HASIL DAN PEMBAHASAN Sumber Informasi Pengetahuan merupakan semua informasi yang diperoleh responden dari berbagai sumber yang ada di sekitarnya. Pengetahuan juga menunjukkan kemampuan responden yang berada pada kawasan kognitif dapat dikembangkan melalui proses pendidikan belajar termasuk pengalaman atau diperoleh dari berbagai macam sumber informasi yang dapat menambah wawasan. Sumber informasi tentang penggunaan pestisida meliputi sumber informasi tentang pemilihan pestisida, menentukan dosis pestisida dan cara pemakaiannya serta sumber informasi tentang jenis – jenis pestisida yang digunakan responden.
Sumber Informasi yang Dianggap Paling Penting dalam Memilih Pestisida Sumber informasi responden dalam memilih pestisida rumah tangga berasal dari semua informasi yang yang ada di sekitarnya. Berdasarkan hasil wawancara dan survei di lokasi penelitian, bahwa sumber informasi yang dianggap paling penting oleh responden dalam memilih pestisida berturut-turut adalah iklan TV (72.3%), dari pengalaman sebanyak 38.1% responden, dari penyuluh sebanyak 24.5% responden, sebanyak 21.3% dari suplier, dari majalah sebanyak 20.0% responden, dari teman sebanyak 19.4% responden dan dari iklan radio sebanyak
Sumber Informasi memilih Pestisida
12.9% responden (Gambar 13).
Iklan di Radio
12,9
Teman
19,4
Info Majalah
20,0
suppliers (toko/kios) Penyuluh Pengalaman
21,3 24,5 38,1
Info Iklan di TV
72,3 Persentase (%)
Gambar 13 Persentase responden terhadap sumber informasi yang dianggap paling penting dalam memilih pestisida
74 Anggapann masyarakkat bahwa iklan TV dianggap paling p pentting dalam mem mberikan infformasi, artiinya keperccayaan masy yarakat terhhadap iklan TV sangat besarr dibandinggkan keperccayaan massyarakat terrhadap sum mber-sumberr informasi yangg lain untuk memilih peestisida. Sum mber Inform masi untuk Mengetahu ui Jenis Pestisida yang Biasa Diggunakan Sumber informasi i t tentang jennis pestisid da yang biasa digunnakan oleh respoonden dianntaranya adaalah melaluui toko ataau suplier, melalui peengalaman, mem mbaca majaalah, menonnton TV, mendengark kan radio, melalui teeman atau tetanngga serta peenyuluh (Gambar 14). Penyuluh, P 2.1% Teman, 2.7%
Suplier, 9.6%
Peengalaman 27.4%
Iklan TV; 52,7%
Maajalah, 3 3.4% Iklan Radio, 2.1%
Gam mbar 14 Persentase respponden tentang sumberr informasi untuk mem milih jennis pestisidaa yang biasaa digunakan n Berdasarkkan hasil surrvei di lokassi penelitian n tentang suumber inform masi untuk milih pestisidda yang biaasa digunakaan, terlihat bahwa sebaagian besar responden mem (52.77%) menyattakan bahw wa iklan TV V merupakan n sumber innformasi yaang banyak mem mberikan penngetahuan tentang t jenis pestisida. Gencarnyaa iklan TV yyang selalu menaayangkan pestisida, p m membuat m masyarakat t banyak mengetahui m i berbagai macaam produk pestisida, sehingga maasyarakat attau penggunna mudah m mengetahui dan menentukaan jenis peestisida yanng digunakaan. Sejumllah 27.4% responden menggetahui jeniis pestisidaa dari pengaalaman massa lalunya yaitu menggikuti jejak orangg tuanya (G Gambar 14)). Hal ini seesuai dengaan Nonaka dan Takeucchi dalam Rinaasari (1998)) yang mennyatakan baahwa pengetahuan itu bersifat perrsonal dari
75 dalam diri dan pengalaman individu, termasuk insight, intuisi, firasat dan kepercayaan diri. Sumber informasi responden yaitu menonton iklan di TV dan pengalaman masa lalu cenderung mempengaruhi responden. Menurut Tversky & Kahneman dalam Baron dan Byrne
(2003) menyebutkan bahwa semakin mudah suatu
informasi masuk ke pikiran, semakin besar pengaruhnya terhadap penilaian atau keputusan yang akan dibuatnya. Informasi mengenai pestisida sangatlah penting dan berpengaruh terhadap penilaian dan keputusan responden. Oleh karena itu, informasi tentang petunjuk pemakaian menjadi hal yang penting agar tidak terjadi penyalahgunaan dalam penggunaan pestisida.
Sumber Informasi Petunjuk/Aturan
untuk
Menggunakan
Dosis
yang
Tepat
Sesuai
Sumber informasi pengetahuan tentang dosis pemakaian pestisida oleh responden diperoleh dari berbagai macam, diantaranya adalah melalui baca label, toko atau supliers, pengalaman, membaca majalah, iklan TV, mendengarkan dari radio, melalui teman atau tetangga serta penyuluh. Berdasarkan sumber informasi terlihat bahwa sebanyak 57.4% responden menyatakan informasi menentukan dosis pemakaian pestisida berasal label kemasan, karena responden lebih mudah mengikuti petunjuk dan langsung menggunakan pestisida. Selain label, terdapat 34.2% responden menentukan dosis berasal dari iklan di TV, pengalaman (31.6%), penyuluh (16.8%) dan sebagainya
Sumber Informasi Menentukan Dosis dan Cara Pakai Pestisida
(Gambar 15). Teman Radio Suppplier Majalah Penyuluh Pengalaman Iklan di TV Baca Label
8,4 9,0 10,3 11,0 16,8 31,6 34,2 57,4 Persentase (%)
Gambar 15 Persentase responden tentang sumber informasi penggunaan dosis pestisida
76 Respondenn menyatakkan sumber informasi diperoleh dari d penyuluuh. Namun perseepsi respondden tentangg seorang peenyuluh yaitu Sales Prromotion G Girls (SPG) yangg menjual pestisida p di swalayan dan d seseoran ng yang meenjual atau membagibagi abate yangg datang ke rumah-rum mah. Dengan n demikian terjadi ketiddak-tahuan masyyarakat tenttang penyulluh atau petugas yang seharusnyaa memberi penjelasan yangg benar tenttang pestisiida rumah tangga. t Jik ka ingin meeluruskan pemahaman masyyarakat dann mempriooritaskan peerbaikan kualitas k linggkungan m maka perlu sosiaalisasi tentanng pestisidaa rumah tanngga secara tepat oleh pemerintah p atau pihak terkaait, melalui penyuluhaan Dinas Kesehatan K attau media informasi i yyang tepat. Selaiin itu kontrool terhadap substansi innformasi daan iklan pesstisida perluu mendapat perhaatian pemerrintah agar tidak t terjadii iklan pestiisida yang menyesatkan m n.
Raanah Pengeetahuan Responden Penggetahuan Responden R t tentang Penyakit yan ng Ditularkan oleh Haama Penyebaraan penyakit berhubunngan erat dengan d perrkembangann populasi hamaa permukim man. Adanyaa jumlah peenderita pen nyakit yang ditularkan oleh hama setiapp tahun mengindika m asikan bahw wa di wiilayah terssebut terdaapat hama perm mukiman, misalnya m pennyakit dem mam berdaraah dengue (DBD), ( chiikungunya, malaaria, tifoid, diare, filariiasis dan pees. Penyakitt diare dan tifoid ditullarkan oleh lalat dan kecoa, sementara itu penyakkit DBD, chikungunya, malaria daan filariasis ditularkan oleh nyamuk, n daan penyakit pes ditulark kan oleh tikkus. Hasil waw wancara denngan responnden diketahui, sebanyyak 89.7% responden menggetahui jennis – jenis penyakit yang y disebaabkan oleh serangga atau hama perm mukiman (G Gambar 16). Tidak, 10.3% Ya, 89.7%
Gam mbar 16 Penngetahuan responden tentang penyakit p yaang disebab abkan oleh serrangga atau hama
77 Menurut responden beberapa penyakit yag disebabkan oleh serangga antara lain DBD, pes, malaria, gatal – gatal, sakit perut, tipes, diare dan lainnya. Pada Gambar 17 menunjukkan, jumlah responden paling banyak (63.2%) tahu tentang jenis penyakit DBD disebabkan oleh nyamuk. Penyakit DBD yang disebabkan oleh nyamuk sering dinyatakan oleh pemerintah sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) karena sering menimbulkan peledakan penyakit dan banyak yang tidak tertolong, sehingga masyarakat sangat khawatir terjangkit penyakit DBD. Padahal tidak semua nyamuk menyebabkan penyakit DBD, penyebab DBD adalah nyamuk Aedes aegypti yang perilaku penyerangannya pada waktu-waktu tertentu (siang dan sore). Namun karena rasa kekhawatiran yang tinggi terhadap DBD dalam Gambar 17, masyarakat cenderung selalu mengendalikan nyamuk. Bahkan penggunaan pestisida tidak kenal waktu bahkan ada yang pagi, siang, sore dan malam untuk mengendalikan nyamuk. Secara rinci jenis penyakit menurut pengetahuan responden dapat dilihat pada Gambar 17. Jumlah kasus penyakit menular yang ditularkan vektor atau dibawa oleh hama permukiman terjadi di semua wilayah DKI Jakarta. Pada Tabel 13 menunjukkan bahwa di wilayah dengan kriteria kotor (Jakarta Utara, Jakarta Timur dan Jakarta Selatan) mempunyai kasus penyakit DBD yang cukup tinggi dibandingkan dengan wilayah kriteria sedang seperti di Jakarta Barat dan bersih
Jenis Penyakit
Jakarta Pusat. Gatal - Gatal Sakit Perut Kaki Gajah Disentri Diare Tipes Pes Malaria Demam Berdarah
0,6 1,3 1,3 1,9 4,5 7,7 13,5 16,1 63,2
Persentase (%)
Gambar 17 Persentase responden tentang pengetahuan jenis penyakit yang disebabkan oleh serangga atau hama
78 Hal ini berkaitan dengan Gambar 10 terdahulu yang menunjukkan jumlah nyamuk paling tinggi (17.6 ekor) ada di wilayah kotor, dimana nyamuk merupakan vektor penyakit DBD, malaria dan filariasis, maka penyakit tersebut dapat sebagai indikator bahwa di wilayah yang mempunyai kasus penyakit DBD, malaria dan filariasis tinggi berarti di wilayah tersebut terdapat nyamuk dengan jumlah tinggi. Demikian juga, penyakit diare di wilayah kotor seperti yang ada di Jakarta Timur, penyakit diare 57 452 kasus yang lebih tinggi dibandingkan penyakit diare di wilayah sedang (Jakarta Barat) sebanyak 30 726 kasus dan wilayah bersih (Jakarta Pusat) sebanyak 23 162 kasus. Apabila penyakit ini dihubungkan dengan keberadaan hama lalat dalam Gambar 18, maka penyakit diare berkaitan dengan jumlah lalat yang memang dominan (63.3 ekor) di wilayah kotor dibandingkan di wilayah sedang (2.3 ekor) dan bersih (10.4 ekor). Tabel 13 Kasus penyakit menular (demam berdarah, diare, malaria dan filariasis) di provinsi DKI Jakarta tahun 2007 No
Kotamadya
1 2 3 4 5
Jakarta Utara Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Barat Jakarta Pusat
DBD 10 827 28 241 21 408 7 973 5 832
Jumlah kasus penyakit Malaria Filariasis 75 3 54 42 39 4 61 -
Diare 21 441 30 872 57 452 30 726 23 162
Sumber : BPS, 2007
