14
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum. Fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum meliputi muncul daun ke permukaan (emergence), penyerbukan bunga betina oleh bunga jantan (anthesis), dan matang fisiologis (panen). Fase muncul daun ke permukaan hingga penyerbukan bunga betina oleh bunga jantan merupakan fase vegetatif, sementara fase penyerbukan bunga betina oleh bunga jantan hingga matang fisiologis termasuk dalam fase generatif.
Gambar 2. Fase Pertumbuhan dan Perkembangan Gandum Keterangan: a) Munculnya daun ke permukaan; b) Anthesis; dan c) Matang fisiologis
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan SEAMEO BIOTROP, Tajur, Kota Bogor pada ketinggian 250 meter di atas permukaan air laut dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Mei (343.5 mm) serta terendah pada bulan Juni
15 dan Juli (127 mm). Curah hujan selama percobaan berkisar antara 127-343.5 mm (Lampiran 1). Curah hujan yang optimal untuk tanaman gandum berkisar antara 250-500 mm selama satu musim tanam (Tobing, 1987). Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan selama pertanaman gandum merupakan curah hujan yang kurang optimal sehingga pertumbuhan dan perkembangan gandum kurang baik. Leonard dan Martin (1963) menyatakan bahwa curah hujan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan gandum secara tidak langsung yaitu melalui serapan hara, ketersediaan air tanah, dan konversi energi matahari menjadi karbohidrat dalam proses fotosintensis. Suhu menentukan kecepatan perkembangan tanaman dan mempengaruhi lama periode pertumbuhan tanaman (Doorenbus dan Kassam, 1988). Rata-rata suhu udara pada masa pembungaan yang terjadi pada bulan Mei adalah 26.1oC dengan suhu maksimum 32oC dan suhu minimum 23oC. (Lampiran 1). Nasir (1987) menyatakan bahwa suhu udara optimum bagi fertilisasi bunga berkisar antara 18-24oC dengan suhu minimum 10oC dan suhu maksimum 32oC. Hal ini menunjukkan bahwa masa pembungaan berlangsung pada suhu optimum. Masa panen terjadi pada bulan Juni hingga awal Juli yang merupakan bulan kering. Azwar et al. (1988) menyatakan bahwa adanya bulan kering (100-150 mm) sebelum tanaman siap dipanen dapat meningkatkan kualitas biji yang dihasilkan. Intensitas dan lama penyinaran matahari berturut-turut selama percobaan berkisar antara 280.2-317 cal/cm2/menit dan 46-88% (Lampiran 1). Tobing (1987) menyatakan bahwa intensitas dan lama penyinaran matahari berpengaruh terhadap semua komponen hasil seperti tinggi tanaman, jumlah malai per ubinan, jumlah biji per malai, dan bobot biji per malai. Intensitas dan lama penyinaran matahari juga berpengaruh terhadap laju fotosintensis. Jenis tanah pada lahan percobaan merupakan tanah ultisol (podsolik merah kuning). Tanah podsolik merah kuning merupakan jenis tanah yang bersifat masam (Sarwono, 2003). Hal ini sesuai dengan hasil analisis kesuburan tanah Laboratorium Service SEAMEO BIOTROP. Hasil analisis menunjukkan bahwa lahan percobaan yang digunakan termasuk bereaksi masam dengan pH 5.50. Kandungan N-total di dalam tanah termasuk rendah (0.15%), sedangkan
16 ketersediaan P2O5 dan K2O di dalam tanah secara berturut-turut tergolong sedang (32.7 ppm) dan sangat tinggi (267.5 ppm) (Lampiran 2). Gulma merupakan faktor lain yang diperhatikan dalam produksi tanaman selain iklim dan hara tanah. Pada awal pertanaman, pertumbuhan gulma rumput teki cukup pesat. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan.
