HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dataran tinggi Dieng terletak di Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis, Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateau) berada di dua wilayah, Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Wilayah terbesar Dataran Tinggi Dieng milik Kabupaten Banjarnegara dan merupakan dataran paling tinggi di Jawa (Sekneg RI 2007). Rata-rata ketinggiannya adalah 6.802 kaki atau 2.093 m dpl dengan suhu siang hari antara 150C dan 100C pada malam hari (Turasih 2011). Pada waktu musim kemarau, suhu dapat turun drastis di bawah titik 00C. Dataran Tinggi Dieng dikelilingi gugusan gunung antara lain Gunung Sumbing, Gunung Sindoro, Gunung Perahu, Gunung Rogojembangan, serta Gunung Bismo. Kondisi penggunaan lahan hutan negara di Dieng berdasarkan citra Landsat ETM+ pada tahun 2005 adalah terdiri dari hutan, non hutan, cagar alam, dan danau/telaga. Dari keseluruhan luas wilayah penggunaan lahan seluas 483,300 ha (50,15%) berupa non hutan. Kondisi ideal hutan yang berada di Dieng idealnya berupa kawasan hutan lindung. Dataran Tinggi Dieng merupakan salah satu sentra penghasil kentang di Indonesia. Kondisi sosial ekomomi masyarakat rata-rata mempunyai mata pencaharian sebagai petani dan buruh tani dengan rata-rata 77,36% dari total keseluruhan penduduk yang bekerja (Winoto 2011). Berdasarkan data BPS (2010), produksi kentang dari Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 sebesar 288,654 ton, sedangkan menurut Dinas Pertanian Kabupaten Banjarnegara tahun 2009, kapasitas produksi kentang Kabupaten Banjarnegara adalah 133.417,5 ton/tahun (DIPERTAN 2009). Hal ini menunjukkan Kabupaten Banjarnegara atau daerah Dataran Tinggi Dieng merupakan daerah produsen kentang yang sangat tinggi produktivitasnya. Karakteristik petani Jenis Kelamin. Jumlah contoh pada penelitian ini sebanyak 100 petani. Hampir seluruh contoh berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 97 persen (Tabel 4). Pertanian merupakan mata pencaharian utama mayoritas masyarakat Dataran
34 Tinggi Dieng. Oleh karenanya, pertanian umum dikelola oleh kepala keluarga yaitu suami (laki-laki). Pertanian baru dikelola oleh perempuan apabila suami tidak mampu mengelola pertanian, suami memiliki mata pencaharian lain, atau hal-hal lain yang menjadi pertimbangan khusus.
Laki-laki Perempuan
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Jumlah Jenis Kelamin n 97 3 Total 100
% 97,0 3,0 100,0
Usia. Usia contoh merupakan lama hidup contoh. Perbedaan usia konsumen akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek ataupun jenis produk (Sumarwan 2011). Rentang usia contoh dalam penelitian ini adalah 22-52 tahun dengan rata-rata usia contoh adalah 35,79 tahun. Usia contoh ini termasuk dalam kategori usia dewasa awal, dewasa lanjut, separuh baya, dan tua menurut siklus hidup konsumen yang dikemukakan oleh Sumarwan (2011). Tabel 5 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (56%) tergolong dalam dewasa lanjut. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan usia Jumlah Usia (tahun) n % Dewasa awal (19-24) 1 1,0 Dewasa lanjut (25-35) 56 56,0 Separuh baya (36-50) 40 40,0 Tua (51-65) 3 3,0 Total 100 100,0 Min - max (tahun) 22 – 52 Rataan ± Sd 35,79 ± 6,33 Pendidikan. Tingkat pendidikan seseorang akan memengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang, bahkan persepsinya terhadap suatu masalah yang kemudian menentukan proses keputusan dan pola konsumsi seseorang (Sumarwan 2011). Pendidikan dapat diketahui dari latar belakang pendidikan formal dan/atau informal yang pernah ditempuh contoh dalam satuan tahun. Pendidikan informal dalam penelitian ini adalah pendidikan pesantren yang umum ditempuh oleh masyarakat setempat setelah menempuh pendidikan formal
35
hingga jenjang SD atau SMP. Pendidikan yang telah ditempuh oleh contoh berada pada berbagai tingkat pendidikan. Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa persentase terbesar tingkat pendidikan contoh (41%) adalah SMP atau sederajat. Sedangkan persentase terendah tingkat pendidikan contoh (1%) adalah tidak sekolah dan Diploma 3. Hal yang menarik bahwa terdapat contoh yang menamatkan pendidikan sampai jenjang Strata 1 (S1) yaitu sebesar 3,0 persen. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan Jumlah Pendidikan n Tidak Bersekolah 1 SD 35 SMP atau sederajat 41 SMA atau sederajat 17 Diploma 2 2 Diploma 3 1 Strata 1 (S1) 3 Total 100
% 1,0 35,0 41,0 17,0 2,0 1,0 3,0 100,0
Penghasilan Tani. Penghasilan tani merupakan jumlah uang yang diperoleh contoh dari hasil pertanian kentang per bulan. Jumlah tersebut didapat dari jumlah uang yang didapat dari hasil panen dikurangi modal kemudian dibagi lama bulan masa tunggu panen kentang (4 bulan). Hasil menunjukkan penghasilan tani terendah dari contoh adalah Rp60.000,- dan penghasilan tani tertinggi adalah Rp25.000.000,-. Berdasarkan range yang jauh tersebut, pembagian kategori penghasilan tani dibuat dalam rentang 2 juta rupiah sehingga didapat gambaran bahwa lebih dari separuh contoh (60%) memiliki penghasilan tani dibawah 2 juta rupiah per bulan (Tabel 7). Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan penghasilan tani Jumlah Penghasilan per Bulan dari Pertanian (Rp) n % 0 - 2.000.000 60 60,0 2.000.001 - 4.000.000 22 22,0 4.000.001 - 6.000.000 9 9,0 > 6.000.000 9 9,0 Total 100 100,0 Min - max (Rp) 60.000 – 25.000.000 Rataan ± Sd 3.092.500 ± 4.087.910
36 Pendapatan Keluarga. Pendapatan keluarga merupakan jumlah uang yang diperoleh keluarga contoh per bulan dari berbagai sumber pendapatan keluarga (pertanian dan sumber lain). Hasil pada Tabel 8 menunjukkan pendapatan keluarga contoh yang paling rendah adalah adalah Rp250.000,- dan pendapatan keluarga contoh paling tinggi adalah Rp25.000.000,-. Separuh contoh (50%) memiliki pendapatan keluarga dibawah 2 juta rupiah. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga Jumlah Pendapatan Keluarga (Rp) n % 0 - 2.000.000 50 50,0 2.000.001 - 4.000.000 29 29,0 4.000.001 - 6.000.000 6 6,0 > 6.000.000 15 15,0 Total 100 100,0 Min - max (Rp) 250.000 – 25.000.000 Rataan ± Sd 3.667.200 ± 4.404.560 Jumlah Sumber Pendapatan. Jumlah sumber pendapatan adalah jumlah semua sumber pendapatan keluarga contoh. Lebih dari separuh contoh (60%) memiliki jumlah sumber pendapatan 1 sumber, yaitu pertanian saja (Tabel 9). Jumlah sumber pendapatan mengindikasikan cadangan sumber pendapatan keluarga apabila pertanian tidak menghasilkan sesuai harapan karena pertanian merupakan bidang mata pencaharian yang sangat bergantung pada kondisi iklim dan cuaca serta harga pasar sehingga seringkali hasilnya susah diprediksi. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan jumlah sumber pendapatan Jumlah Jumlah Sumber Pendapatan n % 1(pertanian saja) 60 60,0 2 (dua) 28 28,0 3 (tiga) 9 9,0 4 (empat) 2 2,0 5 (lima) 1 1,0 Total 100 100,0 Karakteristik Pertanian Luas Lahan yang Diolah. Luas lahan yang diolah contoh dalam bertani kentang beragam dan memiliki range yang sangat jauh, yaitu luas terendah adalah 0,02 hektar dan terluas adalah 4 hektar. Pembagian kategori dilakukan dengan
37