Pengetahuan Responden tentang Penyebab Munculnya Hama Hasil wawancara dengan responden, diketahui bahwa masyarakat tahu tentang sumber penyebab serangan hama permukiman. Gambar 18 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (51.6%) mengetahui bahwa sumber penyebab keberadaan hama permukiman adalah sampah (51.6%), dari luar rumah (49.7%) dan sebanyak 39.4% responden menyatakan sisa makanan sebagai penyebab muculnya hama permukiman. Beberapa penyebab yang termasuk dalam kategori lainnya, yaitu air tergenang/got, barang bekas dan baju yang tergantung, barang yang tidak ditata dengan rapi, pohon dan kebun di sekitar rumah, got yang kotor dan lembab, dapur yang kotor, got mampet, sungai, WC/kotoran dan taman di sekitar rumah. Sementara itu, sebanyak 7.1% menyatakan tidak tahu penyebab
79 munculnya serangga atau hama permukiman, karena hama permukiman tersebut
Penyebab munculnya hama permukiman
dengan sendirinya ada di dalam dan sekitar rumah. WC/ Kotoran Gantungan Baju Tidak Tahu Got/Genangan/Saluran Air Makanan Luar Rumah Sampah
3,2 4,5 7,1 15,5 39,4 49,7 51,6 Persentase (%)
Gambar 18 Pengetahuan responden terhadap penyebab munculnya hama permukiman Keberadaan nyamuk disebabkan karena adanya genangan air, termasuk nyamuk A. aegypti yang lebih menyukai genangan air untuk pertumbuhan dan perkembangan larvanya. Pada fase dewasa, nyamuk memakan nektar atau cairan madu dari tumbuhan. Nyamuk juga tertarik kepada cahaya, pakaian kotor yang digantung, manusia dan hewan karena perangsangan bau zat yang dikeluarkan serta suhu yang hangat dan lembab. Nyamuk betina mengisap darah manusia atau mamalia lain karena memerlukan protein untuk pembentukan telur. Keberadaan kecoa di sekitar permukiman juga dipicu karena ketersediaan makanan yang berasal dari sampah dan sisa-sisa makanan serta alat-alat makan yang tidak dibersihkan pada malam hari. Daerah di dalam rumah yang disukai oleh kecoa ini yaitu dapur, tempat penyimpanan makanan, tempat sampah serta saluran air. Sampah organik dan sisa makanan juga merupakan salah satu faktor abiotik yang mendukung kehidupan dan perkembangan lalat, sehingga ketersediaan sampah organik dan sisa makanan secara terus menerus akan melanggengkan keberadaan lalat. Hal ini terlihat pada Gambar 18 jumlah lalat cukup tinggi di wilayah permukiman kotor yang perilaku masyarakatnya membuang sampah secara sembarangan dan berperilaku hidup tidak bersih. Sebanyak 49.7% responden menyatakan bahwa serangga berasal dari luar rumah.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa beberapa spesies nyamuk dapat
berperilaku mencari makan di dalam rumah (endofagik) dan beristirahat di dalam rumah (endofilik). Sementara itu spesies lainnya berperilaku memasuki rumah
80 hanya untuk mencari makan (endofagik) dan menghabiskan waktu istirahatnya di luar rumah (eksofilik). Ada juga spesies nyamuk yang berperilaku menghisap darah di luar rumah (eksofagik) dan beristirahat juga di luar rumah (eksofilik) (Sigit et al. 2006). Hama permukiman yang paling banyak dikendalikan adalah nyamuk (Gambar 18). Jika dilihat pada Gambar 18 bahwa pengetahuan tentang penyebab munculnya hama adalah sampah. Hal ini berarti bahwa telah terjadi ketidaksesuaian antara pengetahuan dengan pengendalian nyamuk. Sampah dan sisa makanan mengundang kedatangan lalat dan kecoa, bukan nyamuk. Pengetahuan Responden tentang Biopestisida Pengetahuan responden tentang biopestisida, sebagian besar (83.2%) responden menyatakan tidak tahu tentang biopestisida, sedangkan sebagian kecil (16.8%) responden menyatakan tahu tentang biopestisida (Gambar 19). Artinya dengan hanya sedikit responden yang tahu tentang biopestisida, maka cara pengendalian responden tidak bertumpu pada biopetisida yang berwawasan lingkungan. Oleh karena itu responden lebih menggunakan pengendalian dengan pestisida yang tidak berwawasan lingkungan. Menurut responden yang mengetahui tentang biopestisida, mereka mengatakan bahwa biopestisida adalah cara pengendalian serangga dengan musuh alami atau dari bahan tumbuhan atau tanaman lavender, sereh, jeruk, dan bunga sukun.
Pengetahuan
yang
sudah
ada
tentang
biopestisida
ini
perlu
ditumbuhkembangkan yang akan bermanfaat untuk pengendalia yang berwawasan lingkungan. Responden juga meyakini bahwa kain atau daun bawang merah yang kering kemudian dibakar dapat untuk mengusir nyamuk. Di samping itu menurut responden, bahwa minyak tanah yang dicampur kapur barus (dihaluskan) juga dapat disemprotkan untuk membunuh serangga.
81 Tahhu; 16,8%
Tidak Tahu; T 83,2 2%
Gambar 199 Persentasee jumlah responden tenntang biopestisida uan Respon nden tentang Efek Liingkungan Pengetahu Penggetahuan responden r tentang efek e pengggunaan pesstisida terh hadap lingkungaan meliputi efek e terhaddap binatang g peliharaann, kehidupann di dalam tanah dan polussi air tanahh. Hasil wawancara w di d lokasi penelitian p ddiketahui bahwa b sebanyak 55.5% responden tiddak mengetaahui akan efek pengggunaan pesstisida terhadap lingkungan, l , meliputi efek e atau reesiko terhaddap binatangg piaraan seeperti kucing, annjing, buruung serta biinatang hias lainnya seperti s ikann dan kehid dupan lainnya di tanah (Gam mbar 20). T Tahu, 444.5%
Tidak ahu,, 55.5%
Gambar 20 2 Pengetahhuan responnden tentan ng efek pennggunaan peestisida terh hadap lingkunggan atau ressiko terhadaap binatang peliharaan Padaa Gambar 20 diketaahui seban nyak 44.5% % respondeen tahu bahwa b penggunaaan pestisidaa akan menggakibatkan efek e kepadaa lingkungaan maupun resiko r terhadap binatang b piaaraan yang ada di rum mah. Hal ini menunjukkkan, telah teerjadi kesadarann masyarakaat akan bahhaya pestisida, namunn karena faaktor lingku ungan seperti addanya ganggguan hamaa dan kekh hawatiran teentang timbbulnya pen nyakit maka mereka tetap menggunakan m n pestisida. Selaain itu, terddapat 55.5% % respondeen menyataakan tidak tahu akan efek penggunaaan pestisidda, hal ini disebabkaab karena : respondeen tidak pernah mendapat informasi mengenai efek pestiisida terhaddap lingkunngan, respo onden
82 menganggap bahwa pestisida lebih penting dari pada semua resiko atau efek terhadap lingkungan. Selain itu responden juga mengatakan bahwa semua pestisida boleh dipakai serta responden tidak berfikir akan ada efek terhadap lingkungan jika menggunakan pestisida bahkan sering berganti-ganti pestisida. Artinya selama ini, masyarakat tidak pernah mendapat penyuluhan atau informasi tentang
pestisida. Informasi yang mereka dapat kebanyakan dari iklan TV
(Gambar 13 dan 14) tentang manfaat menggunakan pestisida bukan informasi tentang bahaya atau efek pestisida terhadap kesehatan dan lingkungan.
Ranah Afektif Responden terhadap Penggunaan Pestisida Ranah afektif responden terhadap penggunaan pestisida terdiri dari : pengendalian hama yang berwawasan lingkungan walaupun harganya jauh lebih mahal, rela mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli alat pengendali hama yang aman dan tidak mengandung bahan yang berbahaya, lebih memilih pestisida untuk mengendalikan hama rumah dibanding cara lain karena lebih simpel, murah dan efektif, menganggap pestisida bisa berdampak buruk, pestisida tidak berwawasan lingkungan, pestisida adalah racun yang berbahaya, merasa pestisida tidak membahayakan saya dan keluarga dan anggapan terhadap ketidakpedulian dengan dampak pestisida.
RESISTENSI PESTISIDA Salah seorang warga yang diwawancara mengatakan bahwa nyamuk sekarang ini semakin kebal terhadap obat nyamuk, karena setelah disemprot, nyamuk hanya pingsan dan setelah itu bangun lagi. Pernyataan tersebut mengindikasikan telah terjadi resistensi nyamuk terhadap pestisida. Hal ini senada dengan beberapa penelitian yang dilakukan para peneliti. Lidia et al. 2008, menyatakan bahwa di Palu sebagian besar nyamuk (99,58%) telah toleran (resistensi sedang) terhadap insektisida organophospat (malathion dan temefos), sedangkan sebanyak 0,92 % nyamuk telah resisten. Hasil penelitian dari Stanczyk et al. 2010 juga menunjukkan gejala ketidakpekaan nyamuk Aedes aegypti terhadap DEET, sebuah bahan aktif yang bekerja dengan cara mengusir nyamuk. Sayangnya studi dan penelitian tentang resistensi nyamuk atau hama permukiman terhadap pestisida tidak sebanyak kasus-kasus resistensi hama pada bidang pertanian.
83 Ranah Affektif terhaadap Progrram Pengassapan/foggiing Pemerintah DKI D Jakarta dalam men nyikapi terjaadinya KLB B penyakit DBD salah satuunya mengganjurkan kelurahan atau massyarakat seecara kelom mpok melakukann pengasapan/fogging. Hal ini dillakukan denngan tujuann mengendaalikan nyamuk untuk u mencegah penullaran penyaakit DBD leebih luas. P Pada Gambar 21 kebanyakaan masyaraakat (86.5% %) setuju deengan progrram pengassapan ini karena k kekhawatiirannya terjangkit penyyakit DBD,, namun adda juga massyarakat (13 3.5%) tidak setuuju dengan alasan antara lain setelah pengaasapan buruung mati, justru j banyak keecoa keluar, tidak mennyelesaikan masalah kaarena nyam muk tetap baanyak dan baunyya membuatt pusing. Tidak Setuju, 13.5% Setuju, 6.5% 86
Gambar 21 Persentaase sikap responden r terhadap t prrogram penngasapan/fog gging oleh pettugas Pem merintah dann masyarakkat tidak menyadari, m bahwa penngasapan
dapat
menimbullkan berbaggai dampakk antara lain n seperti yang sudah disebutkan n oleh masayarakkat di atas. Namun daampak yan ng tidak dissadarai adaalah terbunu uhnya musuh alaami hama, yang justrru dapat menimbulka m an peledakaan hama seeperti nyamuk yang y semakiin banyak, peledakan ulat bulu yang y terjadi di wilayah h DKI Jakarta paada tahun 2011 2 di Tannjung Dureen, Jakarta Selatan, Poondok Gedee dan Bekasi. Musuh M alami berupa preedator ulat bulu b bukan hanya h burunng pemakan n ulat, melainkann juga seranngga-seranggga lain sepeerti laba-labba atau kepikk (Rauf 201 11). Ranah Afektif A Ressponden Memilih M Peengendali Hama H yan ng Berwaw wasan Lingkunggan Walaup pun Harganya Jauh Lebih L Mahal Dalaam kehiduupan seharri-hari resp ponden suulit melepaaskan diri dari penggunaaan pestisidaa, namun paada Gambarr 22 sebagian respondeen 30.3% sangat s setuju dann 27.7% responden r setuju deng gan pengenndalian ham ma berwaw wasan
84 lingkungan walaupun mengeluarkan uang banyak. Pengertian masyarakat tentang pengendalian hama berwawasan lingkungan terutama untuk pengendalian hama nyamuk dengan menggunakan kelambu, raket listrik, kassa dan peralatan lainnya. Ada 16.1%% responden yang kurang setuju dan 10.3% responden lagi merasa tidak setuju dengan pengendalian berwawasan lingkungankarena harganya mahal.
