HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging Itik Alabio Hasil uji skalar garis daging dan kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Uji Skalar Garis Daging dengan Kulit Itik Alabio Jantan Bagian Paha dan Dada Perlakuan
Peubah Daging Paha dengan Kulit Intensitas Bau Amis (off-odor) Persentase Bau Amis (%) Penurunan Bau Amis (%) Daging Dada dengan Kulit Intensitas Bau Amis (off-odor) Persentase Bau Amis (%) Penurunan Bau Amis (%)
K
KB
KBC
KBE
6,872 ± 4,34a
6,635 ± 3,67ab
7,032 ± 3,57a
6,101 ± 3,77b
100
96,5
102,3
88,8
-3,5
2,3
-11,2
7,381 ± 3,79ab
7,244 ± 3,39 ab
7,775 ± 3,76a
6,596 ± 3,33b
100
98,1
105,3
89,4
-1,9
5,3
-10,6
Keterangan: Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). K = pakan komersial; KB = pakan komersial + beluntas 0,5%; KBC = pakan komersial + beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg; KBE = pakan komersial + beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU/kg.
Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging dengan Kulit Itik Bagian Paha Data pada Tabel 5, terlihat bahwa pemberian tepung daun beluntas 0,5% dalam pakan (KB) menghasilkan bau amis daging dengan kulit itik bagian paha 3,5% lebih rendah dibandingkan kontrol, akan tetapi secara statistik tidak berbeda nyata. Menurut Febriana (2006), penambahan tepung daun beluntas sebanyak 1% dan 2% dalam pakan dapat menurunkan bau amis daging itik. Hal ini menunjukkan bahwa pada taraf pemberian tepung daun beluntas 0,5% dalam pakan, flavonoid sebesar 0,02% yang berasal dari tepung daun beluntas belum mampu menurunkan bau amis daging itik yang signifikan. Pemberian tepung daun beluntas 0,5% dengan penambahan vitamin E 400 IU/kg dalam pakan (KBE) nyata (P<0,05) menurunkan bau amis daging dengan kulit itik bagian paha. Pada perlakuan KB, daging dengan kulit itik bagian paha 19
mengalami penurunan intensitas off-odor hanya sebesar 3,5%, sedangkan pada perlakuan KBE, intensitas off-odor daging dengan kulit itik bagian paha menurun sebesar 11,2%. Perlakuan KBE menunjukkan bahwa penambahan vitamin E dapat menutupi kekurangan konsentrasi antioksidan dari pemberian tepung daun beluntas 0,5% (KB), sehingga penurunan bau amis pada daging perlakuan KBE lebih tinggi dibandingkan daging dari perlakuan KB. Bau amis daging itik yang menurun pada perlakuan KBE karena adanya kandungan antioksidan dalam dua bahan yang digunakan yaitu daun beluntas dan vitamin E. Menurut Panovskai et al.(2005), daun beluntas mengandung senyawa flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan. Menurut Surai (2003), bentuk vitamin E yang paling besar aktivitas antioksidannya yaitu a-tokoferol. Hal ini membuktikan bahwa flavonoid dan tokoferol bekerja secara sinergis untuk mencegah terjadinya proses oksidasi lemak agar tidak terbentuk radikal bebas yang dapat menyebabkan off-odor. Senyawa flavonoid bekerja dalam mencegah terjadinya oksidasi lemak yaitu dengan cara menghelat atau menangkap logam, oksigen radikal dan radikal bebas sehingga senyawa pembentuk off-odor tidak terbentuk (Cadenas, 2004). Mekanisme kerja vitamin E sebagai antioksidan menurut Almatsier (2006) yaitu memutuskan rantai proses peroksidasi lemak dengan menyumbangkan satu atom hidrogen ke radikal bebas, sehingga terbentuk radikal vitamin E yang stabil dan tidak merusak. Penurunan bau amis daging dan