membuat cut off point pada titik 1 dan 2 hektar. Petani dengan luas lahan lebih kecil dari 1 hektar mendominasi hasil contoh dengan persentase sebesar 69 persen (Tabel 10). Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan luas lahan yang diolah Jumlah Luas Lahan yang Diolah (ha) n % <1 69 69,0 1 – 1,99 18 18,0 ≥2 13 13,0 Total 100 100,0 Min - max (ha) 0,02 – 4,00 Rataan ± Sd 0,77 ± 0,79 Status Kepemilikan Lahan. Status kepemilikan lahan pada umumnya akan menentukan peran petani dalam pengambilan keputusan terkait pengolahan lahan dan menggambarkan pula tingkatan kemampuan petani dalam kepemilikan lahan. Status kepemilikan lahan yang diolah contoh dalam bertani kentang dibedakan menjadi lahan majikan, dimana petani menjadi buruh dan tidak memiliki lahan sendiri; lahan sewa; lahan sendiri; dan petani yang memiliki lahan sendiri sekaligus menyewa lahan lain. Hasil pada Tabel 11 menunjukkan bahwa hampir tiga per empat contoh (74%) merupakan petani yang memiliki lahan sendiri. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan status kepemilikan lahan Jumlah Status Kepemilikan Lahan n % Lahan majikan (petani sebagai buruh) 1 1,0 Lahan sewa 4 4,0 Lahan sendiri 74 74,0 Lahan sendiri dan sewa 21 21,0 Total 100 100,0 Pengalaman Berusaha Tani. Pengalaman berusaha tani mengindikasikan banyaknya hal yang telah dialami dan dipelajari petani dalam hal pertanian, baik dari pengalaman diri sendiri maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman yang diperoleh selama rentang tahun tersebut akan menjadi sebuah proses belajar bagi konsumen yang berikutnya akan menyebabkan perubahan-perubahan perilaku, pengetahuan, dan sikap (Sumarwan 2011). Lamanya contoh bermata pencaharian sebagai petani kentang dihitung dalam satuan tahun lengkap
38 kemudian dikategorikan per 10 tahun. Lebih dari separuh contoh (53%) memiliki pengalaman berusaha tani selama 10 – 19 tahun (Tabel 12). Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pengalaman berusaha tani Jumlah Pengalaman Berusaha Tani (tahun) n % < 10 tahun 28 28,0 10 – 19 tahun 53 53,0 20 – 29 tahun 14 14,0 ≥ 30 tahun 5 5,0 Total 100 100,0 Min - max (Rp) 0,40 – 37,00 Rataan ± Sd 13,34 ± 7,71 Motivasi Motivasi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen. Schiffman dan Kanuk (2004) mendefinisikan motivasi sebagai sebuah dorongan yang membuat seseorang melakukan suatu perbuatan. Dorongan tersebut merupakan produksi dari ketidaknyamanan sebagai hasil dari tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang. Tabel 13 Motivasi contoh terhadap pembelian pestisida organik Persentase (%) No Motivasi Tidak Setuju Setuju Motivasi Intrinsik Alasan Keamanan 1 Aman terhadap petani yang menggunakan pestisida 6 94 2 Aman terhadap tanaman kentang 6 94 3 Aman terhadap tanah/lahan pertanian 6 94 Alasan Keuntungan Ekonomi 4 Harganya sesuai dengan kualitas 22 78 5 Meningkatkan daya jual 30 70 Alasan Pembelajaran 6 Coba-coba 30 70 7 Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan 6 94 Motivasi Ekstrinsik Meniru-niru petani lain yang menggunakan pestisida 8 41 59 organik 9 Saran dari penyuluh pertanian 28 72 10 Menggunakan pestisida organik akan menaikkan 46 54 gengsi/kebanggaan 11 Ajakan teman-teman petani yang sudah menggunakan 48 52 pestisida organik
39
Motivasi dalam penelitian ini merupakan faktor-faktor yang menjadi kekuatan pendorong atau menjadi alasan contoh untuk membeli pestisida organik. Tabel 13 menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menjadi motivasi utama petani dalam pembelian dan/atau penggunaan pestisida organik adalah alasan keamanan (terhadap petani, tanaman kentang, maupun tanah/lahan pertanian) dan alasan pembelajaran (meningkatkan pengetahuan dan keterampilan). Meniru-niru petani lain yang menggunakan pestisida organik dan alasan untuk menaikkan gengsi/kebanggaan merupakan motivasi ekstrinsik yang paling tidak menjadi pertimbangan/motivasi utama konsumen dalam pembelian pestisida organik. Persepsi Persepsi, sama halnya dengan motivasi, merupakan salah satu faktor yang memengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen. Menurut Sumarwan (2011), persepsi konsumen adalah bagaimana seorang konsumen melihat realitas di luar dirinya atau dunia sekelilingnya. Persepsi ini akan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai, harapan, dan kebutuhan seseorang. Persepsi dalam penelitian ini merupakan interpretasi contoh terhadap atribut-atribut pestisida organik. Tabel 14 menggambarkan sebaran contoh berdasarkan persepsi terhadap pestisida organik dengan semakin tinggi nilai mewakili persepsi semakin positif. Pernyataan mengenai keamanan pestisida organik terhadap petani, tanaman kentang, maupun lahan pertanian memiliki sebaran contoh sebagian besar di area positif (8 – 10), begitu pula dengan kemudahan aplikasi pestisida organik. Bahkan, hampir separuh contoh (n=49) mempersepsikan bahwa pestisida organik sangat aman terhadap tanah atau lahan pertanian. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan persepsi No 1 2
3
Pernyataan Harga pestisida organik (sangat mahal - sangat murah) Ketuntasan dalam mengendalikan hama atau penyakit (sangat tidak tuntas – sangat tuntas) Kecepatan daya bunuh atau daya basmi (sangat lambat – sangat cepat)
1
2
3
4
Jawaban 5 6
7
8
9
10
8
3
7
7
26
18
18
6
1
6
2
3
10
18
27
11
15
11
0
3
4
9
16
15
23
18
9
4
2
0
40 Tabel 14 Lanjutan No 4 5 6 7 8
9
10 11
Pernyataan Keamanan terhadap tanaman kentang (sangat berbahaya – sangat aman) Keamanan terhadap petani yang menggunakan pestisida (sangat berbahaya – sangat aman) Keamanan terhadap tanah/lahan pertanian (sangat berbahaya – sangat aman) Harga dikaitkan dengan kualitas (sangat tidak sesuai – sangat sesuai) Kemudahan memperoleh pestisida organik (sangat sulit – sangat mudah) Kondisi dan penampilan kemasan pestisida organik (sangat tidak menarik – sangat menarik) Kemudahan aplikasi pestisida organik (sangat sulit – sangat mudah) Gengsi dari pestisida organik (sangat tidak bergengsi – sangat bergengsi)
Jawaban 5 6
1
2
3
4
7
8
9
10
0
0
0
1
2
5
11
25
19
37
1
0
1
1
2
4
11
20
20
40
0
0
0
1
1
7
7
14
21
49
3
3
4
4
15
12
24
23
4
8
6
4
18
14
10
12
7
12
9
8
2
2
6
9
22
19
14
17
5
4
2
2
4
6
9
8
13
33
10
13
2
2
2
6
14
15
17
20
7
15
Lebih dari tiga per empat contoh (78%) memiliki persepsi sedang terhadap pestisida organik (Tabel 15). Hal tersebut berarti contoh memiliki pandangan dan interpretasi yang cukup positif terhadap atribut-atribut pestisida organik. Skor terendah persepsi contoh adalah 38 dan skor tertinggi adalah 104 dengan skor minimum dan maksimum yang mungkin diperoleh berturut-turut adalah 11 dan 110 (skala Semantik Diferensial 1-10 dengan 11 pertanyaan). Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan skor total persepsi Jumlah Persepsi n % Rendah (38-60) 11 11,0 Sedang (61-83) 78 78,0 Tinggi (84-104) 11 11,0 Total 100 100,0 Min-max 38 – 104 Rataan±Sd 73,61 ± 10,64
41
Dimensi TPB (Sikap terhadap Perilaku, Norma Subjektif, Persepsi Pengendalian Perilaku, dan Niat Pembelian) Sikap terhadap Perilaku. Sikap terhadap perilaku dalam penelitian ini merupakan sikap contoh terhadap perilaku atau tindakan penggunaan pestisida organik. Sikap terhadap perilaku memiliki dua komponen, yaitu: keyakinan perilaku dan evaluasi (Ajzen 1991). Berdasarkan Tabel 16 diketahui bahwa proporsi terbesar contoh setuju memiliki keyakinan perilaku jika menggunakan pestisida organik akan mendapat banyak keuntungan (n=71), dapat menjaga kelestarian lingkungan (n=62), residu pestisida di kentang (n=71) dan di tanah (n=77) akan lebih sedikit, dan dapat menghindari kekebalan hama (n=66).
