20
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Gizi Pegagan Segar Pegagan (Centella asiatica) segar sebagai bahan tambahan utama roti bagelen dianalisis terlebih dahulu kandungan gizinya meliputi kadar air, protein, lemak, abu, vitamin C, β-karoten, Fe, Se, Ca, dan asam asiatik. Kandungan gizi daun pegagan segar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 2 Kandungan gizi per 100 gram daun pegagan segar Kandungan Gizi (%b/b) Air 79,63 Protein 4,58 Lemak 1,29 Abu 2,45 Karbohidrat 12,05 Asam asiatik 0,66 Vitamin C (mg) 79,14 β-karoten (ppm) 88,76 Fe (mg) 43,26 Ca (mg) 1994,28 Se (mcg) 4,55 Sumber: Pramono (1992)
(%b/k) 22,5 6,3 12,0 59,2 3,2 388,5 435,7 212,4 9.790,3 22,3
Literatur (%b/k) 89,3 (%b/b) 14,95 5,61 14,95 64,49 -
Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara kandungan gizi hasil analisis dengan kandungan gizi dari literatur. Perbedaan kandungan gizi hasil analisis dengan literatur dapat dipengaruhi oleh perbedaan metode analisis yang digunakan, jenis pegagan, dan tempat pengambilan pegagan. Menurut Hidayati (2009), ketinggian optimum untuk menanam pegagan adalah 200-800 m dpl, di atas 1000 m dpl produksi dan mutunya menjadi rendah, sebaliknya kandungan asiatikosida diduga lebih tinggi. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat kandungan asam asiatik pada daun pegagan segar sebesar 3,2 g/100g. Ling (2004) menyatakan dalam Hashim et al. (2011) bahwa pegagan (Centella asiatica) mengandung beberapa senyawa triterpene yaitu asiatic acid (asam asiatik), madecassic acid, asiaticoside dan madecassoside. Menurut Hashim et al. (2011), kandungan triterpene yang terdapat pada ekstrak pegagan diduga sebagai zat aktif yang potensial untuk dikembangkan dalam industri makanan dan pengobatan. Pegagan dapat dikonsumsi secara langsung sebagai lalap (sayuran yang dimakan dalam bentuk mentah dalam bahasa sunda), atau pun diolah terlebih dahulu menjadi produk tertentu. Pada penelitian ini pegagan diberi berbagai perlakuan sebelum digunakan sebagai bahan tambahan dalam produk roti bagelen, seperti dikeringkan, diekstraksi, dan dienkapsulasi.
21
Proses Pembuatan Serbuk Pegagan Pengeringan
adalah
salah
satu
metode
yang
digunakan
untuk
mengawetkan bahan pangan. Pengeringan dilakukan untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian kadar air pada suatu bahan pangan dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya (Winarno & Fardiaz 1974). Kandungan air yang tinggi khususnya pada sayuran dapat menyebabkan sayuran tersebut cepat layu atau busuk. Pada penelitian ini pengeringan dilakukan untuk mendapatkan intermediate produk berupa serbuk pegagan sehingga memudahkan aplikasinya pada pengolahan lebih lanjut. Metode pengeringan yang umum dilakukan untuk pangan dan nonpangan antara lain adalah pengeringan matahari, rumah kaca (greenhouse), oven, iradiasi surya (solar drying), pengeringan beku (freeze drying), dan pengeringan menggunakan sinar infra merah. Metode pengeringan pada pembuatan serbuk pegagan pada penelitian ini adalah pengeringan dengan menggunakan alat oven blower. Serbuk pegagan adalah daun pegagan yang dikeringkan. Menurut Aziz et al. (2007) daun adalah bagian pegagan yang memiliki kandungan asam asiatik tertinggi. Daun pegagan yang akan dikeringkan dicuci menggunakan air terlebih dahulu kemudian dilakukan sortasi. Pencucian dilakukan terlebih dahulu untuk meminimalisasi zat gizi yang hilang sebelum mencapai tahap pengolahan selanjutnya, sedangkan sortasi dilakukan untuk memisahkan daun, batang dan akarnya. Daun yang telah disortasi selanjutnya dikeringkan menggunakan alat oven blower yang dilengkapi dengan Far Infra Red (FIR) milik Laboratorium Balai Penelitian Pascapanen, Karawang. Gambar oven blower yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Oven blower Oven blower memiliki lima rak yang dapat digunakan untuk menyimpan loyang yang berisi daun pegagan. Masing-masing rak mampu menampung
22
200gram daun pegagan segar sehingga total kapasitas oven blower hanya satu kilogram. Jumlah daun pegagan pada loyang diusahakan tidak terlalu banyak agar daun cepat kering. Waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan satu kilogram daun pegagan segar sehingga diperoleh daun yang mudah dipatahkan dan tidak liat adalah tiga jam. Setelah kering, daun dihancurkan dengan alat Hammermill ayakan 40 mesh sehingga didapat serbuk pegagan kering. Penggunaan mesh 40 bertujuan untuk mendapatkan tektur serbuk pegagan yang tidak terlalu halus agar muncul kesan herbal pada roti bagelen. Pada pengeringan daun pegagan menggunakan oven blower diberikan tiga perlakuan suhu. Suhu yang digunakan yaitu 450C, 500C,dan 550C. Perlakuan ini dilakukan untuk menetukan suhu pengeringan yang tepat agar didapatkan warna daun kering yang cerah dan berwana hijau. Warna daun kering yang hijau dan cerah ini diharapkan mampu memberi kesan herbal pada roti bagelen yang dibuat. Pembuatan Mikrokapsul Pegagan Mikroenkapsulasi adalah proses penyalutan atau pembungkusan suatu bahan baik itu padatan atau cair dengan menggunakan suatu bahan pengkapsul khusus yang membuat partikel-partikel inti mempunyai sifat kimia dan fisika seperti yang dikehendaki (Rosenberg et al. 1990). Pembuatan mikrokapsul pada penelitian ini adalah untuk melindungi bahan-bahan aktif yang terdapat pada pegagan salah satunya adalah asam asiatik. Asam asiatik merupakan kandungan sapogenin dari asiatikosida yang terdapat dalam pegagan. Asiatikosida adalah senyawa golongan glikosida triterpenoid, yang mengandung molekul gula yang terdiri dari satu molekul ramnosa dan dua molekul glukosa (Pramono 1992). Pengeringan Pegagan Proses pengeringan pegagan merupakan salah satu tahap yang dilakukan untuk membuat mikrokapsul pegagan. Berbeda dengan pembuatan serbuk pegagan, pengeringan pada tahap ini dilakukan di rumah kaca milik Teknopark, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Menurut Kamaruddin et al. (1994), proses pengeringan yang dilakukan di rumah kaca biasa disebut dengan pengeringan rumah kaca. Pengering jenis ini merupakan alat pengering berenergi surya yang memanfaatkan efek rumah kaca yang terjadi karena adanya penutup transparan pada dinding bangunan sebagai pengumpul panas untuk menaikkan suhu udara ruangan pengering.
23
Pegagan diletakkan di atas terpal dengan luas yang sesuai dengan jumlah pegagan yang akan dikeringkan di rumah kaca. Pengeringan pegagan dilakukan selama tiga hari hingga kering dan tidak liat dengan kapasitas lebih dari lima puluh kilogram (50kg). Pengeringan pegagan di rumah kaca bertujuan untuk mengefisienkan waktu dan biaya pengeringan dalam pembuatan ekstrak pegagan. Proses yang dilakukan dalam pengeringan di rumah kaca pegagan hampir sama dengan pengeringan menggunakan oven blower, dimulai dengan pemetikan, pencucian, dan sortasi bagian pegagan. Perbedaannya terletak pada pemilihan bagian pegagan yang digunakan, yaitu batang dan daun. Pengeringan di rumah kaca menggunakan bagian batang bertujuan untuk memanfaatkan asam asiatik yang terdapat didalamnya serta menghemat biaya produksi. Pembuatan Ekstrak Ekstraksi adalah suatu cara pemisahan komponen tertentu dari suatu bahan sehingga didapatkan zat yang terpisah secara kimiawi maupun fisik. Ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen aktif. Metode ekstraksi berbeda-beda untuk masingmasing bahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan metode ekstraksi adalah tekstur, kandungan bahan, dan jenis senyawa yang ingin didapat (Nielsen 2003). Metode yang digunakan pada ekstraksi pegagan adalah metode maserasi (Nasrullah 2010). Pegagan yang digunakan adalah pegagan hasil pengeringan rumah kaca, sedangkan pelarut yang digunakan dalam ekstraksi pegagan adalah etanol 70%. Pemilihan etanol untuk ekstraksi didasarkan pada penelitian Widha (2010) dengan pertimbangan sebagai berikut: (1) etanol merupakan pelarut yang paling efektif dan cocok untuk mengekstrak seluruh bagian pegagan; (2) proses pembuatan produk ini melewati tahap maserasi dan pengeringan sehingga untuk meminimalisasi turunnya antioksidan, etanol dipilih sebagai pelarutnya; (3) dalam proses pengeringan etanol akan habis menguap sehingga residu etanol dalam produk dapat ditekan seminimal mungkin; (4) pada level industri, etanol lazim digunakan sebagai bahan pelarut. Penggunaan metode maserasi pada ekstraksi pegagan menghasilkan ekstrak yang kental. Ekstrak pegagan dimasukkan kedalam wadah kaca kemudian diletakkan di freezer. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan kerusakan akibat kontak ekstrak terhadap panas, udara, dan cahaya.
