HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P90A10 (90% POME : 10% Aktivator), P80A20 (80% POME : 20% Aktivator) dan P70A30 (70% POME : 30% Aktivator) yang dilakukan meliputi pH, TVS, Rasio C/N, BOD dan COD. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Analisis Bahan Baku Masukan Biogas Parameter pH TVS C/N BOD COD
Satuan mg/l mg/l mg/l
POME 4,53 11.600 9,32 756 2.162
P90A10 4,72 11.900 15,98 1.344 2.714
P80A20 4,86 11.900 15,94 1.092 2.438
P70A30 5,19 11.400 15,27 2.519 6.578
Hasil analisis menunjukkan POME memiliki kandungan TVS sebesar 1,16% atau 11.600 mg/l, dimana nilai ini lebih rendah dari nilai TVS yang dikemukakan oleh Lang (2007) yaitu sebesar 34.000 mg/l. Selain itu, rasio C/N pada POME lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Agustine (2011) yaitu sebesar 43,63. Kisaran rasio C/N yang optimal menurut Deublein & Steinhausher (2008) adalah 16:1 – 25:1. Hasil analisis awal POME yang ditambahkan aktivator sebagai bahan masukan biogas menunjukkan bahwa kandungan TVS pada P90A10 dan P80A20 meningkat yaitu 11.900 mg/l dibandingkan TVS pada POME murni yaitu sebesar 11.600 mg/l, sedangkan pada P70A30 TVS mengalami penurunan yaitu 11.400 mg/l. Kandungan TVS dipengaruhi oleh jumlah bahan organik yang terkandung di dalam bahan masukan. Semakin banyak bahan organik yang terkandung di dalamnya, maka semakin tinggi pula VFA yang diproduksi. VFA yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai pH. Apabila pH terganggu, maka dapat menghambat aktivitas bakteri pembentuk metana (Gerardi, 2003). Kandungan TVS pada P70A30 lebih rendah dibandingkan dengan kandungan TVS pada P90A10 dan P80A20, rendahnya nilai TVS ini karena P70A30 memiliki jumlah aktivator yang lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan yang lain, sehingga bahan organik yang ada di dalam P70A30 digunakan untuk kebutuhan mikroorganisme di dalam bahan masukan tersebut. TVS meningkat disebabkan karena bahan campuran yang digunakan sebagai aktivator adalah sludge biogas dari campuran POME dan kotoran sapi 23
potong. Lumpur kotoran sapi memiliki kandungan volatile solids (VS) sebesar 7585% (Harikishan, 2008). Rasio C/N yang dihasilkan setelah dilakukan analisis menunjukkan peningkatan yaitu 15,98; 15,94 dan 15,27 dibandingkan dengan rasio C/N pada analisis POME
murni yaitu 9,32. Rasio C/N dari bahan organik
menentukan aktivitas mikroorganisme dalam memproduksi biogas. Rasio C/N pada P70A30 lebih rendah karena aktivator yang ada dalam perlakuan tersebut jumlahnya lebih banyak sehingga C/N yang ada di dalam bahan masukan tersebut digunakan oleh mikroorganisme untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Rasio C/N yang optimal adalah antara 20:1 dan 30:1 (Stafford et al., 1980). Apabila rasio C/N lebih besar dari 30, maka unsur C berlebih, sedangkan unsur N sedikit, maka saat fermentasi berlangsung N telah habis untuk memenuhi kebutuhan mikroba dan akan diikuti dengan menurunnya produksi biogas. Lumpur dari digester yang telah aktif menghasilkan biogas dipilih sebagai campuran karena telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan fermentasi sehingga dapat mempersingkat waktu adaptasi bakteri (Gerardi, 2003). Nilai pH Derajat keasaman (pH) adalah ukuran keasaman atau kebasaan dari suatu bahan.
Bakteri metanogen sangat sensitif terhadap perubahan pH lingkungan.
