IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. ASPEK FISIKO-KIMIA SELAMA PENYIMPANAN 1. Persen Kerusakan Persen kerusakan menyatakan persentase jumlah buah yang rusak setiap pengamatan. Semakin lama penyimpanan, jumlah buah yang rusak meningkat baik pada penyimpanan suhu 15ºC, 22ºC dan suhu ruang (31ºC) seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Pesentase kerusakan yang terjadi pada penyimpanan suhu 15ºC (RH 85-90%), lebih rendah daripada penyimpanan suhu 22ºC (RH 65-66%) dan 31ºC (RH 67-72%). Penyimpanan pada suhu rendah menyebabkan aktivitas metabolisme
menjadi berkurang dan
perubahan kimia berlangsung lambat. Tabel 3 Persen kerusakan (%) salak Pondoh selama penyimpanan Perlakuan T1A T1B T1C T1D T2A T2B T2C T2D T3K
0 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a
5 0,00a 0,00a 0,00 a 0,00a 0,00a 0,00a 4,17a 0,00a 18,75a
Masa simpan (hari) 10 15 20 a a 0,00 8,33 10,42a 0,00a 8,33a 8,33a a ab 0,00 16,67 16,67a 0,00a 12,50a 62,50a a bc 8,33 37,50 50,00a 0,00 a 16,67 ab 47,92a a cd 8,33 54,17 66,67a 31,25b 75,00d c 43,75 100,00e
25 22,92a 25,00a 35,42a
30 45,83a 43,75a 47,92a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (α=0,05)
Keterangan : T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 22ºC T3K = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 31ºC
Salak Pondoh perlakuan kontrol pada suhu 31ºC mulai mengalami kerusakan pada penyimpanan hari ke-5. Jenis kerusakan yang ditemui selama
21
penyimpanan adalah kulit buah ditumbuhi mikroba dan busuk (Gambar 6ab), perubahan warna coklat dan berair pada daging buah (Gambar 6c), serta kulit buah kisut dan kering (Gambar 6d). Kerusakan buah salak Pondoh seperti berjamur, busuk, daging buah menjadi lunak, berair disertai bau menyengat disebabkan oleh kontaminasi mikrobia, sedangkan kulit buah salak Pondoh menjadi kisut dan kering disebabkan penurunan kandungan air dan kelembaban kulit selama penyimpanan. Hal ini didukung dengan semakin menurunnya nilai kadar air kulit.
a
b
c
d
Gambar 6 Beberapa gejala kerusakan pada buah Salak Pondoh selama penyimpanan (a) kulit buah ditumbuhi mikroba (warna hitam dan kuning) dan busuk, (b) kulit buah ditumbuhi mikroba (warna putih) dan busuk, (c) daging buah busuk lunak dan berair, (d) kulit buah kisut dan kering. Salak Pondoh yang mendapat perlakuan pencelupan dalam ekstrak lengkuas 5% yang disimpan pada suhu 15ºC dan 22ºC mulai ditumbuhi mikroorganisme pada hari penyimpanan ke-15 sedangkan perlakuan kontrol tanpa pencelupan dalam ekstrak lengkuas (0%) dan pencelupan dalam 10% pada penyimpanan suhu 22ºC mulai ditumbuhi mikroorganisme pada hari penyimpanan ke-5 dengan nilai persentase kerusakan berturut-turut adalah 4,17% dan 18,75. Hal ini diduga disebabkan adanya kontaminasi mikroba penyebab kerusakan buah saat melakukan proses pencelupan salak Pondoh dalam larutan ekstrak lengkuas atau antimikroba yang terdapat pada ekstrak lengkuas hanya mampu atau efektif menahan mikroorganisme sampai 15 hari penyimpanan. Munculnya mikroba juga dapat disebabkan oleh kondisi ruang penyimpanan yang kurang bersih atau steril.
22
Menurut Kusumo et al. (1995), jamur yang menyerang buah salak adalah Ceratocystis paradoxa yang berwarna hitam atau Fusarium sp. yang berwarna putih sedangkan busuk lunak dan berair oleh patogen Thielaviopsis sp yang menyebabkan daging buah berwarna coklat ( Murtiningsih et al., 1996). Gejala busuk buah oleh Fusarium sp. yaitu pada bagian kulit buah yang luka atau lenti sel mula-mula terbentuk noda kecil warna cokelat, bentuk bulat dengan batas yang tidak jelas antara bagian yang sakit dan sehat. Noda ini cepat sekali meluas dan daging buah dibawahnya menjadi busuk. Pada kulit buah yang busuk dan berwarna cokelat segera terbentuk miselium jamur warna putih seperti kapas dan yang dapat meliputi seluruh permukaan buah hanya dalam waktu 6-7 hari (Martoredjo, 2009). Gejala busuk oleh Ceratocystis paradoxa yaitu pada pangkal buah terjadi gejala kebasahan, garis hitam pada bagian yang luka atau lecet. Bagian buah ini menjadi hitam dan meluas seiring dengan perluasan pembusukan. Pertumbuhan jamur yang berwarna putih sampai abu-abu menimbulkan bau harum karena terbentuknya etil asetat (Soesanto, 2006). Persen kerusakan salak Pondoh perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC (8,33%) lebih rendah dibandingkan salak Pondoh yang dicelupkan dalam larutan ekstrak lengkuas 0% (10,42%) dan 10% (16,67%) pada penyimpanan hari ke-20 (Tabel 3). Adanya kandungan senyawa antimikroba yang terlalu tinggi dalam ekstrak lengkuas 10% dapat merusak
jaringan sel buah, sehingga buah menjadi lebih
mudah
terkontaminasi oleh mikrobia dan menjadi cepat busuk. Sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perlakuan pencelupan dalam ekstrak lengkuas, suhu dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap persen kerusakan salak Pondoh pada penyimpanan hari ke-10 dan hari ke-15. Uji lanjut Duncan (Tabel 3) menunjukkan bahwa buah salak Pondoh perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pencelupan buah dalam larutan ekstrak lengkuas 5% mampu menghambat infeksi mikrobiologis penyebab kebusukan hingga 10 hari lebih lama dari kontrol (perlakuan kontrol busuk pada hari ke-5). Adanya senyawa fenol
23
dalam ekstrak lengkuas menyebabkan lisis pada sel mikroba sehingga racun dapat masuk ke dalam sel dan menyebabkan kebocoran kandungan metabolit esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba, setelah berada di dalam sel fenol akan merusak sistem kerja sel. Pengemasan berforasi mampu menghambat proses respirasi dan transpirasi sehingga dapat menekan perubahan sifat fisiko-kimia yang berujung pada kerusakan atau kebusukan buah. Penyimpanan pada suhu 15ᵒC dapat mengurangi laju pembusukan buah dengan cara menghambat pertumbuhan organisme penyebabnya dan mempertahankan kualitas salak pondoh yang disimpan. Pertumbuhan organisme perusak dapat diperlambat pada suhu penyimpanan rendah, namun komoditas segar berangsur-angsur kehilangan resistensi alaminya terhadap pertumbuhan organisme perusak. Oleh karena itu lamanya umur simpan ditentukan oleh interaksi oleh senensensi alami (kehilangan kualitas), pertumbuhan organisme perubahan dan kepekaan terhadap cacat suhu dingin (Tranggono dan Sutardi, 1990).
