14
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan di rumah kaca diduga membawa dampak terhadap pertumbuhan tanaman, salah satunya distribusi cahaya yang berbeda antara bagian timur dengan bagian barat. Ruang rumah kaca bagian barat memperoleh cahaya matahari yang lebih kuat pada sore hari, sehingga suhu tetap tinggi dan membuat beberapa tanaman menguning. Menurut Januwati dan Rosita (1997) tanaman jahe merupakan kelompok tanaman yang menghendaki banyak sinar matahari, namun jika suhu di atas 35 0 C akan menghanguskan daun, kemudian mengering. Pada saat tanaman berumur 6 bulan, dipasang paranet 50 % di dalam rumah kaca (Gambar 1b) karena suhu rumah kaca yang cukup tinggi dan dikhawatirkan dapat menghanguskan tanaman. Pemasangan paranet ini selain untuk menurunkan suhu rumah kaca terutama pada siang hari juga dapat menurunkan laju evapotranspirasi yang berlebihan pada tanaman. a
b
Gambar 1. Tempat penelitian: (a) kondisi tanaman saat berumur 4 bulan, dan (b) kondisi pertanaman yang dipasang paranet saat berumur 6 bulan Tanaman jahe pada penelitian ini tidak luput dari serangan hama dan penyakit, terutama hama ulat dan belalang yang menyerang spika dan rimpang (Gambar 2a) dan menyebabkan kerusakan pada daun (Gambar 2b). Pengendalian hama dan penyakit yang telah dilakukan yaitu dengan penyiraman Dithane 2 g/polibag yang dilarutkan ke dalam 1 liter air serta pemberian Furadan. Panen
15
dilakukan saat tanaman berumur 9 bulan saat tunas tanaman sudah mulai menguning dan meluruh. Beberapa rimpang sudah terkena busuk rimpang sehingga merusak rimpang dan menyebabkan penurunan berat basah rimpang (Gambar 2c). a
b
c
Gambar 2. Kondisi tanaman yang terserang hama dan penyakit : (a) hama ulat, (b) hama belalang dan (c) busuk rimpang Percobaan 1: Pengaruh Kadar Air Media terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Jahe merupakan tanaman yang peka terhadap kekurangan air. Pengamatan tinggi tanaman, jumlah tunas, diameter tunas, luas daun, bobot kering tunas dan bobot kering akar serta pembungaan menunjukkan bahwa kadar air media rendah (33–37 %) memberikan hasil yang cenderung lebih rendah dibandingkan tanaman kontrol (kadar air media tinggi). 1. Tinggi Tanaman, Diameter Tunas dan Jumlah Tunas Hasil analisis ragam (Lampiran 4, 5 dan 6) menunjukkan pengaruh nyata perlakuan KAM 33 -37 % yang menekan pertumbuhan tinggi tanaman, diameter tunas dan jumlah tunas lebih cepat daripada KAM 42 – 49 % (Tabel 3). Pada awal pengamatan (2 – 4 MSA), tanaman belum merespon perlakuan kadar air media, termasuk tanaman dengan kadar air media rendah. Hal ini diduga bahwa air dalam media dan kandungan air dalam rimpang masih cukup untuk menopang pertumbuhan tanaman hingga sekitar 1 bulan (4-6 MSA), sehingga beberapa
16
tanaman masih dapat mengalami pertambahan tinggi tanaman, jumlah tunas dan diameter batang. Tabel 3. Pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah tunas dan diameter tunas pada berbagai perlakuan kadar air media Perlakuan KAM (%) 0 Tinggi tanaman (cm) 48-49 51.81a 45-46 51.21a 42-43 55.09a 39-40 52.08a 36-37 50.79a 33-34 50.60a
56.26a 54.02a 57.29a 55.18a 53.94a 54.42a
63.19a 61.48a 60.51a 59.88a 58.31a 57.01a
61.83a 60.73a 61.31a 57.60a 55.81a 56.88a
67.29a 63.26ba 64.90ba 58.57bc 55.76c 54.81c
64.28a 62.60a 59.56ba 51.57ba 49.44ba 47.31b