Hubungan antara nilai pH yang dihasilkan dalam digester terhadap waktu
pH
perombakan bahan organik dapat dilihat pada Gambar 10. 7.50 7.00 6.50 6.00 5.50 5.00 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 Hari keP90A10
P80A20
P70A30
Gambar 10. Grafik Nilai pH Selama Penelitian Nilai pH terbaik dalam memproduksi biogas berkisar antara 7. Apabila nilai pH di bawah 6,5, aktivitas bakteri metanogen akan menurun dan pH di bawah 5,
24
aktivitas fermentasi akan terhenti (Yani & Darwis, 1990). Untuk mempertahankan pH berkisar antara 6,8-8,5 perlu ditambahkan kapasitas penyangga (buffer capacity) seperti ammonium hidroksida, larutan kapur, natrium karbonat dan lain-lain (Bitton,1999). Gambar 10 menunjukan kisaran pH yang terdapat dalam digester. Kisaran pH pada P90A10, P80A20 dan P70A30 masing-masing adalah 5,33-6,67; 5,67-6,67 dan 6-7. Selama penelitian pH mengalami penurunan dari hari ke hari. Penurunan pH ini menunjukkan tingginya konsentrasi asetat yang dapat menghambat perombakan (Mahajoeno, 2008). Kisaran pH yang rendah menunjukkan bahwa pada perlakuan ini proses pembentukan asam masih terjadi. Penurunan pH secara tiba-tiba menandakan terjadinya gangguan pada proses fermentasi (Deublein & Steinhausher., 2008). Pada awal reaksi fermentasi anaerobik, nilai pH akan menurun seiring produksi VFA. Setelah itu, bakteri pembentuk methan akan mengkonsumsi VFA dan alkalinitas diproduksi, pH akan meningkat dan mencapai kestabilan (Gerardi, 2003). Nilai pH pada fase asidogenesis dapat mengalami penurunan hingga hanya bernilai 3,2, sedangkan pH pada fase metanogenesis berada di kondisi stabil yaitu antara 7,2-7,4, dimana hal ini normal terjadi pada proses anaerobik (Li et al., 2009). Suhu Suhu memiliki pengaruh penting terhadap laju perombakan bahan organik menjadi biogas. Pengaruh ini terutama berkaitan dengan aktivitas dan laju pertumbuhan mikroba di dalam digester. Suhu yang diukur pada digester selama 40 hari penelitian ditampilkan pada Gambar 11. 28.50 Suhu
27.50 26.50 25.50 24.50 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 Hari keP90A10
P80A20
P70A30
Gambar 11. Grafik Suhu Selama Penelitian
25
Kisaran suhu dalam digester yang dicapai pada semua perlakuan berkisar antara 25-28o C. Besarnya kisaran suhu yang dicapai dipengaruhi oleh suhu ruang, dimana selama penelitian berlangsung tercatat suhu maksimal adalah 28.33oC pada perlakuan P70A30. Suhu yang dicapai selama penelitian berada di bawah suhu mesophilic (30-40oC). Hal ini tidak berpengaruh pada terjadinya proses metanogenesis karena proses metanogenesis masih dapat terjadi bahkan pada suhu ≤ 4 oC (Price & Cheremisinoff, 1981). Pengklasifikasi bakteri berdasarkan suhu dalam fermentasi anaerobik terbagi menjadi tiga, yaitu psychrophilic (10-20°C), mesophilic (20-40°C) dan thermophilic (40-60°C) (Drapcho et al., 2008).
Menurut Sahidu (1983), suhu optimum
pertumbuhan bakteri anaerobik berkisar antara 30-35°C, sedangkan menurut Kadir (1987), suhu yang baik untuk proses fermentasi anaerobik berkisar antara 30°-55°C. Namun, sebagian bakteri mampu untuk memproduksi metana pada tingkat suhu yang sangat rendah (0,6-1,2°C). Pada umumnya suhu terendah dimana mikoorganisme tumbuh adalah -11°C, dibawah -25°C aktivitas enzim akan terhenti (Deublein & Steinhausher., 2008). Produksi biogas lebih cepat pada suhu thermophilic dibandingkan dengan mesophilic, tetapi tidak boleh terjadi perubahan suhu secara mendadak. Fluktuasi suhu pada digester harus sekecil mungkin, <1°C per hari untuk thermophilic dan <23°C per hari untuk mesophilic. Fluktuasi suhu akan berpengaruh terhadap aktivitas bakteri pembentuk metana (Gerardi, 2003). Kandungan Total Volatile Solids (TVS) Total Volatile Solids (TVS) dapat diartikan sebagai parameter pendegradasian bahan organik yang dapat dikonversi menjadi biogas, oleh karena itu, dilakukan analisis kembali untuk mengetahui kandungan TVS pada hari ke-40, sehingga dapat diketahui perubahan kandungan yang terjadi. Hasil analisis kandungan TVS pada hari ke-40 dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Analisis Kandungan TVS pada Hari Ke-40 Perlakuan P90A10 P80A20 P70A30
Nilai TVS -------------- mg/l ----------5000 ± 985 4167 ± 971 4600 ± 1127 26