Tabel 4. Umur simpan buah salak Pondoh Perlakuan T1A T1B T1C T1D T2A T2B T2C T2D T3K
Umur simpan (hari) Mutu A 19 21 13 14 10 13 10 8 3
Keterangan : T1A = Ekstrak Lengkuas 0%, suhu 15ºC T1B = Ekstrak Lengkuas 5%, suhu 15ºC T1C = Ekstrak Lengkuas 10%, suhu 15ºC T1D = Kontrol, suhu 15ºC T2A = Ekstrak Lengkuas 0%, suhu 22ºC T2B = Ekstrak Lengkuas 5%, suhu 22ºC T2C = Ekstrak Lengkuas 10%, suhu 22ºC T2D = Kontrol, suhu 22ºC T3K = Kontrol, suhu 31ºC
Umur simpan buah salak Pondoh ditentukan dengan metode interpolasi dari data persentase kerusakan seperti pada Tabel 3. Batasan toleransi kerusakan merujuk pada SNI No. 3167 tahun 2009 yakni maksimal sebesar 10%. Perlakuan pencelupan dalam ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15°C (Tabel 4) dapat memperpanjang umur simpan buah salak Pondoh segar sampai 21 hari (7 hari lebih panjang) daripada
24
kontrol suhu 15°C. Kombinasi perlakuan pencelupan dalam ekstrak lengkuas 5%, pengemasan dan penyimpanan pada suhu 15°C dapat memperpanjang umur simpan buah salak Pondoh 18 hari lebih panjang daripada kontrol MA (modified atmosphere) pada suhu ruang (31°C) yang hanya mampu bertahan sampai pada penyimpanan hari ke-3. Pencelupan dalam ekstrak lengkuas 5% selain dapat mencegah pembusukan oleh mikroba, juga dapat mempertahankan tampilan buah salak Pondoh. Salak Pondoh terlihat lebih segar, kadar air kulit buah tetap terjaga sehingga memudahkan dalam proses pengupasan kulit dibandingkan kontrol.
2. Susut Bobot Tabel 5 Persen susut bobot (%) salak Pondoh selama penyimpanan Perlakuan T1A T1B T1C T1D T2A T2B T2C T2D T3K
0 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a
5 0,15b 0,16b 0,08a 6,25c 0,43c 0,45c 0,43c 13,33f 9,68e
Masa simpan (hari) 10 15 20 a ab 0,26 0,50 0,56b a b 0,26 0,38 0,55b 0,24a 0,23a 0,35a 9,38c 10,94d 12,50d b c 0,79 1,57 2,30c 0,79b 1,57c 2,16c 0,81b 1,63c 2,36c c e 16,67 20,93 14,52d 20,97e
25 0,83a 0,79a 0,80a
30 1,64a 1,24a 1,24a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (α=0,05)
Keterangan : T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 22ºC T3K = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 31ºC
Persentase susut bobot buah salak Pondoh mengalami peningkatan selama penyimpaan (Tabel 5). Semakin tinggi persentase susut bobot salak
25
Pondoh, kehilangan bobot akan semakin tinggi sehingga bobot salak Pondoh akan berkurang. Susut bobot salak Pondoh yang disimpan pada suhu 31°C lebih tinggi daripada suhu 22°C dan 15°C. Suhu rendah dapat menekan laju metabolisme seperti respirasi dan mengurangi laju pembusukan buah dengan cara menghambat pertumbuhan mikroorganisme penyebabnya. Selain itu, suhu rendah juga dapat menghambat laju pemasakan buah. Kelembaban udara relatif (RH) yang lebih rendah pada suhu 31°C yaitu 67-72% berperan dalam mempercepat terjadinya transpirasi. Menurut Ryall dan Lipton (1983) bahwa pada RH tinggi kehilangan air (transpirasi) pada buah dan sayuran lebih rendah dibanding pada RH rendah pada suhu yang sama, sehingga faktor kelembaban udara ruangan juga berperan dalam terjadinya susut bobot. Salak pondoh yang mendapat perlakuan pencelupan dalam ekstrak lengkuas 5% memiliki persentase susut bobot terendah dibandingkan kontrol pada penyimpanan suhu 15°C dan 22°C. Besarnya susut bobot yang terjadi sebanding dengan proses transpirasi dan respirasi.
Respirasi dapat
menyebabkan susut bobot karena terjadi pembakaran gula atau subsrat lain seperti lemak dan protein yang diubah menjadi gas CO2, uap air, serta energi. Hasil samping respirasi yang berupa gas hilang menguap (Wills, 1981). Proses transpirasi merupakan kehilangan air karena evaporasi. Evaporasi tinggi karena adanya perbedaan tekanan air diluar dan didalam salak Pondoh. Tekanan air didalam bahan lebih tinggi dibanding diluar bahan sehingga uap air akan keluar dari bahan. Berkurangnya kandungan air dalam salak Pondoh menyebabkan bobot salak Pondoh berkurang. Sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan perlakuan pencelupan dalam ekstrak lengkuas, suhu dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap susut bobot salak Pondoh pada penyimpanan hari ke5, hari ke-10, hari ke-15 dan hari ke-20. Uji lanjut Duncan (Lampiran 8) menunjukkan bahwa buah salak Pondoh dengan perlakuan pencelupan dalam ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pencelupan dalam ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC dapat menekan susut bobot hingga 95,6% (susut bobot pada
26
kontrol sebesar 12,5%) pada penyimpanan hari ke-20. Hal ini disebabkan oleh adanya senyawa fenolik yang larut air pada lengkuas. Ekstrak aqueos lengkuas, diperkirakan mengandung senyawa fenolik seperti asam fenolat, turunan dehidrosinamat, dan flavonoid (Duke, 1994 didalam Rahayu, 1999). Pengemasan perforasi dapat mempercepat pertukaran udara didalam kemasan dan berfungsi sebagai barir terhadap CO2, O2 dan air.
Kontrol tanpa
pengemasan dan pencelupan dalam ekstrak lengkuas dapat mempercepat respirasi buah dan hilangnya air dalam buah. Penguapan buah akan dipercepat sehingga air yang ditampung di dalam sel atau ruang antar-sel meningkat, akibatnya air akan dilepas ke udara dan sel akan kehilangan air. Hal ini akan meningkatkan kelembaban lingkungan simpan dan akan memacu infeksi oleh mikroorganisme. Persen susut bobot tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 20,93% dan terendah pada perlakuan pencelupan dalam ekstrak lengkuas 5% sebesar 1,57% pada penyimpanan hari ke-15 (suhu 22ºC), sedangkan pada penyimpanan hari ke-30 (suhu 15ºC) persen susut bobot tertinggi juga terdapat pada perlakuan ekstrak lengkuas 0% (T1A) sebesar 1,64% dan terendah pada perlakuan ekstrak lengkuas 5% sebesar 1,24%. Menurut Pantastico et al. (1986), produk hortikultura (sayuran dan buah-buahan) dianggap tidak layak dipasarkan bila mengalami susut bobot sekitar 5-10%. Salak Pondoh masih layak dipasarkan sampai 30 hari untuk perlakuan pencelupan dalam ekstrak lengkuas dan penyimpanan pada suhu rendah (15°C dan 22°C ) karena susut bobot salak Pondoh masih kurang dari 5%.
3. Kekerasan Grafik (Gambar 7) menunjukkan nilai kekerasan yang terbaca pada alat. Nilai kekerasan ini menunjukkan sejauh mana (jarak) probe cone (jarum penetro) menembus bahan. Semakin dalam jarum penetro menembus bahan maka nilai kekerasan yang terbaca akan semakin tinggi yang berarti buah salak Pondoh semakin lunak.
27
(a)
(b) Keterangan : T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 22ºC T3K = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 31ºC
Gambar 7 Grafik Perubahan kekerasan kulit (a) dan kekerasan daging buah (b) Salak Pondoh Selama Penyimpanan. Nilai kekerasan kulit buah salak Pondoh berkisar antara 0,3 – 3,11 mm/150 gram/10 detik, sedangkan nilai kekerasan daging buah berkisar antara 7,7 – 12,1 mm/150 gram/10 detik.
