HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian Kontaminasi Melamin Pada Produk Pangan di Indonesia Berdasarkan informasi media massa, kasus pemalsuan dengan melamin di Cina ditemukan pada produk pakan dan produk pangan. Beberapa jenis pangan yang diketahui terkontaminasi oleh melamin, yaitu susu dan hasil olahnya, produk yang berbasis susu, produk yang mengandung susu seperti kembang gula, sereal susu, biskuit, telur pitan, tepung telur dan amonium bikarbonat. Hasil pengujian yang dilakukan Badan POM pada tahun 2009 menggunakan metode LC-MS-MS terhadap berbagai produk pangan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil uji cemaran melamin pada beberapa produk pangan
Kelompok Pangan
Produk pangan berbasis susu atau mengandung susu asal Cina Bahan baku asal susu Telur pitan awetan Tepung telur Amonium bikarbonat Biskuit asal Malaysia Susu formula bayi yang beredar di Indonesia
Jumlah Sampel
Jumlah sampel yang terdeteksi melamin
Persentase sampel yang terdeteksi melamin
17
16
94,1
8 8 5 3 31 72
0 2 5 2 12 0
0,0 25,0 100,0 66,7 38,7 0,0
Sumber: BPOM (2009b) Tabel 3 memperlihatkan bahwa 94,1% produk pangan berbasis susu atau mengandung susu asal Cina, 25% telur pitan awetan, 100% tepung telur, 66,7% amonium bikarbonat, dan 38,7% biskuit asal Malaysia dengan bahan baku asal Cina terdeteksi mengandung melamin. Sementara hasil pengujian BPOM pada tahun 2009 terhadap formula bayi yang beredar di Indonesia baik produksi lokal maupun impor dan bahan baku susu yang diambil dari sarana produksi formula bayi tidak terdeteksi adanya melamin. Data formula bayi yang diuji (sebanyak 72 contoh susu formula) menunjukkan bahwa semua produk susu formula yang diuji tidak terdeteksi mengandung melamin. Dari 72 contoh tersebut 40 contoh merupakan produk lokal dan 32 contoh merupakan produk impor dari negara
26
Amerika Serikat (2 produk), Belanda (8 produk), Filipina (6 produk), Jerman (1 produk), Malaysia (1 produk), Selandia Baru (6 produk), Singapura (4 produk), Spanyol (2 produk), dan Swiss (2 produk). Data pengujian terhadap produk berbasis susu atau mengandung susu asal Cina dapat dilihat pada Gambar 7. Wafer
24.44
Wafer
361.69
Wafer
366.08
Susu Bubuk
38.03 23.49
Sereal Susu
Jenis pangan
Minuman Susu Kedele
8.51
Minuman Susu Kedele
93.25 945.86
Kembang Gula Susu Kembang Gula Susu
456.04
Kembang Gula Coklat Susu Manis
252.81
Kembang Gula Coklat Susu Dengan Kacang
262.82
Kembang Gula Coklat Susu Dengan Kacang
116.47
Kembang Gula Coklat Susu
856.3
Kembang Gula Coklat
322.22
Kembang Gula Coklat
252.89
Kembang Gula Coklat
167.5 0
100
200
300
400
500
600
700
800
900 1000
Kandungan m elam in (m g/kg)
Gambar 7 Grafik kontaminan melamin produk berbasis atau mengandung susu (BPOM 2009b) Gambar 7 menunjukkan bahwa kontaminasi melamin terdapat pada jenis wafer dengan kandungan melamin berkisar antara 24,44 ppm hingga 366,08 ppm, pada susu bubuk sebesar 38,03 ppm, pada produk sereal susu sebesar 23,49 ppm, pada minuman susu kedele sebesar 8,51 ppm dan 93,25 ppm, pada kembang gula susu sebesar 945,86 ppm, dan 458,04 ppm, pada kembang gula coklat manis sebesar 252,81 ppm, pada kembang gula coklat susu dengan kacang sebesar 262,82 ppm dan 146,17 ppm, pada kembang gula coklat susu sebesar 856,3 ppm, dan pada kembang gula coklat sebesar 167,5 ppm hingga 322,22 ppm. Kadar melamin yang cukup bervariasi pada produk pangan yang sejenis dapat disebabkan karena sifat melamin yang sedikit larut dalam air, sehingga
27
kemungkinan selama proses produksi tidak terjadi pencampuran yang homogen. Gambar 7 juga memperlihatkan bahwa kadar melamin terendah ditemukan pada minuman susu kedele yaitu sebesar 8,51 ppm, sementara kadar melamin tertinggi ditemukan pada permen susu sebesar 945,86 ppm. Di samping pengujian terhadap produk susu, dilakukan juga pengujian terhadap delapan jenis bahan baku susu yang diambil dari lima pabrik pengolahan susu formula bayi yang berada di Jakarta dan Yogyakarta. Hasil pengujian Badan POM terhadap bahan baku asal susu di lima pabrik pengolahan susu formula bayi tersebut menunjukkan tidak adanya cemaran melamin. Data hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil pengujian bahan baku asal susu (BPOM 2009b) No 1 2 3 4 5 6 7 8
Kode Contoh BB1 BB2 BB3 BB4 BB5 BB6 BB7 BB8
