11
Nilai Kemerataan Jenis (Evenness Index) Nilai kemerataan jenis menunjukkan derajat kemerataan keanekaragaman individu antar jenis. Rumus yang digunakan adalah nilai evenness modifikasi dari Hill’s ratio (Ludwig dan Reynolds 1988): 𝑁2−1
1
𝐸5 = 𝑁1−1 Dimana 𝑁2 = 𝜆 dan 𝑁1 = 𝑒 𝐻′ E5 = Indeks Kemerataan Jenis N1 = Nilai dari kelimpahan N2 = Ukuran nilai dari kelimpahan jenis pada sampel λ = Simpson’s indeks, λ = si=1 Pi2 Nilai E5 berkisar antara 0–1. Nilai E5 yang mendekati 0 menunjukan bahwa suatu jenis menjadi dominan dalam komunitas. Jika nilai E5 mendekati 1, seluruh jenis memiliki tingkat kemerataan jenis yang hampir sama.
Nilai Kesamaan (Similarity Index) Jenis Serangga antar Tipe Tegakan Nilai kesamaan jenis dihitung menggunakan Indeks Kesamaan Jaccard dirumuskan dengan:
CJ J a b
CJ = J/(a + b – J) = Indeks Kesamaan Jaccard = jumlah spesies yang ditemukan pada habitat a & b = jumlah spesies yang ditemukan pada habitat a = jumlah spesies yang ditemukan pada habitat b
Menurut Magurran (1988), nilai indeks kesamaan jenis Jaccard (Cj) mendekati 1 menunjukkan tingkat kesamaan jenis antar habitat tinggi. Jika nilai indeks kesamaan jenis Jaccard (Cj) mendekati 0 menunjukkan tingkat kesamaan jenis antar habitat rendah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Hutan Lindung Angke Kapuk Menurut Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 220/Kpts-II/2000 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Wilayah Provinsi DKI Jakarta, luas Hutan Lindung Angke Kapuk adalah 44.76 ha. Wilayah tersebut masuk dalam dua wilayah kelurahan, yaitu Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Berdasarkan tata batas, wilayah Hutan Lindung Angke Kapuk berbatasan dengan PT Mandara Permai (Pantai Indah Kapuk) di sebelah selatan, sebelah utara berbatasan dengan
12
Laut Jawa, sebelah barat berbatasan dengan Kali Kamal, dan sebelah timur berbatasan dengan Kali Angke dan perkampungan nelayan Muara Angke. Secara geografis Hutan Lindung Angke Kapuk terletak diantara 6°05’–6°10’ Lintang Selatan dan 106°43’–106°48 Bujur Timur. Hutan Lindung Angke Kapuk terbentang mulai dari batas Hutan Wisata Kamal sampai batas Suaka Margasatwa Muara Angke. Kondisi permukaan tanah relatif datar. Elevasi permukaan tanah di bagian selatan lebih tinggi kemudian menurun dengan kemiringan yang rendah ke arah utara sampai ke pantai, di bagian selatan ketinggian permukaan tanah permukaan tanahnya disebabkan oleh kemiringan alami, yang juga berfungsi sebagai daerah penyangga dari batas hutan. Secara keseluruhan kawasan ini dahulu merupakan daratan empang dengan sungai-sungai kecil yang bermuara di Teluk Jakarta. Umumnya, bagian utara dataran rendah ini merupakan hutan mangrove. Hutan mangrove yang kini menjadi hutan lindung merupakan pantai dari Muara Sungai Angke Kapuk sampai di sebelah timur Sungai Kamal. Semakin ke baratdaya ketinggian daratan semakin tinggi. Di bagian selatan, ketinggian tempat mencapai 5 meter di atas permukaan laut. Keadaan tanah di Hutan Lindung Angke Kapuk di bagian utara sampai dengan pantai Jawa, terdiri dari alluvial kelabu tua dan gley humus rendah. Batuan induk tanah ini berupa endapan tanah liat daratan pantai. Pada bagian selatan terdiri dari regosol cokelat yang terbentuk dari endapan pasir vulkanik, daerah ini merupakan tanah lempung berpasir dengan topografi datar. Pada bagian tenggara terdiri dari alluvial kelabu tua. Keadaan tambak rawa, sungai dan pasang surut sekitar hutan sangat mempengaruhi kondisi hidrologi kawasan Hutan Lindung Angke Kapuk. Hal ini nampak pada kondisi air yang berkadar garam 20‰–40‰. Pasang tertinggi terjadi pada bulan Juni setinggi 1.25 meter dan surut terendah setinggi 0.25 meter terjadi pada bulan Juli. Secara umum, kondisi iklim kota Jakarta termasuk kawasan Hutan Lindung Angke Kapuk memiliki iklim tropis dengan curah hujan rata-rata tahunan 2000 mm. suhu udara di Muara Angke cukup tinggi. Suhu udara maksimum berkisar 35°C dan minimum berkisar 19°C pada malam