28
Salak Pondoh perlakuan kontrol dan penyimpanan pada suhu 22°C memiliki nilai kekerasan daging buah tertinggi setelah disimpan selama 15 hari, yaitu 12,1 mm/150g/10 det dan nilai kekerasan terendah, yaitu pada perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC sebesar 8,9 mm/150g/10 det. Selama pematangan, terjadi degrasasi pektin yang tidak larut air (protopektin) dan berubah menjadi pektin yang larut dalam air mengakibatkan terjadinya penurunan kekerasan pada buah salak pondoh selama penyimpanan. Salak
Pondoh
dengan
perlakuan
ekstrak
lengkuas
5%
dan
penyimpanan pada suhu 15ºC memiliki nilai kekerasan kulit tertinggi pada penyimpanan hari ke-15 hari, yaitu 2,05 mm/150g/10 det dan nilai kekerasan terendah, yaitu pada perlakuan kontrol dan penyimpanan pada suhu 22°C sebesar 0,31 mm/150g/10 det (Gambar 7). Penurunan kandungan air di dalam kulit buah menyebabkan kekerasan kulit buah selama penyimpanan semakin meningkat, sehingga kulit menjadi lebih keras. Selain itu juga disebabkan laju penguapan air pada kulit lebih besar dibandingkan pada daging buah. Hasil pengamatan secara visual terhadap kekerasan juga menunjukkan terjadinya penurunan skor penilaian yang berarti terjadi penurunan kekerasan buah (buah semakin lunak) selama penyimpanan. Kekerasan buah tertinggi penyimpanan hari ke-15 adalah perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC dengan nilai rata-rata sebesar 6,48 dan terendah yang berarti buah telah menjadi lunak adalah perlakuan kontrol dan penyimpanan pada suhu 22ºC dengan nilai rata-rata sebesar 3,54 (Lampiran 15). Sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan perlakuan pencelupan dalam ekstrak lengkuas, suhu dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap kekerasan kulit salak Pondoh pada penyimpanan hari ke-5, hari ke-10 dan hari ke-15 sedangkan kekerasan daging buah salak Pondoh pada penyimpanan hari ke-15. Uji lanjut Duncan (Lampiran 9) menunjukkan buah salak Pondoh dengan perlakuan pencelupan dalam ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pencelupan dalam ekstrak lengkuas dapat memperkecil
29
kerusakan mikrobiologis sehingga dapat menekan proses metabolisme yang menyebabkan perombakan karbohidrat menjadi senyawa yang larut dalam air berkurang,
sehingga
kekerasan
buah
salak
pondoh akan
bertahan.
Terhambatnya proses transpirasi akibat pengemasan salak Pondoh dalam kantong plastik berlubang efektif mengurangi kehilangan air pada kulit buah salak Pondoh sehingga kekerasan kulit buah lebih terjaga dan lebih tinggi daripada kontrol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pantastico (1986), bahwa pelunakan buah berhubungan langsung dengan berkurangnya kadar air dalam bahan. Selain itu kekerasan dapat disebabkan karena terhambatnya proses respirasi atau metabolisme. Degradasi
komponen-komponen
dinding
sel
seperti
sellulosa,
hemiselulosa, protopektin dan pektin menyebabkan penurunan kekerasan. Pada saat buah berubah dari mentah menjadi matang terjadi degradasi senyawa pektin dan hemiselulosa yang menyebabkan buah matang lebih lunak dibandingkan buah mentah. Selama pemasakan, pektin yang tidak larut air berkurang dari 0,5% menjadi 0,2% berat basah dari pektin yang larut air meningkat, kandungan selulosa dan hemiselulosa menurun (Bennet et al, 1987; Quazi dan Freebairn, 1970), namun degradasi berlebihan akan menyebabkan tekstur buah menjadi lembek, yang mengindikasikan buah tersebut sudah mengarah pada kerusakan. Menurut Bourne (1976), pelunakan disebabkan pektin berkurang dan kehilangan kekuatannya yang disebabkan terjadinya depolimerisasi. Menurut Eskin et al. (1971), pada proses pelunakan terjadi perubahan protopektin menurut reaksi sebagai berikut: Protopektin asam pektat
α-D
asam
galakturonat.
pektin Perubahan
asam pektinat zat
pektin
ini
menyebabkan lemahnya dinding sel dan turunnya daya kohesi yang mengikat sel satu dengan yang lain (Pantastico, 1986).
4. Warna Warna merupakan salah satu faktor penting dalam menilai kualitas buah salak Pondoh. Sistem notasi warna dinyatakan dengan menggunakan sistem Hunter, yang dicirikan dengan 3 parameter yaitu L*, a* dan b*. Nilai L
30
menyatakan kecerahan yang mempunyai nilai dari 0 (hitam) dan 100 (putih). Nilai a* menyatakan warna kromatik campuran merah dan hijau. Nilai b* menyatakan warna kromatik campuran kuning biru.
(a)
(b)
Keterangan : T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 22ºC T3K = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 31ºC
Gambar 8 Grafik Perubahan tingkat kecerahan kulit (a) dan daging buah (b) salak Pondoh selama penyimpanan. Grafik (Gambar 8) menunjukkan peningkatan nilai kecerahan kulit buah dan penurunan nilai kecerahan daging buah. Nilai L kulit salak Pondoh berkisar antara 31,94 – 41,84 dan nilai L daging buah berkisar antara 78,54 –
31
81,58. Peningkatan nilai kecerahan kulit buah terbesar pada hari ke-30, yaitu pada buah salak Pondoh perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC dan penurunan nilai kecerahan daging buah terbesar, yaitu pada buah salak Pondoh perlakuan ekstrak lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC. Perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC mempunyai nilai kecerahan kulit sebesar 37,13 dan nilai kecerahan daging buah 80,46 pada penyimpanan hari ke-20. Nilai kecerahan ini lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC sebesar 31,89 untuk kecerahan kulit dan sebesar 78,54 untuk kecerahan daging buah. Nilai kecerahan kulit dan daging buah yang rendah pada perlakuan kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC disebabkan pada kulit buah terdapat spot hitam yang menandakan buah busuk atau rusak. Spot ini menyebabkan daging buah berwarna kecoklatan. Berkaitan dengan pencoklatan yang terjadi pada daging buah setelah dikupas,Tranggono dan Sutardi (1989) menyatakan bahwa kondisi pencoklatan yang terjadi disebabkan enzim polifenol oksidase atau fenolase. Enzim Polyphenol Oxidase (PPO) yang terkandung dalam buah akan keluar dan berkontak dengan oksigen dari udara sehingga reaksi pencoklatan terjadi. Enzim Polyphenol Oxidase dengan bantuan oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi O-hidroksi phenol, yang selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat. (Deman, 1989). Chroma menunjukkan intensitas suatu warna. Semakin tinggi nilai chroma maka warna akan semakin kuat dikarenakan intensitas meningkat, begitu juga sebaliknya, sedangkan oHue didefinisikan sebagai warna yang terlihat pada objek atau bahan seperti : warna merah, hijau, kuning, biru dan warna lainnya (www.tintometer.com). Nilai chroma kulit berkisar antara 14,329,62 dan daging buah berkisar antara 23,66 - 28,10. Nilai oHue kulit dan daging buah berturut-turut berkisar antara 52,13 – 66,04 dan 97,63-100,37. Gambar 9 menunjukkan perubahan warna kulit dan daging buah salak Pondoh selama penyimpanan. Perubahan warna terjadi setelah penyimpanan hari ke-10. Warna kulit salak mengalami perubahan dari warna lebih gelap
32
menjadi agak cerah (jingga-kekuningan) namun perlakuan kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC tetap berwarna kelabu atau lebih gelap dibandingkan warna kulit salak perlakuan lainnya. Daging buah salak mengalami perubahan warna kuning pucat menjadi kelabu. Adanya pertumbuhan mikroorganisme atau pembusukan dan memar pada daging buah menyebabkan warna menjadi kelabu atau kecoklatan.