24
Ekstrak pegagan adalah bahan inti dalam proses mikroeknapsulasi. Sebelum dienkapsulasi, ekstrak pegagan dianalisis kadar asam asiatiknya. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar asam asiatik ekstrak pegagan adalah 13,34%. Spray drying Proses
enkapsulasi
bahan
aktif
dalam
bahan
pangan
dapat
menggunakan bermacam-macam cara antara lain spray dring, spray cooling, spray chilling, spinning disc dan centrifugal co-extrusion, extrusion, fluidized bed coating dan coacervation (Zuidam & Nevodic 2010). Penelitian ini menggunakan metode spray drying yang mengacu pada penelitian Desmawarni (2007) dan Nasrullah (2010). Menurut Rosenberg et al. (1990) dan Reineccius (1988), spray drying adalah metode yang paling umum digunakan dalam mikroenkapsulasi pada industri pangan karena biayanya yang rendah dan peralatannya telah tersedia. Keuntungan penggunaan metode spray drying adalah mampu memproduksi mikrokapsul dalam jumlah banyak, bahan pengkapsul yang cocok untuk spray drying juga layak sebagai bahan makanan, dan bahan pengkapsul yang digunakan larut dalam air sehingga dapat melepaskan bahan inti tanpa adanya bahan pengapsul yang mengendap (Thies 1996). Bahan penyalut (pengisi) yang digunakan pada penelitian ini adalah maltodekstrin:natrium kaseinat (80:20). Maltodekstrin adalah bahan yang larut dalam air, apabila digunakan sebagai bahan penyalut maka bahan ini dapat menjaga bahan inti tetap tersalut dari oksidasi. Maltodekstrin juga dapat mengurangi masalah penebalan dan penggumpalan selama penyimpanan, dengan kata lain dapat meningkatkan kestabilan produk (Gabas et al. 2007). Bahan
penyalut
yang
telah
ditambahkan
akuades
awalnya
dihomogenisasi terlebih dahulu sebelum dicampurkan dengan ekstrak pegagan. Konsentrasi ekstrak pegagan yang digunakan untuk pembuatan mikrokapsul adalah 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%. Sifat Fisik dan Kimia Pegagan Kering Analisis sifat fisik hanya dilakukan pada pegagan kering oven blower karena akan langsung dimasukkan ke dalam adonan bagelen, sedangkan pegagan kering hasil pengeringan di rumah kaca dijadikan sebagai bahan ekstraksi. Pegagan kering oven blower dianalisis sifat fisiknya meliputi rendemen dan warna.
25
Analisis kimia yang dilakukan pada kedua jenis pegagan kering (kering oven blower dan kering di rumah kaca) yaitu kadar air, protein, lemak, abu, asam asiatik, vitamin C, β-karoten, kalsium, zat besi, dan selenium. Metode analisis yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada pegagan kering oven blower, analisis kimia hanya dilakukan pada pegagan dengan suhu pengeringan terpilih. pegagan kering oven blower selanjutnya disebut serbuk pegagan. Rendemen Perlakuan suhu pengeringan menggunakan oven blower yaitu 450C, 500C, dan 550C. Nilai rendemen didapat dari perbandingan produk akhir dengan bahan
baku
utama.
Data
nilai rata-rata
rendemen
pengeringan
daun
menggunakan oven blower dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai rendemen berkisar antara 15,95% hingga 17,25%. Nilai rata-rata rendemen terendah dimiliki oleh suhu pengeringan 550C, sedangkan nilai ratarata rendemen tertinggi dimiliki oleh suhu pengeringan 500C. Tabel 3 Nilai rata-rata rendemen pengeringan oven blower Suhu (0C) 45 50 55
Rendemen (%) 17,25 23,50 15,95
Warna Daun Pegagan Kering Oven Blower Uji fisik warna dilakukan untuk menguji kehijauan pada daun pegagan kering menggunakan alat Chomameter Minolta CR-300. Sistem notasi warna yang digunakan adalah nilai L, a, b, dan 0Hue. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan warna daun, apabila semakin mendekati 100 maka warna daun semakin cerah. Sebaliknya, jika nilai L semakin mendekati 0, maka warna daun semakin gelap. Nilai a dan b merupakan parameter pengukuran warna kromatik. Nilai a merupakan parameter pengukuran kromatik campuran warna merah hijau. Nilai a positif (0-100) menunjukkan bahwa daun cenderung berwarna merah, sebaliknya nilai a negative (0-(-80)) menunjukkan bahwa warna daun cenderung hijau. Nilai b merupakan parameter pengukuran warna kromatik campuran kuning biru. Nilai b positif (0-70) menunjukkan bahwa daun cenderung berwarna kuning. Nilai b negative (0-(-70) menunjukkan bahwa daun cenderung berwarna biru. Untuk mengetahui warna sesungguhnya dari daun pegagan kering, dapat dilihat dari perhitungan 0Hue. Perhitungan yang digunakan yaitu 0Hue = 1800+ tan-1 (b/a) untuk nilai a<0. Hasil perhitungan 0Hue ini dikategorikan kedalam parameter warna atau parameter 0Hue (Lampiran 1 pada analisa warna metode Hunter). Data hasil pengukuran warna daun kering dapat dilihat pada Tabel 4.
26
Tabel 4 Hasil pengukuran warna daun kering Penggunaan Suhu 450C 500C 550C
L 54,92 54,18 53,96
a -2,37 -3,08 -3,76
b 12,79 12,90 11,04
b/a -5,40 -4,19 -2,94
Hue 178,61 178,66 178,76
Tabel 4 menunjukan bahwa pengeringan menggunakan oven blower dengan suhu 550C memiliki nilai negatif a yang lebih tinggi dibandingkan pada suhu 450C dan 500C. Nilai a yang negatif menunjukkan bahwa warna daun kering 550C cenderung berwarna hijau. Warna hijau yang dimiliki oleh suhu 55 0C dapat dilihat dari nilai 0Hue pada tabel 5 yaitu 178,86. Suhu 55 0C memiliki nilai 0Hue lebih tinggi dibandingkan kedua suhu lainnya yaitu 45 0C dan 500C. Menurut Hunting (1999) nilai 0Hue untuk warna hijau berkisar antara 162 hingga 198 . Suhu oven blower terpilih adalah suhu pengeringan dengan nilai warna yang paling menunjukkan warna hijau. Berdasarkan Tabel 4, nilai hijau paling tinggi dimiliki oleh suhu 55 0C. Meskipun suhu pengeringan 55 0C memiliki nilai rendemen terkecil tetapi warna hijaunya paling tinggi dibandingkan dua suhu lainnya. Suhu pengeringan 55 0C juga digunakan dalam penelitian Maenah (2003) untuk mengeringkan daun kangkung dan katuk pada roti manis yang dibuatnya. Kandungan Gizi dan Bahan Aktif Daun Pegagan Kering Perbedaan cara pengeringan, baik suhu maupun alat pengeringnya dapat mempengaruhi kandungan gizi dan bahan aktif yang terdapat dalam suatu bahan pangan, dalam hal ini pegagan. Data kandungan gizi daun pegagan kering dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel tersebut menunjukkan perbedaan nilai kandungan zat gizi pada pegagan yang dikeringkan menggunakan oven blower dengan yang dikeringkan di rumah kaca. Tabel 5 Kandungan gizi daun pegagan kering 0
Kandungan Gizi Air (g) Protein (g) Lemak (g) Abu (g) Karbohidrat Asam asiatik (%) Vitamin C (mg) β-karoten (ppm) Fe (mg) Ca (mg) Se (mcg)
Oven blower 55 C %b/b 7,31 20,11 4,39 14,25 53,94 5,59 245,27 317,56 37,99 2191,01 33,42
%b/k 21,70 4,74 15,37 58,19 6,03 264,61 342,60 40,99 2.363,80 36,06
Pengeringan rumah kaca %b/b %b/k 6,39 28,59 26,76 1,03 0,96 17,89 16,75 49,14 52,49 1,03 1,10 65,14 69,59 469,32 439,33 40,03 37,47 2.697,99 2.882,16 31,03 29,05
27