hari. Kelembaban udara maksimum mencapai 89% dan minimum 76%. Pada bulan November sampai April, kawasan ini dipengaruhi angin musim barat, sedangkan angin musim timur bertiup pada bulan Mei sampai bulan Oktober. Jenis tumbuhan didominasi oleh api-api (Avicennia sp.), hampir membentuk tegakan murni, sehingga dapat dikatakan bahwa Hutan Lindung Angke Kapuk didominasi oleh jenis api-api. Jenis tumbuhan yang dapat ditemukan di kawasn ini adalah pidada (S. alba), buta-buta (Excoecaria agallocha), dan waru laut (Hibiscus tiliaceus). Jenis bakau (Rhizophora sp.) merupakan jenis yang ditanam, baik di areal yang berdekatan dengan tambak di luar hutan lindung maupun di dalam hutan lindung. Jenis pohon lain yang ditanam adalah akasia, mahoni, dan flamboyan. Fauna yang dapat ditemui di kawasan ini antara lain adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), burung-burung seperti kuntul, cangak, camar, trinil, gajahan dan jenis reptil seperti kadal, biawak, ular, dan katak.
13
Kawasan Mangrove Tol Sedyatmo Kawasan Mangrove Tol Sedyatmo memiliki hutan mangrove dengan luas 95.5 ha. Wilayah tersebut termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pluit, Kecamatan Panjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Berdasarkan tata batas, wilayah Kawasan Mangrove jalan Tol Sedyatmo berbatasan dengan Pantai Indah Kapuk di sebelah selatan, sebelah utara berbatasan dengan Jalan Tol Soekarno-Hatta, sebelah barat berbatasan dengan Pantai Kapur Timur, dan sebelah timur berbatasan dengan Jalan Pluit Barat. Secara geografis, Kawasan Mangrove Tol Sedyatmo terletak pada 06°05’24”–06°05;35’ Lintang Selatan dan 106°46’06”–106°46’30” Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 0–1 meter di atas permukaan laut. Kawasan Delta Muara Angke berada diantara 2 anak sungai, yaitu Kali Angke di sebelah timur dan Kali Adem di sebelah barat. Geomorfologi Kawasan Mangrove Tol Sedyatmo dipengaruhi hasil endapan sungai yang mengalir di wilayah tersebut. Endapan sungai membentuk endapan alluvial pantai dengan permukaan tanah datar dan subur karena dipegaruhi oleh endapan sungai yang mengandung sedimen bahan organik dengan tekstur tanah lunak (tidak solid). Hal ini yang menyebabkan daya dukung tanah rendah dan proses intrusi air laut tinggi. Topografi pada Kawasan Mangrove Tol Sedyatmo memiliki kontur permukaan tanah yang datar. Ketinggian dari permukaan laut adalah 0–1 meter dengan kondisi air permukaan berupa payau, kolam tambak, dan rawa-rawa. Kawasan Mangrove Tol Sedyatmo merupakan delta yang diapit oleh dua anak sungai, yaitu Kali Adem dan Kali Angke. Saat curah hujan tinggi, terjadi peningkatan ketinggian pasang air yang mencapai 0.3 m/hari. Namun, saat musim kemarau panjang, air akan surut hingga ± 0.5 m/hari. Kedalaman kawasan yang berupa kolam atau tambak ini bervariasi, yakni antara 0.82 sampai 1.5 meter. Secara umum, kondisi iklim kota Jakarta termasuk Kawasan Mangrove Tol Sedyatmo memiliki iklim tropis dengan curah hujan sepanjang tahun 1 913.8– 2000 mm/tahun. Suhu udara di Kawasan Mangrove Tol Sedyatmo cukup tinggi. Suhu udara maksimum berkisar 31.4°C pada siang hari dan berkisar 25.4°C pada malam hari. Kelembaban udara rata-rata sebesar 77% dan kecepatan angin ratarata sebesar 7 knots/jam dengan arah angin yang selalu berubah-ubah sesuai musim pada tiap tahunnya. Flora di Kawasan Mangrove Tol Sedyatmo didominasi oleh jenis bakau (R. mucronata), sedangkan jenis tumbuhan mangrove yang tumbuh alami di pematang-pematang tambak adalah jenis api-api (A. marina), tancang (Bruguiera sp.), pedada (S. alba), dan Nypa fruticans. Di samping itu, ditemukan pula jenis fauna di kawasan tersebut, antara lain burung air seperti pucuk padi (Phalacrocorax niger), cangak laut (Ardea sumatrana), bambangan merah (Ixobrychus cinnamomeus), raja udang meninting (Alcedo meninting), dan reptil, yaitu kadal (Mabuya multifasciata), katak (Polypedates leucomystax), kodok (Limnonectes macrodan), dan biawak (Varanus rudicollis).