Hari ke-0
Hari ke-10
Hari ke-20
Hari ke-30
(a)
Hari Ke-0
Hari Ke-10
Hari Ke-20
Hari Ke-30
(b)
Keterangan :
Ekstrak Lengkuas 5% (Suhu 22ᵒC) Ekstrak Lengkuas 5% (Suhu 15ᵒC) Kontrol (Suhu 22ᵒC)
Kontrol (Suhu 31ᵒC) Kontrol (Suhu 15ᵒC)
Gambar 9 Perubahan warna kulit (a) dan warna daging buah (b) salak Pondoh selama penyimpanan. Perlakuan Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC memiliki nilai chroma dan ᵒHue kulit terbesar pada penyimpanan hari ke-10 berturutturut yaitu sebesar 25,79 dan 63,34, dan terendah adalah perlakuan Kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC berturut-turut sebesar 16,45 dan 33,39.
33
Nilai Chroma dan °Hue perlakuan kontrol dan penyimpanan pada suhu 22ºC lebih tinggi daripada perlakuan kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC. Hal ini menunjukkan bahwa warna kulit salak pondoh yang disimpan pada suhu 22ºC lebih gelap daripada salak pada penyimpanan suhu 15ºC. Perubahan warna kulit menjadi lebih gelap disebabkan kandungan pigmen anthocianin yang tinggi. Pigmen anthocianin (flavonoid) menyebabkan warna buah menjadi merah, ungu dan biru. Menurut Winarno (2002a), apabila konsentrasi anthocianin sangat tinggi maka warna menjadi ungu pekat atau malahan menjadi hitam. Warna yang disebabkan oleh adanya anthocianin dipengaruhi oleh konsentrasi anthocianin dalam buah, pH dari media atau adanya pigmen lain. Selama penyimpanan, warna kulit salak Pondoh mengalami perubahan dari lebih gelap menjadi agak cerah (jingga-kekuningan). Perubahan ini disebabkan adanya pigmen karotenoid. Pada dasarnya ada dua jenis karotenoid yaitu β-karoten dan xantofil. β-karoten menyebabkan buah berwarna merah sedangkan xantofil menyebabkan buah berwarna kuning. Selama proses pematangan, jumlah xantofil akan menurun dan jumlah βkaroten akan meningkat (Winarno, 2002a). Karotenoid merupakan senyawa stabil dan tetap ada dalam jaringan bahkan saat senesenpun terjadi.Warna daging buah salak pondoh mengalami perubahan menjadi kelabu atau kecoklatan selama penyimpanan. Proses pencoklatan mula-mula terjadi pada bagian pangkal yang memar atau rusak saat pengupasan kulit, sehingga merangsang pencoklatan menyebar ke bagian lain. Pada daerah ini jaringan permukaan daging tidak kompak seperti bagian lain atau bahkan sel-selnya terbuka. Noda coklat juga mudah terjadi di daerah dimana terdapat luka atau memar, yang mungkin terjadi selama proses penyiapan. Pengupasan kulit salak pondoh juga memperluas kontak buah dengan oksigen udara, sehingga aktifitas enzim fenolase makin tinggi. Warna coklat timbul karena terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis akibat terjadinya oksidasi. Buah salak mengandung senyawa poliphenol dalam bentuk tanin. Menurut Winarno (2002b), reaksi pencoklatan terjadi akibat oksigen dapat berhubungan langsung dengan poliphenol dengan dikatalisa oleh enzim poliphenol oksidase
34
membentuk senyawa melanin berwarna coklat. Oksigen dapat berhubungan dengan poliphenol bila terdapat sel atau jaringan yang terbuka akibat luka.
5. Kadar air
(a)
(b) Keterangan : T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 22ºC T3K = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 31ºC
Gambar 10 Grafik Perubahan kadar air kulit (a) dan kadar air daging buah (b) Salak Pondoh Selama Penyimpanan.
35
Kadar
air
daging
buah
salak
Pondoh selama
penyimpanan
menunjukkan peningkatan sedangkan kadar air kulit cenderung tetap. Grafik (Gambar 10) menunjukkan salak Pondoh kontrol pada penyimpanan suhu 22ᵒC mengalami penurunan kadar air kulit tertinggi sebesar 79,94% (dari 69,93% menjadi 14,59%) setelah penyimpanan selama 20. Hal ini mengakibatkan kulit buah salak Pondoh menjadi kering, sangat sulit dikupas dan tidak layak konsumsi. Transpirasi menyebabkan penurunan kadar air kulit. Peningkatan kadar air kulit salak Pondoh tertinggi yaitu dengan perlakuan pencelupan dalam ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ᵒC sebesar 9,29% (dari 69,93% menjadi 77,09%) setelah disimpan selama 30 hari dan terendah yaitu perlakuan pencelupan dalam ekstrak lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ᵒC sebesar 5,35% (dari 69,93 menjadi 73,88%). Pencelupan salak Pondoh ke dalam ekstrak lengkuas 5% dapat mempertahankan kelembaban kulit. Sehingga meskipun buah disimpan pada suhu tinggi dengan RH yang rendah, kadar air kulit masih terjaga. Kadar air daging buah salak Pondoh perlakuan kontrol dan penyimpanan pada suhu 22ºC mengalami peningkatan sebesar 2,67% (dari 78,14 % menjadi 80,28%) setelah penyimpanan 5 hari dan mengalami penurunan sebesar 2,76% (dari 78,86% menjadi 76,68%) setelah penyimpanan 15 hari. Kadar air daging buah salak Pondoh tertinggi yaitu perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC sebesar 4,65% setelah disimpan selama 25 hari. Peningkatan kadar air disebabkan oleh kegiatan respirasi yang menghasilkan CO2 dan H2O lebih dominan dibandingkan dengan kegiatan transpirasi. Akibatnya air yang dihasilkan dari proses respirasi tersebut terakumulasi di dalam kemasan. Penyimpanan dalam kemasan plastik mempertahankan kelembaban dan mencegah proses transpirasi (Zagory dan Kader, 1988). Sidik ragam (Lampiran 10), konsentrasi ekstrak lengkuas, suhu dan interaksi antara kedua faktor tersebut menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap perubahan kadar air kulit pada hari ke-5, ke-10, ke-25 dan ke-30, serta terhadap kadar air daging pada hari ke-10 dan hari ke-15. Uji lanjut
36
duncan (Lampiran 10) menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pencelupan dalam ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ᵒC dapat menekan aktivitas metabolisme buah salak Pondoh seperti respirasi dan tanspirasi, selain itu juga dapat menghambat proses pembusukan oleh mikroorganisme sehingga menekan kehilangan kadar air pada buah. Transpirasi menyebabkan buah kehilangan air sehingga berpengaruh terhadap kesegaran dan kerenyahan buah. Semakin kecil transpirasi maka buah akan terlihat semakin segar dan sebaliknya. Pada suhu tinggi dan RH rendah uap air akan bergerak dari konsertasi tinggi ke konsentrasi rendah. Perbedaaan kandungan air di dalam buah dan di lingkungan atau atmosfer penyimpanan menyebabkan uap air akan bergerak keluar dari jaringan ke atmosfer. Semakin kering udara dalam ruang penyimpanan semakin cepat kehilangan air dari buah yang disimpan. Kadar air kulit berhubungan dengan kesegaran buah salak Pondoh. Berdasarkan analisa visual (Lampiran 15), kesegaran buah salak Pondoh mengalami penurunan selama penyimpanan. Perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC lebih segar dibandingkan kontrol pada penyimpanan suhu 22ºC dan 31ºC. Menurut Martoredjo (2009), suhu tinggi dapat menyebabkan terjadinya penguapan yang lebih cepat sehingga hasil tanaman menjadi cepat layu, berkerut-kerut dan mengering atau kesegaran buah berkurang. Pencelupan dalam ekstrak lengkuas dan pengemasan dapat menjaga kelembaban kulit buah salak Pondoh dan dapat mencegah kehilangan air atau transpirasi.
