24
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Respon Polarimetri pada Tanaman Padi Varietas Ciherang 4.1.1. Analisis Data Eksploratif Hasil penerapan teori dekomposisi Cloude Pottier pada penelitian ini terwakili oleh Entropi dan Sudut Alfa. Gambar 8, 9, 10, dan 11 menunjukkan pola penyebaran nilai Entropi dan Sudut Alfa terhadap umur tanaman padi varietas Ciherang. Nilai dari masing-masing peubah yang disajikan dalam gambar tersebut merupakan nilai tengah (median) dan rataan (mean) dari seluruh data training (masing-masing 75 piksel), dengan pengelompokan umur padi dalam rentang 5 hari. Pengelompokan umur tanaman padi ini bertujuan untuk memperjelas pola penyebaran masing-masing parameter, sehingga interpretasi data jauh lebih mudah. 0,8
0,7
Entropi
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1 76-80
86-90 81-85
96-100 91-95
106-110 101-105
115-120 111-115
126-130 121-125
131-135
Umur 2007 2009
Outliers Outliers
Extremes Extremes
Gambar 8. Boxplot nilai Entropi (median) terhadap umur tanaman padi varietas Ciherang
25
0,8
0,7
Entropi
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1 76-80
86-90 81-85
96-100 91-95
106-110 101-105
115-120 111-115
126-130 121-125
131-135
Umur 2007 2009
Outliers Outliers
Extremes Extremes
Gambar 9. Boxplot nilai Entropi (mean) terhadap umur tanaman padi varietas Ciherang Pada citra PALSAR 2007, peningkatan umur tanaman terlihat sejalan dengan peningkatan nilai Entropinya. Tanaman Padi dengan umur 86-90 hari setelah tanam (HST) memiliki nilai Entropi terendah, yaitu sekitar 0,4 hingga 0,5. Pada umur ini, tanaman padi masih berada pada fase vegetatif (mendekati masa generatif) dengan kondisi relatif seragam (homogen). Fase ini dicirikan oleh dominansi bagian tubuh tanaman vegetatif (batang dan daun). Hal ini menyebabkan proses hamburan tunggal mendominasi pada kisaran umur tersebut. Ketika pertumbuhan tanaman memasuki fase generatif, kondisi tanaman cenderung tidak seragam (heterogen) karena mulai terdapat malai, bulir-bulir padi serta ditandai oleh daun-daun yang telah mengering dan cenderung merunduk. Pada kondisi ini, tanaman padi memiliki nilai Entropi lebih tinggi yang mengidentifikasikan adanya dominasi proses hamburan balik yang acak. Dengan demikian, obyek (scatterer) yang dominan dalam proses hamburan balik dalam cakupan piksel hanya ditemukan dalam jumlah kecil (minor). Pada citra PALSAR 2009, nilai Entropi yang ditemukan lebih rendah dibandingkan pada citra PALSAR 2007. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya deviasi
pada
citra
PALSAR
2009
yang
disebabkan
oleh
tidak
26
terkuantifikasikannya rotasi Faraday. Ketika terjadi interaksi ionosfer dengan gelombang elektromagnetik, rotasi Faraday menyebabkan distorsi dalam data PALSAR. Menurut Meyer and Nicoll (2007), dalam SAR L-band, pengaruh ionosfer pada kualitas gambar radiometrik, geometrik dan polarimetrik menjadi perhatian utama. Efek ionosfer pada L-band jauh melampai efek ionosfer pada Cband, sehingga pengaruhnya lebih signifikan dalam gambar PALSAR. Oleh karena itu, estimasi dan koreksi efek Faraday diperlukan untuk menjamin kualitas dan konsistensi data yang tinggi. Potensi penyebab lainnya adalah serangan hama. Pada umur sekitar 90 hari, pertumbuhan tanaman padi mulai memasuki fase generatif. Ketika tanaman memasuki fase generatif, penggenangan sawah mulai dikurangi sehingga kondisi lahan pesawahan sedikit kering. Survei lapangan menunjukkan bahwa hal ini menyebabkan terjadinya serangan tikus yang meluas dan seragam, sehingga menyebabkan kenampakan yang relatif seragam. Kenampakan ini dapat menyebabkan nilai Entropi cenderung rendah. Wilayah yang terkena dampak umumnya langsung disulam oleh petani/penggarap sehingga pada keragaman kembali meningkat dengan waktu. Kondisi ini terefleksikan oleh peningkatan kembali nilai Entropi. Serupa dengan yang ditemukan pada parameter Entropi, pola penyebaran nilai Sudut Alfa baik pada data median maupun mean terlihat relatif sama (Gambar 10 dan 11). Terdapat kesesuaian antara pola penyebaran nilai Sudut Alfa dengan pola penyebaran nilai Entropi, yaitu menginjak umur 91-95 hari, terjadi perubahan nilai Sudut Alfa.