Jenis Pangan Skim Milk Powder Skim Milk Powder Whey Milk Powder Skim Milk Powder Skim Milk Powder Full Cream Milk Powder Base Growing up Milk Lactoferin
Kadar Melamin dalam mg/kg Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa dalam produk susu bubuk bayi produksi lokal tidak terdeteksi adanya melamin dan pada Tabel 4 menunjukkan bahan baku asal susu yaitu full cream milk powder, skim milk powder, whey milk powder, base growing up milk dan lactoferin yang digunakan untuk memproduksi susu tidak terdeteksi adanya melamin. Hal ini memperkuat hasil audit sarana produksi produk susu formula bayi yang dilakukan Badan POM (2008) bahwa dalam pengolahan susu formula bayi tidak menggunakan bahan baku yang mengandung cemaran melamin. Pengujian pada kelompok pangan lain (selain produk pangan berbasis susu atau mengandung susu asal Cina) menunjukkan kadar melamin yang cukup rendah (di bawah 8 ppm), yaitu pada biskuit, tepung telur, dan telur pitan seperti ditunjukkan pada Gambar 8.
28
8 Kadar melamin (mg/kg)
7 6 5
Biskuit
4
Tepung telur
3
Telur Pitan
2 1 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
Sam pel
Gambar 8 Grafik kadar cemaran melamin pada biskuit, tepung telur, dan telur pitan (BPOM 2009b) .Gambar 8 menunjukkan bahwa kandungan melamin pada telur pitan awetan asal Cina kadarnya kecil yaitu berkisar dari tidak terdeteksi (0,0 mg/kg) sampai 0,16 mg/kg, dengan rerata sebesar 0,03 mg/kg. Sementara itu, kontaminasi melamin pada tepung telur asal Cina mempunyai kisaran cukup besar dengan kandungan terendah sebesar 0,13 mg/kg dan tertinggi sebesar 7,05 mg/kg dengan rerata sebesar 1,99 mg/kg. Pada biskuit, kandungan melamin berkisar dari 0,178 mg/kg hingga 2,07 mg/kg, dengan rerata sebesar 0,73 mg/kg. Telur pitan awetan asal Cina merupakan telur asin yang dibuat dari telur bebek. Hasil pengujian terhadap telur pitan awetan menunjukkan dari 8 contoh, 2 contoh mengandung kontaminan melamin dengan kadar 0,16 mg/kg dan 0,1 mg/kg. Hasil pengujian terhadap telur pitan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil pengujian telur pitan awetan (BPOM 2009b) No
Kode Sampel
1 2 3 4 5 6 7 8
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8
Jenis Pangan Telur Telur Telur Telur Telur Telur Telur Telur
Pitan Awetan Pitan Awetan Pitan Awetan Pitan Awetan Pitan Awetan Pitan Awetan Pitan Awetan Pitan Awetan
Kadar Melamin dalam mg/kg Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi 0,16 Tidak terdeteksi 0,1 Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi
29
Telur pitan awetan juga dilaporkan mengandung cemaran melamin. Adanya kontaminasi melamin diduga sengaja ditambahkan melamin untuk menaikkan kadar protein atau dari pakan ternak. Hasil pengujian terhadap tepung telur yang merupakan bahan baku produk pangan, menunjukkan bahwa dari 5 contoh yang diuji, semuanya mengandung melamin dengan kadar bervariasi dari 0,13 mg/kg hingga 7,05 mg/kg. Pada tabel 6 terlihat kadar melamin pada tepung kuning telur sebesar 0,13 mg/kg hingga 0,5 mg/kg, kadar melamin terbesar terdapat pada tepung putih telur sebesar 7,05 mg/kg. Hasil pengujian tepung telur dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil pengujian tepung telur (BPOM 2009b) No
Kode Sampel
1 2 3 4 5
TT1 TT2 TT3 TT4 TT5
Jenis Pangan Tepung kuning telur Tepung Putih Telur Tepung Telur Tepung kuning telur Tepung kuning telur
Kadar Melamin dalam mg/kg 0,5 7,05 1,83 0,13 0,44
Pengujian dengan parameter melamin juga dilakukan terhadap ammonium bikarbonat, karena adanya laporan biskuit yang mengandung melamin. Dari hasil pengujian, kandungan melamin pada ammonium bikarbonat cukup tinggi yaitu sebesar 67,71 mg/kg dan 75,98 mg/kg (Tabel 7). Sampel AB1 merupakan ammonium bikarbonat impor dari Jepang sementara sampel AB2 dan AB3 merupakan ammonium bikarbonat impor dari Cina. Amonium bikarbonat merupakan bahan tambahan pangan pengembang misalnya pada pembuatan biskuit yang digunakan dalam jumlah kecil. Pada produk akhir, kadar melaminnya akan jauh berkurang. Adanya melamin pada amonium bikarbonat kemungkinan disebabkan kontaminasi silang karena pabrik yang memproduksi amonium bikarbonat juga memproduksi urea dan melamin (Hock 2008). Penambahan melamin dengan tujuan meningkatkan kadar nitrogen pada amonium bikarbonat tidak diperlukan karena tidak efisien dari segi biaya. Hasil pengujian amonium bikarbonat dapat dilihat pada Tabel 7.
