6
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Makroskopis Tulang Kelinci Implan terlihat jelas sebagai massa berbentuk padat berwarna putih pada bagian korteks hingga bagian medula tulang. Hasil pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis disajikan dalam bentuk tabel 2 dan tabel 3 yang memperlihatkan bahwa dari seluruh parameter yang diamati, tidak terlihat perubahan implan maupun respon jaringan terhadap parameter yang diamati pada satu periode pengamatan. Tabel 2 Hasil pengamatan makroskopis terhadap tulang pada 30 hari pascaoperasi No. 1. 2. 3. 4. 5.
Karakteristik Pengamatan yang Diamati
Periode Pengamatan Implan 1 (70:30) Implan 2 (60:40) Tidak terdegradasi Tidak terdegradasi Putih Putih Utuh Utuh (-) (-) (-) (-)
Keadaan implan Warna implan Bentuk implan Tingkat degradasi Pertumbuhan jaringan baru ke dalam implan Keterangan (-)= tidak ada, (+)= sedikit, (++)=banyak, (+++)= semakin banyak
Secara makroskopis tulang yang diberi perlakuan implan 1 selama 30 hari pasca-operasi memperlihatkan implan masih berada pada lubang pengeboran dan sama sekali tidak terdegradasi (Gambar 2), sehingga kondisi implan terlihat utuh. Jaringan ikat tidak terlihat dengan jelas dikarenakan tulang kelinci yang kecil, sehingga sulit untuk diamati. Hal serupa dijumpai pada tulang yang diberi perlakuan implan 2. Hal ini menggambarkan bahwa waktu 30 hari pasca-operasi belum menunjukkan adanya resorpsi ataupun degradasi implan. Bentuk implan yang utuh dan berwarna putih menegaskan bahwa tidak adanya reaksi biodegradable (Pane 2008) dan bioresorpable (Samsiah 2009). Seharusnya, adanya reaksi biodegradable dan bioresorpable dapat ditandai dengan tidak hanya menempelnya implan terhadap tulang melainkan terlihatnya penyatuan antara tulang dengan implan yang mengandung hidroksiapatit (Pane 2008). Pada perlakuan implan 1 dan implan 2 pada 30 hari pasca-operasi hanya terlihat implan berkontak (osseointegration) dengan tulang tanpa diikuti dengan reaksi peradangan pada jaringan sekitar. Pada tulang kontrol dengan waktu 30 hari pasca-operasi menunjukan adanya daerah defek tulang yang sudah tertutup oleh jaringan baru yaitu bony callus. Jaringan ini akan terbentuk setelah minggu ke-1 hingga minggu ke-4 setelah kerusakan tulang dan akan digantikan oleh jaringan tulang dewasa (Cheville 2006). Jaringan kalus ini memiliki warna yang berbeda dengan jaringan tulang sekitar (Gambar 2). Hal ini menandakan bahwa konsistensi kalus tidak sama dengan konsistensi jaringan tulang sekitarnya.
7
Gambar 2
Gambaran makroskopis sayatan melintang tulang yang diimplan (lingkaran hijau) implan 1 (A) dan implan 2 (B) pada 30 hari pascaoperasi. Terlihat pada kedua gambar menunjukkan bentuk implan yang masih utuh, sedangkan pada kontrol (lingkaran merah), defek tulang sudah tertutup oleh jaringan tulang baru. Bar= 1 cm.
Gambaran Mikroskopis Tulang Kelinci Tabel 3 Hasil pengamatan mikroskopis terhadap tulang pada 30 hari pasca-operasi No. 1. 2.
Karakteristik Pengamatan yang Diamati
Periode Pengamatan Implan 1 (70:30) Implan 2 (60:40) (+) (+) (-) (+)
Proliferasi jaringan ikat ke dalam implan Pertumbuhan tulang baru pada perifer implan. 3. Pertumbuhan tulang baru di tengah implan. (-) 4. Proliferasi sumsum tulang. (-) 5. Ikatan antara tulang lama dengan implan (-) 6. Pembentukan trabekula di dalam implan. (-) 7. Biodegradasi (-) 8. Neovaskularisasi (+) 9. Reaksi inflamasi pada sekitar implan. (-) Keterangan (-)= tidak ada, (+)= sedikit, (++)=banyak, (+++)= semakin banyak
(+) (-) (-) (+) (-) (+) (-)
Efektivitas materi implan dalam menginduksi persembuhan kerusakan tulang dapat ditunjang dengan pemeriksaan mikroskopis. Pada pemeriksaan mikroskopis didapatkan gambaran mengenai regenerasi tulang, sel-sel pengisi tulang seperti osteosit, osteoblas, osteoklas, haversian system dan pembentukan jaringan ikat. Tulang tersusun dari sel-sel osteoklas, osteosit, osteoblas, osteoprogenitor, Haversian system, sumsum tulang, pembuluh darah. Osteoklas merupakan sel tulang yang mampu mengubah kalsium fosfat tidak larut menjadi garam-garam kalsium larut yang dibawa keluar oleh darah. Osteoklas mampu melakukan absorbsi bagian tulang yang tidak diperlukan. Osteoklas bersama dengan osteoblas berperan aktif dalam masa pertumbuhan, osteoblas menghasilkan tulang dan osteoklas membuat tulang untuk mempertahankan bentuk dan proporsi tulang. Contoh peran osteoblas dan osteoklas dalam pertumbuhan tulang antara lain: osteoblas mendeposisi tulang silinder, sementara osteoklas mengabsorpsi tulang permukaan dalamnya untuk memperbesar rongga sumsum dan mencegah tulang menjadi terlalu berat. Osteosit adalah sel utama pada tulang dewasa dan menempati lakuna yang dikelilingi oleh matriks berkapur (Dellmann dan Brown 1988). Osteosit merupakan sel dewasa pada tulang yang mengisi sebagian besar populasi sel-sel
8 tulang. Sel ini berbentuk jaring laba-laba (spider-shaped) yang ditemukan pada lakuna (ruang kecil pada pertemuan lamela). Hanya satu osteosit yang ditemukan pada setiap lakuna. Osteosit dapat mensintesis dan mengabsorsi matriks tulang. Jika osteosit mati, maka akan terjadi aktivitas dari osteoklas yang kemudian diikuti oleh perbaikan atau remodelling oleh aktivitas osteoblas. Sel lain yang menyusun tulang adalah sel osteoprogenitor (Akers dan Denbow 2008).