Persentase (%)
27,7
16,1
30,3
15,5
10,3
Tidak Setuju
Kurang Ragu - Ragu Setuju Sangat setuju Setuju Memilih Pengendalian Hama Berwawasan Lingkungan walaupun Harganya Jauh Lebih Mahal
Gambar 22 Persentase responden dalam memilih pengendalian hama berwawasan lingkungan walaupun harganya jauh lebih mahal Menurut responden harga pengendali hama yang berwawasan lingkungan ternyata harganya jauh lebih mahal, sehingga merasa tidak setuju dan kurang setuju untuk menggunakan pengendali hama yag berwawasan lingkungan tersebut. Akibatnya responden tetap menggunakan pestisida dengan beberapa alasan diantaranya simpel, murah dan efektif. Ranah Afektif Responden Rela Mengeluarkan Uang Lebih Banyak untuk Membeli Alat Pengendali Hama yang Aman dan Tidak Mengandung Bahan yang Berbahaya Ranah afektif responden rela mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli alat pengendali hama yang aman dan tidak mengandung bahan yang berbahaya menunjukkan, bahwa sebagian besar responden setuju (27.1%) dan 21.9% responden sangat setuju akan pernyataan tersebut. Namun ada beberapa responden masih berpendapat tidak setuju (14.8%) dan kurang setuju (16.1%) jika
85 harus mengeluarkan uang banyak untuk membeli pengendali hama yang aman dan tidak mengandung bahan yang berbahaya (Gambar 23). Hal ini sesuai pada Gambar 45 bahwa sejumlah 82.1% responden membeli pestisida yang harganya di bawah Rp 50 000,- disebabkan status ekonomi responden yang terkategori sedang yaitu dari Rp 500.000,- sampai Rp 5.000.000,- akibatnya mereka lebih memilih harga pengendalian hama yag relatif murah yaitu pestisida yang harganya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan harga pengendali hama yang aman dan tidak berbahaya. Disamping itu, pestisida mudah didapat di pasar atau kios
Persentase (%)
terdekat dibandingkan dengan pestisida yang aman dan tidak berbahaya. 14,8
16,1
Tidak Setuju
Kurang Setuju
20,0
Ragu - Ragu
27,1
Setuju
21,9
Sangat setuju
Mengeluarkan Uang Lebih Banyak Untuk Pengendalian Hama yang Aman
Gambar 23 Persentase responden yang rela mengeluarkan uang lebih banyak untuk pengendali hama yang aman dan tidak berbahaya Pada Gambar 22 dan Gambar 23 ditunjukkan bahwa sebagian besar responden setuju dengan pengendalian hama berwawasan lingkungan dan setuju dengan pengeluaran uang lebih banyak untuk pengendalian hama yang dirasa aman. Namun sebagian besar responden (27.1%) rela mengeluarkan uang lebih banyak untuk mengendalikan hama permukiman. Namun responden masih tetap menggunakan pestisida karena harganya yang relatif murah. Ranah Afektif Responden Memilih Pestisida untuk Mengendalikan Hama Rumah Dibanding Cara lain Karena Lebih Simpel, Murah dan Efektif Pemilihan pestisida oleh responden dipengaruhi oleh alasan praktis, murah dan efektif. Berdasarkan Gambar 24 responden yang sangat setuju dan setuju terhadap pernyataan memilih pestisida sebanyak 31.4% dan 44.4%. Selain itu beberapa responden (9.8%) merasa ragu-ragu dengan pilihannya tentang penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama permukiman.
86 44,4
Persentase (%)
31,4
5,9
Tidak Setuju
8,5
9,8
Kurang Setuju
Ragu - Ragu
Setuju
Sangat setuju
Pestisida Simpel, Murah dan Efektif
Gambar 24 Persentase responden dalam memilih pestisida karena lebih simpel, murah dan efektif Pada Gambar 24 berkaitan dengan Gambar 29, bahwa semakin masyarakat tidak setuju memilih pestisida untuk mengendalikan hama karena alasan simpel, murah dan efektif, semakin baik tingkat kepedulian masyarakat terhadap bahaya atau dampak pestisida, begitu sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa dalam ranah afektif, terlihat responden telah ada kesadaran akan dampak buruk pestisida. Walaupun dalam kehidupan yang nyata, responden masih tetap menggunakan pestisida karena beberapa alasan diantaranya pestisida mudah didapat, harganya murah, efektif serta praktis dalam menggunakannya. Berbeda dengan biopestisida yang lebih sulit aplikasinya, karena diperlukan perlakuan sebelum menggunakan juga kesulitan mencari bahannya. Ranah Afektif Responden Menganggap Pestisida Bisa Berdampak Buruk Afektif responden tentang anggapan bahwa pestisida bisa berdampak buruk pada lingkungan. Sebanyak 24.5% responden menyatakan sangat setuju jika dikatakan pestisida bisa berdampak buruk terhadap lingkungan. Sementara itu, sebanyak 47.7 % setuju bahwa pestisida dapat berdampak buruk pada lingkungan, serta sebanyak 16.8% juga menyatakan ragu - ragu akan dampak buruk yang disebabkan oleh penggunaan pestisida. Di samping itu, sebanyak 7.1% responden menyatakan kurang setuju dan 3.9% responden tidak setuju terhadap dampak buruk penggunaan pestisida terhadap lingkungan (Gambar 25).
87
Persentase (%)
47,7
24,5 16,8 3,9
7,1
Tidak Setuju Kurang Setuju Ragu - Ragu
Setuju
Sangat setuju
Pestisda Bisa Berdampak Buruk
Gambar 25 Persentase responden tentang anggapan pestisida berdampak buruk pada lingkungan Walaupun responden sangat setuju dan setuju jika dikatakan pestisida bisa menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan, namun responden juga masih ragu – ragu mengatakan bahwa pestisida tidak berwawasan lingkungan (seperti Gambar 26). Bahkan mereka sangat setuju (16.8%) dan setuju (32.9%) seperti pada Gambar 26 jika dikatakan pestisida tidak berwawasan lingkungan, sehingga dalam kehidupan sehari – harinya responden tetap menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida ini didasarkan pada kenyataan bahwa responden selama memakai pestisida merasa nyaman dan aman, baik terhadap kesehatan maupun lingkungan. Pernyataan responden ini didukung sikap responden (35.9%) seperti pada Gambar 28 yang menyatakan setuju jika pestisida tidak membahayakan diri dan keluarga. Ranah Afektif Responden terhadap Pestisida tidak berwawasan lingkungan Menurut responden bahwa pestisida benar - benar berdampak buruk terhadap lingkungan karena pestisida itu sendiri merupakan pengendali hama yang tidak berwawasan lingkungan. Hal ini diperkuat pernyataan responden (16.8%) sangat setuju dan 32.9% responden setuju dengan pernyataan bahwa pestisida tidak berwawasan lingkungan. Namun sebanyak 37.4% responden ragu – ragu jika dikatakan pestisida tidak berwawasan lingkungan. Dengan sikap keraguan dari responden inilah yang menyebabkan ranah psikomotorik serta perilakunya untuk tetap menggunakan pestisida.
88
37,4
Persentase (%)
32,9
16,8 11,0 1,9 Tidak Setuju
Kurang Setuju
Ragu - Ragu
Setuju
Sangat setuju
Pestisida Tidak Berwawasan Lingkungan
Gambar 26 Persentase responden yang menganggap pestisida tidak berwawasan lingkungan Ranah Afektif Responden terhadap Pestisida adalah Racun Ranah afektif responden terhadap anggapan bahwa pestisida adalah racun dan pestisida tidak membahayakan saya dan keluarga disajikan pada Gambar 22. Hal yang menarik pada Gambar 27 yaitu sebanyak 51.0% responden setuju bahwa pestisida adalah racun, namun responden seperti pada Gamabar 28 juga bersikap
Persentase (%)
setuju bahwa pestisida tidak membahayakan diri dan keluarganya (35.9.0%). 51,0 26,8
15,0
2,0
5,2
Tidak Setuju
Kurang Setuju
Ragu - Ragu
Setuju
Sangat setuju
Pestisida adalah racun
Gambar 27 Persentase responden yang menyatakan bahwa pestisida adalah racun Sementara itu sebanyak 26.8% responden menyatakan sangat setuju terhadap pernyataan pestisida adalah racun. Bagi responden yang tidak setuju (2.0%) atau kurang setuju (5.2%) terhadap pernyataan bahwa pestisida adalah
89 racun memberikan alasan bahwa selama memakai atau menggunakan pestisida ia merasa aman-aman saja dan tidak merasa terganggu atau membahayakan dirinya dan keluarga.
Ranah Afektif Responden Merasa Pestisida Tidak Membahayakan Diri & Keluarga Hasil wawancara di lokasi penelitian, pada Gambar 28 menunjukkan bahwa sebanyak 3.3% responden dan 35.9% responden menyatakan sangat setuju dan setuju terhadap pernyataan pestisida tidak membahayakan diri dan keluarganya. Hal ini dikarenakan pestisida dibutuhkan masyarakat untuk menghindari penyakit yang sangat dikhawatirkan yaitu penyakit DBD, disamping itu pestisida tidak menunjukkan gejala keracunan yang langsung terlihat, sehingga masyarakat
Persentase (%)
merasa pestisida tidak membahayakan bagi diri dan keluarganya. 35,9 15,7
22,2
22,9
Kurang Setuju
Tidak Setuju
3,3 Sangat setuju
Setuju
Ragu - Ragu
Pestisida tidak membahayakan diri dan keluarga
Gambar 28 Persentase responden yang menyatakan pestisida tidak membahayakan diri dan keluarganya Ranah Afektif Responden Tidak Peduli dengan Dampak Pestisida Berdasarkan hasil survei, pada Gambar 29 menunjukkan bahwa responden yang tidak setuju dan kurang setuju dengan pernyataan tidak peduli dengan dampak pestisida adalah sebanyak 37.3% dan 36.7%. Sikap ini menunjukkan bahwa responden merasa peduli dengan dampak pestisida baik terhadap lingkungan maupun kesehatan. Pada kenyataannya masih 10.7% responden dan 2.0% responden setuju dan sangat setuju dengan pernyataan tidak peduli dengan dampak pestisida. Artinya bahwa penggunaan pestisida tetap dilakukan oleh responden walaupun masyarakat tahu akan bahaya pestisida (Gambar 29).