14
Hasil
Komposisi Tegakan dan Keanekaragaman Jenis Mangrove
Dominansi Jenis Jens-jenis pohon mangrove yang ditemukan berdasarkan hasil analisis vegetasi pada tiga tipe tegakan yakni tegakan monokultur A. marina (A) dan tegakan campuran A. marina dan R. mucronata (B) yang berada di hutan lindung Angke Kapuk, serta tegakan campuran S. alba dan R. mucronata (C) yang berada di Kawasan Mangrove Tol Sedyatmo disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Indeks Nilai Penting jenis mangrove untuk setiap tingkat pertumbuhan di lokasi penelitian Tingkat Pertumbuhan
Indeks Nilai Penting (%)
Pohon Pancang
A A. marina (300%) A. marina (200%)
Semai
A. marina (200%)
B A. marina (300%) A. marina (123.34%) R. mucronata (76.66%) A. marina (113.29%) R. mucronata (86.71%)
C S. alba (300 %) S. alba (114.5 %) R. mucronata (85.5 %) S. alba (200 %)
A=tegakan monokultur A. marina; B=tegakan campuran A. marina dan R. mucronata; C=tegakan campuran S. alba dan R. mucronata
Tabel 1 menunjukkan bahwa tipe tegakan A pada tingkat pohon, pancang, dan semai didominasi oleh jenis A. marina. Tipe tegakan B pada tingkat pohon, pancang, dan semai didominasi oleh jenis A. marina, sedangkan pada tingkat semai dan pancang ditemukan jenis kodominan yaitu R. mucronata. Tipe tegakan C pada tingkat pohon, pancang, dan semai didominasi oleh jenis S. alba, sedangkan pada tingkat pancang ditemukan jenis kodominan yaitu R. mucronata.
Kerapatan Tegakan pada Setiap Tipe Tegakan Mangrove Nilai kerapatan untuk berbagai tingkat pertumbuhan dari hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2.
15
Tabel 2 Nilai kerapatan pada setiap tingkat pertumbuhan di berbagai tipe tegakan mangrove di lokasi penelitian Tegakan A
B
C
Tingkat Pertumbuhan Pohon Pancang Semai Pohon Pancang Semai Pohon Pancang Semai
Kerapatan (ind/ha) 462.50 2 500.00 4 687.50 112.50 7 000.00 19 062.50 712.50 1 100.00 12 500.00
A=tegakan monokultur A. marina; B=tegakan campuran A. marina dan R. mucronata; C=tegakan campuran S. alba dan R. mucronata
Tabel 2 menjelaskan bahwa pada tipe tegakan A, B, dan C kerapatan tertinggi terdapat pada tingkat pertumbuhan semai dan kerapatan jenis terendah terdapat pada tingkat pohon. Semakin besar ukuran diameter batang, maka semakin berkurang jumlah individunya.
Keanekaragaman Jenis Mangrove Keanekaragaman jenis mangrove tertinggi terdapat pada tegakan B sebesar 0.62 dan tertinggi kedua terdapat pada tegakan C sebesar 0.29. Tegakan A nilai keanekaragaman jenis mangrove bernilai nol dikarenakan hanya terdapat satu jenis mangrove yang terdapat pada tegakan tersebut. Hasil analisis indeks Keanekaragaman jenis mangrove disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Nilai indeks keanekaragaman jenis mangrove pada berbagai tipe tegakan di lokasi penelitian Tegakan A B C
H' 0.00 0.62 0.29
A=tegakan monokultur A. marina; B=tegakan campuran A. marina dan R. mucronata; C=tegakan campuran S. alba dan R. mucronata
Komposisi, Kelimpahan, dan Keanekaragaman Serangga
Komposisi dan Kelimpahan Serangga pada Setiap Tipe Tegakan Mangrove Komposisi dan kelimpahan serangga dari tiga tipe tegakan disusun oleh 10 ordo dan 55 famili dengan total kelimpahan sebanyak 145 658 individu/ha.
