16
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April-Agustus 2010. Penanaman kedelai dilakukan pada bulan Mei 2010. Pada bulan tersebut salinitas belum mempengaruhi pertumbuhan kedelai. Hal ini karena pada bulan tersebut air yang berada dalam saluran masih merupakan sisa air hujan, namun kadar kation dan anion sudah dipengaruhi air laut, sehingga kation dan anion didominasi oleh Na dan Cl. Pada percobaan ini air mulai di alirkan ke parit-parit di antara petak-petak percobaan sejak awal tanam. Kecambah kedelai mulai muncul di permukaan pada umur 5 hari setelah tanam (HST), tetapi kurang merata. Hal ini karena benih ditanam terlalu dalam dengan kondisi tanah lahan pasang surut mempunyai kadar liat tinggi 57% (Tabel 1) sehingga pertumbuhan kecambah kedelai ke permukaan tanah terhambat, kemudian dilakukan penyulaman dengan cara benih kedelai ditanam dangkal 1-2 cm sehingga menjadi merata pemunculannya di seluruh petakan percobaan pada umur 10 HST. Daun trifoliat pertama terbentuk sempurna pada umur 14 HST. Pada 21 HST mulai terlihat gejala daun menguning, terutama daun yang muda dan daun tua tetap berwarna hijau. Menurut Ghulamahdi (1999) hal ini karena
kedelai
beraklimatisasi
dan
selanjutnya
tanaman
memperbaiki
pertumbuhannya. Pada awal aklimatisasi, kandungan N dalam daun menurun dan tanaman menjadi khlorotis. Hal ini disebabkan berkurangnya penyerapan nitrogen dan terjadinya alokasi hasil fotosintesis ke bagian bawah tanaman (ke perakaran baru dan bintil akar). Gejala daun menguning tersebut berangsur-angsur berkurang setelah pemberian N 100% melalui daun pada umur 30 HST. Daun berangsur-angsur membaik dengan munculnya pucuk baru. Tanaman mulai muncul bunga pada umur 40 HST. Umur panen tanaman menjadi lebih lama untuk semua perlakuan.
17
Tinggi tanaman merata pada lebar bedengan 2 dan 4 m, sedangkan tinggi tanaman pada lebar bedengan 6 dan 8 m, tanaman pinggir relatif lebih tinggi dibandingkan tanaman tengah (Gambar 8). Ini terjadi diduga karena laju gerakan air dari parit ke tengah bedengan kurang mampu mengimbangi kehilangan air karena evapotranspirasi dan perkolasi. Kondisi kurangnya air di tengah bedengan menyebabkan pirit teroksidasi sehingga tanah menjadi masam, menghambat pertumbuhan tanaman dan produksi rendah. Hasil analisis tanah sebelum tanam memperlihatkan tingkat kesuburan yang relatif baik dengan kandungan bahan organik, P2O5, dan K2O yang cukup tinggi. Akan tetapi tanah memiliki kemasaman yang tinggi dengan pH 4.90 dan Al3+ 3.56 cmol(+)/kg. Nilai tukar kation K dan Na rendah, namun nilai tukar kation Ca dan Mg tergolong tinggi. Kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa sedang. Tekstur tanah adalah liat berdebu dengan komposisi pasir 1%, debu 42%, dan liat 57%. Kelarutan alumunium dan besi yang cukup tinggi, kondisi ini menyebabkan tanah memerlukan tambahan input dalam bentuk kapur dan pupuk agar tanaman kedelai
dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik (Tabel 1). Tanah juga
mengandung pirit dan Fe yang cukup tinggi. Kedalaman pirit di lahan penelitian adalah kurang lebih 30 cm (Gambar 6).
30 cm
Gambar 6. Kedalaman Pirit dari Permukaan Tanah
18
Tabel 1. Data Analisis Tanah Sebelum Tanam No 1
2
3
4 5
6
7
8
Peubah Analisis Tekstur (pipet) a. Pasir b. Debu c. Liat Eksrak 1:5 a. pH H2O b. pH KCl Bahan Organik a. C b. N c. C/N P2O5 Bray 1 K2O Morgan Nilai Tukar Kation (NH4Acetat 1 M. pH 7) a. K b. Ca c. Mg d. Na e. KTK f. KB Ekstrak KCl 1M a. AL3+ b. H+
a. Pirit b. Ca c. Mg d. Fe e. Mn f. S *Balai Penelitian Tanah (2010)
Hasil Analisis
Kriteria
a. 1% b. 42% c. 57%
Liat berdebu
a. 4.90 b. 4.00
Sangat masam
a. 5.24% b. 0.24% c. 22%
a. Tinggi b. Sedang c. Tinggi
a. 5.2 mg/100g
a. Tinggi
a. 0.5 mg/100g
a. Rendah
a. 0.15 cmol(+)/kg b. 4.72 cmol(+)/kg c. 4.67 cmol(+)/kg d. 0.64 cmol(+)/kg e. 20.24 cmol(+)/kg f. 50%
a. Rendah b. Tinggi c. Tinggi d. Rendah e. Sedang f. Sedang
a. 3.56 cmol(+)/kg b. 0.27 cmol(+)/kg a. 0.16% (1600 ppm) a. 110 mg/100g b. 270 mg/100g c. 154.2 mg/100g d. 32.4 mg/100g e. 90 mg/100g
a. Tinggi b. Rendah a. Tinggi b. Tinggi c. Tinggi d. Tinggi e. Sedang f. Tinggi
Sumber air untuk budidaya jenuh air (BJA) pada penelitian ini adalah dengan memanfaatkan air yang berada di saluran drainase yang telah dipengaruhi pasang surut air laut. Hal ini berpengaruh pada kandungan kation dan anion dalam
19
air yang didominasi oleh Na dan Cl, namun daya hantar listrik masih rendah 0.488 mmhos/cm sehingga dapat mengairi semua tanaman, tidak merusak tanah dan tanaman. Air ini juga memiliki kemasaman yang tinggi dengan pH 5.4. Kadar lumpur yang ada di air 0.20 mg/l (Tabel 2). Tabel 2. Data Analisis Air No. 1
Peubah Analisi DHL
Hasil Analisis 0.488 mmhos/cm
2 3
pH 5.4 Kation a. NH4 a. 0.81 mg/l air bebas lumpur b. Ca b. 11.65 mg/l air bebas lumpur c. Mg c. 4.87 mg/l air bebas lumpur d. Na d. 19.63 mg/l air bebas lumpur e. Fe e. 0.19 mg/l air bebas lumpur f. Mn f. 0.00 mg/l air bebas lumpur g. Cu g. 0.03 mg/l air bebas limpur h. Zn h. 0.00 mg/l air bebas lumpur i. Jumlah kation i. 37.18 mg/l air bebas lumpur 4 Anion a. PO43a. 0. 56 mg/l air bebas lumpur 2b. SO4 b. 111 mg/l air bebas lumpur c. Cl c. 2.69 mg/l air bebas lumpur d. HCO3 d. 0.32 mg/l air bebas lumpur e. CO3 e. 0.00 mg/l air bebas lumpur f. Jumlah anion f. 112.57 mg/l air bebas lumpur 5 Kadar lumpur 0.20 mg/l air bebas lumpur *Balai penelitian tanah (2010)
Kriteria Rendah Sangat masam Rendah Tinggi Sedang Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah Rendah Sedang Rendah
Air berasal dari pengaruh pasang surut air laut. Daerah lahan pasang surut ini dibuka dengan cara membuat jaringan drainase, namun saluran-saluran belum dilengkapi pintu-pintu air, sehingga sistem pengelolaan dan tata air hanya tergantung dengan fluktuasi pasang surut air laut. Jaringan drainase terdiri dari saluran primer, sekunder, tersier, dan kuarter (Gambar 7).