30
Tabel 7 Hasil pengujian amonium bikarbonat (BPOM 2009b) No
Kode Sampel
Jenis Pangan
Kadar Melamin dalam mg/kg
1 2 3
AB1 AB2 AB3
Amonium bikarbonat Amonium bikarbonat Amonium bikarbonat
Tidak terdeteksi 67,71 75,98
Hasil pengujian terhadap biskuit asal Malaysia yang diduga mengandung melamin menunjukkan bahwa dari 31 contoh, 12 contoh terdeteksi mengandung melamin dengan kadar 0,178 mg/kg hingga 2,74 mg/kg. Kemungkinan adanya kontaminasi melamin pada biskuit disebabkan karena adanya cemaran melamin pada bahan tambahan amonium bikarbonat. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 8 yang menunjukkan adanya indikasi adanya cemaran melamin dalam amonium bikarbonat. Tabel 8 Hasil pengujian biskuit asal Malaysia (BPOM 2009b) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Kode
Kadar Melamin dalam mg/kg
BK1 BK2 BK3 BK4 BK5 BK6 BK7 BK8 BK9 BK10 BK11 BK12 BK13 BK14 BK15 BK16 BK17 BK18 BK19 BK20 BK21 BK22 BK23
0,26 Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi 2,74 Tidak terdeteksi 0,52/1,55 0,68/1,32 1,75 1,66 2,07 Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi 0,22 Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi 0,18 Tidak terdeteksi
31
Tabel 8 Hasil pengujian biskuit asal Malaysia (BPOM 2009b) (lanjutan) No 24 25 26 27 28 29 30 31
Kode
Kadar Melamin dalam mg/kg
BK24 BK25 BK26 BK27 BK28 BK29 BK30 BK31
0,318 Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi 0,178 0,227 Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi
Dari semua data hasil pengujian, diketahui bahwa produk pangan yang terdeteksi mengandung melamin umumnya merupakan produk dari Cina atau mengandung bahan baku asal Cina. Produk berbasis susu atau mengandung susu dari Cina semua melebihi batas maksimum standar Codex. Satu sampel tepung telur di atas batas maksimum standar codex dan satu biskuit asal Malaysia juga mengandung melamin yang melebihi batas maksimum standar Codex yaitu di atas 2,5 mg/kg. Hasil pengawasan formula bayi dan bahan baku susu di sarana produksi (BPOM 2009b) menunjukkan produk formula bayi yang beredar di Indonesia dan bahan baku susu yang digunakan untuk produksi lokal tidak terdeteksi melamin. Oleh karena itu produk asal Cina terutama yang mengandung protein harus diwaspadai kemungkinan adanya cemaran melamin.