Kadar air Kadar air adalah jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan. Tingginya kadar air dalam bahan pangan dapat mempercepat tumbuhnya mikroba sehingga bahan pangan menjadi mudah layu atau busuk. Fardiaz (1989) menyatakan bahwa batas minimum kadar air pertumbuhan mikroba adalah 1415%. Pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengurangi kadar air dalam bahan pangan sehingga dapat menghambat aktifitas enzim dan pertumbuhan mikroba. Menurut Ayodele et al. (2011) perlakuan pengeringan yang berbeda memberikan nilai kadar air yang berbeda. Kadar air pegagan kering pada Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai kadar air pegagan kering menggunakan oven blower menghasilkan kadar air yang lebih besar dibandingkan dengan nilai kadar air pegagan yang dikeringkan di rumah kaca. Namun nilai kadar air pegagan kering kedua perlakuan berada di bawah batas minimum pertumbuhan mikroba (1415%) yaitu 7,31% untuk pengeringan menggunakan oven blower dan 6,39% untuk pengeringan di rumah kaca. Kadar protein Protein merupakan salah satu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein sebagai senyawa organik dapat mengalami denaturasi akibat panas, pH, bahan kimia, makanik dan sebagainya (Winarno 2008). Pegagan yang dikeringkan menggunakan oven blower memiliki kadar protein (21,70%) lebih rendah dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan dirumah kaca (28,59%). Hal ini sesuai dengan penelitian Ayodele et al. (2011), yang menyatakan bahwa pengeringan dengan menggunakan oven memiliki kadar protein yang lebih rendah daripada pengeringan menggunakan sinar matahari. Menurut Ayanwale et al. (2007), tingginya kadar protein berbanding terbalik dengan kadar airnya. Semakin tinggi kadar air suatu bahan pangan maka semakin rendah kadar proteinnya. Kadar lemak Kadar lemak pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (4,74%) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (1,03%). Randahnya kadar lemak pegagan yang dikeringkan di rumah kaca dapat disebabkan oleh kerusakan pada lemak karena faktor udara, panas, dan sinar matahari. Menurut Drummond dan Brefere (2007), keberadaan
28
udara dapat menyebabkan lemak kehilangan atom hidrogen dan digantikan oleh atom oksigen. Perubahan ini menyebabkan ketidakstabilan senyawa lemak sehingga lemak dengan cepat berubah menjadi tengik. Selain itu, ketengikan juga dapat dipercepat oleh panas dan sinar matahari. Kadar abu Kadar abu dalam suatu bahan pangan dapat digunakan untuk menentukan banyaknya mineral dalam bahan pangan tersebut (Sandjaja 2006). Semakin tinggi kadar abu maka semakin banyak pula kandungan mineralnya. Mineral merupakan zat anorganik dalam bahan yang tidak terbakar selama proses pembakaran. Selama proses pembakaran senyawa-senyawa organik terbakar sedangkan senyawa anorganiknya tidak terbakar maka dari itu disebut abu. Kadar abu pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (15,37%) lebih rendah dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan dirumah kaca (17,89%). Menurut Herniawan (2010), pengeringan menggunakan oven menghasilkan kadar abu yang lebih rendah dibandingkan dengan pengeringan yang menggunakan sinar matahari. Perbedaan kadar abu kedua perlakuan diduga akibat adanya kontaminasi dari komponen pengotor. Pengering oven bersifat tertutup sehingga sangat kecil kemungkinan terjadi kontaminasi oleh komponen pengotor. Kadar karbohidrat (by difference) Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi manusia dan hewan yang harganya relatif murah (Almatsier 2006). Berdasarkan Tabel 6, kadar karbohidrat pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (58,19%) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (52,49%). Hal ini sesuai dengan penelitian Herniawan (2010), kandungan karbohidrat pada tepung kasava yang dikeringkan menggunakan oven lebih tinggi daripada yang dikeringkan di rumah kaca. Kadar Asam asiatik Asam asiatik merupakan kandungan sapogenin dari tanaman pegagan. Bentuk saponin dari asam asiatik adalah asiaticoside. Asiaticoside termasuk dalam golongan glikosida triterpenoid. Triterpenoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam tanaman (Vickery & Vickery 1981). Menurut Sutardi (2008), pembentukan metabolit sekunder dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain suhu, pH, aktivitas air, dan intensitas
29
cahaya. Kadar asam asiatik pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (6,03%) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (1,10%). Perbedaan kadar asam asiatik diduga akibat adanya pengaruh suhu dan cahaya. Kadar vitamin C Vitamin C adalah salah satu vitamin yang tergolong larut dalam air. Vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak. Selain sangat larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi. Faktor-faktor yang dapat mempercepat terjadinya oksidasi adalah panas, sinar, alkali enzim, oksidator, serta oleh katalis tembaga dan besi (Winarno 2008). Kadar vitamin C pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (264,61 mg/100g) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (69,59 mg/100g). Pengeringan di rumah kaca menyebabkan pegagan lebih banyak teroksidasi oleh faktor sinar dan udara. Menurut Almatsier (2006), vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Selain itu, lamanya waktu pengeringan di rumah kaca juga menyebabkan vitamin C yang terdapat pada pegagan lebih banyak teroksidasi. Oleh karena itu, vitamin C pada pegagan yang dikeringkan di rumah kaca memiliki kadar vitamin C yang lebih rendah. Kadar β-karoten β-karoten merupakan provitamin A yang terdapat dalam tanaman hijau. βkaroten adalah bentuk provitamin A yang paling aktif, yang terdiri dua molekul retinol yang saling berkaitan (Almatsier 2006). Karoten stabil dalam pH netral dan basa, namun sensitif terhadap asam, oksigen, cahaya dan panas (Gregory 1996) yang dapat menyebabkan perubahan (rearrangement) pada ikatan rangkap dan isomerisasi cis-trans. Di alam karotenoid bersifat stabil namun isolatnya mudah mengalami perubahan molekul, isomerisasi cis-trans, degradasi oleh panas, cahaya, oksigen, trace element, dan asam. Kadar β-karoten pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (342,60 ppm) lebih rendah dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (469,32 ppm). Menurut Sopian (2005) perlakuan pengeringan berpengaruh terhadap kadar β-karoten. Kadar β-karoten pegagan kering oven blower yang lebih rendah dapat disebabkan oleh lebih tingginya suhu pemanasan yang digunakan. Suhu pemanasan oven blower yang digunakan
30
adalah 550C sedangkan suhu pemanasan pada pengeringan di rumah kaca adalah 330C. Kadar kalsium (Ca) Kalsium merupakan mineral makro, yaitu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah lebih dari 100mg sehari. Sumber kalsium terbaik adalah susu dan turunannya, seperti keju, es krim, yoghurt, ikan yang dimakan bersama tulang-tulangnya, kacang-kacangan, dan produk olahannya, buah dan sayur seperti brokoli, kangkung, caisin, dan lain-lain. Sayuran merupakan sumber kalsium yang baik namun bahan makanan ini mengandung banyak zat yang menghambat kalsium seperti serat, fitat dan oksalat (Almatsier 2006). Kadar kalsium pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (2.363,80 mg/100g) lebih rendah dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (2.882,16 mg/100g). Gaman & Sherrington (1992) menjelaskan bahwa pemanasan kecil saja pengaruhnya terhadap mineral, dalam hal ini kalsium. Menurut Wardlaw & Smith (2009) mineral yang berasal dari tumbuhan bisa hilang secara signifikan karena prosessing, berupa pemotongan dan pencucian. Perbedaan kadar kalsium dapat diakibatkan oleh kesalahan pada saat analisis atau prossesing yang berlebihan. Kadar zat besi (Fe) Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat didalam tubuh manusia dan hewan. Besi dalam bahan pangan hewani terdapat dalam bentuk besi-hem sedangkan dalam bahan pangan nabati berbentuk besi-nonhem (Almatsier 2006). Kadar zat besi pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (40,99 mg/100g) hampir sama dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (40,03 mg/100g). Gaman dan Sherrington (1992) menyatakan bahwa zat besi tidak mudah rusak oleh pemanasan namun jumlahnya dapat meningkat dalam bahan pangan apabila terkena kontaminan dari perkakas yang berbahan dasar besi. Kadar selenium (Se) Selenium dapat ditemukan dalam bentuk anorganik maupun organik. Dalam bentuk anorganik ditemukan sebagai selenat (SeO 42-), selenit (SeO32-), dan selenium oksida (SeO2) (Dilaga 1992), sedangkan dalam bentuk organik, Se biasa ditemukan berikatan dengan protein sebagai asam amino berbentuk selenometionin dan selenosistein (Almatsier 2006). Selenium banyak ditemukan pada bahan pangan yang berkadar protein tinggi seperti makanan laut dan