27
70 65
Sudut Alfa
60 55 50 45 40 35 30 76-80
86-90 81-85
96-100 91-95
106-110 101-105
115-120 111-115
126-130 121-125
131-135
Umur 2007 2009
Outliers Outliers
Extremes Extremes
Gambar 10. Boxplot nilai Sudut Alfa (median) terhadap umur tanaman padi varietas Ciherang 70 65
Sudut Alfa
60 55 50 45 40 35 30 76-80
86-90 81-85
96-100 91-95
106-110 101-105
115-120 111-115
126-130 121-125
131-135
Umur 2007 2009
Outliers Outliers
Extremes Extremes
Gambar 11. Boxplot nilai Sudut Alfa (mean) terhadap umur tanaman padi varietas Ciherang Pada citra PALSAR 2007, peningkatan umur tanaman padi (mulai kelompok umur 86-90 HST) berbanding terbalik dengan nilai Sudut Alfa. Dengan umur padi yang bertambah, nilai Sudut Alfa cenderung semakin menurun.
28
Tanaman dengan umur 86-90 HST memiliki nilai Sudut Alfa sekitar 50°, atau masih berada dalam kisaran jenis hamburan Volume Scattering (45°). Hal ini dapat dipahami mengingat penanaman padi pada seluruh blok memiliki jarak tanam yang relatif dekat sehingga rumpun padi pada akhir fase vegetatif akan memiliki densitas yang tinggi. Dengan densitas padi yang tinggi tersebut, dapat terindikasikan bahwa sinyal L-band tidak mampu menembus hingga permukaan tanah. Penurunan nilai Sudut Alfa erat kaitannya dengan kondisi tanaman padi. Padi yang telah menua (memasuki fase generatif) akan memiliki bagian non vegetatif (malai, bulir-bulir padi dan lain-lain) sehingga menyebabkan rumpun padi semakin rapat dengan komposisi yang beragam (Gambar 12). Hal ini mengakibatkan hamburan balik cenderung memiliki pola mendekati Odd Bounce atau spekular walaupun masih tetap berada pada lingkup Volume Scattering. Sebaliknya, jika densitas tanaman padi rendah, maka hamburan balik akan cenderung ke pola hamburan balik Even Bounce.
(a)
(b)
Gambar 12. Sketsa tanaman padi pada fase vegetatif akhir (a) dan generatif (b) Fenomena ini cukup jelas terlihat pada citra PALSAR tahun 2009. Ketika tanaman mengalami serangan hama (terutama tikus seperti terindikasi di lapangan), kondisi rumpun tanaman menjadi jarang (densitas rendah) sehingga nilai Sudut Alfa cenderung meningkat mendekati Even Bounce dengan batang sebagai unsur penghambur utama. Data yang tidak simetris (median tidak berada di tengah box dan salah satu whisker lebih panjang dari yang lain) dan adanya outliers (pencilan) pada beberapa data dapat disebabkan adanya perbedaan kondisi tanaman yang sangat menyolok pada blok penanaman padi sebagai akibat dari penyulaman tanaman. Walaupun dalam satu blok pengamatan memiliki umur
29
tanaman yang sama, di lapangan banyak ditemukan perbedaan kondisi tanaman padi dalam satu blok.
Gambar 13. Kondisi tanaman padi varietas Ciherang yang terserang tikus (diambil tahun 2009) Panjang box (kotak) bersesuaian dengan IQR (jangkauan antar kuartil dalam) yang merupakan selisih antara kuartil ketiga (Q3) dengan kuartil pertama (Q1). IQR menggambarkan ukuran penyebaran atau keragaman data. Semakin panjang bidang IQR atau box, menunjukkan bahwa data semakin menyebar. Dalam hal ini, box yang panjang menunjukkan bahwa nilai Entropi atau Sudut Alfa pada citra memiliki variasi yang besar dibandingkan dengan box yang pendek. Berdasarkan hasil penelitian ini, citra PALSAR 2009 memiliki nilai Entropi dan Sudut Alfa yang lebih beragam dibandingkan citra PALSAR 2007. Salah satunya dapat dilihat pada kelompok umur 115-120 HST pada citra PALSAR 2009, dimana bentuk boxplot hanya berupa nilai median. Hal ini mengindikasikan bahwa pada kelompok umur tersebut nilai Entropi atau Sudut Alfa relatif seragam akibat kondisi tanaman yang homogen. Sedangkan letak nilai median dan panjang whisker (garis perpanjangan dari box) menggambarkan tingkat kesimetrisan data. Banyak data yang tidak simetris (median tidak berada di tengah box dan salah satu whisker lebih panjang dari yang lain) baik nilai Entropi maupun nilai Sudut Alfa. Selain itu, terlihat adanya outliers (pencilan) pada beberapa data dapat disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi tanaman yang sangat menyolok pada blok penanaman padi sebagai akibat dari penyulaman tanaman.