20
a. Saluran Primer
c. Saluran Tersier
b. Saluran Sekunder
d. Saluran Kuarter
Gambar 7. Jaringan Drainase di Desa Banyu Urip Pertumbuhan dan Produksi Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tinggi muka air berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 2, 8, 10, dan 12 MST, jumlah cabang pada saat panen, bobot kering daun, batang, akar, bintil, produksi biji, buku produktif dan tidak produktif dan jumlah polong isi. Tinggi muka air tidak berbeda nyata terhadap jumlah daun pada umur 2, 4, 6, 8, dan 10 MST, jumlah polong hampa dan bobot 100 biji. Lebar bedengan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 2 dan 4 MST, jumlah daun pada umur 6 MST, jumlah cabang saat panen, bobot kering daun, batang, akar, bintil, produksi biji, buku produktif dan tidak produktif, jumlah polong isi dan bobot 100 biji. Interaksi tinggi muka air dan lebar bedengan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 MST, jumlah daun pada umur 2 dan 6 MST, jumlah cabang pada
21
saat panen, bobot kering daun, batang, akar, bintil, produksi biji, buku produktif dan tidak produktif, jumlah polong isi, dan bobot 100 biji (Lampiran 1). Pola pertumbuhan tinggi tanaman pada umur 6 MST sama dengan pola pertumbuhan pada umur 2 dan 4 MST. Puncak pertumbuhan tanaman adalah pada umur 8 dan 10 MST. Jumlah daun pada umur 8 dan 10 MST relatif sama dan daun sudah mulai gugur. Pertambahan tinggi tanaman dari umur 2-6 MST mencapai 100% dari tinggi 2 dan 4 MST, dari umur 6-8 MST mencapai 39% dari tinggi 6 MST, sedangkan dari umur 8-10 MST hanya bertambah 2%. Pertambahan jumlah daun dari umur 2-4 MST rata-rata adalah 4 daun, dari umur 4-6 MST ratarata adalah 7 daun dan dari umur 6-8 MST rata-rata adalah 3 daun (Tabel 3, 7, dan 11). Pertumbuhan tanaman tidak terlalu tertekan selama masa aklimatisasi di awal pertumbuhan. Hal ini karena pertumbuhan tanaman stabil sejak awal pertumbuhan hingga umur 10 MST yang ditunjukkan oleh peubah tinggi tanaman, jumlah daun, dan cabang yang relatif baik (Tabel 3, 7, dan 11). Menurut Ghulamahdi et al. (2006), pertumbuhan kedelai mengalami tekanan pada awal pemberian jenuh air. Akar dan bintil akar menjadi mati dan selanjutnya tumbuh di atas muka air. Pertumbuhan meningkat setelah melewati masa aklimatisasi. Pertumbuhan tanaman mulai berhenti pada umur 10 MST. Pada saat umur 10 MST tanaman telah berada pada fase generatif. Hal ini sesuai dengan tipe varietas tersebut yang tergolong dalam tipe determinit yaitu berbunga hanya sekali dalam satu periode. Berdasarkan pertumbuhan tanaman yang stabil sejak awal pertumbuhan, tanaman dapat beradaptasi dengan baik di lahan pasang surut dengan teknologi BJA. Hal ini sesuai dengan deskripsi varietas tanggamus yang dirakit untuk adaptasi lahan masam (Lampiran 3). Terdapat pengaruh tinggi muka air terhadap tinggi tanaman pada umur 2, 8, dan 10 MST, tetapi tidak terdapat pengaruh pada umur 4 dan 6 MST. Tinggi tanaman pada umur 2 MST nyata lebih tinggi pada tinggi muka air 10 cm DPT dibandingkan pada tinggi muka air 20 cm DPT. Namun tinggi tanaman pada umur 8 dan 10 MST nyata lebih tinggi pada tinggi muka air 20 cm DPT dibandingkan pada tinggi muka air 10 cm DPT. Tidak terdapat pengaruh tinggi muka air terhadap jumlah daun pada umur 2, 4, 6, 8, dan 10 MST (Tabel 3).