Gambar 3
Gambaran mikroskopis tulang kontrol pada 30 hari pasca-operasi. Keterangan: M= Matriks tulang; H= Saluran Havers; Os= Osteosit; Pewarnaan HE. Bar= 2 um.
Pada tulang kontrol sudah terlihat terjadinya proses persembuhan tulang. Pemeriksaan mikroskopis preparat tulang kontrol selama 30 hari pasca-operasi memperlihatkan gambaran lokasi defek tulang yang telah tertutup oleh jaringan tulang baru. Jaringan tulang baru tersebut merupakan woven bone dengan struktur osteonal persebaran matriks tulang serta osteositnya yang belum merata. Struktur osteonal yang terbentuk juga memperlihatkan saluran Havers yang masih berukuran besar. Dalam saluran Havers terdapat pembuluh darah dan saraf yang akan memvaskularisasi dan menginervasi jaringan tulang, sehingga akan membantu proses persembuhan tulang (Hesse et al. 2014). Secara keseluruhan, jaringan tulang baru yang terbentuk terlihat memiliki struktur yang lebih rapat dibandingkan dengan tulang perlakuannya yang belum menyerupai jaringan tulang sekitarnya. Tulang rawan terlihat pada daerah defek yang mulai tertutup. Hal ini menandakan bahwa tulang mengalami ossifikasi interkartilaginosa. Ossifikasi intrakartilaginosa merupakan proses mineralisasi jaringan tulang yang terjadi secara tidak langsung yaitu melalui pembentukan model tulang rawan terlebih dahulu, kemudian mengalami penggantian menjadi tulang dewasa (Brighton et al. 1973). Tulang panjang adalah salah satu tulang yang terbentuk melalui ossifikasi intrakartilaginosa. Proses pembentukan tulang panjang dimulai dari proses dimana kartilagonya memanjang dan meluasnya proliferasi kondrosit dan deposisi matriks kartilago. Kondrosit yang berada di daerah sentral kartilago mengalami proses pematangan menuju kondrosit hipertropik. Rongga sumsum tulang akan meluas
9 ke arah epifise setelah pusat ossifikasi primer terbentuk. Tahapan berikutnya terjadi pada zona-zona pada tulang secara berurutan (Junqueria dan Carneiro 2005). Pada pemeriksaan mikroskopis tulang yang diimplan 1 maupun implan 2 pada 30 hari pasca-operasi terlihat bahwa implan masih dikelilingi oleh jaringan ikat yang memisahkan tulang dengan implan. Tulang sudah menunjukkan adanya pertumbuhan osteoblas antara implan dan tulang. Terlihatnya osteosit di dalam implan serta pembuluh darah di sekitar sumsum tulang menunjukkan bahwa tulang sudah mengalami persembuhan. Sejumlah osteosit yang ditemukan di dalam implan 2 tidak ditemukan pada tulang implan 1 yang mengindikasikan bahwa implan 2 memiliki daya biodegradasi dan bioresorpsi yang lebih baik dalam menginduksi terjadinya osteogenesis pada defek tulang dibandingkan implan 1. Menurut Siswandi (2013), kemampuan implan yang lemah dalam menginduksi terbentuknya reaksi osteogenesis dikarenakan sedikitnya kandungan TKF pada implan. Ukuran pori juga dapat mempengaruhi persembuhan. Menurut Castillo et al. (2003), pori dalam implan sangat dibutuhkan untuk mempermudah jalannya sirkulasi darah pembawa materi dan sel-sel pembentuk tulang. Material HA memiliki struktur yang lebih rapat dibandingkan β-TKF, sehingga mengakibatkan kecilnya daya bioresorpsi HA. Material β-TKF akan diserap dan meninggalkan lubang (pori) yang akan menjadi saluran untuk masuknya vaskularisasi ke dalam implan (Bansal et al. 2009). Implan yang memiliki komposisi TKF lebih banyak akan memiliki pori yang lebih banyak juga. Hal ini menandakan bahwa implan dengan rasio HA:β-TKF 60:40 kemungkinan lebih baik dari implan dengan rasio HA:βTKF 70:30. Ossifikasi atau osteogenesis adalah istilah yang digunakan untuk proses pembentukan tulang. Perkembangan sel prekusor tulang dibagi kedalam tahapan perkembangan yaitu (1) Mesenchymal stem cells, (2) Sel-sel osteoprogenitor, (3) Pre-osteoblas, (4) Osteoblas dan (5) Osteosit matang. Osteoprogenitor merupakan sel yang dapat memproduksi osteoblas dan berperan penting dalam kasus fraktura. Sel tersebut terdapat pada innercells, celluler layer periosteum, endosteum dan batas pembuluh darah pada matriks tulang (Akers dan Denbow 2008). Faktor pertumbuhan tulang tergantung pada herediter, nutrisi, vitamin, mineral, hormon dan latihan atau stres pada tulang (Scalon dan Sanders 2007). Proses persembuhan bergantung pada keterpaduan aksi dari osteoblas, osteosit dan osteoklas. Secara bersamaan, ketiga sel ini membentuk Basic Multicellular Unit (BMU) yang berperan dalam proses remodeling pada hewan dewasa (Mills 2007).