Kajian Metode Pengujian Melamin Menurut WHO (2008c) metode analisis untuk menentukan kuantitatif melamin dan asam sianurat pada pangan dan pakan yaitu ELISA, GC-MS, HPLCUV, LC-MS dan LC-MS-MS. Penggunaan ELISA dapat digunakan untuk mendeteksi cepat melamin, mudah digunakan, namun metode ini hanya dapat digunakan untuk mendeteksi melamin dan tidak analognya yang biasanya juga terdapat pada pangan. Adanya melamin dengan analognya yaitu asam sianurat akan menyebabkan batu ginjal. Oleh karena itu pendeteksian diperlukan juga untuk asam sianurat. Limit deteksi
32
ELISA berkisar 10-1000 ug/kg (ppb) (Shimelis et al. 2010), tetapi tidak cukup sensitif. LOD pada susu sebesar 0,1 mg/kg dan LOD pada susu bubuk 0,5 mg/kg. Metode HPLC-UV dapat digunakan untuk deteksi melamin mempunyai limit kuantifikasi LOQ 50 – 1000 ug/kg. Analisis pada produk pangan yang kompleks seperti biskuit dan permen akan mendapat banyak gangguan karena ada senyawa selain melamin yang akan mengabsorbsi sinar UV pada panjang gelombang 240 nm. Jika analisis memberikan hasil positif
harus dilakukan
validasi dan konfirmasi dengan menggunakan metode lain seperti GC-MS atau LC-MS. Metode GC-MS dapat digunakan pada berbagai matriks pangan dengan LOQ 10-100 ug/kg (Shimelis et al. 2010) dan sensitivitas pengujian 0,01 mg/kg (WHO 2008b). Metode ini dapat menguji melamin dan analognya yaitu ammelin, ammelid, dan asam sianurat yang mungkin terdapat bersama melamin pada produk pangan. Namun karena melamin bersifat polar dan tidak mudah menguap (volatile) hal ini sulit dideteksi langsung oleh kromatografi gas (GC). Oleh karena itu senyawa harus diderivatisasi yang menyebabkan persiapan sampel lebih lama. Metode kromatografi cair, baik untuk mendeteksi senyawa polar dan tidak mudah menguap yang tidak dapat dideteksi langsung menggunakan GC. LC-MS mempunyai LOQ 10 – 50 ug/kg (Shimelis et al. 2010) sehingga dapat digunakan untuk matrik kompleks. Penggunaan LC-MS dapat digunakan untuk daging dan pakan ternak. Perbedaan LC-MS dengan LC-MS-MS adalah pada selektivitas dan limit kuantifikasi. Analisis pada LC-MS hanya mendeteksi berdasarkan bobot molekul senyawa. Hal ini akan berpengaruh jika ada lebih dari satu senyawa dengan bobot molekul yang hampir sama yang juga akan memberikan hasil yang positif. Sementara itu dengan penggunaan detektor MS-MS, senyawa tersebut akan dipecah sehingga deteksi pada senyawa lebih spesifik. Oleh karena itu LCMS-MS merupakan metode yang paling dipercaya untuk mendeteksi adanya melamin pada berbagai matriks sampel dengan tingkat sensitivitas dan selektivitas yang tinggi. Berdasarkan kajian tentang berbagai metode analisis melamin pada produk pangan, maka metode yang paling baik adalah metode LC-MS-MS. Kelima metode analisis yaitu ELISA, GC-MS, HPLC-UV, LC-MS dan LC-MS-MS secara umum dapat digunakan untuk mendeteksi melamin pada susu,
33
susu bubuk, gluten gandum dan pakan. Namun GC-MS, LC-MS, dan LC-MS-MS dapat mendeteksi berbagai matriks pangan yang lebih kompleks. Untuk pangan kandungan kontaminasi melamin rendah diperlukan metode analisis yang mempunyai limit deteksi (LOD) dan limit kuantifikasi (LOQ) yang rendah. Metode analisis ELISA mempuyai LOQ/LOD sebesar 10-1000 µg/kg, LOD/LOQ pada HPLC-UV sebesar 50-1000 µg/kg, LOD/LOQ pada GC-MS sebesar 10-100 µg/kg, LOD/LOQ pada LC-MS sebesar 10-100 µg/kg dan LOD/LOQ pada LCMS-MS sebesar 10-50 µg/kg. Limit deteksi (LOD)/limit kuantifikasi (LOQ) pada LC-MS-MS paling rendah, dengan demikian metode analisis LC-MS-MS paling sensitif untuk mendeteksi kandungan melamin dengan kadar yang rendah. Metode analisis selain LC-MS-MS, yaitu metode analisis ELISA, HPLCUV, GC-MS maupun LC-MS harus memperhatikan adanya gangguan senyawa lain yang mungkin terdeteksi. Pada metode analisis ELISA hasil pengujian harus dikonfirmasi dengan metode analisis lain seperti spektrometri massa, demikian juga pada metode analisis HPLC-UV karena ada beberapa senyawa dapat mengabsorbsi pada panjang gelombang UV 240 nm, maka hasil analisis harus dikonfirmasi dengan metode analisis lain seperti spektrometri massa. Metode analisis GC mempunyai kelemahan tidak dapat mendeteksi langsung sengawa yang tidak larut air dan tidak menguap. Sementara spektrometri massa baik LC maupun GC menunjukkan analisis berdasarkan massa (bobot molekul) suatu senyawa, oleh karena itu dengan menggunakan tandem MS-MS senyawa tersebut dipecah sehingga lebih spesifik/selektif. Dengan demikian, metode analisis LCMS-MS merupakan metode analisis yang mempunyai sensitivitas dan selektivitas yang tinggi untuk mendeteksi kontaminan melamin pada produk pangan. Analisis kandungan melamin dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode seperti metode ELISA, metode GC-MS, metode HPLC-UV, metode LC-MS dan metode LC-MS-MS yang diuraikan di atas. Metode-metode tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode
pengujian
kandungan
melamin
dalam
bahan
pangan
yang
direkomendasikan adalah metode LC-MS-MS. Tabel 9 menunjukkan kelebihan dan kekurangan dari kelima metode tersebut.