16
Contoh serangga yang tertangkap dengan metode yellow pan trap dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 5. A
BB
CC
ED
FE
GF
Gambar 5 Serangga yang tertangkap dengan metode yellow pan trap: (A) Pipunculidae (Diptera) 10x; (B) Psychodidae (Diptera) 20x; (C) Gryllidae (Orthoptera) 10x; (D) Miridae (Hemiptera) 10x; (E) Ephydridae (Diptera) 10x; (F) Elasmidae (Hymenoptera) 10x Data komposisi dan kelimpahan serangga berdasarkan ordo hasil pemisahan dan identifikasi pada setiap tipe tegakan di lokasi penelitian tersaji pada Tabel 4. Tabel 4 Kelimpahan serangga berdasarkan ordo di setiap tipe tegakan Ordo Coleoptera Diptera Embiidina Hemiptera Hymenoptera Lepidoptera Odonata Orthoptera Blattaria Homoptera
Kelimpahan serangga (individu/ha) A B C 366 266 500 19 032 64 367 45 699 0 67 0 3 332 66 467 432 635 5 865 0 67 33 0 33 0 132 866 2 334 0 0 1 033 66 0 0
A=tegakan monokultur A. marina; B=tegakan campuran A. marina dan R. mucronata; C=tegakan campuran S. alba dan R. mucronata
Tabel 4 memperlihatkan bahwa jumlah ordo terbanyak yaitu ditemukan pada tipe tegakan B. Komposisi dan kelimpahan serangga pada tegakan monokultur A. marina (A) disusun oleh 22 famili dan 6 ordo dengan kelimpahan serangga sebanyak 23 360 individu/ha dan pada tegakan campuran S. alba dan R. mucronata (C) disusun oleh 30 famili dan 8 ordo dengan kelimpahan serangga sebanyak 55 931 individu/ha. Komposisi dan kelimpahan serangga tertinggi terdapat pada tegakan campuran A. marina dan R. mucronata (B) disusun oleh 33 famili dan 8 ordo dengan kelimpahan serangga sebanyak 66 367 individu/ha. Pada ketiga habitat tersebut jenis serangga yang mendominasi yaitu dari ordo Diptera.
17
Tipe tegakan A dan B didominasi oleh famili Ephydridae dari ordo Diptera (Gambar 5E), sedangkan tipe tegakan C didominasi oleh famili Psychodidae dari ordo Diptera (Gambar 5B).
Keanekaragaman Serangga pada Setiap Tipe Tegakan Hasil analisis data kelimpahan indeks keanekaragaman dan kemerataan serangga pada setiap tipe tegakan mangrove yang diperoleh tersaji pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah morfospesies, nilai indeks keanekaragaman, dan indeks kemerataan serangga di setiap tipe tegakan Keterangan Jumlah morfospesies H' E5
A 29.00 1.68 0.38
Tegakan B 47.00 1.57 0.35
C 46.00 2.01 0.45
A=tegakan monokultur A. marina; B=tegakan campuran A. marina dan R. mucronata; C=tegakan campuran S. alba dan R. mucronata; H’=indeks keanekaragaman Shannon-Wiener; dan E5=indeks kemerataan modifikasi Hill’s ratio
Nilai Keanekaragaman (Diversity Index) Serangga Hasil analisis pada Tabel 5 diketahui bahwa serangga yang diperoleh pada tiga tipe tegakan mangrove mempunyai keanekaragaman jenis yang berbeda. Jumlah individu jenis tertinggi adalah pada tegakan B, tetapi nilai keanekaragaman jenis serangga (H’) tertinggi terdapat pada tegakan C sebesar 2.01. Tegakan A dan B mempunyai nilai keanekaragaman jenis serangga (H’) masing-masing adalah 1.68 dan 1.57.
Nilai Kemerataan (Evennes Index) Serangga Tabel 5 menunjukan tidak ada dominansi jenis serangga pada tegakan A, B serta C dengan besarnya nilai Evennes index (E5) dari masing-masing lokasi yang tidak bernilai nol. Namun, pada tegakan B cenderung mendekati nol, artinya ada kelompok serangga yang lebih mendominasi yaitu famili Ephrydidae dari ordo Diptera.