No 1 2 3 4 5
6 7 8 9 10
Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan sikap terhadap perilaku Jawaban Pernyataan STS TS S Keyakinan perilaku Saya akan mendapat banyak keuntungan 0 17 71 apabila menggunakan pestisida organik Saya menggunakan pestisida organik agar 0 3 62 dapat menjaga kelestarian lingkungan Residu pestisida di kentang akan lebih sedikit bila saya menggunakan pestisida 0 8 71 organik Residu pestisida di tanah akan lebih sedikit bila saya menggunakan pestisida 1 6 77 organik Saya dapat menghindari kekebalan hama 0 18 66 bila menggunakan pestisida organik Evaluasi Saya ingin memperoleh keuntungan seperti petani-petani lain yang 0 2 75 menggunakan pestisida organik Saya bangga bila dapat menjaga kelestarian lingkungan dengan 0 1 58 menggunakan pestisida organik Saya ingin residu pestisida di kentang 0 3 67 sedikit Saya ingin residu pestisida di tanah sedikit 0 1 69 Saya tidak ingin hama menjadi kebal 0 5 65 terhadap pestisida
SS 12 35 21 16 16
23 41 30 30 30
Keterangan: STS=Sangat Tidak Setuju; TS=Tidak Setuju; S=Setuju; SS=Sangat Setuju
Proporsi terbesar contoh pada aspek evaluasi juga berada pada tingkatan setuju bahwa petani ingin memperoleh keuntungan seperti petani-petani lain pengguna pestisida organik (n=75), bangga bila dapat menjaga kelestarian
42 lingkungan (n=58), ingin residu pestisida di kentang (n=67) dan di tanah (n=69) sedikit, dan tidak menginginkan hama menjadi kebal terhadap pestisida (n=65). Hal ini berarti mayoritas contoh memiliki kepercayaan perilaku dan evaluasi yang cukup baik terhadap penggunaan pestisida organik. Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan skor sikap terhadap perilaku Jumlah Sikap n % Rendah (29-46) 43 43,0 Sedang (47-63) 40 40,0 Tinggi (64-80) 17 17,0 Total 100 100,0 Min-max 29 – 80 Rataan±Sd 51,36 ± 11,12 Hampir separuh contoh (43%) memiliki sikap terhadap perilaku penggunaan pestisida organik rendah dan dengan persentase yang tidak jauh berbeda (40%), contoh memiliki sikap terhadap perilaku dalam kategori sedang (Tabel 17). Hal tersebut berarti contoh belum memiliki memiliki keyakinan yang kuat bahwa menggunakan pestisida organik akan memberikan manfaat yang cukup banyak bagi contoh. Skor terendah sikap terhadap perilaku yang diperoleh contoh adalah 29 dan skor tertinggi adalah 80 dengan skor minimum dan maksimum yang mungkin diperoleh berturut-turut adalah 5 dan 80 (skala Likert 14 dengan 5 pasang pertanyaan). Norma subjektif. Norma subjektif dalam penelitian ini adalah persepsi contoh
terhadap
tekanan
sosial
(pikiran
pihak-pihak
yang
dianggap
berkepentingan dan memiliki harapan kepada contoh untuk menggunakan pestisida organik) dan sejauh mana keinginan contoh untuk memenuhinya. Norma subjektif memiliki dua komponen, yaitu: keyakinan normatif dan motivasi mematuhi (Ajzen 1991). Berdasarkan Tabel 18, proporsi terbesar contoh setuju memiliki kepercayaan normatif bahwa kebanyakan orang (n=63), keluarga (n=61), konsumen (n=69), penyuluh pertanian (n=68), dan teman-teman petani (n=62) contoh mengharapkan contoh menggunakan pestisida organik. Sama halnya pada aspek motivasi mematuhi, lebih dari separuh contoh (n=67) setuju untuk ingin melakukan apa yang dikatakan kebanyakan orang agar menggunakan
43
pestisida organik, dan mayoritas contoh setuju untuk ingin mematuhi keinginan keluarga (n=83), konsumen (n=80), penyuluh pertanian (n=86), dan teman-teman petani (n=86) untuk menggunakan pestisida organik. Hal ini menunjukan bahwa mayoritas contoh yakin bahwa kebanyakan orang, keluarga, konsumen, penyuluh pertanian, dan teman-teman petani memiliki peran yang penting bagi contoh terhadap kemungkinan penggunaan pestisida organik. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan norma subjektif Jawaban No Pernyataan STS TS S Keyakinan normatif Kebanyakan orang menginginkan saya 1 0 31 63 menggunakan pestisida organik Keluarga saya menginginkan saya menggunakan 2 0 29 61 pestisida organik Konsumen kentang saya menghendaki saya 3 0 22 69 menggunakan pestisida organik Penyuluh pertanian mengatakan bahwa menggunakan banyak pestisida kimia tidak baik 4 1 13 68 sehingga menganjurkan saya menggunakan pestisida organik Teman-teman petani saya menyarankan saya 5 0 28 62 menggunakan pestisida organik Motivasi Mematuhi Saya ingin melakukan apa yang dikatakan 6 kebanyakan orang agar saya menggunakan pestisida 0 29 67 organik Saya ingin melakukan apa yang keluarga saya 7 0 15 83 inginkan tentang pestisida organik Saya ingin melakukan apa yang konsumen saya 8 0 11 80 kehendaki tentang pestisida organik Saya ingin mengikuti anjuran penyuluh pertanian 9 0 6 86 agar menggunakan pestisida organik Saya ingin melakukan apa yang teman-teman petani 10 0 7 86 saya sarankan tentang pestisida organik
SS 6 10 9 18 10
4 2 9 8 7
Keterangan: STS=Sangat Tidak Setuju; TS=Tidak Setuju; S=Setuju; SS=Sangat Setuju
Tabel 19 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (54%) memiliki norma subjektif dalam kategori sedang. Hal tersebut berarti contoh memiliki keyakinan yang cukup kuat bahwa orang-orang di sekitarnya menginginkannya menggunakan pestisida organik dan contoh pun cukup ingin mematuhinya. Skor minimum dan maksimum yang mungkin diperoleh berturut-turut adalah 5 dan 80 (skala Likert 1-4 dengan 5 pasang pertanyaan).
44 Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan skor norma subjektif Jumlah Norma Subjektif n % Rendah (24-37) 30 30,0 Sedang (38-51) 54 54,0 Tinggi (52-64) 16 16,0 Total 100 100,0 Min-max 24 – 64 Rataan±Sd 42,23 ± 8,51 Persepsi Pengendalian Perilaku. Persepsi pengendalian perilaku berbeda dengan persepsi. Persepsi pengendalian perilaku dalam penelitian ini adalah persepsi contoh tentang faktor-faktor yang dapat menjadi pengendali perilaku penggunaan pestisida organik dan seberapa besar contoh dapat mengendalikannya. Persepsi pengendalian perilaku terdiri dari dua komponen, yaitu keyakinan pengendalian dan kekuatan faktor pengendalian (Ajzen 1991). Berdasarkan Tabel 20, proporsi terbesar contoh setuju memiliki keyakinan perilaku bahwa contoh bisa menggunakan pestisida organik apabila memiliki andil dalam pengambilan keputusan di lahan (n=84), harga pestisida organik relatif lebih murah atau sama dengan pestisida kimia (n=61), dan tersedia di tokotoko sekitar desa (n=74). Contoh juga setuju bahwa lebih mudah menggunakan pestisida organik apabila semakin sedikit ragam hama dan penyakit yang menyerang (n=75) dan memiliki alat-alat yang memadai untuk aplikasi pestisida organik (n=85). Sementara itu, hampir seluruh contoh (n=93) menyatakan tidak setuju pada pernyataan invers bahwa contoh tidak memiliki andil dalam pengambilan keputusan di lahan yang berarti mereka memiliki andil dalam pengambilan keputusan di lahan. Contoh juga tidak setuju pada pernyataan invers lainnya bahwa harga pestisida organik relatif lebih mahal daripada pestisida kimia (n=61). Lebih dari separuh contoh menyatakan setuju untuk ketiga pernyataan terakhir, yaitu bahwa hama dan penyakit yang menyerang pada masa tanam ini relatif beragam (pernyataan invers; n=79), contoh memiliki alat-alat yang memadai untuk aplikasi pestisida organik (n=63), dan toko-toko pertanian di sekitar desa contoh menjual pestisida organik (n=53). Hal ini berarti mayoritas contoh sudah memiliki kekuatan faktor pengendalian yang cukup tinggi untuk dapat
45
menggunakan pestisida organik, kecuali dalam hal terkait faktor hama dan penyakit yang menyerang pada masa tanam ini. Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan persepsi pengendalian perilaku Jawaban No Pernyataan STS TS S Keyakinan Pengendalian Saya yakin dapat menggunakan pestisida 1 organik apabila saya memiliki andil dalam 0 6 84 pengambilan keputusan di lahan ini Saya yakin saya bisa menggunakan pestisida 2 organik bila harganya relatif sama atau lebih 0 4 61 murah dibandingkan pestisida kimia Saya yakin semakin sedikit ragam hama dan 3 penyakit yang menyerang akan semakin mudah 0 6 75 saya menggunakan pestisida organik Pengaplikasian pestisida organik akan lebih 4 mudah bila saya memiliki alat-alat yang 0 1 85 memadai Saya akan menggunakan pestisida organik 5 apabila terdapat di toko-toko pertanian di 0 10 74 sekitar desa saya Kekuatan Faktor Pengendalian Saya tidak memiliki andil dalam pengambilan 6* 5 2 93 keputusan di lahan ini Harga pestisida organik relatif lebih mahal 7* 2 36 61 daripada pestisida kimia Hama dan penyakit yang menyerang pada masa 8* 0 15 79 tanam ini relatif beragam Saya memiliki alat-alat yang memadai untuk 9 0 33 63 pengaplikasian pestisida organik Toko-toko pertanian di sekitar desa saya 10 2 41 53 menjual pestisida organik
SS 10 35 19 14 16
0 1 6 4 4
Keterangan: STS=Sangat Tidak Setuju; TS=Tidak Setuju; S=Setuju; SS=Sangat Setuju; * Pernyataan invers
Tabel 21 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh (51%) memiliki persepsi pengendalian perilaku dalam kategori rendah. Hal tersebut berarti contoh memiliki keyakinan yang rendah akan kemampuannya dalam mengendalikan perilaku penggunaan pestisida organik. Skor terendah persepsi pengendalian perilaku yang diperoleh contoh adalah 32 dan skor tertinggi adalah 55 dengan skor minimum dan maksimum yang mungkin diperoleh berturut-turut adalah 5 dan 80 (skala Likert 1-4 dengan 5 pasang pertanyaan).
