30 Analisis Data Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan statistik deskriptif dan inferensial. Data hasil penelitian dianalisis untuk mengetahui hubungan berbagai variabel yang diteliti, dan memberikan penjelasan secara kualitatif sebagai pendukung. Data yang diperoleh dari kuesioner dikelompokkan dengan menggunakan skoring dan pengkategorian. Analisis yang dilakukan adalah: (1) memberikan skor pada setiap data dan kemudian ditabulasi; (2) menggolongkan, menghitung jawaban dan memprosentasekan berdasarkan kategori jawaban, kemudian data diolah dengan menggunakan tabulasi distribusi frekuensi dan nilai tengah yang kemudian dianalisis. Untuk menganalisis tingkat keeratan hubungan antara peubah bebas digunakan uji korelasi Rank Spearman pada taraf kepercayaan 0.05% dengan rumus (Riduwan 2010).
rs 1
6 di 2
n n2 1
Keterangan : di2 rs di Yi Xi
= = = = =
( Xi - Yi )2 koefisien korelasi rank Spearman selisih ranking Xi dan Yi ranking variabel Yi ranking variabel Xi
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum dan Pelaksanaan PDPT Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Teluk Naga terletak di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten dan memiliki lokasi terdekat dengan Bandara Soekarno Hatta. Kecamatan ini terdiri atas tiga belas desa yaitu Desa Bojong Renged, Desa Teluk Naga, Desa Kebon Cau, Desa Babakan Asem, Desa Kp Melayu Barat,Desa Kp Melayu Timur, Desa Kp Besar, Desa Lemo, Desa Muara, Desa Tegal Angus, Desa Tanjung Pasir, Desa Tanjung Burung dan Desa Pangkalan. Batas Wilayah Kecamatan Teluk Naga adalah Laut Jawa di sebelah utara, Neglasari dan Benda di sebelah selatan, Pakuhaji di sebelah barat, dan Kosambi di sebelah timur. Adapun gambaran umum dua desa penelitian sebagai berikut:
31 Tabel 2 Gambaran umum dua desa penelitian, 2013 No
Kondisi Umum
Desa Tanjung Pasir
Desa Muara
1
Letak astronomis 106 o20’-106 o43’ BT dan 6 106°20’-106°43’ BT o 00’-6o00-6o20’ LS dan 6°00’-6°20 LS
2
Batas wilayah
Utara : Laut Jawa Selatan : Desa Tegalangus Barat : Desa Tanjung Burung Timur : Desa Muara
Utara : Laut Jawa Selatan : Desa Lemo Barat : Desa Tanjung Pasir Timur : Laut Jawa/ Desa Lemo
3
Luas wilayah
570 Ha
505 Ha
4
Jarak dengan ibu kota kecamatan
6.9 km
10 km
5
Jumlah penduduk
10.225 jiwa Laki-laki : 4.115 jiwa Perempuan : 6.110 jiwa
3.780 jiwa Laki-laki :1.845 Perempuan : 1.935
Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian masing-masing 1 meter dan 40 meter di atas permukaan laut (dpl). Secara administrasi, desa-desa tersebut terbagi ke dalam 6 (enam) wilayah kemandoran atau kampung. Desa Tanjung Pasir terbagi atas Kampung Tanjung Pasir, Sukamanah Barat (empang), Garapan, Gagah Sukamanah, Sukamulya I dan Kampung Sukamulya II, sedangkan Desa Muara atas kampung Muara, Cipete, Tanjungan, Kedung Bolang, Petopang, dan Garapan. Desa Tanjung Pasir merupakan pemekaran dari Desa Tegalangus berdasarkan Peraturan Daerah Kab. Tangerang No. 7 tahun 2007 tentang Pembentukan Pemeritahan Desa. Nama Tanjung Pasir sendiri berasal dari kata Tanjung yang berarti daratan yang menonjol di permukaan laut Jawa, dan kata Pasir karena permukaan tanahnya yang berpasir. Secara umum lingkungan Desa Tanjung Pasir dan Muara masih memprihatinkan dan terlihat kumuh, masih banyak rumah warga yang tidak layak huni. Akses utama masyarakat masih ada yang rusak, tergenang air dan sebagian masih berupa tanah keras, saluran air limbah rumah tangga tidak memadai, serta penumpukan sampah yang disebabkan belum adanya tempat pembuangan sampah dan pengelolaan kebersihan masih minim. Kampung Garapan Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara tergolong wilayah yang memiliki risiko tinggi terhadap dampak perubahan iklim. Hal ini ditandai dengan seringnya banjir (rob) di pemukiman warga yang berdampak pada meluasnya lahan produktif yang hilang, banyaknya pemukiman penduduk yang tergenang dan bahkan ada pemukiman yang tenggelam, sehingga mempengaruhi kehidupan masyarakat. Masalah lainnya adalah abrasi pantai yang terjadi pada
32 sekitar 1 km di wilayah pantai Tanjung Pasir, dan melanda 3 km pantai Desa Muara. Abrasi yang terjadi di dua desa pesisir ini selain disebabkan oleh prosesproses alami (seperti angin, arus, dan gelombang), juga disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti pembukaan hutan pesisir, reklamasi pantai (untuk kepentingan pemukiman, industri, dan pembangunan infrastruktur), dan aktivitas pengambilan pasir di perairan pantai. Tingkat Pendidikan Masyarakat Berdasarkan data Monografi Desa, pendidikan masyarakat di wilayah ini masih tergolong rendah. Di Desa Tanjung pasir sebanyak 2.1 % masyarakatnya tidak mengenyam pendidikan, 3.5 % tidak taman Sekolah Dasar (SD), 55.5 % memiliki tingkat pendidikan SD, 24.4 % SMP, 13.9 % SMA, 0.6 % S1/D3/D1. Begitu pula dengan masyarakat Desa Muara sebanyak 52.1 % penduduk tidak pernah sekolah, 12.5 % tidak tamat dan tamat Sekolah Dasar (SD), 4.5 % SMP, 2.7 % SMA, 0.7 % Sarjana, dan 14.9 % belum sekolah. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat di Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara belum memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan. Penduduk sebagai sumberdaya yang dapat digunakan dalam membangun desa, namun pendidikan masyarakat memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap perkembangan daerah. Mata Pencaharian Masyarakat Mata pencaharian utama masyarakat Desa Tanjung Pasir adalah nelayan. Sebanyak 2.331 warga bekerja sebagai nelayan dan mengandalkan hasil laut sebagai penopang kehidupan keluarganya. 65 orang yang bekerja sebagai buruh, 15 Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan warga lain bermata pencaharian sebagai petani, pedagang, peternak dan lain sebagainya. Letak dan karakteristik desa yang berada di wilayah pesisir menjadi faktor penyebab dominannya penduduk yang bekerja sebagai nelayan. Sedangkan di Desa Muara perekonomian mayoritas masyarakat di topang dengan bekerja sebagai buruh tani, nelayan, kebun, dan berdagang. Kondisi usaha pertanian masyarakat sangat dipengaruhi oleh musim, pada musim kemarau petani kesulitan mendapat air untuk mengairi sawahnya, sehingga kegiatan disawah hanya dilakukan satu kali dalam setahun. Potensi Desa Desa Tanjung Pasir memiliki lahan pertanian sekitar 83 ha, yakni sawah yang hanya diusahakan untuk tanaman padi pada saat musim hujan (tadah hujan). Oleh karena itu, pada saat musim kemarau, petani beralih kepada tanaman buahbuahan semusim (seperti semangka dan timun). Selain sektor perikanan dan pertanian, potensi ekonomi yang memungkinkan dikembangkan masyarakat Desa Tanjung Pasir adalah kerajinan dan pariwisata. Salah satu kerajinan yang berkembanga adalah handycraft dari pasir. Kerajinan tersebut dimotori oleh para pemuda yang tergabung dalam komunitas Sekar Tavas atau Seni Kreasi Tanjung Pasir yang juga merupakan kelompok dalam Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh. Pariwisata di Desa Tanjung Pasir cukup banyak, hanya saja belum terkelola dengan optimal. Adapun obyek wisata yang ada di Desa Tanjung Pasir yakni: (1) Tanjung Pasir Resort, yang mengangkat perekonomian desa; (2) Restoran dan rumah makan di sepanjang jalan menuju Desa Tanjung Pasir; (3) Pantai Desa Tanjung Pasir yang sebagian dikuasai oleh Angkatan Laut sebagai
33 lokasi latihan dan SIKIB (Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu); (4) Kawasan Mangrove; (5) Penangkaran Buaya; dan (6) Dermaga dan TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Desa Muara juga memiliki potensi untuk dikembangkan, yakni potensi perikanan, pertanian, dan pariwisata. Desa ini dapat dikembangkan menjadi daerah pariwisata, terutama wisata pemancingan ikan di tambak, wisata kuliner ikan. Kegiatan pengembangan usaha perikanan sesuai dengan potensi yang dimiliki yakni kegiatan budidaya ikan (bandeng, udang dll). Pengolahan ikan mempunyai nilai jual yang cukup tinggi sehingga Desa Muara juga bisa dijadikan daerah pemasaran produk ikan dari tambak, sentra olahan hasil perikanan, areal pemancingan, resort, penyewaan perahu wisata dan sebagainya. Hanya saja potensi pariwisata pesisir belum dikembangkan dan digarap secara optimal. Masih banyak yang perlu dibenahi terutama kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan, perlu diupayakan penanganan secara intensif agar Desa Muara bisa menjadi daerah wisata yang asri, bersih, indah dan bersemi. Pelaksanaan Program PDPT di Desa Penelitian Program PDPT sebagai upaya meminimalisir dampak perubahan iklim dilaksanakan di dua desa penelitian sejak tahun 2012. Sebagai daerah yang rentan akan perubahan iklim, kegiatan PDPT di Desa Tanjung Pasir di fokuskan pada empat bina yakni bina yakni Bina sumberdaya, bina infrastruktur dan lingkungan, bina usaha, serta bina siaga bencana. Sedangkan di Desa Muara, di fokuskan pada tiga bina, yaitu bina sumberdaya, bina infrastruktur dan lingkungan, serta bina usaha. Pelaksanaan kegiatan program melibatkan masyarakat, yang dibagi dalam sepuluh kelompok pemanfaat program, dan didampingi oleh satu pendamping program di setiap desa. Dalam pelaksanaanya, program belum mampu melibatkan masyarakat secara keseluruhan. Partisipasi masyarakat masih rendah, selain disebabkan kurangnya interaksi antar anggota kelompok, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang program, pekerjaan masyarakat sebagai nelayan, serta kurangnya peran stakeholders dalam mengajak masyarakat berpartisipasi juga menjadi salah satu penyebab rendahnya keikutsertaan mereka. Intensitas pendampingan yang dilakukan masih sangat rendah, sehingga belum mampu mebentuk kemandirian masyarakat. Pengetahuan yang dimiliki masyarakat terhadap program PDPT juga masih tergolong rendah. Kondisi tersebut terjadi karena kurangnya upaya sosialisasi dan pendampingan yang dilakukan oleh pelaksana program. Pada kenyataannya, sosialisasi yang dilakukan hanya melibatkan ketua, sekertaris, dan bendahara kelompok. Akibatnya, sebagian besar anggota kelompok kurang mendapatkan informasi terkait program PDPT. Secara teknis, para pengelola program belum memanfaatkan poster atau pun radio dalam kegiatan sosialisasi program kepada masyarakat. Pencapaian pelaksanaan program cukup memberikan manfaat kepada masyarakat terutama dalam pembangunan infratruktur dan lingkungan masyarakat. Beberapa kegiatan yang bersifat pengembangan usaha belum mampu meningkatkan ketangguhan ekonomi masyarakat. Beberapa penyebab kurang suksesnya pencapaian ketangguhan masyarakat adalah kurangnya keterlibatan masyarakat dan stakeholders serta kurangnya kemandirian masyarakat dalam mengembangakan dan mengelola program.
