, tergantung jenis kopi yang digunakan, suhu penyangraian, lama penyangraian, dan teknik penyangraian. Hasil penyangraian akan mempengaruhi aroma dan cita rasa kopi instan yang akan dihasilkan sehingga perlu diketahui karakteristik awalnya. Prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 1. Menurut Effendi (2009), kandungan air suatu bahan yang dikeringkan mempengaruhi beberapa hal yaitu seberapa jauh penguapan dapat berlangsung, lamanya proses pengeringan dan jalannya proses pengeringan. Kandungan air dalam suatu bahan pangan dinyatakan berupa basis basah atau basis kering. Pada pengukuran kadar air kopi sangrai digunakan basis basah. Kopi Robusta dan Arabika bubuk serta campurannya memiliki kadar air yang sesuai dengan SNI. Dengan kadar air yang rendah, kopi bubuk dapat disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama karena dapat terhindar dari kontaminasi mikroorganisme yang menyebabkan kopi bubuk mengalami kerusakan. Perbandingan Robusta : Arabika memberikan nilai kadar air yang berbeda-beda. Berdasarkan sidik ragam terhadap kadar air kopi bubuk diperoleh bahwa kopi Arabika memiliki kadar air tertinggi dan berbeda nyata dengan empat perbandingan lainnya yang saling tidak berbeda nyata. Perbedaan 15
kadar air terjadi karena derajat sangrai dari kopi tersebut. Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu : ligh roast suhu yang digunakan 193-199 °C, medium roast suhu yang digunakan 204 °C dan dark roast suhu yang digunakan 213-221 °C. Menurut Varnam dan Sutherland (1994) : ligh roast menghilangkan 3-5 % kadar air, medium roast 5-8 %, dan dark roast 8-14 %. Banyaknya air yang diuapkan selama penyangraian mempengaruhi kadar air akhir dari kopi sangrai. Kopi Arabika yang digunakan memiliki kadar air lebih tinggi dibandingkan kadar air kopi Robusta. Namun, campuran keduanya memberikan nilai kadar air yang tidak berbeda nyata dengan Robusta. Hal ini diduga terjadi karena derajat penyangraian Robusta lebih tinggi dibandingan Arabika sehingga kadar airnya lebih rendah. Rekapitulasi sidik ragam kadar air kopi bubuk dapat dilihat pada Lampiran 2. Kadar abu menunjukkan kandungan mineral dan logam pada suatu bahan. Kandungan mineral dan logam pada kopi bubuk dipengaruhi oleh tempat tumbuh kopi itu sendiri dan tidak berubah secara signifikan selama penyangraian. Kandungan mineral pada kopi bubuk diperoleh dari unsur hara yang diserap selama pertumbuhan (Martin et al. 1998). Kadar abu dari kopi bubuk yang digunakan sedikit melebihi standar SNI yang mensyaratkan kadar abu maksimum pada bubuk kopi adalah 5 % b/b. Tingginya kadar abu dari kopi bubuk yang digunakan dipengaruhi oleh proses pemeliharaan, kondisi tanah dan iklim tempat kopi itu tumbuh. Kopi yang digunakan sebagai bahan baku diambil dari Kabupaten Buleleng, Bali sehingga memiliki karakteristik kadar abu tidak berbeda jauh satu dengan lainnya. Berdasarkan sidik ragam terhadap kopi bubuk diperoleh bahwa kopi Arabika memiliki kadar abu tertinggi dan beda nyata terhadap perbandingan lainnya. Kadar abu kopi berbeda karena perbedaan kandungan mineral dan logam dari kopi itu sendiri. Kopi Arabika yang digunakan memiliki kadar abu lebih lebih tinggi dari kopi Robusta karena pengaruh tempat tumbuh. Kopi Arabika ditanam pada ketinggian 1000-2000 m dpl, sedangkan kopi Robusta ditanam pada ketinggian 800 m dpl. Hal tersebut menyebabkan perbedaan unsur hara yang tersedia untuk pertumbuahan kopi. Daerah yang lebih tinggi diduga menyediakan unsur hara lebih banyak untuk pertumbuhan kopi. Faktor pemeliharaan dan tempat tumbuh sangat mempengaruhi kandungan mineral dan logam kopi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al. (1999), kopi yang berbeda varietasnya (daerah tumbuh) memiliki kandungan logam yang berbeda-beda. Kandungan logam pada masing-masing varietas dapat digunakan sebagai dasar untuk membedakan jenis kopi. Rekapitulasi sidik ragam kadar abu kopi bubuk dapat dilihat pada Lampiran 2. Kadar sari kopi bubuk menunjukkan jumlah zat yang terlarut dalam air selama penyeduhan. Zat yang terlarut dalam air selama penyeduhan mempengaruhi cita rasa seduhan kopi. Dalam pembuatan kopi instan, proses ekstraksi dilakukan untuk mengambil sari dari kopi yang kemudian dikeringkan. Semakin tinggi sari kopi yang terekstrak semakin tinggi rendemen kopi instan yang dihasilkan. Kopi bubuk yang digunakan memiliki kadar sari yang sesuai dengan SNI yaitu berkisar antara 20-36 %. Berdasarkan sidik ragam terhadap kadar sari diperoleh bahwa perbandingan Robusta : Arabika tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar sari kopi bubuk. Masing-masing kopi bubuk hasil perbandingan memiliki kandungan zat yang larut dalam air dengan jumlah yang tidak berbeda jauh. Dalam penyeduhan kopi bubuk terdapat dua komponen yang terbentuk, yaitu komponen yang larut air dan komponen yang dapat membentuk emulsi. Komponen yang larut dapat berupa senyawa mudah menguap, seperti aldehid dan keton (pembentuk aroma) dan senyawa yang tidak menguap, seperti kafein, asam, dan gula (pembentuk cita rasa) (Buffo dan Cardelli-Freire 2004). Rekapitulasi sidik ragam kadar sari kopi bubuk dapat dilihat pada Lampiran 2.