30
Meskipun Sudut Alfa ditemukan berguna untuk menjelaskan jenis hamburan, parameter ini tampaknya kurang memberikan kontribusi yang signifikan terhadap interpretasi data. Gambar 14 menunjukkan persebaran nilai Entropi-Sudut Alfa pada diagram pencar Cloude-Pottier. Pada citra PALSAR 2009, hamburan balik lebih menyebar jika dibandingkan pada citra PALSAR 2007 yaitu berada pada zona 4, 5, 7, dan 8. Walaupun nilai Entropi terus meningkat seiring peningkatan umur tanaman padi, nilai Sudut Alfa cenderung mengelompok di zona 7, yang merupakan zona low entropy multiple scattering, yaitu zona yang mencirikan cukup besarnya pengaruh hamburan balik double bounce. Selain itu, hamburan balik lainnya berada di zona 4 dan 8, yaitu zona medium
entropy
multiple
scattering
dan
zona
low
dipole
scattering
(mengindikasikan wilayah dengan vegetasi rendah atau tidak berkayu). Hal ini menunjukkan bahwa tanaman padi tidak tumbuh dengan baik. Sedangkan zona 9 merupakan zona low entropy surface scattering (mengindikasikan wilayah yang cenderung terbuka). Walaupun memiliki pola penyebaran yang berbeda, pola penyebaran citra PALSAR 2007 dan citra PALSAR 2009 masih berada dalam kisaran jenis hamburan Volume Scattering (45°). Wilayah ini mengindikasikan hamburan dipole yang umumnya didominasi oleh vegetasi (umumnya adalah vegetasi berkayu).
(a)
(b)
Gambar 14. Diagram Pencar Cloude-Pottier citra PALSAR 2009 (a) dan 2007 (b) Pada citra 2007, peningkatan umur tanaman padi, cenderung disertai dengan peningkatan nilai Entropinya. Pada umur 86-90 HST, nilai Entropi yang dimiliki sebesar 0,4925. Kemudian terus meningkat hingga umur 131-135 HST, yaitu sebesar 0,6536. Hal ini menunjukkan bahwa pada umur lebih muda atau
31
tanaman padi masih berada pada fase vegetatif memiliki kondisi relatif homogen sehingga nilai Entropi akan cenderung kecil atau lebih rendah. Sedangkan pada umur yang lebih tua (memasuki fase generatif), kondisi tanaman cenderung heterogen karena mulai terdapat malai, bulir-bulir padi serta ditandai oleh daundaun yang telah mengering dan cenderung merunduk sehingga tanaman padi memiliki nilai Entropi lebih tinggi yang mengidentifikasikan adanya dominasi proses hamburan balik yang acak. Sedangkan pada citra PALSAR 2009, pertambahan umur tidak selalu diikuti oleh peningkatan nilai Entropinya. Serangan tikus yang meluas menyebabkan kondisi tanaman menjadi relatif seragam sehingga nilai Entropi cenderung menurun (hamburan tunggal). Walaupun sumbangannya kurang signifikan, Sudut Alfa masih dapat dimanfaatkan untuk membedakan tanaman padi sawah yang sehat dan rusak. Tanaman padi yang tumbuh dengan baik akan berada pada zona medium entropy vegetation scattering, yaitu zona 5 dan 6. Sedangkan nilai Sudut Alfa yang berada pada zona 4 menunjukkan tanaman padi sawah yang mengalami gangguan hama atau penyakit. Kondisi densitas yang tinggi pada padi yang telah menua (fase generatif) akan memiliki hamburan balik yang cenderung mendekati Odd Bounce. Sebaliknya, hamburan balik akan cenderung ke pola Even Bounce jika tanaman padi memiliki densitas yang lebih rendah. 