46 Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan skor persepsi pengendalian perilaku Jumlah Persepsi Pengendalian Perilaku n % Rendah (32-39) 51 51,0 Sedang (40-47) 31 31,0 Tinggi (48-55) 18 18,0 Total 100 100,0 Min-max 32 – 55 Rataan±Sd 40,88 ± 5,58 Niat Pembelian. Niat pembelian dalam penelitian ini adalah seberapa besar kecenderungan contoh untuk membeli pestisida organik yang diukur melalui kesetujuan contoh terhadap enam pernyataan yang diberikan. Hampir sebagian besar contoh menyatakan tidak setuju pada semua pernyataan invers dan setuju pada semua pernyataan lainnya (Tabel 22). Hal ini menunjukkan bahwa contoh memiliki niat pembelian yang cukup tinggi.
No 1 2 3 4* 5* 6
Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan niat pembelian Jawaban Pernyataan STS TS S Saya akan membeli pestisida organik 0 23 72 dalam bulan ini Saya akan membeli pestisida organik 1 10 84 dalam 6 bulan ke depan Saya akan membeli pestisida organik 1 5 85 dalam satu tahun ke depan Saya akan membeli pestisida organik hanya untuk masa tanam kentang 7 8 85 sekarang Saya akan membeli pestisida organik hanya untuk masa tanam kentang 6 15 79 berikutnya Saya akan membeli pestisida organik 0 11 71 untuk setiap masa tanam
SS 5 5 9 0 0 18
Keterangan: STS=Sangat Tidak Setuju; TS=Tidak Setuju; S=Setuju; SS=Sangat Setuju; * Pernyataan invers
Tabel 23 menunjukkan bahwa lebih dari tiga per empat contoh (77%) memiliki niat pembelian pestisida organik dalam kategori sedang. Hal tersebut berarti contoh memiliki kecenderungan yang cukup untuk membeli pestisida organik. Skor terendah niat pembelian pestisida organik yang diperoleh contoh adalah 13 dan skor tertinggi adalah 22 dengan skor minimum dan maksimum
47
yang mungkin diperoleh berturut-turut adalah 6 dan 24 (skala Likert 1-4 dengan 6 pertanyaan). Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan skor niat pembelian Jumlah Niat n % Rendah (13-15) 11 11,0 Sedang (16-18) 77 77,0 Tinggi (19-22) 12 12,0 Total 100 100,0 Min-max 13 – 22 Rataan±Sd 17,74 ± 1,82 Hubungan Antara Karakteristik Contoh dengan Motivasi, Persepsi, dan Dimensi TPB Hubungan
Karakteristik
Contoh
dengan
Motivasi.
Tabel
24
menunjukkan bahwa semakin tinggi lama pendidikan contoh akan semakin rendah motivasi (r= -0,167; p<0,1) dan motivasi eksternal (r= -0,180; p<0,1) contoh terhadap pestisida organik. Hasil menunjukkan pula semakin banyak jumlah sumber pendapatan contoh, semakin besar motivasi contoh terhadap pestisida organik (r=0,190; p<0,1). Berbeda dengan jumlah sumber pendapatan, pendapatan keluarga tidak memiliki hubungan dengan motivasi. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa jumlah sumber pendapatan tidak memiliki hubungan dengan pendapatan keluarga yang berarti meningkatnya jumlah sumber pendapatan tidak seiring dengan peningkatan pendapatan keluarga. Tabel 24 Hubungan karakteristik contoh dengan motivasi Koefisien Korelasi Karakteristik Contoh Motivasi Motivasi Motivasi Intrinsik Ekstrinsik Jenis Kelamin S -0,001 -0,047 0,039 Usia -0,023 -0,035 0,001 Lama Pendidikan -0,111 -0,167* -0,180* Penghasilan Tani per Bulan -0,038 -0,062 0,010 Pendapatan Keluarga per Bulan -0,007 -0,026 0,022 Jumlah Sumber Pendapatan 0,157 0,162 0,190* Luas Lahan yang Diolah -0,020 -0,050 0,028 -0,036 0,002 -0,001 Status Kepemilikan Lahan S Pengalaman Berusaha Tani -0,081 -0,066 -0,070 Keterangan: S) Menggunakan alat analisis korelasi Spearman; *)nyata pada p<0,1;
**) nyata pada p<0,05
48 Hubungan Karakteristik Contoh dengan Persepsi. Berdasarkan hasil uji korelasi yang ditampilkan pada Tabel 25, diketahui bahwa jumlah sumber pendapatan petani berkorelasi positif sangat signifikan dengan persepsi (r=0,237; p<0,05). Hal tersebut berarti semakin banyak jumlah sumber pendapatan petani, semakin baik persepsi petani terhadap pestisida organik. Karakteristik lain yang memiliki hubungan dengan persepsi adalah pengalaman berusaha tani. Hubungan antara kedua hal tersebut merupakan korelasi negatif yang signifikan (r= -0,166; p<0,1) yang berarti semakin lama pengalaman petani dalam berusaha tani, semakin buruk persepsi petani terhadap pestisida organik. Tabel 25 Hubungan karakteristik contoh dengan persepsi Karakteristik Contoh Koefisien Korelasi Alat Analisis Jenis Kelamin -0,004 Korelasi Spearman Usia -0,111 Korelasi Pearson Lama Pendidikan 0,046 Korelasi Pearson Penghasilan Tani per Bulan -0,084 Korelasi Pearson Pendapatan Keluarga per 0,002 Korelasi Pearson Bulan Jumlah Sumber Pendapatan Korelasi Pearson 0,237** Luas Lahan yang Diolah 0,065 Korelasi Pearson Status Kepemilikan Lahan -0,090 Korelasi Spearman Pengalaman Berusaha Tani Korelasi Pearson -0,166* Keterangan: *)nyata pada p<0,1;
**) nyata pada p<0,05
Hubungan Karakteristik Contoh dengan Dimensi TPB. Tabel 26 menunjukkan hasil analisis korelasi antara karakteristik contoh dengan komponen-komponen TPB. Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa jenis kelamin petani memiliki korelasi negatif signifikan dengan norma subjektif (r= 0,176; p<0,1) dan sangat signifikan dengan persepsi pengendalian perilaku (r = 0,202; p<0,05). Hal ini berarti contoh petani perempuan akan memiliki norma subjektif dan persepsi pengendalian perilaku lebih tinggi daripada contoh petani laki-laki. Selain itu, luas lahan yang diolah contoh memiliki korelasi positif signifikan dengan sikap terhadap perilaku (r=0,171; p<0,1) yang berarti semakin luas lahan yang diolah contoh, semakin baik sikap contoh terhadap perilaku penggunaan pestisida organik. Hal unik yang tampak dari hasil analisis hubungan ini adalah tidak ada karakteristik contoh yang memiliki hubungan dengan niat pembelian pestisida organik pada contoh.