Nilai Kesamaan (Similarity Index) Jenis Serangga antar Tipe Tegakan Hasil analisis data untuk mengetahui tingkat kesamaan jenis serangga antara tipe tegakan mangrove dengan menggunakan rumus kesamaan Jaccard tersaji dalam Tabel 6. Hasil analisis indeks kesamaan jenis Jaccard memperlihatkan bahwa kesamaan jenis serangga antar tipe tegakan berbeda satu sama lain.
18
Tabel 6
Nilai indeks kesamaan jenis serangga antar tipe tegakan Tegakan A vs B A vs C B vs C
Similarity Index 26% 25% 21%
A=tegakan monokultur A. marina; B=tegakan campuran A. marina dan R. mucronata; C=tegakan campuran S. alba dan R. mucronata
Faktor Lingkungan Serangga Keanekaragaman dan kelimpahan serangga secara umum akan ditentukan pula oleh faktor lingkungan. Setiap jenis serangga mempunyai kesesuaian terhadap lingkungan tertentu. Oleh karena itu, faktor fisik lingkungan sangat mempengaruhi. Pengukuran faktor fisik lingkungan yang dilakukan adalah suhu dan kelembaban udara. Hasil pengukuran faktor lingkungan pada tiga tipe tegakan didapatkan data yang tersaji pada Tabel 7. Tabel 7 Kondisi rata-rata suhu dan kelembaban pada tegakan monokultur A. marina, campuran A. marina dan R. mucronata, dan campuran S. alba dan R. mucronata Kondisi Lingkungan Suhu (°C) RH (%)
A 29.67 72.00
Tipe Tegakan B 31.00 70.00
C 30.83 70.50
A=tegakan monokultur A. marina; B=tegakan campuran A. marina dan R. mucronata; C=tegakan campuran S. alba dan R. mucronata
Tabel 7 menunjukan bahwa faktor suhu dan kelembaban udara pada tegakan B lebih tinggi dibandingkan tegakan A dan C, sedangkan kelembaban udara pada tegakan A lebih tinggi dibandingkan tegakan B dan C. Kondisi lingkungan yang berbeda menyebabkan kelimpahan serangga tiap tipe tegakan berbeda.
Pembahasan Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa tipe tegakan monokultur A. marina pada tingkat pohon, pancang, dan semai didominasi oleh jenis A. marina. Tipe tegakan campuran A. marina dan R. mucronata pada tingkat pohon, pancang, dan semai didominasi oleh jenis A. marina, sedangkan pada tingkat semai dan pancang ditemukan jenis kodominan yaitu R. mucronata. Tipe tegakan campuran A. alba dan R. mucronata merupakan tegakan hasil penanaman yang didominasi oleh tumbuhan yang masih muda. Tipe tegakan campuran S. alba dan R. mucronata pada tingkat pohon, pancang, dan semai didominasi oleh jenis S. alba, sedangkan pada tingkat pancang ditemukan jenis kodominan yaitu R. mucronata. Tipe tegakan campuran S. alba dan R. mucronata merupakan tegakan yang tumbuh pada delta yang diapit oleh dua anak sungai, yaitu Kali Adem dan Kali
19
Angke. Menurut Kusmana et al. (2008), flora mangrove umumnya tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi zonasi mangrove yaitu pasang surut, tipe tanah, kadar garam dan cahaya. Kerapatan tegakan tertinggi pada tipe tegakan monokultur A. marina, tipe tegakan campuran A. marina dan R. mucronata, dan tipe tegakan campuran S. alba dan R. mucronata terdapat pada tingkat pertumbuhan semai. Tegakan campuran A. marina dan R. mucronata mempunyai nilai keanekaragaman jenis mangrove lebih tinggi dibandingkan dengan tegakan monokultur A. marina dan campuran S. alba dan R. mucronata. Komposisi serangga dengan menggunakan metode yellow-pan trap menunjukkan hasil yang berbeda pada ketiga tipe tegakan. Menurut Godfray (1994) dalam Perdana (2010), serangga ordo Hymenoptera yang terperangkap pada yellow-pan trap kemungkinan besar merupakan serangga yang bersifat tertarik terhadap warna kuning. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya, serangga yang banyak tertangkap yellowpan-trap adalah famili Ephydridae (Gambar 5E) dan Psychodidae (Gambar 5B) dari ordo Diptera. Perbedaan ini diduga karena perbedaan habitat. Komposisi serangga pada tegakan campuran A. marina dan R. mucronata lebih tinggi, baik dibandingkan dengan tegakan monokultur A. marina maupun tegakan campuran S. alba dan R. mucronata. Faktor yang mempengaruhi perbedaan komposisi serangga pada ketiga tipe tegakan tersebut antara lain adalah sifat serangga itu sendiri (misalnya cara hidup, makan, dan berkembang biak) dan faktor lingkungan dari masing-masing tegakan. Pernyataan ini dipertegas oleh Tofani (2008), komposisi dan kelimpahan jenis serangga dipengaruhi oleh kelimpahan jenis tumbuhan, baik pohon maupun tumbuhan bawah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kelimpahan tumbuhan mempengaruhi komposisi serangga pada ketiga tipe tegakan tersebut. Menurut Kahono et al. (2003), jumlah individu pada setiap ordo serangga atau kelompok serangga tertentu memiliki kecenderungan fluktuasi yang bervariasi sepanjang tahun. Fluktuasi serangga dari waktu ke waktu sangat dipengaruhi oleh dinamika lingkungannya yang terjadi di dalam hutan. Perubahan fenologi tumbuhan hutan, kondisi fisik, iklim dan cuaca dari waktu ke waktu mempengaruhi reproduksi, pertumbuhan, dan mortalitas serangga. Perubahan ini secara langsung dan tidak langsung akan menyebabkan perubahan jumlah serangga dari waktu ke waktu. Tegakan campuran A. marina dan R. mucronata mempunyai kerapatan tumbuhan dan keanekaragaman jenis mangrove lebih tinggi dibandingkan dengan tegakan monokultur A. marina dan campuran S. alba dan R. mucronata. Perbedaan komposisi jenis mangrove mempengaruhi penyediaan makanan (serasah) bagi serangga. Semakin melimpah serasah, maka semakin melimpah pula individu serangga permukaan tanah (Tofani 2008). Selain faktor lingkungan, sifat serangga (misalnya cara hidup, makan dan berkembang biak) juga memiliki peranan penting dalam menentukan keberadaan serangga pada suatu tegakan. Pada ketiga tipe tegakan, kelimpahan serangga tertinggi didominasi oleh ordo Diptera. Ordo ini dapat ditemukan di semua habitat dan makan berbagai tumbuhan. Banyak jenis Diptera sebagai pemakan cairan tumbuhan (nektar), serta cairan-cairan hewan (darah), dan pemakan zat organik
20
yang membusuk. Beberapa jenis Diptera berperan sebagai vektor penyakit manusia, predator dan polinator (Borror et al. 1996). Menurut Daly et al. (1978), larva Diptera hidup di lokasi yang lembab dan berair, jarang yang hidup di daerah kering. Jenis serangga yang mendominasi tegakan campuran A. marina dan R. mucronata dan tegakan monokultur A. marina adalah famili Ephydridae dari ordo Diptera (Gambar 5E). Famili Ephydridae merupakan lalat pantai dengan ukuran kecil sampai sangat kecil. Famili ini banyak ditemukan di daerah akuatik dan ada beberapa jenis yang hidup di air payau bahkan daerah akuatik yang mempunyai kadar garam tinggi (Borror et al. 1996). Persyaratan hidup dari famili Ephydridae sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada pada tegakan campuran A. marina dan R. mucronata serta monokultur A. marina. Kedua tipe habitat tersebut merupakan komunitas mangrove yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai, laguna, dan muara sungai yang terlindung) yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut, yang tumbuhannya toleran terhadap garam (kondisi salin) (Kusmana et al. 2008). Tegakan campuran S. alba dan R. mucronata, didominasi oleh famili Psychodidae dari ordo Diptera (Gambar 5B). Famili Psychodidae merupakan lalat berukuran kecil sampai sangat kecil dan biasanya berambut serta hidup di tempattempat teduh yang lembab. Larva dari famili ini biasanya terdapat pada bagian tumbuh-tumbuhan yang membusuk, lumpur, lumut dan air (Borror et al. 1996). Menurut hasil penelitian Rachmawati (2005), serangga tanah yang ditemukan di Hutan Lindung Angke Kapuk yaitu famili Staphylinidae dari ordo Coleoptera, famili Formicidae dari ordo Hymenoptera dan famili Dolichopodidae yang ditemukan dalam bentuk larva