16
Kandungan kafein dari kopi sangat penting untuk diketahui karena kafein, senyawa stimulan yang terdapat dalam kopi, mempengaruhi cita rasa kopi yang dihasilkan. Kafein memberikan rasa pahit pada kopi, semakin rendah kandungan kafeinnya, semakin enak rasa seduhan kopi. Kadar kafein kopi Robusta yang digunakan melebihi kadar kafein yang ditentukan pada SNI. Namun, berdasarkan penelitian Ling et al. (2000), menyatakan bahwa kopi Robusta memiliki konsentrasi kafein (2,26g/100g) lebih tinggi dibandingkan kopi Arabika (1,61g/100g). Berdasarkan sidik ragam terhadap kadar kafein diperoleh bahwa perlakuan perbandingan Robusta : Arabika memberikan pengaruh nyata terhadap kadar kafein dari kopi bubuk. Kopi Arabika memiliki kadar kafein terendah dan berbeda nyata dengan kopi bubuk lainnya. Kadar kafein kopi bubuk semakin rendah dengan meningkatnya persentase Arabika. Namun, perbandingan Robusta : Arabika 70:30 dan 60:40 memiliki kadar kafein yang tidak berbeda nyata satu sama lain. Tinggi rendahnya kadar kafein kopi, selain dipengaruhi oleh varietas juga dipengaruhi oleh proses penyangraian. Pada proses penyangraian, sebagain kafein akan menyublim menjadi kafeol (Panggabean 2011). Apabila proses sublimasi tidak berjalan sempurna akan menyebabkan kadungan kafein yang tinggi pada kopi bubuk. Selama penyangraian biji kopi, terjadi perubahan fisik dan kimia seperti swelling, penguapan air, terbentunya senyawa mudah menguap, karamelisaasi karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO2. Senyawa mudah menguap yang terbentuk akan menghasilkan aroma yang khas ketika kopi diseduh. Senyawa mudah menguap kopi bubuk diukur sebagai nilai volatile reducing substance (VRS). Kopi Arabika memiliki aroma seduhan yang khas dan cita rasa yang lebih baik dibandingkan dengan kopi Robusta karena kopi Arabika memiliki senyawa pembentuk aroma yang tidak dimiliki kopi Robusta. Berdasarkan sidik ragam terhadap kadar VRS diperoleh bahwa perlakuan perbandingan Robusta : Arabika tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar VRS kopi bubuk. Masing-masing perbandingan memiliki kandungan senyawa mudah menguap dengan jumlah yang tidak berbeda jauh. Selama proses penyangraian, komponen aroma (senyawa mudah menguap) terbentuk melalui proses pirolisis (Mondello et al. 2005). Kopi mengandung lebih dari 800 senyawa pembentuk aroma yang terdiri atas beberapa golongan, seperti asam, alkohol, aldehid, anisol, ester, furan, keton, tiasol, dan komponen fenolik serta sulfur (Buffo dan Cardelli-Freire 2004). Kopi mengadung asam-asam pembentuk aroma dan cita rasa yang mempengaruhi derajat keasamannya. Keasaman yang tinggi meberikan kualitas aroma yang baik karena terdapat senyawa asam yang bersifat mudah menguap seperti asam format, asam asetat, asam propanoat, dan asam heksanoat. Asam yang membentuk cita rasa berupa asam asetat, asam malat, asam sitrat dan asam fosfat. Pada proses penyangraian, berbagai jenis asam mengalami perubahan. Nilai derajat keasaman (pH) kopi bubuk Robusta dan Arabika tidak berbeda jauh berkisar antara pH 5-6,1. Kadar asam yang terdapat pada biji kopi Arabika rata-rata 1,7 %, sedangkan Robusta 1,6 % (Panggabean 2011). Sidik ragam terhadap derajat keasaman menunjukkan perlakuan perbandingan Robusta : Arabika memberikan pengaruh nyata terhadap derajat keasaman. Perbandingan Robusta : Arabika 100:0 dan 0:100 tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan perbandingan 80:20, 70:30, dan 60:40. Perbandingan 70:30 memberikan nilai pH terendah yang berbeda nyata dengan perbandingan lainnya. Ini menunjukkan Robusta murni dan Arabika murni memiliki derajat keasaman yang hampir sama. Campuran keduanya memberikan nilai pH yang lebih kecil karena asam yang terlarut merupakan gabungan dari asam-asam Robusta dan Arabika. Selain itu, derajat keasaman dipengaruhi oleh derajat penyangraian, semakin lama penyangraian dan semakin tinggi suhu penyangraian, semakin tinggi derajat keasamannya. Berdasarkan penelitian Albanese et al. (2009), pencampuran Robusta dan Arabika akan memberikan nilai pH yang berbeda-beda, karena asam yang larut dalam air berbeda jumlahnya. 17
B. KARAKTERISTIK AIR PENGEKSTRAK Air merupakan komponen kedua yang sangat penting dalam pembuatan kopi instan. Air berfungsi sebagai pelarut komponen kopi. Pada umumnya, komposisi air tidak berpengaruh langsung terhadap cita rasa kopi instan yang dihasilkan. Berbeda karakteristik air yang digunakan, berbeda pengaruhnya terhadap kualitas kopi instan. Tingkat alkalinitas air mempengaruhi ion-ion yang terdapat dalam kopi selama proses ekstraksi (Navarini dan Rivetti 2010). Karakteristik air yang digunakan dalam proses ekstraksi dibandingkan dengan Permenkes No. 416/ Men. Kes/ Per./IX/1990 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perbandingan karakteristik air yang digunakan untuk ekstraksi dengan kualitas air minum berdasarkan Permenkes No. 416/ Men. Kes/ Per./IX/1990 Parameter Satuan Permenkes Sampel Air Fisika : Bau Tidak berbau Normal Jumlah zat padat terlarut mg/l 1000 0 Kekeruhan Skala NTU 5 0 Rasa Tidak berasa Normal Warna Skala TCU 15 0 Kimia Anorganik : pH 6,5 – 8,5 6,86 Kesadahan CaCO3 mg/l 500 21,52 Besi (Fe) mg/l 0,3 0,017 Zeng (Zn) mg/l 5,0 0,047 Magnesium (Mg) mg/l 0.083 Kalsium (Ca) mg/l 21,52 Natrium (Na) mg/l 0,039 Kalium (K) mg/l 0,904 Air yang digunakan harus sesuai dengan baku mutu air minum karena digunakan untuk pembuatan bahan pangan. Air yang digunakan adalah air PAM yang ada di daerah Dramaga Bogor yang memenuhi standar baku mutu air minum berdasarkan Permenkes No. 907/MENKES/SK/VII/ 2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum (PDAM Tirta Pakuan 2010). Pada proses ekstraksi, air dipanaskan hingga mendidih dan dibiarkan selama 15 menit. Ini bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen yang terdapat dalam air. Air digunakan untuk mengekstrak komponen kopi setelah mencapai suhu 85-90 oC. Dengan suhu yang tidak terlalu tinggi diharapkan komponen kopi tidak rusak akibat panas. Parameter yang diamati dari sampel air berupa parameter fisika dan kimia. Parameter fisika meliputi bau, rasa, warna, kekeruhan, dan zat padat terlarut. Air yang digunakan dalam proses ekstraksi tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tidak keruh dan tidak terdapat zat padat yang terlarut. Hasil pengujian ini sesuai dengan yang disyaratkan peraturan mentri kesehatan untuk air minum. Sifat fisika air sedikit mengalami perubahan ketika pemanasan atau pendinginan. Perubahan wujud air terjadi karena adanya perubahan suhu. Pada proses ekstraksi, air dipanaskan hingga 90 oC agar dapat melarutkan komponen-komponen yang terdapat dalam kopi. Pemanasan membuat air memuai dan ikatan antar molekulnya menjadi longgar sehingga dapat melarutkan komponen kopi (Andarwulan 2011). Suhu air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan komponen cita rasa dan aroma yang telah terekstrak. 18
Parameter kimia yang diamati dari air adalah pH, kesadahan, dan kandungan logamnya. Derajat keasaman (pH) air yang disyaratkan adalah 6,5-8,5. Tingkat keasaman air dipengaruhi oleh jumlah senyawa oksida yang terlarut dalam air, seperti karbondioksida dan ion karbonat. Nilai pH dari sampel air yang digunakan memenuhi standar yang disyaratkan, yaitu 6,86. Kesadahan menunjukkan tingkat alkalinitas sampel air yang diuji. Kesadahan dapat berupa kesadahan sementara dan kesadahan permanen. Kesadahan sementara terjadi karena keberadaan kalsium dan magnesium bikarbonat (Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2) yang akan hilang ketika terjadi pemanasan air hingga mendidih. Kesadahan permanen disebabkan oleh sulfat dan karbonat dari magnesium dan kalsium. Hasil pengujian menunjukkan tingkat kesadahan masih dalam ambang batas yang disyaratkan. Tingkat kesadahan yang tinggi mempengaruhi pH kopi instan yang dihasilkan. Untuk setiap 100 ppm alkalinitas meningkatkan pH 0,22 unit untuk kopi sangrai dan 0,33 unit untuk kopi instan. Sampel air memiliki kesadahan yang lebih kecil dari 50 ppm, ini menunjukkan kesadahan air yang digunakan pada proses ekstraksi tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap perubahan pH (Navarini dan Rivetti 2010). Kandungan logam pada air yang diguankan pada proses ekstraksi sesuai dengan standar yang ditetapkan. Kandungan logam yang berlebih dapat membahayakan kesehatan dan mengubah rasa air itu sendiri.