57.14a 53.48a 51.63a 48.02ba 35.21b 35.16b
54.99a 50.79a 39.11ba 32.21b 32.11b 24.27b
Diameter tunas (mm) 48-49 9.08a 45-46 9.00a 42-43 9.00a 39-40 9.22a 36-37 8.46a 33-34 8.41a
9.32a 9.55a 9.23a 9.20a 8.53a 8.56a
9.53a 9.27ba 8.93ba 8.90ba 8.34b 8.60ba
9.20ba 9.43a 8.38bc 8.49bc 7.89c 7.95c
8.41a 8.40a 7.91ba 7.84ba 6.86b 7.30ba
8.05a 8.31a 8.00a 5.76a 7.39a 7.73a
7.85a 8.40a 8.30a 6.18a 7.68a 7.58a
7.06a 6.81a 6.43a 6.57a 6.19a 5.87a
2
Waktu Pengamatan (Minggu Setelah Aplikasi/ MSA) 4 6 8 10 12
14
Jumlah tunas (buah) 48-49 10.61a 12.77ba 16.45a 17.45a 17.04a 14.1a 11.70a 9.75a 45-46 10.85a 13.70a 15.84ba 15.60ba 14.25ba 11.29ba 9.80ba 6.95ba 42-43 8.45a 10.25b 11.50b 12.05b 10.72b 8.98b 6.88b 5.32ba 39-40 11.45a 14.50a 15.40ba 15.15ba 14.86ba 11.43ba 7.59b 7.02ba 36-37 10.80a 13.50ba 15.00ba 14.25ba 13.31ba 9.20b 6.40b 4.80ba 33-34 11.02a 14.075a 16.30a 16.25ba 13.60ba 10.32ba 6.36b 4.31b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 %. Tanda garis menunjukkan akhir perlakuan KAM.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan kadar air media terhadap tinggi tanaman pada pengamatan 0–6 MSA tidak berbeda nyata. Kadar air media rendah (33-37%) mulai menekan pertumbuhan tinggi tanaman pada 8 MSA, sebagaimana ditunjukkan bagian tajuk yang mulai menguning dan perlahan meluruh. Menguningnya bagian ujung daun, selain disebabkan suplai air yang ketersediaannya terbatas dari akar ke tajuk, kemungkinan juga karena intensitas cahaya matahari yang sangat kuat pada siang hari (suhu rumah kaca mencapai 31-340 C, suhu kritis yang dapat membuat tanaman jahe mengering). Pada Tabel 3 juga dapat diketahui bahwa kadar air media kritis yang dapat menekan tinggi tanaman yaitu KAM 39 – 40 %. Laju pertumbuhan tinggi tanaman pada Tabel 3 menunjukkan bahwa tanaman kontrol cenderung lebih baik dibandingkan tanaman yang mendapatkan
17
cekaman kekeringan, bahkan saat perlakuan dihentikan setelah 8 MSA. Data ini menunjukkan bahwa tanaman jahe merupakan tanaman yang dapat bertahan dalam kadar air media rendah. Penurunan kadar air media sekitar 9-15% (KAM 33-34%) dari kondisi optimum baru akan menurunkan tinggi tanaman setelah terjadi selama 8 minggu. Pengaruh kadar air media terhadap diameter tanaman tidak berbeda nyata pada 0 – 2 MSA dan pada 4 MSA diameter tanaman pada KAM 36-37% mulai menurun (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa KAM 36-37% merupakan kadar air yang cukup rendah untuk tanaman jahe, sehingga menyebabkan perlambatan dan berhentinya pembelahan dan pembesaran sel. Tabel 3 juga menunjukkan pengaruh perlakuan kadar air media terhadap jumlah tunas yang tidak berbeda nyata pada 0 – 2 MSA, dan mulai mengalami penurunan jumlah tunas dengan KAM 42 - 43 % pada 4 MSA. Walaupun secara statistik tanaman KAM 42-43 % menghasilkan jumlah tunas terendah, penurunan jumlah tunas yang drastis terjadi pada tanaman KAM 33-34 %. Hingga akhir pengamatan, tanaman dengan kadar air media rendah (33-34 %) menghasilkan jumlah tunas terendah dengan kondisi batang yang mudah rebah (batang tidak tegar) (Gambar 3). Setelah perlakuan dihentikan (10 – 14 MSA) diameter tunas kembali tidak berbeda nyata yang menunjukkan bahwa diameter tunas jahe dapat merespon dengan cepat perubahan kadar air media. a
b
Gambar 3. Kondisi tanaman jahe saat umur 6 bulan (a) KAM 36 – 37 % (b) dan 33-34 %.