Kandungan TVS pada hari ke-40 ini tidak berbeda nyata. Artinya kandungan TVS pada setiap perlakuan tidak dipengaruhi komposisi campuran yang berbeda. Hasil pengukuran TVS akhir memperlihatkan bahwa kandungan TVS pada hari ke- 40 ini mengalami penurunan dibandingkan dengan kandungan TVS awal. Artinya kandungan TVS pada bahan awal digunakan dalam pembentukan gas metana oleh mikroorganisme sehingga TVS akhirnya mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan pendapat Li et al. (2009) yang menyatakan bahwa biogas diproduksi dari hasil konversi bahan organik dengan bantuan mikroorganisme anaerobik, dengan adanya konversi ini maka jumlah bahan organik akan mengalami penurunan. Hasil analisis TVS pada hari ke-40 menunjukan bahwa nilai TVS pada P80A20 lebih rendah dibandingkan dengan nilai TVS pada perlakuan P90 A10 dan P70A30. Hal ini di sebabkan karena mikroorganisme memanfaatkan kandungan TVS dalam bahan organik tersebut secara optimal untuk kebutuhannya. Produksi Biogas Produksi biogas merupakan hasil dari proses perombakan bahan organik secara anaerob. Produksi gas dari POME dengan penambahan sludge biogas dari campuran kotoran sapi potong dan POME dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Pengukuran Produksi Biogas pada Setiap Perlakuan Perlakuan POME+Aktivator 90 : 10 80 : 20 70 : 30
Waktu Perombakan Bahan Organik Volume Gas (Hari) (Liter) 40 7,99 ± 0,20 40 3,14 ± 0,11 40 8,28 ± 0,18
Pengukuran produksi gas diukur menggunakan alat gas flowmeter dan stopwatch. Gas flowmeter merupakan alat untuk mengetahui laju alir gas dengan satuan liter/menit, sedangkan untuk mengetahui produksi gas per hari dilakukan pengalian antara hasil pengukuran gas flowmeter dan waktu yang tercatat oleh stopwatch. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 12.
27
Gambar 12. Proses Pengukuran Produksi Biogas dan Uji Nyala Korelasi antara waktu perombakan bahan organik (X) dan produksi biogas (Y) pada masing-masing perlakuan yang terdapat dalam digester dapat dijelaskan menggunakan grafik produksi biogas. Grafik produksi biogas pada substrat yang terbuat dari 90% POME dan 10% aktivator dapat dilihat pada Gambar 13.
0.900 0.800
Gas Menyala
0.700
y = 0.000x2 - 0.007x + 0.063 r = 0.842
Produksi Gas
0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 -0.100 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Hari keGambar 13. Grafik Hubungan antara Waktu Perombakan Bahan Organik dan Produksi Biogas pada P90A10 Hasil pengukuran produksi biogas pada Gambar 13 digester menunjukan bahwa produksi biogas mulai dihasilkan pada hari ke-5 namun biogas yang dihasilkan belum menyala karena kandungan metana masih rendah dibandingkan gas lain dalam biogas. Biogas menyala pada hari ke-15. Biogas setidaknya mengandung 45% metana agar dapat menyalakan api (Deublein & Steinhausher., 2008). Grafik hubungan antara waktu perombakan bahan organik (X) dan produksi
28
gas (Y) menunjukkan persamaan regresi kuadratik yaitu Y = 0,000x2 – 0,007x + 0.063 dan berkorelasi positif dengan koefisien korelasi sebesar 0,842. Analisis ragam menunjukkan bahwa hubungan keduanya berbeda nyata. Total produksi gas yang dihasilkan dari perlakuan P90A10 adalah 7,99 liter. Rasio C/N yang optimal adalah antara 20:1 dan 30:1 (Stafford et al., 1980). Menurut Simamora et al. (2006) bahwa imbangan C/N yang optimum bagi mikroorganisme perombak adalah 20-25. C/N yang tidak optimum dapat mengganggu proses pembentukan biogas, karena substrat yang mengandung C/N terlalu rendah akan meningkatkan produksi ammonia dan menghambat produksi metana. C/N yang terlalu tinggi mengindikasikan terlalu sedikit unsur nitrogen yang berakibat buruk bagi pertumbuhan mikroorganisme dan sintesis sel baru bagi mikroorganisme, karena sebanyak 16% sel bakteri terdiri dari unsur N (Deublein dan Steinhausher., 2008). Hasil analisis TVS pada hari ke-40 pada perlakuan P90A10 ini lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P80A20 dan P70A30, hasil ini menunjukan bahwa aktivator yang dicampurkan dalam perlakuan P90 A10 ini lebih sedikit dibandingkan dengan aktivator pada perlakuan P80A20 dan P70A30, sehingga TVS yang digunakan dalam pembentukan biogas dimanfaatkan oleh mikroorganisme yang ada dalam perlakuan tersebut lebih sedikit dibandingkan jumlah TVS yang dimanfaatkan oleh mikroorganisme yang ada pada perlakuan P80A20 dan P70A30, hal ini karena jumlah aktivator yang ditambahkan lebih banyak dibandingkan pada perlakuan P90A10. Jumlah
TVS
dalam
substrat
harus
sesuai
dengan
kemampuan
mikroorganisme dalam mendegradasi TVS menjadi VFA dan kemampuan dalam mengkonsumsi VFA hingga menjadi biogas. Apabila kemampuan mikroorganisme tidak seimbang, akan terjadi penumpukan VFA yang menyebabkan penurunan pH secara drastis dan menghambat aktivitas bakteri pembentuk metana (Gerardi, 2003). Pengukuran produksi juga dilakukan untuk mengetahui jumlah produksi biogas pada perlakuan P80 A20. Grafik produksi biogas pada substrat yang terbuat dari 80% POME dan 20% aktivator dapat dilihat pada Gambar 14.