34 Tabel 3 Perkembangan kegiatan PDPT Desa Tanjung Pasir Nama Desa Tanjung Pasir
Nama Kegiatan 1. Bina Sumberdaya a. Penanaman Mangrove
Perkembangan PDPT*
10.000 pohon
Tidak dilakukan pemeliharaan pada Mangrove yang telah ditanam, sehingga banyak tanaman yang mati dan ditanami kembali.
1 unit
Manfaat pembangunan MCK dan Sarana Air Bersih, mampu dirasakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
b. Pembangunan sarana air bersih
2 unit
Membantu masyarakat untuk mendapatkan air bersih dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, masyarakat yang menggunakan sarana tersebut hanya dibebankan uang iuran untuk membayar pemakaian listrik pompa air.
c. Pembangunan SPAL
P. 90 m L.0.4m
Pembangunan SPAL digunakan sebagai saluran pembuangan limbah warga, hanya saja masyrakat tidak melakukan pemeliharaan sehingga saat ini SPAL menjadi sangat kotor dan tersumbat.
3. Bina Usaha a. Pelatihan dan pengadaan sarana untuk kerajinanan
1 paket (laptop, print, cat dll)
Masyarakat tidak memiliki tempat untuk memasarkan Hasil kerajinan Handycraft yang dihasilkan, sehingga saat ini kelompok jarang untuk membuat kerajinan lagi
b. Pelatihan dan Pengadaan sarana Pengelolaan limbah untuk kerajinan
1 paket (2 mesin jahit, 1 mesin brush) 1 komputer dan 1 print
Kualitas hasil kerajinan kelompok masih rendah sehingga tidak laku di pasaran
c. Pengadaan Perahu Wisata
1 paket
Manfaat pengadaan perahu wisata belum mampu dirasakan oleh seluruh anggota kelompok, karena hasil yang diperoleh digunakan untuk perawatan perahu.
d. Pengadaan sarana pengelolaan sampah
1 paket
Mesin pengolah sampah dalam keadaan rusak dan tidak diperhatiakan oleh masyarakat, selain itu mesin tersebut juga tidak mampu di manfaatkan dengan baik oleh masyarakat.
P. 120m T. 1.5m
Pembangunan Turap Sungai mampu mngurangi dampak banjir rob yang biasanya menggenangi rumah warga, sehingga manfaatnya mampu di rasakan
2. Bina Infrastruktur dan Lingkungan a. Pembangunan MCK dan Sarana Air Bersih
4. Bina Siaga Bencana a. Pembangunan Turap Sungai Garapan Keterangan*
Jumlah
: Saat pelaksanaan penelitian
35 Tabel 4 Perkembangan kegiatan PDPT Desa Muara Nama Desa Muara
Nama Kegiatan 1. Bina Sumberdaya a. Penanaman Mangrove dan Pembuatan Papan Reklame 2. Bina Infrastruktur dan lingkungan a. Pembangunan SPAL
Perkembangan PDPT*
7.150 pohon mangrove dan 5 unit papan informasi
Penaman mangrove sangat bermanfaat dalam menjaga dan memperbaiki ekosistem pesisir desa Muara.
Panjang 90 m, Lebar 40 cm Realisasi P. 120m, L. 20cm
SPAL mampu mengalirkan limbah waga ke laut sehingga limbah yang biasanya mengalir ke pekarangan rumah warga tidak lagi terjadi. Manfaatnya mampu dirasakan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan MCK dan air bersih.
b. Pembangunan sarana air bersih, MCK, dan Pembuatan MCK Mushollah
2 unit sarana air bersih dan 1 unit MCK
c. Rehab Sarana ibadah dan pembuatan MCK
1 MCK, Jendela 12, Pintu 2, Rehab atap dan pengecetan
d. Pembangunan jalan Paping Block
Panjang 155 m, Lebar 1.20 M
e. Pembangunan Sarana air bersih
1 Unit pembangunan sarana air bersih
Sangat bermanfaat dalam pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat
1 unit perahu wisata, 2 unit pondok wisata
Pengadaan perahu dan pondok wisata belum mampu dikelola dengan baik oleh masyarakat, sehingga belum mampu meningkatkan ketangguhan ekonomi mereka Mesin yang telah dibeli tidak dimanfaatkan dan dioperasikan oleh masyarakat. Selain karena tidak memiliki lahan, masyarakat juga tidak memiliki dana untuk membeli bahan dasar pembuatan papin block, sehingga saat ini mesin tersebut hanya di smpan di rumah warga.
3. Bina Usaha a. Pengadaan Perahu dan Pondok Wisata
b. Pengadaan Mesin Papin Block
Keterangan*
Jumlah
1 paket
: Saat pelaksanaan penelitian
Bangunan sarana ibadah belum bisa digunakan oleh masyarakat, karena dana yang belum cukup sehingga pembangunan sarana ibadah terhenti. Manfaat pembangunan jalan Paping Block sangat dirasakan oleh masyarakat. Jalanan yang biasanya tidak dapat dilewati karena becek sekarang mampu digunakan oleh masyarakat.
36 Karakteristik Personal Peserta PDPT Karakteristik personal merupakan ciri khas yang melekat pada individu yang berhubungan dengan berbagai aspek kehidupan dan lingkungan individu tersebut. Karakteristik individu dapat menjadi pembeda yang khas antara individu dengan individu lainnya. Karakteristik personal yang diamanti sebagaimana yang tercantum dalam kerangka berfikir meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, jumlah tanggungan, tingkat kekosmopolitan, serta tingkat pengetahuan tentang program. Umur Umur responden berkisar antara 19-60 tahun (Tabel 5). Jika mengacu pada batasan usia produktif menurut Rusli 1995, bahwa usia produktif seseorang berkisar antara 15-65 tahun, maka 90 persen responden tergolong produktif. Salkind 1985, menegaskan bahwa umur berkaitan dengan tingkat kematangan biologis dan psikologis seseorang dalam melakukan aktivitas. Seseorang yang dalam usia produktif cenderung memiliki kondisi fisik dan psikis yang optimal dalam bekerja. Artinya, pembangunan desa yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat akan sangat membutuhkan partisipasi masyarakat yang berada pada kelompok produktif. Responden yang berada pada umur produktif akan lebih mudah menerima perubahan, ide-ide dan inovasi, sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi dan pendapatan. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Pakpahan (2006) yang menyatakan bahwa pada usia produktif nelayan memiliki kondisi fisik yang baik dan membuat nelayan mampu melakukan kegiatan secara optimal dan mampu mengembangkan diri dengan baik. Oleh karena itu jika dilihat dari faktor umur, maka responden di dua desa penelitian merupakan aset sumberdaya manusia (SDM) yang perlu diperhatikan untuk dikembangkan. Tabel 5 Umur peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Desa Muara Total Kategori Pasir Umur (Tahun) n % n % n % 18-29 14 46.7 5 16.7 18 30.0 Muda 30-50 15 50.0 22 73.3 38 63.3 Dewasa ≥ 50 1 3.3 3 10.0 4 6.7 Tua Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 33.4 38.3 35.8 Partisipasi pemuda (18-29 tahun) dalam program PDPT tergolong cukup tinggi. Menurut Soehardjo dan Patong (1998), pemuda mempunyai keberanian dan motivasi yang lebih tinggi (termasuk dalam pengambilan keputusan) dibandingkan yang berumur lebih tua. Ada kecenderungan, masyarakat peserta program PDPT Tanjung Pasir dan Muara yang berusia tidak produktif hanya mengikuti keputusan dari anggota kelompok yang berada pada usia produktif.