4.1.2. Keterkaitan Umur Tanaman dengan Entropi dan Sudut Alfa Untuk mengestimasi pola keterkaitan antara umur tanaman padi (Ciherang) terhadap entropi dan sudut alfa, dilakukan permodelan dengan persamaan Linier, Kuadratik dan Jenuh. Masing-masing komponen diwakili oleh nilai rataan (mean) dan nilai tengah (median). Pengujian beberapa permodelan ini bertujuan untuk mengetahui jenis permodelan yang memiliki pola terbaik sehingga dapat dimanfaatkan untuk melakukan prediksi. Tabel 2 dan 3 menyajikan hasil permodelan yang dilakukan pada citra PALSAR 2009 dan 2007 dalam bentuk persamaan kurva Y yang dilengkapi dengan nilai R2 dan Standard Error. Berdasarkan hasil permodelan, persamaan Kuadratik pada peubah Entropi dan Sudut Alfa menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan permodelan dengan persamaan Linier dan Jenuh. Analisis pada
32
citra tahun 2009 dan 2007, baik dengan menggunakan rataan maupun nilai tengah, menunjukkan nilai R2 yang tinggi dengan nilai Standard Error yang rendah. Tabel 2. Permodelan pada parameter Entropi Model
Persamaan
R2
S
Linier Mean
Median
2009
Y= -0,11141 + 0,00583x
0,8693
0,1285
2007
Y= 0,21751 + 0,0033x
0,9103
0,0623
2009
Y= -0,15175 + 0,00634x
0,8802
0,1324
2007
Y= 0,23548 + 0,00316x
0,9116
0,0593
2009
Y= 2,00292 + -0,03807x + 0,00022x2
0,9480
0,0827
2007
Y= -0,44352 + 0,015397x + -0,00005x2
0,9328
0,0543
0,9366
0,0977
0,9329
0,0519
Kuadratik Mean
Median
2009 2007
2
Y= 1,76907 + -0,03355x + 0,0002x
Y= -0,38087 + 0,01444x + -0,00005x
2
Jenuh Mean
Median
2009
Y= 8,11503exp(-4,22091 + 0,01420x)/(1+exp(-4,22091 + 0,01420x))
0,8933
0,1168
2007
Y= 0,6667exp(-3,33582 + 0,04923x)/(1+exp(-3,33582 + 0,04923x))
0,9351
0,0534
2009
Y= 8,32150exp(-4,30677 + 0,01501x)/(1+exp(-4,30677 + 0,01501x))
0,9011
0,1210
2007
Y= 0,66569exp(-3,26792 + 0,04911x)/(1+exp(-3,26792 + 0,04911x))
0,9358
0,0508
Tabel 3. Permodelan pada parameter Sudut Alfa Model
Persamaan
R2
S
Linier Mean
Median
2009
Y= 39,36302 + 0,11332x
0,3203
12,9790
2007
Y= 68,95308 + -0,21984x
0,7842
7,2179
2009
Y= 38,07558 + 0,12754x
0,3547
13,0203
2007
Y= 67,06362 + -0,19915x
0,7026
8,3696
0,9004
5,9605
Kuadratik Mean
Median
2009
Y= -208,630 + 5,264x + -0,026x2 2
2007
Y= 126,1106 + -1,2655x + 0,0047x
0,8166
6,7142
2009
Y= -213,415 + 5,351x + -0,027x2
0.9114
5,7294
Y= 122,8174 + -1,2191x + 0,0046x
0,7362
7,9607
2009
Y= 52,4703exp(-12,1316 + 0,1743x)/(1+exp(-12,1316 + 0,1743x))
0,6755
10,1021
2007
Y= 361,7357exp(-1,3307 + -0,0057x)/(1+exp(-1,3307 + -0,0057x))
0,7905
7,1249
2009
Y= 52,7101exp(-12,1122 + 0,1732x)/(1+exp(-12,1122 + 0,1732x))
0,7042
9,8872
2007
Y= 351,1551exp(-1,3479 + -0,0052x)/(1+exp(-1,3479 + -0,0052x))
0,7081
8,3058
2007
2
Jenuh Mean
Median
Walaupun nilai R2 dan Standard Error pada masing-masing citra berbeda antara nilai tengah dan rataan, perbedaan nilai tersebut sangat kecil. Hal ini terlihat pada kurva persamaan Y (Gambar 15) yang terbentuk dari permodelan
33
Kuadratik dimana hasilnya relatif sama antara nilai tengah dan rataan baik pada citra PALSAR 2009 maupun citra PALSAR 2007. Mean