C. PROSES PENGOLAHAN KOPI INSTAN Pengolahan kopi bubuk menjadi kopi instan melalui beberapa tahapan diantaranya proses ekstraksi, penyaringan, pengeringan dan pengemasan. Proses yang paling penting dalam pembuatan kopi instan adalah proses ekstraksi dan pengeringan. Proses ekstraksi menentukan seberapa banyak komponen kopi dapat diambil untuk kemudian dikeringkan. Proses pengeringan menentukan karakteristik bubuk kopi instan yang dihasilkan. Pengeringan dapat dilakukan dengan spray dryer atau freeze dryer. Menurut Clarke dan Vitzthum (2001), proses ekstraksi kopi dilakukan dengan menggunakan pelarut air pada suhu dibawah 100 oC. Suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan dekomposisi kandungan kopi dan penurunan cita rasa kopi instan. Proses ekstraksi dapat dilakukan secara batch ataupun kontinu. Pada proses batch, kopi bubuk dan air dimasukkan pada kolom yang sama, kemudian setelah proses ekstraksi ampas dan ekstrak kopi keluar dari kolom secara bersamaan untuk kemudian disaring. Untuk proses kontinu, kopi bubuk diumpankan pada mesin ekstraksi dan dialiri air panas. Hasil ekstraksi keluar dari lubang ekstrak, sedangkan kopi bubuk berjalan pada konveyor yang terus dialiri air. Kopi bubuk diumpankan secara terus menerus sehingga proses ekstraksi dapat berlangsung secara kontinu. Pada penelitian ini, proses ekstraksi dilakukan secara batch dengan menggunakan gelas piala sebagai pengganti kolom ekstraktor. Pembuatan kopi instan dilakukan dengan menggunakan kopi bubuk dengan perbandingan Robusta : Arabika yang berbeda. Perlakuan perbandingan Robusta : Arabika yang digunakan adalah 100:0, 80:20, 70:30, 60:40, dan 0:100. Kopi bubuk yang akan diekstrak ditimbang bobotnya kemudian diekstrak dengan perbandingan kopi : air yang telah ditentukan, yaitu 1:4, 1:6 dan 1:8 (g/ml). Suhu air untuk ekstraksi berkisar antara 85-90 oC untuk menghindari kerusakan dan kehilangan komponen pembentuk cita rasa dan aroma. Proses ekstraksi berlangsung selama 1,5 jam (hingga dingin). Ekstrak kopi kemudian disaring bertahap menggunakan kain saring dan kertas saring. Ekstrak kopi kemudian dikeringkan menjadi bubuk kopi instan. Hasil dari penyaringan kemudian dikeringkan menggunakan spray dryer. Namun, sebelum dikeringkan dilakukan pengujian total padatan terlarut (Total Soluble Solids (TSS)). Pengujian TSS bertujuan untuk mengetahui jumlah padatan yang terlarut dalam setiap liter larutan. Hasil pengujian TSS pada perlakuan perbandingan air disajikan pada Tabel 6. 19
Tabel 6. Nilai TSS dari perlakuan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi Kopi : Air (g/ml) Ulangan 1 (mg/ml) Ulangan 2 (mg/ml) 1:4 1,55 1,56 1:6 0,66 0,71 1:8 0,41 0,43
Rata-rata (mg/ml) 1,56 0,69 0,42
Nilai TSS mempengaruhi tingkat hidroskopis kopi instan yang dihasilkan setelah pengeringan. Nilai TSS yang kecil menunjukkan jumlah padatan yang terlarut dalam air juga kecil. Semakin kecil nilai TSS, kopi instan yang dihasilkan semakin bersifat hidroskopis. Jika dalam ruangan kelembabannya tinggi maka kopi instan akan menyerap uap air dari udara. Hal tersebut menyebabkan peningkatan kadar air pada kopi instan. Dari hasil pengujian semakin banyak air yang digunakan untuk mengekstrak semakin rendah nilai TSSnya. Ekstrak kopi dikeringkan menggunakan spray dryer karena harganya lebih murah dibandingakan dengan freeze dryer. Pada prinsipnya, pengeringan dengan spray dryer dilakukan dengan pemberian udara panas pada cairan yang disemprotkan. Pengeringan berlangsung dalam waktu singkat sehingga tidak merusak bahan yang dikeringkan. Laju spray juga harus diperhatikan karena menentukan tingkat kekeringan bahan. Untuk menentukan laju pengeringan yang tepat, dilakukan penelitian pendahuluan dengan mengatur kecepatan penyemprotan ekstrak. Dari hasil penelitian pendahuluan menggunakan kecepatan putaran pompa peristaltik untuk penyemprotan bahan, yaitu 300, 350, 400 rpm, diperoleh bahwa kecepatan putaran pompa peristaltik untuk penyemprotan 300 rpm menghasilakan bubuk kopi yang lebih kering dengan rendemen yang lebih tinggi dibandingan dengan 350 dan 400 rpm. Penyemprotan dengan laju putaran 400 rpm menghasilkan kopi instan yang lengket, menggumpal dan masih basah. Oleh karena itu, proses pengeringan kopi instan dengan spray dryer dilakukan dengan kecepatan putaran 300 rpm untuk mendapatkan bubuk kopi instan yang lebih kering. Untuk proses pengolahan kopi instan yang dilakukan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini :
a
b
c Gambar 5. Proses pengolahan kopi instan (a) Ekstraksi kopi, (b) Pengeringan ekstrak dengan spray dryer, (c) Kopi instan hasil perlakuan 20
D. KARAKTERISTIK KOPI INSTAN 1. Rendemen Rendemen hasil pengolahan kopi bubuk menjadi kopi instan sangat bergantung dari jumlah sari kopi bubuk yang terekstrak. Kandungan kopi berupa senyawa penghasil cita rasa dan aroma kopi larut dalam air. Air yang digunakan dalam proses ekstraksi suhunya tidak melebihi 100 oC agar kamponen kopi yang diektrak tidak rusak. Rendemen kopi instan yang dihasilkan pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6.
Rendemen (%)
16 14 12 10
kopi : air
8
1:4
6
1:6
4
1:8
2 0 100:0
80:20
70:30
60:40
0:100
Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 6. Rendemen kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Berdasarkan sidik ragam, rendemen kopi instan yang dihasilkan berbeda nyata untuk perlakuan perbandingan Robusta : Arabika dan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi, tetapi tidak berbeda nyata untuk interaksi kedua perlakuan. Rekapitulasi sidik ragam terhadap nilai rendemen dan hasil uji duncan dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa perbandingan Robusta : Arabika 100:0, 80:20, dan 0:100 menghasilkan rataan rendemen yang tidak berbeda jauh, rendemen meningkat pada perbandingan 70:30 dan menurun pada perbandingan 60:40. Hal ini menunjukkan rendemen kopi instan yang dihasilkan dari Robusta murni dan Arabika murni tidak berbeda secara signifikan. Namun campurannya memberikan rendemen yang berbeda satu sama lain. Perbandingan Robusta : Arabika 70:30 menghasilkan rendemen tertinggi. Rendemen kopi instan dipengaruhi oleh karakteristik kopi bubuk yang diekstrak. Kopi bubuk perbandingan Robusta : Arabika 70:30 memiliki kadar sari, VRS dan total asam yang tinggi dibandingkan dengan kopi bubuk perbandingan lainnya. Tingginya kadar sari, VRS dan total asam menyebabkan rendemen kopi instan yang dihasilkan lebih banyak. Semakin tinggi kadar sari, VRS dan total asam semakin banyak jumlah senyawa yang terlarut ketika proses ekstraksi. Kopi bubuk yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:8 menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan perbandingan kopi : air 1:6 atau 1:4. Hal ini disebabkan semakin banyak air yang digunakan dalam ekstraksi, semakin banyak komponen kopi bubuk yang dapat terekstrak. Perbandingan kopi : air 1:8 lebih banyak melarutkan senyawa kopi yang terdapat dalam kopi bubuk dibandingkan dengan perbandingan kopi : air 1:6 atau 1:4 namun, ekstrak yang dihasilkan lebih encer dan akan berpengaruh terhadap lamanya pengeringan menggunakan spray dryer. Selain itu, rendahnya rendemen yang dihasilkan dapat disebabkan oleh faktor kehilangan (loss) pada saat pengeringan menggunakan spray dryer.
21
Peningkatan nilai rendemen dapat dilakukan dengan ekstraksi berulang. Ampas kopi sisa proses ekstraksi diekstrak kembali untuk mengambil sari kopi yang belum terekstrak sebelumnya. Hasil ekstraksi ini dipekatkan dengan cara evaporasi dan kemudian dikeringkan menggunakan spray dryer. Delgado et al. (2008), mengungkapkan kecilnya rendemen kopi instan yang dihasilkan dari proses ekstraksi karena adanya kandungan galaktomanan yang tidak mudah larut dalam air. Peningkatan rendemen dilakukan dengan menghidrolisis galaktomanan menjadi gula yang lebih sederhana yaitu manosa dan galaktosa menggunakan enzim pektinase. Gula sederhana akan lebih mudah larut dalam air sehingga sari kopi yang terekstrak menjadi lebih besar.