37 Tingkat Pendidikan Formal Pendidikan merupakan indikator utama pembangunan dan kualitas sumberdaya manusia. Secara umum, tingkat pendidikan masyarakat pedesaan di Indonesia lebih rendah daripada masyarakat di perkotaan dan pinggiran kota (Chozin et., al 2010). Hal yang sama juga berlaku di Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara. Pada Tabel 6 terlihat bahwa sebagai besar peserta program PDPT berpendidikan rendah (dasar). Adapun peserta yang berpendidikan menengah (sekitar 3 %) adalah beberapa dari mereka yang berusia muda dan pengurus kelompok. Tabel 6 Tingkat pendidikan formal peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Desa Muara Total Tingkat Kategori Desa Tanjung Pasir Pendidikan (Tahun Formal sukses) n % n % n % 0-9 30 100 28 93.3 58 96.7 Rendah 10-13 0 0 2 6.7 2 3.3 Sedang ≥ 14 0 0 0 0 0 0 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 5.8 5.9 5.9 Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan manusia untuk melaksanakan perannya dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Namun jika dikaitkan dengan program wajib belajar sembilan tahun, maka sebanyak 96.67% masyarakat yang ikut dalam program PDPT memiliki tingkat pendidikan formal yang rendah. Hal ini menunjukkan masih kurangnya akses masyarakat terhadap pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di Desa Tanjung Pasir dan Muara, menyebabkan kemampuan mengelola dan membangun desa menjadi kurang maksimal. Tarigan (2006) menemukan bahwa pendidikan diyakini berpengaruh terhadap kecakapan, tingkah laku dan sikap seseorang, orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi juga bermanfaat karena mampu membagi pengetahuan ketika bergaul dengan masyarakat, serta memberikan peluang kepada seseorang untuk memperoleh tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Olehnya itu pendidikan merupakan hal yang mendasar untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan menjamin kemajuan sosial dan ekonomi. Pendidikan Non Formal Pendidikan nonformal merupakan kegiatan belajar yang sengaja dilakukan oleh warga untuk meningkatkan pengetahuan. Pendidikan non formal masyarakat Teluk Naga secara umum termasuk dalam kategori rendah, yakni sekitar 91.67% masyarakat di dua desa penelitian hanya mengikuti satu kali pelatihan bahkan banyak diantara mereka yang belum pernah mengikuti pelatihan. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat pendidikan non formal masyarakat pemanfaat program di Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di dua desa tersebut memiliki frekuensi pendidikan non formal yang sama.
38 Tabel 7 Tingkat pendidikan non formal peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Tingkat Desa Muara Total Kategori Pasir Pendidikan (Jumlah/tahun) Non Formal n % n % n % 0-1 26 86.7 29 96.7 55 91.7 Rendah 2-3 4 13.3 1 3.3 5 8.3 Sedang ≥4 0 0 0 0 0 0 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 0.7 0.2 0.5 Rendahnya pendidikan non formal masyarakat dipengaruhi oleh rendahnya intensitas pelaksanaan pendampingan atau penyuluhan yang dilakukan, serta kecenderungan masyarakat yang mengikuti pelatihan hanya ketua kelompok saja. Merujuk kepada Amanah (2003) yang menyatakan bahwa sebagai faktor pendukung, maka penyuluhan memegang peran penting yang berperan membantu terjadinya perubahan yang positif dalam hal pengetahuan, keterampilan teknis, sikap, motivasi serta perbaikan kemampuan berbisnis dan bermasyarakat. Jumlah Tanggungan Keluarga Tanggungan keluarga merupakan salah satu sumberdaya manusia pertanian yang dimiliki petani, terutama yang beusia produktif. Namun tanggungan keluarga juga bisa menjadi beban hidup keluarga apabila tidak membantu dalam usahataninya (Syafruddin 2003). Tabel 8 memperlihatkan bahwa sebagian besar rumah tangga responden di Kecamatan Teluk Naga mempunyai jumlah tanggungan keluarga yang pada kategori sedang, yaitu antara dua sampai tiga jumlah tanggungan. Tabel 8 Jumlah tanggungan keluarga peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Kategori Desa Muara Total Jumlah Pasir (jumlah tanggungan jiwa) n % n % n % 0-1 8 26.7 2 6.7 10 16.7 Rendah 2-3 21 70.0 18 60.0 39 65.0 Sedang ≥4 1 3.3 10 33.3 11 18.3 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 1.9 2.9 2.4 Sebanyak 65% responden responden memiliki jumlah tanggungan pada tingkat sedang. Hal ini disebabkan beberapa responden menikahkan anaknya pada usia yang relatif muda, sehingga pada usia produktif (30-50 tahun), jumlah tanggungan mereka berada berkisar antara 2-3 jiwa. Jumlah tanggungan menjadi salah satu penyebab kurangnya keterlibatan masyarakat dalam kegiatan program. Kesibukan dalam bekerja dan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga mengurangi kesempatan masyarakat untuk terlibat dan berpartisipasi dalam program.
39 Tingkat Kekosmopolitan Tingkat kekosmopolitan adalah ketebukaan anggota kelompok PDPT di Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara terhadap informasi, melalui hubungan mereka dengan berbagai sumber informasi yang ada. Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa masyarakat yang relatif lebih kosmopolit memiliki tingkat adopsi inovasi lebih cepat dibandingkan dengan masyarakat yang lokalit. Tabel 9 Tingkat kekosmopolitan peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Desa Muara Total Tingkat Kategori Pasir Kekosmopolitan (Skor) n % n % n % 5-9 23 76.7 21 70.0 44 73.3 Rendah 10-14 5 16.7 7 23.3 12 20.0 Sedang ≥ 15 2 6.7 2 6.7 4 6.7 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 8.7 8.3 8.8 Tingkat kekosmopolitan anggota kelompok pemanfaat PDPT di Desa Tanjung Pasir dan Muara sebagian besar (73.33%) masih berada pada kategori rendah. Hal ini disebabkan karena pekerjaan mayoritas responden adalah nelayan. Mereka cenderung mencurahkan sebagian besar waktunya untuk melaut dan mencari ikan. Mereka lebih fokus pada pekerjaan sebagai nelayan, dibanding dengan kegiatan-kegiatan lain. Ketika responden pulang dari laut, mereka menggunakan waktu untuk beristahat dirumah. Keterbatasan inilah yang menyebabkan akses masyarakat terhadap dunia luar sedikit. Baba et al., (2011) menemukan bahwa kekosmopolitan berkaitan erat dengan keterbukaan dalam menerima informasi yang pada akhirnya akan meningkatkan pengetahuan. Sejalan dengan hal tersebut Herawati dan Ismail (2006) juga menemukan bahwa kekosmopolitan kontaktani di Sukabumi dilakukan melalui pengalaman berkunjung ke daerah lain dan melihat kemajuan yang sudah dicapai oleh petani lain maupun dengan kunjungan yang bersifat pribadi dapat menambah perbendaharaan pengetahuan dan keterampilan tentang usahatani, merangsang diri dan kelompok agar lebih dinamis, dan menimbulkan semangat kerja untuk meningkatkan produktifitas. Kunjungan dan interaksi dapat mempengaruhi sikap dan mental kontaktani yang biasanya akan lebih cepat menyambut dan berpartisipasi pada setiap usaha yang bertujuan memperbaiki atau membangun usaha pertanian masyarakat. Tingkat Pengetahuan tentang Program Pengetahuan merupakan faktor penting yang mempengaruhi sikap dan perilaku sesorang, rendahnya pengetahuan dapat berpengaruh pada tindakan yang dilakukan. Oleh karena itu untuk mendidik masyarakat agar mempunyai perilaku yang baik, warga perlu diberikan pengetahuan (Sungkar 2010). Sebagian besar masyarakat (56.7 %) pemanfaat program di dua desa pesisir memiliki tingkat pengetahuan yang rendah terhadap program PDPT.
40 Tabel 10 Tingkat pengetahuan peserta, tentang program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Tingkat Desa Tanjung Desa Muara Total Pengetahuan Kategori Pasir tentang (Skor) n % n % n % Program 5-9 16 53.3 18 60.0 34 56.7 Rendah 10-14 11 36.7 9 30.0 20 33.3 Sedang ≥ 15 3 10.0 3 10.0 6 10.0 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 9.9 9.9 9.9 Tabel 10 menunjukkan bahwa rendahnya pengetahuan responden terhadap program PDPT disebabkan kurangnya sosialisasi dan pendampingan yang dilakukan oleh pelaksana program. Sosialisasi yang dilakukan oleh pelaksana program hanya melibatkan ketua, sekertaris, dan bendahara kelompok, sehingga anggota kelompok kurang mendapatkan informasi terkait program PDPT. Hal tersebut akan mempengaruhi perilaku masyarakat, sebagaimana yang dikemukakan oleh Blackstock et al., (Baba 2011) bahwa dari aspek perilaku seseorang akan berpartisipasi jika mereka mendapatkan pengetahuan tentang program yang dikembankan dengan efektif dan benar. Pembahasan terkait karakteristik masing-masing responden juga memberikan gambaran terhadap sikap yang terbentuk serta kualitas sumberdaya manusianya. Umur responden yang relatif berada pada usia produktif sangat berpeluang dalam membangun desa. Persoalannya, usia produktif tidak sejalan dengan tingkat pendidikan formalnya yang sebagian besar (96.7%) tergolong rendah (0-9 tahun). Pendidikan formal yang rendah juga tidak didukung dengan pendidikan non formal. Sebagian besar (91.7%) masyarakat pemanfaat program di kedua desa penelitian berada pada kategori rendah (0-1). Pendampingan ada, tetapi karena intensitasnya rendah, maka masyarakat pun menjadi kurang akses terhadap pelatihan-pelatihan. Di sisi lain, masyarakat sendiri lebih sibuk mencari penghidupan untuk memenuhi kebutuan keluarga yang menjadi tanggungannya yang 65% berjumlah 2-3 orang. Pada umumnya, mata pencaharian masyarakat adalah nelayan, sehingga sebagian besar waktu mereka tercurah untuk melaut dan mencari ikan. Karena kondisi dan kesempatan masyarakat serba terbatas, maka wajar jika tingkat kekosmopolitan sebagian besar (73.3%) dari mereka rendah. Sama halnya dengan tingkat kekosmopolitan, tingkat pengetahuan yang dimiliki masyarakat terhadap program PDPT juga masih tergolong rendah yakni sebesar 56.7%. Kondisi tersebut juga terjadi karena kurangnya upaya sosialisasi dan pendampingan yang dilakukan oleh pelaksana program. Pada kenyataannya, sosialisasi yang dilakukan hanya melibatkan ketua, sekretaris, dan bendahara kelompok. Akibatnya, sebagian besar anggota kelompok kurang mendapatkan informasi terkait program PDPT. Secara teknis, para pengelola program belum memanfaatkan poster atau pun radio dalam kegiatan sosialisasi program kepada masyarakat.