90
Persentase (%)
36,7
37,3
13,3
10,7 2,0 Sanngat setuju
Setuju
Kurang Setuju Tiidak Peduli deengan Dampakk Pestisida R Ragu - Ragu
Tidak Setujuu
Gambar 299 Persentase respondenn tidak pedu uli dengan dampak d pesstisida Pada Gam mbar 29 dapat disimpulkan bahwa responden merasa pedduli dengan damppak pestissida, namuun pada kenyataann nya responnden (95.55%) tetap mengggunakan pestisida. Hal ini dikarenakan n pengaruuh lingkunngan yang menyyebabkan munculnya m s serangga ataau hama peermukiman dan berpenngaruh kuat padaa sikap afekttif respondeen untuk meenggunakan n pestisida. Dalam pem mbahasan ranah r afektiif responden terhadap penggunaan pestisida makaa dapat disiimpulkan (G Gambar 30) bahwa seebagian besaar (49.0%) responden tidakk suka denggan pestisidda dengan alasan berrbahaya dann beracun serta tidak berw wawasan linngkungan, namun n padda kenyataaannya respoonden tetapp memakai pestiisida dengaan alasan melindunggi keluarga bahkan masyarakaat (35.9% respoonden) berppendapat baahwa pestissida tidak membahayak m kan diri daan keluarga seperrti Gambar 28.
Tidak Suuka Pestisidaa, 49.0%
Ragu - raagu, 48.4% %
Suka Pada Pestisida, 2.6%
Gam mbar 30 Persentase respponden dalaam ranah afe fektif dalam penggunaaan pesttisida Sebanyak 48.4% responden memiliki m sik kap afektiff ragu – raagu dalam k an respondeen tentang bbahaya dan pengggunaan pesstisida. Hal ini karena ketidaktahua efek pestisida terhadap t lingkungan. Selain itu,, keraguan juga munccul karena sikappnya atas gaangguan daan ancaman penyakit DBD D yang disebabkan d oleh hama
91 permukim man, jadi waalaupun massyarakat meerasa takut dengan d bahaaya pestisid da tapi masyarakaat tetap akaan menggunnakannya. Sementara S i respondden (2.6%) yang itu, suka pesttisida menggatakan baahwa pestissida diangggap sangatt penting untuk u melindunggi keluarga dari serangan hama permukima p an, di samping itu pesstisida juga diangggap tidak berbahaya b b terhadaap diri dan keluarga, baik k sim mpel, murah dan efisien serrta pestisidaa dianggap ampuh a untu uk membunuuh hama perrmukiman. Ranah Psikom motorik Reesponden teerhadap Peenggunaan Pestisida Ranah psikom motorik respponden terh hadap pengggunaan peestisida meeliputi pernyataann: respondeen untuk beerfikir ada kemungkinnan mengurrangi pemaakaian pestisida di masa depan d dan responden akan mennggunakan cara lain untuk u mengendaalikan hamaa selain mennggunakan pestisda. p
Respondeen Berfikir Ada Kemu ungkinan Mengurang M gi Pemakaiian Pestisid da di Masa Dep pan Hasiil wawancaara di lokasii penelitian, pada Gam mbar 31 mennjelaskan bahwa b respondenn yang berffikir akan mengurang gi pestisida di masa ddepan berju umlah 63.2%, disini dapatt diartikan bahwa keeinginan reesponden uuntuk meng gganti pestisida dengan caara pengenndalian selain pestisiida cukup baik, sehingga m pemerintaah perlu mendorong kesadaran masyarakkat ini unttuk menuju ke pengendallian yang berwawasaan lingkung gan. Demiikian juga, walaupun n ada respondenn (36.8%) tidak berfikirr menguran ngi pestisidaa di masa deepan tapi deengan penyuluhaan-penyuluhhan dan pemberian p informasi yang intennsif akan dapat merubah keinginan k m masyarakat m menjadi baik. Tidak, 36.8% Ya, 63.2%
Gambar 31 Persentaase respondden tentang berfikir b adaa kemungkinnan mengurrangi pemakaiian pestisidda di masa depan d
92 Responden akan Menggunakan Cara lain untuk Mengendalikan Hama Selain dengan Menggunakan Pestisida Hasil wawancara dan survei di lokasi penelitian pada Gambar 31 menunjukkan bahwa 63.2% responden akan mengurangi pestisida dan mengatakan akan menggunakan cara lain untuk mengendalikan hama. Cara lain tersebut pada Gambar 31 berupa cara – cara pengendalian hama yang berwawasan lingkungan, diantaranya responden yang akan menggunakan kain kassa di pintu atau jendela rumah sebanyak 47.7%, responden yang akan menggunakan raket elektrik sebanyak 34.2%, responden yang akan menggunakan perekat lem lalat 15.5% dan responden yang akan menggunakan kelambu sebanyak 14.2%
Pengendalian Hama Selain Pestisda
(Gambar 32). Tutup Pintu Sebelum Maghrib
1,3
Pemukul Kipas Angin Bahan Tanaman Kelambu Perekat Lem
3,9 5,2 9,0 14,2 15,5
Raket
34,2
Kassa
47,7 Persentase (%)
Gambar 32 Cara lain untuk mengendalikan serangga hama selain dengan menggunakan pestisida Responden mampu berfikir cenderung akan menggunakan beberapa cara pengendalian selain dengan cara pestisida, artinya kecenderungan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat sudah mulai menyadari akan pentingnya pengendalian dengan cara – cara yang berwawasan lingkungan dan berfikir ingin menggunakan cara tersebut, sehingga perlu disosialisasikan secara intensif caracara-cara pengendalian selain pestisida.
93 Perilaku Responden Menggunakan Pestisida Menggunakan Jenis Pestisida Perilaku responden terhadap penggunaan jenis pestisida rumah tangga dalam penelitian ini meliputi empat perilaku yaitu : 1) Jenis pestisida 2) Cara penggunaan pestisida, 3) Cara pengendalian non-kimiawi dan 4) Biaya pembelian pestisida Penggunaan Pestisida dalam Mengendalikan Hama Perilaku responden dalam menggunakan pestisida ditunjukkan dengan adanya penggunaan pestisida dalam kehidupan sehari–hari. Hasil survei di lokasi penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 95.5% responden menggunakan pestisida dalam mengendalikan serangga hama, dan sisanya 4.5% responden tidak menggunakan pestisida (Gambar 33).
Tidak; 4,5%
Ya; 95,5%
Gambar 33 Jumlah responden yang menggunakan pestisida Alasan penggunaan pestisida rumah tangga yang dikemukakan responden yaitu kekhawatiran mereka akan terjangkit penyakit DBD yang hampir setiap tahun menyerang wilayah DKI Jakarta. Hal ini sejalan dengan pemikiran Kunda dan Oleson (1995) mengatakan bahwa seseorang bertindak dalam berbagai situasi sosial secara kuat dipengaruhi oleh pikiran mereka tentang situasi tersebut, seperti situasi kekhawatiran masyarakat akan terjangkitnya penyakit DBD pada anggota keluarganya. Disamping itu, penggunaan pestisida dianggap oleh masyarakat simpel, murah dan efektif seperti pengakuan responden dalam Gambar 33 terdahulu dalam ranah afektif.
94 Jenis Formulasi dan Bahan Aktif Pestisida yang Digunakan Responden menggunakan berbagai merk dan berbagai bentuk formulasi pestisida yang terdapat di pasar, bahkan seringkali berganti-ganti pestisida. Pemilihan jenis dan merk dagang pestisida dipengaruhi oleh kemanjuran, pengalaman responden dalam mengeksplorasi lingkungannya, pengetahuan tentang dampak buruk pestisida terhadap diri, keluarga dan lingkungan serta informasi yang didapat dari berbagai sumber informasi. Dalam anggapan responden, perilaku yang sering ganti-ganti merk dagang pestisida akan menghindari dampak pestisida terhadap diri keluarga dan lingkungan, sehingga perilaku ini merupakan penyesuaian antara struktur kognisi dengan perilakunya. Bentuk formulasi yang sering ditemukan di pasar yaitu granula, padat, elektrik, padat lingkaran, aerosol, losion dan cair, keping elektrik, elektrik cair, kapur dan tablet. Pada Gambar 34 diketahui bahwa bentuk formulasi yang banyak digunakan oleh responden
adalah bentuk cair (40.3%), losion (28.6%) dan
aerosol (16.8%). 40,3
Responden (%)
28,6 16,8
0,4 Granula
4,0
4,8
Padat
Elektrik
5,1
Padat Aerosol Lingkaran
Lotion
Cair
Jenis Formulasi Pestisida
Gambar 34 Bentuk formulasi pestisida yang digunakan responden Bentuk formulasi cair, losion maupun aerosol merupakan formulasi pestisida yang paling banyak digunakan oleh masyarakat, selain formulasi padat lingkaran. Masyarakat banyak menggunakan formulasi cair karena menurut mereka lebih manjur, murah karena dapat diisi ulang. Sementara formulasi aerosol banyak digunakan oleh masyarakat di wilayah kategori bersih. Cara menggunakan
95 pestisida bentuk aerosol ini adalah a den ngan cara menyemprotkan, sehingga t a bersih daan bagus deengan dianggap paling prakktis pengguunaannya, tampilannya paduan waarna yang menarik m waalaupun harg ganya relatif mahal. Sebaaliknya, masyarakat m di wilayah h kotor lebbih banyakk menggun nakan pestisida bentuk b losioon dan padaat lingkaran n, dikarenakkan kedua foormulasi terrsebut harganya terjangkau dan mudahh didapat kaarena terseddia di kios-kkios dekat ru umah tinggalnyaa. Pestisidaa formulasi losion sud dah merupaakan kebutuuhan setiap p hari keluarga, karena diguunakan ke anggota a kelluarga anakk-anak yangg akan berangkat d makksud melinddungi dari serangan s nyyamuk di seekolah agar tidak sekolah, dengan terjangkit penyakit DBD.
BOD DY LOTION Body lootion adalah kosmetikaa yang diggunakan unttuk melembabkaan kulit. Saatt ini beberapaa merk daganng pestisida olles mempromossikan bahwa produknya p adaalah obat nyam muk yang dap pat digunakan seperti kita meenggunakan boody lotion. Seorang anak SD (kira-kira usia 10 tahun) menndemonstrasikkan kebiasaannyya dalam menggunakan m n pestisida oles sebelu um berangkat ke k sekolah. Ia a menggunaka kan pestisida tersebut seollah menggunakaan body lotion n. Setelah ittu, tanpa menncuci tangan, ia langsung pergi ke sekolah h.
mentara itu bentuk form mulasi padaat lingkarann atau mossqiuto coil (MC) Sem lebih dikeenal dengann nama “obaat nyamuk”” bakar. Carra aplikasinnya yaitu deengan membakarr racun nyaamuk. Asapp yang dihaasilkan dari pembakarran mengan ndung bahan aktiif yang akaan mengusirr nyamuk. Bahan B aktif yang digunnakan antaraa lain pyrethroidd jenis d-alllethrin dann propoxur.. Bahan akktif ini dapat menimbu ulkan penyakit Parkinson, P karena mennyebabkan kerusakan sel-sel otakk bagian teengah sebagai
penghasil
dopamin
(suatu
seenyawa
neurotransm miter),
sehingga
mengakibaatkan kadaar dopamin di otak menurun m daan menyebaabkan gang gguan gerakan tuubuh menjaddi tidak teraatur.