2.
Kadar Air
Kadar air suatu bahan perlu diketahui, karena air dapat mempengaruhi cita rasa. Kadar air mempengaruhi daya tahan bahan selama penyimpanan. Kandungan air dalam bahan menentukan daya tahan terhadap serangan mikroorganisme (Winarno 1992). Kadar air dalam bahan pangan akan berubah-ubah sesuai dengan lingkungannya, dan hal ini sangat erat hubungannya dengan daya awet bahan pangan tersebut (Purnomo 1995). Kadar air yang diharapkan dari kopi instan yang diperoleh dari perlakuan adalah kadar air yang terendah. Semakin rendah kadar air maka penyerapan uap air dari udara akan semakin lama. Hal ini akan menjaga ketahanan bahan pangan dari kontaminasi mikroorganisme selama penyimpanan. Peningkatan kadar air menyebabkan kerusakan pada produk yang mana kopi instan yang dihasilkan akan menggumpal. Kadar air kopi instan dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7. 10
Kadar Air (%)
8 kopi : air
6
1:4 4
1:6 1:8
2 0 100:0
80:20
70:30
60:40
0:100
Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 7. Kadar air kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Berdasarkan sidik ragam, kadar air berbeda nyata untuk perlakuan perbandingan Robusta : Arabika dan interaksi antara kedua perlakuan, sedangkan perlakuan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi tidak berbeda nyata. Perbandingan Robusta : Arabika memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air kopi instan yang dihasilkan. Kopi instan yang dihasilkan dari perbandingan Robusta : Arabika 100:0 menghasilkan kopi instan dengan rataan kadar air terendah dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air kopi instan yang dihasilkan. Namun, interaksi kedua perlakuan mempengaruhi kadar air kopi instan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa produk kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 100:0 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:8 memiliki rata-rata kadar air terendah yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 22
80:20 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 dan kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:8 memiliki kadar air tertinggi dan keduanya tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Kadar air terendah dari kopi instan hasil perlakuan memenuhi syarat pada SNI, sedangkan perlakuan lainnya memberikan kadar air lebih tinggi dari nilai maksimal yang disyaratkan. Rekapitulasi sidik ragam terhadap kadar air dan hasil uji duncan dapat dilihat pada Lampiran 3. Kadar air masing-masing perlakuan berbeda nyata dan tidak menunjukkan kecendrungan terhadap perlakuan yang diberikan. Kadar air kopi instan sangat dipengaruhi oleh relative humidity (RH) ruangan tempat ekstraksi. Kopi instan bersifat hidroskopis, kopi instan akan menyerap uap air dari udara hingga mencapai titik equilibrium moisture content (EMC). Menurut Earle (1983), equilibrium moisture content (EMC) merupakan titik kesetimbangan antara kadar air dalam bahan dengan uap air yang terdapat dalam lingkungan sekitarnya. Semakin tinggi nilai RH ruangan semakin tinggi kadar air kopi instan yang dihasilkan. Pada proses pengeringan, RH ruangan sangat mempengaruhi kadar air kopi intan yang dihasilkan. Ruang pengeringan memiliki kelembaban yang tinggi dengan RH rata-rata 85%. Uap air yang ada di udara diserap oleh kopi instan yang bersifat hidroskopis, sehingga kadar airnya menjadi tinggi. Untuk mengurangi tingkat hidroskopisnya, kopi instan yang dihasilkan dari proses spray dryer digranulasi. Proses granulasi dilakukan untuk memperbesar ukuran partikel kopi instan. Semakin besar ukuran partikelnya, luas permukaan untuk mengikat uap air semakin kecil.
3.
Kadar Abu
Kadar abu menunjukkan jumlah material yang terdapat dalam suatu bahan. Kandungan material pada kopi dapat berupa unsur kelumit yang dibutuhkan tanaman dalam pertumbuhan. Menurut Martin et al. (1998), kandungan material dalam kopi dipengaruhi oleh kandungan hara di lingkungan tempat tumbuhnya dan penggunaan pupuk selama pemeliharaan. Jumlah mineral dalam kopi tidak mengalami perubahan secara signifikan selama proses pengolahan kopi hingga siap diminum oleh konsumen. Kadar abu kopi instan dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 8. 20 Kadar Abu (%)
16 kopi : air
12
1:4
8
1:6
4
1:8
0 100:0
80:20
70:30
60:40
0:100
Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 8. Kadar abu kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Berdasarkan sidik ragam, kadar abu kopi instan yang dihasilkan berbeda nyata untuk perlakuan perbandingan Robusta : Arabika dan interaksi kedua perlakuan, sedangkan untuk perlakuan
23
perbandingan kopi : air untuk ekstraksi tidak berbeda nyata. Rekapitulasi sidik ragam terhadap kadar abu dan hasil uji duncan dapat dilihat pada Lampiran 3. Perbandingan Robusta : Arabika memberikan pengaruh nyata pada nilai kadar abu. Dari Perbandingan Robusta : Arabika 100:0 dan 80:20 mengahasilkan kopi instan dengan kadar abu yang tidak berbeda jauh, kadar abu menurun pada perbandingan Robusta : Arabika 70:30, kemudian meningkat pada perbandingan Robusta : Arabika 60:40 dan 0:100. Kopi instan dari Arabika murni memiliki kadar abu tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Gambar 8). Perbedaan kadar abu pada kopi instan dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan. Kopi bubuk dengan Arabika murni memiliki kadar abu paling tinggi dan berbeda nyata dengan kopi bubuk lainnya. Ini menunjukkan semakin tinggi kadar abu pada bahan baku semakin tinggi kadar abu pada kopi instan yang dihasilkan. Perlakuan perbandingan air ekstraksi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu karena air yang digunakan jenisnya sama. Interaksi antara perlakuan pencampuran dengan perbandingan jumlah air menunjukkan kopi Arabika yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:6 dan 1:8 memiliki kadar abu tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan, kopi bubuk dengan kadar abu yang tinggi diekstrak dengan air yang lebih banyak akan menghasilkan kopi intan dengan kadar abu yang lebih tinggi. Meskipun perbandingan kopi : air tidak memberikan pengaruh nyata, tetapi karakteristik air yang digunakan ikut mempengaruhi kandungan mineral pada kopi instan. Air yang digunakan memiliki kandungan kalsium yang cukup tinggi yang diduga ikut terbawa pada ekstrak kopi yang kemudian dikeringkan. Tingginya kandungan kalsium menyebabkan air menjadi sadah. Menurut Ciptadi dan Nasution (1985), Air yang mengandung alkali menghambat kecepatan perkolasi. Perbandingan kopi terhadap air alkali adalah 1:10. Kerugian menggunakan air yang bersifat alkali adalah terbentuknya garam kalsium yang dapat menurunkan efisiensi proses pemakaian panas.
4.
Kadar Sari
Kadar sari menunjukkan jumlah zat yang terlarut dalam air selama penyeduhan. Kopi instan merupakan hasil ekstraksi sari kopi bubuk yang kemudian dipekatkan dan dikeringkan. Kopi instan mengandung padatan larut air dan senyawa mudah menguap yang diekstrak dari bubuk kopi. Hasil ektraksi yang kemudian dikeringkan menghasilkan kopi tanpa ampas. Kadar sari kopi instan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kadar sari kopi bubuk. Hasil pengujian kadar sari kopi instan yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 9.