31
daging. Kandungan Se dalam kacang-kacangan, serelia, dan biji-bijian bergantung pada kondisi tanah tempat tumbuh bahan pangan tersebut. Selenium terekstraksi dari tumbuhan dengan tiga cara, yaitu pemanasan, mikrobial, dan asam (Hutzinger 1982). Kadar selenium pada pegagan yang dikeringkan dengan menggunakan oven blower (36,06 mcg) lebih tinggi dibandingkan dengan pegagan yang dikeringkan di rumah kaca (31,03 mcg). Kadar selenium pada bahan pangan yang berasal dari tumbuhan bergantung pada kadar selenium dalam tanah tempat tumbuhnya (Groff dan Gropper 1999). Perbedaan kadar selenium diduga akibat perbedaan kadar selenium dalam tanah, perbedaan usia panen, ataupun kesalahan pada saat analisis. Sifat Fisik dan Kimia Mikrokapsul Pegagan Mikrokapsul
pegagan
dianalisis
sifat
fisiknya
meliputi
rendeman
mikrokapsul, warna, Scanning Electron Microscope (SEM), kadar air dan kelarutan dalam air, sedangkan sifat kimia yang dianalisis dari mikrokapsul pegagan adalah asam asiatik. Hasil Rendemen Mikrokapsul Pegagan Data rendemen mikroenkapsulasi pegagan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai rendemen mikrokapsul pegagan berkisar antara 33,39% hingga 52,54%. Nilai rendemen mikrokapsul terendah dimiliki oleh mikrokapsul dengan konsentrasi ekstrak 10%, sedangkan nilai rendemen mikrokapsul tertinggi dimiliki oleh mikrokapsul dengan konsentrasi 20%. Tabel 6 Rendemen mikrokapsul pegagan Konsentrasi Ekstrak (%)
Rendemen (%)
10
33,39
15
38,73
20
52,54
25
46,85
30
43,54
Terjadi penurunan nilai rendemen pada konsentrasi ekstrak 25% dan 30%. Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya kehilangan produk selama proses pengolahan. Kehilangan dapat terjadi karena adanya bahan yang melekat pada alat Homogenizer saat pembuatan suspensi bahan pengkapsul dan pembuatan emulsi. Selain itu kehilangan juga dapat terjadi pada saat spray drying. Diduga kehilangan yang terjadi pada proses ini lebih banyak. Pada proses spray drying,
32
bahan tertinggal di selang spray dryer, adanya produk yang melekat di tabung pengering, dan hilang saat membersihkan nozzle spray dryer karena adanya bahan yang menyumbatnya. Warna Mikrokapsul Pegagan Analisis warna mikrokapsul pegagan menggunakan alat Chromameter Minolta CR-300. Hasil analisis warna mikrokapsul dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil analisis warna mikrokapsul pegagan 0 Bahan L a b b/a Hue Mikrokapsul 10%
95,03
-3,67
12,96
-3,53
178,70
Mikrokapsul 15%
91,10
-3,50
14,37
-4,11
178,67
Mikrokapsul 20%
87,48
-3,57
14,74
-4,13
178,67
Mikrokapsul 25%
85,72
-4,34
17,46
-4,03
178,67
Mikrokapsul 30%
84,30
-3,58
16,26
-4,55
178,65
Tabel diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka semakin menurun kecerahan warna (L) mikrokapsul yang dihasilkan atau semakin gelap. Derajat warna (0Hue) mikrokapsul berkisar antara 178,65 hingga 178,70. Hal ini menandakan bahwa mikrokapsul pegagan berwarna kehijauan (0Hue = 162 hingga 198). Nilai 0Hue digunakan untuk mengetahui warna sesungguhnya dari suatu bahan. Warna mikrokapsul pegagan yang paling baik adalah warna mikrokapsul pegagan 10% karena memiliki nilai kecerahan dan nilai 0Hue tertinggi diantara mikrokapsul lainnya. Namun warna mikrokapsul pegagan pada penelitian ini tidak menjadi kriteria pemilihan mikrokapsul yang digunakan untuk roti bagelen. Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) Mikrokapsul Pegagan Scanning electron microscope (SEM) digunakan untuk mengetahui kualitas mikrokapsul secara mikrostruktur. SEM bekerja berdasarkan prinsip scan sinar electron pada permukaan sampel, selanjutnya informasi yang diperoleh diubah menjadi gambar (Utami 2007). Analisis morfologi dengan SEM mampu menunjukkan ukuran, bentuk, dan aspek umum lainnya terhadap mikrokapsul secara lebih detail. Morfologi mikrokapsul mempengaruhi sifat mikrokapsul lainnya seperti laju pelepasan bahan inti, surface oil, kelarutan, stabilitas mikrokapsul, dan lain-lain (Nasrullah 2010). Seluruh mikrokapsul pegagan (mikrokapsul dengan penambahan ekstrak pegagan 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%) dianalisis secara mikrostruktur menggunakan SEM dengan tipe JEOL JSM-5310LV. Pengujian SEM dilakukan di
Balai Besar Kehutanan, Bogor. Metode analisis SEM dapat dilihat pada
33
Lampiran 1. Gambar hasil pengujian SEM terhadap mikrokapsul pegagan dengan perbesaran 300 kali dapat dilihat pada Gambar 6.
Mikrokapsul ekstrak 10%
Mikrokapsul ekstrak 15%
Mikrokapsul ekstrak 20%
Mikrokapsul ekstrak 25%
Mikrokapsul ekstrak 30%
Gambar 6 Hasil SEM mikrokapsul pegagan berbagai perlakuan dengan perbesaran 300 kali
Hasil analisis SEM pada Gambar 6 menunjukkan bahwa mikrokapsul pegagan berbentuk bulat utuh dan berkeriput dengan diameter 20µm. Bentuk mikrokapsul yang bulat utuh menandakan mikrokapsul telah terbentuk sempurna dan berisi bahan aktif, sedangkan bentuk mikrokapsul yang berkeriput menandakan mikrokapsul yang terbentuk tidak sempurna atau partikel bahan
34
pengkapsul tidak berisi bahan aktif didalamnya. Gambar mikrokapsul 10% dan 15% memiliki bentuk bulat utuh yang lebih banyak daripada mikrokapsul 20%, 25% dan 30%. Mikrokapsul
pegagan
terpilih
adalah
mikrokapsul
yang
memiliki
mikrostruktur yang baik. Mikrokapsul 10% dan 15% memiliki mikrostruktur yang baik berdasarkan Gambar 6. Namun mikrokapsul yang terpilih adalah mikrokapsul dengan konsentrasi ekstrak pegagan 15% karena mikrokapsul tersebut mampu menyelimuti lebih banyak ekstrak. Kadar Air Mikrokapsul Pegagan Kadar air merupakan salah satu parameter utama yang menentukan kualitas produk mikrokapsul yang bersifat kering. Kadar air yang rendah dapat mencegah tumbuhnya mikroba yang dapat merusak produk. Hasil pengukuran kadar air mikrokapsul pegagan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel tersebut menunjukkan bahwa kadar air mikrokapsul berkisar antara 3,79% hingga 4,84%. Kadar air mikrokapsul pegagan hampir sama dengan hasil kadar air mikrokapsul oleoresin lada hitam dengan bahan penyalut maltodekstrin:susu skim yaitu dibawah 5% (Nasrullah 2010). Tabel 8 Kadar air mikrokapsul pegagan Mikrokapsul (%)
Rata-rata (%)
10
3.79
15
4.84
20
4.44
25
4.74
30
3.84
Kelarutan Mikrokapsul Pegagan Dalam Air Data kelarutan mikrokapsul pegagan dalam air dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel tersebut menunjukkan bahwa mikrokapsul pegagan memiliki kelarutan dalam air antara 97%-98%. Nilai terendah dimiliki oleh mikrokapsul dengan konsentrasi ekstrak 10% yaitu 97,66%, sedangkan nilai tertinggi dimiliki oleh mikrokapsul dengan konsentrasi ekstrak 30% yaitu 98,77%. Secara keseluruhan nilai kelarutan mikrokapsul pegagan dalam air sangat tinggi yakni di atas 90%. Kelarutan
mikrokapsul
pegagan
lebih
tinggi
bila
dibandingkan
dengan
mikrokapsul oleoresin lada (94,16%) dengan bahan penyalut yang sama yaitu maltodekstrin dan natrium kaseinat (Desmawarni 2010). Menurut Kenyon dan Anderson (1988), maltodekstrin dapat larut dengan sempurna dalam air dingin sehingga dapat melepaskan flavor dengan tepat pada aplikasi tertentu.