49
Tabel 26 Hubungan karakteristik contoh dengan komponen TPB Koefisien Korelasi dengan Komponen TPB Sikap Persepsi Karakteristik Contoh Norma Niat terhadap Pengendalian Subjektif Pembelian Perilaku Perilaku S Jenis Kelamin -0,026 -0,085 -0,176* -0,202** Usia -0,118 0,023 -0,117 -0,126 Lama Pendidikan 0,021 -0,048 -0,073 -0,023 Penghasilan Tani per -0,042 -0,077 -0,053 0,009 Bulan Pendapatan Keluarga per 0,004 -0,078 -0,079 -0,005 Bulan Jumlah Sumber 0,112 0,052 -0,102 0,146 Pendapatan Luas Lahan yang Diolah 0,126 0,079 0,052 0,171* Status Kepemilikan 0,051 -0,002 -0,037 -0,084 Lahan S Pengalaman Berusaha -0,088 -0,037 -0,107 -0,130 Tani Keterangan: S) Menggunakan alat analisis korelasi Spearman; *)nyata pada p<0,1; **) nyata pada p<0,05
Hubungan Antara Motivasi dan Persepsi dengan Niat Pembelian Motivasi dan persepsi contoh memiliki hubungan positif yang sangat signifikan dengan niat pembelian. Hal ini berarti semakin tinggi motivasi petani maka akan semakin tinggi pula niat pembelian pestisida organik pada petani (r=0,405; p<0,01). Begitu pula dengan persepsi petani, semakin tinggi persepsi petani terhadap pestisida organik maka semakin tinggi niat pembelian pestisida organik pada petani (r=0,323; p<0,01). Hal tersebut disajikan dalam Tabel 27. Tabel 27 Hubungan motivasi dan persepsi dengan niat pembelian Variabel Koefisien Korelasi Pearson Motivasi 0,405*** Persepsi 0,323*** Keterangan: *)nyata pada p<0,1;
**) nyata pada p<0,05; ***)nyata pada p<0,01
Analisis SEM untuk Theory of Planned Behavior Goodness of Fit Test. Penilaian kecocokan antara model TPB dari SEM dengan data hasil penelitian ini dilakukan dengan mengevaluasi model secara keseluruhan. Evaluasi tersebut didasarkan pada tujuh uji statistik menurut Solimun (2002), yakni Uji Chi-square dan significance probability (p-value), Root Mean Square Residual (RMR), Root Mean Square Error of Approximation
50 (RMSEA), Goodness of Fit (GFI), Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI), Comparative Fit Index (CFI), dan Akaike Information Criterion (AIC). Chisquare dan significance probability (p-value) digunakan untuk menguji seberapa dekat kecocokan antara matrik kovarian sampel dengan matrik kovarian model. Wijanto (2008) menyatakan bahwa semakin kecil nilai chi-square berarti semakin baik karena semakin kecil perbedaan antara matrik kovarian sampel dengan matrik kovarian model dan p-value yang diinginkan yaitu lebih dari atau sama dengan 0,05. Nilai chi-square model yang didapat dari penelitian ini yaitu 70,18 yang tergolong dalam nilai yang cukup besar dengan nilai p-value<0,05. Dapat disimpulkan bahwa dari uji chi-square, kecocokan model ini kurang baik. Standardized RMR mewakili nilai rerata seluruh standardized residuals dan memiliki rentang dari 0 sampai 1 (Wijanto 2008). Nilai standardized RMR pada model ini lebih dari 0,05 (0,07) yang berarti model ini memiliki kecocokan kurang baik. RMSEA merupakan kriteria yang paling informatif dalam SEM (Wijanto 2008). Nilai RMSEA pada model ini adalah 0,07 ( 0,08) yang menandakan model ini memiliki kecocokan yang baik. GFI membandingkan model yang dihipotesiskan dengan tidak ada model sama sekali (Wijanto 2008). Nilai GFI pada model ini adalah 0,9 ( 0,90) yang menunjukkan bahwa model ini memiliki kecocokan yang baik. AGFI merupakan perluasan dari GFI (Joreskog dan Sorbom 1989 dalam Wijanto 2008). Nilai AGFI pada model ini adalah 0,83 (0,80-0,9) yang menandakan bahwa model ini memiliki kecocokan yang cukup baik (marginal fit). Nilai CFI model ini adalah 0,94 ( 0,90) yang menunjukkan bahwa model ini memiliki kecocokan yang baik. Ukuran kecocokan pada model SEM yang terakhir digunakan adalah AIC. Kecocokan model berdasarkan nilai AIC pada model tunggal ditentukan dengan selisih antara AIC model dengan AIC saturated yang jauh lebih kecil daripada selisih antara AIC independence dengan AIC saturated. AIC model penelitian ini yakni 132,06, AIC saturated yakni 156,00, dan AIC independence yakni 468,18. Selisih antara AIC model dengan AIC saturated jauh lebih kecil daripada selisih antara AIC independence dengan AIC saturated. Hal ini menunjukkan bahwa model penelitian ini sudah baik. Tabel 28 menunjukkan
51
hasil kecocokan model TPB yang didapat dari hasil penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa kecocokan data dengan model sudah cukup baik. Tabel 28 Kecocokan model TPB dari SEM dengan data hasil penelitian Goodness Hasil Statistik GOF Kecocokan of Fit Cut-off (GOF) ChiNilai yang kecil; p ≥ 0,05 70,18 ; p=0,012 Kurang Square Baik RMR
Standardized RMR ≤ 0,05
0,07
Kurang Baik
RMSEA
≤ 0,08 0,08 < RMSEA ≤ 0,1
0,07
Baik
GFI
≥ 0,90 0,8 ≤ GFI < 0,9
0,90
Baik
AGFI
≥ 0,90 0,8 ≤ GFI < 0,9
0,83
Cukup baik
CFI
≥ 0,90 0,8 ≤ GFI < 0,9
0,94
Baik
AIC
Selisih antara AIC model dengan AIC saturated jauh lebih kecil daripada selisih antara AIC independence dengan AIC saturated
AIC model = 132,06 AIC saturated = 156,00 AIC independence = 468,18
Baik
Analisis Model SEM. Analisis model SEM dapat dilakukan terhadap model pengukuran dan model struktural. Analisis SEM menghasilkan model yang menggambarkan hubungan pengaruh antara sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi pengendalian perilaku terhadap niat pembelian. Variabel laten eksogen dari model TPB ini adalah sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi pengendalian perilaku sedangkan variabel teramati yang mengukur variabel-variabel laten eksogen tersebut antara lain keyakinan perilaku, evaluasi, keyakinan normatif, motivasi mematuhi, keyakinan pengendalian, dan kekuatan faktor pengendalian. Variabel laten endogen dari model TPB ini adalah niat pembelian yang terukur dari variabel teramati niat pada bulan ini, niat 6 bulan ke depan, niat 1 tahun ke depan, niat tidak hanya musim tanam ini saja, niat tidak hanya musim tanam berikutnya saja, dan niat setiap musim tanam. Gambar 5 menunjukkan diagram lintas untuk model ini.
52 0,30
Keyakinan Perilaku
0,83 Sikap terhadap Perilaku
0,32
Evaluasi
0,70
0,83 0,11
0,17
Keyakinan Normatif
0,61
Motivasi Mematuhi
0,06
Niat Pembelian
0,40
0,63
Keyakinan Pengendalian
0,58
0,61
1,00 Persepsi Pengendalian Perilaku
1,00
Kekuatan Faktor Pengendalian
Niat 6 bulan ke depan
0,67
Niat 1 tahun ke depan
0,79
0,46
0,65 0,00
0,51
0,58
0,91 Norma Subjektif
Niat bulan ini
0,03
Niat tidak hanya musim tanam ini saja Niat tidak hanya musim tanam berikutnya saja Niat setiap musim tanam
0,84
0,66
0,63
Gambar 5 Diagram lintas model TPB Model Pengukuran. Variabel teramati merupakan indikator atau refleksi dari variabel laten. Permodelan dalam analisis SEM dapat disederhanakan dengan menjadikan skor variabel laten (Latent Variable Score/LVS atau Composite Index) sebagai nilai variabel teramati (Wijanto 2008). Variabel keyakinan perilaku,
evaluasi,
keyakinan
normatif,
motivasi
mematuhi,
keyakinan
pengendalian, dan kekuatan faktor pengendalian masing-masing diukur dalam 5 pernyataan dalam kuesioner. Skor penjumlahan dari kelima pernyataan tersebut dijadikan sebagai skor variabel laten (Latent Variable Score/LVS) yang kemudian dipakai sebagai nilai variabel teramati dalam analisis SEM. Rata-rata dan rentang LVS/Composite Index dari setiap variabel teramati tersebut ditampilkan dalam Tabel 29.
53
Tabel 29 Sebaran nilai skor variabel laten Variabel Teramati Rentang skor Rata-rata Skor Keyakinan perilaku 11 - 20 15,46 Evaluasi 13 - 20 16,42 Keyakinan normatif 10 - 20 14,28 Motivasi mematuhi 11 - 18 14,62 Keyakinan pengendalian 12 - 20 15,67 Kekuatan faktor 11 - 15 13,06 pengendalian Kontribusi dari setiap variabel teramati terhadap variabel latennya ditunjukkan oleh besarnya nilai loading factor atau faktor muatan (λ). Tingkat signifikansi dari kontribusi tersebut ditunjukkan oleh nilai t-value. Wijanto (2008) menyatakan bahwa t-value dikatakan signifikan apabila lebih besar dari nilai kritis (≥1,96).
Gambar 6 Model pengukuran sikap terhadap perilaku Variabel laten sikap terhadap perilaku direfleksikan oleh dua buah variabel teramati, yaitu keyakinan perilaku dan evaluasi. Gambar 6 menampilkan bahwa masing-masing variabel teramati tersebut memiliki nilai faktor muatan (λ) yang sama besar, yaitu 0,83 dengan nilai signifikansi lebih besar dari 1,96. Hal ini menunjukkan bahwa variabel keyakinan perilaku dan evaluasi memiliki kontribusi yang sama besar terhadap variabel sikap terhadap perilaku.
Gambar 7 Model pengukuran norma subjektif
54 Variabel laten norma subjektif dibangun variabel teramati keyakinan normatif dan motivasi mematuhi. Gambar 7 menunjukkan bahwa masing-masing variabel teramati tersebut memiliki nilai faktor muatan (λ) berturut-turut 0,91 dan 0,63 dengan dengan nilai signifikansi lebih besar dari 1,96. Hal ini menunjukkan bahwa variabel keyakinan normatif lebih berkontribusi dalam merefleksikan variabel norma subjektif.
Gambar 8 Model pengukuran persepsi pengendalian perilaku Variabel laten persepsi pengendalian perilaku dicerminkan oleh dua buah variabel
teramati,
yaitu
keyakinan
pengendalian
dan
kekuatan
faktor
pengendalian. Gambar 8 menunjukkan bahwa masing-masing variabel teramati tersebut memiliki nilai faktor muatan (λ) sebesar 1,00 dan 0,03 dengan nilai signifikansi variabel keyakinan pengendalian lebih besar dari 1,96 sedangkan nilai signifikansi variabel kekuatan faktor pengendalian lebih kecil dari 1,96. Hal ini menunjukkan bahwa variabel persepsi pengendalian perilaku hanya tercermin dari variabel keyakinan pengendalian. Variabel laten endogen, niat pembelian, diindikasikan oleh enam buah variabel teramati. Gambar 9 menunjukkan bahwa variabel teramati yang memiliki nilai faktor muatan (λ) paling besar adalah variabel niat bulan ini dengan nilai signifikansi lebih besar dari 1,96. Hal ini menunjukkan bahwa variabel niat bulan ini merupakan variabel yang berkontribusi paling besar terhadap variabel niat pembelian. Meskipun demikian, variabel-variabel teramati yang lain juga memiliki kontribusi yang nyata terhadap pembentukan niat pembelian pestisida organik.