22
Tabel 3. Pengaruh Tinggi Muka Air pada Komponen Pertumbuhan Kedelai pada Umur 2, 4, 6, 8, dan 10 MST Peubah
Tinggi Muka Air (cm) 10
20
Tinggi Tanaman: 11.35a 10.83b 2 MST 21.09a 21.71a 4 MST 48.84a 51.00a 6 MST 67.93b 71.58a 8 MST 69.66b 72.85a 10 MST Jumlah Daun: 1.83a 1.92a 2 MST 5.29a 5.61a 4 MST 12.05a 12.60a 6 MST 15.80a 16.75a 8 MST 15.45a 16.39a 10 MST Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata dengan uju jarak berganda Duncan 5% Tabel 4. Pengaruh Tinggi Muka Air terhadap Kandungan dan Serapan Hara N, P, K, Fe dan Mn dalam Daun Kedelai pada Umur 6 MST Peubah N Tinggi Muka Air (cm)
P
K
Fe
Mn
Kandungan Hara (g/100g) 1.43750b 0.048542b 0.0241167a 1.54083a 0.052583a 0.0241667a Serapan Hara (mg/tanaman) 10 246.52b 11.136b 50.200b 1.200b 0.83957b 20 325.78a 15.055a 68.999a 2.2440a 1.07021a Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5% 10 20
7.0600a 0.316667b 7.3542a 0.332500a
Terdapat pengaruh tinggi muka air terhadap kandungan hara P, K, dan Fe, tetapi tidak terdapat pengaruh tinggi muka air terhadap kandungan hara N dan Mn. Kandungan hara P, K, dan Fe nyata lebih tinggi pada tinggi muka air 20 cm DPT. Kandungan N dan Mn lebih tinggi pada tinggi muka air 20 cm DPT, tetapi secara statistik tidak berbeda nyata. Terdapat pengaruh tinggi muka air terhadap serapan hara N, P, K, Fe, dan Mn. Serapan hara N, P, K, Fe dan Mn nyata lebih
23
tinggi pada tinggi muka air 20 cm DPT dan berbeda nyata dengan tinggi muka air 10 cm (Tabel 4). Terdapat pengaruh tinggi muka air terhadap bobot kering daun, batang, akar, dan bintil pada umur 6 MST. Bobot kering daun, batang, akar, dan bintil nyata lebih tinggi pada tinggi muka air 20 cm DPT dibandingkan pada tinggi muka air 10 cm DPT (Tabel 5). Menurut Suwarto et al. (1994) tinggi muka air berpengaruh nyata pada bobot kering daun, batang, akar, dan bintil. Tabel 5. Pengaruh Tinggi Muka Air terhadap Bobot Kering Daun, Batang, Akar, dan Bintil pada Umur 6 MST Tinggi Muka Air (cm) 10 20 3.52b 4.51a Bobot Kering Daun (g) 3.64b 4.84a Bobot Kering Batang (g) 0.73b 0.99a Bobot Kering Akar (g) Bobot Kering Bintil (g) 0.33b 0.48a Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5% Peubah
Tabel 6. Pengaruh Tinggi Muka Air terhadap Komponen Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Saat Panen Tinggi Muka Air (cm) 10 20 70.66b 73.86a Tinggi Tanaman 4.22b 4.55a Jumlah Cabang 20.09b 22.86a Buku Produktif 4.05a 3.63b Buku tidak Produktif 67.83b 71.83a Polong Isi 1.11a 1.09a Polong Hampa 2.33b 2.58a Produksi Biji (ton/ha) 11.17a 11.39a Bobot 100 Biji (g) Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5% Peubah
Terdapat pengaruh tinggi muka air terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang, buku produktif, buku tidak produktif, polong isi, dan produksi kedelai. Namun tidak terdapat pengaruh tinggi muka air terhadap jumlah polong hampa dan bobot 100 biji kedelai. Tinggi tanaman, jumlah cabang, buku produktif, jumlah polong
24
isi, dan produksi kedelai nyata lebih tinggi pada tinggi muka air 20 cm DPT dibandingkan pada tinggi muka air 10 cm DPT (Tabel 6). Terdapat pengaruh lebar bedengan terhadap tinggi tanaman pada umur 2 dan 4 MST, tetapi tidak terdapat pengaruh pada umur 6, 8, dan 10 MST. Tinggi tanaman nyata lebih tinggi pada lebar bedengan 2 m. Terdapat pengaruh lebar bedengan terhadap jumlah daun pada umur 6 MST, tetapi tidak terdapat pengaruh pada umur 2, 4, 8, dan 10 MST (Tabel 7). Tabel 7. Pengaruh Lebar Bedengan terhadap Komponen Pertumbuhan Kedelai pada Umur 2, 4, 6, 8, dan 10 MST Peubah
Lebar Bedengan (m) 4 6
2 8 Tinggi Tanaman: 2 MST 11.57a 10.78b 11.22ab 10.78b 4 MST 22.45a 21.04ab 21.26ab 20.84b 6 MST 50.89a 50.44a 49.92a 48.43a 8 MST 70.14a 70.44a 69.70a 68.74a 10 MST 71.96a 71.62a 71.52a 69.44a Jumlah Daun: 2 MST 1.94a 1.90a 1.81a 1.85a 4 MST 5.71a 5.37a 5.27a 5.45a 6 MST 13.06a 12.19ab 12.17ab 11.87b 8 MST 16.94a 16.40a 16.50a 15.27a 10 MST 16.35a 16.22a 16.02a 15.80a Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5% Terdapat pengaruh lebar bedengan terhadap kandungan hara N, Fe, dan Mn, tetapi tidak terdapat pengaruh lebar bedengan terhadap kandungan hara P dan K. Kandungan hara N, Fe, dan Mn nyata lebih tinggi pada lebar bedengan 8 m dan berbeda nyata dengan lebar bedengan 2 m. Terdapat pengaruh lebar bedengan terhadap serapan hara P, tetapi tidak terdapat pengaruh lebar bedengan terhadap serapan hara N, K, Fe dan Mn. Serapan hara P nyata lebih tinggi pada lebar bedengan 2 m dan berbeda nyata dengan lebar bedengan 4, 6, dan 8 m (Tabel 8).