6. Total Padatan Terlarut Total padatan terlarut menunjukkan total gula yang terdapat pada salak Pondoh. Selama penyimpanan, untuk buah klimaterik terjadi peningkatan kadar gula, tetapi untuk buah non-klimaterik seperti salak Pondoh, perubahan kadar gula cenderung tetap atau perubahan yang terjadi cukup kecil. Gambar 11 menunjukkan total padatan terlarut salak Pondoh perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC mulai mengalami
37
peningkatan pada penyimpanan hari ke-5 dan mengalami penurunan pada hari ke-10. Peningkatan total padatan terlarut dalam buah terjadi karena pemecahan komponen-komponen yang komplek seperti polimer karbohidrat khususnya pati menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa (Paramawati 1998). Senyawa-senyawa sederhana ini mudah larut dalam air. Penurunan total padatan terlarut dapat disebabkan oleh penggunaan gula-gula sederhana sebagai substrat pada proses respirasi.
Keterangan : T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 22ºC T3K = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 31ºC
Gambar 11 Grafik Perubahan total padatan terlarut salak Pondoh.
Hasil sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan faktor konsentrasi ekstrak lengkuas, suhu dan interaksi antara kedua faktor berpengaruh nyata terhadap perubahan total padatan terlarut selain hari ke-20. Uji lanjut duncan (Lampiran 11) menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pencelupan dalam ekstrak lengkuas dan pengemasan dapat memperlambat
38
proses respirasi sehingga gula yang digunakan sebagai subsrat saat respirasi berkurang. Total padatan terlarut salak Pondoh terbesar pada hari ke-15 yaitu perlakuan Kontrol dan penyimpanan pada suhu 22ºC sebesar 20,01 obrix dan yang terendah pada perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC sebesar 16,20 obrix. Perlakuan ini tetap menunjukkan nilai total padatan terlarut terendah sampai penyimpanan hari ke-30 sebesar 16,40 obrix. Hasil pengamatan di atas didukung oleh pernyataan Pantastico (1975) bahwa selama buah-buahan masih melakukan respirasi akan melalui tiga fase yaitu pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana yang berakibat kadar gula meningkat dan dilanjutkan dengan oksidasi gula sederhana menjadi asam piruvat dan asam organik lainnya dan konsekuensinya kadar gulanya turun, selanjutnya berlangsung transformasi piruvat dan asam organik secara aerobik menjadi CO2, H2O dan energi dan pada akhirnya asam-asam organikpun turun secara nyata. Tranggono dan Sutardi (1989) menyatakan bahwa selama periode pematangan kandungan gula mengalami peningkatan, kemudian akan mengalami penurunan kembali pada saat penuaan.
7. Total Asam Grafik (Gambar 12) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan total asam salak Pondoh, namum peningkatannya cukup kecil. Nilai total asam salak Pondoh berkisar antara 0,16 sampai 0,41%. Hasil sidik ragam (Lampiran 12) menunjukkan faktor konsentrasi ekstrak lengkuas, suhu dan interaksi antara kedua faktor berpengaruh nyata terhadap perubahan total asam salak Pondoh selain hari ke-5 dan hari ke-30. Uji lanjut duncan (Lampiran 12) menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perbedaan tersebut disebabkan pencelupan dalam ekstrak lengkuas mampu menghambat pertumbuhan mikroba sehingga asam yang terbentuk semakin rendah. Buah klimaterik mengalami peningkatan kadar gula dan penurunan keasaman selama penyimpanan, tetapi untuk buah nonklimaterik seperti salak
39
Pondoh perubahan keasaman yang terjadi cukup kecil (Gambar 10). Hal ini seperti yang diutarakan Tranggono dan Sutardi (1989), pada kebanyakan buah-buahan dan sayuran, asam organik mengalami perubahan metabolik yang konstan. Keasaman total banyak buah-buahan menurun selama pematangan meskipun ada beberapa asam tertentu yang kadarnya meningkat.
Keterangan : T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 22ºC T3K = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 31ºC
Gambar 12 Grafik Perubahan total asam salak Pondoh selama penyimpanan.
Perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC menunjukkan nilai total asam terendah, yaitu sebesar 0,26% dan yang tertinggi pada perlakuan ekstrak lengkuas 0% dan 10% pada penyimpanan suhu 15ºC yaitu sebesar 0,28%. Hidrolisis pati menjadi gula-gula sederhana yang selanjutnya dikonversi menjadi asam-asam organik menyebabkan kenaikan total asam pada salak Pondoh.
Asam organik yang terbentuk dapat pula
berasal dari degradasi protein dan gula pada saat proses respirasi berlangsung. Adanya mikroba juga berperan dalam kenaikan total asam pada salak Pondoh, 40
karena mikroba dapat menghasilkan asam selama masih melakukan aktivitas metaboliknya.
8. Vitamin C Grafik (Gambar 13) menunjukkan penurunan kandungan vitamin C selama penyimpanan. Kandungan vitamin C salak Pondoh berkisar antara 28,88 – 64,31 mg per 100 gram bahan. Perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC menunjukkan kandungan vitamin C sebesar 30,38 mg per 100 gram bahan pada hari ke-30 sedangkan perlakuan ekstrak lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC menunjukkan kandungan vitamin C terendah, yaitu sebesar 28,88 mg.
Keterangan : T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 15ºC T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2D = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 22ºC T3K = Kontrol dan penyimpanan pada suhu 31ºC
Gambar 13 Grafik Perubahan vitamin C salak Pondoh selama penyimpanan.