34
Tabel 9 Matriks metode analisis melamin (WHO 2008b) Metode Analisis ELISA
Jenis Pangan
LOQ/LOD
Susu, susu bubuk, gluten gandum, pakan
10-1000 µg/kg
HPLC-UV
Susu, minuman, tepung sereal, daging, gluten gandum
10-1000 µg/kg
GC/MS
Berbagai matriks pangan
10-100 µg/kg
LC-MS
Berbagai matriks pangan
10-100 µg/kg
LC-MS-MS
Berbagai matriks pangan antara lain Formula bayi, formula bayi bubuk, formula bayi cair, daging, unggas
10-50 µg/kg
Kelebihan
Keterbatasan
Deteksi dan kuantifikasi cepat, Mudah digunakan, tidak mahal. Deteksi melamin Deteksi dan kuantifikasi relatif cepat Deteksi melamin
Penyiapan sampel harus hati-hati. LOD tidak sensitif. Harus dikonfirmasi dengan metode analisis lain Harus dikonfirmasi dengan metode analisis lain, karena pada panjang gelombang UV 240 nm senyawa lain dapat mengabsorpsi
Sensitivitas tinggi Deteksi melamin, asam sianurat, ammeline, ammelide Sensitivitas tinggi Deteksi melamin dan asam sianurat
Sampel harus diderivatisasi menjadi trimetilsilil
Sensitivitas dan selektivitas tinggi. Deteksi untuk melamin dan asam sianurat
Penyiapan sampel harus hati-hati, karena sering menjadi sumber gangguan. Alat & biaya pengujian mahal
35
Di Indonesia, metode pengujian untuk menentukan kandungan protein pada susu segar adalah dengan menggunakan metode Kjeldhal sesuai dengan SNI 01-2782-1998 (Metode Pengujian Susu Segar). Prinsip metode Kjeldahl adalah menghitung kandungan kadar total Nitrogen yang kemudian dikonversi sebagai kandungan protein. Kandungan nitrogen menurut metode ini tidak dapat dibedakan antara nitrogen protein dengan nitrogen bukan protein. Metode ini sederhana, murah dan mudah dilakukan. Namun demikian, metode Kjeldahl memiliki kelemahan seperti diuraikan di atas. Oleh karena itu untuk menghindari pemalsuan susu dengan melamin, maka disarankan secara berkala juga dilakukan pengecekan kandungan melamin. . Kajian Peraturan Tentang Cemaran Melamin di Beberapa Negara Beberapa negara dan lembaga dunia telah menetapkan batas maksimum cemaran melamin seperti dapat dilihat pada Tabel 10. Badan Kesehatan Dunia atau WHO (2008b) menetapkan asupan harian melamin yang diijinkan atau tolerable daily intake (TDI) sebesar 0,2 mg/kg bobot badan. Tabel 10 Ketentuan batas cemaran melamin pada beberapa negara Negara/Lembaga
Amerika Serikat
Afrika Selatan
Australia
Cina
Ketentuan yang diatur
Batas Maksimum Melamin dalam Pangan Susu bayi 1 mg/kg Untuk melamin & analognya Produk lain 2,5 mg/kg Untuk melamin & analognya Bahan pangan untuk anak 1 mg/kg bawah tiga tahun dan bahan pangan untuk diet khusus Bahan pangan lain 2,5 mg/kg Susu bayi 1 mg/kg Pangan berbasis susu & 2,5 mg/kg pangan mengandung susu Susu bayi & formula 1 mg/kg lanjutan untuk bayi dan anak (hingga 36 bulan)
Pustaka
Anonim 2009 Anonim 2009 CAC 2010a
CAC 2010a CAC 2010a CAC 2010a CAC 2010a
Tabel 10 Ketentuan batas cemaran melamin pada beberapa negara (lanjutan)
36
Negara/Lembaga
Codex Alimentarius Commission Hongkong
Kanada
Korea
Jepang Malaysia Selandia Baru
Uni Eropa