18
Terhambatnya pertumbuhan tinggi tanaman, diameter tunas serta kemunculan tunas jahe pada kadar air media rendah disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan rimpang. Kondisi laju evapotranspirasi yang melebihi laju absorbsi dan suhu lingkungan yang cukup tinggi membuat tanaman jahe mengalami penurunan laju pertumbuhan pada fase vegetatif. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Sheriff dan Muchow (1984), jika tanaman mengalami cekaman kekeringan yang parah dan berlangsung dalam waktu lama akan menurunkan laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta hasil panen tanaman. Perlakuan kadar air media selama delapan minggu menurunkan laju pertumbuhan tanaman. Pengembalian kadar air media ke kondisi kapasitas lapang setelah 8 MSA tidak memulihkan pertumbuhan tanaman yang terhambat pertumbuhannya, sehingga tinggi tanaman dan jumlah tunas tetap bervariasi, walaupun diameter tunas menjadi tidak berbeda nyata pada akhir pengamatan. Di samping itu, tanaman sudah memasuki akhir fase pertumbuhan vegetatif. 2. Luas Daun Hasil analisis ragam (Lampiran 7) perlakuan kadar air media terhadap luas daun tidak berpengaruh nyata pada 2 MSA. Hal ini diduga karena air dalam rimpang masih mencukupi untuk menunjang pertumbuhan tanaman dan pembentukan daun. Pada Tabel 4 perlakuan kadar air media menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada 8 MSP, yaitu tanaman dengan KAM 33-34% yang memiliki nilai rataan luas daun terendah dan berbeda nyata dengan tanaman kontrol. Tabel 4. Pengaruh perlakuan kadar air media terhadap luas daun Perlakuan KAM (%) 48-49 45-46 42-43 39-40 36-37 33-34
Pengamatan 2 MSA 8 MSA …………….……….…….cm2……………………………. 41.62a 25.55a 44.83a 22.40ba 41.38a 22.08ba 40.94a 23.73ba 37.95a 23.75ba 39.88a 19.73b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 %
19
Luas daun merupakan parameter perkembangan tajuk yang sangat peka terhadap kekurangan air, yang mengakibatkan penurunan dalam pembentukan dan perluasan daun. Tanaman jahe termasuk yang menunjukkan respon penurunan luas daun akibat cekaman kekeringan sebagai mekanisme pertahananan tanaman terhadap kekeringan untuk mengurangi tingkat transpirasi. Penurunan luas daun pada 8 MSA selain karena cekaman kekeringan yang dialami tanaman saat pertumbuhan vegetatif, juga karena pada umur 4 – 5 bulan tanaman mulai memasuki pertumbuhan generatif, sehingga laju pertumbuhan vegetatif melambat dan mulai mengarah pada pengisian rimpang. Tanaman yang tumbuh pada kondisi kadar air rendah (33-34 %) menyebabkan penurunan luas daun sekitar 22.78 % dibandingkan tanaman yang tumbuh pada kapasitas lapang (48-49 %). Watts dalam Sheriff dan Muchow (1984) menyatakan bahwa penurunan luas daun pada sebagian besar tanaman tropis yang ditanam di rumah kaca lebih peka dibanding dengan di lapang. Penelitian Hapsoh (2003) menunjukkan bahwa respon morfologi dan fisiologi pada tanaman kedelai di berbagai tingkat kadar air media menyebabkan perbedaan luas daun yang berbeda. Tanaman pada kondisi kadar air media rendah hingga mencapai cekaman kekeringan berat menyebabkan luas daun berkurang. 