96
O OBAT NYAM MUK DAN MA AKANAN Keberadaaan nyamuk memang m dirasaa sangat meng gganggu. Oleeh karena itu,seorang ibu rum mah tangga merasa m tidak cukup hanyaa menggunaka an satu macaam pengendalian. Untuk tetaap bisa menoonton televisi tanpa digannggu nyamuk, Ibu tersebutt mengendalikkan nyamuk denngan menggunnakan pestisidda bakar yangg diletakkan di d bawah mejaa dan mengoleeskan losion anti nyamuk di lengan l tangann dan kakinya.. Karena maasih merasa kuurang nyamann, beliau juga memakai rakket nyamuk elektrik. Sayangnyya beliau kuraang peduli denngan keaamanan pangaan dan kesehaatan dirinya. Betapa tiddak, di atas meeja terhidang kue-kue di pirring tannpa penutup makanan m padaahal beliau meeletakkan pesstisida bakar di bawah meja. Tentu saja asap pesstisida bakar melingkupi m makanan yang tersaji di atas meja.
Dari jeniss pestisida yang y digunakan respon nden dapat diketahui kkandungan bahaan aktifnya dari tulisaan kandungaan bahan aktif a yang tercantum pada label bunggkus pestisida. Bahan aktif yang terkandung g dalam peestisida-pesttisida yang digunnakan masyyarakat sebanyak 13 jeenis bahan aktif atau 3.4% 3 dari ttotal bahan aktiff yang didafftarkan. Bahhan aktif terrsebut bany yak terdapatt pada berbbagai merk
Bahan aktif pestisida
dagaang pestisidaa.
1,3 0,6 0,6
d Bahan aktif tidak diketahui Chlorpirifos Essbiothrin Trannsfluthrin Imipprothrin Cypherrmethrin Diclo orovinyl dimethylphhosphate Cypheenothrin Prrallethrin Perrmethrin Propoxur Deltaamethrin d-aallethrin DEET
0,6 1,3 1,99 0,6 1,3 5 5,8 0,0
60,6 558,1 5 58,1
15,5 16,8 20,0
4 40,0
60,00
80,0
Reesponden (% %)
nggunakan bahan b aktiff Gambar 35 Persentasse respondeen yang men Pestisida
97 Bahan aktif yang paling banyak digunakan oleh responden yaitu transfluthrin, imiprothrin dan cypermethrin dengan masing-masing digunakan sebanyak 60.6%, 58.1% dan 58.1% responden (Gambar 35). Satu merk dagang pestisida ada yang mengandung dua atau tiga jenis bahan aktif, sehingga bahan aktif tersebut secara tidak sadar digunakan secara bersama-sama oleh masyarakat. Toksisitas dan Bahaya Pestisida yang Digunakan oleh Responden Dalam Tabel 14, kategori toksisitas bahan aktif yang digunakan oleh responden adalah cypermethrin termasuk dalam kategori toksisitas II, sedangkan transflutrin dan imiprotrin termasuk dalam kategori III. Semua bahan aktif yang digunakan oleh responden, sebanyak 7 jenis bahan aktif termasuk dalam kategori toksisitas II. Namun ternyata sebelum tahun 2007 ditemukan bahan aktif diclorovinyl dimethylphosphate yang digunakan oleh responden dan masuk dalam kategori Ib, namun saat ini bahan aktif tersebut sudah dilarang dan tidak digunakan lagi. Kategori toksisitas I berarti pestisida tersebut sangat beracun. Berdasarkan peraturan pelabelan, pestisida jenis ini seharusnya diberi tulisan berbahaya beracun serta ditampilkan tanda gambar tengkorak dan tulang bersilang. Pestisida kategori I mempunyai LD50 oral berkisar 0-50 mg/kg berat badan, yang berarti bahwa apabila terminum walaupun setetes akan menimbulkan kematian. Tabel 14 Kategori toksisitas bahan aktif yang digunakan responden Nama bahan aktif Chlorpirifos Cypermethrin Cyphenothrin Deltamethrin Esbiothrin Permethrin Propoxur Prallethrin d-allehtrin Imiprothrin Transfluthrin Diethyltoluamide /DEET
Kategori toksisitas bahan aktif II II II II II II II II III III III III
98 Kategori toksisitas II berarti pestisida tersebut toksisitasnya lebih rendah daripada pestisida dengan kategori toksisitas I. Pestisida kategori II mempunyai LD50 oral berkisar 50-500 mg/kg berat badan. Pestisida kategori II akan menimbulkan kematian jika terminum sekitar satu sendok teh. Pestisida kategori toksisitas III, artinya pestisida daya racunnya relatif rendah dibandingkan kedua kategori sebelumnya. Kategori toksisitas III LD50 oral berkisar 500-5000 mg/kg berat badan, artinya pestisida ini dapat membunuh manusia jika diminum sebanyak kira-kira 2 sendok makan sampai 2 cangkir (Sigit et al. 2006). Dalam Tabel 15, kategori golongan bahan aktif yang digunakan oleh responden termasuk dalam golongan organofosfat, karbamat dan pyrethroid. Sebagian besar bahan aktif tersebut termasuk dalam golongan pyrethroid, dimana kerja keracunan pyrethroid adalah menyebabkan kerusakan sel-sel berpigmen di otak bagian tengah, tempat produksi dopamin (suatu senyawa neurotransmiter) sehingga akibatnya kadar dopamin di otak menurun, dan ini dapat menyebabkan gangguan gerakan tubuh menjadi tidak teratur atau seperti penyakit Parkinson. Gejala keracunan ini tidak langsung dirasakan tapi akan timbul setelah beberapa waktu bahkan tahun karena terakumulasinya racun ini dalam tubuh lebih dahulu, sehingga manusia tidak tahu dan tidak menyadari bahwa racun pestisida yang digunakan membahayakan kesehatan dan lingkungannya. Tabel 15 Kategori golongan bahan aktif yang digunakan responden Nama bahan aktif
Golongan
Chlorpirifos Propoxur Cypermethrin Cyphenothrin d-allehtrin Deltamethrin Esbiothrin Imiprothrin Permethrin Prallethrin Transfluthrin Diethyltoluamide /DEET
Organofosfat Karbamat Pyrethroid Pyrethroid Pyrethroid Pyrethroid Pyrethroid Pyrethroid Pyrethroid Pyrethroid Pyrethroid Toluamide terganti
99 BERAPA JUMLAH BAHAN AKTIF YANG DIGUNAKAN MASYARAKAT? Untuk menghindari kegagalan panen akibat serangan hama dan penyakit, petani seringkali mencampur berbagai macam pestisida, kemudian disemprotkan pada tanaman. Lalu, apakah hal ini juga terjadi pada pengendalian hama pemukiman? Pencampuran bahan aktif seperti petani juga terjadi dalam pengendalian hama pemukiman di tingkat rumah tangga, tetapi dengan cara yang berbeda. Masyarakat seringkali menggunakan beberapa merk pestisida dalam waktu yang bersamaan. Kasus yang seringkali dijumpai yaitu dalam satu ruangan disemprotkan pestisida cair/aerosol, menyalakan pestisida bakar, masih juga memakai pestisida dalam bentuk losion atau oles. Namun penghuni rumah tidak sadar telah menggunakan beberapa merk dagang pestisida yang mengandung dua atau lebih bahan aktif. Jadi dalam satu waktu, masyarakat seringkali terpapar beberapa bahan aktif sekaligus. Potensi pemaparan terjadi melalui saluran pernafasan dan kulit.
Bahan aktif yang beredar di pasar beragam dan beraneka jenis. Berdasarkan data Direktorat Pupuk dan Pestisida, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, pada tahun 2011 jumlah pestisida rumah tangga dan bahan aktif yang didaftarkan ke Kementerian Pertanian sebanyak 383 merk dagang dengan bahan aktif sebanyak 71 jenis. Perkembangan pendaftaran merk dagang pestisida dan bahan aktif dari tahun 2004 sampai tahun 2011 disajikan pada Gambar 36.
208
254
290
369
383
48
56
62
62
71
2004
2007
2008
2010
2011
Merk Dagang Bahan Aktif
Gambar 36 Peningkatan jumlah pestisida rumah tangga dan bahan aktif Bahan aktif tersebut ditujukan untuk mengendalikan nyamuk, lalat, kecoa, semut, caplak, kutu anjing dan tikus (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2011). Jumlah merk dagang pestisida dengan hama sasaran nyamuk menempati urutan terbesar yaitu sebanyak 61% dari total pestisida yang didaftarkan. Sebanyak 17.8% untuk mengendalikan lalat dan 15.5% untuk mengendalikan kecoa. Sisanya sebanyak 7% untuk mengendalikan semut dan untuk mengendalikan hama permukiman lainnya (caplak dan kutu anjing) sebanyak 0.8% (Gambar 37). Permintaan masyarakat akan pestisida membuat produsen semakin meningkatkan
100 produuksinya. Seeperti kekhhawatiran masyarakat m terhadap penyakit p DBD, maka masyyarakat akann banyak menggunaka m an pestisida.. Semakin meningkat m jumlah dan jenis pestisida maka m kondisi kualitas lingkungan l akan semaakin buruk bbegitu juga kesehhatan manuusia akan semakin terancam. t apabila tiddak ada koontrol dan moniitoring yanng baik maaka penambbahan bahaan aktif akkan terus m meningkat. Artinnya kualitass lingkungaan akan seemakin buru uk, bahkann gangguan kesehatan padaa manusia akkan semakinn meningkaat 14,0%
7,0%
17,0% %
% 1,0%
61,0%
Nyam muk Lalat Kecooa Semuut Lainnnya
Gam mbar 37 Pestisida rumah tangga yaang didaftarrkan sesuai hama h sasaraan C Cara Mengggunakan Peestisida Mem mbaca Aturran Pemakaaian Pestisida Hasil waw wancara dengan respponden, dip peroleh datta pada G Gambar 38 sebaggian besar (52.7%) ( ressponden meembaca aturran pakai seebelum mennggunakan pestiisida dan seebanyak 477.3% responnden tidak membaca aturan a pakaai sebelum mengggunakan pestisida. p A Alasan respponden tidaak membacca label anttara lain : tulisaan di label terlalu t kecill sehingga sulit untuk dibaca d apalaagi dipaham mi.
Tidak, 47.3%
Ya; 52.7%
Gam mbar 38 Responden yaang membacca petunjuk penggunaaan sebelum meenggunakann pestisida
101 Sementara itu sebanyak 61.8% responden menggunakan pestisida tidak sesuai petunjuk penggunaan dan sisanya (38.2%) menggunakan pestisida sesuai petunjuk penggunaan yang tertulis pada kemasan (Gambar 39). Berkaitan dengan sumber informasi Gambar 15 menunjukkan bahwa penggunaan pestisida yang diperoleh responden (57.4%) lebih banyak membaca dari label yang tertera pada pestisida. Oleh karena itu, informasi tentang petunjuk pemakaian menjadi hal yang penting agar tidak terjadi penyalahgunaan dalam penggunaan pestisida.