35
Sebaliknya, Singh (1995) menyatakan bahwa natrium kaseinat tidak memiliki nilai kelarutan yang tinggi. Nilai kelarutan akan menjadi lebih tinggi apabila natrium kaseinat dikombinasikan dengan maltodekstrin yang dapat larut sempurna di dalam air. Tabel 9 Data kelarutan mikrokapsul pegagan dalam air Konsentrasi ekstrak Kelarutan dalam air (%) 10%
97.66
15%
98.34
20%
97.76
25%
97.98
30%
98.77
Kandungan Asam Asiatik Mikrokapsul Pegagan Data hasil analisis kandungan asam asiatik mikrokapsul pegagan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Kandungan asam asiatik mikrokapsul pegagan Ekstrak (%)
Asam asiatik (%)
10
0,06
15
0,08
20
0,10
25
0,13
30
0,15
Tabel diatas menunjukkan bahwa kandungan asam asiatik pada mikrokapsul berkisar antara 0,06% hingga 0,16%. Kandungan asam asiatik tertinggi dimiliki oleh mikrokapsul dengan ekstrak pegagan 30%, sedangkan kandungan asam asiatik terendah dimiliki oleh mikrokapsul dengan ekstrak pegagan 10%. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak pegagan maka semakin tinggi pula kandungan asam asiatik pada mikrokapsul. Formulasi Bagelen Pegagan Penentuan formula Penentuan formula dasar bagelen pegagan dilakukan secara trial and error untuk mendapatkan komposisi adonan yang optimal serta hasil bagelen yang renyah. Trial and error formula dasar dilakukan terhadap bagelen kontrol. Setelah mendapatkan komposisi adonan bagelen kontrol optimal selanjutnya dilakukan penambahan dua jenis pegagan ke dalam adonan bagelen. Menurut Utomo (2005) adonan bagelen terdiri dari tepung terigu, ragi instan, gula pasir, garam, susu bubuk skim, bread improver, emulsifier kue,
36
kuning telur, air es, dan mentega. Adonan ini setelah menjadi roti kemudian dipotong, diberi olesan kemudian dipanggang kembali. Metode yang digunakan dalam membuat adonan roti bagelen pegagan adalah metode Conventional Straight Dough. Pada metode ini semua bahan dicampur secara bersama menjadi sebuah adonan, kemudian dilakukan fermentasi. Menurut Muchtadi (1992), kelebihan metode ini adalah tidak memerlukan peralatan yang berlebihan, waktu fermentasi lebih singkat, dan lebih sedikit tenaga kerja. Namun kekurangan dari metode ini adalah proses fermentasi sulit untuk dikontrol, struktur roti lebih kasar dan aroma roti kurang menarik (Aini 2011). Bagelen pegagan diberikan dua perlakuan yaitu jenis pegagan dan konsentrasi, masing-masing perlakuan memiliki taraf yang berbeda. Perlakuan jenis pegagan memiliki dua taraf yaitu serbuk pegagan dan mikrokapsul sedangkan konsentrasi memiliki lima taraf yaitu kontrol (0%), 5%, 10%, 15%, dan 20% dari berat total terigu. Formula bagelen pegagan terpilih disajikan pada Tabel 11, formula ini adalah modifikasi dari resep bagelen Utomo (2005). Tabel 11 Formula Bagelen Pegagan Mikrokapsul Formula
Serbuk
0%
5%
10%
15%
20%
0%
5%
10%
15%
20%
500
500
500
500
500
500
500
500
500
500
Ragi (g)
11
11
11
11
11
11
11
11
11
11
Gula (g)
70
70
70
70
70
70
70
70
70
70
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
Susu bubuk (g)
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
Susu cair (g)
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Kuning telur (g)
57
57
57
57
57
57
57
57
57
57
Mentega (g)
70
70
70
70
70
70
70
70
70
70
Air es (g)
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
Pegagan (g)
0
25
50
75
100
0
25
50
75
100
Tepung terigu (g)
Bread Improver (g)
Hasil Uji Organoleptik Bagelen Uji organoleptik dilakukan terhadap sepuluh jenis roti bagelen, yaitu roti bagelen yang ditambah serbuk pegagan dan mikrokapsul pegagan dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%. Seluruh bagelen pegagan diuji organoleptik dengan menggunakan uji hedonik dan mutu hedonik dengan
37
parameter warna, aroma, rasa, dan tekstur yang menggunakan skala garis dari selang satu hingga sembilan. Hasil Uji Hedonik Uji hedonik atau kesukaan merupakan uji yang paling dikenal untuk melihat status kesukaan atau status afektif dari suatu produk (Adawiyah & Waysima 2009). Pada penelitian ini beberapa sampel disajikan sekaligus kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian tentang kesukaan atau penerimaan terhadap masing-masing sampel, tanpa harus membandingkan satu dengan yang lain. Adapun atribut sensori produk pangan (parameter) yang dinilai adalah kenampakan warna, aroma, tekstur, dan rasa. Data hasil uji organoleptik yang telah didapat diuji secara statistik untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan yang diberikan. Berdasarkan hasil sidik ragam, perlakuan jenis pegagan, konsentrasi dan interaksi keduanya memiliki pengaruh yang nyata terhadap parameter warna, aroma, rasa dan tekstur bagelen pegagan pada p<0,05 (Lampiran 6). Hasil uji lanjut Duncan untuk uji hedonik masing-masing parameter disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Data rata-rata hasil uji hedonik bagelen pegagan Konsentrasi Nilai rata-rata pegagan Warna Aroma Rasa Tekstur 0% (kontrol) 7,08d 7,10e 7,41e 7,41d d d d 5% 6,92 6,59 6,89 6,79c c c c 10% 5,86 5,89 5,85 6,55bc b b b b 15% 5,05 5,33 5,15 6,14 a a a 20% 4,62 4,49 5,36a 3,86 Jenis Nilai rata-rata pegagan Warna Aroma Rasa Tekstur Serbuk 5,40b 5,30b 5,36b 6,08b pegagan Mikrokapsul 6,11a 6,51a 6,55a 6,82a Keterangan: huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05), semakin tinggi angka semakin besar tingkat kesukaan panelis terhadap sampel.
Warna. Nilai rata-rata penilaian panelis untuk warna bagelen pegagan berada pada kisaran tidak disukai (3,86) untuk konsentrasi 20% hingga disukai (7,08) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan uji lanjut Duncan, warna bagelen pada konsentrasi pegagan 5% tidak berbeda nyata pada p<0,05 dengan warna bagelen kontrol, sedangkan warna bagelen dengan konsentrasi 10%, 15% dan 20% berbeda nyata dengan warna kontrol dan 5%. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa warna bagelen serbuk pegagan berbeda nyata pada p<0,05 dengan bagelen mikrokapsul pegagan.
38
Nilai rata-rata penilaian panelis untuk warna bagelen mikrokapsul pegagan lebih tinggi daripada warna bagelen serbuk pegagan. Aroma. Data rata-rata hasil uji hedonik untuk parameter aroma bagelen pegagan berada pada kisaran agak tidak disukai (4,62) untuk bagelen konsentrasi 20% hingga disukai (7,10) untuk bagelen kontrol. Kesukaan panelis terhadap aroma bagelen pegagan semakin berkurang setiap kenaikan 5% konsentrasi pegagan. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, aroma bagelen pegagan setiap konsentrasi berbeda nyata pada p<0,05. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan adanya perbedaan nyata pada p<0,05 antara aroma bagelen serbuk pegagan dengan aroma bagelen mikrokapsul pegagan. Nilai
rata-rata hasil uji hedonik untuk aroma bagelen
mikrokapsul pegagan lebih lebih tinggi yaitu 6,51 (agak suka) dari pada aroma begelen serbuk pegagan. Rasa. Nilai rata-rata penilaian panelis untuk parameter rasa bagelen pegagan berada pada kisaran agak tidak disukai (4,49) untuk konsentrasi 20% hingga disukai (7,41) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan uji lanjut Duncan, rasa bagelen pegagan setiap konsentrasi menunjukkan perbedaan yang nyata pada p<0,05. Kesukaan panelis terhadap rasa bagelen pegagan semakin menurun setiap peningkatan konsentrasi 5%. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa rasa bagelen mikrokapsul pegagan berbeda nyata pada p<0,05 dengan rasa bagelen serbuk pegagan. Nilai rata-rata kesukaan terhadap rasa lebih tinggi pada bagelen mikrokapsul pegagan dari pada bagelen serbuk pegagan. Tekstur. Data nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap parameter tekstur bagelen pegagan berada pada kisaran nilai 5,36 (suka tidak, tidak suka tidak) untuk konsentrasi 20% hingga 7,41 (suka) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, tekstur bagelen kontrol berbeda nyata dengan bagelen yang ditambahkan 20% pegagan, sedangkan tekstur bagelen pegagan kontrol, bagelen yang ditambahkan 5% pegagan, 10% pegagan, dan 15% pegagan tidak berbeda nyata satu sama lain pada p<0,05. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa kesukaan panelis terhadap tekstur bagelen serbuk pegagan berbeda nyata pada p<0,05 dengan tekstur bagelen mikrokapsul pegagan. Tekstur Bagelen mikrokapsul memiliki nilai rata-rata kesukaan panelis lebih tinggi, yaitu 6,82 dengan kategori agak suka.