Gambar 3. Beberapa Penyakit yang Menyerang Pertanaman Gandum Keterangan: a) Gejala penyakit bercak daun coklat; b) Gejala penyakit gosong
Pada pertengahan waktu tanam, tanaman gandum mulai terserang penyakit bercak daun coklat. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Helmintosporium sorokinianum Sacc. ex Sorok (Semangun, 2008). Memasuki masa panen, penyakit gosong dan bintik hitam pada bulir menyerang pertanaman gandum. Handoko (2007) menyatakan bahwa penyakit gosong disebabkan oleh jamur Ustilago tritici (Pers.) Rostr., sedangkan penyakit bintik hitam pada bulir disebabkan oleh jamur Cladosporium sp. Pengendalian penyakit di atas dilakukan dengan melakukan penyemprotan ke tanaman setiap satu minggu sekali saat memasuki 8 MST hingga menjelang panen. Penyemprotan tersebut menggunakan fungisida dan zat pengatur tumbuh berbentuk pekatan yang mengandung bahan aktif difenokonazol 250 g/liter dengan dosis 1 ml/liter. Serangan patogen-patogen tersebut pada pertanaman gandum relatif rendah dan tidak menjadi faktor pembatas dalam percobaan. Hama yang menyerang pertanaman gandum di lapangan adalah ulat bulu (Lasio campidea), belalang, walang sangit (Leptocorisa oratoriusa), kepik hijau (Nezara viridula), kutu daun (Aphids gossipii), serta burung dengan intensitas
17 serangan relatif rendah dan tidak menjadi faktor pembatas dalam percobaan (Gambar 4). Hama belalang terdiri dari belalang bersungut pendek (Oxya sp.), belalang kayu (Valanga nigricornis), dan belalang sembah (Sexava sp.)
Gambar 4. Beberapa Hama yang Menyerang Pertanaman Gandum Keterangan: a) Walang sangit (Leptocorisa oratoriusa); b) Oxya sp.; c) Kepik hijau (Nezara viridula); dan d) Ulat bulu (Lasio campidea)
Hama tersebut dikendalikan dengan melakukan penyemprotan setiap satu minggu sekali ke tanaman saat memasuki 8 MST hingga menjelang panen. Penyemprotan tersebut dilakukan dengan menggunakan insektisida dan akarisida racun kontak dan lambung berbentuk pekatan yang mengandung bahan aktif fenpropatrin 50 g/liter dengan dosis 1 ml/liter. Pada pengamatan karakter tanaman, hasil analisis ragam menunjukkan bahwa hampir seluruh karakter berbeda nyata antar genotipe yang diuji kecuali untuk peubah jumlah anakan total dan jumlah anakan produktif (Tabel 2). Hasil ini menunjukkan adanya perbedaan potensi di antara genotipe-genotipe yang diuji kecuali untuk kedua peubah tersebut.
18 Tabel 2. Rekapitulasi Kisaran dan Nilai Fhitung Peubah Kuantitatif pada 12 Genotipe Gandum Peubah Tinggi tanaman Jumlah anakan total Umur berbunga Jumlah anakan produktif Umur panen Panjang malai Jumlah malai per ubinan Jumlah spikelet per malai Jumlah floret hampa per malai Jumlah biji per malai Bobot biji per malai Bobot 1000 butir Hasil panen per petak
Kisaran 43.13-70.31 cm 0.10-2.20 43.0-70.0 HST 0.10-1.80 72.0-95.0 HST 5.23-8.16 cm 105.00-330.00 11.50-19.20 22.50-50.70 2.20-23.60 0.03-0.40 g 15.67-25.92 g 34.80-454.76 g
Fhitung 17.74** 1.98tn 70.97** 1.86tn 9.06** 15.83** 9.91** 21.80** 12.80** 11.82** 10.16** 6.85** 16.29**
KK (%) 5.04 39.66 2.84 44.08 4.25 4.72 11.85 4.45 9.72 23.06 23.26 9.12 20.94
Keterangan: **= nyata pada taraf 1%, *= nyata pada taraf 5%, dan tn= tidak nyata
Tabel 2 juga menunjukkan bahwa karakter tinggi tanaman, umur berbunga, panjang malai, jumlah malai per ubinan, jumlah spikelet per malai, jumlah floret hampa per malai, umur panen, serta bobot 1000 butir mempunyai koefisien keragaman (KK) yang kecil (<20%). Gomez dan Gomez (1995) menyatakan bahwa nilai KK yang kecil mengandung arti bahwa keragaman yang ditimbulkan akibat kesalahan atau faktor lain yang tidak bisa dikendalikan kecil. Hal ini menggambarkan bahwa pelaksanaan pengujian maupun derajat ketelitian pengambilan data termasuk cukup tinggi.