Ya, 38.2%
Tidak, 61.8%
Gambar 39 Responden yang menggunakan pestisida sesuai petunjuk penggunaan Pada label keterangan yang wajib dicantumkan menurut Direktorat Pupuk dan Pestisida (2011) adalah: Nama dagang formula, Jenis pestisida, Nama dan kadar bahan aktif, Isi atau berat bersih dalam kemasan, Peringatan keamanan, Klasifikasi dan simbol bahaya, Petunjuk keamanan, Gejala keracunan, Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), Perawatan medis, Petunjuk penyimpanan, Petunjuk penggunaan, Nomor pendaftaran, Nama dan alamat serta nomor telepon pemegang, nomor pendaftaran, Nomor produksi, bulan dan tahun produksi (batch number) dan kadaluwarsa, dan petunjuk pemusnahan. Kenyataannya tidak semua keterangan yang wajib tersebut dicantumkan dalam label terutama klasifikasi dan simbol bahaya, sehingga masyarakat tidak tahu bahwa pestisida yang digunakan berbahaya dan dapat meracuni diri sendiri, keluarga maupun lingkungan (seperti hewan peliharaan dan musuh alami hama). Cara Menyimpan Pestisida Tempat yang digunakan untuk penyimpanan bahan pestisida rumah tangga adalah ruang dalam rumah (73.5%), dapur (13.5%), di ruang luar rumah (7.1%), di lemari (6.5%), di tempat yang jauh dari jangkauan anak – anak (5.8%), di
102 gudang (4.5%) serta di garasi mobil (1.3%) (Gambar 40).
Sebagian besar
masyarakat masih belum benar dalam menyimpan pestisida yaitu di dalam rumah yang banyak untuk kegiatan sehari-hari sehingga dapat membahayakan keluarga apabila tumpah atau untuk mainan anak-anak karena anak-anak tertarik dengan kemasan pestisida yang bagus dan warnanya menarik. Penyimpanan di dapur lebih tidak benar, karena dapur tempat makanan sehingga dapat membahayakan
Area menyimpan pestisida
keluarga apabila makanan terkena pestisida dan termakan oleh keluarga. Di Garasi Mobil Di Gudang Jauh dari jangkauan Anak Di Lemari Di ruang luar rumah Di dapur Di ruang dalam rumah
1,3 4,5 5,8 6,5 7,1
13,5
73,5
Persentase (%)
Gambar 40 Persentase responden terhadap tempat penyimpanan pestisida rumah tangga TEMPAT PENYIMPANAN PESTISIDA Sebanyak 52.35% responden mengaku membaca aturan pakai sebelum mengaplikasikan pestisida, tetapi sebanyak 38.10% responden mengikuti aturan penggunaan yang tercantum dalam kemasan. Salah satu aturan yang dicantumkan pada kemasan adalah petunjuk penyimpanan pestisida. Fakta di lokasi penelitian menunjukkan bahwa masyarakat seringkali tidak menyimpan pestisida di tempat penyimpanan sesuai dengan aturan yang tertera. Contohnya pestisida di simpan berdekatan dengan tempat penyimpanan bahan makanan, misalnya minyak goreng dan susu bayi. Letak penyimpanan potensi pencemaran bahan makanan oleh pestisida. Tentu saja hal ini disayangkan karena ternyata yang berdekatan akan meningkatkan prinsip kehati-hatian kurang diterapkan oleh masyarakat.
Tempat penyimpanan pestisida yang benar adalah di luar rumah dan tidak terjangkau oleh anak-anak. Akan lebih aman apabila di dalam almari khusus kimia yang ditempatkan di gudang luar rumah atau di garasi mobil.
103 Tempat Menggunakan Pestisida Berdasarkan pada Gambar 41 sebanyak 95.5% responden menggunakan pestisida di area dalam rumah dan 20.0% responden menggunakan pestisida di area dapur. Hal ini mengindikasikan bahwa tempat tinggal merupakan area yang penting bagi responden untuk beristirahat dan bersantai dengan nyaman yang menghendaki bebas dari serangan atau gangguan hama. Oleh karena itu responden mengaplikasikan pestisida pada tempat tersebut. Padahal, tempat dalam rumah dan dapur merupakan area yang berbahaya jika diaplikasikan pestisida. Hal ini disebabkan karena area dalam rumah merupakan tempat orang beraktivitas, sehingga jika diaplikasikan pestisida di area ini, peluang penghuni rumah untuk terpapar pestisida semakin besar. Hal sama terjadi pada aplikasi pestisida di dapur. Dapur merupakan tempat penyimpanan dan pengolahan makanan. Aplikasi pestisida di area ini akan meningkatkan peluang bahan pangan terkontaminasi pestisida. Sekitar 1.3% responden menyatakan menggunakan pestisida langsung di badan dan menggunakan pestisida langsung di semprotkan pada binatang atau
Area penggunaan pestisida
hama permukiman. Binatang Badan Area luar rumah Dapur Area dalam rumah
0,6 1,3 18,1 20,0 95,5 Persentase (%)
Gambar 41 Persentase responden terhadap penggunaan pestisida rumah tangga Frekuensi Menggunakan Pestisida Frekuensi penggunaan pestisida pada Gambar 42 menunjukkan bahwa pestisida sebagian besar digunakan setiap hari secara teratur oleh 84.5% responden. Hal ini memperlihatkan bahwa tingkat ketergantungan responden pada pestisida sangat tinggi.
Keberadaan hama yang ada terus menerus memicu
penggunaan pestisida setiap hari secara teratur ditambah rasa kekhawatiran masyarakat terhadap terjangkitnya penyakit DBD yang setiap saat mengancam
104 kehidupan masyarakat, sehingga pengendalian kebanyakan diperuntukkan untuk mengendalikan nyamuk. Namun masih ada 15.5% responden menggunakan pestisida tidak teratur dan hanya dilakukan tergantung situasi yaitu ada atau tidak adanya hama. Tergantung Situasi, 15.5%
Teratur, 84.5%
Gambar 42 Persentase frekuensi penggunaan pestisida rumah tangga Waktu Menggunakan Pestisida Waktu
penggunaan
menggunakan
pestisida
pestisida, pada
malam
sebagian
besar
saja,
sebanyak
(80.6%)
responden
12.9%
responden
menggunakan pestisida bila perlu saja atau tidak tentu (tergantung kondisi dan situasi ada hama), sebanyak 14.2% responden menggunakan pestisida hanya pagi dan 12.3% responden menggunakan pestisida saat siang hari (Gambar 43).
Waktu
Sore
9,0
Siang
12,3
Menggunakan Kalau Ada Hama
12,9
Pagi
14,2
Malam
80,6 Persentase (%)
Gambar 43 Persentase waktu penggunaan pestisida rumah tangga Hampir semua responden menyatakan menggunakan pestisida pada malam hari disebabkan karena nyamuk lebih banyak dibandingkan siang hari. Selain itu, mereka juga beralasan bahwa menggunakan pada malam hari karena menghendaki kenyamanan dan tidak ada gangguan hama terutama nyamuk saat beristirahat. Ketenangan pada waktu istirahat malam hari rupanya merupakan kebutuhan yang paling utama.
105 Banyak Menggunakan Pestisida pada Musim Hujan/Kemarau Masyarakat banyak menggunakan pestisida berdasarkan musim, diketahui sebagian besar (48.2%) responden menggunakan pada saat musim kemarau dibandingkan musim penghujan (8.0%), sedangkan sebanyak 43.8% responden menggunakan pada musim kemarau dan hujan (Gambar 44).
Kemarau Hujan, 43.8%
Kemarau, 48.2%
Hujan, 8.0%
Gambar 44 Persentase responden menggunakan pestisida pada musim kemarau dan hujan Jumlah hama terutama nyamuk pada musim hujan dirasa lebih banyak daripada musim kemarau. Seperti ulat bulu yang muncul dalam jumlah cukup banyak di beberapa daerah pada saat awal musim kemarau. Hal tersebut karena makanan untuk hama masih cukup banyak pada musim penghujan yang lama sebelumnya, sehingga perkembangan hama cukup banyak di awal musim kemarau Ditambah lagi, kebanyakan hama yang bersayap, saat musim hujan pergerakannya terganggu oleh karena itu jumlahnya menjadi lebih sedikit. Di negara tropis memang jumlah hama rendah saat musim hujan dan meningkat saat musim kemarau. Ini fenomena yang biasa terjadi. Biaya Rata-Rata yang Dikeluarkan untuk Membeli Pestisida Hasil wawancara di lokasi penelitian, diperoleh biaya rata- rata pembelian pestisida oleh responden pada Gambar 45 sebanyak 82.1% responden banyak menghabiskan biayanya kurang dari Rp 50.000,- untuk membeli pestisida, sebanyak 15.9% responden mengeluarkan biaya rata – rata sekitar Rp 50.000,sampai Rp 100.000,- dan 2.1% responden mengeluarkan di atas Rp 100.000,untuk membeli pestisida. Pembelian pestisida paling banyak adalah di bawah Rp 50.000,-, hal ini karena masyarakat sangat mudah dan murah untuk mendapatkan
106 pestiisida. Pestissida tersedia dalam kemasan/bu k ungkus keciil sehinggaa harganya terjanngkau olehh masyarakaat, disampiing itu aksees untuk mendapatkan m n pestisida
Biaya y ppembelian pestisida
relatiif mudah kaarena pestisida tersediaa di kios-kio os kecil sam mpai swalayaan. > Rp 100.000,Rp 50.00 00,- s/d Rp 100.000,-
2..1 15.9 82.1
< Rp 50.000,%) Responden (%
G Gambar 45 Persentasee responden dalam pem mbelian Kebanyakkan masyaraakat yang mengeluark m kan biaya tinggi t untukk membeli pestiisida adalahh masyarakaat yang meempunyai sttatus ekonoomi baik, ddan mereka berpeerilaku gannti-ganti pesstisida hanyya sekedar coba-coba karena ingiin mencari yangg aromanyaa harum daan tidak membuat m pu using. Massyarakat deenganstatus ekonnomi tinggi biasanya membeli m pesttisida bentu uk aerosol yang y hanya terdapat di swalayan dengaan harga relaatif mahal. P Pengendali ian Hama dengan d Cara Non-Kim miawi Masyarakat juga mengetahui m cara lain n untuk mengendalik m kan hama perm mukiman. Beberapa B caara yang tellah diketahu ui yaitu pennggunaan kkassa untuk pintuu dan jendela (52.3% %), raket nyyamuk (29.7%), perekkat lem laalat (11%), kelam mbu (14.8% %) serta tanaaman penguusir nyamuk k (6.5%) (Gaambar 47).
Pinntu kassa
K Kelambu
R Raket elektriik
O Ovitrap
Tannaman Zodiaa
Tanaaman Lavennder
p an hama non n- kimiawi Gambar 46 Cara pengendalia
Pengendalian Non-Kimiawi
107
Tutup Pintu Pemukul lalat Bahan Tanaman Kipas Angin Perekat Lem Kelambu Raket elektrik Kassa
3,2 5,8 6,5 9,0 11,0 14,8 29,7 52,3 Persentase (%)
Gambar 47 Persentase responden yang menggunakan pengendalian non-kimiawi Walaupun masyarakat sudah menggunakan alat-alat pengendali non kimiawi untuk mengendalikan hama, namun hal itu tidak menjamin bahwa masyarakat tidak menggunakan pestisida. Apalagi masyarakat DKI Jakarta yang menginginkan istirahat setelah kerja seharian, sehingga masyarakat cenderung ingin mengendalikan gangguan secara serba cepat, simpel, murah dan efektif. Oleh karena itu masyarakat biasanya memilih pestisida untuk menanggulanginya, tanpa berpikir jauh tentang dampak yang diakibatkan penggunaan pestisida. Hubungan antara Sikap dan Perilaku Penggunaan Pestisida Perilaku yang penting untuk dikaji dalam penelitian ini adalah sejauh mana responden menggunakan dosis pestisida, frekuensi penggunaan pestisida serta waktu penggunaan pestisida. Hubungan Sikap Responden dengan Penentuan Dosis Pestisida Hasil penelitian didapatkan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan sebagaimana hasil uji Chi square ranah sikap (kognitif, afektif dan psikomotorik) dengan perilaku seperti pada Tabel 16.