Ketentuan yang diatur
Produk dairy lain, termasuk susu dan susu bubuk serta pangan mengandung lebih dari 15% susu Susu bayi bubuk Pangan dan pakan hewan Susu bayi cair Pangan untuk bayi (di bawah 36 bulan) & ibu hamil/menyusui Pangan lain Susu bayi dan produk sumber nutrisi tunggal, termasuk produk pengganti makanan
Batas Maksimum Melamin dalam Pangan 2,5 mg/kg
CAC 2010a
1 mg/kg 2,5 mg/kg
CAC 2010a CAC 2010a
0,15 mg/kg 1 mg/kg
CAC 2011 CAC 2010a
2,5 mg/kg 0,5 mg/kg Sebagai kombinasi konsentrasi melamin dan asam sianurat Pangan lain mengandung 2,5 mg/kg susu dan olahan susu atau Sebagai kombinasi ingredien asal susu konsentrasi melamin dan asam sianurat Pangan diet khusus Tidak terdeteksi (Pangan/Formula bayi & anak, pangan untuk tujuan medis) & produk susu formulasi Pangan lain 2,5 mg/kg Susu & pangan bayi 0,5 mg/kg bahan pangan lain 2,5 mg/kg Pangan untuk bayi 1 mg/kg Pangan untuk dewasa 2,5 mg/kg Formula bayi 1 mg/kg Pangan berbasis susu & 2,5 mg/kg pangan mengandung ingredien berbasis susu Ingredien untuk pabrik 5 mg/kg pangan Importasi produk susu & Ditolak olahannya, kedele & olahannya yang ditujukan untuk bayi dan anak
Pustaka
CAC 2010a CAC 2010a
CAC 2010a
CAC 2010a
CAC 2010a CAC 2010a CAC 2010a CAC 2010a CAC 2010a CAC 2010a CAC 2010a
CAC 2010a CAC 2010a
Tabel 10 Ketentuan batas cemaran melamin pada beberapa negara (lanjutan)
37
Negara/Lembaga
Ketentuan yang diatur
Pangan dan pakan mengandung susu diperluas dengan kedele & olahannya dari Cina dan amonium bikarbonat Pangan & pakan tinggi protein dari Cina
Batas Maksimum Melamin dalam Pangan 2,5 mg/kg
Pustaka
CAC 2010a
Cek random
CAC 2010a
Pengaturan dibedakan antara susu bayi atau produk untuk bayi dengan pangan secara umum. Amerika Serikat, Australia dan Selandia Baru, Cina, Hongkong, dan Kanada menetapkan batas maksimum cemaran melamin pada susu bayi sebesar 1 mg/kg lebih rendah dari pada produk lain sebesar 2,5 mg/kg. Selandia Baru juga menetapkan batas maksimum untuk ingredien pada pabrik pangan. Sementara itu Uni Eropa menetapkan pangan bayi dari Cina tidak boleh mengandung melamin. Hal ini dimungkinkan karena target konsumsi yaitu bayi mempunyai pencernaan yang masih sangat rentan terhadap kontaminan. EFSA menetapkan bahwa TDI (Tolerable Daily Intake) adalah 0,5 mg/kg bobot badan, EFSA menggunakan kadar melamin tertinggi kira-kira 2.500 mg/kg yang dilaporkan pada formula bayi Cina dan konsumsi pada 95% sebagai basis untuk kondisi terburuk. Anak-anak yang mengkonsumsi toffee susu, coklat atau biskuit dapat berpotensi melebihi TDI, anak-anak yang mengkonsumsi biskuit dan coklat berpotensi melebihi TDI hingga lebih dari tiga kali. Karena tidak ada kepastian berkenaan jangka waktu perkembangan kerusakan ginjal, maka EFSA menggunakan TDI 0,5 mg/kg bobot badan/hari yang melindungi paparan selama hidup dengan mempertimbangkan dampak paparan melamin pada jangka pendek. Dengan demikian dengan TDI sebesar 0,5 mg/kg bobot badan/hari pangan tersebut masih aman walaupun terjadi konsumsi secara terus menerus.