55
Gambar 9 Model pengukuran niat pembelian Model Struktural. Parameter yang menunjukkan regresi variabel laten endogen terhadap variabel laten eksogen disebut dengan nilai gamma (γ) (Wijanto 2008). Nilai gamma berkisar antara 0 sampai 1, semakin mendekati nol menunjukkan pengaruh yang semakin kecil. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa sikap terhadap perilaku dan norma subjektif tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pembentukan intensi. Tabel 30 Pengaruh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi pengendalian perilaku terhadap niat pembelian Variabel Laten Eksogen Nilai Gamma (γ) T-value Sikap terhadap perilaku 0,11 0,67 Norma subjektif 0,06 0,54 Persepsi pengendalian perilaku 0,65 3,97 Tabel 30 memperlihatkan besarnya nilai gamma pada variabel laten eksogen terhadap variabel laten endogen. Nilai t kedua variabel tersebut hanya sebesar 0,67 dan 0,54 (<1,96) sehingga tidak memiliki nilai yang signifikan. Sementara itu, persepsi pengendalian perilaku memberikan pengaruh yang positif nyata terhadap pembentukan intensi sebesar 0,65 dengan nilai t sebesar 3,97 (>1,96). Hal ini berarti 65% dari variasi niat pembelian dijelaskan oleh variasi dari persepsi pengendalian perilaku. Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis 0, yaitu
56 sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi pengendalian perilaku tidak semua memiliki pengaruh terhadap niat pembelian, diterima. Pembahasan Penggunaan pestisida organik merupakan salah satu cara dalam upaya perlindungan tanaman terutama dari serangan hama dan penyakit yang akan menurunkan kualitas dan kuantitas hasil panen. Perilaku penggunaan atau pembelian pestisida organik yang dijual di pasaran dapat diprediksi melalui niat pembelian petani kentang Dataran Tinggi Dieng terhadap pestisida organik karena niat merupakan prediktor yang baik untuk sebuah perilaku (Ajzen 2002). Niat beli konsumen berkaitan erat dengan motivasi yang dimilikinya untuk memakai atau membeli produk tertentu karena motivasi merupakan kekuatan pendorong yang membuat seseorang melakukan suatu perbuatan seperti pembelian. Niat pembelian konsumen juga berkaitan dengan persepsinya terhadap suatu produk. Persepsi positif konsumen terhadap suatu produk akan menimbulkan keinginan bagi konsumen untuk membeli produk tersebut. Sebaliknya, bila konsumen memiliki persepsi negatif terhadap suatu produk maka tidak akan timbul keinginan dalam diri konsumen untuk membeli atau mengonsumsi produk tersebut. Selain itu, menurut Ajzen (2002), niat seseorang terhadap perilaku dibentuk oleh tiga faktor utama yaitu sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior), norma subjektif (subjective norms), dan persepsi pengendalian perilaku (perceived behavioral control) yang dikenal dengan Theory of Planned Behavior (TPB). Berdasarkan hal tersebut, niat seseorang terhadap perilaku tertentu berkaitan dengan motivasi dan persepsinya terhadap perilaku atau produk yang bersangkutan dan dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi pengendalian perilaku. Secara umum, jika seseorang memiliki motivasi yang kuat, memiliki persepsi yang baik, mempunyai sikap positif terhadap pembelian, dan mendapatkan dukungan dari lingkungan sekitar untuk membeli pestisida organik, serta merasa bahwa tidak banyak hambatan untuk melaksanakannya, maka niat untuk melakukan pembelian pestisida organik akan semakin kuat. Dengan demikian, peluang orang tersebut untuk berperilaku menggunakan pestisida organik akan tinggi.
57
Motivasi Motivasi petani kentang Dataran Tinggi Dieng untuk membeli pestisida organik didominasi oleh alasan intrinsik yaitu untuk menambah pengetahuan dan keterampilan dan alasan keamanan, baik keamanan terhadap petani yang menggunakan pestisida, tanaman kentang, maupun tanah/lahan pertanian. Alasan intrinsik ini berkembang di kalangan petani kentang yang lebih dari separuhnya merupakan petani muda. Turasih (2011) mengungkapkan bahwa petani muda lebih cepat menerima hal-hal yang dianjurkan, lebih berani menanggung risiko, dan lebih dinamis dalam rangka untuk mendapatkan pengalaman-pengalaman yang berharga bagi perkembangannya dalam berusaha tani sehingga motivasi intrinsik merupakan motivasi yang lebih memengaruhi perilakunya. Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa lama pendidikan memiliki hubungan negatif signifikan dengan motivasi petani kentang terhadap pembelian pestisida organik. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani kentang maka semakin rendah pula motivasi petani kentang untuk membeli pestisida organik. Penjelasan mengenai hal ini diperoleh setelah menganalisis pula hubungan antara lama pendidikan dengan motivasi intrinsik dan ekstrinsik petani kentang dalam pembelian pestisida organik. Lama pendidikan diketahui memiliki hubungan negatif signifikan dengan motivasi ekstrinsik petani kentang terhadap pembelian pestisida organik. Penelitian ini menggunakan instrumen motivasi yang terdiri dari pernyataan mengenai motivasi intrinsik dan ekstrinsik sehingga dapat disimpulkan bahwa penyebab adanya hubungan negatif signifikan antara lama pendidikan dengan motivasi adalah adanya hubungan yang sama antara lama pendidikan dengan motivasi ekstrinsik. Motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang timbul dari luar atau orang lain (Padmowihardjo 1994 dalam Rukka 2003). Konsumen terdorong untuk melakukan suatu perilaku karena alasan yang ditimbulkan oleh faktor luar seperti ajakan orang, perintah orang, gengsi, dan lain sebagainya. Terkait dengan motivasi ekstrinsik petani kentang Dataran Tinggi Dieng terhadap pembelian pestisida organik, semakin lama pendidikan petani kentang, yang artinya semakin berkembang wawasan dan kesadaran petani akan manfaat
58 pestisida organik, maka semakin rendah motivasi ekstrinsik petani untuk membeli pestisida organik. Petani dengan pendidikan yang lebih tinggi akan berpikiran bahwa penggunaan pestisida organik yang memiliki banyak manfaat demi kelestarian lingkungan tidak selayaknya didasarkan pada alasan yang sebatas mengikuti perkataan orang lain. Petani memandang bahwa pestisida organik memiliki fungsi utilitarian yang lebih perlu diperhatikan daripada fungsi sosial. Hal ini selaras dengan pendapat Sumarwan (2011) bahwa tingkat pendidikan seseorang akan memengaruhi cara berpikir dan cara pandangnya terhadap suatu masalah. Hubungan positif signifikan terdapat antara jumlah sumber pendapatan petani kentang dengan motivasi petani kentang untuk membeli pestisida organik. Semakin banyak sumber pendapatan petani kentang maka semakin banyak dan kuat pula motivasi petani untuk membeli pestisida organik. Pertanian merupakan bidang mata pencaharian yang sangat bergantung pada kondisi iklim dan cuaca serta harga pasar sehingga seringkali hasilnya susah diprediksi. Jumlah sumber pendapatan petani merupakan indikator untuk banyaknya jumlah sumber pendapatan cadangan keluarga petani apabila pertanian tidak menghasilkan sesuai harapan. Semakin banyak jumlah sumber pendapatan petani kentang maka akan semakin berani pula petani kentang untuk menghadapi risiko termasuk risiko gagal bila mencoba menggunakan pestisida organik. Keberanian inilah yang kemudian membuat petani kentang memiliki motivasi yang lebih banyak dan kuat untuk membeli pestisida organik, pestisida yang dianggap belum seampuh pestisida kimia. Pendapatan keluarga petani tidak memiliki hubungan dengan motivasi selayaknya jumlah sumber pendapatan petani. Hal ini dikarenakan jumlah pendapatan petani tidak menentukan besar pendapatan petani. Persepsi Mayoritas petani kentang Dataran Tinggi Dieng mempersepsikan pestisida organik cenderung aman sampai sangat aman terhadap petani yang menggunakan, terhadap tanaman kentang, dan terhadap tanah/lahan pertanian. Mereka juga berpersepsi bahwa aplikasi pestisida organik cenderung mudah sampai sangat mudah. Hasil lain yang berkaitan dengan persepsi adalah persepsi petani kentang
59