dari ordo Diptera. Banyaknya sampah di Hutan Lindung Angke Kapuk mempengaruhi keberadaan dari famili Staphylinidae. Keanekaragaman jenis serangga dipengaruhi oleh faktor kualitas dan kuantitas makanan, antara lain banyaknya tanaman inang yang cocok, kerapatan tanaman inang, umur tanaman inang, dan komposisi tegakan (Suratmo 1974). Hasil analisis indeks keanekaragaman jenis serangga menunjukkan bahwa tegakan campuran S. alba dan R. mucronata mempunyai nilai indeks keanekaragaman tertinggi dibandingkan tegakan monokultur A. marina dan tegakan campuran A. marina dan R. mucronata. Hasil ini menunjukan bahwa banyaknya jumlah individu serangga yang tertangkap pada tiga habitat tersebut tidak diikuti dengan tingginya indeks keragaman jenis Shannon-wiener. Hal ini disebabkan dalam perhitungan indeks keanekaragaman jenis tidak hanya jumlah individu yang menentukan besarnya nilai indeks, tetapi kekayaan jenis juga sangat menentukan. Nilai indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener (H’) dipengaruhi oleh kemerataan jenis dalam suatu komunitas. Nilai kemerataan jenis cenderung rendah bila komunitas tersebut didomninasi oleh satu jenis saja (Magurran 1988). Menurut Ludwig dan Reynolds (1988), H’ maksimum hanya ketika semua jenis (jumlah total jenis dalam komunitas) diwakili oleh jumlah individu yang sama, yang merupakan distribusi kelimpahan yang sempurna. Berdasarkan hasil penelitian Perdana (2010) yang meneliti serangga Hymenoptera (khususnya parasitoid) pada areal persawahan, kebun sayur, dan hutan di daerah Bogor, lahan hutan mempunyai total jumlah individu lebih tinggi
21
dibandingkan sawah dan kebun sayur, namun nilai indeks keanekaragaman jenis serangga paling tinggi habitat kebun sayur (Tabel 8). Tabel 8 Jumlah individu, jumlah famili, dan indeks keanekaragaman Hymenoptera di tiga lokasi pengamatan Peubah
Sawah Jumlah individu 386.00 Jumlah famili 20.00 H' 2.01 H’=indeks keanekaragaman jenis serangga
Lokasi Kebun sayur 496.00 22.00 2.42
Hutan 615.00 26.00 2.32
Total 1 497.00 32.00
Sumber : Perdana (2010)
Menurut Soegianto (1994) diacu dalam Perdana (2010), suatu komunitas dapat dikatakan mempunyai nilai keanekaragaman jenis tinggi jika pada komunitas tersebut terdapat serangga dengan tingkat kelimpahan jenis yang seimbang atau hampir sama. Namun jika pada suatu komunitas terdapat banyak jenis dan beberapa jenis saja yang dominan, maka nilai keanekaragaman jenis akan menurun. Keanekaragaman jenis akan berubah dan berbeda seiring berjalannya waktu dan terjadi alih fungsi dari tempat tersebut. Jumlah morfospesies dan individu serangga tertinggi adalah pada tegakan campuran A. marina dan R. mucronata (Tabel 5). Kondisi ini didukung oleh faktor lingkungan. Hasil analisis vegetasi untuk ketiga tipe habitat menunjukkan nilai kerapatan tegakan yang cukup tinggi terdapat pada tegakan campuran A. marina dan R. mucronata, kondisi ini akan mempengaruhi sumber makanan untuk serangga. Tegakan campuran A. marina dan R. mucronata mempunyai nilai keanekaragaman jenis mangrove lebih tinggi dibandingkan tegakan monokultur A. marina dan tegakan campuran S. alba dan R. mucronata. Menurut Latumahina dan Anggraeni (2010), jumlah jenis dan individu serangga ordo Coleoptera di hutan lindung Sirimau dipengaruhi oleh jumlah individu dan jenis serta keanekaragaman vegetasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa jenis serangga yang ditemukan pada ketiga tipe tegakan mempunyai penyebaran yang merata. Hal ini ditunjukkan oleh nilai evenness index dari masing-masing tegakan yang tidak bernilai nol. Namun, pada tegakan campuran A. marina dan R. mucronata cenderung mendekati nol, yaitu sebesar 0.35 yang artinya ada kelompok serangga yang lebih mendominasi pada tegakan tersebut yaitu famili Ephrydidae dari ordo Diptera (Gambar 5E). Kemerataan