25
Tabel 8. Pengaruh Lebar Bedengan terhadap Kandungan dan Serapan Hara N, P, K, Fe dan Mn dalam Daun Kedelai pada Umur 6 MST Peubah
N
P
K
Fe
Mn
Lebar Bedengan (m) 2 4 6 8
6.2217c 6.8317bc 7.3033b 8.4717a
0.326667a 0.320000a 0.325000a 0.326667a
Kandungan Hara (g/100g) 1.3833a 0.038500d 1.3817a 0.045917c 1.5333a 0.055250b 1.6583a 0.062583a
0.021817b 0.022367b 0.024550b 0.027833a
Serapan Hara (mg/tanaman) 289.82a 15.184a 65.76a 1.8111a 0.9984a 2 291.57a 13.759ab 59.90a 1.9650a 0.9540a 4 295.61a 13.066ab 60.48a 2.1752a 0.9965a 6 267.61a 10.375b 52.26a 1.9766a 0.8707a 8 Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5% Menurut Indradewa et al. (2002) menyatakan bahwa dengan LPT lebih tinggi. tanaman yang mendapat genangan dalam parit mempunyai bobot kering tanaman (BKT) saat panen nyata lebih berat. karena terdapat korelasi antara LPT dengan BKT. Pada Tabel 9 terlihat bahwa terdapat pengaruh lebar bedengan terhadap bobot kering daun, batang, akar, dan bintil. Bobot kering daun, batang, akar, dan bintil nyata lebih berat pada lebar bedengan 2 m. Tabel 9. Pengaruh Lebar Bedengan terhadap Bobot Kering Daun, Batang, Akar, dan Bintil Kedelai pada Umur 6 MST Lebar Bedengan (m) 2 4 6 8 4.57a 4.29ab 4.03ab 3.17b Bobot Kering Daun (g) 5.27a 4.48ab 4.09ab 3.11b Bobot Kering Batang (g) 1.09a 0.83ab 0.78ab 0.72b Bobot Kering Akar (g) Bobot Kering Bintil (g) 0.58a 0.40b 0.34cb 0.29c Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda 5% Peubah
Pada saat panen terdapat pengaruh lebar bedengan terhadap jumlah cabang, buku produktif, buku tidak produktif, polong isi, bobot 100 biji, dan produksi kedelai, tetapi tidak terdapat pengaruh terhadap tinggi tanaman dan polong
26
hampa. Jumlah cabang, buku produktif, polong isi, bobot 100 biji, dan produksi kedelai nyata lebih tinggi pada lebar bedengan 2 m (Tabel 10). Indradewa et al. (2002) menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh lebar bedengan terhadap laju pertumbuhan kedelai. Tabel 10. Pengaruh Lebar Bedengan terhadap Komponen Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Saat Panen Lebar Bedengan (m) 2 4 6 8 72.96a 72.62a 72.52a 70.94a Tinggi Tanaman 4.71a 4.41ab 4.33ab 4.05b Jumlah Cabang 3.63a 22.73ab 21.18ab 20.47b Buku Produktif 3.44b 3.98ab 3.72ab 4.25a Buku tidak Produktif 80.17a 73.50b 65.17c 60.17d Polong Isi 0.92a 1.09a 1.06a 1.32a Polong Hampa 3.79a 2.52b 1.79c 1.71d Produksi Biji (ton/ha) 11.89a 11.30ab 10.98b 10.96b Bobot 100 Biji (g) Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5% Peubah
Terdapat pengaruh interakasi antara tinggi muka air dan lebar bedengan terhadap pertumbuhan kedelai pada umur 2, 4, 6, 8, dan 10 MST. Tinggi tanaman nyata lebih tinggi pada interaksi tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m. Terdapat pengaruh interaksi tinggi muka air dan lebar bedengan terhadap jumlah daun pada umur 2 dan 6 MST. tetapi tidak terdapat pengaruh pada umur 4, 8, dan 10 MST (Tabel 11). Terdapat pengaruh interaksi tinggi muka air dan lebar bengan terhadap serapan hara P. Serapan hara P nyata lebih tinggi pada perlakuan tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m dan berbeda nyata dengan perlakuan tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 4, 6, dan 8 m. Serapan hara P lebih kecil pada perlakuan tinggi muka air 10 cm DPT dengan lebar bedengan 8 m meskipun secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan tinggi muka air 10 cm DPT dengan lebar bedengan 4, 6, dan 8 m ( Tabel 12).
27
Tabel 11. Pengaruh Interaksi Tinggi Muka Air dan Lebar Bedengan terhadap Komponen Pertumbuhan Kedelai pada Umur 2, 4, 6, 8, dan 10 MST Tinggi Muka Air (cm)
Lebar Bedengan (m)
Pengamatan 2 MST
4 MST 6 MST 8 MST 10 MST Tinggi Tanaman (cm) 2 11.68a 21.76ab 47.97b 65.19b 72.60ab 4 11.11abc 20.26b 47.55ab 65.82b 71.91ab 10 6 11.61ab 21.55ab 51.28ab 65.15b 67.15b 8 10.98abc 20.79b 49.11ab 64.44b 66.99b 2 11.46abc 23.14a 53.88a 75.09a 76.77a 4 10.46c 21.82ab 53.81a 75.07a 76.25a 20 6 10.82abc 20.98ab 48.56ab 69.14b 70.44b 8 10.58bc 20.89ab 47.75b 67.04b 69.96b Jumlah Daun 2 1.90ab 5.45a 12.72ab 16.80a 16.60a 4 1.86ab 5.21a 11.76b 15.28a 16.33a 10 6 1.68b 5.20a 12.02ab 16.40a 15.71a 8 1.88ab 5.30a 11.76b 14.73a 14.93a 2 1.98a 5.97a 13.42a 17.51a 16.71a 4 1.93a 5.53a 12.62ab 17.08a 16.62a 20 6 1.93a 5.35a 12.35ab 16.62a 16.00a 8 1.81ab 5.60a 12.03ab 15.81a 15.82a Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5% Tabel 12. Pengaruh Interaksi Tinggi Muka Air dan Lebar Bedengan terhadap Serapan Hara P dalam Daun Kedelai pada Umur 6 MST Serapan Hara P (mg/tanaman) 2 9.978c 4 11.306bc 10 6 13.479bc 8 9.781c 2 20.389a 4 16.212ab 20 6 12.652bc 8 10.968bc Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5% Tinggi Muka Air (cm)