95
Kadar Sari(%)
90 kopi : air 1:4
85 80
1:6 1:8
75 70 100:0
80:20
70:30
60:40
0:100
Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 9. Kadar sari kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi 24
Berdasarkan sidik ragam, kadar sari kopi instan yang dihasilkan berbeda nyata untuk perlakuan perbandingan Robusta : Arabika, perbandingan kopi : air untuk ekstraksi dan interaksi antara kedua perlakuan. Rekapitulasi sidik ragam terhadap kadar sari dan hasil uji duncan dapat dilihat pada Lampiran 3. Perlakuan perbandingan Arabika : Robusta memberikan pengaruh nyata terhadap kadar sari kopi instan yang dihasilkan. Masing-masing perbandingan Robusta : Arabika memberikan kadar sari yang berbeda. Pada Gambar 9, dapat dilihat bahwa perbandingan Robusta : Arabika 70:30 menghasilkan kopi instan dengan rataan kadar sari terendah yang meningkat pada perbandingan Robusta : Arabika 0:100, 100:0, 80:20 dan 60:40. Kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 60:40 memberikan rataan kadar sari tertinggi yang berbeda nyata dengan perlakuan perbandingan lainnya. Kopi bubuk perbandingan 60:40 memiliki kadar sari, total asam, kafein dan VRS yang cukup tinggi sehingga banyak senyawa larut air yang dapat terekstrak menjadi kopi instan. Semakin banyak senyawa yang larut dalam air ketika proses ekstraksi semakin tinggi kadar sarinya. Perlakuan perbandingan kopi : air untuk esktraksi memberikan pengaruh nyata terhadap kadar sari kopi instan. Pada Gambar 9, dapat dilihat perbandingan kopi : air 1:4 sebagian besar menghasilkan kopi instan dengan kadar sari yang tinggi. Kopi instan yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 dan 1:6 menghasilkan kopi instan dengan kadar sari tertinggi yang berbeda nyata dengan perbandingan kopi : air 1:8. Volume air yang digunakan juga mempengaruhi kadar sari kopi instan yang dihasilkan. Volume air yang tinggi tidak hanya melarutkan senyawa larut air, tetapi juga membawa partikel koloid. Semakin tinggi volume air semakin banyak partikel koloid yang ikut terbawa, sehingga kadar sari kopi instan semakin kecil. Uji lanjut Duncan menunjukkan kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 60:40 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 dan 1:6 memiliki kadar sari tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Kadar sari kopi instan dipengaruhi oleh jumlah senyawa yang larut dalam air dan partikel koloid yang ikut dalam filtrat ketika proses ekstraksi dan penyaringan. Partikel koloid merupakan padatan yang tidak larut dalam air namun membetuk suspensi yang sulit dipisahkan karena ukuran partikel yang kecil. Kopi instan yang dihasilkan dari proses pengeringan filtrat yang mengandung partikel koloid akan memberikan nilai kadar sari yang rendah. Banyaknya partikel koloid yang ikut dalam filtrat dipengaruhi oleh kehalusan gilingan kopi bubuk. Semakin kecil partikel kopi semakin banyak partikel koloid yang lolos dari saringan. Kadar sari kopi instan lebih tinggi dibandingkan dengan kopi bubuk karena jumlah padatan yang larut airnya lebih banyak. Besarnya persentase padatan terlarut pada kopi instan karena kopi instan merupakan hasil ekstraksi dari kopi bubuk. Semakin banyak jumlah padatan larut air semakin baik cita rasa kopi yang dihasilkan, karena padatan terlarut memberikan cita rasa pada hasil seduhan kopi. Kadar sari kopi instan dipengaruhi oleh proses ekstraksi karena air yang digunakan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi akan mengekstrak komponen padatan larut air dan senyawa mudah menguap (Clarke dan Vitsthurn 2001).
5.
Senyawa Mudah Mengaup (Volatile Reducing Substance (VRS))
Penentuan jumlah bahan yang mudah menguap dapat ditentukan dengan menghitung nilai volatile reducing substance (VRS). Menurut Clifford dan Willson (1985), uji VRS adalah uji untuk menentukan bahan mudah menguap yang dapat direduksi. Bahan-bahan tersebut dapat berupa komponen aroma yang disukai atau komponen yang tidak disukai konsumen, aroma yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh komponen yang dominan. Pada pengolahan kopi instan, kandungan senyawa mudah menguap ini sangat dipengaruhi oleh proses ekstraksi. Senyawa mudah menguap yang terbentuk setelah proses penyangraian diekstrak 25
dengan melarutkannya dalam air panas. Suhu air ekstraksi sangat berpengaruh terhadap kandungan senyawa mudah menguap yang terkandung dalam kopi instan yang dihasilkan. Suhu ekstraksi yang terlalu tinggi ( lebih dari 100 0C) akan merusak komponen senyawa mudah menguap dan senyawa pembentuk cita rasa. Selain itu, komponen mudah menguap juga dipengaruhi oleh proses pengeringan menggunkan spray dryer. Semakin lama ekstrak kopi kontak dengan panas semakin tinggi kemungkinan senyawa mudah menguap dalam kopi instan tersebut rusak. Perbandingan nilai VRS dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 10. 16 Kadar VRS (meq)
14 12 10
kopi : air
8
1:4
6
1:6
4
1:8
2 0 100:0
80:20
70:30
60:40
0:100
Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 10. Kadar VRS kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Berdasarkan sidik ragam terhadap nilai VRS, menunjukkan bahwa kadar VRS tidak berbeda nyata untuk setiap perlakuan dan interaksi antara keduanya. Rekapitulasi sidik ragam terhadap kadar VRS dapat dilihat pada Lampiran 3. Kadar VRS kopi instan yang tidak berbeda nyata satu dengan yang lain dikarenakan kopi bubuk yang digunakan memiliki nilai VRS yang tidak berbeda nyata satu dengan lainnya, hal ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Senyawa mudah menguap merupakan komponen pembentuk aroma. Senyawa-senyawa yang mudah menguap tersebut, pada biji kopi timbul setelah biji kopi disangrai. Komponen mudah menguap pada biji Arabika dan Robusta hampir sama. Walaupun komponen turunannya dan aroma dari biji Arabika mempunyai beberapa perbedaan terhadap biji Robusta. Senyawa mudah menguap yang dihasilkan setelah kopi disangrai dapat berupa hasil pirolisis dari senyawa karbohidrat, protein, dan lemak (Panggaben 2011). Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 80:20 dengan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi 1:6 memiliki nilai VRS paling tinggi diantara perlakuan lainnya. Namun, jika dilihat dari hasil uji organoleptik perlakuan tersebut kurang disukai panelis. Hal ini dikarenakan senyawa mudah menguap yang direduksi dalam uji VRS berupa komponen tidak disukai oleh konsumen. Tingginya komponen mudah menguap yang tidak disukai menyebabkan aroma seduhan kopi menjadi tidak enak. Kerusakan senyawa mudah menguap dapat terjadi pada proses ekstraksi, pengeringan dengan spray dryer, atau keduanya.
26
6.