Pertumbuhan Vegetatif Tinggi Tanaman Hasil percobaan menunjukkan bahwa tinggi tanaman varietas G-21 (61.98 cm) dan G-18 (64.03 cm) sama dengan tinggi tanaman varietas Dewata (67.94 cm) yang digunakan sebagai pembanding, sedangkan genotipe gandum introduksi lainnya mempunyai tinggi tanaman yang nyata lebih rendah (Tabel 3). Tinggi tanaman berkorelasi positif dengan efisiensi evapotranspirasi. Hal ini
19 menunjukkan bahwa semakin tinggi tanaman gandum maka semakin meningkat pula efisiensi evapotranspirasinya (Ehdaie dan Waines, 1993). Tinggi tanaman 12 genotipe gandum pada pertanaman di lapangan berkisar antara 43.13-70.31 cm (Tabel 3). Stroke et al., (1971) menyatakan bahwa tinggi tanaman gandum di daerah subtropis berkisar antara 90-120 cm.
Tabel 3. Nilai Tengah Peubah Tinggi Tanaman dan Jumlah Anakan Total 12 Genotipe Gandum Genotipe
Tinggi Tanaman (cm)
OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28 HP 1744 LAJ/MO88 RABE/MO88 H-21 G-21 G-18 Menemen Basribey Alibey Selayar Dewata
54.08* d47.09* d46.90* d48.36* d57.83* 61.98 64.03 d52.14* d52.31* d53.53* 53.15 67.94
d-
Jumlah Anakan Total 0.9 1.1 0.7 1.7 0.6 1.5 1.5 0.9 0.8 0.9 1.6 1.1
d-
Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda * menunjukkan nyata lebih rendah dari varietas Dewata pada α= 5% berdasarkan uji t-Dunnett
Distribusi pengelompokan tinggi tanaman gandum meliputi pendek (53.5-65.2 cm), sedang (65.2-76.9 cm), dan tinggi (>76.9 cm) (Budiarti, 2005). Hasil percobaan menunjukkan bahwa seluruh genotipe gandum introduksi termasuk dalam kelompok pendek, sedangkan varietas Dewata termasuk dalam kelompok sedang (67.94 cm). Subagyo (2001) menyatakan bahwa di daerah tropis, ketinggian tempat tanam memberi pengaruh positif terhadap tinggi tanaman dan panjang malai tanaman gandum. Dengan demikian, semakin tinggi tempat tanam semakin meningkat pula tinggi tanaman dan panjang malai tanaman gandum yang terbentuk.
20 Jumlah Anakan Total Berdasarkan hasil analisis ragam, varietas tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan total (Tabel 3). Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah anakan total yang terbentuk pada varietas gandum introduksi serta varietas Selayar dan Dewata tidak berbeda. Varietas RABE/M088 memiliki rata-rata jumlah anakan total tertinggi yaitu 1.7, sedangkan varietas H-21 memiliki ratarata jumlah anakan total terendah yaitu 0.63. Rata-rata jumlah anakan total yang dihasilkan dari 12 genotipe gandum pada pertanaman di lapangan adalah 1.14. Rahmah (2011) menyatakan bahwa rata-rata jumlah anakan total yang dihasilkan di dataran tinggi (1 100 m dpl) adalah 7.0, sedangkan di dataran rendah (250 m dpl) adalah 2.5. Handoko (2007) menyatakan bahwa pembentukan anakan sangat ditentukan oleh suhu udara melalui proses perkembangan tanaman. Suhu rendah di bawah 24oC cenderung memperlambat pertumbuhan anakan sehingga membatasi jumlah malai per ubinan yang dihasilkan.
