HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Perlakuan Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status fisiologisnya. Kandungan nutrien pellet perlakuan setelah dilakukan analisa dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Kandungan Nutrien Pellet Perlakuan Berdasarkan Analisa Abu
PK
SK
LK
Beta-N
TDN*
ADF
NDF
Perlakuan --------------------------------------(%BK)---------------------------------R0
9,9
20,5
15,5
3,6
50,5
67,2
72,3
67,3
R1
8,3
21
15,4
3,9
51,4
67,7
57,1
34,5
R2
9,1
21,1
14,8
4,5
50,5
72,2
46,4
18,4
R3
8,5
20,9
15,2
4,1
51,3
69
75,5
21,6
Keterangan : Analisa dilakukan oleh Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB (2012), * Rumus perhitungan TDN berdasarkan Hartadi et al., 1980 PK : Protein kasar; SK : Serat kasar; LK ; Lemak kasar; Beta-N : Bahan ekstrak tanpa nitrogen; TDN : Total Digestible Nutrien; ADF : Acid Detergent Fiber; NDF : Neutral Detergent Fiber.
Nutrien adalah elemen atau komponen kimia yang ada dalam pakan untuk mendukung pertumbuhan, reproduksi, laktasi dan proses dalam kehidupan seekor ternak (Damron, 2006). Pakan komplit bentuk pellet pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Pakan Komplit Bentuk Pellet
20
Protein kasar yang terkandung dalam pellet perlakuan sebesar 20,5%-21,1%. Kandungan protein pellet perlakuan mendekati dengan yang dilakukan Ruiz et al. (2006) yang memberikan pakan kelinci mengandung bungkil kedelai dengan protein 20,2% dan Sadili (2003) juga memberikan pakan kelinci mengandung protein sebesar 22,9% dan 24,2%. Serat kasar yang terkandung pada pellet perlakuan berkisar 14,8%-15,5%, hal ini sesuai dengan pernyataan Djunaedi (1984) sebaiknya kandungan serat kasar dalam ransum kelinci jantan persilangan pada masa pertumbuhan sebesar 7,64%18,9%. Gidenne et al., 2010 juga menyatakan bahwa kandungan serat kasar bagi kelinci pertumbuhan sebaiknya dengan kisaran 12,2%-24,4%. Lemak kasar yang terkandung pada pellet perlakuan berkisar 3,6%-4,5%, hal ini sesuai dengan pernyataan Cheeke (2005) bahwa kandungan lemak kasar pada kelinci yang digemukkan bebas untuk diberikan. Penambahan lemak sangat bermanfaat karena dapat mengurangi sifat berdebu pada pakan (Parakkasi, 1999) seperti penggunaan klobot jagung pada pellet perlakuan yang bersifat bulky. Konsumsi Bahan Kering Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering, hal ini berarti dengan penggunaan klobot jagung dan limbah ubi jalar sampai taraf 9% yang mensubstitusi daun rumput gajah mempunyai palatabilitas sama. Tabel 11 dapat dilihat rataan konsumsi bahan kering dan kebutuhan konsumsi bahan kering selama penelitian. Tabel 11. Rataan Konsumsi dan Kebutuhan Konsumsi Bahan Kering
R0
Konsumsi BK (g/ekor/hari) 89,24 ± 9,965
Kebutuhan Konsumsi BK (%) 5,19 ± 0,299
R1
84,23 ± 8,895
5,06 ±0,531
R2
87,98 ± 7,112
4,76 ± 0,350
R3
81,82 ± 4,866
4,61 ± 0,190
Perlakuan
Keterangan : superskrip dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Konsumsi bahan kering
mempunyai palatabilitas yang sama, hal ini
disebabkan oleh bentuk pakan yang sama yaitu pellet dan kandungan nutrien dalam 21
pellet tersebut. Tabel 10 menunjukkan bahwa kandungan nutrien pellet antar perlakuan tergolong sama, selain itu kelinci yang digunakan dengan umur dan bobot badan yang sama sehingga menyebabkan kebutuhan nutriennya sama. Hasil konsumsi bahan kering penelitian menunjukkan bahwa klobot jagung dan limbah ubi jalar dapat digunakan sebagai pengganti daun rumput gajah. Hasil konsumsi bahan kering pada penelitian yaitu 76,95-99,20 g/ekor/hari, sedangkan Sunarwati (2001) menyatakan bahwa konsumsi kelinci dengan menggunakan biomassa ubi jalar yaitu berkisar antara 75,3-97,4 g/ekor/hari. Apriliawaty (2003) menyatakan bahwa kelinci jantan lokal yang diberi sumber energi berupa umbi ubi jalar sebanyak 30% mengkonsumsi bahan kering sebanyak 50,6-61,4 g/ekor/hari. Faktor