108 Tabel 16 Hasil uji Chi square antara sikap (kognitif, afektif dan psikomotorik) dan perilaku ibu rumah tangga dalam pemakaian dosis pestisida Ranah Sikap Kognitif Afektif Psikomotorik
Pemakaian Dosis Pestisida Koefisien Chi Square 5.506 6.918 5.071
Nilai-p 0.019 0.031 0.024
Sikap responden dalam ranah kognitif seperti pengetahuan tentang penyakit, penyebab munculnya serangga, pengetahuan biopestisida, serta kemampuan berfikir responden untuk mengurangi penggunaan pestisida dan berfikir untuk mengendalikan selain dengan pestisida merupakan faktor-faktor penentu yang mendorong ranah perilaku responden dalam penggunaan pestisida. Pada kenyataannya, faktor tersebut memiliki hubungan yang erat dengan ranah perilaku responden dalam penentuan dosis dengan nilai koefisien Chi Square 5.506 dalam taraf nyata 0.019. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden tentang pestisida berpengaruh pada pemakaian dosis. Pengetahuan responden tentang penggunaan dosis juga dipengaruhi oleh sumber informasi tentang petunjuk pemakaian pestisida. Artinya bahwa responden membaca petunjuk pemakaian pestisida sebelum menggunakan, walaupun responden sendiri dalam perilakunya tidak mengikuti petunjuk aturan pemakaian dosis, seperti pada Gambar 39 yaitu sebanyak 61.8% responden menggunakan pestisida tidak sesuai petunjuk yang tertulis pada label kemasan. Pada Tabel 16 diperoleh dari hasil uji statistik, nilai koefisien Chi Square 6.918 dengan taraf nyata 0.031. Hal ini menunjukkan, bahwa sikap afektif responden tentang pestisida mendorong perilaku responden dalam penggunaan pestisida terutama dalam penentuan dosis. Jika dilihat dari klasifikasi skor afektif responden dalam penggunaan pestisida ditunjukkan bahwa responden pada umumnya tidak menyukai pestisida namun pada kenyataannya dalam perilakunya mereka tetap menggunakan pestisida dengan alasan karena banyaknya gangguan hama terutama nyamuk. Oleh karena itu, sikap afektif dengan perilakunya menunjukkan adanya disonansi, sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku
109 responden dalam menggunakan pestisida dan penentuan dosis lebih banyak karena faktor lingkungan daripada ranah afektif responden. Komponen
psikomotorik
merupakan
kecenderungan
berperilaku.
Komponen psikomotorik meliputi berfikir ada kemungkinan untuk mengurangi pemakaian pestisida
di masa depan. Ranah psikomotorik pada Tabel 17 ini
berhubungan nyata pada taraf 0.024 dengan nilai koefisien Chi Square 5.071, artinya responden berfikir ada kemungkinan untuk mengurangi pemakaian pestisida di masa depan. Namun kenyataan dalam perilakunya, masyarakat tidak mengurangi pestisida bahkan penggunaan pestisida dilakukan secara terjadwal rutin tanpa mempertimbangkan ada atau tidak hama. Hasil uji Chi square dan analisis tentang faktor – faktor pendorong perilaku dalam menggunakan pestisida dalam penentuan dosis, terlihat bahwa ranah sikap responden (kognitif, afektif dan psikomotorik) merupakan
faktor pendorong
responden untuk berperilaku dalam penentuan dosis, sehingga faktor ini dapat dikatakan
berpengaruh
kuat
terhadap
perilaku
responden
untuk
tetap
menggunakan pestisida. Sementara keereratan hubungan antara variabel sikap dengan perilaku dapat dilihat pada analisis koefisien kontingensi (Tabel 17). Tabel 17 Keeratan hubungan antara sikap (kognitif, afektif dan psikomotorik) dan perilaku dalam pemakaian dosis pestisida Ranah Sikap Kognitif Afektif Psikomotorik
Pemakaian Dosis Pestisida Koefisien Kontingensi Nilai-p 0.185 0.019 0.207 0.031 0.178 0.024
Pada Tabel 17 dapat disimpulkan bahwa hubungan antara kedua variabel tersebut semakin lemah, hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien kontingensi mendekati 0 menurut Priyatno (2009) yaitu nilai kognitif (0.185), afektif (0.207) dan psikomotorik (0.178). Sesuai pendapat Guilford dalam Rakhmat 2004 mengkategorikan tingkat keeratan hubungan di atas berada pada 0.20 – 0.40, artinya hubungan antara kedua variabel yaitu sikap dengan perilaku penggunaan pestisida dalam penentuan dosis terkategori rendah tetapi berarti.
110 Hubungan Sikap Responden dengan Frekuensi Menggunakan Pestisida Frekuensi responden dalam menggunakan pestisida terdiri dari teratur dan tidak teratur. Teratur atau dengan kata lain jika responden dalam menggunakan pestisida terjadwal baik setiap hari, seminggu sekali, dua minggu sekali maupun sebulan sekali. Pemakaian tidak teratur jika responden menggunakan pestisida tergantung situasi yaitu ada atau tidaknya hama yang dianggap mengganggu. Berdasarkan hasil uji statistik, bahwa ranah sikap (kognitif, afktif dan psikomotorik)
menunjukkan
bahwa
sikap
responden
tentang
pestisida
berpengaruh terhadap frekuensi penggunaan pestisida (Tabel 18). Tabel 18 Hasil uji Chi square antara sikap (kognitif, afektif dan psikomotorik) dengan frekuensi menggunakan pestisida Ranah Sikap Kognitif Afektif Psikomotorik
Frekuensi Menggunakan Pestisida Koefisien Chi Square Nilai-p 5.212 0.022 13.337 0.001 6.303 0.012
Pada Tabel 19 menunjukkan bahwa keeratan hubungan kedua variabel antara sikap dengan perilaku adalah lemah. Selain variabel sikap, masih ada variabel lain yang mempengaruhi perilaku masyarakat untuk tetap menggunakan pestisida. Faktor lain tersebut adalah kondisi lingkungan, dimana keberadaan hama terutama nyamuk merupakan faktor yang menyebabkan perilaku responden tetap konsisten menggunakan pestisida baik ada hama maupun tidak ada hama, walaupun secara kognitif mereka tahu akan bahaya pestisida dan dampak yang ditimbulkannya pada lingkungan. Tabel 19 Keeratan hubungan antara sikap (kognitif, afektif dan psikomotorik) dengan frekuensi menggunakan pestisida Ranah Kognitif Kognitif Afektif Psikomotorik
Frekuensi Menggunakan Pestisda Koefisien Kontingensi Nilai-p 0.180 0.022 0.281 0.001 0.198 0.012
111 Hubungan Sikap Responden dengan Waktu Penggunaan Pestisida Waktu responden dalam menggunakan pestisida terdiri dari teratur dan tidak teratur. Teratur atau dengan kata lain jika responden dalam menggunakan pestisida terjadwal baik pagi, siang, sore atau malam maupun setiap waktu. Pemakaian tidak teratur jika responden menggunakan pestisida tergantung situasi yaitu ada atau tidaknya hama yang dianggap mengganggu. Berdasarkan hasil uji statistik, bahwa ranah sikap (kognitif, afktif dan psikomotorik)
menunjukkan
bahwa
sikap
responden
tentang
pestisida
berpengaruh terhadap waktu penggunaan pestisida (Tabel 20). Tabel 20 Hasil uji Chi square antara sikap (kognitif, afektif dan psikomotorik) dengan waktu penggunaan pestisida Ranah Sikap Kognitif Afektif Psikomotorik
Waktu Penggunaan Pestisida Koefisien Chi Square Nilai-p 0.036 4.403 0.121 4.228 0.043 4.092
Pada Tabel 21 terlihat nilai koefisien kontingensi kognitif (0.166), afektif (0.163) dan psikomotorik (0.160) dimana nilai-nilai tersebut mendekati angka 0, artinya keeratan hubungan kedua variabel antara sikap dengan perilaku adalah lemah.