Pertumbuhan Generatif Umur Berbunga Hasil percobaan menunjukkan bahwa umur berbunga varietas HP 1744 (43 HST) dan RABE/MO88 (47 HST) nyata lebih cepat atau sama dengan umur berbunga varietas Selayar (47 HST) yang digunakan sebagai pembanding, sedangkan umur berbunga varietas OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28, LAJ/MO88, H-21, G-21, G-18, Menemen, Basribey, dan Alibey nyata lebih lama (Tabel 4). Tabel 4 juga menunjukkan bahwa umur berbunga 12 genotipe gandum pada pertanaman di lapangan berkisar antara 43-70 HST. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di beberapa daerah di Indonesia. Penelitian yang dilaporkan oleh Aqil et al. (2011) menunjukkan bahwa tanaman gandum di dataran rendah (tropis) dapat berbunga lebih cepat (35-51 hari) dibandingkan dengan di dataran tinggi (55-60 hari).
21 Jumlah Anakan Produktif Berdasarkan hasil analisis ragam, varietas tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan produktif (Tabel 4). Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah anakan produktif yang terbentuk pada varietas gandum introduksi serta varietas Selayar dan Dewata tidak berbeda.
Tabel 4. Nilai Tengah Peubah Umur Berbunga, Jumlah Anakan Produktif, dan Umur Panen 12 Genotipe Gandum Umur Jumlah Umur Panen Genotipe Berbunga Anakan (HST) (HST) Produktif s+ OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28 0.6 81.0 60.0* sHP 1744 1.0 75.6 43.0* s+ s+ LAJ/MO88 0.4 66.6* 87.6* s+ RABE/MO88 47.0 1.1 85.6* s+ s+ H-21 0.6 60.0* 83.3* s+ s+ G-21 1.2 65.0* 93.6* s+ s+ G-18 1.2 62.6* 90.3* s+ s+ Menemen 0.7 60.0* 82.3* s+ s+ Basribey 0.5 60.0* 83.3* s+ Alibey 0.9 78.0 55.0* Selayar 47.0 1.4 73.6 Dewata 50.0 1.1 76.3 s+ sKeterangan: Angka yang diikuti oleh tanda * dan * berturut-turut menunjukkan nyata lebih lama dan lebih cepat dari varietas Selayar pada α= 5% berdasarkan uji t-Dunnett
Rata-rata jumlah anakan produktif 12 genotipe gandum yang dihasilkan pada pertanaman di lapangan adalah 0.92. Varietas Selayar memiliki rata-rata jumlah anakan produktif tertinggi yaitu 1.43, sedangkan varietas LAJ/MO88 memiliki rata-rata jumlah anakan produktif terendah yaitu 0.46. Hasil pengujian di dataran tinggi (1 100 m dpl) di Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata jumlah anakan produktif dapat mencapai 6.0 (Rahmah, 2011).
22 Umur Panen Berdasarkan hasil percobaan, diketahui bahwa umur panen varietas OASIS/SKAUZ//4*BCN-Var 28 (81.0 HST), HP 1744 (75.6 HST), dan Alibey (78.0 HST) sama dengan umur panen varietas Selayar (73.6 HST) yang digunakan sebagai pembanding, sedangkan umur panen varietas LAJ/MO88, RABE/MO88, H-21, G-21, G-18, Menemen, dan Basribey nyata lebih lama. Umur panen 75% selama percobaan dari 12 genotipe gandum berkisar antara 72-95 HST (Tabel 4). Subagyo (2001) menyatakan bahwa kisaran umur panen pada elevasi 1 300 m dpl (Kecamatan Selo) adalah 111-128 HST. Daradjat dan Purnawati (1994) menyatakan bahwa umur panen tanaman gandum diklasifikasikan menjadi genjah (75-85 hari), sedang (86-96 hari), dalam (97-107 hari), dan sangat dalam (>108 hari). Hasil percobaan di lapangan menunjukkan bahwa terdapat genotipe gandum introduksi yang berumur genjah yaitu OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28, HP 1744, RABE/MO88, H-21, Menemen, Basribey, dan Alibey, serta berumur sedang yaitu LAJ/MO88, G-21, dan G-18.