Lebar Bedengan (m)
28
Terdapat pengaruh interaksi tinggi muka air dan lebar bedengan terhadap bobot kering daun, batang, akar, dan bintil. Bobot kering daun, batang, akar, dan bintil nyata lebih tinggi pada perlakuan tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m (Tabel 13). Tabel 13. Pengaruh Interaksi Tinggi Muka Air dan Lebar Bedengan terhadap Bobot Kering Daun, Batang, Akar, dan Bintil Kedelai pada Umur 6 MST Tinggi Muka Air (cm)
Lebar Bedengan (m)
Bobot Kering (g) Daun
Batang
Akar
Bintil
2 3.22bc 3.58bc 0.69b 0.34bc 4 3.68bc 3.79bc 0.71b 0.44b 10 6 4.14bc 4.16bc 0.84b 0.30cd 8 3.90b 3.06c 0.65b 0.22d 2 5.92a 6.96a 1.50a 0.82a 4 4.91ab 5.17ab 0.94b 0.37bc 20 6 3.92bc 4.02bc 0.72b 0.37bc 8 3.29bc 3.19bc 0.82b 0.36bc Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5% Tabel 14. Pengaruh Interaksi Tinggi Muka Air dan Lebar Bedengan terhadap Komponen Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Saat Panen Tinggi Muka Air (cm)
Lebar Bedengan (m)
Pengamatan
Tinggi Tanaman Jumlah Buku Buku tidak (cm) Cabang Produktif Produktif 2 73.55ab 4.30ab 23.25ab 4.04ab 4 72.83ab 4.31ab 22.21b 4.11ab 10 6 68.06b 4.25ab 21.00b 3.58b 8 67.65b 3.90b 20.05b 4.48a 2 77.70a 4.68a 25.93a 2.83c 4 77.23a 4.48ab 21.33b 3.83ab 20 6 71.14a 4.41ab 21.36b 3.85ab 8 70.23b 4.18ab 20.88b 4.02ab Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5%
29
Tinggi tanaman. jumlah cabang. buku produktif. buku tidak produktif. jumlah polong isi. produksi biji dan bobot 100 biji kedelai lebih rendah pada interaksi tinggi muka air 10 cm DPT dengan lebar bedengan 8 m (Tabel 14 dan 15). Hal ini diduga karena dengan lebar bedengan 8 m kemampuan air meresap dari parit ke tengah bedengan kurang merata di seluruh areal bedengan. Tabel 15. Pengaruh Interaksi Tinggi Muka Air dan Lebar Bedengan terhadap Komponen Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Saat Panen Tinggi Muka Air (cm)
Lebar Bedengan (m)
Pengamatan
Poduksi Polong Polong Biji Bobot 100 Isi Hampa (ton/ha) Biji 2 78.33b 0.95a 3.43b 11.45ab 4 72.33d 1.05a 2.46d 11.54ab 10 6 62.33f 0.98a 1.75f 10.62b 8 58.33g 1.06a 1.68g 11.17b 2 82.00a 0.90a 4.15a 12.32a 4 74.67c 1.13a 2.59c 11.06b 20 6 68.00e 1.15a 1.84e 11.23b 8 62.67f 1.18a 1.74f 10.85b Ket: angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji jarak berganda Duncan 5% Pada saat panen terdapat pengaruh interaksi tinggi muka air dan lebar bedengan terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang, buku produktif, buku tidak produktif, polong isi, dan bobot 100 biji kedelai. Tidak terdapat pengaruh interaksi tinggi muka air dan lebar bedengan terhadap jumlah polong hampa. Tinggi tanaman, jumlah cabang, buku produktif, buku tidak produktif, polong isi, bobot 100 biji kedelai, dan produksi kedelai nyata lebih tinggi pada perlakuan tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m (Tabel 14 dan 15).
30
a. Lebar Bedengan 2 m, Tinggi Muka Air 20 cm DPT
b. Lebar Bedengan 4 m, Tinggi Muka Air 20 cm DPT
c. Lebar Bedengan 6 m, Tinggi Muka Air 20 cm DPT
d. Lebar Bedengan 8 m, Tinggi Muka Air 20 cm DPT
Gambar 8. Pertumbuhan Kedelai Varietas Tanggamus pada Umur 6 MST
31
a. Lebar Bedengan 2 m, Tinggi Muka Air 20 cm DPT
b. Lebar Bedengan 4 m, Tinggi Muka Air 20 cm DPT
Gambar 9. Jumlah Polong Varietas Tanggamus pada Umur 8 MST Pembahasan Pengaruh Tinggi Muka Air dan Lebar Bedengan terhadap Kandungan dan Serapan Hara N, P, K, Fe, dan Mn dalam Daun Kedelai pada Umur 6 MST Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tinggi muka air berpengaruh nyata terhadap kandungan hara P dan Fe dan serapan hara N, P, K, Fe, dan Mn, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan N, K dan Mn. Lebar bedengan berpengaruh nyata terhadap kandungan hara N, Fe, dan Mn, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan P dan K dan serapan hara N, P, K, Fe, dan Mn. Interaksi tinggi muka air hanya berpengaruh nyata pada serapan P (Lampiran 2). Dari penelitian dapat diketahui bahwa Serapan hara N, P, K, Fe dan Mn daun nyata lebih tinggi pada tinggi muka air 20 cm DPT dan berbeda nyata dengan tinggi muka air 10 cm. Hal ini diduga karena pada tinggi muka air 20 cm DPT, akar memiliki ruang tumbuh yang lebih luas sehingga volume akar tinggi dan dapat menyerap unsur hara N, P, K, Fe dan Mn daun secara maksimal dibandingkan tinggi muka air 10 cm DPT.