39
Hasil Uji Mutu Hedonik Uji mutu hedonik digunakan untuk mendapat gambaran suatu atribut sensori tertentu yang bervariasi dari sejumlah sampel (Adawiyah & Waysima). Adapun atribut sensori produk pangan (parameter) yang dinilai adalah kenampakan warna, aroma, tekstur, dan rasa. Skala penilaian yang digunakan pada uji mutu hedonik adalah skala 1 sampai 9. Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 6), perlakuan jenis pegagan, konsentrasi dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap parameter warna, aroma, rasa dan tekstur pada uji mutu hedonik roti bagelen pegagan pada p<0,05. Hasil uji lanjut Duncan disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Data rata-rata hasil uji mutu hedonik bagelen pegagan Konsentrasi Nilai rata-rata mutu hedonik bagelen pegagan pegagan Warna Aroma Rasa Tekstur 0% (kontrol) 7,45e 7,63e 7,52e 7,81d d d d 5% 6,80 6,48 6,45 6,94c c c c 10% 5,48 5,51 5,76 6,46bc b b b 15% 4,82 4,94 5,21 6,08ab a a a 20% 3,20 4,28 4,65 5,56a Jenis Nilai rata-rata mutu hedonik bagelen pegagan pegagan Warna Aroma Rasa Tekstur Serbuk 5,08b 5,15b 5,39b 6,27b pegagan Mikrokapsul 6,02a 6,39a 6,44a 6,87a Keterangan: huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05), semakin tinggi angka semakin besar skor mutu sampel.
Warna. Nilai rata-rata penilaian mutu warna bagelen pegagan berada pada kisaran 3,20 (gelap) untuk konsentrasi 20% hingga 7,45 (cerah) untuk bagelen kontrol. Bagelen dengan konsentrasi 5% memiliki nilai rata-rata penilaian mutu warna paling tinggi (6,80) bila dibandingkan dengan bagelen konsentrasi 10%, 15%, dan 20%. Berdasarkan uji lanjut Duncan, mutu warna bagelen pegagan setiap perlakuan konsentrasi pegagan berbeda nyata satu sama lain pada p<0,05. Warna bagelen pegagan menjadi semakin gelap setiap konsentrasi pegagannya dinaikkan 5%. Hal ini ditunjukkan dengan semakin menurunnya nilai rata-rata penilaian panelis terhadap mutu warna bagelen pegagan. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa mutu warna bagelen mikrokapsul pegagan berbeda secara nyata dengan mutu warna bagelen serbuk pegagan pada p<0,05. Bagelen mikrokapsul pegagan memiliki nilai rata-rata penilaian mutu warna lebih tinggi dibandingkan bagelen serbuk pegagan. Mutu warna bagelen mikrokapsul termasuk dalam kategori agak cerah sedangkan warna bagelen serbuk pegagan termasuk dalam kategori biasa.
40
Aroma. Nilai rata-rata penilaian terhadap mutu aroma bagelen pegagan berada pada kisaran 4,28 (agak beraroma langu) untuk konsentrasi 20% hingga 7,63 (beraroma harum) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pada p<0,05, mutu aroma bagelen pegagan setiap perlakuan konsentrasi berbeda secara nyata satu sama lain. Nilai rata-rata penilaian panelis terhadap mutu aroma bagelen pegagan semakin rendah dengan setiap penambahan konsentrasi pegagan 5%, menandakan bahwa aroma bagelen pegagan semakin langu. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa mutu aroma bagelen mikrokapsul pegagan berbeda nyata dengan bagelen serbuk pegagan pada p<0,05. Bagelen mikrokapsul pegagan memiliki nilai rata-rata penilaian mutu aroma yang lebih tinggi (6,39) dengan kategori agak harum dibandingkan dengan bagelen serbuk pegagan yang termasuk dalam kategori biasa (5,13). Rasa. Hasil rata-rata penilaian panelis terhadap mutu rasa begelen pegagan berkisar antara 4,65 (agak pahit) untuk konsentrasi 20% hingga 7,52 (manis) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan hasil rata-rata penilaian mutu, bagelen konsentrasi pegagan 5% memiliki nilai mutu rasa yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi pegagan 10%, 15% dan 20%. Rasa bagelen menjadi semakin pahit setiap konsentrasi pegagan dinaikkan 5%, hal ini ditunjukkan dengan semakin menurunnya nilai rata-rata penilaian mutu aroma bagelen pegagan saat konsentrasi pegagan dinaikkan 5%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, terdapat perbedaan yang nyata antara mutu rasa bagelen masingmasing perlakuan pada p<0,05. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara mutu rasa bagelen mikrokapsul pegagan dengan mutu rasa bagelen serbuk pegagan pada p<0,05. Berdasarkan nilai rata-rata penilaian mutu rasa, bagelen mikrokapsul pegagan memiliki mutu rasa yang agak manis sedangkan bagelen serbuk daun memiliki rasa yang biasa (pahit tidak, manis tidak). Tekstur. Hasil rata-rata penilaian panelis terhadap mutu tekstur bagelen berada pada kisaran 5,56 (biasa) untuk konsentrasi 20% hingga 7,81 (renyah) untuk bagelen kontrol. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, bagelen kontrol, bagelen konsentrasi 5%, 10%, dan 15% tidak berbeda nyata, sedangkan bagelen dengan konsentrasi 20% berbeda nyata dengan konsentrasi lainnya.
41
Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, mutu tekstur bagelen mikrokapsul pegagan berbeda nyata dengan bagelen serbuk pegagan pada p<0,05. Bagelen mikrokapsul pegagan memiliki nilai rata-rata mutu yang lebih tinggi yaitu 6,87 dengan kategori agak renyah. Hasil uji hedonik dan mutu hedonik dijadikan pertimbangan untuk menentukan produk bagelen terpilih. Bagelen terpilih kemudian diuji organoleptik oleh panelis lansia dan dianalisis secara fisik dan kimia. Produk terpilih adalah produk dengan kategori tingkat kesukaan dan skor mutu yang tinggi pada parameter warna, aroma, rasa dan tekstur, tidak termasuk kontrol. Berdasarkan Tabel 12 dan Tabel 13, bagelen yang memiliki nilai hedonik (kesukaan) dan mutu hedonik tertinggi pada keempat parameter selain kontrol adalah bagelen dengan konsentrasi 5% dan jenis mikrokapsul.
Gambar 7 Bagelen Pegagan Mikrokapsul 5% Hasil Uji Organoleptik Bagelen Pegagan Terpilih Lansia sebagai tahap akhir perkembangan manusia hampir selalu mengalami kemunduran atau perubahan fisiologis. Salah satu perubahan terjadi pada rongga mulut, mulai dari kehilangan kemampuan untuk mengecap, kesulitan untuk mengunyah hingga menelan. (Arisman 2004). Bagelen pegagan merupakan alternatif produk pangan fungsional untuk lansia. Pemilihan bagelen pegagan berdasarkan uji hedonik dan mutu hedonik sebelumnya bertujuan agar didapatkan pangan yang memiliki sifat fungsional dan juga dapat diterima oleh konsumen. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui seberapa besar bagelen pegagan terpilih ini disukai oleh lansia. Warna Warna adalah penerimaan awal yang dinilai panelis. Penampakan warna merupakan salah satu atribut sensori yang penting untuk dinilai karena penerimaan awal dimulai dengan ketertarikan panelis untuk melihat produk yang diberikan. Hasil uji organoleptik ditunjukkan melalui diagram persentase tingkat kesukaan panelis terhadap warna bagelen (Gambar 8). Gambar tersebut menunjukkan bahwa panelis yang memilih suka sebanyak 90,9%, sangat suka
42
sebanyak 9,1% dan tidak ada panelis yang memilih kategori sangat tidak suka,
Persentase (%)
tidak suka dan agak suka terhadap warna bagelen. 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0
90.9
0.0
0.0
0.0
sangat tidak tidak suka suka
agak suka
9.1
Warna
suka sangat suka
Gambar 8 Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap warna bagelen pegagan terpilih Aroma Penilaian aroma dianggap penting karena pembahan mikrokapsul pegagan pada bagelen memungkinkan timbulnya aroma khas pada bagelen. Menurut Adawiyah dan Waysima (2009), kepekaan seseorang dalam mendeteksi bau sangat tergantung dari keadaan fisiologis dan psikologisnya misalnya kondisi lapar dan kenyang, mood, konsentrasi, ada tidaknya infeksi respiratori, dan khusus untuk perempuan adalah siklus menstruasi dan kehamilan. Data hasil organoleptik ditunjukkan melalui diagram persentase tingkat kesukaan panelis terhadap aroma bagelen pegagan (Gambar 9). Gambar tersebut menunjukkan bahwa persentase kesukaan aroma tertinggi kepada bagelen pegagan terpilih berada pada kategori suka (72,7%). Sebanyak 18,2% menyatakan sangat suka terhadap aroma bagelen pegagan dan 9,1% panelis lansia menyatakan tidak suka. Meskipun terdapat panelis yang tidak menyukai aroma bagelen tetapi jumlah panelis yang menerima aroma bagelen pegagan
Persentase (%)
lebih banyak. 72.7
80.0 60.0 40.0 20.0
0.0
9.1
18.2 0.0
Aroma
0.0
sangat tidak tidak suka suka
agak suka
suka
sangat suka
Gambar 9 Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap aroma bagelen pegagan terpilih
43
Rasa Rasa juga merupakan salah satu atribut sensori yang penting untuk diberikan penilaian. Menurut Drummond dan Brefere (2007) rasa adalah salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk memilih makanan. Hasil organoleptik terhadap rasa bagelen pegagan ditunjukkan oleh diagram persentase
tingkat
kesukaan
panelis
(Gambar
10).