0,70
0,65
0,65
0,60
0,60
0,55
0,55
Entropi
Entropi
Mean
0,70
0,50
0,50
0,45
0,45
0,40
0,40
0,35
0,35
0,30
0,30 75
80
85
90
95
100
105
110
115
120
85
90
95
100
105
Umur y=(2,00292)+(-0,03808)*x+(0,224e-3)*x^2 R2=0,948
115
120
125
130
135
130
135
y=(-0,44352)+(0,015397)*x+(-0,54e-4)*x^2 R2=0,932
(a)
(b)
Median
Median
0,70
0,70
0,65
0,65
0,60
0,60
0,55
0,55
Entropi
Entropi
110 Umur
0,50
0,50
0,45
0,45
0,40
0,40
0,35
0,35
0,30
0,30
75
80
85
90
95
100
105
110
Umur
115
120
85
90
95
100
105
110
115
120
125
Umur
y=(1,76908)+(-0,03355)*x+(0,204e-3)*x^2 R2=0,936
y=(-0,38087)+(0,014443)*x+(-0,51e-4)*x^2 R2=0,932
(c)
(d)
Gambar 15. Permodelan kuadratik nilai Entropi terhadap umur tanaman padi varietas Ciherang pada Citra PALSAR 2009 (a dan c) dan 2007 (b dan d) Pada citra 2009, permodelan Kuadratik pada Entropi menunjukkan kurva Y mengalami penurunan hingga titik terendahnya pada umur 85 hingga 90 hari setelah tanam (HST) dan kemudian meningkat kembali seiring bertambahnya umur tanaman padi. Perbedaan cembung-cekungnya model pada penelitian ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang belum dapat diketahui pasti dari penelitian ini, diantaranya adalah ketiadaan contoh pada umur yang lebih muda pada tahun 2007. Pada citra 2007, kurva hasil permodelan cenderung langsung mengalami peningkatan seiring bertambahnya umur tanaman padi. Menjelang panen, gradien peningkatan nilai entropi semakin lama semakin mengecil. Pada gambar tersebut juga terdapat indikasi bahwa Entropi cenderung jenuh (saturated) pada umur lebih
34
dari 110. Kecenderungan ini disebabkan oleh kondisi rumpun tanaman padi yang relatif tidak berubah karena telah memasuki fase pematangan atau menjelang panen. Tidak ada penambahan jumlah bulir padi dan densitas tanaman tidak berubah secara signifikan. Hal ini patut menjadi perhatian bagi upaya telaah yang terkait dengan fase pertumbuhan seperti estimasi biomasa tanaman. Nilai Entropi cenderung jenuh menunjukkan kondisi rumpun tanaman padi yang relatif tidak berubah memiliki korelasi dengan biomasa tanaman. Mean 60
55
55
50
50
Sudut Alfa
Sudut Alfa
Mean
60
45
40
35 75
45
40
80
85
90
95
100
105
110
115
35 85
120
90
95
100
105
Umur
120
125
y=(126,111)+(-1,2655)*x+(0,004707)*x^2 R2=0,816
(a)
(b)
Median
130
135
130
135
Median 60
55
55
50
50
Sudut Alfa
Sudut Alfa
115
y=(-208,63)+(5,26379)*x+(-0,02628)*x^2 R2=0,9
60
45
40
35 75
110 Umur
45
40
80
85
90
95
100
105
110
Umur y=(-213,41)+(5,35063)*x+(-0,02665)*x^2 R2=0,911
(c)
115
120
35 85
90
95
100
105
110
115
120
125
Umur y=(122,817)+(-1,2191)*x+(0,004592)*x^2 R2=0,736
(d)
Gambar 16. Hasil permodelan Kuadratik nilai Sudut Alfa terhadap Umur tanaman padi varietas Ciherang pada Citra PALSAR 2009 (a dan c) serta 2007 (b dan d) Hasil permodelan pada kedua citra ini dapat menjadi salah satu indikator untuk mengindikasikan pertumbuhan tanaman padi varietas Ciherang yang telah dewasa. Persamaan kurva Y mampu memberikan informasi mengenai umur tanaman padi yang mengindikasikan fase pertumbuhan dan kondisinya.