Karakteristik Malai, Spikelet, dan Floret Panjang Malai Hasil
percobaan
memperlihatkan
bahwa
panjang
malai
varietas
OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28 (7.18 cm), H-21 (7.22 cm), G-21 (7.89 cm), G-18 (8.09 cm), Menemen (7.18 cm), Basribey (6.98 cm), dan Alibey (6.90 cm) sama dengan panjang malai varietas Dewata yang digunakan sebagai kontrol, sedangkan panjang malai varietas HP 1744, LAJ/MO88, dan RABE/MO88 nyata lebih pendek. Kisaran panjang malai 12 genotipe gandum yang dihasilkan pada pertanaman di lapangan adalah 5.23-8.16 cm (Tabel 5). Subagyo (2001) menyatakan bahwa kisaran panjang malai tanaman gandum yang terbentuk pada elevasi 1 300 m dpl (Kecamatan Selo) adalah 8.9-10.9 cm.
23 Tabel 5. Nilai Tengah Peubah Panjang Malai dan Jumlah Malai per Ubinan 12 Genotipe Gandum Genotipe
Panjang Malai (cm)
OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28 HP 1744 LAJ/MO88 RABE/MO88 H-21 G-21 G-18 Menemen Basribey Alibey Selayar Dewata
7.18 d5.86* d5.97* d5.79* 7.22 7.89 8.09 7.18 6.98 6.90 6.83 7.59
Jumlah Malai per Ubinan s196.66* s197.33* s162.00* s173.33* s226.33* s178.33* s186.33* 263.66 s205.66* 261.66 298.00 154.33
d-
Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda * menunjukkan nyata lebih pendek dari varietas sDewata (panjang malai) dan tanda * menunjukkan nyata lebih sedikit dari varietas Selayar (jumlah malai per ubinan) pada α= 5% berdasarkan uji t-Dunnett
Rata-rata panjang malai yang dihasilkan 12 genotipe gandum selama pengujian adalah 6.95 cm. Rahmah (2011) menyatakan bahwa rata-rata panjang malai tanaman gandum di dataran tinggi (1 100 m dpl) adalah 9.0 cm. Budiarti et al., (2004) menyatakan bahwa pada tanaman gandum, karakter panjang malai tidak berkorelasi dengan hasil per tanaman.
Jumlah Malai per Ubinan Hasil percobaan memperlihatkan bahwa jumlah malai per ubinan varietas Menemen (263.66) dan Alibey (261.66) sama dengan jumlah malai per ubinan varietas Selayar (298) yang digunakan sebagai pembanding, sedangkan genotipe gandum introduksi lainnya nyata lebih sedikit. Kisaran jumlah malai per ubinan selama pertanaman adalah 105-330 malai (Tabel 5). Handoko (2007) menyatakan bahwa jumlah malai per ubinan ini dibatasi oleh jumlah anakan karena tiap malai tumbuh pada tiap ujung batang anakan dan tidak semua anakan akan menghasilkan malai. Hal ini bergantung dari pasokan asimilat hasil fotosintensis. Rata-rata jumlah malai per ubinan yang dihasilkan pada pertanaman di lapangan
24 adalah 208.63. Handoko (2007) menyatakan bahwa rata-rata jumlah malai per ubinan di daerah Cangar, Jawa Timur (1 700 m dpl) adalah 379.7.
Jumlah Spikelet per Malai Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa jumlah spikelet per malai varietas G-21 (17.86) dan G-18 (17.03) sama dengan jumlah spikelet per malai varietas Dewata (17.23) yang digunakan sebagai kontrol, sedangkan genotipe gandum introduksi menghasilkan spikelet per malai nyata lebih sedikit. Jumlah spikelet per malai 12 genotipe gandum yang dihasilkan pada pertanaman di lapangan berkisar antara 11.5-19.2 (Tabel 6).