jenis ini didukung oleh kondisi dari masing-masing tegakan (tersedianya sumber makanan untuk hidup serangga) dan kondisi serangga itu sendiri (misalnya cara makan dan hidup). Nilai kemerataan menunjukkan pola sebaran suatu spesies dalam suatu komunitas, semakin besar nilainya maka akan semakin seimbang pola sebaran suatu jenis di dalam komunitas, dan sebaliknya (Perdana 2010). Tingkat kesamaan jenis antar tegakan dapat dikatakan rendah, dikarenakan nilai indeks kesamaan jenis (Jaccard index) mendekati nol. Kerapatan tegakan dan kondisi tegakan menyebabkan kelimpahan dan keanekaragaman serangga yang berbeda. Hal ini menunjukan adanya hubungan yang erat antara serangga dengan kerapatan tegakan dan kondisi tegakan. Menurut Haneda (2004) yang
22
meneliti komunitas serangga pada tiga habitat di Hutan Simpan Sungai Lalang yaitu pada habitat hutan primer, hutan bekas tebangan berumur lima tahun, dan hutan bekas tebangan berumur sepuluh tahun menjelaskan bahwa komposisi ordo Hymenoptera dan Diptera yang tertangkap dengan metode yellow-pan trap dari kedua habitat yaitu hutan primer dan hutan bekas tebangan berumur sepuluh tahun mempunyai nilai kesamaan jenis serangga lebih tinggi dibandingkan dengan hutan bekas tebangan berumur lima tahun. Hal ini disebabkan adanya perbedaan habitat, yaitu pada hutan bekas tebangan berumur lima tahun dipengaruhi oleh curah hujan dan semak belukar, pada hutan bekas tebangan berumur sepuluh tahun dipengaruhi oleh curah hujan dan kedalaman serasah, serta pada hutan primer dipengaruhi oleh curah hujan, semak belukar, tumbuhan bawah, dan kedalaman serasah. Kondisi habitat mempengaruhi kehidupan serangga. Menurut Tarumingkeng (1991), keadaan lingkungan hidup mempengaruhi keanekaragaman bentuk-bentuk hayati dan banyaknya jenis makhluk hidup (biodiversitas) dan sebaliknya, keanekaragaman dan banyaknya makhluk hidup juga menentukan keadaan suatu lingkungan. Perkembangan serangga dipengaruhi oleh faktor lingkungan habitatnya. Faktor lingkungan pada suatu habitat mempunyai pengaruh yang berbeda pada setiap jenis serangga. Menurut Wolda (1978) dalam Kahono dan Noerdjito (2001), banyak jenis serangga yang populasinya berfluktuasi seirama dengan perubahan curah hujan tetapi beberapa jenis yang lainnya tidak seirama atau berbalikan. Suhu berpengaruh terhadap aktivitas serangga, penyebaran geografis dan lokal, serta perkembangan. Kelembaban mempengaruhi penguapan cairan tubuh serangga dan pemilihan habitat yang cocok. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa suhu pada ketiga tipe tegakan berada pada kisaran suhu optimal serangga. Hal yang sama pada hasil pengukuran kelembaban, pada ketiga tipe tegakan mendekati kisaran kelembaban optimal serangga. Faktor lingkungan (suhu dan kelembaban) akan terlihat pengaruhnya terhadap kelimpahan dan keanekaragaman serangga jika pengambilan sampel dilakukan dengan waktu yang lama dan pada musim yang berbeda. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ruslan dan Noor (2007) diacu dalam Tofani (2008), Formicidae dan Nitidulidae akan banyak ditemukan pada permukaan tanah pada musim kemarau, sedangkan famili Formicidae dan Tenebrionidae yang akan lebih banyak ditemukan di permukaan tanah pada musim hujan. Menurut hasil penelitian Haneda (2004) dengan menggunakan metode yellow-pan trap menunjukkan bahwa musim sangat berpengaruh terhadap keberadaan serangga. Pada hutan bekas tebangan berumur lima tahun ordo Collembola, Diptera dan Hymenoptera melimpah pada musim kering (April-Juli), sedangkan ordo Coleoptera melimpah pada musim hujan (Oktober) dan pada hutan tebangan berumur sepuluh tahun serta hutan primer ordo Collembola, Coleoptera dan Hymenoptera banyak ditemukan pada musim kering (April-Juli) sedangkan Diptera jumlahnya melimpah pada musim hujan (Oktober).