Nilai Derajat Keasaman (pH)
Menurut Panggabean (2011), kadar asam karboksilat pada biji kopi Arabika rata-rata 1,7 %, sedangkan Robusta 1,6 %. Jenis asam karboksilat pada biji kopi diantaranya asam format, asam asetat, asam aksilik, asam sitrat, asam piruvat, asam laktat, asam malat, dan asam quinat. Sementara itu, asam yang berperan terhadap pembentukan komponen cita rasa asam yaitu asam asetat, asam malat, asam sitrat, dan asam fosfat. Asam-asam yang terkandung dalam kopi mempengaruhi derajat keasamannya. Hasil pengujian derajat keasaman kopi instan yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 11. 6,4 6,2 nilai pH
6 5,8
kopi : air
5,6
1:4 1:6
5,4
1:8
5,2
5 100:0
80:20
70:30
60:40
0:100
Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 11. Derajat keasaman (pH) kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Berdasarkan sidik ragam, nilai pH kopi instan yang dihasilkan berbeda nyata untuk perlakuan perbandingan Robusta : Arabika, perbandingan kopi : air untuk ekstraksi, dan interaksi antara kedua perlakuan. Rekapitulasi sidik ragam terhadap nilai pH dan hasil uji duncan dapat dilihat pada Lampiran 3. Perlakuan perbandingan Robusta : Arabika memberikan pengaruh nyata terhadap derajat keasaman kopi instan yang dihasilkan. Pada Gambar 11, dapat dilihat perbandingan Robusta : Arabika 100:0 dan 0:100 menghasilkan kopi instan dengan derajat keasaman yang cukup tinggi yang berbeda nyata satu sama lain, sedangkan perbandingan Robusta : Arabika 80:20, 70:30 dan 60:40 memiliki derajat keasaman yang lebih rendah. Kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 80:20 dan 60:40 memiliki derajat keasaman terendah dan saling tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan perbandingan Robusta : Arabika 70:30. Dalam hal ini, dapat dilihat bahwa Arabika murni memiliki derajat keasaman yang lebih rendah dibandingkan dengan Robusta murni. Namun, campuran keduanya memiliki derajat keasaman yang lebih rendah dari keduanya. Derajat keasaman kopi instan dipengaruhi oleh derajat keasaman dan total asam kopi bubuk yang digunakan. Kopi bubuk perbandingan Robusta : Arabika 60:40 dan 80:20 memiliki nilai pH yang tidak berbeda nyata (lihat Lampiran 2). Hal inilah yang menyebabkan pH kopi instan yang dihasilkan dari kedua prebandingan tersebut saling tidak berbeda nyata. Selain itu, pH juga dipengaruhi oleh air yang digunakan. Derajat keasaman air adalah 6,86, nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan pH kopi bubuk. Perlakuan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi memberikan pengaruh nyata terhadap derajat keasaman kopi instan. Perbandingan kopi : air untuk estraksi 1:4, 1:6 dan 1:8 memberikan derajat keasaman yang berbeda satu dengan lainnya. Kopi instan yang dihasilkan dari ekstraksi menggunakan perbandingan kopi : air 1:4 memberikan nilai pH terendah. Hal ini dikarenakan 27
konsentrasi asam pada proses ekstaksi dipengaruhi jumlah air yang digunakan. Volume air yang tinggi menyebabkan konsentrasi asam semakin rendah. Perbandingan kopi : air 1:4 memiliki nilai pH lebih rendah karena lebih pekat dibandingkan dengan perbandingan lainnya. Uji lanjut Duncan menunjukkan kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 60:40 dan 80:20 diekstrak dengan semua perbandingan kopi : air dan perbandingan Robusta : Arabika 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 memiliki nilai pH terendah dan tidak saling berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Kopi bubuk perbandingan Robusta : Arabika 70:30 memiliki derajat keasaman yang rendah namun ketika diekstraksi dengan perbandingan kopi : air 1:6 dan 1:8 derajat keasamannya menjadi tinggi. Hal ini diduga dikarenakan adanya interaksi antara kopi bubuk yang memiliki pH rendah dengan air yang digunakan yang memiliki pH yang lebih tinggi. Semakin banyak air yang bereaksi semakin tinggi nilai pH. Nilai pH yang lebih rendah menunjukkan kandungan asam yang lebih banyak dalam pembentukan cita rasa dan aroma. Keasaman kopi juga dipengaruhi oleh cara pengolahan. Pengolahan kopi secara basah nyebabkan keasamannya tinggi terutama pada kopi Arabika, sedangkan pengolahan kering untuk kopi Robusta menyebabkan keasaman rendah (Panggabean 2011). Dalam pembuatan kopi instan suhu air ekstraksi mempengaruhi tingkat keasaman karena menentukan jumlah asam-asam organik yang ikut teresktrak. Menurut Fond (1995), sifat kimia air memberikan pengaruh kecil pada proses ekstraksi. Namun, penggunaan air alkali dengan perbandingan yang tinggi mempengaruhi nilai pH, rasa dan warna gelap. Air yang digunakan untuk ekstraksi memiliki alkalinitas yang cukup tinggi sehingga semakin tinggi perbandingan air yang digunakan semakin tinggi pH kopi instan yang dihasilkan.
7.
Total Asam
Nilai total asam memiliki korelasi terhadap nilai pH. Semakin tinggi nilai total asam maka semakin rendah nilai pHnya. Dalam perhitungan total asam pada kopi, asam yang digunakan sebagai acuan adalah asam sitrat karena asam ini banyak ditemui pada buah-buahan. Kopi Bali dikenal memiliki cita rasa asam buah karena ditanam secara tumpang sari dengan tanaman jeruk. Nilai total asam mengalami penurunan selama proses pengolahan kopi instan. Terdapat jenis asam yang mudah menguap ketika kontak dengan panas. Total asam kopi instan masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 12.
Total Asam (mg/g)
12 10
8 kopi : air 1:4
6 4
1:6
2
1:8
0 100:0
80:20
70:30
60:40
0:100
Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 12. Total asam kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi
28
Berdasarkan analisis ragam, nilai total asam kopi instan yang dihasilkan berbeda nyata untuk perlakuan perbandingan Robusta : Arabika serta interaksi kedua perlakuan, sedangkan perlakuan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi tidak berpengaruh nyata. Rekapitulasi sidik ragam terhadap total asam dan hasil uji duncan dapat dilihat pada Lampiran 3. Perbandingan Robusta : Arabika memberikan pengaruh nyata terhadap nilai total asam kopi instan. Pada Gambar 12, dapat dilihat perbandingan Robusta : Arabika 100:0 menghasilkan kopi instan dengan total asam terendah, nilai total asam terus meningkat dengan meningkatnya persentase Arabika. Perbandingan Robusta : Arabika 60:40 dan 0:100 memberikan total asam tertinggi dibandingkan dengan perbandingan lainnya. Total asam kopi instan dipengaruhi oleh total asam kopi bubuk yang digunakan. Pada umumnya, kopi Arabika memiliki total asam lebih tinggi dibandingakan dengan kopi Robusta tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Arabika memiliki beberapa senyawa asam yang tidak dimiliki oleh Robusta, sehingga Arabika memiliki rasa asam yang khas yang tidak dimiliki oleh Robusta (Albanese et al. 2009). Total asam kopi bubuk dari hasil perbandingan Robusta : Arabika tidak berbeda nyata satu dengan lain. Namun, pada proses ekstraksi terjadi perubahan total asam karena total asam pada kopi bubuk tidak larut seluruhnya. Menurut Panggabean (2011), Asam-asam yang terdapat dalam kopi bubuk merupakan senyawa yang mudah menguap dan tidak menguap. Asam mudah menguap sangat rentan terhadap panas, karena akan mengalami degradasi ketika terkena panas. Selama proses esktraksi dan pengeringan terjadi degradasi asam karena panas, sehingga kopi instan memiliki total asam yang lebih kecil dibandingkan dengan kopi bubuk. Interaksi perlakuan perbandingan Robusta : Arabika dan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi memberikan pengaruh nyata terhadap total asam kopi instan. Kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 60:40 dan 0:100 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air untuk ekstraksi 1:4 menghasilkan kopi instan yang memiliki total asam tertinggi yang saling tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan, kopi bubuk yang memiliki persentase Arabika semakin tinggi dan diekstrak dengan air yang tidak terlalu banyak akan menghasilkan kopi instan yang memiliki total asam yang tinggi.
8.
Uji Organoleptik
Uji organoleptik merupakan salah satu indikator untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Menurut Setianingsih et al. (2010), evaluasi sensori dilakukan terhadap beberapa atribut pada produk pangan, seperti penampakan, aroma, konsistensi, tekstur, dan rasa. Selanjutnya, evaluasi sensori dapat digunakan untuk berbagai tujuan, seperti pemeliharaan mutu produk, optimasi produk, pengembangan produk baru, dan pendugaan pasar yang potensial. Terdapat beberapa jenis pengujian organoleptik, jenis pengujian yang dipilih tergantung tujuan apa yang diinginkan. Pada penelitian ini, uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik (kesukaan) terhadap bubuk kopi instan dan seduhannya. Pada uji organoleptik, panelis yang menguji merupakan mahasiswa yang mewakili konsumen yang ada di pasar. Panelis mahasiswa dipilih untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen yang menjadi target yang sebagian besar merupakan kaula muda yang menyukai produk instan. Menurut Illy dan Viani (2005), terdapat enam faktor yang mempengaruhi karakteristik sensori kopi, yaitu varietas tanaman, lokasi/kondisi tumbuh, metode pengolahan (metode basah atau kering), tingkat penyangraian, kehalusan bubuk, dan cara penyajian. Perlakuan pencampuran kopi Robusta dan Arabika akan menghasilkan kopi instan yang memiliki karakteristik sensori yang berbeda-beda. Perbedaan jenis kopi akan memberikan karakteristik yang khas.
29
a.