Tabel 6. Nilai Tengah Peubah Jumlah Spikelet per Malai dan Jumlah Floret Hampa per Malai 12 Genotipe Gandum Genotipe
Jumlah Spikelet per Malai dOASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28 14.93* dHP 1744 12.40* dLAJ/MO88 12.90* dRABE/MO88 12.63* dH-21 15.16* G-21 17.86 G-18 17.03 dMenemen 15.50* dBasribey 15.10* dAlibey 14.93* Selayar 13.93 Dewata 17.23
Jumlah Floret Hampa per Malai 26.86 31.63 32.46 32.23 31.83 s+ 45.76* 35.70 25.16 29.56 25.66 29.73 44.10
d-
Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda * menunjukkan nyata lebih sedikit dari varietas s+ Dewata (jumlah spikelet per malai) dan tanda * menunjukkan nyata lebih banyak dari varietas Selayar (jumlah floret hampa per malai) pada α= 5% berdasarkan uji t-Dunnett
Handoko (2007) menyatakan bahwa rata-rata jumlah spikelet per malai yang dihasilkan di Malang (450 m dpl) adalah 16.5. Pada percobaan ini, rata-rata jumlah spikelet per malai yang dihasilkan adalah 14.96. Rendahnya jumlah spikelet per malai yang dihasilkan diduga karena cekaman suhu tinggi.
25 Jumlah Floret Hampa per Malai Hasil percobaan menunjukkan bahwa hampir seluruh varietas gandum introduksi menghasilkan jumlah floret hampa per malai sama dengan jumlah floret hampa per malai varietas Selayar (29.73) yang digunakan sebagai kontrol, sedangkan jumlah floret hampa per malai varietas G-21 (45.76) nyata lebih tinggi. Jumlah floret hampa per malai 12 genotipe gandum berkisar antara 22.5-50.7 (Tabel 6). Tingginya jumlah floret hampa per malai menunjukkan bahwa jumlah bji per malai yang dihasilkan semakin rendah. Jumlah floret per malai berhubungan dengan jumlah spikelet per malai. Umumnya, tiap spikelet mempunyai tiga floret. Rata-rata jumlah spikelet hampa per malai hasil percobaan di lapangan adalah 10.85. Rahmah (2011) menyatakan bahwa rata-rata jumlah spikelet hampa per malai tanaman gandum di dataran tinggi (1 100 m dpl) adalah 9.56.
Karakteristik Biji dan Hasil Panen Jumlah Biji per Malai Hasil percobaan menunjukkan bahwa jumlah biji per malai varietas Menemen (21.33) dan Alibey (19.13) nyata lebih banyak dari jumlah biji per malai varietas Selayar (12.06) yang digunakan sebagai pembanding, sedangkan jumlah biji per malai genotipe gandum introduksi lainnya sama dengan varietas Selayar. Jumlah biji per malai 12 genotipe gandum yang dihasilkan di lapangan berkisar antara 2.2-23.6 (Tabel 7). Rahmah (2011) menyatakan bahwa rata-rata jumlah biji per malai tanaman gandum yang dihasilkan di dataran tinggi (1 100 m dpl) adalah 27.90. Pada percobaan ini, rata-rata jumlah biji per malai yang dihasilkan adalah 12.34. Jumlah biji per malai yang rendah tersebut diduga akibat tingginya suhu lingkungan percobaan.
26 Bobot Biji per Malai Hasil percobaan menunjukkan bahwa bobot biji per malai varietas OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28 (0.29 g), H-21 (0.27 g), G-21 (0.16 g), G-18 (0.33 g), Menemen (0.36 g), Baribey (0.27 g), dan Alibey (0.32 g) sama dengan bobot biji per malai varietas Selayar (0.29 g) yang digunakan sebagai pembanding, sedangkan bobot biji per malai varietas HP 1744, LAJ/MO88, dan RABE/MO88 nyata lebih rendah. Bobot biji per malai 12 genotipe gandum pada pertanaman di lapangan berkisar antara 0.03-0.4 g (Tabel 7).