yang menyebabkan konsumsi hasil penelitian lebih tinggi dibandingkan penelitian Sunarwati (2001) dan Apriliawaty (2003) adalah perbedaan komposisi bahan pakan dan kandungan nutrien pakan seperti kandungan lemak kasar. Bobot badan yang digunakan mempengaruhi terhadap konsumsi pakan karena ternak akan mengkonsumsi sejumlah pakan sesuai dengan kebutuhannya. Kandungan lemak pada pellet penelitian berkisar 3,6%-4,5%, sedangkan pada penelitian Sunarwati (2001) adalah 5,2%-7,45% dan penelitian Apriliawaty (2003) adalah 5%-6%. Kandungan lemak pada pellet perlakuan Sunarwati (2001) dan Apriliawaty (2003) lebih tinggi dibandingkan pellet penelitian, hal ini menyebabkan kelinci lebih cepat memenuhi kebutuhan energinya sehingga konsumsinya lebih rendah. Chen dan Li (2008) menyatakan bahwa penambahan lemak pada pakan kelinci pertumbuhan akan meningkatkan kecernaan energi, namun menurunkan konsumsi bahan kering sehingga memperbaiki konversi pakan. Kebutuhan Konsumsi Bahan Kering Kebutuhan konsumsi bahan kering perlu diketahui agar dapat menentukan kebutuhan ternak dalam memenuhi hidup pokok dan produksinya. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh terhadap kebutuhan konsumsi bahan kering. Konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas pakan (Parakkasi, 1999), hal ini menandakan bahwa palatabilitas pellet perlakuan tergolong sama. Konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh bobot badan, penggunaan ternak dalam penelitian ini tergolong sama sehingga kebutuhan konsumsi bahan kering juga sama. Tabel 11 menunjukkan bahwa kisaran konsumsi bahan kering pada penelitian yaitu 22
4,42%-5,49% dari bobot badan, sedangkan NRC (1997) menyatakan bahwa konsumsi bahan kering pada kelinci pertumbuhan sebesar 5,4%-6,2% dari bobot badan. Pernyataan NRC (1977) tersebut berbeda terhadap kebutuhan konsumsi bahan kering pada hasil penelitian, hal ini disebabkan penggunaan bobot badan kelinci yang berbeda. NRC (1997) menggunakan kelinci dengan bobot badan sebesar 1,8-3,2 kg, sedangkan bobot badan pada kelinci penelitian 1,1 kg. ANZCCART (1994) menyatakan bahwa kelinci yang diberi pakan dalam bentuk pellet akan mengkonsumsi sebanyak 5% dari bobot badan. Kisaran konsumsi bahan kering pada penelitian telah sesuai dengan pernyataan ANZCCART. Pertambahan bobot badan Pertambahan bobot badan kelinci perlakuan diamati agar dapat diketahui perbedaan pertambahan bobot badan yang dihasilkan antar perlakuan. Rataan pertambahan bobot badan harian selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Rataan Pertambahan Bobot Badan Selama Penelitian Perlakuan
PBB (g/ekor/hari)
R0
16,93ab ± 2,129
R1
16,17a± 2,376
R2
20,21 c± 1,479
R3
20,01 bc± 1,906
Keterangan : superskrip dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan (P<0,05). Artinya klobot jagung dan limbah ubi jalar yang mensubstitusi daun rumput gajah memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Tabel 12 menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan R2 nyata lebih tinggi dibandingkan R0 dan R1, tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan R3. R2 dengan menggunakan 6% daun rumput gajah, 6% klobot jagung dan 6% limbah ubi jalar mempunyai pertambahan bobot badan yang lebih tinggi, sedangkan R3 dengan penggunaan 9% klobot jagung dan 9% limbah ubi jalar juga memiliki pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan R0 dan R1. Hasil tersebut diduga dengan penggunaan klobot jagung 23