29
0.450 0.400
y = 0.000x2 - 0.011x + 0.071 r = 0.852
Produksi Gas
0.350 0.300
Gas Menyala
0.250 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000 -0.050 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Hari keGambar 14. Grafik Hubungan Antara Waktu Perombakan Bahan Organik dan Produksi Biogas pada P80A20 Gambar 14 memperlihatkan produksi gas pada perlakuan P80A20 yang dihasilkan digester. Produksi gas yang dihasilkan pada digester ditunjukan pada grafik bahwa biogas mulai dihasilkan pada hari ke-4, sama halnya dengan perlakuan P90A10 bahwa biogas yang dihasilkan belum dapat dinyalakan. Hal ini menunjukkan masih tingginya kadar CO2 pada digester. Biogas dapat dinyalakan pada hari ke-20 dengan nyala api berwarna biru hingga mencapai hari ke-40 namun produksi gas tidak konstan setiap harinya. Total produksi gas pada perlakuan P80A20 adalah 3,14 liter, produksi ini lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan P90 A10 dan P70A30. Persamaan regresi kuadratik pada hubungan antara waktu perombakan bahan organik (X) dan produksi biogas (Y) pada P80A20 yaitu Y = 0,000x2 + 0,011x + 0.071. Hubungan ini berkorelasi positif dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,852. Analisis keragaman menunjukkan bahwa hubungan kedua faktor ini berpengaruh nyata. Hasil analisis TVS pada hari ke-40dan produksi biogas pada perlakuan P80 A20 tidak sesuai dengan teori yang ada, dimana nilai TVS yang dihasilkan pada hari ke40 yaitu sebesar 4167±971, nilai TVS ini lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan P90A10 dan P70A30. Nilai TVS yang kecil ini berarti TVS tersebut digunakan oleh mikroorganisme untuk diubah menjadi biogas, namun volume total biogas yang dihasilkan selama 40 hari justru lebih kecil dibandingkan dengan volume biogas yang dihasilkan pada perlakuan P90A10 dan P70A30. Hasil ini menunjukan adanya 30
gangguan didalam digester sehingga biogas yang dihasilkan tidak optimal. Hasil ini diduga adanya keberadaan oksigen dan adanya kandungan toksin didalam digester yang dapat menghambat produksi metan oleh mikroorganisme. Sebagian besar bakteri pembentuk asam adalah fakultatif anaerobik, sehingga keberadaan oksigen tidak terlalu mempengaruhi aktivitas mikroba. Namun bakteri pembentuk metan adalah obligatori anaerobik, sehingga keberadaan oksigen sebanyak 0,01 mg/L akan menghambat pertumbuhan bakteri pembentuk metana. Kondisi anaerobik ini dapat dicapai dengan menggunakan reaktor tertutup, dengan keberadaan sejumlah kecil oksigen akan dikonsumsi dengan segera oleh bakteri pembentuk asam (Deublein & Steinhausher., 2008). Produksi biogas pada perlakuan P70A30 juga diukur. Hasil pengukuran produksi gas pada perlakuan P70A30 dapat dilihat pada Gambar 15. 0.800
y = 0.000x2 - 0.010x + 0.194 r = 0.486
0.700
Produksi Gas
0.600 0.500
Gas Menyala
0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 -0.100 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Hari keGambar 15. Grafik Hubungan Antara Waktu Perombakan Bahan Organik dan Produksi Biogas pada P70A30 Produksi gas yang dihasilkan ditunjukan pada Gambar 15 bahwa biogas mulai dihasilkan pada hari ke-4, namun sama seperti pada perlakuan P90 A10 dan P80A20 gas yang dihasilkan belum dapat dinyalakan. Gas dapat dinyalakan pada hari ke-11 sampai hari ke- 40 namun produksi gas yang dihasilkan tetap. Produksi gas pada perlakuan P70A30 lebih awal dapat dinyalakan dibandingkan pada perlakuan P90A10 dan P80A20. Hal ini disebabkan karena proses metanogenesis pada perlakuan P70A30 terjadi lebih cepatdibandingkan pada perlakuan lainnya, proses metanogenesis