terhadap harga dan ketuntasan pestisida organik dalam mengendalikan hama atau penyakit relatif sedang, kecepatan daya bunuh atau daya basminya cenderung lambat, harga dikaitkan dengan kualitas cenderung sesuai, kemudahan memperolehnya cenderung sulit, dan kondisi dan penampilan kemasannya serta gengsinya cenderung menarik dan bergengsi. Secara umum, persepsi petani kentang Dataran Tinggi Dieng terhadap pestisida organik berada pada kategori sedang atau cukup positif. Hubungan antara karakteristik dengan persepsi yang tampak dari penelitian ini adalah hubungan positif signifikan antara jumlah sumber pendapatan petani kentang dengan persepsi petani terhadap pestisida organik. Semakin banyak sumber pendapatan petani kentang maka semakin positif persepsinya terhadap pestisida organik. Persepsi petani kentang terhadap pestisida organik sedikit banyak diperoleh dengan membandingkan pestisida organik dengan pestisida kimia yang sudah pernah mereka gunakan. Petani yang memiliki jumlah sumber pendapatan banyak akan lebih berani untuk mencoba atau menggunakan pestisida organik dan akan lebih menolerir kerugian waktu, tenaga, dan uang yang mungkin timbul akibat penggunaan tersebut. Semakin banyaknya jumlah sumber pendapatan petani kentang Dataran Tinggi Dieng diduga membuat petani kentang memiliki ambang berbeda (the differential threshold) yang lebih besar terutama pada atribut-atribut yang berkaitan dengan sumberdaya. Ambang berbeda adalah perbedaan minimal yang dapat dideteksi konsumen dari dua stimulus yang mirip (Schiffman & Kanuk 2004). Petani kentang dengan jumlah sumber pendapatan semakin banyak akan mempersepsikan bahwa selisih 2-3 hari dalam pembasmian hama belum tergolong lama, begitu pula dalam toleransi ketuntasan pengendalian hama, harga, kesesuaian harga dengan kualitas, dan kemudahan memperoleh pestisida organik. Hubungan lain antara karakteristik dengan persepsi yaitu hubungan negatif signifikan antara pengalaman berusaha tani dengan persepsi petani kentang Dataran Tinggi Dieng. Semakin lama pengalaman petani kentang semakin rendah persepsinya terhadap pestisida organik. Hal ini diduga karena semakin lama petani memiliki pengalaman maka petani semakin terbiasa menggunakan pestisida kimia
60 dan pada akhirnya menganggap pestisida organik kurang ampuh dan kurang menguntungkan dari sisi produktivitas hasil tani. Pada dasarnya pestisida organik memang relatif membutuhkan waktu lebih lama daripada pestisida kimia dalam mematikan hama atau membasmi penyakit (Dadang & Prijono 2008). Theory of Planned Behavior Sikap terhadap Perilaku. Hampir separuh petani kentang Dataran Tinggi Dieng memiliki sikap dalam kategori rendah terhadap perilaku pembelian pestisida organik dan hampir separuh pula petani kentang memiliki sikap dalam kategori sedang. Hal ini berarti sebagian besar petani kentang memiliki sikap cukup positif terhadap perilaku pembelian pestisida organik. Ditilik dari jawabanjawaban atas pernyataan dalam kuesioner, mayoritas petani kentang menunjukkan sikap cukup positif terhadap perilaku pembelian pestisida organik dengan keyakinan bahwa bila menggunakan pestisida organik mereka akan dapat menjaga kelestarian lingkungan serta residu pestisida di kentang dan di tanah akan lebih sedikit. Hal ini selaras dengan manfaat-manfaat pestisida organik yang sering dikemukakan dalam berbagai literatur melalui media massa maupun penyuluhanpenyuluhan dan menunjukkan bahwa petani kentang Dataran Tinggi Dieng sudah terpapar informasi mengenai keuntungan-keuntungan pestisida organik. Akan tetapi, masih cukup banyak petani kentang yang merasa belum yakin bahwa mereka akan mendapat banyak keuntungan dan dapat menghindari kekebalan hama apabila menggunakan pestisida organik. Sementara itu, evaluasi petani kentang Dataran Tinggi Dieng terhadap perilaku penggunaan pestisida organik ditunjukkan dengan mayoritas petani ingin mendapatkan semua manfaat tersebut. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara luas lahan dengan sikap petani kentang Dataran Tinggi Dieng terhadap perilaku penggunaan pestisida organik. Semakin luas lahan yang diolah petani kentang semakin positif sikap petani kentang terhadap perilaku penggunaan pestisida organik. Norma Subjektif. Lebih dari separuh petani kentang Dataran Tinggi Dieng memiliki norma subjektif dalam kategori sedang dengan memiliki kepercayaan normatif bahwa kebanyakan orang, keluarga, konsumen, penyuluh pertanian, serta
61
teman-teman petani mereka menginginkan petani kentang menggunakan pestisida organik. Hal ini dipertegas dengan motivasi mematuhi petani kentang cukup tinggi. Mayoritas petani ingin melakukan keinginan kebanyakan orang, keluarga, konsumen, penyuluh pertanian, serta teman-teman petani mereka. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok sosial petani kentang memiliki peran yang penting bagi petani terhadap kemungkinan penggunaan pestisida organik. Melalui uji korelasi Spearman, diketahui terdapat hubungan negatif nyata antara jenis kelamin petani kentang Dataran Tinggi Dieng dengan norma subjektif. Hal ini menunjukkan bahwa petani kentang perempuan akan memiliki norma subjektif yang lebih tinggi daripada petani kentang laki-laki. Petani kentang perempuan pada umumnya merupakan petani yang suaminya tidak mampu mengelola pertanian, suaminya memiliki mata pencaharian lain, atau halhal lain yang menjadi pertimbangan khusus. Oleh karena itu, petani kentang perempuan lebih terbuka pada pendapat dan masukan dari figur-figur sosial yang dimilikinya. Persepsi Pengendalian Perilaku. Mayoritas petani kentang Dataran Tinggi Dieng yakin bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat menjadi pengendali perilaku penggunaan pestisida organik. Mereka yakin bahwa andil dalam pengambilan keputusan di lahan, harga pestisida organik dibandingkan pestisida kimia, dan ketersediaan menjadi faktor pengendali perilaku penggunaan pestisida organik. Mereka juga yakin kemudahan penggunaan tersebut juga dikendalikan oleh ragam hama dan penyakit serta kepemilikan alat-alat yang memadai untuk aplikasi pestisida organik. Besarnya keyakinan petani kentang mengenai faktorfaktor tersebut diduga karena petani kentang memiliki pengetahuan yang cukup baik mengenai aplikasi pestisida organik. Hal ini sesuai dengan Ajzen (1991) yang mengemukakan bahwa keyakinan pengendalian biasanya dipengaruhi oleh informasi yang dimiliki tentang perilaku tersebut. Akan tetapi persepsi pengendalian perilaku petani kentang masih tergolong rendah karena sebagian petani kentang masih merasa tidak dapat mengendalikan faktor-faktor tersebut, terutama faktor ragam hama dan penyakit, harga, serta ketersediaan pestisida organik di pasaran.
62 Melalui uji korelasi Spearman, diketahui terdapat hubungan negatif nyata antara jenis kelamin petani kentang Dataran Tinggi Dieng dengan persepsi pengendalian perilaku. Hal ini menunjukkan bahwa petani kentang perempuan akan memiliki persepsi pengendalian perilaku yang lebih tinggi daripada petani kentang laki-laki. Petani kentang perempuan, sebagaimana konsumen wanita pada umumnya, lebih sensitif terhadap sumberdaya sehingga lebih kuat berpersepsi bahwa sumberdaya menjadi faktor pengendali perilaku. Niat Pembelian. Sebagian besar petani kentang Dataran Tinggi Dieng memiliki niat pembelian pestisida organik cukup kuat dalam setiap waktu. Hal ini tampak dari mayoritas petani kentang cukup berniat membeli pestisida organik dalam bulan ini, 6 tahun ke depan, 1 tahun ke depan, tidak hanya di musim tanam saat ini saja maupun di musim tanam berikutnya saja, dan memang berniat membeli pestisida organik di setiap musim tanam. Banyaknya petani kentang yang cukup berniat membeli pestisida organik tersebut karena mayoritas petani memiliki motivasi yang cukup tinggi, persepsi yang cukup positif terhadap pestisida organik dan norma subjektif yang cukup baik, namun masih memiliki sikap terhadap perilaku dan persepsi pengendalian perilaku yang rendah. Hasil unik yang didapat dari penelitian ini adalah tidak adanya hubungan yang signifikan antara karakteristik petani maupun karakteristik pertanian petani kentang Dataran Tinggi Dieng dengan niat pembelian terhadap pestisida organik. Temuan ini hampir sama dengan temuan Supriatna (2011) yang tidak mendapati hubungan antara karakteristik dengan niat pembelian. Akan tetapi, hubungan positif sangat signifikan terdapat antara motivasi dan persepsi dengan niat pembelian. Hal ini menunjukkan bahwa semakin positif persepsi petani kentang terhadap pestisida organik, semakin tinggi pula niat petani kentang untuk membeli pestisida organik. Temuan ini selaras juga dengan temuan Supriatna (2011) yang mendapati hubungan positif signifikan antara persepsi dengan niat pembelian. Analisis SEM untuk Theory of Planned Behavior Berkaitan dengan analisis niat pembelian berdasarkan Theory of Planned Behavior, Ajzen (1991) mengemukakan bahwa niat berperilaku, dalam hal ini adalah niat pembelian pestisida organik, ditentukan oleh tiga faktor, yaitu sikap
63
terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi pengendalian perilaku. Analisis SEM bermanfaat sebagai analisis regresi untuk mengetahui pengaruh beberapa variabel terhadap variabel lain; sebagai analisis faktor determinan, yaitu penentuan variabel yang paling berpengaruh; dan sebagai pengujian suatu model dari konsep atau teori yang memiliki hubungan sebab-akibat antar variabel (Solimun 2002). Sikap terhadap Perilaku. Berdasarkan analisis SEM, sikap terhadap penggunaan pestisida organik yang dimiliki petani dalam penelitian ini dibangun oleh keyakinan perilaku dan evaluasi dengan kontribusi yang sama besar. Artinya, petani dikatakan memiliki sikap yang positif terhadap penggunaan pestisida organik dapat dilihat dari keyakinannya terhadap perilaku tersebut yang baik dan dari evaluasinya yang juga baik. Hal ini sesuai dengan Theory of Planned Behavior yang dikemukakan Ajzen, yaitu sikap terhadap perilaku dibentuk oleh keyakinan perilaku dan evaluasi. Norma Subjektif. Norma subjektif petani lebih dibangun oleh keyakinan normatif daripada motivasi mematuhi. Artinya, untuk dapat mengetahui norma subjektif petani terhadap pestisida organik, dapat dilihat dari keyakinannya bahwa orang lain atau figur-figur sosial yang dimilikinya berpikir bahwa petani seharusnya menggunakan pestisida organik. Meskipun norma subjektif petani kentang lebih terlihat dari keyakinan normatif, motivasi mematuhi tetap memiliki kontribusi yang besar dan signifikan untuk merefleksikan norma subjektif petani kentang. Hal ini sesuai dengan Theory of Planned Behavior yang dikemukakan Ajzen bahwa norma subjektif dibentuk oleh keyakinan normatif dan motivasi mematuhi. Persepsi Pengendalian Perilaku. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa persepsi pengendalian perilaku yang dimiliki petani kentang Dataran Tinggi Dieng hanya dibangun oleh keyakinan pengendalian dengan kontribusi yang sangat besar dan signifikan. Kekuatan faktor pengendalian dalam model TPB petani kentang ini tidak memiliki kontribusi yang memadai dan signifikan. Artinya, persepsi pengendalian perilaku petani kentang dapat dilihat hanya dari melihat keyakinannya akan faktor-faktor yang dapat mengendalikan perilaku atau
64 menghambat perilaku. Hal ini tidak sesuai dengan Theory of Planned Behavior yang dikemukakan oleh Ajzen bahwa persepsi pengendalian perilaku dibentuk oleh keyakinan perilaku dan juga kekuatan faktor pengendalian. Niat Pembelian. Variabel laten terakhir yaitu niat pembelian petani kentang Dataran Tinggi Dieng terhadap pestisida organik. Niat pembelian pestisida organik pada bulan ini merupakan variabel pembentuk yang paling dominan dalam memberikan kontribusi terhadap variabel niat pembelian. Artinya, niat pembelian petani kentang terhadap pestisida organik dapat dilihat dari niat pembeliannya pada bulan ini. Meskipun demikian, indikator yang lain dari niat pembelian juga memiliki kontribusi yang cukup besar dan signifikan dalam membentuk niat pembelian petani kentang. Analisis Model Struktural. Analisis SEM, yang dilakukan untuk menguji lebih lanjut mengenai model pengaruh ketiga faktor pembentuk intensi atau niat pembelian tersebut, menunjukkan hasil yang sedikit berbeda dengan pernyataan Ajzen. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa sikap terhadap perilaku dan norma subjektif tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat pembelian pestisida organik sedangkan persepsi pengendalian perilaku yang hanya direfleksikan oleh keyakinan pengendalian justru memiliki pengaruh yang sangat besar. Artinya, semakin tinggi sikap petani kentang Dataran Tinggi Dieng terhadap penggunaan pestisida organik dan norma subjektif petani kentang tidak akan memberikan pengaruh terhadap tinggi-rendahnya niat petani kentang untuk membeli pestisida organik. Ketiadaan pengaruh dari sikap terhadap perilaku petani kentang Dataran Tinggi Dieng terhadap niat pembelian tidak sesuai dengan penelitian George (2004), Chen (2009), dan Trisnawati (2011) yang menunjukkan bahwa semakin baik sikap seseorang terhadap suatu perilaku akan menaikkan niat untuk melakukan perilaku tersebut. Ketiadaan pengaruh dari norma subjektif terhadap niat pembelian memiliki kesamaan dengan penelitian George (2004), Chen (2009), dan Trisnawati (2011). Temuan ini tidak sesuai dengan TPB yang mendalilkan bahwa semakin tinggi norma subjektif seseorang akan menaikkan pula niatnya untuk melakukan perilaku tersebut. Norma subjektif yang tidak
65
memiliki pengaruh signifikan ini dapat disebabkan oleh kesalahan menentukan figur-figur sosial yang tepat pada alat ukur norma subjektif sehingga tidak tampak bentuk pengaruh dari norma subjektif terhadap niat pembelian. Semakin tinggi persepsi pengendalian perilaku petani kentang Dataran Tinggi Dieng akan menaikkan niat petani kentang untuk membeli pestisida organik. Hal ini sesuai dengan pendapat Dharmmesta (1998) yang menyatakan semakin seseorang merasa bahwa ia memiliki sumberdaya yang ia yakini dapat menentukan suatu perilaku maka semakin berniat pula ia untuk melakukan perilaku tersebut. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian George (2004) dan Chen (2009) yang menyatakan bahwa persepsi pengendalian perilaku merupakan variabel yang berpengaruh terhadap niat. Model yang didapat dari analisis SEM menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan TPB. Namun, Ajzen sendiri menjabarkan bahwa tingkat kepentingan atau pengaruh dari sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi pengendalian perilaku dalam memprediksi niat diduga bervariasi menurut perilaku dan situasi. Sehingga, dalam beberapa penelitian mungkin saja ditemukan hanya satu atau dua faktor yang berpengaruh terhadap niat. Salah satu contoh penelitian dengan hasil yang sama dengan penelitian ini dituliskan oleh Ajzen (1991) dalam jurnalnya yang berjudul The Theory of Planned Behavior. Penelitian tersebut adalah penelitian Netmeyer, Burton, dan Johnston pada tahun 1990. Penelitian Netmeyer menganalisis hubungan dan pengaruh dalam model TPB mengenai niat berpartisipasi dalam pemilihan. Hasil penelitian tersebut sama dengan penelitian ini, yaitu ketiga faktor pembentuk niat memiliki korelasi kuat dengan niat namun hanya persepsi pengendalian perilaku yang memiliki pengaruh terhadap niat. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini hanya mengkaji mengenai niat petani kentang Dataran Tinggi Dieng untuk melakukan pembelian pestisida organik, belum mengkaji perilaku pembelian pestisida organik pada petani kentang Dataran Tinggi Dieng. Padahal, niat seseorang dapat berubah sewaktu-waktu ketika belum direalisasikan menjadi perilaku dan kajian berdasarkan Theory of Planned Behavior akan lebih menyeluruh apabila dikaji pula perilaku yang dimaksud. Variabel karakteristik
66 petani yang diteliti dalam penelitian ini belum mencakup pendidikan non-formal petani kentang Dataran Tinggi Dieng dalam bidang pertanian seperti SLPHT dan jumlah penyuluhan yang diikuti. Padahal, data tersebut kemungkinan dapat menjelaskan motivasi, persepsi, dan niat pembelian petani. Selain itu, jumlah contoh yang diambil dalam penelitian ini masih terlalu minim untuk analisis SEM sehingga model TPB yang dihasilkan tidak memenuhi semua ukuran Goodness of Fit dalam analisis SEM. Kekurangan ini juga kemungkinan dapat menjadi penyebab model yang dihasilkan tidak sesuai dengan teori. Implikasi Manajerial untuk Penyuluhan Berdasarkan penelitian ini terbukti bahwa motivasi paling utama dari petani kentang Dataran Tinggi Dieng yang melandasi pembelian pestisida organik adalah alasan keamanan. Oleh karena itu, penyuluhan pertanian mengenai pestisida organik perlu menekankan keamanan pestisida organik terhadap tanah, tanaman, dan petani kentang yang menggunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin positif persepsi petani kentang akan semakin tinggi niat pembelian pestisida organik. Penyuluhan yang menggiring agar persepsi petani kentang semakin positif perlu dilakukan dengan cara menekankan manfaat dari pestisida organik, bukan kelemahannya. Karakteristik pertanian yang memiliki hubungan dengan persepsi adalah pengalaman berusaha tani. Oleh karena itu, penyuluhan dengan konsep menggiring persepsi positif petani kentang perlu lebih difokuskan pada petani kentang dengan pengalaman berusaha tani sudah lama atau petani kentang lama. Penelitian ini menunjukkan bahwa sikap terhadap perilaku pembelian pestisida organik pada petani kentang Dataran Tinggi Dieng berada pada kategori rendah. Untuk meningkatkannya, penyuluhan perlu lebih menekankan manfaat pestisida organik dan pentingnya manfaat tersebut dalam berusaha tani seperti pestisida organik dapat menghindari kekebalan hama dan kekebalan hama memang penting untuk dihindari.
67
Karakteristik pertanian yang memiliki hubungan dengan sikap terhadap perilaku adalah luas lahan. Oleh karena itu, penyuluhan dengan konsep meningkatkan sikap petani terhadap perilaku pembelian pestisida organik perlu lebih difokuskan pada petani kentang dengan luas lahan yang lebih kecil atau petani kecil. Berdasarkan
hasil
persepsi
pengendalian
perilaku
petani
kentang,
ketersediaan pestisida organik di sekitar Dataran Tinggi Dieng belum dirasa mencukupi oleh petani. Oleh karenanya, produsen pestisida organik perlu lebih aktif menembus pasaran pestisida di Dataran Tinggi Dieng.