32
Kandungan hara N, Fe, dan Mn daun nyata lebih tinggi pada lebar bedengan 8 m dan berbeda nyata dengan lebar bedengan 2 m. Hal ini diduga karena pada lebar bedengan 8 m, kondisi di tengah bedengan relatif kering sehingga terjadi proses oksidasi senyawa pirit yang menyebabkan tanah menjadi masam dan kelarutan unsur Fe dan Mn dalam tanah meningkat. Kondisi tersebut dapat menghambat pertumbuhan tanaman, produksi kedelai menjadi rendah dan menyebabkan ketersediaan hara P dalam tanah menjadi rendah, sehingga serapan unsur hara P oleh kedelai dan produksi kedelai pada lebar bedengan 8 m sangat rendah. Serapan hara P daun nyata lebih tinggi pada lebar bedengan 2 m dan berbeda nyata dengan lebar bedengan 4, 6, dan 8 m. Hal ini diduga karena pada lebar bedengan 2 m, kodisi bedengan relatif basah dan merata di seluruh areal bedengan sehingga pirit menjadi reduktif. Kondisi tersebut pirit tidak menjadi racun bagi tanaman dan kelarutan unsur beracun (Al, Fe, dan Mn) dalam tanah menjadi rendah sehingga tidak menghambat pertumbuhan tanaman dan produksi kedelai menjadi tinggi. Pengaruh Tinggi Muka Air terhadap Pertumbuhan dan Produksi kedelai Teknologi budidaya jenuh air (BJA) dapat meningkatkan laju pertumbuhan tanaman (LPT). Pertumbuhan dan hasil kedelai di lahan pasang surut dengan teknologi BJA lebih tinggi dibandingkan dengan budidaya kering. Hal ini diduga karena adanya air yang stabil di bawah permukaan tanah sehingga lengas tanah dalam keadaan kapasitas lapang. Menurut Ghulamahdi (2009) Tinggi muka air tetap akan menghilangkan pengaruh negatif dari kelebihan air pada pertumbuhan tanaman kedelai. karena kedelai akan beraklimatisasi dan selanjutnya tanaman memperbaiki pertumbuhannya. Pada lahan pasang surut adanya lapisan pirit menjadi penghambat prtumbuhan kedelai jika ditanam pada saat musim kering tanpa BJA. Hal ini karena pada kondisi kering akan terjadi proses oksidasi lapisan pirit yang menyebabkan tanah menjadi masam. kelarutan unsur beracun (Al, Fe, dan Mn) meningkat. Kondisi tersebut dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan produksi menjadi rendah. Menurut Suriadikarta (2005) menyatakan bahwa pirit
33
yang mengalami oksidasi menghasilkan asam sulfat dan senyawa besi bebas bervalensi 3 (Fe3+). Hasil akhirnya merupakan tanah dengan reaksi masam ekstrim (pH < 3.5). dan banyak mengandung ion-ion sulfat (SO4-), besi bervalensi 2 (Fe2+), dan alumunium (Al3+). Asam sulfat akan melarutkan sejumlah besar logam-logam berat antara lain Al, Mn, Zn, dan Cu. Penerapan teknologi BJA akan menghambat oksidasi lapisan pirit dan terhindar dari penurunan pH yang semakin rendah. Selain itu gerakan air pasang surut yang masuk ke petak-petak percobaan dan besarnya curah hujan pada saat pelaksanaan penelitian yaitu 113.8 mm pada bulan Juli (Lampiran 5)
akan
mempercepat proses pencucian unsur beracun seperti Al, Fe, Zn, dan Mn dari petakan percobaan, karena itu pengelolaan air menjadi faktor kunci keberhasilan pertumbuhan dan produksi kedelai, sedangkan pemberian kapur dan pupuk kandang dapat mengatasi kekurangan unsur hara. Menurut Ghulamahdi (2009) usaha penurunan kadar pirit di lahan pasang surut dapat dilakukan dengan cara pengaturan tinggi muka air agar kondisi tanah lebih reduktif. Adanya teknologi BJA memberikan peluang untuk menurunkan kadar pirit. Penurunan kadar pirit juga dapat dilakukan melalui tanpa olah tanah (TOT) atau pengolahan tanah ringan, sehingga pirit tidak terangkat ke permukaan serta pemberian kapur dan pupuk kandang. Pada penelitian ini, dengan adanya air yang dialirkan ke parit-parit di antara petak-petak percobaan sejak awal tanam dan tingginya intensitas radiasi matahari di daerah lahan pasang surut yaitu 100% pada bulan Juli (Lampiran 6). menyebabkan fotosintesis di daun lebih efisien dan akan merangsang pembentukan bunga lebih banyak. Penerapan teknologi BJA akan menyebabkan air di bawah permukaan
tanah stabil dari awal pertumbuhan hingga stadia
pemasakan biji dan tingginya suhu di lahan pasang surut (24.50-31.60 oC) akan menginduksi tanaman untuk mengeluarkan bunga yang banyak (Lampiran 7). Menurut Irwan (2006) menyatakan bahwa pada suhu yang tinggi dan kelembaban udara yang rendah, radiasi matahari akan merangsang munculnya tunas bunga menjadi bunga. Teknologi BJA dengan tinggi muka air 20 cm DPT, memiliki ruang tumbuh yang lebih luas untuk akar, sehingga cukup memadai untuk pertumbuhan akarnya
34
secara maksimal. Selain itu, pemberian air irigasi ke dalam saluran lebih efisien. Oleh karena itu, tinggi muka air 20 cm DPT merupakan tinggi muka air yang paling cocok untuk penanaman kedelai di lahan pasang surut dengan teknologi BJA. Tinggi muka air dipengaruhi juga oleh tekstur tanah lokasi penelitian. Tanah di lahan pasang surut berstekstur liat. Tanah bertekstur liat akan memegang air lebih kuat dibanding tanah yang bertekstur pasir. Oleh karena itu, tinggi muka air di lahan pasang surut lebih dalam dibandingkan dengan tanah dengan kadar liat lebih rendah atau tanah yang memiliki tekstur pasir. Menurut Ghulamahdi (1999) di Bogor menunjukkan bahwa tinggi muka air 5 cm DPT cocok digunakan untuk penerapan BJA. Tanah di Bogor memiliki tekstur pasir 3.85%. Jika tinggi muka air 5 cm DPT diterapkan di lahan pasang surut lokasi penelitian maka tanah akan mengandung terlalu banyak air di dekat perakaran sehingga tanaman tidak mampu tumbuh dengan baik. Pengaruh Lebar Bedengan terhadap Pertumbuhan dan Produksi kedelai Pertumbuhan dan produksi kedelai semakin menurun dengan bedengan yang semakin lebar. Hal ini di duga karena semakin lebar bedengan menyebabkan kemampuan air meresap dari parit ke tengah bedengan tidak merata di seluruh areal bedengan. sehingga menurunkan rata-rata produktivitas kedelai. Dari penelitian ini dapat diketahui lebar bedengan 2-4 m merupakan petak yang ideal karena diduga kemampuan air meresap dari parit ke tengah bedengan dapat merata di seluruh areal bedengan dan produksi biji lebih tinggi dibandingkan lebar bedengan 6 dan 8 m. Indradewa et al. (2002) menyatakan bahwa dengan lebar bedengan 3-4 m, menyebabkan lengas tanah berada sedikit di atas kapasitas lapang dan penyebaran lengas dapat merata di seluruh areal bedengan. Teknologi BJA dapat meningkatkan produksi biji kedelai, karena secara fisiologis kedelai mampu menghasilkan asimilat lebih banyak dan mampu menyalurkan asimilat lebih banyak ke hasil ekonomis. Selain itu tanaman kedelai lebih efisien dalam mengalokasikan asimilat untuk pertumbuhan biji. Menurut Indradewa et al. (2002) menyatakan bahwa genangan dalam parit dapat meningkatkan hasil kedelai 81% dari 1.17 ton/ha menjadi 2.12 ton/ha.