Pengaturan dan Pengawasan Kontaminan di Indonesia Menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan, pengaturan cemaran diatur pada Bagian Keenam: Pangan Tercemar Pasal 21 yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang mengedarkan: (a) Pangan yang
38
mengandung bahan beracun, berbahaya atau yang dapat merugikan dan membahayakan kesehatan atau jiwa manusia, dan (b) Pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimum yang ditetapkan. Sesuai definisi cemaran menurut SNI, cemaran adalah bahan kimia, fisik, biologi yang keberadaannya dalam pangan pada batas tertentu dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan. Dalam hal ini melamin dapat dikategorikan cemaran, karena tidak bersifat racun sehingga tidak dapat dikelompokkan sebagai bahan beracun ataupun berbahaya. Di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan disebutkan bahwa batas ambang maksimum cemaran akan ditetapkan oleh pemerintah (Setneg 1996). Merujuk pada peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, penetapan ambang batas maksimum cemaran pada pangan segar ditetapkan oleh Menteri yang terkait dengan bidang pertanian atau perikanan, dan penetapan ambang batas maksimum cemaran pangan olahan ditetapkan oleh Kepala Badan POM (Setneg 2004). Pada saat ini telah dikeluarkan Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.00.08.1.52.4011 tgl 28 Oktober 2009 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia Dalam Makanan, namun ketentuan batas maksimum melamin belum diatur. Saat ini pengaturan melamin baru terdapat pada Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.55.6497 th 2007 tentang Bahan Kemasan Pangan (BPOM 2007), dimana diatur mengenai : 1. Bahan dasar dan zat kontak dengan pangan yang diizinkan dalam kemasan pangan dan batas migrasi, resin melamin formaldehid, batas migrasi – Ekstrak Netto larut kloroform, maks 0,078 mg/cm2 – Monomer formaldehida, maks 3 bpj – Monomer melamin, maks 30 bpj 2. Bahan tambahan yang diijinkan dalam kemasan pangan : Larutan dalam air yang mengandung trikloromelamina dan salah satu dari natrium lauril sulfat atau asam dodesil-benzenasulfonat Belum adanya aturan mengenai batas maksimum cemaran melamin pada pangan, maka pemerintah dalam hal ini Badan POM selaku otoritas di bidang
39
pengawasan pangan mengeluarkan kebijakan mengenai melamin dalam bentuk penerbitan surat edaran oleh Direktur Penilaian Keamanan Pangan No. PO.01.02.51.0647 tgl 14 April 2009 (BPOM 2009c) yang mengatur : •
Produk susu, bahan baku susu, ammonium bikarbonat dan tepung telur yang terbukti mengandung melamin dilarang beredar di Indonesia, produk tersebut tidak dapat didaftarkan di Badan POM
•
Produk pangan impor yang mengandung bahan tersebut di atas harus disertai keterangan tentang negara asal bahan
•
Pangan yang diduga mengandung melamin perlu dilakukan pengujian laboratorium dan prosedur analisa yang telah ditentukan Ketentuan ini telah diterapkan di dalam pelaksanaan pengeluaran
persetujuan pendaftaran produk pangan di Badan POM dan penerbitan rekomendasi impor pangan olahan ke Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan POM. Di dalam penerbitan rekomendasi impor dipersyaratkan bahwa pemasukan produk pangan olahan berbasis susu/mengandung susu, tepung telur, telur pitan, ammonium bikarbonat serta HVP (hidrolized vegetable protein) dan ISP (isolated soy protein) asal Negara yang pernah terdeteksi mengandung melamin dilakukan sampling dan terhadap sample diminta untuk diujikan pada laboratorium yang telah terakreditasi untuk ruang lingkup melamin menggunakan metode uji LCMS-MS dengan batas deteksi atau LOD 0,01 mg/kg. Dari hasil evaluasi sejak tahun 2008 hingga sekarang, hasil uji produk pangan atau bahan baku yang diimpor melalui Badan POM tidak terdeteksi. Ketentuan ini hanya mengatur masalah produk pangan yang telah diketahui sebelumnya mengandung kontaminan melamin dan belum mengatur batas maksimum kontaminan melamin yang diperbolehkan. Hal ini akan menjadi masalah jika ditemukan hasil pengujian yang positif mengandung melamin namun dalam batas yang masih di bawah standar internasional. Pengaturan batas maksimum kontaminasi melamin pada pangan olahan seharusnya dikeluarkan oleh Badan POM selaku otoritas pengawasan bukan merupakan wewenang Kementerian Kesehatan, hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan..