10
Gambar 4
Gambar mikroskopis tulang dengan perlakuan HA:β-TKF 60:40 pada 30 hari pasca-operasi. Telihat osteosit di dalam implan. Keterangan: M= Matriks tulang; I= Jaringan ikat; Im= Implan; Os= Osteosit; Pewarnaan HE. Bar= 4 um.
Gambar 5
Gambar mikroskopis tulang dengan perlakuan HA:β-TKF 70:30 pada 30 hari pasca-operasi. Tidak telihat osteosit di dalam implan. Keterangan: M= Matriks tulang; I= Jaringan ikat; Im= Implan; Pewarnaan HE. Bar= 4 um.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa secara umum proses persembuhan yang terjadi pada tulang kontrol berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan tulang perlakuan. Walaupun kedua implan tidak memiliki daya osteoinduktivitas yang lebih baik dari kontrol, kedua implan menunjukkan sifat biokompatibilitas yang sangat baik. Hal ini berguna untuk penelitian selanjutnya. Lemahnya daya biodegradasi dan bioresorpsi dari implan
11 menyebabkan kurang cepatnya persembuhan pada tulang perlakuan dibandingkan pada tulang kontrol. Biodegradasi dari suatu bahan implan keramik dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain seperti pori-pori (porosity), kepadatan (density), rasio bahan implan HA:β-TKF, ukuran partikel serta waktu dan temperatur pembuatan (Maiti et al. 1995). Pori-pori di dalam implan akan meningkatkan kemampuan ikatan tulang, karena beberapa alasan antara lain a) adanya pori-pori akan memperbesar area permukaan sehingga menghasilkan daya bioresorpsi yang tinggi dan dapat lebih menginduksi bioaktivitas, b) pori-pori yang saling berhubungan dapat memberikan suatu kerangka atau tempat untuk pertumbuhan tulang ke dalam matriks implan, c) hubungan antara pori juga berfungsi sebagai tempat saluran vaskularisasi, sehingga pembuluh darah dapat masuk ke dalam implan dan dapat menyuplai nutrien untuk pertumbuhan tulang (Nandi et al. 2009). Berdasarkan hasil yang didapatkan tersebut, maka implan yang digunakan dalam penelitian kali ini dianggap belum memperlihatkan daya biodegradasi dan bioresorpsi yang optimal. Hal tersebut dapat disebabkan antara lain: belum sesuainya komposisi material penyusun komposit untuk ukuran dan jenis defek yang diamati. Kesesuaian komposisi dari bahan penyusun komposit berperan penting terhadap suatu sifat material (Turck et al. 2007). Penyebab lainnya adalah jangka waktu 30 hari pasca-operasi belum mencukupi untuk proses biodegradasi dari materi implan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Implan HA:β-TKF dengan rasio 60:40 memiliki daya osteokonduktivitas, bioresorpsi dan biodegradasi yang lebih baik dibandingkan implan HA:β-TKF dengan rasio 70:30. Hal ini dibuktikan dengan pemeriksaan mikroskopis yang dilakukan menunjukkan adanya osteosit dan micropores pada implan 2. Jika dilihat persembuhannya dibandingkan tulang kontrol, implan ini tidak memiliki daya bioresorpsi dan biodegradasi yang optimal, sehingga persembuhan pada tulang kontrol lebih cepat dibandingkan tulang perlakuan.
Saran Perlu diadakan studi lebih lanjut pada periode yang lebih lama untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan agar implan terserap sempurna dan penggunaan rasio komposisi antara Hidroksiapatit dengan beta-Trikalsium Fosfat serta penambahan zat yang dapat meningkatkan daya biodegradasi, bioresorpsi dan ostoekondultivitas yang lebih baik.