dan limbah ubi jalar mempunyai kualitas protein yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan pertambahan bobot badan. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa kandungan protein pakan dapat meningkatkan pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan R0 dan R1 tergolong rendah karena kandungan serat dalam pakan lebih tinggi dibandingkan R2 dan R3 yaitu R0 15,5; R1 15,4; R2 14,8 dan R3 15,2. Kandungan serat kasar yang tinggi dalam pakan akan menurunkan rataan berat badan harian dan dapat menyebabkan diare pada kelinci (Blas dan Mateos, 2010). Serat merupakan komponen penting dalam pakan kelinci karena mempengaruhi laju pengosongan digesta dan fungsi usus. Tabel 11 menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering R0 dan R1 cukup tinggi namun menghasilkan pertambahan bobot badan yang lebih rendah, hal tersebut dapat juga disebabkan oleh kandungan NDF dalam pakan. Kandungan NDF pakan (Tabel 10) pada R0 dan R1 cukup tinggi sehingga memungkinan ternak mengkonsumsi lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan energinya, namun kandungan NDF yang tinggi menyebabkan cepatnya laju pengosongan saluran pencernaan sehingga nutrien dalam pakan kurang tercerna dengan baik. Nutrien yang kurang tercerna dengan baik menyebabkan rendahnya pertumbuhan yang dihasilkan. Sunarwati (2001) menyatakan bahwa penggunaan 100% biomassa ubi jalar yang dibentuk pellet menghasilkan pertambahan bobot badan sebesar 8,8 ± 2,1 g/ekor/hari. Penelitian yang dilakukan dengan perlakuan R2 (6% daun rumput gajah + 6% klobot jagung + 6% limbah ubi jalar) dan R3 (9% klobot jagung + 9% limbah ubi jalar) menghasilkan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi yaitu sebesar 20,21 ± 1,479 g/ekor/hari dan 20,01 ± 1,906 g/ekor/hari. Hasil tersebut kemungkinan disebabkan adanya kombinasi penggunaan hijauan yaitu daun rumput gajah, klobot jagung dan limbah ubi jalar yang mempunyai protein yang cukup tinggi sehingga dihasilkan kandungan protein yang cukup tinggi pada pellet perlakuan. Protein tinggi yang terkandung dapat lebih baik dalam meningkatkan pertambahan bobot badan seperti yang dinyatakan Parakkasi (1999). Menurut Rasyid (2009), pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh konsumsi pakan, sedangkan kecepatan pertumbuhan dipengaruhi oleh bangsa, umur, jenis kelamin, bobot sapih dan suhu lingkungan. Pertambahan bobot badan kelinci penelitian yaitu sebesar 13,8 g/ekor/hari sampai dengan 21,69 g/ekor/hari. Hasil
24
tersebut telah sesuai dengan pernyataan Cheeke et al., 2000 bahwa pertambahan bobot badan kelinci di daerah tropis berkisar antara 10-20 g/ekor/hari. Efisiensi Pakan Efisiensi pakan merupakan perbandingan antara pertambahan bobot badan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi pada waktu tertentu. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap efisiensi pakan (P<0,05). Efisiensi pakan pada perlakuan dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Efisiensi Pakan Selama Penelitian Perlakuan
Efisiensi pakan
R0
0,19a ± 0,015
R1
0,20ab ± 0,033
R2
0,24b ± 0,029
R3
0,25b ± 0,029
Keterangan : superskrip dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Tabel 13 menunjukkan bahwa R3 memiliki nilai efisiensi pakan yang tinggi, namun tidak berbeda nyata dengan R2, sedangkan R3 berbeda nyata dengan R0. R1 tidak berbeda nyata dengan R0 dan R0 memiliki nilai efisiensi yang lebih rendah dibandingkan perlakuan lain. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dengan penggunaan klobot jagung dan limbah ubi jalar yang mensubstitusi daun rumput gajah berpengaruh nyata terhadap efisiensi pakan yang dihasilkan. R3 memiliki nilai efisiensi pakan yang lebih tinggi dan tidak berbeda nyata dengan R2, hal ini disebabkan konsumsi bahan keringnya rendah tetapi pertambahan bobot badan yang dihasilkan cukup tinggi. R0 dan R1 memiliki pertambahan bobot badan yang rendah dengan konsumsi pakan yang cukup tinggi sehingga menghasilkan efisiensi pakan yang rendah. Nilai efisiensi pakan yang tinggi menunjukkan bahwa penggunaan pakan lebih baik, hal ini dapat dipengaruhi oleh kandungan nutrien pada pellet perlakuan karena dengan kandungan nutrien yang baik maka ternak hanya akan mengkonsumsi dalam jumlah sedikit untuk memenuhi kebutuhannya. .