Warna
Warna bubuk kopi instan dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kopi instan. Menurut Geel et al. (2005), warna bubuk kopi instan dapat dikelompokkan berdasarkan penambahan bahan pengisi dalam pembuatan kopi instan itu sendiri. Kopi instan murni memiliki warna lebih pekat dibandingkan dengan kopi instan yang dibuat dengan penambahan bubuk chicory atau maltodekstrin. Penambahan bahan pengisi dilakukan untuk perbedaan kelas ekonomi. Bahan pengisi seperti maltodekstrin mengurangi tingkat kecokelatan bubuk kopi yang dihasilkan. Pebedaan kopi instan dari kopi murni dengan kopi instan dengan bahan tambahan maltodekstrin dapat dilihat pada Gambar 13.
(a) (b) Gambar 13. (a) Bubuk kopi instan dari kopi murni, (b) bubuk kopi instan dengan penambahan matlodekstrin 7 % Bubuk kopi instan yang dihasilkan memiliki warna yang sama satu dengan yang lainnya, yaitu cokelat pekat. Warna bubuk kopi instan tidak berbeda pada penampakan visual dikarenakan pada proses pembuatan kopi instan tidak dilakukan penambahan pengisi. Kopi instan dihasilkan dari ekstraksi kopi bubuk yang kemudian langsung dikeringkan. Semua sampel kopi yang diamati menunjukkan warna yang baik sesuai dengan warna kopi instan yang berbahan baku kopi murni. Persentase kesukaan panelis terhadap warna bubuk kopi instan dapat dilihat pada Gambar 14. 50 Kesukaan (%)
40 kopi : air
30
1:4 20
1:6 1:8
10 0 100:0
80:20
70:30
60:40
0:100
Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 14. Persentase kesukaan panelis terhadap warna bubuk kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Dari Gambar 14 dapat terlihat bahwa sebagian besar panelis menilai suka terhadap warna bubuk kopi instan. Beberapa warna bubuk kopi instan yang paling disukai panelis adalah kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 80:20 dan 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 serta kopi instan dari Robusta : Arabika 60:40 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:8. Panampakan secara visual bubuk kopi instan menunjukkan warna yang sama sehingga penilaian 30
panelis cendrung rata. Warna bubuk kopi instan dipengaruhi oleh kadar sarinya. Sari kopi memiliki warna cokelat pekat ketika dikeringkan. Inilah yang menyebabkan kopi instan memiliki warna cokelat khas. Bubuk kopi instan yang berwarna cokelat akan berwarna hitam ketika diseduh. Warna seduhan dapat berbeda-beda dikarenakan pengaruh pengolahan tehadap sifat fisik dan kimia pigmen alami tanaman yang mudah mengalami perubahan kimia dan peka terhadap panas. Warna kopi yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh proses penyangraian. Selama proses penyangraian akan terjadi perubahan senyawa-senyawa kimia seperti karamelisasi gula yang menyebabkan timbulnya warna cokelat tua (Sari 2001). Persentase kesukaan panelis terhadap warna seduhan kopi instan dapat dilihat pada Gambar 15.
Kesukaan (%)
80 60
kopi : air 1:4
40
1:6 20
1:8
0 100:0
80:20
70:30
60:40
0:100
Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 15. Persentase kesukaan panelis terhadap warna seduhan kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Hasil penilaian panelis menunjukkan semua warna seduhan kopi instan disukai konsumen. Perlakuan yang paling disukai konsumen adalah kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:6. Warna seduhan dipengaruhi oleh nilai kadar sari dari kopi instan. Sari kopi yang larut dalam air akan memberikan warna hitam pekat. Kadar sari kopi instan cukup tinggi untuk setiap perlakuan sehingga hasil seduhannya memberikan warna hitam yang tampak sama secara pengamatan visual.
b. Aroma Aroma bubuk kopi instan timbul karena adanya senyawa-senyawa yang mudah menguap. Senyawa mudah menguap dari kopi terbentuk selama proses penyangraian. Dalam pembuatan kopi instan senyawa mudah menguap tersebut dilarutkan dalam air panas agar ikut terekstrak dan membentuk aroma kopi instan yang dihasilkan (Bhumiratana et al. 2011). Sebagian besar senyawa mudah menguap yang tidak tahan terhadap panas akan mengalami kerusakan selama proses ekstraksi dan pengeringan. Aroma kopi instan yang terbentuk adalah aroma fishy (aroma ikan). Aroma ini dapat dengan mudah dikenali ketika bubuk kopi instan keluar dari spray dyer. Persentase kesukaan panelis terhadap aroma bubuk kopi instan dapat dilihat pada Gambar 16.
31
Kesukaan (%)
80 60 kopi : air 1:4
40
1:6
20
1:8
0 100:0
80:20
70:30
60:40
0:100
Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 16. Persentase kesukaan panelis terhadap aroma bubuk kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Pada Gambar 16, dapat dilihat bahwa sampel kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 memiliki aroma yang paling disukai konsumen dibandingkan dengan sampel kopi lainnya. Aroma yang timbul dipengaruhi oleh jumlah senyawa mudah menguap dan total asam. Kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 memiliki kadar VRS dan total asam yang cukup tinggi. Kadar VRS kopi instan tidak berbeda nyata, tetapi persentase kesukaan panelis terhadap aroma bubuk kopi instan berbeda-beda. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan proporsi antara senyawa mudah menguap yang disukai konsumen dengan senyawa mudah menguap yang tidak disukai konsumen. Senyawa mudah menguap yang terdapat pada kopi instan perlakuan ini diduga sebagian besar merupakan komponen yang disukai panelis. Selain senyawa mudah menguap, total asam juga mempengaruhi aroma bubuk kopi instan. Asam yang terdapat pada kopi dapat berupa asam yang mudah menguap. Asam yang mudah menguap akan memberikan aroma khas pada kopi. Baggenstoss et al. (2008) menyatakan bahwa terbentuknya aroma yang khas pada kopi disebabkan oleh kafeol dan senyawa-senyawa komponen pembentuk aroma kopi lainnya. Asam-asam organik yang terdapat dalam kopi merupakan komponen yang membentuk aroma kopi saat diseduh. Sebagian senyawa pembentuk aroma merupakan senyawa yang mudah menguap yang rentan terhadap panas yang terlalu tinggi. Persentase kesukaan konsumen terhadap aroma seduhan kopi instan dapat dilihat pada Gambar 17.
Kesukaan (%)
80 60 kopi : air 1:4
40
1:6
20
1:8
0 100:0
80:20
70:30
60:40
0:100
Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 17. Persentase kesukaan panelis terhadap aroma seduhan kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi 32
Hasil pengujian panelis diperoleh bahwa kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 60:40 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 paling disukai konsumen, sedangkan kopi instan perbandingan 80:20 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:8 paling tidak disukai. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma seduhan kopi instan dipengaruhi oleh senyawa mudah menguap, total asam dan kadar sarinya. Dari uji VRS diperoleh bahwa kopi instan yang dihasilkan tidak berbeda secara signifikan. Kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 80:20 yang diektraksi dengan perbandingan kopi : air 1:8 memiliki rataan nilai VRS (Lampiran 3) tinggi tetapi cenderung tidak disukai konsumen. Hal ini dikarenakan senyawa mudah menguap yang terukur dalam pengujian VRS memiliki komponen yang tidak disukai lebih tinggi dibandingkan dengan komponen yang disukai. Kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 60:40 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 memiliki total asam dan kadar sari yang tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Total asam dapat berupa asam pembentuk aroma atau cita rasa. Kandungan asam yang tinggi memberikan aroma yang khas karena lepasnya asam-asam mudah menguap ketika penyeduhan. Kadar sari menunjukkan komponen yang larut dalam air ketika penyeduhan. Komponen yang larut dapat berupa senyawa mudah menguap yang membentuk aroma. Semakin banyak senyawa mudah menguap yang larut dalam air ketika penyeduhan semakin tajam aroma yang dihasilkan.
c.
Tekstur
Tekstur kopi instan terbentuk karena proses pengeringan yang menggunakan spray dryer. Proses pengeringan dengan menyemprotkan ekstrak kopi ke tabung pemanas mengahasilkan bubuk yang halus. Bubuk kopi instan akan lengket satu dengan lainnya ketika kontak dengan uap air karena bubuk yang bersifat hidroskopis. Apabila kontak dengan udara lembab bubuk kopi akan berubah menjadi granula-granula yang lebih besar dan teksturnya menjadi kasar. Persentase kesukaan panelis terhadap tekstur bubuk kopi instan dapat dilihat pada Gambar 18.