35
4.2. Klasifikasi Fase Tumbuh Tanaman 4.2.1. Proses Klasifikasi Pada penelitian ini, analisis keterpisahan kelas umur tanaman padi varietas Ciherang dilakukan dengan menggunakan metode Transformed Divergence (D’Urso and Menenti, 1996). Nilai Transformed Divergence (TD) berkisar antara 0 sampai dengan 2 yang menunjukkan keterpisahan data. Tabel 4 dan 5 menyajikan analisis TD pada dua citra yang digunakan. Tabel 4. Nilai Transformed Divergence (TD) menggunakan data training pada citra PALSAR 2009 Umur
Umur
Umur
Umur
Umur
Umur
Umur
Umur
Umur
75-80
81-85
86-90
91-95
96-100
101-105
106-110
111-115
116-120
Umur 75-80
-
0,743
1,566
1,993
1,903
1,998
1,998
1,999
1,951
Umur 81-85
0,743
-
0,778
1,875
1,528
1,993
1,957
1,988
1,906
Umur 86-90
1,566
0,778
-
1,977
1,854
1,998
1,983
1,982
1,910
Umur 91-95
1,993
1,875
1,977
-
1,444
1,673
1,634
2,000
2,000
Umur 96-100
1,903
1,528
1,854
1,444
-
1,876
1,033
1,993
1,994
Umur 101-105
1,998
1,993
1,998
1,673
1,876
-
1,957
2,000
1,999
Umur 106-110
1,998
1,957
1,983
1,634
1,033
1,957
-
1,836
1,988
Umur 111-115
1,999
1,988
1,982
2,000
1,993
2,000
1,836
-
1,295
Umur 116-120
1,951
1,906
1,910
2,000
1,994
1,999
1,988
1,295
-
Kelas
Tabel 5. Nilai Transformed Divergence (TD) menggunakan data training pada citra PALSAR 2007 Umur
Umur
Umur
Umur
Umur
Umur
Umur
Umur
Umur
86-90
96-100
101-105
106-110
111-115
116-120
121-125
126-130
131-135
Umur 86-90
-
0,685
1,699
2,000
1,491
1,741
1,772
2,000
1,991
Umur 96-100
0,685
-
1,312
1,992
1,296
1,715
1,467
1,995
1,939
Umur 101-105
1,699
1,312
-
1,778
0,447
0,874
0,299
1,834
1,293
Umur 106-110
2,000
1,992
1,778
-
1,560
1,866
1,684
1,587
1,336
Umur 111-115
1,491
1,296
0,447
1,560
-
0,549
0,500
1,734
1,239
Umur 116-120
1,741
1,715
0,874
1,866
1,549
-
1,341
1,945
1,766
Umur 121-125
1,772
1,467
0,299
1,684
0,500
1,341
-
1,764
1,027
Umur 126-130
2,000
1,995
1,834
1,587
1,734
1,945
1,764
-
0,716
Umur 131-135
1,991
1,939
1,293
1,336
1,239
1,766
1,027
0,716
-
Kelas
Dari hasil analisis TD pada kedua citra, kelas umur tanaman padi pada citra PALSAR 2009 (Tabel 4) yang mendekati nilai 2 relatif lebih banyak jika dibandingkan dengan nilai TD pada citra PALSAR 2007 (Tabel 5). Hal ini
36
menunjukkan bahwa keterpisahan data kelas umur tanaman padi pada blok pengamatan pada citra PALSAR 2009 lebih baik dibandingkan dengan citra PALSAR 2007. Untuk memperoleh peta tematik umur padi, perlu adanya klasifikasi numerik; pada penelitian ini digunakan klasifikasi Decision Trees (Pohon Keputusan) dengan algoritma Quick, Unbiased, Efficient Statistical Trees (QUEST; Loh and Shih, 1997). Gambar 17 menyajikan hasil klasifikasi pohon keputusan. Terlihat pada Gambar 17, pohon keputusan yang dibangun oleh algoritma QUEST sangat kompleks. Algoritma tersebut menggunakan Sudut Alfa (kode band 5) sebagai komponen pusat pohon keputusan pada citra PALSAR 2009 yang kemudian membentuk dua komponen cabang, yaitu band 6 (Anisotropi) dan band 4 (Entropi). Berdasarkan Gambar 17, terlihat Entropi lebih banyak berperan dalam klasifikasi umur tanaman padi dibandingkan Anisotropi dan Sudut Alfa. Hal ini sesuai dengan Gambar 8, 9 dan 15 yang menunjukkan nilai Entropi memiliki kemampuan yang lebih baik dalam membedakan kelompok umur tanaman padi (Ciherang). Walaupun analisis komponen Cloude-Pottier tidak menunjukkan
pentingnya
Anisotropi,
algoritma
QUEST
ternyata
menggunakannya untuk pemisahan antar kelas fase pertumbuhan padi. Hal ini mengindikasikan bahwa standar interpretasi diagram Cloude-Pottier yang umum digunakan saat ini perlu dipertajam dengan mengintegrasikan Anisotropi secara simultan. Hasil analisis QUEST pada citra tahun 2007 disajikan pada gambar 18.. Jika kedua pohon keputusan citra PALSAR 2009 (Gambar 17) dan 2007 (Gambar 18) dibandingkan, pohon keputusan citra PALSAR 2007 jauh lebih sederhana. Hal ini disebabkan kondisi lapang tanaman padi pada tahun 2007 lebih baik (lebih homogen) daripada tahun 2009 yang terindikasi mendapat serangan tikus yang meluas sehingga pemisahan kelas umur tanaman padi cenderung lebih rumit. Algoritma QUEST pada citra 2007 menggunakan band 4 (Entropi) sebagai komponen pusat untuk pemisahan awal dan pembeda umur tanaman padi menjadi dua komponen cabang.