Hasil sidik ragam (Lampiran 13) menunjukkan faktor konsentrasi ekstrak lengkuas, suhu dan interaksi antara kedua faktor berpengaruh nyata
41
terhadap perubahan vitamin C salak Pondoh pada hari ke-10, hari ke-15 dan hari ke-25. Uji lanjut duncan (Lampiran 13) menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perbedaan tersebut disebabkan pencelupan dalam ekstrak lengkuas mampu menghambat pertumbuhan mikroba sehingga masuknya oksigen ke dalam buah dapat dihambat. Pengemasan berforasi dapat mempercepat pertukaran udara yang menyebabkan tidak menimbulkan panas dalam kemasan sehingga memperlambat proses oksidasi penyebab terjadinya kerusakan vitamin C. Vitamin C buah salak Pondoh meningkat pada hari ke-5 dan menurun setelah hari penyimpanan ke-10. Hal ini disebabkan pada awal penyimpanan, laju respirasi berjalan semakin cepat lalu berjalan lambat seiring masa penyimpanan. Laju respirasi yang menurun menyebabkan hidrolisis pati menjadi sukrosa menjadi lambat sehingga proses glikolisis dimana terjadi perubahan glukosa menjadi glukosa-6-phospat menjadi berjalan lambat, akibatnya glukosa-6-phospat yang dihasilkan berjumlah sedikit. Glukosa-6phospat merupakan subsrat di dalam pembentukan asam askorbat, dengan demikian asam askorbat yang dihasilkan akan berjumlah sedikit. Penurunan kandungan vitamin C setelah hari ke-10 disebabkan salak Pondoh perlakuan kontrol dan penyimpanan pada suhu 31ºC mulai mengalami kerusakan pada hari ke-5 dan telah ditumbuhi oleh mikroba. Pembusukan menyebabkan oksigen yang masuk ke buah lebih besar. Adanya oksigen dan busuk atau rusaknya salak Pondoh menyebabkan terjadinya oksidasi sehingga vitamin C terdegradasi menjadi asam dehidro-askorbat. Terdegradasinya vitamin C ini menyebabkan penurunan kandungannya dalam buah. Penyebab lain penurunan kandungan vitamin C ini adalah aktivitas enzim asam askorbat oksidase (Tranggono dan Sutardi, 1989), suhu tinggi, kerusakan mekanis, dan memar. Enzim oksidatif menjadi aktif bila terjadi perubahan organisasi sel akibat kerusakan mekanis dan pembusukan atau kelayuan. Bila tidak ada enzim, oksidasi vitamin C tetap belangsung tetapi kecepatannya berkurang (Gaman dan Sherrington, 1992). Kandungan vitamin C akan menurun selama
42
penyimpanan dan apabila buah mengalami perubahan warna menjadi coklat menunjukkan adanya kerusakan vitamin C. Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air dan hampir terdapat pada semua sayuran dan buah-buahan (Winarno 1992). Vitamin C adalah jenis vitamin yang paling mudah rusak, mudah teroksidasi dan dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator serta katalis tembaga dan besi (Winarno, 1997). Oksidasi ini akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam, atau disimpan pada suhu rendah.
B. ASPEK FISIOLOGIS 1. Pendugaan nilai RQ buah salak Kandungan oksigen dan karbon dioksida diukur setiap pengamatan dan dinyatakan dalam persen kandungan oksigen dan karbon dioksida. Nilai oksigen dan karbon dioksida yang terbaca pada alat oxybaby mencerminkan kondisi lingkungan di dalam kemasan akibat proses respirasi komoditi. Kandungan oksigen di dalam kemasan berkisar antara 11% - 16% dan kandungan karbon dioksida berkisar antara 0,85% - 6%. Penurunan kandungan oksigen dalam kemasan 5-10% dari kondisi atmosfer (21%) akan menurunkan laju
respirasi
buah
yang
akhirnya
mencegah
pembusukan
karena
mikroorganisme. Penurunan laju respirasi buah menyebabkan melambatnya proses perombakan karbohidrat menjadi gula sederhana yang selanjutnya dikonversi menjadi CO2, H2O dan energi. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya subsrat bagi mikroorganisme untuk melakukan metabolismenya. Peningkatan kandungan karbon dioksida dalam kemasan lebih dari 1% dapat mencegah penurunan mutu, pemasakan buah, dan kerusakan karena mikroorganisme. Pada awal penyimpanan (hari ke-0) kandungan oksigen yang terukur pada alat lebih rendah (14-16%) daripada kandungan oksigen di lingkungan atmosfer (21%) sedangkan kandungan karbon dioksida lebih tinggi (5-6%) daripada kandungan karbondioksida di atmosfer (0,03%). Hal ini disebabkan pengukuran dilakukan 1 jam setelah kemasan di kelim (seal), oleh karenanya telah terjadi perubahan komposisi gas dalam kemasan. Pengaruh utama MAP
43
(Modified Atmosphere Packaging) adalah menurunkan kecepatan respirasi dengan mengurangi kecepatan penggunaan subsrat, sehingga metabolisme diperlambat (Zagory dan Kader, 1988). MAP juga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan perubahan enzimatis pada buah dengan merubah komposisi gas dalam kemasan sehingga akan menciptakan kondisi keseimbangan antara oksigen dan karbonsioksida.
(a)
(b) Keterangan : T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
Gambar 14 Grafik kandungan O2 (a) dan kandungan CO2 (b) dalam kemasan MAP selama 7 hari penyimpanan.
44
Komposisi karbon dioksida yang lebih tinggi dibandingkan oksigen pada udara dalam kondisi atmosfir termodifikasi secara pasif terjadi dalam kemasan setelah dikelim sebagai hasil respirasi. Kecukupan oksigen dalam kemasan dapat mencegah kondisi anoksik (kekurangan oksigen) dan respirasi secara anaerobik. Karbon dioksida akan tersebar merata dalam kemasan. Pengukuran oksigen dan karbon dioksida dilakukan untuk mengevaluasi sifat proses respirasi. Respirasi quoteint (RQ), merupakan rasio dari volume karbon dioksida yang diproduksi oleh buah dengan volume oksigen yang digunakan selama kurun waktu respirasi yang sama. RQ berguna untuk mendeduksi sifat subsrat yang digunakan dalam respirasi, sejauh mana reaksi respirasi telah berlangsung dan sejauh mana proses itu bersifat aerobik atau anaerobik.
Tabel 6. Pendugaan Nilai kuosien respirasi (RQ) selama penyimpanan Perlakuan T1A T1B T1C T2A T2B T2C Keterangan :
0 1,04 1,04 1,12 1,21 1,08 1,11
1 1,09 1,00 1,06 1,11 1,04 1,11
2 1,14 0,91 1,13 0,97 0,82 1,09
Masa simpan (hari) 3 4 1,09 1,07 1,01 1,12 0,97 1,06 1,03 1,16 0,98 1,00 0,98 0,96
5 0,62 0,39 0,63 0,78 0,57 0,74
6 0,77 0,74 0,79 0,2 0,39 0,64
7 0,57 0,73 0,54 0,74 0,76 0,67
T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
Nilai RQ pada awal penyimpanan berkisar antara 1-1,08 seperti ditunjukkan pada Tabel 6. Hal ini menunjukkan bahwa subsrat yang digunakan (dioksidasi) pada proses respirasi adalah gula. Nilai RQ lebih dari satu (1,11,14) menunjukkan bahwa subsrat yang digunakan dalam respirasi adalah asam-asam organik yang mengandung oksigen. Respirasi berjalan secara aerobik. Nilai RQ berkisar antara 0,8-0,9 berarti subsrat yang digunakan untuk respirasi adalah protein. Kandungan oksigen dan karbon dioksida dalam
45
kemasan mengalami penurunan pada penyimpanan hari ke-5 dan kemudian meningkat (Gambar 14). Nilai RQ pada hari ke-5 berkisar antara 0,39-0,78 yang berarti kemungkinan subsrat yang digunakan adalah lemak. Menurut Phan et al., (1986), RQ kurang dari satu disebabkan oleh beberapa kemungkinan : (a) subsratnya mempunyai perbandingan oksigen terhadap karbon yang lebih kecil daripada heksosa; (b) oksidasi belum tuntas; (c) CO2 yang dikeluarkan digunakan dalam proses-proses sintesis. Adanya penimbunan karbondioksida
menyebabkan penurunan nilai RQ yang
menunjukkan perbandingan antara volume karbondioksida yang diproduksi dengan volume oksigen yang diserap.