41 Karakteristik Lingkungan Sosial Peserta PDPT Perubahan masyarakat dapat terjadi karena beberapa unsur yang saling berinteraksi satu sama lain. Dalam pengambilan keputusan, masyarakat tidak selalu dapat dengan bebas dilakukannya sendiri, tetapi sangat ditentukan oleh kekuatan-kekuatan di sekelilingnya. Mulyandari (2011) juga mengemukakan bahwa masyarakat sebagai individu-individu yang bersifat unik mampu mengembangkan hubungan, interaksi, dan transaksi sosial sehingga terwujud struktur sosial. Hal ini sejalan dengan pengertian dan unsur modal sosial yang dikemukakan oleh Putnam et al., (Mulyandari 2011) yang menyatakan bahwa unsur organisasi sosial seperti kepercayaan, norma, dan jaringan (hubungan masyarakat) dapat meningkatkan efisiensi masyarakat melalui kemudahan bekerja sama. Tingkat Dukungan Tokoh Masyarakat Dukungan tokoh masyarakat sebagai lingkungan sosial baik berupa nasehat, informasi, ataupun dukungan secara psikologi akan sangat berpengaruh terhadap sikap masyarakat terhadap suatu hal. Desa yang memiliki tokoh masyarakat yang selalu memberikan perhatian dan motivasi dalam pelaksanaan kegiatan, akan mendapatkan hasil dan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan desa yang tidak diperhatikan oleh tokoh masyarakatnya. Masyarakat pemanfaat program di dua desa pesisir memiliki tingkat dukungan tokoh masyarakat yang sedang cenderung tinggi. Dalam pelaksanaan program PDPT, pelaksana program (Dinas Kelautan dan Perikanan) membentuk Tim Pemberdaya yang berasal dari tokoh masyarakat. Tim Pemberdaya yang dibentuk bertugas sebagai motivator dalam meningkatkan keterlibatan anggota kelompok dalam pelaksanaan kegiatan. Dalam pelaksananaan program, interaksi yang terjalin antara tokoh masyarakat dan masyarakat berjalan baik, hanya saja dalam pelaksanaan tugas sebagai tim pemberdaya, tokoh masyarakat cenderung hanya terlibat dalam mendampingi kelompok dalam menyusun rencana kegiatan, selain itu tokoh masyarakat juga mendampingi pada tahap pelaksanaan, namun kurang melakukan pengawasan secara bertahap terhadap pelaksanaan dan evaluasi kegiatan program. Tabel 11 Tingkat dukungan tokoh masyarakat terhadap peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Tingkat Desa Tanjung Desa Muara Total Dukungan Kategori Pasir Tokoh (Skor) n % n % n % Masyarakat 6.3-10.3 9 30.0 4 13.3 13 21.7 Rendah 11.3-15.3 12 40.0 12 40.0 24 40.0 Sedang ≥ 16.3 9 30.0 14 46.7 23 38.3 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 13.7 15.9 14.8
42 Terkait pelaksanaan program tokoh masyarakat juga dirasa kurang dalam memberikan informasi serta dalam meningkatkan kegotongroyongan anggota kelompok. Hal tersebut menyebabkan hanya segelintir anggota kelompok yang terlibat dalam kegiatan program. Febriana (2012) mengemukakan bahwa tokoh masyarakat mempunyai tugas menggerakkan swadaya gotong royong dan partisipasi masyarakat di wilayahnya dan membantu kelancaran tugas-tugas pokok lembaga masyarakat dalam bidang pembangunan di desa dan kelurahan, serta menggerakkan swadaya gotong royong dan partisipasi masyarakat di wilayahnya. Sejalan dengan hal tersebut Wee (2010) mengemukakan bahwa perlu adanya suatu komunikasi antara masyarakat dengan lingkungan sosial dalam hal pertukaran informasi berkaitan dengan program. Peran Kelompok Kelompok memiliki peran penting dalam menyukseskan tujuan program, Stocbridge et al., (2003) mengemukakan bahwa peran dipengaruhi oleh keadaan sosial. Dalam suatu kelompok masing-masing anggota tentu tidak melakukan hal yang sama dalam mencapai tujuan. Ketua kelompok dan setiap anggota memiliki tugas dan fungsi yang berbeda dan peran yang berbeda. Tabel 12 Pendapat peserta program PDPT terhadap peran kelompok di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Tingkat Desa Muara Total Kategori Pasir Peran (Skor) Kelompok n % n % n % 5-9 9 30.0 9 30.0 18 30.0 Rendah 10-14 10 33.3 12 40.0 22 36.7 Sedang ≥ 15 11 36.7 9 30.0 20 33.3 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 12.0 12.2 12.1 Tabel 12 menunjukkan bahwa secara keseluruhan peran kelompok di dua desa pesisir berada pada kategori sedang. Hal ini disebabkan kurangnya kegiatan pertemuan kelompok untuk membahas perkembangan kegiatan program, sehingga sebagian besar kelompok tidak mengetahui perkembangan dari kegiatan program yang telah dilakukan. Selain itu anggota kelompok hanya aktif berinteraksi dengan sesama anggota kelompok yang aktif. Rukka et al., (2008) mengemukakan bahwa keberadaan kelompok merupakan salah satu potensi yang mempunyai peranan penting dalam membentuk perubahan perilaku anggotanya dan menjalin kemampuan kerjasama anggota kelompoknya. Proses pelaksanaan kegiatan melibatkan anggota kelompok dalam berbagai kegiatan bersama, akan mampu mengubah atau membentuk wawasan, pengertian, pemikiran minat, tekad dan kemampuan perilaku. Ketua kelompok yang diharapkan menjadi sumber informasi bagi para anggota juga tidak mampu memberikan informasi kepada semua anggota kelompok. Informasi hanya sampai pada beberapa anggota kelompok saja. Pentingnya peran sebuah kelompok dalam pelaksanaan kegiatan program sejalan dengan hasil penelitian Ridwan (2012) yang mengemukan bahwa keberadaan kelompok mempunyai peranan yang sangat strategis pada efektivitas penerapan
43 program, sehingga semakin baik fungsi dari keberadaan kelompok pemanfaat, maka realisasi program akan semakin sukses. Sejalan dengan hal tersebut Nuryanti dan Swastika (2011) juga mengemukakan bahwa kinerja setiap kelompok dalam menjalankan perannya sangat dipengaruhi oleh sumberdaya manusia, yaitu anggota kelompok. Antusias dan keterampilan anggota kelompok dalam merespon dan mengelola program pemerintah sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan program. Intensitas Kegiatan Program Intensitas Kegiatan program dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai frekuensi pelaksana melakukan kegiatan terkait program dan pelaksanaan program, serta akses informasi yang masyarakat dapatkan tentang kegiatankegiatan Program PDPT. Tabel 13 Pendapat peserta program tentang intensitas kegiatan kelompok PDPT di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Intensitas Desa Muara Total Kategori Pasir Kegiatan (Skor) Kelompok n % n % n % 5-9 13 43.3 13 43.3 26 43.3 Rendah 10-14 13 43.3 14 46.7 27 45.0 Sedang ≥ 15 4 13.3 3 10.0 7 11.7 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 10.3 10 10 Intensitas kegiatan program berada pada kategori sedang namun cenderung rendah (Tabel 13). Rendahnya intensitas kegiatan program disebabkan kurangnya pendampingan dan sosialisasi yang dilakukan oleh pelaksana program kepada kelompok pemanfaat program. Kegiatan sosialisasi hanya dilakukan di wilayah Tangerang, dan hanya melibatkan ketua, sekretaris, dan bendahara kelompok, sehingga anggota kelompok yang lain tidak mendapat informasi yang cukup terkait program. Masyarakat di dua desa pesisir juga menganggap bahwa kegiatan pendampingan yang dilakukan baik intensitas maupun materi pendampingan masih kurang. Sejalan dengan hal tersebut, Sumitro (1991) menyatakan bahwa kemampuan pelaksana program dan pendamping dalam menginterprestasikan dan menyampaikan secara jelas, tentang kebutuhan dan harapan masyarakat dalam usaha meningkatkan tingkat kehidupan sosial ekonomi, sangat menentukan keberhasilan usaha-usaha pemerintah maupun swadaya masyarakat dalam proses pembangunan masyarakat desa. Proses pendampingan akan berhasil, apabila materi sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat. Pembahasan tentang karakteristik lingkungan sosial masyarakat menunjukkan bahwa manusia sebagai mahluk sosial, sehingga apa yang terjadi pada personal masyarakat berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Hasil penelitian menunjukkan tingkat dukungan tokoh masyarakat berada pada kategori sedang, sehingga masih diperlukan peningkatan dalam hal dukungan tokoh masyarakat. Secara lembagaan, peran kelompok dalam memberdayakan masyarakat di dua desa pesisir berada pada kategori sedang, olehnya itu interaksi di dalam kelompok diharapkan dapat lebih baik dan menjadi sumber informasi