Gambar 17. Pohon Keputusan berdasarkan Algoritma QUEST pada citra PALSAR 2009
Gambar 18. Pohon Keputusan berdasarkan Algoritma QUEST pada citra PALSAR 2007
39
Hal ini menegaskan diskusi terdahulu bahwa Entropi memiliki peran utama dalam membedakan umur tanaman padi. Semakin tua umur tanaman, nilai Entropi yang dimiliki semakin tinggi. Walaupun band 6 (Anisotropi) digunakan dalam pemisahan kelas, pohon keputusan menunjukkan bahwa Anisotropi memiliki peranan yang cukup lemah. Terlihat pada Gambar 18, komponen Entropi dan Sudut Alfa tetap dominan dalam membedakan kelas umur dibandingkan Anisotropi. Pohon keputusan yang dibangun oleh algoritma QUEST ini selanjutkan dapat diimplementasikan untuk citra PALSAR. Citra PALSAR wilayah blok penanaman padi PT. Sang Hyang Seri (persero) disajikan pada Gambar 19(a) dan 19(b), sedangkan hasil klasifikasi dengan menggunakan algoritma QUEST disajikan pada Gambar 20(a) dan 20(b).
(a)
(b)
Gambar 19. Citra ALOS PALSAR 2009, Citra © JAXA dan METI (a) dan Hasil Klasifikasi Pohon Keputusan Algoritma QUEST Citra ALOS PALSAR Blok Penanaman Padi PT. Sang Hyang Seri, Sukamandi 2009 (b)
40
(a)
(b)
Gambar 20. Citra ALOS PALSAR 2007, Citra © JAXA dan METI (a) dan Hasil Klasifikasi Pohon Keputusan Algoritma QUEST Citra ALOS PALSAR Blok Penanaman Padi PT. Sang Hyang Seri, Sukamandi 2007 (b) Hasil klasifikasi algoritma QUEST pada kedua citra terlihat sangat berbeda, dimana citra PALSAR 2007 lebih rumit dibanding citra PALSAR 2009. Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya data pembangun yang digunakan. Semakin rumit struktur pohon keputusan maka semakin rendah bias atau kesalahan yang dihasilkan. Struktur pohon keputusan citra PALSAR 2007 (Gambar 18) jauh lebih sederhana dibandingkan citra PALSAR 2009 (Gambar 17). Hal ini dapat menjadi salah satu faktor hasil klasifikasi pada citra PALSAR 2007 lebih bias sehingga klasifikasi kelas umur tanaman padi menjadi menyebar. Berdasarkan hasil klasifikasi yang telah dilakukan, luas areal masingmasing kelompok umur tanaman pada pada kedua citra dapat diketahui. Tabel 6 menunjukkan hasil perhitungan luas areal pada citra PALSAR 2009 dan 2007.
41
Tabel 6. Luas Hasil Klasifikasi citra PALSAR 2009 dan 2007 2009
2007
Kelas (HST)
Luas (Ha)
Kelas (HST)
Luas (Ha)
75-80 HST
510,30
86-90 HST
505,92
81-85 HST
459,86
96-100 HST
324,23
86-90 HST
744,32
101-105 HST
483,84
91-95 HST
54,31
106-110 HST
1079,25
96-100 HST
146,97
111-115 HST
111,71
101-105 HST
67,73
116-120 HST
452,71
106-110 HST
222,53
121-125 HST
386,69
111-115 HST
1162,98
126-130 HST
579,20
116-120 HST
736,75
131-135 HST
185,61
Total
4105,75
Total
4109,15
4.2.2. Akurasi Untuk mengukur hasil secara kuantitatif, maka diperlukan analisis akurasi. Prosedur sederhana yang umum diterapkan dalam analisis penginderaan jauh adalah dengan memanfaatkan bahan evaluasi yang sering disebut sebagai data uji (testing). Tingkat akurasi dianalisis dengan menggunakan confusion matrix yang menggambarkan jumlah persen piksel dari masing-masing kelas pada suatu kelompok atau cluster. Hasil analisis akurasi menggunakan algoritma QUEST disajikan dalam Tabel 7 dan 8. Tabel 7. Akurasi Klasifikasi Algoritma QUEST Citra PALSAR 2009 Data Testing (%) Kelas
Umur
Umur
Umur
Umur
Umur
Umur
Umur
Umur
Umur
75-80
81-85
86-90
91-95
96-100
101-105
106-110
111-115
116-120
Umur 75-80
49.33
44.00
16.00
-
-
-
-
-
-
Umur 81-85
42.67
22.67
6.67
-
-
1.33
1.33