40
Pengawasan pangan sepanjang rantai pangan telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Pengawasan pangan segar merupakan kewenangan oleh instansi terkait dengan pertanian, perikanan atau kehutanan sesuai tugas pokok masing-masing, sementara pengawasan pangan olahan merupakan kewenangan Badan POM, dan tindak lanjut pangan olahan industri rumah tangga dan pangan siap saji dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota (PP 2004). Fungsi pengawasan Badan POM dalam kasus melamin pada pangan olahan, meliputi inspeksi termasuk pengambilan contoh produk pangan yang diduga mengandung melamin serta evaluasi produk pangan pada saat persetujuan pendaftaran dan pemeriksaan importasi produk pangan, melakukan pengujian laboratorium sesuai ketentuan serta memberikan informasi kepada masyarakat dalam hal ini telah dikeluarkan keterangan pers kepada masyarakat agar hati-hati terhadap kemungkinan produk pangan yang mengandung melamin. Rekomendasi Batas Maksimum Melamin pada Produk Pangan. Hasil pengujian produk pangan pada tahun 2008 menunjukkan telur pitan, tepung telur dan biskuit dari Malaysia mengandung kontaminasi melamin di bawah batas maksimum yang ditetapkan Codex, yaitu di bawah 2,5 mg/kg. Namun produk berbasis susu atau mengandung susu asal Cina semua di atas batas maksimum kontaminasi melamin yang diperbolehkan pada pangan. Khusus untuk ammonium bikarbonat kontaminasi melamin adalah sebesar 67,71 mg/kg dan 75,98 mg/kg (Tabel 7). Jika mengacu pada batas maksimum cemaran sebesar 2,5 mg/kg, hal ini sudah melebihi batas yang diperbolehkan. Ammonium bikarbonat merupakan bahan tambahan pangan yang penggunaannya pada produk pangan tidak banyak, sehingga kadar melamin yang berasal dari ammonium karbonat pada produk akhir cukup kecil. Namun dengan memperkirakan juga asupan dari jenis pangan lain yang tercemar melamin, maka ketentuan kadar maksimum melamin dalam bahan pangan sebesar 2,5 mg/kg diperlakukan juga untuk bahan tambahan pangan. Pangan yang mengandung protein seperti susu, daging dan ikan dikonsumsi dalam porsi besar. Apabila terjadi kontaminasi melamin pada amonium bikarbonat akan berpengaruh terhadap asupan harian melamin.
41
Pada produk formula bayi yang beredar di Indonesia saat ini tidak terdeteksi adanya melamin. Demikian juga pada bahan baku susu yang ada di Indonesia juga tidak terdeteksi adanya melamin sehingga pemerintah dapat menetapkan bahwa batas maksimum melamin pada formula bayi yang beredar di Indonesia tidak ada atau negatif. Namun demikian, ada Peraturan Kepala Badan POM RI yang menetapkan adanya batas maksimum migrasi melamin dari wadah atau kemasan sebesar 30 ppm. Ketentuan tersebut ditetapkan karena ada kemungkinan adanya migrasi melamin dari wadah/kemasan ke dalam bahan pangan yang diwadahi atau dikemas. Dari hasil kajian EFSA, WHO maupun FDA dalam penetapan TDI, diperkirakan asupan harian konsumsi melamin per hari tanpa menimbulkan efek kesehatan pada orang dewasa adalah 3,78 mg dengan bobot badan 60 kg (FDA 2008), 10 mg dengan bobot badan 50 kg (EFSA 2010) dan 15 mg dengan bobot badan 50 mg (WHO 2009c), maka untuk bayi dengan bobot badan 6 kg asupan harian
melamin
adalah
sebesar
0,378
mg
hingga
2,4
mg.
Dengan
memperhitungkan bahwa bayi usia 6 bulan ke bawah hanya meminum susu, kemungkinan cemaran melamin terjadi pada wadah botol susu plastik dan kemasan susu yang mengandung melamin. Menurut CAC (2010a), WHO memperkirakan bahwa dengan batas maksimum kandungan melamin dalam bahan pangan sebesar 2,5 mg/kg diperkirakan paparan harian melamin adalah sebesar 47% dari NOAEL. Bila batas maksimum kontaminasi melamin pada formula bayi adalah sebesar 1 mg/kg, maka asupan konsumsi melamin harian bayi usia 0 – 6 bulan melalui susu bubuk adalah 0,21-0,28 mg dan melalui susu cair/siap konsumsi adalah 0,15-0,2 mg. Hal ini menunjukkan bahwa paparan melamin pada bayi usia 0-6 bulan masih di bawah nilai TDI. Batas maksimum kontaminan melamin perlu memperhatikan hal-hal pokok sebagai berikut: a. Kerentanan konsumen terhadap konsumsi produk b. Adanya kontaminan melamin yang terjadi karena ketidaksengajaan, yang disebabkan karena penggunaan insektisida siromazina yang dapat menyebabkan kadar melamin pada produk pangan tinggi c. Kemungkinan terpaparnya konsumen terhadap melamin
42
Berdasarkan hal tersebut, direkomendasikan pengaturan batas maksimum melamin dibedakan untuk bayi dan pangan secara umum. Lebih jauh lagi pengaturan pangan bayi dibedakan untuk formula bayi bubuk dengan formula bayi cair, karena untuk cair sudah siap dikonsumsi sementara untuk bubuk masih ada pengenceran lagi. Hasil sidang Codex ke 34 tahun 2010, batas maksimum kontaminan melamin sebesar 1 mg/kg untuk formula bayi, 2,5 mg/kg untuk pangan lain dan 0,15 mg/kg untuk susu bayi cair dapat diterapkan di Indonesia.