35
Menurut Soemarno (1986) dan Adisarwanto et al. (2001) genangan dalam parit dapat dilakukan dengan lebar bedengan lebih lebar dari 2 m yang telah biasa digunakan. Manwan et al. (1990) menyatakan bahwa dalam budidaya kedelai disarankan dan kemudian banyak diterapkan oleh petani. pembuatan parit drainasi berjarak 4 m. Parit tersebut dapat berfungsi ganda. yaitu sebagai parit irigasi dan juga drainasi bila diperlukan. Dilihat dari komponen hasilnya, teknologi BJA dengan perlakuan tinggi muka air dapat menambah tinggi tanaman, jumlah buku produktif, jumlah polong isi, dan produksi kedelai secara nyata. Sementara itu, genangan dalam parit dengan perlakuan lebar bedengan tidak menambah tinggi tanaman secara nyata, tetapi menambah jumlah cabang, buku produktif, polong isi, bobot 100 biji, dan produksi kedelai secara nyata. Dengan demikian teknologi BJA dapat meningkatkan jumlah polong per tanaman dan jumlah biji per polong yang dihasilkan, sehingga dapat menambah jumlah biji per tanaman. Produksi yang meningkat lebih disebabkan oleh peningkatan jumlah buku produktif, jumlah cabang, jumlah polong isi per tanaman, dan jumlah produksi biji per tanaman yang dihasilkan serta peningkatan bobot
100 biji yang berbeda nyata terhadap perlakuan lebar bedengan, tetapi
tidak berbeda nyata terhadap perlakuan tinggi muka air. Jumlah cabang berkorelasi positif dengan jumlah polong isi (r = 0.67). Pengaruh Interaksi Tinggi Muka Air dan Lebar Bedengan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Dari penelitian dapat diketahui bahwa perlakuan interaksi antara tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m merupakan perlakuan yang ideal. karena diduga perlakuan dengan tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m penggunaan air lebih efisien dan kemampuan air meresap dari parit ketengah bedengan lebih merata. Tanaman kedelai dengan teknologi BJA mempunyai bobot biji saat panen nyata lebih berat. Hal ini diduga karena teknologi BJA dapat meningkatkan kemampuan tanaman menyalurkan asimilat ke hasil ekonomis, sehingga bobot biji meningkat, tetapi tidak terdapat pengaruh tinggi muka air. Terdapat pengaruh
36
interaksi tinggi muka air dan lebar bedengan terhadap bobot biji. Bobot biji nyata lebih berat pada perlakuan tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m. Pada percobaan ini. produksi biji kedelai pada perlakuan tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m mencapai 4.15 ton/ha, ini nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tinggi muka air 20 cm dengan lebar bedengan 4 m (2.59 ton/ha), lebar bedengan 6 m (1.84 ton/ha), dan lebar bedengan 8 m (1.74 ton/ha). Produksi biji kedelai pada tinggi muka air 10 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m mencapai 3.43 ton/ha, ini nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tinggi muka air 10 cm dengan lebar bedengan 4 m (2.46 ton/ha), lebar bedengan 6 m (1.75 ton/ha), dan lebar bedengan 8 m (1.68 ton/ha). Produksi kedelai yang tinggi dengan penerapan teknologi BJA sesuai dengan hasil penelitian Indradewa et al. (2004) yang menunjukkan bahwa budidaya jenuh air secara nyata meningkatkan produksi kedelai hingga 20-80% dibandingkan dengan pengairan konvensional. Hal ini terjadi karena budidaya jenuh air menyebabkan kondisi tanah pada kapasitas lapang. Sebaliknya teknik pengairan konvensional yang biasa diterapkan petani menyebabkan kondisi tanah tidak stabil. Tanaman kedelai yang dibudidayakan dengan teknologi BJA mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dan produksi biji lebih tinggi. Hal ini karena tanaman mendapatkan air dalam jumlah cukup sepanjang hidupnya dari awal tanam hingga panen. pertumbuhan bintil terus berlanjut sampai pengisian polong dan mengalami penundaan penuaan. Menurut Nathanson (1984) menyatakan bahwa kondisi jenuh air yang dipertahankan sejak awal stadia vegetatif hingga stadia kematangan menyebabkan tanaman tidak cepat mengalami senessen saat masa pengisian polong. Kondisi ini menyebabkan suplai asimilat dari source ke sink berlangsung lama dan akhirnya dapat meningkatkan indeks panen. Produksi biji kedelai yang tinggi mencapai 4.15 ton/ha dengan teknologi BJA pada perlakuan tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m didukung dengan pertumbuhan tanaman yang relatif baik yang tercermin pada bobot kering daun, batang, akar, dan bintil lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain.