Kesukaan (%)
80 60 kopi : air 40
1:4 1:6
20
1:8
0 100:0
80:20
70:30
60:40
0:100
Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 18. Persentase kesukaan panelis terhadap tekstur bubuk kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Tekstur bubuk kopi instan yang disukai konsumen adalah kopi instan dari perbandingan Robusta : Arabika 60:40 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4, sedangkan yang paling tidak disukai adalah kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:8. Penilaian konsumen terhadap tekstur bubuk kopi instan dipengaruhi oleh tingkat kehalusan bubuk itu sendiri. Tekstur kopi instan dipasaran pada umumnya dibuat bergranula untuk mengurangi tingkat hidroskopisnya. Proses granulasi dapat dilakukan dengan aglomerasi. 33
Aglomerasi merupakan proses penggabungan partikel-partikel kecil menjadi partikel yang lebih besar. Dengan bergabungnya partikel kecil ini akan menyebabkan tekstur menjadi kasar. Teknik aglomerasi untuk kopi instan dapat dilakukan dengan metode basah yang kemudian dikeringkan dengan fluidized bed atau pengeringan vakum (Maximillian 2010).
d. Rasa Cita rasa pada kopi dipengaruhi oleh hasil degradasi beberapa senyawa seperti karbohidrat, alkaloid, asam klotogenat, senyawa mudah menguap, dan trigonelin. Karbohidrat terdegradasi membentuk sukrosa dan gula-gula sederhana yang menghasilkan rasa manis. Alkaloid berupa kafein mengalami sublimasi menjadi kafeol. Kafein bersama dengan asam klorogenat dan trigonelin memberikan rasa pahit pada kopi. Asam klorogenat terdekomposisi sebanyak 50 % selama penyangraian. Penyangraian yang baik akan menghilangkan kandungan asam klorogenat. Senyawa trigonelin terdekomposisi hanya 15 % untuk semua derajat penyangraian. Senyawa mudah menguap terbentuk pada akhir penyangraian. Dekomposisi senyawa ini terjadi pada tahap pirolisis (Sari 2001). Persentase kesukaan konsumen terhadap rasa kopi instan dapat dilihat pada Gambar 19.
Kesukaan (%)
80 60 kopi : air 1:4
40
1:6
20
1:8
0 100:0
80:20
70:30
60:40
0:100
Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 19. Persentase kesukaan panelis terhadap rasa kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Hasil pengujian panelis diperoleh bahwa beberapa kopi instan yang sangat disukai panelis, yaitu kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:6 dan 1:8 serta kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 60:40 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 dan 1:6. Rasa seduhan dipengaruhi oleh karakteristik fisiko kimia kopi instan. Kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 70:30 memiliki kadar abu terendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Rendahnya kadar abu menunjukkan sedikitnya mineral dan unsur logam pada kopi yang dapat mempengaruhi cita rasa seduhannya. Kadar sari dan total asam dari kopi instan perbandingan Robusta : Arabika 60:40 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kadar sari yang tinggi menunjukkan senyawa pembentuk cita rasa dan aroma larut dalam air. Total asam menunjukkan jumlah asam-asam pembentuk cita rasa. Asam-asam tersebut akan memberikan cita rasa asam yang khas pada kopi. Hal ini menyebabkan kopi dengan perlakuan ini memiliki rasa yang paling disukai konsumen.
34
e.
Penerimaan Umum
Penerimaan umum panelis menunjukkan tingkat penerimaan panelis terhadap produk kopi instan. Penerimaan umum merupakan penilaian atribut sensori kopi instan secara umum. Persentase kesukaan konsumen terhadap penerimaan umum kopi instan dapat dilihat pada Gambar 20. Hasil pengujian panelis menunjukkan sebagian besar panelis menyukai kopi instan yang dihasilkan. Kopi instan dengan perbandingan Robusta : Arabika 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:6 dan 1:8 serta kopi instan dengan perbandingan Robusta : Arabika 60:40 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:4 dan 1:6 merupakan kopi instan yang banyak disukai panelis. Kopi instan dengan perbandingan Robusta : Arabika 70:30 dan 60:40 lebih banyak disukai karena pengaruh karakteristik fisiko kimia. Kopi instan dengan dua perbandingan tersebut memiliki kadar sari, total asam, dan VRS yang tinggi sehingga cita rasanya lebih baik dibandingakn dengan perlakuan lainnya. 60
Kesukaan (%)
50 40
kopi : air
30
1:4
20
1:6
10
1:8
0 100:0
80:20
70:30
60:40
0:100
Perbandingan Robusta : Arabika Gambar 20. Persentase kesukaan panelis terhadap penerimaan umum kopi instan dari perlakuan pencampuran dua jenis kopi dan jumlah air ekstraksi Kopi instan perlakuan perbandingan Robusta : Arabika 70:30 yang diekstrak dengan perbandingan kopi : air 1:8 memiliki rasa yang paling disukai konsumen. Penerimaan umum panelis terhadap kopi instan perlakuan ini paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Selain dari hasil uji organoleptik, kopi instan perlakuan ini memiliki nilai rendemen tertinggi, yaitu 15%. Dengan kadar abu yang rendah, kopi instan ini memiliki kandungan mineral dan logam yang lebih rendah dibandingakan dengan perlakuan lainnya sehingga cita rasanya lebih baik. Kadar sari yang tidak terlalu tinggi menunjukkan adanya partikel koloid berupa ter yang ikut terlarut ketika diseduh yang memberikan rasa khas pada kopi. Derajat keasaman yang tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi menyebabkan rasa kopi instan sesuai dengan selera konsumen. Begitu pula dengan nilai total asamnya.
E. PROFIL BIAYA BAHAN BAKU Profil biaya bahan baku pengolahan kopi instan hanya memperhatikan harga bahan baku dan rendemen kopi instan yang dihasilkan. Dengan mengasumsikan harga biji Robusta sangrai Rp 30.000 dan harga biji Arabika sangrai Rp 40.000. Profil biaya bahan baku untuk menghasilkan 1 kg kopi instan dari perlakuan perbandingan Robusta : Arabika dapat dilihat pada Tabel 7.
35
Tabel 7. Profil biaya bahan baku untuk menghasilkan 1 kg kopi instan Robusta : Arabika
Rendemen (%)
Kebutuhan Kopi
100:0
11,60
8,6 kg Robusta
Rp 258.000
7,6 kg Robusta
Rp 228.000
80:20
10,51 1,9 kg Arabika
Rp
5,8 kg Robusta
Rp 174.000
1,7 kg Arabika
Rp
7,2 kg Robusta
Rp 216.000
4,8 kg Robusta
Rp 192.000
8,9 kg Arabika
Rp 356.000
70:30
60:40 0:100
Biaya Kopi
Rp 258.000 Rp 304.000
76.000
11,98
Rp 242.000 68.000
8,32 11,19
Total biaya
Rp 408.000 Rp 356.000
Dari Tabel 8 dapat dilihat rendemen sangat mempengaruhi biaya bahan baku yang dikeluarkan dalam pengolahan kopi instan. Semakin tinggi rendemen semakin rendah biaya bahan baku yang dikeluarkan. Dilihat dari profil biaya bahan baku dibandingkan dengan harga jual kopi instan Rp 150.000/ 250g, semua perlakuan perbandingan Robusta : Arabika dapat digunakan dalam produksi kopi instan. Namun, pada kenyataannya, biaya yang dibutuhkan dalam pengolahan kopi instan bukan hanya biaya bahan baku, tetapi juga biaya tetap (peralatan), dan biaya tidak tetap lainnya (bahan bakar, tenaga kerja, listrik, dan lain-lain). Oleh karena itu, perlakuan yang dipilih adalah perlakuan yang memberikan rendemen tertingi dan biaya pokok terendah. Perbandingan Robusta : Arabika 70:30 sangat cocok untuk dipilih karena biaya bahan bakunya paling rendah dah kopi instan yang dihasilkan memiliki karakteristik fisiko kimia dan organoleptik yang cukup disukai konsumen.
36