Tabel 7. Nilai Tengah Peubah Jumlah Biji per Malai dan Bobot Biji per Malai 12 Genotipe Gandum Genotipe
Jumlah Biji per Malai
OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28 HP 1744 LAJ/MO88 RABE/MO88 H-21 G-21 G-18 Menemen Basribey Alibey Selayar Dewata
17.93 5.56 6.23 5.66 13.66 7.83 15.40 s+ 21.33* 15.73 s+ 19.13* 12.06 7.60 s+
Bobot Biji per Malai (g) 0.29 s0.09* s0.09* s0.10* 0.27 0.16 0.33 0.36 0.27 0.32 0.29 0.17
s-
Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda * dan * berturut-turut menunjukkan nyata lebih banyak (jumlah biji per malai) dan lebih rendah (bobot biji per malai) dari varietas Selayar pada α= 5% berdasarkan uji t-Dunnett
Rata-rata bobot biji per malai hasil percobaan di lapangan adalah 0.23 g. Rahmah (2011) menyatakan bahwa rata-rata bobot biji per malai tanaman gandum yang dihasilkan di dataran tinggi (1 100 m dpl) adalah 0.93 g. Stone (2001) menyatakan bahwa pengaruh suhu tinggi terhadap perkembangan biji pada serealia meliputi laju perkembangan biji yang lebih cepat, penurunan bobot biji, dan berkurangnya akumulasi pati.
27 Bobot 1000 Butir Berdasarkan hasil percobaan, diketahui bahwa bobot 1000 butir varietas HP 1744 (20.59 g), H-21 (20.13 g), G-21 (20.86 g), G-18 (23.13 g), dan Basribey (19.27 g) sama dengan bobot 1000 butir varietas Dewata (23.01 g) yang dijadikan sebagai
varietas
pembanding,
sedangkan
bobot
1000
butir
varietas
OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28, LAJ/MO88, RABE/MO88, Menemen, dan Alibey nyata lebih rendah (Tabel 8). Rata-rata bobot 1000 butir yang dihasilkan dari 12 genotipe gandum pada pertanaman di lapangan adalah 19.47 g.
Tabel 8. Nilai Tengah Peubah Bobot 1000 Butir dan Hasil Panen per Petak 12 Genotipe Gandum Genotipe
Bobot 1000 Butir (g)
OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28 HP 1744 LAJ/MO88 RABE/MO88 H-21 G-21 G-18 Menemen Basribey Alibey Selayar Dewata
17.64* 20.59
d-
d-
17.96* d16.63* 20.13 20.86 23.13 d16.88* 19.27 d15.03* 22.57 23.01
Hasil Panen per Petak (g) 206.22 s71.45* s65.90* s114.39* 229.08 s149.93* 288.49 s+ 393.64* 215.09 347.37 270.15 178.47
d-
Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda * menunjukkan nyata lebih rendah dari varietas ss+ Dewata (bobot 1000 butir) serta tanda * dan * berturut-turut menunjukkan nyata lebih sedikit dan lebih banyak dari varietas Selayar (hasil panen per petak) pada α= 5% berdasarkan uji t-Dunnett
Rahmah (2011) menyatakan bahwa rata-rata bobot 1000 butir tanaman gandum pada pertanaman di dataran tinggi (1 100 m dpl) adalah 26.46 g. Budiarti et al., (2004) menyatakan bahwa pada tanaman gandum, karakter bobot 1000 butir tidak berkorelasi dengan hasil panen per tanaman.