2. Kandungan O2 dan CO2 selama penyimpanan Peningkatan kandungan oksigen terjadi pada awal penyimpanan dan kemudian mengalami penurunan pada akhir penyimpanan sedangkan peningkatan kandungan karbon dioksida terjadi setelah penyimpanan hari ke10 (Gambar 15). Kandungan oksigen dalam kemasan salak Pondoh yang disimpan pada suhu 15ᵒC pada ketiga perlakuan memiliki perubahan yang lebih tinggi (8,25% - 20,75%) dibandingkan buah salak yang disimpan pada suhu 22ᵒC (12,30% 17,13%), namun mengalami perubahan kandungan karbon dioksida yang lebih rendah (2,4 - 5,98%) dibandingkan penyimpanan pada suhu 22ᵒC (5 - 11,08%). Penurunan kandungan oksigen dalam kemasan disebabkan buah mengalami perubahan dari proses pertumbuhan menjadi “senescene” (Winarno, 2002a). Kandungan oksigen yang rendah dapat mempengaruhi laju respirasi dan oksidasi subsrat menurun. Nilai kandungan karbon dioksida meningkat selama penyimpanan dan tertinggi pada hari ke-20 yaitu pada perlakuan ekstrak lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC sebesar 11,08%. Hal ini diduga pada penyimpanan hari ke-20 suhu penyimpanan belum optimal menghambat respirasi buah sehingga buah masih sangat aktif melakukan respirasi menghasilkan karbon dioksida. Pada hari ke-25 kandungan karbon dioksida menurun, hal ini menandakan bahwa pada hari tersebut kondisi penyimpanan
46
mempengaruhi respirasi komoditi yang dikemas. Penyimpanan dingin menyebabkan respirasi buah menjadi lambat sehingga kandungan karbon dioksida menurun dan keberadaan perforasi pada kemasan turut membantu sirkulasi udara di dalam kemasan.
(a)
(b)
Keterangan : T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15ºC T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22ºC T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22ºC
Gambar 15 Grafik Kandungan O2 (a) dan kandungan CO2 buah salak Pondoh selama 30 hari penyimpanan. Sidik ragam (Lampiran 14) menunjukkan perlakuan pencelupan dalam ekstrak lengkuas, suhu dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan oksigen dan karbon dioksida pada 47
penyimpanan hari ke-5, hari ke-10 dan hari ke-15. Uji lanjut Duncan (Lampiran 14) menunjukkan konsentrasi oksigen dan karbon dioksida dalam kemasan buah salak Pondoh dengan perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perubahan konsentrasi oksigen dan karbondioksida pada perlakuan pencelupan dalam ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15ºC lebih rendah (Kandungan oksigen berkisar antara 8%-20% dan karbondioksida berkisar antara 3-6%) daripada perlakuan lainnya. Pencelupan dalam ekstrak lengkuas dan penyimpanan pada suhu rendah dapat menekan proses metabolisme seperti respirasi
sehingga
memperlambat
konsumsi
oksigen
dan
produksi
karbonsioksida selama respirasi. Hal yang sama juga diutarakan oleh Zagory (1998) bahwa perubahan komposisi udara di dalam kemasan terjadi karena (1) konsumsi oksigen oleh komoditi selama penyimpanan, (2) produksi karbondioksida oleh komoditi selama penyimpanan, dan (3) pertukaran gas dengan lingkungan melalui film kemasan.
C. UJI ORGANOLEPTIK Uji organoleptik merupakan parameter penerimaan konsumen terhadap produk. Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan atau hedonik dengan 5 skala penilaian, yaitu 5 = sangat suka, 4 = suka, 3 = netral, 2 = tidak suka, dan 1 = sangat tidak suka. Parameter yang digunakan meliputi spot hitam pada pangkal buah, kekerasan, kesegaran, kemudahan mengupas, warna daging, aroma dan rasa. Tabel 7 menunjukkan penilaian panelis terhadap spot hitam pada pangkal buah salak pondoh pada hari penyimpanan ke-5 dan ke-30. Secara umum, adanya spot hitam pada pangkal buah sampai hari penyimpanan ke-30 masih dapat diterima oleh panelis. Hal ini terlihat pada modus penilaian yaitu 4 dan median 4. Perlakuan ekstrak lengkuas pada beberapa konsentrasi dan penyimpanan pada suhu 15ᵒC dan 22ᵒC tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap adanya spot hitam pada pangkal buah. Hasil uji Friedman (Lampiran 16) menunjukkan bahwa spot hitam pada pangkal buah salak pondoh tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada
48
penyimpanan hari ke-10, hari ke-15, hari ke-20, dan hari ke-30, sedangkan pada penyimpanan hari ke-5 adanya spot hitam pada pangkal buah salak pondoh menunjukkan pengaruh yang nyata. Perlakuan ekstrak lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22◦C mendapat penilaian tertinggi dari panelis dengan nilai rata-rata sebesar 4,40 yang berarti tidak ada spot hitam pada pangkal buah. Tabel 7a Hasil uji organoleptik spot hitam pada pangkal hari ke-5 Skor
T1A
T1B
T1C
T2A
T2B
T2C
1 2 3 4 5 Modus Median
2 2 3 3 4
2 1 5 2 4
1 3 4 2 4
3 3 1 3 5
4 3 2 1 2
5 3 1 1 2
Persentase Keseluruhan (%) 0,00 28,33 25,00 26,67 20,00 2
4
4
4
5
3
3
3
Tabel 7b Hasil uji organoleptik spot hitam pada pangkal hari ke-30 Skor T1A 1 2 3 2 4 7 5 1 Modus 4 4 Median Keterangan :
T1B 1 6 3 4
T1C 1 1 5 3 4
T2A -
T2B -
T2C -
Persentase Keseluruhan (%) 3,33 6,67 6,67 60,00 23,33 4
4
4
-
-
-
4
T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15◦C T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15◦C T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15◦C T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22◦C T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22◦C T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22◦C
Tabel 8 menunjukkan penilaian panelis terhadap kekerasan buah pada hari penyimpanan ke-20. Secara umum, kekerasan buah salak Pondoh masih dapat diterima panelis. Hal ini dapat dilihat dari modus penilaian panelis adalah 3 (netral) sebesar 45% dan nilai tengahnya adalah 3 (netral). Kekerasan salak Pondoh yang tidak disukai panelis adalah perlakuan ekstrak lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15◦C, karena 3 panelis menyatakan buah salak Pondoh lunak.