Pemberian 100% biomassa ubi jalar dalam bentuk pellet pada kelinci jantan
lokal lepas sapih yang dilakukan oleh Sunarwati (2001) menghasilkan nilai efisiensi
25
pakan sebesar 0,1 ± 0,03, sedangkan Apriliawaty (2003) yang menggunakan umbi ubi jalar sebagai sumber energi pada kelinci jantan lokal lepas sapih menghasilkan efisiensi pakan sebesar 0,25 ± 0,05. Hasil efisiensi pakan pada penelitian yang dilakukan dengan menggunakan klobot jagung dan limbah ubi jalar yang mensubstitusi daun rumput gajah menghasilkan efisiensi pakan sebesar 0,17-0,27. Terlihat bahwa efisiensi pakan pada penelitian lebih besar dari yang dilakukan Sunarwati (2001), tetapi lebih rendah dibandingkan yang dilakukan Apriliawaty (2003). Perbedaan nilai efisiensi pakan memperlihatkan bahwa penggunaan 100% biomassa ubi jalar kurang baik (Sunarwati, 2001), namun penggunaan sampai 9% limbah ubi jalar pada penelitian menghasilkan nilai efisiensi pakan yang lebih baik. Nilai efisiensi pakan pada penelitian lebih rendah dibandingkan nilai efisensi pakan dengan pemberian 30% umbi ubi jalar pada kelinci yang dilakukan Apriliawaty (2003). Hasil efisiensi pakan pada penelitian sebesar 0,17-0,27, hasil ini lebih rendah dari pernyataan Cheeke et al., 2000 bahwa efisiensi pakan pada kelinci berkisar antara 0,25-0,28. Nilai Ekonomi Pemberian pakan pada ternak membutuhkan pertimbangan terhadap biaya yang dikeluarkan. Umumnya peternak kelinci memberikan pakan berupa hijauan dan terkadang diberikan konsentrat dalam bentuk pellet. Konsentrat yang umumnya dijual di pasaran harganya relatif mahal. Pemberian rumput yang umumnya dilakukan oleh peternak untuk kelincinya terdapat kendala. Penggunaan rumput bersaing dengan ruminansia, selain itu penggunaan hijauan segar dalam jumlah besar dapat menyebabkan timbulnya diare pada kelinci. Penelitian ini memberikan klobot jagung dan limbah ubi jalar yang mensubstitusi daun rumput gajah dalam pakan komplit bentuk pellet. Substitusi yang dilakukan dengan menggunakan kombinasi klobot jagung dan limbah ubi jalar diharapkan dapat menurunkan biaya pakan, dapat mensubstitusi penggunaan rumput dan memenuhi kebutuhan bagi kelinci yang akan digemukkan. Perhitungan ekonomi selama pemeliharaan 5 minggu apabila dilakukan sendiri tanpa bantuan tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 14. Pemeliharaan kelinci dilakukan tanpa bantuan tenaga kerja, hal ini karena jumlah kelinci yang digunakan hanya 16 ekor sehingga tidak efisien apabila menggunakan tenaga kerja.
26
Tabel 14. Perhitungan Ekonomi Selama Pemeliharaan 5 minggu Keterangan
Perlakuan R0
R1
R2
R3
Rataan bobot badan akhir (kg/ekor)
1,715
1,665
1,803
1,775
Harga bobot hidup (Rp/kg)
30.000
30.000
30.000
30.000
Total Penjualan (Rp/ekor)
51.450
49.950
54.090
53.250
Harga beli (kg/ekor)
25.000
25.000
25.000
25.000
Biaya pakan (Rp/ekor) *
17.276
16.738
16.694
16.160
Obat-obatan (Rp/ekor)
1.250
1.250
1.250
1.250
Total Pengeluaran (Rp/ekor)
43.526
42.988
42.944
42.410
Perkiraan Keuntungan (Rp/ekor)
7.924
6.962
11.146
10.840
Harga pakan (Rp/Kg)
4.936
4.923
4.910
4.897
Jumlah Konsumsi Pakan (Kg)
3,5
3,4
3,4
3,3
Hasil penjualan kelinci :
Pengeluaran :
Keterangan : * Biaya pakan diperoleh dari harga pakan dikali jumlah konsumsi pakan.
Tabel 14 menunjukkan bahwa harga pellet R1 lebih mahal dibandingkan perlakuan lain, hal ini disebabkan banyaknya penggunaan daun rumput gajah. Harga rumput gajah cukup tinggi, apabila bagian tanaman rumput gajah hanya digunakan bagian daunnya saja maka banyaknya penggunaan akan meningkatkan harga. Harga pellet pada R3 lebih rendah, hal ini disebabkan penggunaan klobot jagung dan limbah ubi jalar yang lebih banyak dibandingkan perlakuan lain karena klobot jagung dan limbah ubi jalar merupakan limbah sehingga ketersediaannya banyak. R2 dan R3 memiliki biaya yang lebih rendah dibandingkan R0 dan R1, selain itu R2 dan R3 mempunyai rataan bobot badan akhir yang lebih baik. Tabel 14 menunjukkan bahwa klobot jagung dan limbah ubi jalar dapat mensubstitusi daun rumput gajah, selain itu dapat menurunkan biaya pakan tanpa menurunkan performa yang dihasilkan.
27