44 bagi para anggotanya. Intensitas kegiatan program berada pada kategori rendah baik terkait program maupun pelaksanaan program. Tingkat Pengelolaan Program Pelaksanaan program PDPT diarahkan untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan ketangguhan desa pesisir. Olehnya itu pengelola program dengan baik merupakan hal penting dalam pencapaian tujuan. Dalam hal ini program PDPT menjadi tanggung jawab semua pihak baik oleh pelaksanan program (pemerintah), maupun masyarakat sebagai kelompok pemanfaat program. Komitmen dan tanggung jawab tersebut dimulai dari awal, pada saat identifikasi kebutuhan masyarakat, tindak lanjut pelaksanaan program, sampai dengan hasil yang dicapai. Secara umum tingkat pengelolaan program PDPT di dua desa penelitian masih rendah. Rendahnya tingkat pengelolaan program disebabkan rendahnya keterlibatan masyarakat peserta program pada setiap tahap pelaksanaan kegiatan. Sebagian besar masyarakat peserta program mengaku bahwa mereka jarang dan bahkan tidak pernah dilibatkan mulai dari tahap perencanaan, sosialisasi, hingga pada tahap evaluasi program, hanya ketua, sekretaris dan bendahara yang terlibat aktif dalam setiap tahap pelaksanaan kegiatan program. Sejalan dengan hal tersebut, Neliyanti dan Heriyanto (2013) mengemukakan bahwa efisiensi dalam pengelolaan program merupakan hal yang penting guna mencapai hasil yang diinginkan. Berikut hasil penelitian terhadap empat hal pokok dalam pengelolaan program PDPT di dua Desa Pesisir di Kecamatan Teluk Naga. Kejelasan Program (Konteks) Arikunto dan Safrudin (2009) menjelaskan, bahwa evaluasi konteks merupakan upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan program. Tabel 14 Pendapat peserta program PDPT terhadap kejelasan program (konteks) di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Desa Muara Total Kejelasan Kategori Pasir Program (Skor) n % n % n % 5-9 11 36.7 16 53.3 27 45.0 Rendah 10-14 14 46.7 7 23.3 21 35.0 Sedang ≥ 15 5 16.7 7 23.3 12 20.0 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 11.6 11.6 11.6 Kejelasan program PDPT (konteks) secara umum di dua desa pesisir masih berada pada kategori rendah (45.0%). Hal ini karena masyarakat cenderung belum mendapatkan informasi yang lengkap dan jelas terkait program PDPT. Sosialisasi yang dilakukan oleh pelaksana program dimaksudkan untuk menyosialisasikan rencana kegiatan kepada seluruh pemangku kepentingan hanya melibatkan pemda, DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan), SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), Tim Teknis, Camat, Perangkat Desa, serta pemangku
45 kepentingan lainnya yakni ketua, sekertaris dan bendahara, namun tidak melibatkan semua anggota kelompok. Informasi yang diperoleh dari kegiatan sosialisasi juga tidak mampu untuk disebarluaskan kepada semua anggota kelompok. Kegiatan sosialisasi menjadi hal yang penting untuk dilakukan kepada anggota kelompok sebagai pemanfaat program. Dengan adanya sosialisasi akan memberikan pemahaman tentang program kepada masyarakat serta diharapkan mampu menjadi motivasi untuk berperan serta. Kurangnya kegiatan sosialisasi juga berakibat pada tidak adanya musyawarah dengan masyarakat terkait waktu pelaksanaan kegiatan program. Sehingga waktu pelaksanaan kegiatan ditentukan langsung oleh pelaksana program. Selain itu beberapa responden beranggapan bahwa kegiatan program PDPT tidak sesuai dengan kebutuhan mereka, masyarakat lebih membutuhkan kegiatan yang dapat menghasilkan materi (uang) secara langsung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengelolaan Sumberdaya (Input) Input adalah semua jenis barang, jasa, dana, tenaga manusia, teknologi dan sumberdaya lainnya, yang perlu tersedia untuk terlaksananya suatu kegiatan dalam rangka menghasilkan output dan tujuan suatu proyek atau program. Sehingga pengelolaan sumberdaya (input) menjadi sangat penting untuk dilakukan. Neliyanti dan Heriyanto (2013) mengemukakan bahwa efisiensi akan terjadi jika penggunaan sumber daya diberdayakan secara optimum sehingga suatu tujuan akan tercapai. Tabel 15 Pendapat peserta program PDPT terhadap pengelolaan sumberdaya (input) di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Desa Muara Total Pengelolaan Kategori Pasir Sumberdaya (Skor) n % n % n % 5-9 11 36.7 7 23.3 18 30.0 Rendah 10-14 17 56.7 19 63.3 36 60.0 Sedang ≥ 15 2 6.7 4 13.3 6 10.0 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 10.9 11.3 11.1 Pengelolaan sumberdaya dalam pelaksanaan program PDPT berada pada kategori sedang cenderung rendah yakni sebesar 60.0 %. Hal tersebut menunjukkan keterlibatan stakeholder baik masyarakat, tokoh masyarakat, serta pendamping masih rendah. Perlunya peningkatan keterlibatan pelaksana program dan tim pemberdaya desa dalam pemberian informasi sampai pada tahap pengawasan. Selain itu perlu peningkatan intensitas pendampingan serta penggunaan media yang mudah diakses oleh masyarakat agar mampu melibatkan semua masyarakat. Peran pendamping dalam pelaksanaan program belum cukup dirasakan masyarakat. Kegiatan pendampingan yang dilakukan belum mampu meningkatkan kapasitas seluruh anggota kelompok. Merujuk dari hasil penelitian Amanah (2006) menyatakan bahwa peran fasilitator sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan nelayan. Hal tersebut menunjukkan bahwa peran
46 pendamping sebagai salah satu sumberdaya dalam pengelolaan perogram menjadi sangat penting dalam membangun sikap masyarakat. Proses Kegiatan Program Menganalisis proses kegiatan program PDPT diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana, dengan melihat efektivitas semua data-data yang menyangkut pelaksanaan program. Tabel 16 Pendapat peserta program PDPT terhadap proses kegiatan program, di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Kegiatan Desa Muara Total Kategori Pasir Pelaksanaan (Skor) Program n % n % n % 5-9 15 50.0 14 46.7 29 48.3 Rendah 10-14 12 40.0 9 30.0 21 35.0 Sedang ≥ 15 3 10.0 7 23.3 10 16.7 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 9.8 11 10 Proses pelaksanaan kegiatan program PDPT di dua desa penelitian berada pada kategori rendah (48.0%). Hal ini menunjukkan bahwa prosedur atau kegiatan dalam proses pelaksanaan program belum sepenuhnya melibatkan masyarakat. Responden mengemukakan bahwa mekanisme proses pelaksanaan program pemberdayaan belum baik. Hal ini karena dalamproses pelaksanaan program informasi tidak menyebar luas kepada masyarakat, sehingga banyak masyarakat pemanfaat yang tidak mengetahui dengan jelas proses pelaksanaan kegiatan program. Selain itu kurangnya intensitas pendampingan dan kemampuan pendamping dalam membantu masyarakat menjadi perhatian khusus dalam pelaksanaan program. Seorang anggota kelompok pemanfaat program menuurkan bahwa: “pendampingnya jarang datang neng, biasanya sih cuma datang foto-foto dari mulai belum dikerjakan (0%), 60% dan 100 % pengerjaan”. Penentuan jenis kegiatan yang dilakukan juga tidak melibatkan seluruh anggota kelompok. Beberapa responden yang merupakan anggota kelompok menyatakan bahwa mereka tidak terlibat pada diskusi penentuan jenis kegiatan dan hanya ikut pada kegiatan yang telah ditetapkan oleh sebagian orang dalam kelompok tersebut, bahkan ada anggota kelompok yang tidak mengetahui keanggotaannya dalam kegiatan program PDPT. Tingkat Pencapaian Program (Produk) Output adalah produk atau jasa tertentu yang diharapkan dapat dihasilkan oleh suatu kegiatan dari input yang tersedia, untuk mencapai tujuan proyek atau program. Evaluasi output merupakan penilaian terhadap output-output yang dihasilkan oleh program. Sejalan dengan hal tersebut Soekartawi (1995) mengemukakan bahwa dalam menilai keefektifan suatu program atau proyek maka harus melihat pencapaian hasil kegiatan program atau proyek yang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
47
Tabel 17 Pendapat peserta program PDPT terhadap tingkat pencapaian program, di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Tingkat Desa Muara Total Kategori Pasir Pencapaian (Skor) Program n % n % n % 5-9 2 6.7 1 3.3 3 5.0 Rendah 10-14 10 33.3 9 30.0 19 31.7 Sedang ≥ 15 18 60.0 20 66.7 38 63.3 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 13.9 15.4 14.5 Tingkat pencapaian program di dua desa pesisir Teluk Naga berada pada kategori tinggi (Tabel 17). Hal ini karena pelaksanaan kegiatan program yang mencakup: Bina Sumberdaya (Penanaman Mangrove, Bina Lingkungan dan Infrastruktur (pembangunan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), dan Pengadaan Sarana Pengelolaan Sampah, pembangunan MCK dan Sarana Air Bersih, Pembangunan Sarana Air Bersih, Rehab Sarana Ibadah dan Pembuatan MCK, dan Pembangunan Jalan Paping Block), serta Bina Siaga Bencana (Pembangunan Turap Sungai) manfaatnya mampu dirasakan oleh masyarakat. Seperti penuturan masyarakat yang mengemukakan bahwa “untung ada pembangunan turap sungai neng, dulu waktu belum dibangun kalau hujan atau pasang kita mah tdk bisa lewat di jalan ini, banjir dan masuk ke rumah warga” Bina Usaha (Pelatihan dan Pengadaan Sarana untuk Kerajinan, Pelatihan dan Pengadaan Sarana Pengelolaan Limbah untuk Kerajinan, Pengadaan Perahu Wisata, serta Pengadaan Mesin Paping Block), tidak mampu dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat pemanfaat program. Hal ini dikarenakan dana yang diberikan oleh