kulit itik bagian paha yang lebih tinggi pada perlakuan KBE, selain karena flavonoid dan tokoferol yang sinergis, diduga karena daun beluntas yang juga mengandung vitamin C (Rukmiasih et al., 2010). Berdasarkan hasil penelitian Randa (2007), intensitas off-odor daging itik yang mendapat pakan mengandung kombinasi vitamin E dengan vitamin C nyata (P<0,05) lebih rendah daripada bila hanya mendapat pakan yang mengandung vitamin E secara individu. Sumbangan vitamin C yang berasal dari tepung daun beluntas sebesar 4,91 mg/kg pakan. Kandungan vitamin C yang terdapat dalam daun beluntas diduga dapat memaksimalkan kerja dari vitamin E sebagai antioksidan sehingga dapat menghambat laju oksidasi lemak. Hal ini disebabkan vitamin C dan vitamin E bersifat sinergis dalam fungsinya sebagai antioksidan. Vitamin E yang bekerja pada permukaan membran akan mendonorkan ion hidrogen untuk dapat bereaksi dengan radikal peroksil sebelum terbentuk radikal bebas sehingga terbentuk radikal
20
tokoperoksil (Sunarti et al., 2008). Vitamin E yang teroksidasi (radikal tokoperoksil) harus bebas kembali (diregenerasi) agar dapat digunakan. Menurut Sies dan Stahl (1995), vitamin C dapat meregenerasi vitamin E dengan cara mengikat vitamin E radikal (radikal tokoperoksil), sehingga kemampuan vitamin E dalam menangkap radikal bebas tetap berlangsung. Pemberian tepung daun beluntas 0,5% dengan penambahan vitamin C 250 mg/kg dalam pakan (KBC) menghasilkan intensitas off-odor daging dengan kulit itik bagian paha yang tidak berbeda nyata dengan daging itik kontrol (K). Pada perlakuan KBC, bau amis daging dengan kulit itik bagian paha tidak menurun, tetapi terjadi peningkatan intensitas off-odor sebesar 2,3%. Meningkatnya bau amis (off-odor) pada daging dengan kulit itik bagian paha menunjukkan antioksidan yang terdapat pada tepung daun beluntas dan vitamin C yang ditambahkan dalam pakan tidak dapat saling bekerja sama dalam menurunkan intensitas off-odor pada daging dengan kulit itik bagian paha. Hasil yang diperoleh ini tidak sesuai dengan pendapat Padayatty et al.,(2003) yang menyatakan vitamin C dikenal sebagai antioksidan karena kemampuannya dalam mendonorkan elektron. Hal ini diduga vitamin C bertemu dengan Fe2+. Menurut Winarno (1991), vitamin C mudah teroksidasi jika terdapat katalis besi (Fe). Kandungan logam Fe tersebut menurut Ketaren (2008) terdapat di dalam hemoglobin dan mioglobin yang ada pada daging. Apabila vitamin C bertemu dengan ion-ion Fe2+ dapat memicu pembentukan radikal bebas (Metzler, 1977). Banyaknya radikal bebas memicu terjadinya oksidasi lemak, sehingga intensitas offodor pada daging itik meningkat. Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging dengan Kulit Itik Bagian Dada Data pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa pemberian tepung daun beluntas 0,5% (KB) pada daging dengan kulit itik bagian dada menunjukkan hasil yang sama seperti perlakuan KB pada daging paha yaitu tidak berpengaruh nyata dalam menurunkan bau amis daging itik dibandingkan daging perlakuan kontrol (K). Intensitas off-odor daging dengan kulit itik bagian dada perlakuan KB menurun sebesar 1,9%. Tingkat penurunan bau amis pada daging dengan kulit itik bagian dada perlakuan KB ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penurunan bau amis daging dengan kulit itik bagian paha.