Gambar
tersebut
menunjukkan bahwa persentase kesukaan rasa bagelen terpilih berada pada kategori suka (68%) dan sangat suka (32%). Tidak ada panelis yang memilih kategori sangat tidak suka, tidak suka, dan agak suka sehingga dapat dikatakan bahwa rasa bagelen pegagan 5% mikrokapsul yang agak manis berdasarkan Tabel 11 dapat diterima panelis lansia.
Persentase (%)
Persentase Kesukaan Rasa 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0
68.2 31.8 0.0
0.0
0.0
Rasa
sangat tidak agak suka sangat tidak suka suka suka suka
Gambar 10 Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap rasa bagelen pegagan terpilih Tekstur Tektur suatu produk pangan juga memainkan peranan penting di dalam proses penerimaan. Menurut Adawiyah dan Waysima (2009), tekstur menjadi salah satu kriteria utama yang digunakan konsumen untuk menilai mutu dan kesegaran produk pangan. Berkurangnya kemampuan mengunyah pada usia lanjut menjadikan tekstur menjadi hal yang penting untuk dinilai. Data hasil uji organoleptik ditunjukkan melalui diagram persentase tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur bagelen pegagan (Gambar 11). Gambar tersebut menunjukkan bahwa persentase kesukaan panelis lansia terhadap tekstur bagelen pegagan terpilih berada pada kategori suka (77,3%) dan sangat suka (22,7%). Tekstur bagelen pegagan yang agak renyah berdasarkan Tabel 13 mampu diterima oleh panelis lansia karena tidak ada panelis yang menyatakan sangat tidak suka, tidak suka, dan agak tidak suka terhadap bagelen pegagan terpilih.
44
Persentase Kesukaan Tekstur Persentase(%)
77.3
80.0 60.0 40.0 20.0
22.7 0.0
0.0
0.0
sangat tidak tidak suka suka
agak suka
Tekstur
0.0 suka sangat suka
Gambar 11 Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur bagelen pegagan terpilih Analisis Sifat Fisik Dan Kimia Bagelen Pegagan Terpilih Analisis sifat fisik yang dilakukan terhadap roti bagelen adalah volume spesifik adonan dan roti, rasio pengembangan, warna, dan tekstur. Analisis sifat fisik volume spesifik adonan, volume spesifik roti, dan rasio pengembangan dilakukan kepada roti pada pemanggangan pertama, sedangkan analisis warna dan tekstur bagelen dilakukan kepada roti setelah pemanggangan kedua. Gambar roti bagelen pegagan disajikan pada Gambar 12.
. Gambar 12 Roti bagelen pegagan setelah pemanggangan pertama Volume spesifik adonan dan roti bagelen Volume spesifik adonan adalah perbandingan antara volume adonan dengan berat adonan, sedangkan volume spesifik roti adalah perbandingan volume roti dengan berat roti tersebut. Volume spesifik adonan pada roti bagelen dan volume spesifik roti bagelen masing-masing adalah sebesar 2,89ml/g dan 2,29ml/g. Penurunan pengembangan terjadi pada volume spesifik roti bagelen pegagan. Menurut He dan Hoseney (1991) dalam Hidayanti (2003), volume roti ditentukan oleh dua faktor yaitu jumlah gas yang diproduksi dan yang ditahan dalam adonan. Volume spesifik adonan roti bagelen terpilih lebih tinggi dibandingkan dengan volume spesifik adonan roti manis dalam penelitian Hidayanti (2003) dan
45
Maenah (2003). Volume spesifik adonan roti manis substitusi 5% germ gandum adalah 0,73ml/g, sedangkan volume spesifik adonan roti manis substitusi kangkung 5% dan katuk 5% keduanya adalah 0,99ml/g. Volume spesifik roti bagelen terpilih lebih tinggi bila dibandingkan dengan roti manis germ gandum (Hidayanti 2003) yaitu 2,27ml/g dan lebih rendah daripada roti manis dengan substitusi kangkung dan katuk (Maenah 2003) yang volume spesifik rotinya masing-masing sebesar 2,39ml/g dan 2,48ml/g. Rasio pengembangan Rasio pengembangan dapat diukur dengan cara membagi volume roti setelah pemanggangan dengan volume adonan sebelum pengembangan. Hasil analisis menunjukkan bahwa rasio pengembangan untuk roti bagelen terpilih adalah 0,73. Rasio pengembangan roti begelen lebih kecil bila dibandingkan dengan rasio pengembangan roti manis substitusi germ gandum dalam penelitian Hidayanti (2003) yang berkisar antara 1,78-2,88. Menurut Tanudjaja (1990) dalam Hidayanti (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan adonan adalah pencampuran, suhu adonan, fermentasi serta pengembangan setelah pembentukan dan sebelum masuk oven. Tekstur Tekstur roti bagelen dianalisis menggunakan alat Texture Analyzer untuk mengetahui kerenyahannya. Pada prinsipnya alat ini akan menekan roti bagelen terpilih dengan probe sehingga menghasilkan suatu kurva yang menunjukkan profil tekstur bagelen. Soekarto (1985) menyatakan bahwa besarnya gaya yang dibutuhkan untuk membuat produk mengalami kerusakan menunjukkan nilai kekerasan
suatu
produk.
Prinsip
inilah
yang
mendasari
pengukuran
kekerasan/kerenyahan dimana gaya tekan akan memecahkan produk padat. Nilai kerenyahan bagelen pegagan ditunjukkan oleh nilai fracturabilitynya. Nilai fracturability roti bagelen adalah sebesar 1.255 gf. Nilai fracturability atau kerenyahan roti bagelen lebih tinggi dibandingkan crackers cangkang rajungan yang berkisar antara 556,94 - 637,50 gf (Yanuar 2008). Crackers dijadikan sebagai pembanding karena belum ada penelitian tentang bagelen. Selain itu, pemilihan crackers sebagai pembanding juga disebabkan oleh bahan dan proses pengolahan crackers lebih mirip roti karena menggunakan terigu, air, garam, gula, lemak dan ragi serta mengalami proses fermentasi dan pemanggangan.