pemerintah sebagai pelasana program habis digunakan untuk pengadaan mesin, sehingga kelompok tidak lagi memiliki dana untuk biaya operasional untuk menjalankan usaha. Pembahasan terkait pelaksanaan program menunjukkan bahwa pengelolaan program (dalam hal ini program PDPT) dengan baik merupakan hal penting yang menjadi tanggung jawab semua pihak, baik oleh pelaksanan program (pemerintah), maupun masyarakat sebagai kelompok pemanfaat program. Komitmen dan tanggung jawab tersebut dimulai dari awal, pada saat identifikasi kebutuhan masyarakat, tindak lanjut pelaksanaan program, sampai dengan hasil yang dicapai. Tingkat pengelolaan program di dua desa penelitian memperlihatkan bahwa, kejelasan program PDPT (konteks) secara umum di dua desa pesisir masih berada pada kategori rendah. Hal ini terjadi karena masyarakat tidak mendapatkan informasi yang lengkap dan jelas terkait program PDPT, sedangkan pengelolaan sumberdaya (input) program PDPT berada pada kategori sedang. Perlunya peningkatan keterlibatan pelaksana program baik dalam pemberian informasi sampai pada pengawasan, pendamping serta media yang digunakan dalam proses pendampingan akan meningkatkan penggelolaan input program. Proses pelaksanaan kegiatan program berada pada kategori rendah, hal ini menunjukkan rendahnya keterlibatan masyarakat pemanfaat program dalam proses pelaksanaan kegiatan program PDPT. Masyarakat menilai bahwa
48 mekanisme proses pelaksanaan program pemberdayaan belum baik. Namun demikian, tingkat pencapaian program di dua desa penelitian berada pada kategori tinggi karena pelaksanaan kegiatan program manfaatnya mampu dirasakan oleh masyarakat. Hanya saja Bina Usaha yang tidak mampu dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat Sikap Masyarakat Terhadap Komponen Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh. Sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu serta merespon secara positif atau negatif terhadap program. Sikap masyarakat terhadap pelaksanaan program PDPT adalah suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku dari masyarakat dan cenderung untuk bertindak dan bereaksi terhadap program. Dilihat dari segala sesuatunya dikerjakan dengan penuh kesungguhan, ketekunan, dan ketelitian atau tidak. Sikap masyarakat tehadap pelaksanaan program diukur melalui penerimaan, respon, penilaian atau penghargaan serta pembentukan nilai masyrakat. Berikut hasil penelitian terkait sikap masyarakat terhadap komponen program.
Tingkat Penerimaan (Receiving) Receiving (penerimaan) adalah kesediaan atau kepekaan masyarakat untuk menerima adanya suatu fenomena di lingkungannya. Tingkat penerimaan masyarakat pesisir terhadap program PDPT di dua desa penelitian berada pada kategori tinggi yakni sebesar 55.0% (Tabel 18). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki keinginan yang besar untuk melihat desa mereka lebih baik. Tingginya tingkat penerimaan masyarakat merupakan modal yang sangat baik dalam melaksanakan kegiatan program. Hal ini akan menjadi awal dalam membentuk sikap positif masyarakat sebagai obyek pembangunan. Tabel 18 Tingkat penerimaan masyarakat pesisir terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Desa Muara Total Tingkat Kategori Pasir Penerimaan (Skor) n % n % n % 5-9 4 13.3 5 16.7 9 15.0 Rendah 10-14 10 33.3 8 26.7 18 30.0 Sedang ≥ 15 16 53.3 17 56.7 33 55.0 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 13.3 13.6 13.4 Masyarakat pada umumnya menyadari akan pentingnya pelaksanaan program PDPT, serta senang dengan usaha perbaikan di desa mereka. Hanya saja adanya proses kegiatan program yang tidak sepenuhnya melibatkan anggota kelompok menyebabkan mereka kurang mengetahui perkembangan kegiatan di desa mereka. Kegiatan program yang mencakup pada beberapa aspek kehidupan masyarakat memberikan harapan dalam mewujudkan wajah baru desa pesisir sehingga masyarakat menerima dengan baik kegiatan program di desanya.
49 Tingkat Menanggapi (responding) Tingkat menanggapi (respon) masyarakat pemanfaat program PDPT dilihat dari kepekaan dan keinginannya dalam melibatkan dirinya dan memberikan reaksi terhadap kegiatan yang ada di lingkungannya dan sejauh mana masyarakat ingin terlibat dalam kegiatan program. Respon masyarakat terhadap program PDPT berada pada kategori tinggi, dengan persentase sebanyak 48.33% (Tabel 19). Tingkat respon masyarakat di Desa Tanjung Pasir dan Muara sama-sama berada pada kategori tinggi. Masyarakat sebagai pemafaat program memiliki keinginan untuk terlibat dalam pelaksanaan program, baik untuk hadir dalam pertemuan maupun dalam memberikan bantuan tenaga. Pada kenyataannya walaupun banyak di antara anggota kelompok yang tidak dilibatkan secara langsung oleh kelompok dalam pelaksaan kegiatan program serta tidak mendapat informasi yang jelas terkait kegiatan program, namun secara pribadi mereka memiliki keinginan untuk terlibat aktif dalam pelaksanaan kegiatan program. Tabel 19 Tingkat menanggapi masyarakat pesisir terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Desa Muara Total Tingkat Kategori Pasir Respon (Skor) n % n % n % 5-9 4 13.3 6 20.0 10 16.7 Rendah 10-14 12 40.0 9 30.0 21 35.0 Sedang ≥ 15 14 46.7 15 50.0 29 48.3 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 14.3 13 14 Tingkat Menilai/ Menghargai (valuing) Tingkat menilai/penghargaan (valuing) diukur berdasarkan penilaian masyarakat terhadap program, baik atau tidaknya program yang sedang dilaksanakan. Tingkat menghargai masyarakat terhadap program berada pada kategori sedang cenderung tinggi yakni sebesar 48.3% (Tabel 20). Tabel 20 Tingkat penghargaan masyarakat pesisir terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Desa Muara Total Tingkat Kategori Pasir Menghargai (Skor) n % n % n % 5-9 2 6.7 2 6.7 4 6.7 Rendah 10-14 16 53.3 13 43.3 29 48.3 Sedang ≥ 15 12 40.0 15 50.0 27 45.0 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 13.7 14.6 14.2 Tingkat menghargai masyarakat di Desa Muara menunjukkan tingkat yang lebih baik, yakni berada pada kategori tinggi (50.0%) dibandingkan dengan masyarakat di Desa Tanjung Pasir yang hanya berada pada kategori sedang
50 (53.3%). Hal ini disebabkan tokoh masyarakat di desa Muara cenderung lebih aktif terlibat kemasyarakat untuk sekedar bertanya atau pun berbincang seputar program PDPT. Pengalaman masyarakat terkait program-program sebelumnya yang tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan juga menjadi penyebab kurangnya penghargaan terhadap program PDPT. Sejalan dengan hal tersebut, Sutopo (1996) mengemukakan bahwa berbagai hal yang terjadi dan menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan sering mengakibatkan warga masyarakat kurang mampu bersikap terbuka untuk secara jujur menyatakan persepsi dan pandangannya tentang suatu program yang diselenggarakan pemerintah. Karena sering dilandasi oleh persepsi yang kurang positif maka keterlibatan yang ada sering merupakan partisipasi semu, dimana anggota kelompok nampak berpartisipasi, tapi kenyataannnya tidak, artinya para anggota kelompok ikut berpartisipasi, tetapi tidak diberi wewenang dalam menyusun perencanaan, kegiatan yang akan dilaksanakan dan waktu pelaksanaanya. Keadaan yang demikian itu bila sering terjadi maka akan berakibat kurang lancarnya kegiatan sesuai dengan rencana sehingga, menyulitkan usaha pencapaian tujuan program secara utuh. Tingkat Pembentukan Nilai (Organization) Pembentukan nilai (organization) berkaitan dengan memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten. Indikator tingkat organisasi masyarakat dilihat dari kesediaan responden dalam menyelesaiakn masalah yang muncul dan mencari solusi bersama. Tingkat pembentukan nilai masyarakat terhadap program PDPT masih berada pada kategori sedang, yakni sebesar 73.0%. Hal ini menunjukkan bahwa usaha dalam memperbaiki kondisi lingkungan, infrastruktur, sumberdaya, usaha maupun kesiapsiagaan terhadap bencana belum mampu menjadi karakter dalam diri masyarakat. Program belum mampu membentuk masyarakat menjadi mandiri sebaliknya masyarakat cenderung untuk bergantung pada pemerintah. Tabel 21 Tingkat pembentukan nilai peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Desa Tanjung Tingkat Desa Muara Total Kategori Pasir Pembentukan (Skor) Nilai n % n % n % 5-9 1 3.3 3 10.0 4 6.7 Rendah 10-14 22 73.3 22 73.3 44 73.3 Sedang ≥ 15 7 23.3 5 16.7 12 20.0 Tinggi Jumlah 30 100 30 100 60 100 Rata-rata 13.4 13.1 13.3 Sikap Masyarakat Terhadap Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh Secara umum sikap masyarakat di dua desa pesisir Teluk Naga terhadap program PDPT berada pada kategori sedang (Tabel 22). Sikap menunjukkan penilaian (positif dan negatif) masyarakat terhadap obyek yang ada di sekitarnya