21
Pemberian tepung daun beluntas 0,5% dengan penambahan vitamin E 400 IU/kg dalam pakan (KBE) pada daging dengan kulit itik bagian dada menghasilkan intensitas off-odor yang tidak berbeda nyata dengan daging perlakuan kontrol (K), akan tetapi daging dengan kulit itik bagian dada pada perlakuan KBE mengalami penurunan intensitas off-odor paling tinggi dibandingkan daging dada pada perlakuan lainnya yaitu mengalami penurunan sebesar 10,6%. Namun demikian, penurunan bau amis ini masih lebih rendah dibandingkan dengan penurunan bau amis daging dengan kulit itik bagian paha. Pemberian tepung daun beluntas 0,5% dengan penambahan vitamin C 250 mg/kg dalam pakan (KBC) pada daging dengan kulit itik bagian dada memiliki intensitas off-odor yang tidak berbeda nyata dengan daging perlakuan kontrol (K). Hasil yang diperoleh pada daging dengan kulit itik bagian dada perlakuan KBC ini menunjukkan hasil yang sama seperti perlakuan KBC pada daging dengan kulit itik bagian paha yaitu terjadi peningkatan intensitas off-odor daging itik. Peningkatan intensitas off-odor pada daging dengan kulit itik bagian dada perlakuan KBC sebesar 5,3%. Peningkatan ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan peningkatan intensitas off-odor pada daging dengan kulit itik bagian paha. Berdasarkan hasil uji skalar garis di atas, jika dibandingkan antara daging itik berkulit bagian paha dengan daging itik berkulit bagian dada, penurunan intensitas off-odor daging dada lebih rendah dibandingkan dengan daging paha. Hal ini disebabkan kandungan asam lemak tidak jenuh pada daging dada itik lebih tinggi daripada daging paha (Hustiany, 2001). Laju oksidasi asam lemak tidak jenuh menurut Shahidi (1998) lebih cepat dari laju oksidasi asam lemak jenuh. Asam lemak tidak jenuh adalah bahan yang mudah mengalami dekomposisi yang diawali dengan terbentuknya radikal bebas dari otooksidasi asam lemak tidak jenuh. Terbentuknya radikal akan mengakibatkan timbulnya peroksida-peroksida yang bila mengalami dekomposisi akan menghasilkan zat-zat kimia yang masing-masing mempunyai bau yang khas (Kilcast, 1996). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Russell et al.(2003) yang menunjukkan bahwa laju oksidasi pada daging dada itik lebih tinggi daripada daging paha. Kondisi inilah mungkin yang menyebabkan konsentrasi antioksidan yang diberikan tidak mampu menurunkan bau amis pada daging dada. Oleh karena laju oksidasi yang tinggi pada daging dada, maka antioksidan yang
22
dibutuhkan untuk melindungi asam lemak dari oksidasi pada daging dada lebih banyak dibandingkan pada daging paha (Rukmiasih, 2010). Tingkat Kesukaan Daging Itik Hasil uji hedonik atau tingkat kesukaan panelis terhadap daging dengan kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Uji Hedonik Daging dengan Kulit Itik Alabio Jantan Bagian Paha dan Dada Peubah Daging Paha dengan Kulit Tingkat Kesukaan Jumlah Panelis yang menyatakan suka (%) Daging Dada dengan Kulit Tingkat Kesukaan Jumlah Panelis yang menyatakan suka (%)
K
Perlakuan KB KBC
KBE
3,30±1,28ab
3,41±1,29ab
3,23±1,22a
3,49±1,25b
45,07
51,17
42,25
52,58
3,43 ± 1,28a
3,55 ± 1,16a
3,54 ± 1,19a
3,60 ± 1,16a
48,23
51,77
49,65
53,90
Keterangan: Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). K= pakan komersial; KB = pakan komersial + beluntas 0,5%; KBC = pakan komersial + beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg; KBE = pakan komersial + beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU/kg. Skala hedonik: (1) sangat tidak suka; (2) agak tidak suka; (3) tidak suka; (4) agak suka; (5) suka; (6) sangat suka.