3. Bobot kering tajuk dan bobot kering akar Bobot kering merupakan parameter pertumbuhan yang umum digunakan untuk mengamati dampak cekaman terhadap tanaman. Ketersediaan air pada media sangat mempengaruhi bobot kering tajuk dan bobot kering akar. Bobot kering tajuk yang diukur merupakan seluruh tunas yang luruh saat dimulai perlakuan sampai panen, sedangkan bobot kering akar diukur pada saat panen. Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan kadar air media berpengaruh nyataterhadap bobot kering tajuk, bobot kering akar dan rasio akar/tajuk (Lampiran 8). Tanaman kontrol yang berada pada kapasitas lapang memiliki bobot kering tajuk rata-rata tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lain. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah kadar air media semakin rendah pula bobot kering tajuk. Tanaman jahe menunjukkan respon terhadap kekeringan dengan meningkatkan rasio akar-tajuk (Tabel 5).
20
Tabel 5. Bobot kering tajuk, bobot kering akar dan rasio akar-tajuk pada perlakuan kadar air media Pengamatan (14 MSA) Bobot kering tajuk Bobot kering akar (g) (g) 40.97a 9.53a 27.72b 9.27ba 21.19bc 8.93ba 14.01c 8.93ba 19.83bc 8.34b 13.23c 8.60ba
Perlakuan KAM (%) 48-49 45-46 42-43 39-40 36-37 33-34
Rasio akartajuk 0.24b 0.37ba 0.53ba 0.76a 0.53ba 0.67a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 %
Tabel 5 menunjukkan bahwa tanaman KAM 33-34 % menghasilkan bobot kering tajuk terendah dibandingkan dengan tanaman kontrol (48-49 %) dan KAM 45-46 %. Secara umum kadar air media rendah menekan perkembangan tajuk lebih besar dibandingkan perkembangan akar. Hal ini mengindikasikan bahwa tanaman
jahe
mempertahankan
diri
terhadap
kekeringan
dengan
cara
mempertahankan perkembangan akar dan menurunkan perkembangan tajuk. Kadar air media rendah membuat tanaman kekurangan air, sehingga dapat menurunkan perkembangan vegetatif tanaman,
antara lain dengan cara
mengurangi pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah tunas dan luas daun. Akibatnya terjadi penurunan laju fotosintesis daun, sehingga menurunkan berat kering tajuk dan berat kering akar. Hal ini disebabkan karena cekaman air akan menurunkan aktivitas fotosintesis melalui 3 mekanisme, yaitu: (1) luas permukaan fotosintesis, (2) menutupnya stomata, dan (3) berkurangnya aktivitas protoplasma yang telah mengalami dehidrasi (Sheriff dan Muchow, 1984). 4. Pembungaan Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan kadar air media terhadap pembungaan menunjukkan KAM 45–46 % dan KAM 48–49 % mampu menghasilkan spika, sedangkan perlakuan kadar air media lainnya tidak mampu menginduksi spika (Tabel 6). Penelitian pada tanaman kedelai yang dilakukan Mardiati (2007) juga menunjukkan bahwa tanaman kedelai yang ditanam pada kadar air media 100 % kapasitas lapang lebih cepat berbunga (29,61 hari) daripada tanaman yang ditanam pada kadar air media 40 % kapasitas lapang
21