2.67
-
Umur 86-90
-
33.33
54.67
36.00
2.67
6.67
1.33
2.67
1.33
Data Training
Umur 91-95
-
-
-
-
2.67
-
-
-
-
Umur 96-100
-
-
-
6.67
34.67
8.00
-
5.33
5.33
Umur 101-105
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Umur 106-110
-
-
-
-
60.00
32.00
38.67
13.33
14.67
Umur 111-115
-
-
4.00
45.33
-
25.33
34.67
45.33
26.67
Umur 116-120
-
-
10.67
12.00
-
26.67
24.00
30.67
52.00
Akurasi total=33,04%; Koefisian Kappa=0,25
42
Tabel 8. Akurasi Klasifikasi Algoritma QUEST Citra PALSAR 2007 Data Testing (%) Kelas
Umur
Umur
Umur
Umur
Umur
Umur
Umur
Umur
Umur
86-90
96-100
101-105
106-110
111-115
116-120
121-125
126-130
131-135 -
Data Training
Umur 86-90
50.67
2.67
-
1.33
21.33
6.67
1.33
-
Umur 96-100
20.00
5.33
-
-
10.67
4.00
1.33
1.33
-
Umur 101-105
26.67
14.67
-
1.33
6.67
-
4.00
34.67
16.00
Umur 106-110
-
24.00
-
72.00
-
62.67
40.00
14.67
26.67
Umur 111-115
-
13.33
-
1.33
-
-
4.00
4.00
-
Umur 116-120
1.33
24.00
100.00
2.67
57.33
25.33
1.33
12.00
-
Umur 121-125
-
14.67
-
12.00
4.00
1.33
24.00
26.67
-
Umur 126-130
1.33
1.33
-
9.33
-
-
12.00
2.67
37.33
Umur 131-135
-
-
-
-
-
-
12.00
4.00
20.00
Akurasi total=22,22%; Koefisian Kappa=0,125.
Tabel 7 dan 8 menunjukkan secara lebih detil ukuran kuantitatif dari kenampakan visual yang disajikan pada Gambar 19(b) dan 20(b). Pada Tabel 6, kelompok umur 86-90 HST menunjukkan akurasi yang paling tinggi yaitu 54,67%. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya bias yang tinggi pada citra, dimana dalam satu blok penanaman seharusnya memiliki umur sama menjadi lebih beragam akibat penyulaman setelah terserang tikus. Kesalahan klasifikasi ini disebabkan oleh nilai Entropi yang hampir sama sehingga algoritma QUEST kurang mampu untuk memisahkan kelompok umur tersebut. Hasil akurasi total citra PALSAR 2009 dari klasifikasi pohon keputusan menggunakan algoritma QUEST adalah 33,04% dengan nilai koefisian kappa sebesar 0,25. Hal ini menunjukkan bahwa klasifikasi pohon keputusan memiliki tingkat kepercayaan yang kurang baik. Berbeda dengan klasifikasi pohon keputusan pada citra PALSAR 2009, citra PALSAR 2007 menunjukkan kelompok umur 106-110 HST memiliki akurasi yang paling tinggi, yaitu sebesar 72%. Walaupun umur tersebut memiliki akurasi yang tinggi, hampir semua kelompok umur tanaman padi memiliki tingkat akurasi yang rendah. Nilai Entropi pada kelompok umur tersebut dapat menjadi penyebabnya karena nilai Entropi kelompok kelas yang satu hampir mendekati nilai Entropi kelompok umur lain. Kedekatan nilai Entropi ini menyebabkan data pembangun yang seharusnya masuk sesuai kelompok umur masing-masing, sebagian besar diklasifikasikan sebagai kelompok umur yang lain. Hasil ini
43
menunjukkan bahwa bias dalam klasifikasi kelompok umur tanaman padi pada citra PALSAR 2007 jauh lebih besar dibanding citra PALSAR 2009. Selain itu, akurasi ini juga menunjukkan bahwa struktur pohon yang sederhana dapat menghasilkan kesalahan klasifikasi yang cukup tinggi. Hasil akurasi total citra PALSAR 2007 dari klasifikasi pohon keputusan menggunakan algoritma QUEST adalah 22,22% dengan nilai koefisian kappa sebesar 0,125. Hal ini menunjukkan bahwa klasifikasi pohon keputusan pada citra PALSAR 2007 juga memiliki tingkat kepercayaan yang kurang baik. Rendahnya nilai akurasi hasil klasifikasi pada kedua citra ini umumnya disebabkan oleh kompleksitas kelas yang harus dipisahkan dari 3 data utama hasil dekomposisi Cloude-Pottier.