51 dalam hal ini adalah program PDPT. Secara umum sikap mempengaruhi tingkah laku seseorang, masyarakat yang senang dengan program PDPT akan memberikan dukungan nyata dalam pelaksanaannya. Hasil penelitian menempatkan sikap masyarakat di dua desa penelitian berada pada kategori sedang, hal ini menunjukkan bahwa masih banyak hal yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan dan diperbaiki, terutama pada beberapa hal yang sangat berhubungan dengan pembentukan sikap positif masyarakat. Tabel 22 Sikap masyarakat terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Sikap Masyarakat Tingkatan Sikap Total (%) Rendah Sedang Tinggi (%) (%) (%) 15.0 30.0 55.0 100 Tingkat penerimaan 16.7 35.0 48.3 100 Tingkat respon 6.7 48.3 45.0 100 Tingkat menghargai 6.7 73.3 20.0 100 Pembentukan nilai Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sikap Masyarakat Pesisir Terhadap Program PDPT. Sikap hanya dapat ditunjukan oleh perilaku yang nampak, diikuti dengan kecenderungan untuk melakukan tindakan sesuai dengan obyek, baik berupa dukungan maupun perasaan tidak mendukung. Hal tersebut sejalan dengan, Winkel 2006, mengemukakan bahwa sikap sebagai kecenderungan untuk menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian atas obyek tersebut. Jika obyek tersebut dinilai berguna maka seseorang akan berkecenderungan menerima secara positif, sebaliknya bila dianggap tidak berguna akan diberi reaktif negatif. Untuk mewujudkannya menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Pembahasan faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT merujuk pada temuan penelitian yang disajikan pada Tabel 23,24, dan 25, diperjelas dengan informasi yang didapatkan dari lokasi penelitian serta didukung oleh teori dan hasil penelitian yang relevan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT di Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara dianalisis dengan menggunakan Rank Spearman. Hasil analisis (Tabel 23, 24, dan 25) menunjukkan faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT, yaitu tingkat kekosmopolitan, tingkat pengetahuan tentang program, tingkat dukungan tokoh masyarakat, peran kelompok, intensitas kegiatan program, konteks program, pengelolaan sumber daya (input), proses kegiatan program, serta pencapaian program (produk). Hipotesis penelitian adalah sebagai berikut terdapat hubungan nyata positif antara karakteristik personal (X1), karakteristik lingkungan sosial (X2), dan tingkat pengelolaan program (X3), terhadap tingkat penerimaan, respon, penilaian, dan penilaian masyarakat terhadap program PDPT. Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis korelasi Rank Spearman. Jika nilai signifikansinya (pvalue) <0,01 dan 0,05, maka terdapat hubungan yang nyata antara peubah
52 terhadap sikap masyarakat (Y). Hasil analisis korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa secara umum peubah karakteristik personal tidak memiliki hubungan yang nyata dengan sikap masyarakat (penerimaan, respon, menilai, dan organisasi), sedangkan karakteristik lingkungan sosial, dan tingkat pengelolaan program menunjukkan adanya hubungan yang nyata dengan sikap masyarakat (penerimaan, respon, menilai, organisasi) pada taraf nyata 0.01 dan 0.05. Karakteristik Lingkungan Sosial Karakteristik lingkungan sosial merupakan faktor utama yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT, yang dijabarkan oleh peubah teramati: (1) dukungan tokoh masyarakat, (2) peran kelompok, (3) dan intensitas kegiatan program. Hal ini berarti bahwa karakteristik lingkungan sosial akan mengembangkan sikap positif masyarakat untuk ikutserta dalam kegiatan program. Intensitas kegiatan program merupakan pembentuk yang paling kuat terhadap pengembangan sikap penerimaan (0.711), respon (0.581) dan pembentukan nilai (0.636) masyarakat terhadap program PDPT. Dukungan tokoh masyarakat menjadi peubah yang paling kuat dalam membentuk sikap penilaian/penghargaan (0.774) masyarakat terhadap programPDPT. Peran kelompok juga memiliki peran yang cukup besar dalam pembentukan sikap masyarakat. Di mana dalam membentuk sikap penerimaan, peran kelompok memiliki nilai hubungan sebesar 0.680, merespon (0.542), menilai (0.585), dan pembentukan nilai (0.582). Dengan demikian, intensitas kegiatan program, dukungan tokoh masyarakat serta peran kelompok perlu dikembangkan lebih baik karena berpotensi paling besar dalam meningkatkan sikap masyarakat pemanfaat program untuk bersama-sama mencapai ketangguhan desa. Tabel 23 Hubungan karakteristik lingkungan sosial dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Peubah 1. Dukungan Tokoh Masyarakat 2. Peran Kelompok 3. Intensitas Kegiatan Program
Penerimaan
Respon
0.710**
0.556**
Menghargai Pembentukan Nilai 0.774** 0.566**
0.680** 0.711**
0.542** 0.581**
0.585** 0.612**
0.582** 0.636**
Lembaga yang terdapat dalam masyarakat pedesaan adalah kelompok tani (nelayan/padi), masyarakat (nelayan) biasanya menjadi bagian dari sebuah kelompok, sehingga kelompok memiliki peran yang cukup penting dalam kehidupan sosial masyarakat pedesaan. Sesuai dengan pendapat Santosa 2002, yang menyatakan bahwa kelompok mempunyai pengaruh terhadap perilakuperilaku anggotanya, yang meliputi pengaruh terhadap persepsi, sikap, dan tindakan individu. Dengan demikian, nilai, norma, interaksi dalam kelompok, kepemimpinan, dan dinamika kelompok memberikan kontribusi tersendiri terhadap bentuk pola interaksi anggotanya ketika berinteraksi dengan lingkungan
53 di luar kelompok. Menurut Beebe dan Masterson 1989, kelompok memegang peranan penting bagi perkembangan kepribadian dan perilaku seseorang. Sebagian anggota kelompok ternyata tidak terlibat aktif dan tidak mengetahui dengan jelas informasi-informasi tentang program PDPT. Pembentukan kelompok dilakukan oleh ketua kelompok yang dipilih oleh lurah/kepala desa. Terdapat beberapa anggota masyarakat yang tidak tahu kalau mereka termasuk dalam kelompok PDPT, akibatnya tidak ada rasa tanggung jawab anggota untuk terlibat penuh. Kelompok yang dibentuk lebih disebabkan adanya proyek atau bantuan. Kelompok seperti ini cenderung tidak bertahan lama, biasanya setelah proyek dihentikan biasanya kelompok ini akan bubar. Pengembangan kelompok secara baik menjadi sangat penting karena banyak masalah masyarakat (nelayan) yang dapat dipecahkan oleh suatu kelompok. Berbagai program pemberdayaan nelayan seperti pemberian kredit, pengelolaan lingkungan dan sebagainya biasanya diberikan dan dikelola melalui kelompok. Oganisasi-organisasi tersebut berperan sebagai perantara antara masyarakat dengan lembaga-lembaga pemerintah, yaitu sebagai saluran komunikasi atau untuk kepentingan-kepentingan lain. Selain peran kelompok, peran tokoh masyarakat dan intensitas kegiatan program juga merupakan peubah teramati yang berhubungan dalam karakteristik lingkungan sosia. Hasil wawancara dan analis data yang menunjukkan bahwa keaktifan tokoh masyarakat dalam memberi motivasi, informasi dan terlibat secara langsung kepada masyarakat membantu pembentukan sikap masyarakat. Sama halnya dengan intensitas kegiatan yang dilakukan pelaksana program, intensitas kunjungan pelaksana program, kegiatan pendampingan, metode pendampingan dan sebagainya juga membentuk sikap masyarakat terhadap program. Perlu dilakukan upaya perbaikan pada kondisi lingkungan sosial masyarakat tersebut agar dapat meningkatkan sifat positif masyarakat terhadap pelaksanaan program PDPT. Beberapa hal yang perlu diupayakan perbaikannya antara lain proses pembentukan kelompok yang perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan petani, pengelolaan kelompok yang dapat melibatkan seluruh anggota, kesertaan tokoh masyarakat dalam mendukung pelaksanaan program, serta dukungan dari pelaksana program sendiri demi mewujudkan tujuan program. Pengelolaan Program Faktor kedua yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT adalah tingkat pengelolaan program, yang menggambarkan realisasi program, kejelasan program (konteks), pengelolaan sumberdaya (input), proses kegiatan program dan tingkat pencapaian program. Dalam realisasi pelaksanaan program, masyarakat dibantu untuk mengkaji kebutuhan, masalah dan peluang yang ada dalam lingkungan mereka sendiri. Tenaga pendamping (pelaksana program) dalam membantu masyarakat seharusnya dapat dilakukan melalui pelibatan masyarakat mulai dari perencanaan sampai evaluasi program. Hubungan tingkat pengelolan program dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT dijabarkan dalam empat peubah teramati, yaitu: (1) kejelasan program (konteks), (2) ketepatan pengelolaan sumberdaya (input), (3) kesesuaian pelaksanaan kegiatan program (proses), dan (4) tingkat pencapaian program.