28 Hasil Panen per Petak Hasil percobaan menunjukkan bahwa hasil panen per petak varietas Menemen (393.64 g) nyata lebih banyak dari hasil panen per petak varietas Selayar (270.15 g) yang digunakan sebagai pembanding, sedangkan hasil panen per petak varietas HP 1744 (71.45 g), LAJ/MO88 (65.90 g), RABE/MO88 (114.39 g), dan G-21 (149.93 g) nyata lebih sedikit (Tabel 8). Hasil panen total yang diperoleh dari percobaan di lapangan adalah 0.28 ton/ha. Maestri et al., (2002) menyatakan bahwa cekaman suhu tinggi dapat mempersingkat periode perkembangan tanaman sehingga menghasilkan organ yang lebih sedikit dengan ukuran yang lebih lecil, siklus hidup yang lebih pendek, serta terganggunya proses yang berkaitan dengan asimilasi karbon. Hal-hal ini mengakibatkan hasil panen pada tanaman serealia menjadi berkurang. Rata-rata hasil panen per petak yang diperoleh pada percobaan di lapangan adalah 210.85 g. Rahmah (2011) menyatakan bahwa rata-rata hasil panen per petak tanaman gandum di dataran tinggi (1 100 m dpl) adalah 1 174.74 g. Handoko (2007) menyatakan bahwa semakin tinggi altitude dengan suhu udara yang makin rendah menyebabkan hasil panen yang diperoleh akan semakin besar.
Parameter Genetik Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai KKG populasi 12 genotipe gandum mempunyai kisaran 6.96-47.28%. Karakter pada populasi 12 genotipe gandum yang mempunyai keragaman genetik yang luas adalah karakter jumlah biji per malai (43.80%) dan hasil panen per petak (47.28%). Heliyanto et al. (1998) menyatakan bahwa karakter yang mempunyai nilai KKG rendah berarti keragaman genetiknya sempit dan sebaliknya jika nilai KKG tinggi berarti keragaman genetik karakter tersebut luas. Allard (1960) menyatakan bahwa keragaman genetik yang besar memberi peluang lebih besar tercapainya kemajuan genetik hasil seleksi.
29 Tabel 9. Komponen Ragam, Heritabilitas dan KKG 12 Genotipe Gandum Peubah
2E
Tinggi tanaman (cm) Jumlah anakan total Umur berbunga (HST) Jumlah anakan produktif Umur panen (HST) Panjang malai (cm) Jumlah malai ubinan Jumlah spikelet per malai Jumlah floret hampa per malai Jumlah biji per malai Bobot biji per malai (g) Bobot biji 1000 butir (g) Hasil panen per petak (g)
7.68 0.20 2.57 0.16 12.32 0.10 611.33 0.44 10.02 8.10 0.002 3.15 1950.16
42.88 0.06 60.02 0.04 33.10 0.53 1814.88 3.08 39.43 29.25 0.009 6.16 9938.44
45.44 0.13 60.87 0.10 37.21 0.57 2018.66 3.23 42.77 31.95 0.009 7.21 10588.50
h 2 bs
KKG (%)
94.36 49.38 98.59 46.27 88.96 93.70 89.90 95.41 92.18 91.54 93.10 85.41 93.86
11.91 22.61 13.74 23.6 6.96 10.51 20.41 11.72 19.28 43.80 40.95 12.74 47.28
Nilai heritabilitas dari 13 karakter yang diamati pada percobaan populasi 12 genotipe gandum berkisar 46.27-98.59%. Nilai duga heritabilitas tinggi ditunjukkan oleh keseluruhan karakter kecuali karakter jumlah anakan total dan jumlah anakan produkktif yang mempunyai nilai duga heritabilitas sedang. Nilai duga heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa karakter-karakter yang diamati dikendalikan secara kuat oleh faktor genetik. Nilai KKG yang dipadu dengan nilai heritabilitas yang tinggi akan memberikan gambaran tentang kemajuan yang diharapkan dari seleksi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa karakter jumlah biji per malai (nilai KKG=91.54% dan heritabilitas=43.80%) dan hasil panen per petak (nilai KKG=93.86% dan heritabilitas=47.28%) mempunyai nilai KKG dan heritabilitas yang
tinggi
sehingga
dapat
dijadikan
sebagai
kriteria
seleksi.