46
Warna Warna permukaan roti bagelen dianalisis menggunakan Chromameter Minolta CR-300. Hasil anallisis warna roti bagelen pegagan menunjukkan bahwa roti bagelen pegagan memiliki tingkat kecerahan (L) 71,54. Nilai a negatif menunjukkan intensitas warna hijau pada roti bagelen sebesar -4,93. Nilai b positif menunjukkan intensitas warna kuning pada roti bagelen pegagan sebesar 28,15. Nilai Hue sebesar 178,60 menunjukkan warna sesungguhnya adalah kehijauan. Warna kehijauan bagelen pegagan kemungkinan berasal dari penambahan mikrokapsul pegagan yang juga berwana kehijauan (Tabel 6) . Kandungan gizi bagelen pegagan terpilih Analisis kandungan zat gizi yang dilakukan terhadap roti bagelen adalah analisis kadar air, protein, lemak, karbohidrat, energi, dan asam asiatik. Kandungan energi bagelen pegagan dihitung berdasarkan estimasi dari masingmasing zat gizi seperti lemak, protein dan karbohidrat. Data hasil analisis kandungan gizi bagelen pegagan terpilih dapat dilihat pada Tabel 14. Kandungan gizi bagelen komersil didapat dari nutrition fact yang tertera pada produk. Dapat dilihat bahwa bagelen komersil mencantumkan kandungan energi, protein, lemak dan karbohidrat per 100gram. Tabel 14 Kandungan zat gizi dan energi per 100g bagelen Energi dan zat gizi
Kandungan Bagelen pegagan
Energi (Kal) 549 Protein (g) 8,28 Lemak (g) 33,01 Karbohidrat (g) 54,69 Asam asiatik (g) 0,008 Air (g) 2,60 Keterangan: *)Berdasarkan nutrition fact pada kemasan
Bagelen komersil *) 550 7,8 31,4 58,9 -
Bagelen pegagan memiliki kandungan protein dan lemak lebih tinggi dibandingkan bagelen komersil sedangkan bagelen komersil unggul dengan kandungan energi dan karbohidratnya. Selain itu, bagelen pegagan juga memiliki kelebihan karena mengandung asam asiatik sebesar 79,67 ppm atau setara dengan 0,008g/100g. Bagelen pegagan memiliki kadar air dibawah kondisi optimum, menurut Winarno (2004) yang menyatakan bahwa kadar air 3-7% mencapai kestabilan optimum serta dapat mengurangi pertumbuhan mikroba dan reaksi kimia yang
47
merusak seperti hidrolisis dan oksidasi lemak. Bagelen komersil tidak mencantumkan kandungan air dalam nutrition fact-nya. Kontribusi Zat Gizi Bagelen Pegagan Terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) atau Recommended Dietary Allowance (RDA) adalah tingkat konsumsi zat-zat gizi esensial yang dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi hampir semua orang sehat di suatu Negara (Almatsier 2004). AKG di Indonesia dibuat berdasarkan golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh serta aktivitas untuk mencegah terjadinya kekurangan ataupun kelebihan zat gizi. Menurut WNPG (2004) angka kecukupan energi dan protein untuk laki-laki berusia 50-64 tahun masing-masing adalah 2350 Kal dan 60gram sedangkan untuk perempuan angka kecukupan energi dan protein masing-masing adalah 1750 Kal dan 50gram. Secara umum Hardinsyah dan Tambunan dalam WNPG (2004) menjelaskan bahwa pola pangan yang baik adalah bila komposisi energi dari karbohidrat, protein, dan lemak masing-masing 50-65%, 10-20% dan 20-30% tergantung umur, berat badan dan keadaan fisiologis. Bagelen pegagan merupakan salah satu pangan fungsional yang dapat dijadikan sebagai alternatif makanan kudapan atau snack untuk lansia. Makanan kudapan atau snack adalah makanan ringan yang dimakan di antara waktu makan regular (Lusas & Rooney 2001). Kontribusi yang diberikan oleh makanan kudapan berkisar antara 20% hingga 30% dari total kebutuhan dalam sehari. Pemberian makanan kudapan dapat dilakukan di antara waktu makan pagi dengan siang dan atau waktu makan siang dengan malam. Sifat fungsional bagelen pegagan didapat dari penambahan pegagan pada proses pembuatannya. Annisa (2006) telah menguji manfaat pegagan terhadap peningkatan fungsi kognitif kepada tikus dengan memberikan esktrak pegagan dengan dosis 100mg/kg BB hingga 300mg/kg BB. Selain itu, Omar Dev (2009) telah meneliti manfaat pegagan yang dapat meningkatkan fungsi kognitif pada pria dan wanita usia dewasa dengan dosis sehari sekali antara 3g sampai 4g selama 2 bulan. Berdasarkan penelitian tersebut dilakukan perhitungan kebutuhan asam asiatik dari pegagan yang diberikan. Kadar asam asiatik ekstrak pegagan adalah 13,42%, dosis ekstrak yang dianjurkan adalah 300mg/kgBB, sedangkan berat badan laki-laki dan perempuan berdasarkan WNPG 2004 masing-masing adalah 62kg dan 55kg maka dalam sehari kadar asam asiatik
48
yang dibutuhkan untuk laki-laki dan wanita masing-masing adalah 2,49gram dan 2,21gram. Berdasarkan jumlah kandungan zat gizi dan energi bagelen pegagan (Tabel 16) dapat diperhitungkan kontribusi bagelen pegagan terhadap Angka Kecukupan Zat Gizi (AKG) untuk lansia baik laki-laki maupun perempuan. Takaran saji (serving size) yang diberikan setiap kali makan dengan memperhitungkan 10% kontribusi energi dari total kecukupan energi sehari adalah 50 gram bagelen (setara dengan 6 keping bagelen pegagan). Hasil perhitungan kontribusi zat gizi bagelen pegagan terhadap AKG lansia dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Kontribusi zat gizi bagelen pegagan per serving size Kandungan gizi Energi (Kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Asam asiatik (g)
Kandungan zat gizi per serving size (50g) 275 4,14 16,51 27,34 0,004
Kontribusi zat gizi (%AKG) Laki-laki Perempuan 11,70 15,71 6,90 8,28 6,32 8,49 4,65 6,25 -
Satu takaran saji bagelen pegagan terpilih dapat menyumbang kalori, protein, lemak, karbohidrat selama sehari lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan. Hal ini disebabkan oleh Angka Kecukupan Gizi perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Kadar asam asiatik bagelen pegagan per takaran saji adalah 39,83ppm atau setara dengan 0,004g. Bagelen pegagan memiliki kontribusi asam asiatik sehari sebesar 0,16% per takaran saji pada laki-laki untuk memenuhi fungsinya sebagai peningkat kognitif sedangkan untuk wanita berkontribusi sebesar 0,18%. Dibutuhkan sekitar 621,5 takaran saji untuk memenuhi 2,49gram asam asiatik. Hal ini tidak memungkinkan apabila dalam sehari mengonsumsi bagelen pegagan sebanyak 622,5 takaran saji karena bagelen pegagan hanya dianjurkan untuk dikonsumsi sebagai makanan kudapan yang dapat dimakan maksimal dua kali dalam sehari. Analisis Biaya per Kandungan Gizi Bagelen Pegagan Biaya
merupakan
faktor
penting
dalam
produksi
suatu
produk.
Perhitungan biaya juga berfungsi untuk menentukan harga jual dan laba yang ingin diperoleh dari produksi produk pangan. Analisis biaya pembuatan dilakukan berdasarkan harga masing-masing komponen penyusun, peralatan yang digunakan, biaya perawatan, pekerja dan kapasitas produksi. Laba diperoleh karena produk dijual dengan harga tertentu (Anggi 2011) .
49
Perhitungan
biaya
dilakukan
berdasarkan
skala
industri
yang
mempertimbangkan biaya variable, biaya investasi, biaya pemeliharaan, biaya tenaga kerja, biaya kemasan, dan biaya transportasi. Laba yang ditetapkan adalah 30% dengan kapasitas produksi dalam sehari adalah 102kg. Bahanbahan yang dibutuhkan untuk membuat bagelen pegagan antara lain tepung terigu, ragi, gula pasir, air es, susu skim, susu cair, kuning telur, butter, bread improver, garam dan mikrokapsul pegagan. Peralatan yang dibutuhkan adalah homogenizer, mixer roti, oven listrik, proofer, loyang, mixer kue, dan kuas kue. Perhitungan biaya dapat dilihat pada Lampiran 9. Harga per kilogram produk bagelen pegagan adalah Rp 84.054,32 sedangkan harga per serving size bagelen adalah Rp 4.202,71. Satu serving size bagelen pegagan dengan berat 50 gram berisi 6 keping bagelen. Harga per gram bagelen pegagan adalah Rp 84,05. Harga bagelen pegagan per takaran saji dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Harga Bagelen pegagan dan komersil per takaran saji (50g) Harga Harga bagelen Produk Takaran saji bagelen per per 50gram (Rp) gram (Rp) Bagelen pegagan terpilih skala industri
6 keping (50g)
4.202,71
84,05
-
4.600,00
92,00
Bagelen komersil
Tabel di atas menunjukkan bahwa harga per 50 gram bagelen pegagan lebih murah bila dibandingkan dengan harga 50 gram bagelen pegagan komersil. Harga kandungan energi dan asam asiatik bagelen pegagan dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Harga kandungan energi dan asam asiatik bagelen pegagan dan komersil Kandungan gizi Harga Harga Harga 100g bagelen bagelen kandungan kandungan Produk Asam per 100 energi tiap asam asiatik Energi asiatik gram (Rp) Kal tiap gram (kal) (g) Bagelen pegagan skala industri Bagelen komersial
549
0,008
8.405
15,31
10.506,25
550
-
9.200
16,73
-
Harga kandungan gizi paling mahal pada bagelen pegagan adalah harga kandungan asam asiatik yaitu Rp 10.506,25. Harga kandungan energi bagelen
50
pegagan (Rp 15,31) lebih rendah bila dibandingkan dengan harga kandungan energi bagelen komersil (Rp 16,73). Harga kandungan asam asiatik yang tinggi pada bagelen pegagan dapat disebabkan oleh mahalnya harga pengolahan pegagan mulai dari pengeringan, pengekstrakan hingga pembuatan mikrokapsul.