(34,50 hari). Data hasil penelitian ini memberi indikasi bahwa pertumbuhan vegetatif yang tinggi diperlukan untuk terjadinya inisiasi spika. Tabel 6. Pengaruh kadar air media terhadap waktu kemunculan spika dan jumlah spika per rumpun Perlakuan KAM (%) 48-49 45-46 42-43 39-40 36-37 33-34
Waktu muncul spika (MSA) 9.62 8.3 0 0 0 0
Jumlah spika per rumpun 0.35 0.6 0 0 0 0
Mekanisme toleransi tanaman terhadap kondisi kadar air media rendah berbeda-beda tergantung kemampuan genetik. Nurhayati dalam Mardiati (2007) menyatakan kondisi defisit air dapat menginduksi perkembangan sistem pembungaan beberapa tanaman, meningkatkan sistem perakaran, dan menurunkan permukaan evapotranspirasi melalui penyempitan daun dan pengguguran daun. Pengaruh kadar air media rendah berlanjut hingga tanaman mulai memasuki masa generatif, terlihat pada hasil pengamatan bahwa kadar air media rendah tidak cukup mampu untuk menginisiasi bunga. Pengamatan pada spika yang telah muncul menunjukkan spika tersebut tidak menghasilkan bunga, karena spika sudah layu sebelum muncul bunga (Gambar 4).
Gambar 4. Spika yang layu sebelum muncul bunga Spika jahe terinisiasi dalam rimpang yang terinduksi oleh kandungan karbohidrat yang tinggi, oleh karena itu diperlukan pertumbuhan vegetatif
22
tanaman yang tinggi agar asimilat yang diakumulasi pada rimpang mencukupi untuk inisiasi pembungaan. Sebaliknya, tanaman yang tumbuh dalam kadar air media rendah mengalami penurunan pertumbuhan yang pada akhirnya memperlambat akumulasi karbohidrat dalam rimpang, sehingga inisiasi lambat terjadi atau tidak terjadi sama sekali. Menurut Sheriff dan Muchow (1984), pada beberapa kasus, ketersediaan air yang rendah diperlukan untuk menginduksi pembungaan, seperti tanaman kopi yang memerlukan periode kekurangan air untuk berbunga. 5. Berat rimpang dan tebal rimpang Kadar air media berpengaruh terhadap berat rimpang dan tebal rimpang (Lampiran 9). Tanaman pada kondisi kadar air media rendah menghasilkan rimpang yang lebih sedikit dengan ukuran yang lebih tipis. Kadar air rimpang yang tinggi menunjukkan bahwa tanaman pada kadar air media rendah segera mengabsorbsi air lebih banyak ketika disiram, sehingga rimpang mengandung kadar air yang tinggi (Tabel 7). Penurunan berat rimpang disebabkan karena penurunan pertumbuhan vegetatif yang akhirnya berakibat pada penurunan hasil fotosintesis (Khaerana et al., 2008). Tabel 7. Berat dan tebal rimpang pada perlakuan kadar air media Perlakuan KAM (%) 48-49 45-46 42-43 39-40 36-37 33-34
Pengamatam Berat rimpang (g) Tebal rimpang (mm) 425.00a 26.31a 261.50b 24.36ba 226.25cb 24.42ba 192.75cb 24.70ba 151.00cd 22.86b 113.75d 22.22b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 %
Kadar air media rendah berpengaruh dalam penurunan pertumbuhan vegetatif, sehingga komponen hasil seperti berat rimpang dan tebal rimpang juga mengalami penurunan. Hasil ini sesuai dengan pengamatan Bermawie et al. (1997) di berbagai lokasi di Indonesia yang menunjukkan bahwa tinggi tanaman, jumlah daun dan luas daun berkorelasi positif dengan hasil rimpang. Penurunan