49
Hasil uji Friedman (Lampiran 16) menunjukkan bahwa kekerasan salak pondoh menunjukkan pengaruh yang nyata pada penyimpanan hari ke-20 dan hari ke-25. Perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15◦C mendapat penilaian tertinggi dari panelis dengan nilai rata-rata sebesar 2,25 pada penyimpanan hari ke-25 yang berarti buah masih keras atau belum rusak/busuk. Pencelupan dalam ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu rendah yaitu 15◦C dapat menekan pembusukan sehingga dapat mempertahankan kekerasan buah. Tabel 8 Hasil uji organoleptik kekerasan hari ke-20 Skor
T1A
T1B
T1C
1 2 3 4 5 Modus Median
5 5 3 dan 4 4
1 4 4 1 4 dan 4 4
1 3 3 3 2,3 dan 4 3
T2A T2B 2 6 2 3 3
1 4 3 2 3 4
T2C 5 4 1 3 4
Persentase Keseluruhan (%) 1,79 11,67 45,00 35,00 6,67 3 3
Tabel 9 Hasil uji organoleptik kesegaran buah hari ke-20 Skor 1 2 3 4 5 Modus Median
T1A 5 3 2 3 4
T1B 5 4 1 3 4
T1C 2 3 5 4 4
T2A 3 3 4 4 3
T2B 2 5 3 3 3
T2C 2 1 6 1 4 4
Persentase Keseluruhan (%) 0,00 15,00 36,67 41,67 6,67 4 3
Keterangan : T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15◦C T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15◦C T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15◦C T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22◦C T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22◦C T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22◦C
Tabel 9 menunjukkan penilaian panelis terhadap kesegaran buah pada hari penyimpanan ke-20. Secara umum, kekerasan buah salak Pondoh masih dapat diterima panelis. Hal ini dapat dilihat dari modus penilaian panelis adalah 4 (suka) sebesar 41,67% dan nilai tengahnya adalah 3 (netral). Perlakuan ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15◦C jumlah panelis yang menyatakan suka 50
karena buah masih segar sebanyak 4 orang dan menyatakan netral sebanyak 5 orang. Namun untuk perlakuan ekstrak lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15◦C, 2 panelis menyatakan tidak suka karena buah terlihat tidak segar. Hasil uji Friedman (Lampiran 16) menunjukkan bahwa kesegaran salak pondoh tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada tiap pengamatan. Hal ini berarti adanya perlakuan ekstrak lengkuas dan penyimpanan pada suhu rendah tidak merubah penerimaan atau kesukaan panelis terhadap buah salak Pondoh. Salak Pondoh masih terlihat segar sampai penyimpanan hari ke-30. Tabel 10 Hasil uji organoleptik kemudahan mengupas hari ke-20 Skor
T1A
T1B
T1C
T2A
T2B
T2C
Persentase Keseluruhan (%)
1
-
-
1
-
-
-
1,67
2
1
-
1
1
1
-
6,67
3
6
6
5
7
3
6
55,00
4
3
4
3
2
6
3
35,00
5
-
-
-
-
-
1
1,67
Modus
3
3
3
3
4
3
3
Median
3
3
3
3
4
3
3
Tabel 11 Hasil uji organoleptik warna hari ke-20 Skor
T1A
1
-
2
-
3
3
4
T1B
T1C
T2A
T2B
T2C
-
-
1
1
2
5
5
Persentase Keseluruhan (%)
-
-
-
0,00
-
4
-
10,17
5
4
3
4
35,59
5
3
5
3
5
44,07
2
2
1
1
-
-
10,17
Modus
4
4
3
4
2
4
4
Median
4
4
3
4
3
4
4
Keterangan : T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15◦C T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15◦C T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15◦C T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22◦C T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22◦C T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22◦C
Tabel 10 menunjukkan penilaian panelis terhadap parameter kemudahan mengupas pada hari penyimpanan ke-20. Pada hari ke-20 panelis lebih menyukai perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22◦C dengan nilai rata-rata sebesar 4,0 sedangkan pada hari ke-30 analisa untuk perlakuan ekstrak
51
lengkuas 0%, 5% dan 10% pada suhu 22◦ tidak dilakukan karena buah salak Pondoh tidak layak dikonsumsi lagi atau sudah tidak diterima panelis. Pencelupan dalam
ekstrak
lengkuas
dan
penyimpanan
pada
suhu
rendah
dapat
mempertahankan kelembaban kulit buah salak Pondoh. Hasil uji Friedman (Lampiran 16) menunjukkan bahwa kemudahan mengupas salak pondoh menunjukkan pengaruh yang nyata pada hari penyimpanan ke-30. Hasil uji Friedman (Lampiran 16) menunjukkan warna daging buah salak pondoh menunjukkan pengaruh yang nyata pada hari penyimpanan ke-30. Tabel 11 menunjukkan bahwa pada hari ke-20 panelis lebih menyukai warna buah salak Pondoh perlakuan ekstrak lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15◦C . Hal ini dapat dilihat dari jumlah panelis yang menyatakan suka (5 orang) lebih banyak daripada yang menyatakan tidak suka (1 orang) dengan nilai rata-rata sebesar 4,00. Secara umum, warna daging buah salak Pondoh dapat diterima panelis sampai penyimpanan hari ke-30. Warna merupakan parameter yang mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu bahan atau parameter masih layak atau tidaknya suatu bahan atau produk untuk dikonsumsi. Penyimpangan dari warna yang seharusnya dari suatu bahan pangan dianggap sebagai suatu kerusakan (Winarno 1992). Hasil uji Friedman (Lampiran 16) menunjukkan aroma salak pondoh menunjukkan pengaruh yang nyata pada hari penyimpanan ke-20 dan hari ke-30. Tabel 12 menunjukkan pada hari ke-20 panelis lebih menyukai perlakuan ekstrak lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15◦C. Hal ini dapat dilihat dari jumlah panelis yang menyatakan suka dan sangat suka (6 orang) lebih banyak daripada yang menyatakan netral (4 orang) dengan nilai rata-rata sebesar 4,35, dan yang tidak disukai adalah perlakuan ekstrak lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22◦C. Tingkat kerusakan sebesar 66,67% pada perlakuan pencelupan dalam ekstrak lengkuas 10% pada suhu 22◦C menyebabkan sebagian besar panelis menyatakan tidak suka terhadap aroma buah salak Pondoh. Hal ini disebabkan sebagian besar buah telah mengalami pembusukan. Tingginya penilaian panelis terhadap aroma buah salak Pondoh yang diberi perlakuan ekstrak lengkuas 5% membuktikan bahwa pencelupan salak
52
Pondoh dalam ekstrak lengkuas tidak merubah aroma buah salak Pondoh. Secara umum, aroma buah salak Pondoh dapat diterima panelis sampai penyimpanan hari ke-30. Tabel 12 Hasil uji organoleptik aroma hari ke-20 Skor
T1A
T1B
T1C
T2A
T2B
T2C
Persentase Keseluruhan (%)
1
-
-
-
-
-
1
1,67
2
-
-
-
-
4
2
10,00
3
6
6
4
4
5
5
50,00
4
4
3
5
4
1
2
33,33
5
-
1
1
2
-
-
5,00
Modus
3
3
4
3 dan 4
3
3
3
Median
3
3
4
4
3
3
3
Tabel 13 Hasil uji organoleptik rasa hari ke-20 Skor
T1A
T1B
T1C
T2A
T2B
T2C
Persentase Keseluruhan (%)
1 2 3 4
1 3 6
2 2 6
3 2 3
4 3 2
2 4 4
4 6
0,00 20,00 30,00 45,00
5 Modus Median
4 4
4 4
2 4 4
1 2 3
3 dan 4 3
4 4
5,00 4 3
Keterangan : T1A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 15◦C T1B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 15◦C T1C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 15◦C T2A = Ekstrak Lengkuas 0% dan penyimpanan pada suhu 22◦C T2B = Ekstrak Lengkuas 5% dan penyimpanan pada suhu 22◦C T2C = Ekstrak Lengkuas 10% dan penyimpanan pada suhu 22◦C
Aroma yang khas timbul pada buah-buahan yang sedang masak dan bau dari setiap jenis buah-buahan akan berbeda tergantung dari senyawa penyusunnya. Senyawa-senyawa utama yang ditemukan adalah ester-ester alkohol alifatik dan asam-asam lemak berantai pendek. Hasil uji Friedman (Lampiran 16) menunjukkan rasa salak pondoh menunjukkan pengaruh yang nyata pada hari penyimpanan hari ke-30. Tabel 13 menunjukkan pada hari ke-20 panelis lebih menyukai perlakuan ekstrak lengkuas 5 dan penyimpanan pada suhu 15◦C) dengan jumlah panelis yang menyatakan suka (6 orang) lebih banyak daripada tidak suka (2). Secara umum, rasa buah
53
salak Pondoh dapat diterima panelis sampai penyimpanan hari ke-30. Hal ini membuktikan bahwa pencelupan salak Pondoh dalam ekstrak lengkuas tidak merubah rasa buah salak Pondoh. Rasa merupakan parameter yang sangat mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap bahan atau produk. Rasa buah salak pondoh didominasi oleh perpaduan antara kandungan gula dan asam.
54