37
Gambar 10. Hubungan Tinggi Muka Air dan Lebar Bedengan Terhadap Produktivitas Kedelai Hasil analisis regresi pada tinggi muka air 20 cm DPT menunjukkan persamaan sebagai berikut: Y = 0.091x2 - 1.311x + 6.4 dengan R² = 0.999. Dari persamaan ini diperoleh produksi kedelai maksimum (4.15 ton/ha) pada lebar bedengan 2 m. Hasil analisis regresi pada tinggi muka air 10 cm DPT menunjukkan persamaan sebagai berikut: Y = 0.056x2 - 0.860x + 4.945 dengan R² = 0.996. Dari persamaan ini diperoleh produksi kedelai maksimum (3.43 ton/ha) pada lebar bedengan 2 m. Dengan demikian pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan rawa pasang surut diperlukan tinggi muka air 20 cm DPT dengan lebar bedengan 2 m. Korelasi antar Karakter Tanaman Hubungan antara karakter tanaman perlu diketahui untuk mengetahui seberapa besar pengaruh karakter tanaman dengan karakter lainnya. Menurut Soemartono et al. (1992) korelasi antar karakter tanaman yang biasanya diukur dengan koefisien korelasi penting dalam perencanaan dan evaluasi program pemuliaan tanaman, karena koefisien ini mengukur derajat hubungan antara dua karakter atau lebih, baik dari segi genetik maupun non-genetik.
38
Berdasarkan uji korelasi fenotipik pada Lampiran 4 karakter tinggi tanaman berkorelasi positif terhadap jumlah daun, cabang dan bobot kering daun. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tanaman, maka jumlah daun, jumlah cabang semakin banyak, dan bobot kering daun semakin tinggi. Jumlah polong isi berkorelasi positif dengan jumlah cabang, bobot kering daun, dan bobot kering bintil. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah cabang serta bobot kering daun dan bintil akar semakin tinggi maka jumlah polong isi semakin banyak. Bobot 100 biji benih berkorelasi positif terhadap produksi biji. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi bobot 100 biji, maka produksi biji semakin tinggi. Budidaya jenuh air memberikan kondisi yang lebih baik bagi lingkungan pertumbuhan perakaran karena ketersediaan air yang cukup sehingga membentuk akar dan bintil akar lebih banyak. Pertumbuhan akar dan bintil akar meningkat setelah fase aklimatisasi karena tanaman memperbaiki pertumbuhannya sebagai suatu mekanisme adaptasi morfologi terhadap kondisi lahan basah untuk pembentukan akar-akar baru guna menggantikan fungsi akar-akar yang mati akibat terjenuhi air. Terdapat korelasi yang erat (r = 0.79) antara bobot kering bintil akar dan jumlah polong isi. Oleh karena itu, peningkatan jumlah polong isi pada penelitian ini diduga disebabkan oleh banyaknya asimilat yang dialihkan dari bintil ke tajuk untuk pembentukan bunga dan biji sehingga produksi biji meningkat. Menurut Suwarto et al. (1994) pembentukan akar-akar baru dapat meningkatkan jumlah bintil akar yang berkorelasi positif dengan bobot kering bintil. Menurut Purwaningrahayu et al. (2004) menyatakan bahwa dengan bobot kering bintil akar yang lebih banyak memungkinnkan bagi tanaman untuk mendapatkan N yang lebih banyak. Menurut Gasperz (1992) dua variabel yang berkorelasi positif cenderung berubah secara bersama dalam arah yang sama atau cenderung menurun atau meningkat secara bersama. Karakter yang memiliki korelasi dengan karakter lain baik korelasinya positif maupun negatif akan mempermudah pemulia dalam melakukan seleksi.
39
Penerapan Budidaya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut Penerapan budidaya jenuh air (BJA) dapat dilakukan pada areal penanaman dengan irigasi cukup baik maupun pada areal dengan drainase kurang baik seperti lahan pasang surut. Di beberapa tempat. BJA dapat memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan produksi kedelai dibandingkan dengan budidaya kering. Lahan pasang surut memiliki potensi yang besar untuk pengembangan kedelai di Indonesia jika dikelola dengan tepat. Lahan pasang surut pada lokasi penelitian adalah tipe luapan C (Gambar 11). Menurut Widjaja-Adhi et al. (1997) tipe luapan C tidak mengalami luapan air pasang besar maupun pasang kecil. namun permukaan air tanahnya cukup dangkal, yaitu kurang dari 50 cm.
Gambar 11. Kalsifikasi Rawa Pasang Surut Menurut Luapan Pasang Maksimum dan Minimum (Widjaja-Adi et al., 1992) Menurut Ghulamahdi (2009) adanya tata air makro dan mikro mendukung penerapan teknologi BJA di lahan pasang surut. Tata air ini dibentuk mulai dari saluran primer hingga saluran kuarter sehingga penerapan BJA berada diantara saluran kuarter, jarak antara saluran kuarter adalah 100 m (Gambar 12). Penelitian ini memperlihatkan bahwa pengelolaan tata air yang tepat merupakan kunci keberhasilan budidaya kedelai di lahan pasang surut.
40
Gambar 12. Tata Air Makro dan Mikro di Lahan Pasang Surut untuk Penerapan BJA Menurut Widjaja-Adhi et al. (1992) dan Subagyo (1997) menyatakan bahwa lahan pasang surut lokasi penelitian termasuk dalam zona II, yaitu saat volume air sungai relatif tetap atau berkurang di musim kemarau, pengaruh air asin/salin dapat merambat sepanjang sungai sampai jauh ke pedalaman. Pengaruh air asin/salin di sungai dapat mencapai jarak sejauh 40-90 km dari muara sungai pada bulan-bulan terkering yaitu bulan Agustus-Oktober. Oleh karena itu, pada penelitian ini salinitas belum mempengaruhi pertumbuhan kedelai karena dilakukan pada musim kemarau I, yaitu bulan April-Agustus 2010. Pada bulan tersebut air yang berada dalam saluran masih merupakan sisa air hujan. namun kadar kation dan anion air telah dipengaruhi air laut. Kation dan anion yang dominan pada air di lahan pasang surut adalah Na dan Cl. Salinitas air sangat rendah yaitu daya hantar listrik 0. 488 mmhos/cm (Tabel 2). Kesesuaian antara varietas, teknologi budidaya dan agroklimat lokasi budidaya serta ketepatan waktu dari berbagai tindakan agronomis sangat menentukan produktivitas kedelai di lahan pasang surut. Lahan pasang surut memiliki keterbatasan karena adanya lapisan pirit. Namun lahan pasang surut dapat menjadi lahan yang berpotensi tinggi untuk budidaya kedelai jika dilakukan dengan BJA di lahan yang memiliki kesuburan relatif baik dengan kandungan bahan organik, P2O5, dan K2O5 yang relatif tinggi.