Tingkat Kesukaan pada Daging dengan Kulit Itik Bagian Paha Hasil uji hedonik pada Tabel 6 menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap daging dengan kulit itik bagian paha yang mendapatkan perlakuan KB, KBC, dan KBE tidak berbeda nyata dibandingkan daging paha itik kontrol (K). Nilai rataan untuk tingkat kesukaan panelis terhadap daging dengan kulit itik bagian paha berkisar antara 3,23-3,49 yang menunjukkan bahwa panelis kurang menyukai daging dengan kulit itik bagian paha pada berbagai perlakuan yang diberikan. Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai daging dengan kulit itik bagian paha perlakuan KBE dibandingkan dengan daging pada perlakuan lainnya (K, KB, KBC). Jumlah panelis yang menyatakan suka terhadap daging dengan kulit itik bagian paha perlakuan KBE yaitu sebanyak 52,58%, kemudian diikuti dengan kesukaan terhadap daging paha dengan perlakuan KB sebanyak 51,17%. Kesukaan panelis terhadap daging dengan kulit itik bagian paha pada
23
perlakuan kontrol (K) sebanyak 45,07% dan daging dengan perlakuan KBC memiliki tingkat kesukaan yang paling rendah yaitu sebesar 42,25%. Hasil uji hedonik yang ditunjukkan pada daging dengan kulit itik bagian paha ini sesuai dengan hasil yang ditunjukkan pada uji intensitas off-odor daging dengan kulit itik bagian paha pada Tabel 5. Pada uji intensitas off-odor, daging dengan kulit itik bagian paha perlakuan KBE merupakan daging yang mengalami penurunan intensitas off-odor paling tinggi dibandingkan daging paha dari perlakuan lainnya, sehingga bau amis pada daging dengan perlakuan KBE lebih rendah. Bau amis yang rendah tersebut membuat panelis lebih menyukai daging dengan kulit itik bagian paha yang mendapat pakan perlakuan KBE dibandingkan dengan daging dengan kulit itik bagian paha dari perlakuan lainnya. Tingkat Kesukaan pada Daging dengan Kulit Itik Bagian Dada Pada daging dengan kulit itik bagian dada, perlakuan KB, KBC, KBE menghasilkan tingkat kesukaan konsumen yang sama seperti daging paha dengan kulit itik yaitu tidak berbeda nyata dengan kontrol. Nilai rataan tingkat kesukaan panelis terhadap daging dengan kulit itik bagian dada berkisar antara 3,43-3,60. Kisaran angka tersebut menunjukkan bahwa daging dengan kulit itik bagian dada untuk semua perlakuan kurang disukai panelis. Jumlah panelis yang menyatakan suka terhadap daging dengan kulit itik bagian dada paling tinggi terdapat pada daging dada dengan perlakuan KBE yaitu sebanyak 53,90%, kemudian diikuti dengan kesukaan terhadap daging dengan perlakuan KB sebanyak 51,77%, kesukaan pada daging dengan kulit itik bagian dada perlakuan KBC sebanyak 49,65%. Tingkat kesukaan panelis yang paling rendah ada pada daging dengan kulit itik bagian dada tanpa perlakuan (K) dengan jumlah panelis yang menyatakan suka sebanyak 48,23%. Hasil uji hedonik yang ditunjukkan pada daging dengan kulit itik bagian dada ini sesuai dengan hasil yang ditunjukkan pada uji intensitas off-odor daging dengan kulit itik bagian dada (Tabel 5). Daging dengan kulit itik bagian dada perlakuan KBE pada hasil uji intensitas off-odor merupakan daging dengan penurunan intensitas offodor yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Penurunan intensitas offodor pada daging ini menghasilkan bau amis yang rendah pada daging, sehingga daging dengan kulit itik bagian dada perlakuan KBE ini lebih disukai panelis. 24