Selain variabel sikap, masih ada variabel lain yang mempengaruhi
perilaku masyarakat untuk tetap menggunakan pestisida. Tabel 21 Keeratan hubungan antara sikap (kognitif, afektif dan psikomotorik) dengan waktu penggunaan pestisida Ranah Sikap Kognitif Afektif Psikomotorik
Waktu Penggunaan Pestisida Nilai-p Koefisien Kontingensi 0.166 0.036 0.163 0.121 0.160 0.043
112 Faktor lain yang penggunaan pestisida adalah kondisi lingkungan berupa keberadaan hama nyamuk, maka perilaku responden tetap konsisten menggunakan pestisida baik pada watu pagi, siang, sore, malam bahkan ada yang tidak mengenal waktu selalu menggunakan pestisida. Kesimpulan dari sikap dan perilaku masyarakat DKI Jakarta dalam menggunakan pestisida adalah persepsi masyarakat tentang hama nyamuk dianggap yang paling mengganggu, namun kenyataannya tidak demikian karena hama yang paling banyak ditemukan di lokasi penelitian adalah hama lalat dan semut. Hama nyamuk banyak berada di ruang-ruang dalam rumah yang kita membutuhkan kenyamanan untuk beristirahat, sehingga masyarakat cenderung mengendalikannya. Hal ini diperkuat dengan uji statistik chi square antara sikap responden dengan perilaku untuk tetap menggunakan pestisida (Tabel 22). Uji statistik chi square menunjukkan bahwa sikap responden sangat berpengaruh sekali terhadap perilaku responden dalam menggunakan pestisida dengan nilai koefisien chi square 11.437 pada taraf nyata 0.003. Tabel 22 Hasil uji Chi square antara sikap dengan penggunaan pestisida Ranah Sikap Responden Sikap
Perilaku Responden Menggunakan Pestisida Koefisien Chi Square 11.437
Nilai-p 0.003
Dari tabel 23 dapat disimpulkan bahwa sikap sangat menentukan perilaku responden. Keeratan hubungan antara variabel sikap dan perilaku responden dalam menggunakan pestisida dapat dilihat pada Tabel 23, yang mempunyai hubungan lemah, hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien kontingensi mendekati 0 yaitu sebesar 0.262. Tabel 23 Keeratan hubungan antara sikap dengan penggunaan pestisida Ranah Sikap Responden Sikap
Perilaku Responden Menggunakan Pestisida Koefisien Kontingensi 0.262
Nilai-p 0.003
113 Artinya hubungan antara kedua variabel yaitu sikap dengan perilaku penggunaan pestisida terkategori rendah tetapi berarti, sehingga sikap responden memiliki pengaruh yang berarti terhadap perilaku penggunaan pestisida. Hal ini karena ketidaktahuan responden tentang bahaya pestisida terhadap kesehatan dan lingkungan serta karena ketidaktahuan responden akan pengendalian hama permukiman
yang
berwawasan
lingkungan
masyarakat
tentang
atau
pengendalian
dengan
biopestisida. Ketidaktahuan
biopestisida
yang
berwawasan
lingkungan, membuat masyarakat memilih menggunakan pestisida. Biopestisida belum biasa digunakan untuk mengendalikan hama permukiman, yang sudah biasa dilakukan adalah penggunaan biopestisida seperti Bacillus thuringiensis (yang dibuat dari bakteri) untuk mengendalikan larva Lepidoptera di tanaman pertanian. B. thuringiensis biasanya dijual di kios-kios sarana produksi pertanian sehingga sulit ditemukan dan harganya relatif mahal. Ada B. thuringiensis untuk nyamuk, tapi biopestisida ini belum dijual secara komersial. Biopestisida lainnya seperti tanaman zodia sebagai pengusir nyamuk, bahan-bahan tanaman (sereh, selasih dan daun papaya) atau bunga tanaman sukun yang dibakar sudah dikenal oleh sebagian masyarakat, namun masyarakat tidak menggunakannya dikarenakan perlu berbagai perlakuan untuk aplikasinya. Berbeda dengan pestisida kimia, pestisida kimia ini mudah didapat, simpel, murah dan efektif serta mudah untuk diaplikasikan. Jika ditelusuri, telah terjadi persepsi yang salah tentang hama yang dikendalikan responden dengan jumlah hama yang sebenarnya. Dalam kehidupan, masyarakat membutuhkan kenyamanan untuk istirahat setelah seharian lelah bekerja, tapi saat akan beristisrahat terganggu adanya hama seperti nyamuk, maka masyarakat cenderung mencari nyaman dengan menghilangkan gangguan tersebut dengan menggunakan pestisida. Padahal masyarakat tahu dan ingin menggunakan pestisida
berwawasan
lingkungan,
tapi
akses
untuk
mendapatkan
dan
mengaplikasikannya relatif sulit. Hal ini berarti terjadi ketidaksesuaian kognisi (disonansi kognitif) dimana persepsi dan keinginan masyarakat ternyata saling bertentangan. Disonansi pada masyarakat yang menggunakan pestisida terjadi karena tidak searahnya atau tidak konsistennya antara sikap dengan perilaku perilaku. Walaupun secara kognitif mereka tahu akan bahaya pestisida dan
114 dampak yang ditimbulkannya pada lingkungan. Pernyataan ini juga didukung dengan pendapat Festinger (1957) yang dikenal dengan teori ketidaksesuaian kognitif, dimana permasalahan ketidakkonsistenan sikap-perilaku diakibatkan pengambilan keputusan dan akibat dari perilaku yang saling bertentangan dengan sikap. Meskipun
seseorang telah
diberikan alternatif dan alasan-alasan
penggunaan pestisida, tidak serta merta dapat mengubah sikapnya. Berbagai macam alasan responden untuk mengurangi penggunaan pestisida dapat dijadikan sebagai suatu motif mengapa responden masih tetap menggunakan pestisida sampai penelitian ini dilakukan, walaupun responden mengetahui akan bahaya pestisida terhadap kesehatan dan lingkungan. Sebanyak 61.3% responden masih menggunakan pestisida dikarenakan kondisi lingkungan yaitu masih banyak gangguan serangga hama di tempat tinggal, sebanyak 23.4% responden sudah mulai mengurangi pemakaian pestisida walaupun kadang masih memakai sedikit. Di samping itu, sebanyak 6.6% responden masih menggunakan pestisida dengan alasan belum ada jenis pengendalian yang lebih bagus atau yang bersifat alami, 6.6% responden juga menyebutkan bahwa ada kemungkinan untuk mengurangi pemakaian pestisida dikarenakan adanya penyakit manusia yang disebabkan karena hama masih terlalu tinggi dan sisanya 2.2% responden mengatakan tidak ada pemikiran untuk mengurangi pemakaian pestisida karena menganggap bahwa serangga dan hama itu bisa dibunuh hanya dengan
Kemungkinan Mengurangi Penggunaan Pestisida
menggunakan pestisida (Gambar 48). Lainnya Resiko dampak adanya penyakit manusia yang disebabkan karena serangga rumah… Belum Ada jenis Pestisida yang Lebih Bagus
2,2 6,6 6,6
Masih Ada banyak kemungkinan ganguan serangga hama rumah tangga Saya sudah pakai sedikit
61,3 23,4 Responden (%)
Gambar 48 Persentase responden tentang pengetahuan kemungkinan mengurangi pemakaian pestisida
115 Di samping itu, alasan yang melandasi responden tetap menggunakan pestisida adalah karena pengalaman masa lalu (55.5% responden), sebanyak 25.2% karena terpengaruh iklan di TV dan sebanyak 11.8% karena coba-coba serta 7.6% karena rekomendasi atau anjuran (Gambar 49). Coba-coba, 11.8%
Cobacoba; 11,8%
Rekomendasi/ Anjuran, 7.6%
Iklan, 25.2%
Pengalaman masa lalu, 55.5%
Gambar 49 Persentase responden terhadap alasan tetap menggunakan pestisida rumah tangga Selain itu, dalam menggunakan pestisida responden beralasan karena keampuhan dari pestisida tersebut, aromanya wangi, mudah didapat, lebih praktis, mudah digunakan, efektif dan harganya murah. Oleh karena itu, alasan menggunakan pestisida ada dorongan atau keinginan dari dalam diri seseorang dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan atau situasi di luar dirinya menjadi motif dorongan berperilaku untuk mencapai tujuan tertentu dalam rangka memenuhi dan memuaskan kebutuhan.
Dampak Penggunaan Pestisida Setelah pembahasan terdahulu, ternyata sebagian besar masyarakat sejumlah 95.5% responden menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida tersebut dilakukan secara teratur baik frekuensi maupun waktu tanpa melihat ada atau tidak ada hama. Jumlah pestisida yang digunakan tanpa mengikuti aturan, masyarakat menggunakan jumlah yang sangat berlebih tanpa mempertimbangkan ada atau tidak ada hama.
116 Perilaku masyarakat tersebut, dapat menimbulkan dampak kesehatan manusia yang terdiri dari dampak langsung dan dampak tidak langsung. Dampak langsung berupa paparan pestisida secara langsung terhadap manusia, sedangkan dampak tidak langsung berupa kontaminasi pestisida ke dalam makanan dan minuman, pencemaran air sungai dan air tanah.
Dampak langsung maupun
dampak tidak langsung dapat menimbulkan keracunan dan berbagai penyakit pada masyarakat.
Gejala-gejala Keracunan yang Dialami Responden Masyarakat lokasi penelitian hampir semuanya tidak mengetahui gejala keracunan, hal ini berkaitan dengan sikap responden yang beranggapan bahwa masyarakat tidak peduli dengan dampak pestisida. Pada kenyataannya masih 10.7% responden dan 2.0% responden
setuju dan sangat setuju dengan
pernyataan tidak peduli dengan dampak pestisida. Artinya bahwa responden tetap menggunakan pestisida dengan tidak peduli dampaknya. Kenyataan di lokasi penelitian, pada Gambar 50 ditunjukkan bahwa responden pernah mengalami keracunan sebanyak 46.3% responden pernah keracunan dengan gejala sesak nafas, sebanyak 25.9% responden keracunan dengan gejala pusing-pusing, sebanyak 11.1% mengalami gata-gatal di kulit, sebanyak 7.4% mual-mual atau muntah, bahkan sebanyak 3.7% responden pernah pingsan setelah melakukan penyemprotan pestisida cair di kamar, kemudian sebanyak 5.6% mengalami gejala keracunan karena kelalaian dan upaya bunuh diri dengan menggunakan pestisida. Responden yang pernah keracunan berada di
Responden (%)
hampir semua wilayah DKI Jakarta. 46,3 11,1 Sesak Nafas Gatal-gatal
25,9
7,4
Pusing Muntah, Mual Gejala Keracunan
3,7
5,6
Pingsan
Lainnya
Gambar 49 Persentase responden yang pernah mengalami gejala keracunan atau gejala mirip keracunan pestisida rumah tangga
117 Gejala keracunan menunjukkan angka yang cukup tinggi, walaupun tidak ada data pendukung dari catatan medis tentang jumlah orang yang keracunan pestisida rumah tangga. Kemungkinan karena kasus keracunan pestisida rumah tangga tidak pernah diperiksakan dan tidak pernah ditabulasikan oleh Dinas Kesehatan, dan hanya orang yang mempunyai gejala simptomatik saja yang diperiksa ke dokter. Keracunan pestisida rumah tangga yang terjadi pada responden disebabkan oleh pestisida jenis cair dan aerosol (64.2%), padat lingkaran (19.9%), losion
Responden (%)
(12.0%), serta elektrik dan fogging masing-masing 1.9% (Gambar 51). 64,2
19,9
12,0
Padat Lingkaran Cair/Aerosol
Lotion
1,9
1,9
Elektrik
Foging
Jenis Formulasi Penyebab Keracunan
Gambar 51 Jenis formulasi pestisida rumah tangga penyebab keracunan Jenis formulasi baik cair maupun aerosol merupakan formulasi yang paling banyak menimbulkan keracunan. Bentuk formulasi cair dan aerosol mengandung bahan aktif yang dicampur dengan pelarut, dan selanjutnya diisi dengan gas atau udara sebagai tenaga pendorong. Hasil dari jenis formulasi ini yaitu droplet halus yang tersebar ke udara melalui nozel. Droplet halus tersebut berbentuk butiran yang berukuran sangat kecil, oleh karena itu pestisida dengan bentuk formulasi cair atau aerosol akan mudah menguap serta mudah terhisap oleh pernafasan. Senyawa bahan aktif akan mudah terserap ke dalam jaringan paru-paru. Hal yang sama juga terjadi dengan jenis formulasi padat lingkaran dan pengasapan (fogging). Bentuk formulasi ini menghasilkan asap yang mengandung bahan aktif sehingga mudah terhisap oleh saluran pernafasan. Sementara itu bentuk formulasi losion digunakan dengan cara mengoleskan pada bagian tubuh, misalnya lengan tangan dan kaki. Namun karena penggunaannya langsung kontak dengan kulit maka hal ini mendatangkan masalah bagi kulit berupa gejala alergi, terutama kulit sensitif.
118 Dampak tidak langsung penggunaan pestisida rumah tangga dilihat pada meningkatnya penyalahgunaan pestisida rumah tangga di lingkungan keluarga atau tetangga responden, dan data sekunder peningkatan populasi orang yang menderita sakit (ISPA dan Demam Berdarah Dengeu). Berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta, ISPA merupakan penyakit yang paling banyak diderita warga Jakarta. Jumlah penderita pada 1997 tercatat 784.354, tahun 1998 sebanyak 827.407 orang, dan 1999 tercatat 1.023.801 orang. Tingginya penderita ISPA itu terkait dengan tingginya pencemaran di Jakarta yang diduga disebabkan oleh asap kendaraan bermotor. Data-data penyakit ISPA tersebut tidak pernah diduga ada kaitannya dengan pencemaran pestisida rumah tangga, sehingga sampai sekarang tidak ada data pencemaran pestisida yang mempengaruhi penyakit ISPA.