31
terjadi lebih cepat karena aktivator yang ditambahkan pada P70 A30 lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sehingga gas metan yang dihasilkan lebih dari 55% dan gas dapat menyala. Biogas setidaknya mengandung 45% metana agar dapat menghasilkan nyala api (Deublein dan Steinhausher., 2008).Total produksi gas pada perlakuan P70A30 adalah 8,28 liter, total produksi gas pada P70A30 merupakan yang terbesar dibandingkan dengan produksi gas pada P90A10 dan P80 A20. Persamaan regresi kuadratik hubungan antara waktu perombakan bahan organik (X) dan produksi biogas (Y) pada P70A30 yaitu Y = 0,000x2- 0,010 x+ 0.194 Hubungan ini berkorelasi positif dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,486. Analisis keragaman menunjukkan bahwa hubungan kedua faktor ini berpengaruh nyata. Komposisi biogas yang dihasilkan terdiri atas CH4 (50-70%), CO2 (25-45%), H2, NH3, dan H2S dalam jumlah yang sedikit (Price dan Cheremisinoff, 1981).. Produksi biogas yang dihasilkan pada penelitian ini dinilai masih belum maksimal namun total produksi biogas yang dihasilkan dari penelitian ini lebih besar yaitu pada perlakuan P90A10, P80A20 dan P70A30, masing-masing adalah 7,99 liter, 3,14 liter dan 8,28 liter. Nilai ini lebih besar jika dibandingkan dengan hasil penelitian Agustine (2011) yaitu pada perlakuan P90A10, P80A20 dan P70A30 masingmasing adalah 3,99 liter, 1,08 liter dan 1,77 liter. Produksi gas yang belum maksimal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu terjadi penumpukan bahan organik berlebihan yang menyebabkan bakteri tidak mampu memecah senyawa organik, sehingga proses perombakan anaerob akan terganggu (Mahajoeno, 2008). Selain itu ada juga faktor yang berpengaruh pada perombakan anaerob, yaitu pengadukan. Selama penelitian berlangsung, proses pengadukan dilakukan secara manual dengan pengaduk yang telah tersedia di dalam digester. Teknik pengadukan ini kurang efektif karena pengadukan secara manual pada digester akan menghasilkan frekuensi pengadukan yang tidak konsisten. Pengadukan bertujuan untuk mendistribusikan bakteri, substrat dan nutrient agar menyebar secara merata di dalam digester. Peningkatan produksi metana dipengaruhi oleh pengadukan, karena aktivitas metabolisme dari bakteri pembentuk asetat dan bakteri pembentuk metana membutuhkan jarak yang saling berdekatan. Selain itu, pengadukan dapat mengurangi terjadinya pemisahan sludge
32
dan terbentuknya scum (Gerardi, 2003). Apabila bahan masukan lebih homogen maka perombakan akan berlangsung lebih sempurnna (Mahajoeno, 2008). Palm Oil Mill Effluent (POME) merupakan limbah cair organik tinggi kandungan lemak yang membutuhkan waktu lama untuk terhidrolisis (Adrianto et al., 2001). Penelitian Mahajoeno (2008) menghasilkan bahwa biogas yang terbuat dari POME dengan penambahan inokulum kotoran sapi sebesar 10% memproduksi 64,5 liter biogas selama 12 minggu percobaan (84 hari) pada kondisi suhu dan tekanan rumah kaca. Digester yang digunakan dalam penelitian tersebut merupakan digester sistem batch berkapasitas 15 liter. Ketidakseimbangan juga terjadi karena bahan beracun yang telah ada dalam biomasa atau senyawa yang dihasilkan selama proses fermentasi anaerob. Fermentasi dapat menjadi lambat jika biomasa mengandung konsentrasi lemak yang tinggi. Hal ini karena lemak dapat didegradasi menjadi senyawa beracun, yaitu asam lemak rantai panjang (Mahajoeno, 2008).
33