54 Kejelasan program (konteks) menunjukkan hubungan yang paling kuat dalam membentuk sikap masyarakat terhadap program PDPT, yakni: sikap menerima (0.601), merespon (0.643), menilai (0.714), dan organisasi (0.684).
Tabel 24 Hubungan tingkat pengelolaan program dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Peubah 1. Kejelasan program 2. Ketepatan pengelolaan sumberdaya 3. Kesesuaian pelaksanaan kegiatan program 4. Pencapaian program
Penerimaan
Respon
Menghargai Pembentukan Nilai 0.714** 0.684**
0.601**
0.643**
0.536**
0.512**
0.687**
0.622**
0.653**
0.540**
0.674**
0.599**
0.481**
0.500**
0.702**
0.528**
Dikaitkan dengan model perubahan sosial menurut Less dan Smith 1975 maka, program pengembangan yang direalisasikan di lokasi penelitian, masih menerapkan model konsensus karena masih direncanakan dan dirancang pada tingkat nasional. Hal ini terlihat dari kurangnya keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan. Asumsi yang dikemukakan Rothman (Adi 2003) untuk paradigma local development, yaitu komunitas diintegrasikan dan dikembangkan kapasitasnya dalam upaya memecahkan masalah secara kooperatif, serta membangkitkan rasa percaya diri akan kemampuan masing-masing anggota masyarakat belum sepenuhnya diterapkan. Program yang dilaksanakan hendaknya mampu memanfaatkan potensi kelembagaan yang berakar kuat dalam struktur masyarakat lokal mau dan mampu mengelola potensi sosial ekonomi yang dimiliki. Dalam menjalankan kegiatan usaha, masyarakat memerlukan modal, pengetahuan, dan keterampilan yang relevan, namun tidak selalu tersedia ataupun tidak terpenuhi di tingkat lokal. Karena itu penyuluh pertanian/tenaga pendamping bertugas mengelola sistem yang dapat memperlancar upaya masyarakat memperoleh kebutuhan tersebut baik secara individu maupun kelompok (Sajogyo 1999). Hasil pengamatan di lapangan juga memperlihatkan bahwa kondisi dua desa pesisir yang tidak memperlihatkan banyak perubahan. Perubahan yang terjadi lebih banyak pada hal infrastruktur dan siaga bencana, sedangkan kondisi lingkungan masih saja terlihat tidak terawat. Sama halnya dengan kegiatan bina usaha yang diberikan kepada kelompok pemanfaat, hal tersebut ternyata belum mampu untuk memperbaiki kondisi perekonomian masyarakat. Pengembangan usaha tidak mampu dikelola oleh masyarakat dengan baik, bantuan dana yang diberikan hanya digunakan untuk membeli peralatan dan mesin-mesin (mesin pengolahan sampah dan mesin pembuatan paping block) untuk usaha, namun kemudian perlengkapan tersebut tidak digunakan untuk menjalankan usaha, melainkan hanya menjadi hiasan di dua desa pesisir tersebut.
55 Program PDPT adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat di desa pesisir yang rentan bencana akibat perubahan iklim, untuk mewujudkan ketangguhan masyarakat melalui pengembangan sumberdaya manusia, usaha, infrastruktur, lingkungan, dan siaga bencana. Kegiatan difokuskan di daerah rawan bencana dengan mengimplementasikan berbagai pemberdayaan masyarakat dalam mewujudkan ketangguhan dengan melibatkan seluruh partisipasi masyarakat. Program ini memberikan bantuan dana dalam jumlah tertentu. Pemanfaatannya bertujuan untuk melatih penggunaan dana tersebut sebagai stimulan pengembangan pemberdayaan lebih lanjut. Dana yang ada digunakan untuk pembiayaan beberapa pembangunan infrastruktur, lingkungan dan investasi ekonomi untuk menciptakan produktivitas yang membantu masyarakat meningkatan kesejahteraannya. Pelaksanaan program PDPT dimulai dari tahap persiapan, di mana masyarakat dilibatkan untuk memasukkan usulan pembangunan (proposal) yang mencakup bina infrasruktur, bina lingkungan, bina usaha, dan siaga bencana, hanya saja masyarakat (anggota kelompok) merasa kurang dilibatkan, karena disuusn oleh ketua kelompok bersama tokoh masyarakat. Menurut para anggota kelompok, sosialisasi dari pemerintah tentang program tersebut sangat kurang. Kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah sebagai pelaksana program hanya melibatkan ketua, sekretaris, dan bendahara kelompok. Kegiatannya pun dilakukan di hotel di ibu kota Kabupaten Tangerang dan di Tigaraksa, sehingga anggota kelompok tidak dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi. Penentukan jenis kegiatan yang dilaksanakan tiap kelompok, dilakukan oleh tokoh masyarakat, ketua dan anggota kelompok, walaupun terdapat juga beberapa anggota kelompok yang merasa tidak dilibatkan dalam penentuan jenis kegiatan kelompok. Kegiatan yang dilakukan antara lain, penanaman mangrove, pembangunan saluran air limbah, pengadaan sarana pengelolaan sampah, pembangunan MCK dan sarana air bersih, rehab sarana ibadah, pembangunan jalan paving block, pembangunan turap sungai, pengadaan perahu wisata, dan pengadaan mesih pavin block. Permasalahan yang dihadapi saat ini yakni pada bina usaha belum adanya kerjasama dengan lembaga pemasaran, ataupun lembaga-lembaga terkait terutama untuk usaha kerajinan tangan, sehingga mereka hanya menjualnya di sekitar pantai, sehingga penjualan tidak begitu banyak. Sedangkan pada pengelolaan sampah dan mesin papin blok tidak mampu dikelola dengan baik oleh kelompok, sehingga mesin yang dibeli dengan menggunakan bantuan yang diberikan melalui program PDPT hanya disimpan dan tidak dioperasikan. Soetomo 2011, mengemukakan bahwa, masih banyak dijumpai kegagalan dari peran eksternal yang berlabelkan pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kondisi kehidupannya, tetapi hanya bertahan selama program masih berjalan. Pada saat program dihentikan, intensitasnya secara perlahan berkurang dan akhirnya berhenti. Hal itu disebabkan program pemberdayaan tersebut tidak berhasil mewujudkan proses institusionalisasi. Umumnya kelemahan program pemberdayaan yang tidak berhasil menumbuhkan kemandirian dan keberlanjutan aktivitas lokal masyarakat terletak pada pendekatan yang digunakan dalam penyampaian input program. Program pemberdayaan seharusnya menggunakan pendekatan yang mengutamakan proses belajar bukan hanya material.
56 Karakteristik Personal Karakteristik personal merupakan faktor terakhir yang diamati untuk melihat hubungannya dengan sikap masyarakat terhadap program: (1) umur, (2) tingkat pendidikan formal, (3) pendidikan nonformal, (4) jumlah tanggungan, (5) tingkat kekosmopolitan, (6) tingkat pengetahuan. Tabel 25 Hubungan karakteristik personal dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013. Peubah
Penerimaan
Respon
Menghargai Pembentukan Nilai -0.057 -0.166 -0.104 0.026 0.085 0.224
1. Umur 2. Pendidikan Formal 3. Pendidikan Nonformal 4. Jumlah Tanggungan Keluarga 5. Tingkat Kekosmopolitan 6. Pengetahuan tentang Program
-0.086 0.103 0.178
-0.108 -0.015 0.166
-0.052
-0.021
0.046
-0.065
0.596**
0.495**
0.372**
0.474**
0.668**
0.457**
0.332*
0.437**
Hasil analisis rank spearman menunjukkan bahwa umur, memiliki hubungan negatif dengan sikap. Hal ini berarti bahwa semakin tua umur responden maka sikap terhadap obyek di sekitarnya akan semakin rendah. Sama halnya dengan umur, jumlah tanggungan dan tingkat pendidikan juga memiliki hubungan yang negatif dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT. Jumlah tanggungan masyarakat yang berada pada kategori sedang yakni 2-3 jiwa menyebabkan masyarakat kurang peduli dengan program. Hal tersebut karena jumlah tanggungan keluarga berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan keluarga Jika tanggungan keluarga banyak maka pemenuhan kebutuhanpun akan lebih banyak banyak, begitu pun sebaliknya di mana jika tangungan keluarga sedikit maka pemenuhan kebutuhan juga sedikit. Hal tersebut menjadikan masyarakat memiliki keinginan untuk berpartisipasi yang berbeda . Masyarakat yang memiliki tanggungan keluarga banyak akan memilih untuk mencari nafkah dibandingkan ikut dalam kegiatan program. Sejalan dengan hal tersebut Erawati (2013) menemukan bahwa semakin besar beban jumlah keluarga menyebabkan waktu untuk berpartisipasi dalam kegiatan akan berkuarang karena sebagian besar waktunya digunakan untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga. Sedangkan nilai korelasi negatif antara pendidikan formal disebabkan mayoritas pendidikan responden berada pada kategori rendah, dan sifat yang ditunjukkan oleh responden cenderung dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan yang dimiliki. Tingkat pengetahuan terhadap program, dipengaruhi oleh banyaknya informasi yang diperoleh baik dari pengelola program maupun dari tokoh masyarakat. Pendidikan nonformal masyarakat memiliki korelasi yang sangat rendah terhadap sikap masyarakat terhadap program yakni: penerimaan (0.308), respon